You are on page 1of 64

Case XI

Page 1 “Ledakan dari LPG”

Pagi-pagi sekali dikeramaian pinggiran Jakarta selatan, tiba-tiba orang-orang


mendengar sebuah suara ledakan yang keras . Sumber dari ledakan itu disadari berasal
dari “rumah makan padang”. Dua orang wanita mendapatkan luka dari kecelakaan
tersebut dan bagian dari dapur rumah tersebut mengalami rusak berat. Tiba-tiba
tetangga menjadi sibuk karena mencoba untuk menolong korban. Perempuan tua
mempunyai luka yang lebih parah dibandingkan perempuan muda. Luka termasuk luka
bakar hampir berada di seluruh dada depan dan lengan depan. Sementara perempuan
muda hanya mempunyai luka bakar dibelakang punggung.

Korban dibawa oleh tetangga kerumah sakit untuk perawatan yang lebih intensif.
Dokter mengatakan bahwa akan membutuhkan waktu yang lama bagi perempuan tua
untuk penyembuhan karena derajat atau tingkatan dari luka bakarnya lebih tinggi dari
perempuan muda. Perempuan tua mempunyai luka bakar pada derajat/tingkat IIIA,
sementara perempuan muda berada pada derajat/tingkat II. Tim dokter akan melakukan
penanaman jaringan/transplatasi jaringan untuk membantu menyembuhkan luka dengan
baik.

Page 2

Enam bulan kemudian setelah kecelakaan, keduanya baik perempuan tua dan
perempuan muda sudah sembuh. Tetapi perempuan tua mempunyai beberapa tanda atau
bekas luka yang masih terlihat didadanya. Tetapi, secara umum kedua perempuan
tersebut sudah dapat melakukan aktivitas yang biasa mereka lakukan.

Terminologi

1. Implant graft tissue : transplatasi jaringan, memasukkan atau mencangkokan


jaringan kedalam tubuh pasien untuk tujuan terapi, diagnostic atau percobaan.
Produk jaringan buatan yang dihasilkan melalui teknik biomedik.
2. Atrophy : mengecilnya sel, jaringan, organ atau bagian tubuh.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 1


3. Hypertrophy : pembesaran atau pertumbuhan suatu organ atau bagian
secara berlebihan akibat peningkatan ukuran sel pembentuknya.
4. Metaplasia : perubahan jenis sel dewasa dalam jaringan menjadi bentuk
sel dewasa lain yang bukan sel normal untuk jaringan tersebut.
5. Dysplasia : abnormalitas perkembangan, dalam patologi berarti
perubahan ukuran bentuk dan organisasi sel-sel matur.

Problem

1. Apa akibat dari ledakan?


2. Apa akibat dari luka bakar?
3. Apa itu cedera sel?
4. Bagaimana mekanisme sel normal menjadi injury cell?
5. Apa saja factor pendukung yang menyebabkan cell injury?
6. Apa saja jenis-jenis adaptasi pada saat sel stress?
7. Apa penyebab cedera sel?
8. Apa saja jenis-jenis cedera sel?
9. Apa itu inflamasi?
10. Apa saja jenis inflamasi?
11. Bagaimana mekanisme inflamasi?
12. Bagaimana mekanisme penyembuhan dari sel yang cedera(recovery cell)?
13. Apa itu cell recovery?
14. Apa saja factor-faktor yang menunjang recovery cell?
15. Bagaimana respon pemulihan inflamasi?

Hipotesis

1. Luka bakar.
2. Cedera sel.
3. Sel yang mengalami kerusakan karena tidak dapat beradaptasi

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 2


4. Sel normal sel stress.

Dose intensity Cell vulnerability

adaptation I__________ injury

Metabolic structural I

I I REVERSIBLE

I ___________I _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ “POINT OF NO RETURN”

IRREVERSIBLE

CELL DEATH

5. Dose intensity, cell vulnerability


6. Atrophy, hypertrophy, metaplasia, dysplasia.
7. Defisiensi Oksigen, bahan kimia, kurang nutrisi, dan penuaan.
8. Reversible dan irreversible.
9. Peradangan.
10. Inflamsi kronik dan inflamsi akut.
11. Perubahan vasikular , kejadian pada sel.
12. Regenerasi jaringan yang mengalmi jejas oleh parenkim yang sama.
13. Proses dimana sel memperbaiki bagian yang mengalami kerusakan.
14. Growth factor, diferensiasi sel, dan proliferasi sel.
15. 2 kemungkinan :
 jejas menetap ( luka bekas)
 Jejas kembali sempurna ( luka tidak berbekas).

