You are on page 1of 22

PRESENTASI KASUS

RETINITIS PIGMENTOSA

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Mata di Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga

Disusun Oleh:
Jelita Rachmania PD
20164011202

Pembimbing:
dr. Awang Wimbo Yuwono, Sp.M

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan presentasi kasus dengan judul


RETINITIS PIGMENTOSA

Disusun oleh:
Jelita Rachmania PD
20164011202

Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal: April 2018

Disahkan oleh:
Pembimbing

dr. Awang Wimbo Yuwono, Sp.M


BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Sdr. F
Umur : 40 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Serabutan
Alamat : Suruh, Salatiga
No. RM : 18-19-39000*
B. Anamnesis
Keluhan Utama:
Mata kanan kiri tidak jelas untuk melihat
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Salatiga dengan keluhan mata kanan kiri
tidak jelas untuk melihat. Keluha ini sudah dirasakan lama, sekitar 15 tahun. Awalnya
pandangan masih jelas walaupun sedikit ada bayangan lalu diperiksakan ke dokter
spesialis mata dikatakan bahwa pasien harus memakai kaca mata namun karena pasien
malu menggunakan kaca mata sehingga pasien tidak membeli kacamata. Lama kelamaan
pandangan makin tidak jelas untuk melihat jauh terutama. Selain itu pasien juga mengaku
tidak bisa melihat ketika malam hari, penglihatannya gelap namun jika ada lampu atau
sinar terang pasien mengerti. Penglihatan akan membaik ketika pagi. Selain pandangan
kabur pasien tidak merasakan keluhan lain seperti mata berair, pegel atau gatal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mengaku tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat
sakit mata yang lain di sangkal. Riwayat trauma pada mata disangkal. Riwayat sakit
hipertensi, diabetes mellitus dan alergi disangkal.
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga:
Keluhan serupa dalam keluarga disangkal. Keluarga tidak ada yang menggunakan
alat bantu kacamata.
Riwayat Personal Sosial:
Dalam keseharian pasien bekerja serabutan. Pasien tinggal bersama orang tua dan
ketika malam hari saat pasien tidak melihat pasien dibantu oleh orang tuanya.

C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Tidak tampak sakit
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,7oC
Status Oftalmologikus
OD OS

Visus 1/60 Not Correction 6/30 Not Correction

Kedudukan Bola Mata Orthoforia

Gerakan Bola Mata

Segmen Anterior
Silia Trichiasis (-) Trichiasis (-)
Palpebra superior Hiperemis (-) edema (-) Hiperemis (-). edema (-)
Palpebra inferior Hiperemis (-) edema (-) Hiperemis (-) edema (-)
Konjungtiva tarsus superior Papil (-) folikel (-) Papil (-) folikel (-)
Konjungtiva tarsus inferior Papil (-) folikel (-) Papil (-) folikel (-)
Konjungtiva bulbi Injeksi (-) Injeksi (-)

Kornea Sedang, jernih Sedang,jernih


Bilik Mata Depan Dalam, jernih Dalam, jernih
Iris Kripta iris normal Kripta iris normal
Pupil Bulat, RC (+) Bulat, RC (+)

Lensa Jernih Jernih

Pemeriksaan slitlamp : Tidak dilakukan

Pemeriksaan Tonometri : Tidak dilakukan


Pemeriksaan Optical Coherence Tomography (OCT) : DIlampirkan

D. Diagnosis Kerja
Retinitis Pigmentosa

E. Penatalaksanaan
Oculex caps 1 x 1

F. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : malam
Quo ad sanationam : malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Retina

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliari dan berakhir di tepi ora serata. Pada orang
dewasa, ora serata berada sekitar 6,5mm di belakang garis schwalbe pada sisi temporal dan
5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Di sebagian besar tempat retina dan epitelium
pigmen retina mudah berpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi
pada ablasio retina. Tetapi pada diskus dan ora serata, retina dan eiptelium pigmen retina
saling melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina.

