You are on page 1of 22

1

KISTA RESIDUAL

Definisi

Kista residual merupakan kista yang ditemukan pada regio tidak bergigi dengan
riwayat ekstraksi akibat tidak terambilnya granuloma atau kista radikuler secara
sempurna pada saat dilakukan enukleasi.1

Etiologi
Merupakan kista yang ditemukan pada regio yang tidak bergigi dengan riwayat
ekstraksi akibat tidak teramnilnya granuloma atau kista radikular secara sempurna
pada saat dilakukan enukleasi.2,3 Kista residual biasanya terdapat pada region
anterior mandibula dan perawatannya serupa dengan kista periapikal.2,3

Kista residual timbul dari sisa-sisa granuloma periapikal,kista periapikal, kista


dentigerus yang tertinggal pada waktu operasi. Lesi-lesi ini terlihat pada
pemeriksaan radiografis rutin pada rahang yang tidak bergigi. Lesi dirawat dengan
enukleasi, kecuali ukurannya besar lesi dirawat dengan marsupialisasi.2,3

Patogenesis

Dinding epitelnya berasal dari sisa-sisa epitel organ pembentuk gigi.3 Adanya
proliferasi dan degenerasi kistik dari epitel odontogenik dapat menimbulkan kista

odontogenik. Berdasarkan etiologinya, kista ini dapat dibagi lagi menjadi


tipe developmental dan inflammatory.3

Ada tiga macam sisa epitel yang berperan dalam pembentukan beberapa kista
odontogenik, yakni:3
1. Sisa-sisa epitel atau glands of Serres yang tersisa setelah
terputusnya dental lamina. Ini merupakan penyebab keratosis odontogenik. Juga
dapat menjadi penyebab beberapa kista odontogenik developmental lainnya,
seperti kista gingiva dan kista periodontal lateral.

Universitas YARSI
2

2. Epitel email tereduksi yang berasal dari organ email dan menutupi gigi impaksi
yang sudah terbentuk sempurna. Kista dentigerous (folikular), kista erupsi, dan
kista paradental inflammatoryberasal dari jaringan ini.
3. Sisa-sisa Malassez yang terbentuk melalui fragmentasi dari epithelial root sheath
of Hertwig. Seluruh kista radikular berasal dari sisa-sisa jaringan ini.

Gambaran Klinis

Kista residual bersifat asimptomatis dengan proses pembesaran secara perlahan-


lahan yang tidak disadari oleh penderita sehingga kista residual sering ditemukan
secara tidak sengaja pada saat dilakukan pemeriksaan radiologis rutin.4 Kista
residual bisa menggangu ketepatan pemasangan dari gigi tiruan, karena adanya
penebalan yang progresifpada epithelial lining dari kista.4

Pemeriksaan Kista Residual

Pemeriksaan Subyektif
Anamnesis
Yang dimaksud dengan anamnesis adalah riwayat ekstraksi. Anamnesis dapat
dilakukan dengan menanyakan langsung kepada penderita atau pengantar. Dalam
melakukan anamnesis, ada beberapa informasi yang harus diketahui antara lain
sebagai berikut :5,6
 Riwayat Ekstraksi pada Gigi
 Ada Tidaknya Trauma
 Ada Tidaknya Nyeri.
 Perawatan yang Sudah Didapat.
 Penyakit Sistemik yang Diderita.
 Keluhan Lain.
 Gangguan Pengunyahan

Universitas YARSI
3

Pemeriksaan Obyektif
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan ekstra oral dan intra
oral, diantaranya: Pemeriksaan Ekstra Oral Pada kasus kista residual gigi anterior
ini dapat dilakukan dengan cara visual dan palpasi. Palpasi pada wajah dilakukan
untuk melihat diskontinuitas tulang rahang yang menunjukkan adanya perluasan
infeksi.5
Pemeriksaan Intra Oral, Pemeriksaan ini penting untuk mendapatkan informasi
agar dapat memberikan pertolongan pertama. Tindakan yang sebaiknya dilakukan
pada pemeriksaan intra oral meliputi antara lain :5,6
 Perkusi gigi
 Pencatatan kegoyangan abnormal dari gigi atau tulang alveolar.
 Pencatatan adanya perubahan warna gigi
 Pencatatan kerusakan jaringan lunak, seperti pada bibir, gusi, langit- langit
dan lidah.
 Pencatatan perubahan letak gigi
 Pencatatan adanya kerusakan prosesus alveolaris, dengan cara
palpasi prosesus alveolaris.
 Pencatatan adanya perluasan infeksi ke space facial lain