I Don’t know

1. Cedera sel ( cell injury)


2. Inflamsi
3. Pemulihan (cell recovery)
4. Tingkat kerusakan sel (luka bakar)

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 3


Learning Issue

1. Definisi cedera sel


Penyebab cedera sel
Jenis-jenis cedera sel
Mekanisme cedera sel
Jenis adaptasi sel

2. Definisi inflamasi
Jenis inflamasi
Mekanisme inflamasi
Peran kelenjar getah bening dan pembuluh getah bening

3. Definisi pemulihan
Mekanisme pemulihan
Respon pemulihan inflamsi
Factor penunjang cell recovery

4. Grade (tingkat) luka bakar

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 4


JEJAS SEL

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 5


Sekilas Tentang Jejas Sel

Manusia sesungguhnya, berupa kelompok sel-sel yang tersususn rapi dan rumit.
Kesehatan perorangan berasal dari kesehatan selnya. Penyakit mencerminkan disfungsi sejumlah
penting sel-sel.
Dalam bereaksi terhadap tekanan yang progresif, sel akan :
 Menyesuaikan diri
 Terjadi jejas yang dapat pulih kembali (reversible)
 Mati

Kelangsungan fungsi dan struktur fungsi sel normal, beradaptasi, terjejas ireversibel, mati
merupakan keadaan yang berbatas kaburSemua tekanan atau pengaruh berbahaya berdampak
pertama-tama pada tingkat molekul. Perubahan molekul dan fungsi selalui mendahului
perubahan morfologi. Waktu yang diperlukan untuk menimbulkan perubahan yang tampak pada
adaptasi sel, jejas dan kematian berbeda-beda sesuai dengan kemampuan pemilihan cara-cara
yang dipakai untuk mendetiksi perubahan tersebut.

Setelah nanti akhirnya sis el mengalami kematian yaitu pada tahap jejas ireversibel, ada
pola dasar kematian sel. Pola tersbut mempunyai mekanisme yang berbeda,tetapi terdapat juga
pertimbangan yang tumpang tindih di antara dua proses:

 Nekrosis(Khususnya nekrosis koagulatif) terjadi setelah suplai darah hilang atau setelah
terpajan toksin dan ditandai dengan pembengkakan sel ,denaturasi protein dan
kerusakan organela. Jalur lintas kematian sel tersebut dapat menyebabkan disfungsi
berat jaringan.
 Apoptosis terjadi sebagai akibat program “bunuh diri” yang dikontrol secara
internal,setelah sel mati yang disingkirkan dengan gangguan minimal dari jaringan
sekitarnya. Keadaan tersebut terjadi dalam kondisis fisiologis, saat sel yang tidak
dikehendaki dieleminasi (missal, embryogenesis), dan dalam berbagai kondisi patologis
(misal, kerusakan mutasi yang tidak dapat diperbaiki.

Hubungan antara sel normal, sel yang beradaptasi, serta cedera sel reversible dan
ireversibel digambarkan pada penjelasan berikut. Miokardium menjadi sasaran terhadap
peningkatan beban yang menetap, seperti pada hipertensi atau dengan katup stenotik,
breradaptasi dengan mengalami hipertrofi (suatu penambahan ukuran sel dan akhirnya selurug
jantung) untuk menimbulkan tekanan lebih tinggi yang diperlukan. Sebaliknya, selama masa
kelaparan yang lama atau kakeksia (kehilangan berat badan, seperti akibat tumor ganas),

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 6


miokardium mengalami atrofi (pengurangan ukuran sel tanpa perubahan dalam jumlah sel).
Miokardium menjadi sasaran terhadap penurunan aliran darah (iskemia) dari arteria koronaria
yang mengalami oklusi, yang bias menyebabkan cedera reversible apabila oklusi tidak lengkap
atau cukup singkat, atau dapat mengalami cedera irversibel (infark) setelah sumbatan lengkap
atau dalam waktu lama. Catat juga, stress dan jejas tidak hanya berpengaruh terhadap
morfologi, tetapi juga status fungsional sel dan jaringan. Jadi , miosit yang mengalami jejas
reversible tidak mati dan kenyataanya hamper mirip miosit normal. Namun, miosit itu sementara
nonkontraktil sehingga dapat berdampak klinis yang secara potensial bersifat letal. Apakah
bentuk khas stress menginduksi adaptasi atau menyebabkan jejas reversible atau ireversibel tidak
hanya bergantung pada sifat dan keparahan stress, tetapi juga pada penyebab jejas sel lainnya
yang akan di bahas berikutnya