Gambar Anatomi retina

Retina mempunyai tebal 0,12 mm pada ora serata dan 0,23 mm pada kutub posterior. Di
tengan-tengan kutub posterior terdapat makula yang mengandung xanthophylls (pigmen
kuning). Secara histologis makula terdiri dari dua atau lebih lapisan sel ganglion dengan
diameter 5-6 mm. Makula berwarna kuning akibat akumulasi dari karotenoid teroksidasi
khususnya lutein dan zeaxhantine di tengah-tengah makula. Karotenoid ini berperan sebagai
antioksidan dan berfungsi untuk memfilter gelombang sinar biru yang berperan dalam
retinitis solar.
Di tengah-tengah makula terdapat fovea (fovea sentralis) dengan diameter 1,5 mm dan di
dalamnya terdapat fotoreseptor yang berperan dalam ketajaman pengihatan dan penglihatan
warna. Di dalam fovea terdapat foveal avascular zone. Di tengah-tengah fovea foveola
dengan diameter 0,35 dan di dalamnya tersusun padat sel kerucut. Di sekitar fovea terdapat
lingkaran yang berdiameter 0,5 mm yang disebut parafoveal dimana tersusun dari lapisan sel
ganglion, lapisan inti dalam dan lapisan pleksiformis luar yang tebal. Di sekeliling daerah ini
terdapat lingkaran berdiameter 1,5 mm, disebut perifoveal zone.

Gambar Anatomi Makula

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut :


 Membrana limitans interna
 Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju
nervus optikus
 Lapisan sel ganglion
 Lapisan pleksiformis dalam yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion
dengan sel amakrin dan sel bipolar
 Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
 Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel
horizontal dengan fotoreseptor
 Lapisan inti luar sel fotoreseptor
 Membrana limitans eksterna
 Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
 Epitelium pigmen retina

Gambar Lapisan Retina

Sinar yang mengenai retina harus menembus melewati seluruh lapisan retina untuk
mencapai fotoreseptor. Densitas dan distribusi fotoreseptor bervariasi sesuai dengan
topografi di retina. Di fovea, fotoreseptor didominasi oleh sel kerucut, khususnya yang
sensitive terhadap warna merah dan hijau dengan densitasnya mencapai 140.000 sel kerucut
per millimeter persegi. Fovea sentralis hanya mengandung sel kerucut dan sel muller dan
tidak dijumpai sel batang. Jumlah sel kerucut semakin berkurang menjauhi fovea sentralis,
dan pada daerah perifer tidak dijumpai sel kerucut dan digantikan oleh sel batang dan
mencapai densitas tertinggi yaitu 160.000 sel per millimeter persegi.
Neuro Vaskularisasi Retina
Lapisan dalam retina (mulai dari lapisan membran limitans interna sampai lapisan inti
dalam) diperdarahi oleh arteri retina sentralis yang berasal dari arteri optalmika. Lapisan
retina sisanya tidak mempunyai pembuluh darah dan memperoleh nutrisi secara difusi dari
lapisan koroid yang kaya akan kapiler. Arteri retina sentralis memasuki orbita bersama
dengan nervus optikus dan bercabang menjadi empat percabangan yaitu cabang superior-
nasal, superior temporal, inferior-nasal, inferior temporal. Arteri-arteri ini tidak mempunyai
anastomosis sehingga apabila terjadi sumbatan akan menyebabkan infark retina. Retina tidak
mempunyai persarafan sensoris sehingga kerusakan pada retina tidak akan menyebabkan
nyeri.

2. Fisiologi Retina

Retina terdiri atas fotoreseptor yang berperan dalam proses penglihatan yaitu fotoreseptor
batang dan kerucut. Kedua fotoreseptor ini mengandung komponen kimia yang sensitive
terhadap cahaya yang berperan dalam proses penglihatan. Pada sel batang dikenal dengan
rodopsin dan pada sel kerucut dikenal dengan pigmen warna yang mempunyai susunan yang
sedikit berbeda dengan rodopsin.
Segmen terluar dari sel batang yang mendekati lapisan pigmen retina mengandung
rodopsin sekitar 40%. Rodopsin merupakn kombinasi dari protein scotopsin dengan pigmen
karotenoid retina. Retina mempunyai bentuk rantai 11-cis. Bentuk cis ini penting karena
hanya bentuk ini yang dapat mengikat scotopsin untuk membentuk rodopsin.
Ketika energi cahaya diabsorpsi oleh rodopsin, maka akan terjadi dekomposisi rodopsin
menjadi fraksi yang sangat kecil menjadi barthorhodopsin. Kemudian barthorhodopsin
berubah menjadi lumirhodopsin kemudian menjadi metarhodopsin I dan terakhir menjadi
metarhodopsin II. Bentuk akhir ini, metarhodopsin, dikenal juga sebagai rodopsin yang
teraktivasi yang mengeksitasi perubahan impuls listrik di dalam sel batang melalui proses
hiperpolarisasi sel batang yang .kemudian menyampaikan impuls visual ke system saraf
pusat.
Gambar Aktivasi Rodopsin