Pemeriksaan Radiologis
Kegunaan Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan ini diperlukan untuk
membantu menegakkan diagnosa kelainan yang tepat.
Biasanya pemeriksaan radiologis dilakukan pada saat sebelum memulai
perawatan dan pada saat kontrol sesudah perawatan sebagai evaluasi
terhadap perawatan yang telah dilakukan. Pemeriksaan ini berguna untuk
memberikan informasi, misalnya :5,6
 Untuk membandingkan dengan jenis kista yang lain
 Untuk membandingkan dengan kelainan yang lain
 Adanya perluasan infeksi
 Bagaimana tingkat keparahan kista

Universitas YARSI
4

 Adanya kelainan dari tulang alveolar


 Tingkat perkembangan
 Ukuran kamar pulpa dan saluran akar
 Arah perkembangan
 Melihat keadaan fragmen gigi dan jaringan lunak lain disekitar rongga
mulut, seperti dasar mulut, bibir dan pipi.

Terapi Kista Residual

Enukleasi
Teknik ini mencakup membuang sepenuhnya dari kantung kista (cystic sac) dan
penyembuhan luka sebagai tujuan utama. Ini adalah metode yang paling
memuaskan dari pengobatan kista dan ditunjukkan dalam semua kasus di mana
kista yang terlibat, yang dinding dapat dihilangkan tanpa merusak gigi yang
berdampingan dan struktur anatomi lainnya. Prosedur bedah untuk pengobatan
kista dengan enukleasi termasuk langkah-langkah berikut :4

 Refleksi flap mucoperiosteal.


 Penghapusan tulang dan paparan bagian dari kista.
 Enukleasi dari kantung kista (cystic sac).
 Perawatan luka dan penjahitan.

Setelah mengambil radiografi untuk menentukan lokalisasi yang tepat dan ukuran
lesi, flap trapesium dibuat, yang batas harus memastikan bahwa akses yang cukup
dan visualisasi bidang bedah

Universitas YARSI
5

Gambar. 1. a, b. Menghilangkan kista rahang atas, dengan akses labial.


Sayatan untuk menciptakan flap trapezium. a. ilustrasi diagram. b foto klinis

Gambar. 2. a, b. Refleksi flap dan paparan bidang bedah. a. ilustrasi diagram. b.


foto klinis

Setelah refleksi mucoperiosteum, tulang meliputi lesi dievaluasi, yang, seperti


yang disebutkan di atas, mungkin normal, menipis, atau benar-benar hancur.
(Fragiskos, 2007)

Dalam tulang normal, bur bulat digunakan untuk menghapus sebagian dari
pelat kortikal bukal meliputi kista, dan, tergantung pada luasnya, rongeur
yang dapat digunakan untuk memperbesar jendela tulang dibuat (Gambar. 2).
Jendela tulang harus cukup besar sehingga semua bagian dari rongga kista
dapat diakses dan dihapus tanpa kesulitan tertentu. (Fragiskos, 2007)

Universitas YARSI
6

Gambar. 3. a, b. Menghilangkan tulang pada aspek labial masing-masing


untuk lesi. a. ilustrasi diagram. b foto klinis

Gambar. 4. a, b. Window osseus diciptakan untuk mengekspos bagian dari


lesi. a. ilustrasi diagram. b foto klinis

Jika dinding tulang menipis atau berlubang, itu dihilangkan perifer dengan
rongeur, sampai mencapai tulang kompak. Sebuah kuret digunakan untuk
enukleasi kista kecil, sedangkan untuk kista lebih besar, akhir luas elevator
periosteal lebih dipilih, yang ditempatkan di dalam rongga menekan perlahan
antara dinding kista dan tulang, sedangkan kista hati-hati digenggam dengan
forcep (Gambar. 5). (Fragiskos, 2007)

Universitas YARSI
7

Gambar. 5. a, b. Menghilangkan kista dari rongga tulang, menggunakan


hemostat dan kuret. a) ilustrasi diagram. b foto Klinis

Setelah penghapusan kista, kuret digunakan untuk memeriksa rongga untuk


kehadiran sisa-sisa kista, dan irigasi berlebihan dengan larutan saline dan
penjahitan dari flap tindak (Gambar. 6-8).