Penyebab Jejas sel


a. Hipoksia :
• Penyebab jejas dan kematian sel paling penting
• Mempengaruhi respirasi oksidasi aerob
• Hilangnya perbekalan darah, penyebab hipoksia yang paling sering
• Oksigenasi darah yang tidak memadai karena kegagalan kardiorespirasi

b. Bahan Kimia dan Obat :


• Penyebab penting adaptasi, jejas dan kematian sel.
• Setiap agen kimia atau obat dapat dilibatkan.
• Bahan yang tidak berbahaya bila konsentrasinya cukup sehingga dapat merusak lingkungan
osmosa sel akan berakibat jejas atau kematian sel tersebut.
• Racun dapat menyebabkan kerusakan hebat pada sel dan kemungkinan kematian seluruh
organisme.
• Masing-masing agen biasanya memiliki sasaran khusus dalam tubuh

c. Agen Fisika :
• Trauma mekanik pada organel intrasel atau pada keadaan yang ekstrem, dapat merusak sel
secara keseluruhan.
• Suhu rendah Vasokonstriksi dan mengacau perbekalan darah untuk sel-sel, bila suhu semakin
rendah, air intrasel akan mengalami kristalisasi.
• Suhu tinggi yang merusak dapat membakar jaringan.
• Perubahan mendadak tekanan atmosfer juga dapat berakibat gangguan perbekalan darah

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 7


untuk sel-sel. Penyakit caison
• Tenaga Radiasi menyebabkan ionisasi lansung senyawa kimia yang dikandung dalam sel,
mutasi yang dapat berjejas atau membunuh sel-sel.
• Tenaga Listerik meyebabkan luka bakar, dapat mengganggu jalur konduksi syaraf dan sering
berakibat kematian karena aritmia jantung.

d. Agen Mikrobiologi :
• Virus dan rcketsia merupakan parasit obligat intrasel yang hidupnya hanya di dala sel-sel
hidup.
• Virus yang menyebabkan perubahan pada sel : Sitolisis (dapat menyebabkan kematian sel),
Onkogen (merangsang replikasi sel, berakibat tumor).
• Kuman dengan membebaskan eksotoksin dan endotoksin yang mampu mengakibatkan jejas sel,
melepaskan enzim sehinga dapat merusak sel.
• Jamur, protozoa dan cacing dapat menyebabkan kerusakan dan penyakit pada sel

e. Mekanisme Imun :
• Penyebab kerusakan sel dan penyakit pada sel.
• Antigen penyulut berasal dari eksogen (Resin tanaman beracun), endogen (antigen sel) yang
menyebabkan penyakit autoimun.

f. Cacat Genitika :
• Kesalahan metabolisme keturunan dapat mengurangi sutu enzem sel.
• Dalam keadaan parah meyebabkan kelangsungan hidup sel tidak sesuai.
• Beberapa keadaan abnormal genetika diturunkan sebagai sifat keluarga (anemia sel sabit).

g. Ketidak seimbangan Nutrisi :


• Defesiensi nutrisi penyebab jejas sel yang penting, mengancam menjadi masalah kehancuran di
masa mendatang.
• Defesiensi protein-kalori, avitaminosis, kalori berlebihan dan diet kaya lemak merupakan
masalah ketidakseimbangan nutrisi di dunia.

h. Penuaan :
• Penuaan dan kematian sel merupakan akibat penentuan progresif selama jangka waktu hidup
sel dengan informasi genitik yang tidak sesuai akan menghalangi fungsi normal sel.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 8


Mekanisme Kerusakan Sel

Sel merupakan partisipan aktif di lingkungannya, yang secara tetap menyesuaikan


struktur dan fungsinya untuk mengakomodasi tuntutan perubahan dan stres ekstrasel.
Sel cenderung mempertahankan lingkungan segera dan intraselnya dalam rentang
parameter fisiologis yang relatif sempit Sel mempertahankan homeostatis normalnya.
ketika mengalami stres fisiologis atau rangsangan patologis, sel bisa beradaptasi,
mencapai kondisi baru dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kerusakan sel
dapat terjadi pada berbagai organel sel, tetapi yang paling sering mengalami kerusakan
adalah

1. Membran sel
2. Mitokondria
3. Nukleus
4. Sitoskeleton

Faktor yang menentukan respon yang diberikan sel saat mengalami stress :