Pembentukan rodopsin diawali dengan isomerisasi rantai all-trans retinal menjadi rantai
11-cis retina dengan bantuan enzim retinal isomerase. Setelah 11-cis retina terbentuk secara
otomomatis akan berikatan dengan skotopsin dan membentuk rodopsin yang akan tetap stabil
sampai terjadi dekomposisi kembali yang dipicu oleh absorbsi energy cahaya.
Rantai all-trans retinal yang terbentuk dalam proses aktivasi rodopsin dapat dikonversi
menjadi bentuk all-trans retinol yang merupakan salah satu bentuk vitamin A. Dengan
bantuan enzim isomerase all-trans retinol akan dikonversi menjadi bentuk 11-cis retinol
yang kemudian berubah menjadi 11-cis retinal yang kemudian berikatan dengan skotopsin
membentuk rodopsin. Vitamin A yang terdapat pada sel batang dapat diubah menjadi bentuk
retina apabila dibutuhkan, dan sebaliknya retinal yang berlebih diretina dapat diubah menjadi
vitamin A. Hal ini penting, karena berhubungan dengan proses penglihatan, seperti yang
terjadi pada rabun senja. Pada rabun senja terjadi defisiensi vitamin A yang berat dan tanpa
vitamin A jumlah retinal dan rodopsin yang terbentuk juga semakin berkurang.
Komponen fotokimia pada sel kerucut mempunyai struktur yang mirip dengan komponen
kimia rodopsin pada sel batang. Perbedaannya berada pada komponen protein atau opsin,
disebut dengan photopsin pada sel kerucut, sedikit berbeda dengan skotopsin pada sel batang.
Komponen retinal pada pigmen retina sama pada sel kerucut dan sel batang. Sel kerucut
sensitif terhadap pigmen warna yang berbeda. Pigmen warna ini dikenal dengan pigmen
sensitif warna biru, pigmen sensitif warna hijau dan pigmen sensitif warna merah.
Gambar Absorbsi cahaya oleh pigmen retina sel batang dan sel kerucut.

Jalur penghantaran sinyal visual dari sel kerucut ke sel ganglion berbeda dengan jalur
penghantaran sinyal visual dari sel batang ke sel ganglion. Neuron dan serabut saraf yang
menghantar sinyal visual dari penglihatan sel kerucutlebih besar dan dua kali lebih cepat
menghantarkan sinyal visual dibandingkan dengan penglihatan sel kerucut.

Gambar Organisasi Neural Retina


Sebelah kiri di daerah perifer retina dan di sebelah kanan di daerah fovea

Dari gambar di atas terlihat jalur penghantaran sinyal visual dari fotoreseptor menuju ke
sel ganglion. Fotoreseptor baik sel kerucut maupun sel batang akan menghantarkan sinyal
visual menuju lapisan pleksiformis eksterna yang akan bersinaps dengan sel bipolar dan sel
horizontal. Sel bipolar akan menghantarkan sinyal visual akan meneruskan sinyak visual
menuju lapisan pleksiformis interna yang akan bersinaps dengan sel ganglion dan sel
amakrin. Sel amakrin akan menghantarkan sinyal visual melalui dua arah yaitu secara
langsung dari sel bipolar menuju sel ganglion atau secara horizontal di dalam lapisan
pleksiformis interna dari akson sel bipolar ke dendrite sel ganglion atau sel amakrin yang
lainnya. Sel ganglion kemudian akan menghantarkan sinyak dari retina menuju nervus
optikus dan kemudian menuju otak.

3. Defenisi
Retinitis pigmentosa merupakan sekelompok degenerasi retina herediter yang ditandai
oleh disfungsi progresif fotoreseptor dan disertai oleh hilangnya sel secara progresif dan
akhirnya atrofi beberapa lapisan retina. Atau sekelompok gangguan retina yang
menyebabkan hilangnya ketajaman penglihatan secara progresif, defek lapangan penglihatan,
dan kebutaan pada malam hari (night blindness). Sebutan retinitis pigmentosa berasal dari
deposit pigmen yang merupakan karakteristik penyakit ini.