Gambar. 6. a, b. Bidang bedah setelah pengangkatan lesi. a) ilustrasi diagram.


b foto Klinis

Universitas YARSI
8

Gambar. 7 a, b. Lokasi operasi setelah pemasangan jahitan. a) ilustrasi


diagram. b foto Klinis

Gambar. 8 a, b. (a) Radiografi panoramik dan (b) foto klinis dari daerah
diambil 2 bulan setelah prosedur bedah

Universitas YARSI
9

Diagnosis Banding Kista Residual

Kista radikuler

Kista radikuler juga disebut kista periapikal atau kista apical periodontal,
kista ini merupakan kista yang paling sering ditemukan.7 Kista radikular adalah
kista yang tumbuh dari epitel rest of malassez yang mengalami proliferasi karna
adanya respon radang yang dipicu oleh infeksi bakteri pada pulpa.7

Etiologi kista radikuler


Kista radikuler dapat terjadi akibat faktor trauma fisik, kimia, atau bakteri
sehingga terjadi kematian pulpa yang diikuti oleh stimulasi sel sisa epitel
Malassaez yang normalnya terdapat pada ligamentum periodontal.8

Pathogenesis kista radicular

Kista radikuler berasal dari sisa epitel Mallassez (rest of Mallassez) pada
apeks granuloma atau periapikal gigi non vital yang terstimulasi untuk
berproliferasi oleh proses inflamasi. Kista radikuler secara umum terjadi karena
infeksi pulpa yang terjadi pada gigi yang karies. Bakteri yang berasal dari sulkus
ginggiva atau kantong periodontal mencapai kanal sisa akar gigi melalui
pembuluh darah periodontal. Mikroba juga dinyatakan berasal dari nekrosis pulpa
melalui sirkulasi darah (anachoresis).8 Lingkungan endodontik merupakan habitat
untuk tumbuhnya flora khususnya bateri anaerob. Habitat tersebut memiliki sifat-
sifat biologis dan patologis seperti : antigenisitas, aktivitas mitogenik,
kemotaksis, enzim hitiolitik, dan aktivasi sel pejamu. Mikroba dan produknya
menginvasi saluran akar dan kemudian ke periapeks. Sebagai respon, tubuh
memiliki pertahanan tubuh berupa sel-sel tertentu, antibodi, dan molekul efektor.
Mikroba dan perlawanan pertahanan tubuh yang terjadi menyebabkan merusakan
dari jaringan periapikal dan terentuk berbagai kategori lesi periodontitis apikal.
Kista periapikal merupakan sequel langsung dari periodontitis apikal kronis, tetapi
tidak setiap lesi kronis tersebut berkembang menjadi kista. Ada dua jenis kista
periapikal yaitu kista yang mengandung rongga yang secara utuh dilapisi oleh

Universitas YARSI
10

lapisan epitel ( true cyst) dan kista yang mengandung rongga yang dilapisi lapisan
epitel yang terbuka ke saluran akar ( bay cyst/pocket cyst).8

Patogenesis True Cyst dibagi menjadi tiga fase :8

1. Fase pertama ( inisiasi)


Secara umum telah diketahui bahwa lapisan epitel kista radikuler berasal
dari sel sisa epitel Mallassez ( rest of Malassez) dalam ligamentum
periodontal. Sel sisa Malassez yang tertidur ( dormant ) mengawali
proliferasi sebagai akibat langsung dari inflamasi, kemungkinan dibawah
kendali antigen bakteri, epidermal growth factors, sel-sel mediator, dan
metabolit yang dilepaskan oleh berbagai sel yang berdiam pada lesi
periodontal.
2. Fase kedua ( pembentukan kista)
Ada dua teori tentang pembentukan kista
1) Teori defisiensi nutrisi
Teori defisiensi nutrisi didasarkan pada asumsi bahwa epitel massa
dari sel–sel pada bagian sentral menjadi terpisah semakin jauh akibat
perbandingan nutrisi yang berbeda pada lapisan basal, yang terjadi
oleh karena gagalnya pemenuhan nutrisi yang adekuat sehingga terjadi
degenerasi berbentuk cairan (liquofaction) dan nekrosis, hal ini
menyebabkan terbentuknya suatu rongga berlapis epitel berisi cairan.
Alternatif lain berupa sel-sel dapat membentuk lembaran yang
mencakup bagian dari granuloma dengan akibat yang sama berupa
pecahnya isi dari granuloma yang terbuka sehingga terbentuk pusat
berupa cairan dari kista.
2) Teori abses
Dasar dari teori abses bahwa proliferasi lapisan epitel rongga abses
dibentuk oleh jaringan nekrosis dan jaringan yang lisis oleh karena
sifat alami dari sel-sel epitel akan menutupi permukaan yang terpapar
oleh jaringan ikat.
3. Fase ketiga pembesaran kista.

Universitas YARSI
11

Dari penelitian terbukti bahwa osmosis memiliki peranan dalam


peningkatan ukuran kista. Adanya jaringan nekrotik, eksudat plasma
protein, dan asam hialuronat dalam rongga kista mengakibatkan tekanan
osmosis cairan kista lebih tinggi dari cairan jaringan sekitarnya sehingga
akan menarik cairan masuk kedalam rongga kista menyebabkan ukuran
kista membesar.
Mekanisme pembentukan kista periapikal bentuk kantong (“periapical
pocket cyst”) diawali dengan sebuah perluasan yang menyerupai
gelembung kecil dari ruang saluran akar gigi yang terinfeksi ke periapikal.
Ruang lumen kecil ini (“microlumen”) ditutup oleh epitel skuamosa
bertingkat kemudian bertumbuh dan membentuk leher (collar) yang
tersusun dari epitel sekitar ujung akar gigi. Epitel berbentuk leher tersebut
mengadakan perlengketan ke permukaan akar gigi yang terinfeksi dan di
bagian lain lumen kecil berbentuk kistik disekitar periapikal. Hadirnya
mikroorganisme pada saluran akar apikal menarik granulosit netrofil
melalui proses kemotaksis kedalam mikrolumen. Lumen yang menyerupai
kantong membesar untuk menampung debris untuk membentuk
divertikulum dari ruang saluran akar ke daerah apikal.
Proses resorbsi tulang melibatkan regulasi mediator. Beberapa faktor
resorbsi tulang (bone-resorbing factors) telah di isolasi dari kista radikuler
seperti prostaglandin (PGE2, PGI2), leukotrin, and kolagenase. IL-1
merupakan sitokin yang paling aktif dalam perluasan kista melalui efek
terhadap proliferasi fibroblast, produksi prostaglandin oleh kasul fibrosis
dan psteolisis. Mediator yang terlibat dalam proses inflamasi dan resobsi
tulang sangat kompleks. Penelitian pada manusia dan binatang
menunjukkan proliferasi aktif dari sitokin yang lain seperti IL-6, IL-
3, Granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) IL-
11,IL-17 dan IL-18, memiliki peranan pada patogenesis dan penyakit
ostelitik.

Universitas YARSI
12

Gambaran radiografis :

Adanya gambaran radiolusen berbatas radiopak di region tidak bergigi.9

Gambar 9. Gambaran radiografi kista residual


(Shear, 2012)

Universitas YARSI
13

KISTA PARADENTAL

Definisi

Kista paradental merupakan kista odontogenik yang mengalami peradangan oleh


impaksinya gigi molar tiga mandibula yang mengalami perikoronitis.10

Etiologi

Kista paradental merupakan kista odontogenik yang mengalami peradangan yang


timbulnya disebabkan gigi molar tiga mandibula impaksi yang mengalami
perikoronitis.11 Etiologi kista paradental sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti, tapi terdapat tiga kemungkinan unruk pembentukannya yakni dari epitel
krevikular, dari sisa-sisa epitel Malassez dan dari epitel enamel yang berkurang.
Kista ini jarang terjadi, tetapi memiliki karakteristik klinis yakni: terjadi pada gigi
molar tiga mandibula yang impaksi, mempunyai riwayat perikoronitis, paling
banyak terletak di daerah distal dan distobukal gigi, terjadi pada usia dekade
ketiga, dan dari penelitian yang dilakukan, kista ini banyak dijumpai pada orang
kulit putih dan pada pria dibanding dengan wanita.11

Gambaran Klinis

Kista paradental akan menimbulkan pembengkakan dan eruption hematoma.4

Pemeriksaan
Pemeriksaan Subyektif
Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan dengan menanyakan langsung kepada penderita atau
pengantar. Dalam melakukan anamnesis, ada beberapa informasi yang harus
diketahui antara lain sebagai berikut :5,12
 Riwayat terkait Perikoronitis.
 Riwayat Impaksi.
 Riwayat Nyeri.
 Perawatan yang Sudah Didapat.
 Penyakit Sistemik yang Diderita.