4. Insidensi
 Terjadi pada 5 orang per 1000 populasi dunia
 Usia. Muncul pada masa kanak-kanank dan berkembang lambat, dan sering terjadi
kebutaan setelah usia dewasa.
 Jenis Kelamin. Pada umumnya pria lebih sering terkena dari pada wanita dengan
perbandingan 3:2
 Laterality. Penyakit ini hampir terjadi secara bilateral.

5. Etiologi
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara mendel yang
terjadi pada beberapa kasus. Beberapa kasus retinitis pigmentosa disebabkan oleh mutasi
DNA mitokondria. Pada tahun 1990 gen pertama yang menunjukkan kelainan pada retinitis
pigmentosa yaitu rhodopsin, yang merupakan pengkodean rod visual pigmen. Sejak saat itu,
banyak kelainan gen yang bisa mengakibatkan terjadinya retinitis pigmentosa.
Retinitis pigmentosa terjadi sebagai gangguan isolated sporadic, atau kelainan genetik
autosomal dominant (AD), autosomal recessive (AR), atau X-Linked recessive (XL). Bentuk
terbanyak kelainan gen pada retinitis pigmentosa yaitu autosomal recessive, diikuti oleh
autosom dominan. Sedangkan bentuk yang sedikit yaitu X-linked resesif.

6. Klasifikasi Retinitis Pigmentosa


Adapun klasifikasi retinitis pimentosa yaitu:
 Rod-cone dystrophy (retinitis pigmentosa klasik)
 Cone-rod dystrophy
 Sectoral retinitis pigmentosa
 Retinitis pigmentosa sine pigmento (bentuk tanpa pigmen)
 Unilateral retinitis pigmentosa
 Leber’s amaurosis (terjadi pada early childhood )
 Retinopathy punctata albescens (punctate retinitis)
 Kombinasi dengan gangguan sindrome yang lain dan ganguan metabolik seperti
mukopolysakaridosis, fanconi’s sindrom, mukolipidosis, peroxisomal disorder, cockayne’s
sindrome, mitokondrial myopati, usher’s syndrome, renal tubuler defect syndrome.

Retinitis pigmentosa hampir terjadi dalam bentuk rod-cone dystrophy.

7. Gejala Klinis
Gejala awal seringkali muncul pada awal masa kanak-kanak.
Sel batang pada retina (berperan dalam penglihatan pada malam hari) secara bertahap
mengalami kemunduran sehingga penglihatan di ruang gelap atau penglihatan pada malam
hari menurun. Lama-lama terjadi kehilangan fungsi penglihatan tepi yang progresif dan bisa
menyebabkan kebutaan. Sedangkan pada stadium lanjut, terjadi penurunan fungsi
penglihatan sentral.
Retinitis pigmentosa biasanya terkena bilateral pada kedua mata dengan penurunan
fungsi rod photoreceptors. Adapun tanda dan gejala yang biasa yaitu :
1. Symptom visual
 Nyctalopia, penglihatan yang buruk pada malam hari dengan adaptasi penglihatan
yang gelap
 Penurunan penglihatan perifer, akibat dari densitas sel batang yang lebih besar
terhadap perifer
 Penurunan penglihatan sentral di akhir
2. Perubahan pada Fundus
 Perubahan pigmen retina. Ini adalah jenis perivaskular dan berbentuk sepert bone
spicules. Pada awalnya perubahan ini ditemukan hanya pada bagian equatorial dan
kemudian berlanjut ke bagian anterior dan posterior.
 Arteriol retina berkurang dan menjadi seperti benang pada tingkat yang lanjut
 Optic disc menjadi pucat pada tingkat lanjut dan terjadi atrofi
 Perubahan yang lain yang dapat terlihat adalah colloid bodies, choroidal sclerosis,
cystoid macular oedema, atrophic or cellophane maculopathy.

Gambar Fundus picture in retinitis pigmentosa

Gambar Consecutive optic atrophy in retinitis pigmentosa


3. Perubahan lapangan pandang penglihatan
Annular atau ring-shaped scotoma adalah gambaran adanya degenerasi pada
bagian equator pada retina. Seperti progres dari suatu penyakit, scotoma meningkat pada
bagian anterior dan posterior dan utamanya hanya penglihatan central berada disebelah
kiri (tubular vision). Biasanya hal ini hilang dan pasien menjadi buta.

Gambar Field change in retinitis pigmentosa

4. Perubahan Elektrofisiologi
Perubahan secara electrofisiologi ini muncul diawal sebelum gejala subjektif dan
tanda-tanda objektif muncul.
a. Electro-retinogrsm (ERG) subnormal atau terhapus (abolished)
b. Electro-oculogram (EOG) menunjukkan tidak adanya puncak cahaya.
Pasien dengan gangguan penglihatan yang berat dapat terjadi halusinasi dan
gangguan tidur. Hal ini merupakan suatu kesempatan penting bagi pasien untuk
berdiskusi tentang diagnosis penyakitnya dan konseling genetik prognosis penyakitnya.

8. Patofisiologi
Mekanisme pasti dari degenerasi fotoreseptor belum diketahui, tetapi akhirnya dapat
terjadi apoptosis degeneratif fotoreseptor batang dengan fotoreseptor kerucut pada tingkat
yang lanjut. Retinitis pigmentosa dapat respon terhadap fotoreseptor yang atrofi dengan
proliferasi kedalam retina. Sel-sel pigmen berkumpul disekitar pembuluh darah retina yang
atrofi, yang dapat diketahui dengan fundus sebagai bentuk klasik “bone spicule”.
Retinitis pigmentosa biasanya dianggap sebagai distrofi batang-kerucut (rod-cone
dystrophy) dimana defek genetik menyebabkan kematian sel (apoptosis), terutama di
fotoreseptor batang. Jarang terjadinya defek genetik akibat pengaruh fotoreseptor epitelium
pigmen retina dan kerucut. Retinitis pigmentosa memiliki variasi fenotipik yang signifikan,
karena ada banyak gen yang berbeda yang mengarah ke diagnosis retinitis pigmentosa, dan
pasien dengan mutasi genetik yang sama dapat ditandai dengan temuan retina sangat
berbeda.

Gambar Cone dydtrophy

Gambar Cone dystrophy menunjukkan typical central macular atrophy


Perubahan histopatologi pada retinitis pigmentosa telah didokumentasikan dengan baik,
dan baru baru ini, perubahan histologis tertentu yang terkait dengan mutasi gen tertentu telah
dilaporkan. Tahap akhir terjadi kematian sel fotoreseptor tetap oleh apoptosis. Perubahan
histologis pertama yang ditemukan di fotoreseptor adalah pemendekan segmen luar
batang. Segmen luar semakin memendek, diikuti oleh hilangnya fotoreseptor batang. Hal ini
terjadi paling signifikan di pinggiran pertengahan retina. Daerah-daerah retina mencerminkan
apoptosis sel dengan memiliki inti menurun di lapisan nuklir luar. Dalam banyak kasus,
degenerasi cenderung memburuk pada bagian retina rendah, sehingga menunjukkan peran
untuk eksposur cahaya.

Jalur akhir yang umum dalam retinitis pigmentosa biasanya kematian dari fotoreseptor
batang yang menyebabkan hilangnya penglihatan. Sebagai batang yang paling padat
ditemukan di retina midperipheral, hilangnya sel di daerah ini cenderung menyebabkan
kehilangan penglihatan perifer dan kehilangan penglihatan pada malam hari. Bagaimana
mutasi gen menyebabkan perlambatan kematian fotoreseptor batang progresif bisa terjadi
dengan banyak jalan, yang kenyataannya bahwa begitu banyak mutasi yang berbeda dapat
menyebabkan gambaran klinis yang serupa.

Kematian fotoreseptor kerucut terjadi dengan cara yang mirip dengan apoptosis batang
dengan pemendekan segmen luar diikuti dengan hilangnya sel. Hal ini dapat terjadi lebih
awal atau terlambat dalam berbagai bentuk retinitis pigmentosa.

9. Diagnosis
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit retina degeneratif yang memiliki karakteristik
adanya deposit pigmen di retina. Kelainan ini merupakan degenerasi primer fotoreseptor
batang dengan fotoreseptor kerucut sebagai degenerasi sekunder, yang dapat menjelaskan
mengapa pasien dapat mengalami kebutaan pada malam hari.
Adapun untuk menegakkan diagnosis dari retinitis pigmentosa berdasarkan temuan klinis
retinitis pigmentosa (lihat gejala klinis) yaitu berdasarkan simtom visual, perubahan pada
fundus, perubahan lapangan pandang penglihatan, perubahan elektrofisiologi.
Selain itu, diagnosis juga dapat dibuat oleh ophtalmoskopi berdasarkan gambaran klasic
dasar. Rod-cone dystrophy (Utamanya sel batang yang terkena). Adanya “bone spicule” yang
merupakan proliferasi epitelium retina yang dapat dilihat pada bagian tengah perifer retina.
Kelainan ini perlahan-lahan menyebar ke sentral dan lebih jauh lagi sampai ke perifer. Awal
defisit yang terjadi yaitu defek penglihatan warna dan gangguan persepsi kontra. Atrofi optic
nerve yang terjadi pada fase lanjut. Arteri-arteri menjadi sempit.