Universitas YARSI
14

 Keluhan Lain
 Gangguan Pengunyahan

Pemeriksaan Obyektif
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan ekstra oral dan intra
oral, diantaranya: Pemeriksaan Ekstra Oral Pada kasus kista paradental gigi
anterior ini dapat dilakukan dengan cara visual dan palpasi. Palpasi pada wajah
dilakukan untuk melihat diskontinuitas tulang rahang yang menunjukkan adanya
perluasan infeksi.5,12
Pemeriksaan Intra Oral, Pemeriksaan ini penting untuk mendapatkan informasi
agar dapat memberikan pertolongan pertama. Tindakan yang sebaiknya dilakukan
pada pemeriksaan intra oral meliputi antara lain :5,12
 Perkusi gigi
 Pencatatan kegoyangan abnormal dari gigi atau tulang alveolar.
 Pencatatan adanya perubahan warna gigi
 Pencatatan kerusakan jaringan lunak, seperti pada bibir, gusi, langit- langit
dan lidah.
 Pencatatan perubahan letak gigi
 Pencatatan adanya kerusakan prosesus alveolaris, dengan cara
palpasi prosesus alveolaris.
 Pencatatan adanya perluasan infeksi ke space facial lain

Pemeriksaan Radiologis

Kegunaan Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan ini diperlukan untuk membantu


menegakkan diagnosa kelainan yang tepat. Biasanya pemeriksaan radiologis
dilakukan pada saat sebelum memulai perawatan dan pada saat kontrol sesudah
perawatan sebagai evaluasi terhadap perawatan yang telah dilakukan.
Pemeriksaan ini berguna untuk memberikan informasi, misalnya :5,12
 Untuk membandingkan dengan jenis kista yang lain
 Untuk membandingkan dengan kelainan yang lain
 Adanya perluasan infeksi
 Bagaimana tingkat keparahan kista

Universitas YARSI
15

 Adanya kelainan dari tulang alveolar


 Tingkat perkembangan
 Ukuran kamar pulpa dan saluran akar
 Arah perkembangan
 Melihat keadaan fragmen gigi dan jaringan lunak lain disekitar rongga
mulut, seperti dasar mulut, bibir dan pipi.

Terapi Kista Paradental


Enukleasi
Teknik ini mencakup membuang sepenuhnya dari kantung kista (cystic sac) dan
penyembuhan luka sebagai tujuan utama. Ini adalah metode yang paling
memuaskan dari pengobatan kista dan ditunjukkan dalam semua kasus di mana
kista yang terlibat, yang dinding dapat dihilangkan tanpa merusak gigi yang
berdampingan dan struktur anatomi lainnya. Prosedur bedah untuk pengobatan
kista dengan enukleasi termasuk langkah-langkah berikut :4

 Refleksi flap mucoperiosteal.


 Penghapusan tulang dan paparan bagian dari kista.
 Enukleasi dari kantung kista (cystic sac).
 Perawatan luka dan penjahitan.

Setelah mengambil radiografi untuk menentukan lokalisasi yang tepat dan ukuran
lesi, flap trapesium dibuat, yang batas harus memastikan bahwa akses yang cukup
dan visualisasi bidang bedah

Universitas YARSI
16

Gambar. 1. a, b. Menghilangkan kista rahang atas, dengan akses labial.