Gambar Karakteristik tanda adanya narrowed retinal vessels, waxy yellow appearance of the
optic disk due to atrophy of the optic nerve, and “bone-spicule” proliferation of retinal pigment
epithelium.

Pada cone-rod dystrophy (Utamanya sel kerucut yang terkena). Adanya penurunan visus
diawal dengan penurunan progress dari lapangan pandang penglihatan. Kedua bentuk
kelainan dari retinitis pigmentosa ini dapat diketahui melalui electroretinography.

10. Diagnosa Banding


Adapun diagnosa banding dari retinitis pigmentosa yaitu:
 End stage chloroquine retinopathy
Persamaan : Penurunan difus bilateral epitelium pigmen retina dengan pembuluh
darah choroid yang jelas dan penyempitan arteriol-arteriol.
Perbedaan : Perubahan pigmentasi yang tidak melibatkan perivaskular konfigurasi
“bone corpuscle”; atrofi optic tidak seperti lilin.
 End stage thioridazine retinopathy
Persamaan : Penurunan difus bilateral epitelium pigmen retina
Perbedaan : Perubahan pigmen seperti plaque (plaque-like pigmentary change) dan
tidak adanya nyctalopia
 End stage syphilitic neuroretinitis
Persamaan : Lapangan pandang terbatas, penyempitan vaskular dan perubahan
pigmen
Perbedaan : Nyctalopia ringan, keterlibatan assimetris dengan ringan atau tidak
adanya choroid
 Cancer-related retinopathy
Persamaan : Nyctalopia. Terbatasnya lapangan pandang perifer, penyempitan arteriol
dan elektroretinogram yang dapat dibedakan
Perbedaan : Perubahan pigmen ringan atau tidak ada

11. Penatalaksanaan
Belum ada pengobatan yang efektif untuk retinitis pigmentosa. Penderita dianjurkan
untuk berkunjung secara teratur kepada spesialis mata untuk memantau kelainan ini.
Sebaiknya dilakukan secara teratur setiap 5 tahun termasuk untuk menguji lapangan pandang
dan evaluasi electroretinogram.
Pemakaian kaca mata gelap untuk melindungi retina dari sinar ultraviolet bisa
mempertahankan fungsi penglihatan. Baru-baru ini, muncul terapi baru (meskipun masih
dalam perdebatan) seperti pemberian antioksidan (misalnya vitamin A palmitat) bisa
menunda perkembangan penyakit ini.

1. Medical Care
 Vitamin A/ Beta Karoten
Antioksidan dapat bermanfaat dalam mengobati pasien dengan retinitis pigmentosa,
tetapi belum ada bukti, yang jelas pada saat ini. Sebuah studi komprehensif terbaru
epidemiologi menyimpulkan bahwa dosis harian yang sangat tinggi dari vitamin A
palmitat (15.000 U / d) memperlambat kemajuan RP sekitar 2% per tahun.
 Docosahexaenoic acid (DHA)
DHA adalah asam lemak tak jenuh ganda omega-3 dan antioksidan. Penelitian telah
menunjukkan korelasi ERG (electroretinogram) amplitudo dengan konsentrasi DHA
eritrosit-pasien. Studi lainnya melaporkan adanya perubahan ERG kurang pada
pasien dengan tingkat yang lebih tinggi kadar DHA.
 Acetazolamide
Edema makula dapat mengurangi penglihatan dalam tahap lanjut dari retinitis
pigmentosa. Dari banyak terapis mencoba, acetazolamide oral telah menunjukkan
hasil yang paling menggembirakan dengan beberapa perbaikan dalam fungsi
visual. Studi yang dilakukan oleh Fishman dkk dan Cox et al telah menunjukkan
perbaikan dalam ketajaman visual snelling dengan acetazolamide oral untuk pasien
yang memiliki retinitis pigmentosa dengan edema makula .
 Lutein / zeaxanthin
Lutein dan zeaxanthin merupakan makula pigmen yang tubuh tidak dapat membuat
melainkan berasal dari sumber makanan. Lutein berfungsi untuk melindungi macula
dari kerusakan oksidatif, dan suplementasi oral telah terbukti meningkatkan pigmen
makula. Dosis 20 mg / hari telah direkomendasikan.
 Obat Lain
Dosis 1000 mg /hari asam askorbat telah direkomendasikan, tetapi belum ada bukti
bahwa asam askorbat sangat membantu. Bilberry juga direkomendasikan oleh
beberapa praktisi pengobatan alternatif dalam dosis 80 mg, tetapi belum ada studi
terkontrol tentang khasiat dalam pengobatan pasien dengan retinitis pigmentosa.
Antibodi antiretinal, agen imunosupresif (termasuk steroid) juga telah digunakan
dengan sukses.