Sayatan untuk menciptakan flap trapezium. a. ilustrasi diagram. b foto klinis

Gambar. 2. a, b. Refleksi flap dan paparan bidang bedah. a. ilustrasi diagram. b.


foto klinis

Setelah refleksi mucoperiosteum, tulang meliputi lesi dievaluasi, yang, seperti


yang disebutkan di atas, mungkin normal, menipis, atau benar-benar hancur.
(Fragiskos, 2007)

Dalam tulang normal, bur bulat digunakan untuk menghapus sebagian dari
pelat kortikal bukal meliputi kista, dan, tergantung pada luasnya, rongeur
yang dapat digunakan untuk memperbesar jendela tulang dibuat (Gambar. 2).
Jendela tulang harus cukup besar sehingga semua bagian dari rongga kista
dapat diakses dan dihapus tanpa kesulitan tertentu. (Fragiskos, 2007)

Universitas YARSI
17

Gambar. 3. a, b. Menghilangkan tulang pada aspek labial masing-masing


untuk lesi. a. ilustrasi diagram. b foto klinis

Gambar. 4. a, b. Window osseus diciptakan untuk mengekspos bagian dari


lesi. a. ilustrasi diagram. b foto klinis

Jika dinding tulang menipis atau berlubang, itu dihilangkan perifer dengan
rongeur, sampai mencapai tulang kompak. Sebuah kuret digunakan untuk
enukleasi kista kecil, sedangkan untuk kista lebih besar, akhir luas elevator
periosteal lebih dipilih, yang ditempatkan di dalam rongga menekan perlahan
antara dinding kista dan tulang, sedangkan kista hati-hati digenggam dengan
forcep (Gambar. 5). (Fragiskos, 2007)

Universitas YARSI
18

Gambar. 5. a, b. Menghilangkan kista dari rongga tulang, menggunakan


hemostat dan kuret. a) ilustrasi diagram. b foto Klinis

Setelah penghapusan kista, kuret digunakan untuk memeriksa rongga untuk


kehadiran sisa-sisa kista, dan irigasi berlebihan dengan larutan saline dan
penjahitan dari flap tindak (Gambar. 6-8).

Gambar. 6. a, b. Bidang bedah setelah pengangkatan lesi. a) ilustrasi diagram.


b foto Klinis

Universitas YARSI
19

Gambar. 7 a, b. Lokasi operasi setelah pemasangan jahitan. a) ilustrasi


diagram. b foto Klinis

Gambar. 8 a, b. (a) Radiografi panoramik dan (b) foto klinis dari daerah
diambil 2 bulan setelah prosedur bedah

Universitas YARSI
20

Diagnosis Banding Kista Paradental

Kista radikuler

Kista radikuler juga disebut kista periapikal atau kista apical periodontal,
kista ini merupakan kista yang paling sering ditemukan.7 Kista radikular adalah
kista yang tumbuh dari epitel rest of malassez yang mengalami proliferasi karna
adanya respon radang yang dipicu oleh infeksi bakteri pada pulpa.7

Etiologi kista radikuler


Kista radikuler dapat terjadi akibat faktor trauma fisik, kimia, atau bakteri
sehingga terjadi kematian pulpa yang diikuti oleh stimulasi sel sisa epitel
Malassaez yang normalnya terdapat pada ligamentum periodontal.8

Pathogenesis kista radicular

Kista radikuler berasal dari sisa epitel Mallassez (rest of Mallassez) pada
apeks granuloma atau periapikal gigi non vital yang terstimulasi untuk
berproliferasi oleh proses inflamasi. Kista radikuler secara umum terjadi karena
infeksi pulpa yang terjadi pada gigi yang karies. Bakteri yang berasal dari sulkus
ginggiva atau kantong periodontal mencapai kanal sisa akar gigi melalui
pembuluh darah periodontal. Mikroba juga dinyatakan berasal dari nekrosis pulpa
melalui sirkulasi darah (anachoresis).8 Lingkungan endodontik merupakan habitat
untuk tumbuhnya flora khususnya bateri anaerob. Habitat tersebut memiliki sifat-
sifat biologis dan patologis seperti : antigenisitas, aktivitas mitogenik,
kemotaksis, enzim hitiolitik, dan aktivasi sel pejamu. Mikroba dan produknya
menginvasi saluran akar dan kemudian ke periapeks. Sebagai respon, tubuh
memiliki pertahanan tubuh berupa sel-sel tertentu, antibodi, dan molekul efektor.
Mikroba dan perlawanan pertahanan tubuh yang terjadi menyebabkan merusakan
dari jaringan periapikal dan terentuk berbagai kategori lesi periodontitis apikal.
Kista periapikal merupakan sequel langsung dari periodontitis apikal kronis, tetapi
tidak setiap lesi kronis tersebut berkembang menjadi kista. Ada dua jenis kista
periapikal yaitu kista yang mengandung rongga yang secara utuh dilapisi oleh