2. Surgical Care
 Katarak ekstraksi
Operasi katarak sering bermanfaat dalam tahap selanjutnya penobatan retinitis
pigmentosa. Bastek et al, mempelajari 30 pasien dengan retinitis pigmetasi, 83% dari
mereka menunjukkan perbaikan dalam pengobatan, dengan 2 garis pada grafik
ketajaman visual Snellen setelah dilakukan operasi katarak
 Transplantasi
Transplantasi sel epitelium pigmen retina telah dittranspalntasikan ke dalam ruang
subretinal untuk menyelamatkan fotoreseptor pada hewan model retinitis
pigmentosa. Salah satu pendekatan yang mungkin berguna adalah modifikasi ex vivo
pada sel-sel yang terdapat faktor-faktor trofik.
 Prostesis retina
Sebuah chip prostesis atau phototransducing retina ditanamkan pada permukaan
retina dan telah diteliti selama beberapa tahun. Lapisan sel ganglion retina yang sehat
dapat dirangsang, dan implan pada hewan model memiliki stabilitas jangka panjang.
Dalam sebuah studi oleh Humayun et al, ini telah terbukti bermanfaat pada
manusia. Satu pasien yang tidak punya persepsi cahaya, mampu melihat dan
melokalisasi senter setelah prostesis pada retinitis pigmentosa.

12. Prognosis
Retinitis pigmentosa merupakan suatu progress yang kronik. Penampakan klinis
tergantung pada jenis dari kelainan yang terjadi, masing-masing bentuk keparahan dapat
menyebabkan kebutaan.
DAFTAR PUSTAKA

 Riordan-Eva P. Bab 1 : Anatomi dan Embriologi Mata, Retinitis Pigmentosa. Dalam Vaughan GD,
Asbury T, dan Riordan-Eva Paul (editor). Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika;
2000. P. 1-29, 208-209.
 American Academy Of Ophthalmology. Basic Clinical Science Course : Retina and Vitreuos.
Section 12 th. Singapore. American Academy Of Ophthalmology. 2007. P.7-15, 25
 Guyton, Arthur C. Textbook of Medical Physiology. 11th edition.2006. Philadelphia. Elsevier. P.
626-636
 Lang GK. Retinitis Pigmentosa. In Ophthalmology A short of Textbook. NewYork: Thieme
Stuttgart ;2000. P. 3343-345
 Khurana AK. Retinitis Pigmentosa. In: Comprehensive Ophtalmology. 4th ed. New Delhi: New
Age International (P) Ltd; 2007. P.268-269
 Hamel Christian, 2003. Retinitis Pigmentosa. Perancis: Orphanet
 Medicastore. Retinitis Pigmentosa Available From : http://www.medicastore.com [Accesed on
21 Oktober 2011]
 Sehu KW, R. Lee William. Ophthalmic Pathology: Retinitis Pigmentosa. 1th ed. 2005. Australia.
BMJ. P. 224-225
 Khaw PT, et all., ABC Of Eyes, Fourth Edition: Retinitis Pigmentosa. 4th ed.2004. London. BMJ. P.
41.
 Kanski, Jack J. Clinical Ophthalmology : Retinitis Pigmentosa. 7th ed. 2011. Cina. Elsevier. P. 491-
494
 Telander David G, MD, PhD., Retinitis Pigmentosa. Medscape Available From:
http://www.medscape.com [Accesed on 21 Oktober 2011]
 Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. Hal 1-12

You might also like