Universitas YARSI
21

lapisan epitel ( true cyst) dan kista yang mengandung rongga yang dilapisi lapisan
epitel yang terbuka ke saluran akar ( bay cyst/pocket cyst).8

Patogenesis True Cyst dibagi menjadi tiga fase :8

4. Fase pertama ( inisiasi)


Secara umum telah diketahui bahwa lapisan epitel kista radikuler berasal
dari sel sisa epitel Mallassez ( rest of Malassez) dalam ligamentum
periodontal. Sel sisa Malassez yang tertidur ( dormant ) mengawali
proliferasi sebagai akibat langsung dari inflamasi, kemungkinan dibawah
kendali antigen bakteri, epidermal growth factors, sel-sel mediator, dan
metabolit yang dilepaskan oleh berbagai sel yang berdiam pada lesi
periodontal.
5. Fase kedua ( pembentukan kista)
Ada dua teori tentang pembentukan kista
3) Teori defisiensi nutrisi
Teori defisiensi nutrisi didasarkan pada asumsi bahwa epitel massa
dari sel–sel pada bagian sentral menjadi terpisah semakin jauh akibat
perbandingan nutrisi yang berbeda pada lapisan basal, yang terjadi
oleh karena gagalnya pemenuhan nutrisi yang adekuat sehingga terjadi
degenerasi berbentuk cairan (liquofaction) dan nekrosis, hal ini
menyebabkan terbentuknya suatu rongga berlapis epitel berisi cairan.
Alternatif lain berupa sel-sel dapat membentuk lembaran yang
mencakup bagian dari granuloma dengan akibat yang sama berupa
pecahnya isi dari granuloma yang terbuka sehingga terbentuk pusat
berupa cairan dari kista.
4) Teori abses
Dasar dari teori abses bahwa proliferasi lapisan epitel rongga abses
dibentuk oleh jaringan nekrosis dan jaringan yang lisis oleh karena
sifat alami dari sel-sel epitel akan menutupi permukaan yang terpapar
oleh jaringan ikat.
6. Fase ketiga pembesaran kista.

Universitas YARSI
22

Dari penelitian terbukti bahwa osmosis memiliki peranan dalam


peningkatan ukuran kista. Adanya jaringan nekrotik, eksudat plasma
protein, dan asam hialuronat dalam rongga kista mengakibatkan tekanan
osmosis cairan kista lebih tinggi dari cairan jaringan sekitarnya sehingga
akan menarik cairan masuk kedalam rongga kista menyebabkan ukuran
kista membesar.
Mekanisme pembentukan kista periapikal bentuk kantong (“periapical
pocket cyst”) diawali dengan sebuah perluasan yang menyerupai
gelembung kecil dari ruang saluran akar gigi yang terinfeksi ke periapikal.
Ruang lumen kecil ini (“microlumen”) ditutup oleh epitel skuamosa
bertingkat kemudian bertumbuh dan membentuk leher (collar) yang
tersusun dari epitel sekitar ujung akar gigi. Epitel berbentuk leher tersebut
mengadakan perlengketan ke permukaan akar gigi yang terinfeksi dan di
bagian lain lumen kecil berbentuk kistik disekitar periapikal. Hadirnya
mikroorganisme pada saluran akar apikal menarik granulosit netrofil
melalui proses kemotaksis kedalam mikrolumen. Lumen yang menyerupai
kantong membesar untuk menampung debris untuk membentuk
divertikulum dari ruang saluran akar ke daerah apikal.
Proses resorbsi tulang melibatkan regulasi mediator. Beberapa faktor
resorbsi tulang (bone-resorbing factors) telah di isolasi dari kista radikuler
seperti prostaglandin (PGE2, PGI2), leukotrin, and kolagenase. IL-1
merupakan sitokin yang paling aktif dalam perluasan kista melalui efek
terhadap proliferasi fibroblast, produksi prostaglandin oleh kasul fibrosis
dan psteolisis. Mediator yang terlibat dalam proses inflamasi dan resobsi
tulang sangat kompleks. Penelitian pada manusia dan binatang
menunjukkan proliferasi aktif dari sitokin yang lain seperti IL-6, IL-
3, Granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) IL-
11,IL-17 dan IL-18, memiliki peranan pada patogenesis dan penyakit
ostelitik.

Universitas YARSI

You might also like