1. Intensitas (dosis) faktor yang menyebabkan kerusakan sel


2. Sel yang mengalami stress. Dikarenakan setiap sel memiliki kemampuan yang
berbeda-beda saat mengalami stress.

Respon dari sel ketika terjadi stress :

1.Adaptasi,

Respons adaptasi utama adalah atrofi, hipertrofi, hiperplasia, dan metaplasia. Apabila
kemampuan adaptatif berlebihan, maka akan mengalami Jejas sel (cell injury).
Sel memiliki homeostatis. Contoh : Untuk melindungi kulit dari sinar UV maka
diproduksi melanin.

2. Kerusakan/ Luka pada sel

Ketika sel tidak dapat beradaptasi, sel yang berfungsi untuk memperbaiki kerusakan sel
mengalami kerusakan .

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 9


Contoh : Ketika sinar UV dengan intensitas yang besar/serius mengenai kulit, kulit akan
terbakar “sunburn”.

Ketika sel mengalami kerusakan :

Sel yang rusak kembali pulih ketika stress pulih. Maka kerusakan sel ini disebut reversible
Sel tidak dapat pulih dikarenakan stress yang serius. Dan kerusakan sel ini disebut
irreversible . Namun, dengan stress berat atau menetap, terjadi cedera ireversibel dan sel
yang terkena mati.. Maka sel tersebut akan tetap mengalami kerusakan hingga akhirnya
sel tersebut mati (nekrosis atau apaptosis). Pola Dasar Kematian Sel:

Nekrosis terjadi setelah suplai darah hilang atau setelah terpajan toksin dan ditandai
dengan pembengkakan sel, denaturasi protein, dan kerusakan organela.jalur lintas
kematian sel tersebut menyebabkan disfungsi berat.

Apoptosis kematian sel yang telah diprogramkan “bunuh diri”. Keadaan tersebut terjadi
dalam kondisi fisiologis, saat sel yang tidak dikehendaki dieliminasi, dan dalam berbagai
kondisi patologis contohnya kerusakan mutasi yang tidak dapat diperbaiki).

Prinsip umum yang relevan dengan sebagian besar cedera sel :

1. Respons selular terhadap stimulus yang berbahaya bergantung pada tipe cedera,
durasi, dan keparahannya.
2. Akibat suatu stimulus yang berbahaya bergantung pada tipe, status, kemampuan
adaptasi, dan susunan genetik sel yang mengalami jejas.
3. Empat sistem intraselular yang paling mudah terkena adalah 1) keutuhan
membran sel, 2) pembentukan adenosin trifosfat (ATP) paling besar melalui
respirasi aerobik mitokondria, 3) sintesis protein, dan 4) keutuhan perlengkapan
genetik.
4. Komponen struktural dan biokimiawi suatu sel terhubung secara utuh tanpa
memandang lokus awal jejas, efek mutipel sekunder yang terjadi sangat cepat.
5. fungsi sel hilang jauh sebelum terjadi kematian sel, dan perubahan morfologi jejas
sel.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 10


Prinsip Biokimiawi Dasar yang Muncul pada Penyebab Cedera :

1. Deplesi ATP (Adenosin Trifosfat)


2. Deprivasi oksigen atau pembentukan spesies oksigen reaktif. peran oksigen pada
jejas sel. Iskemia menyebabkan jejas sel dengan mengurangi suplai oksigen selular;
stimulus lain seperti radiasi, menginduksi kerusakan lewat spesies oksigen teraktivasi
yang toksisk.

3. Hilangnya homeostasis kalsium.


4. Defek pada permeabilitias membran plasma.
5. Kerusakan Mitokondria

Dengan prinsip yang ada Jejas pada sel dikenal 4 bentuk yang lazim terjadi yaitu Jejas
iskemik-hipoksik, Jejas iskemia/reperfusi, jejas yang diinduksi radikal bebas, jejas
kimiawi.

1. Jejas hipoksia disebabkan paling banyak karena iskemia. Efek pertama hipoksia
adalah pada respirasi aerobik sel, yaitu fosforilasi oksidatif oleh mitokondria
akibat penurunan tegangan oksigen, pembentukan ATP intrasel yang jelas
berkurang. Hasil dari deplesi ATP mempunyai efek yang luas pada banyak sistem
dalam sel. Aktivitas pompa natrium menurun sehingga terjadi akumulasi natrium
intrasel dan difusi kalium keluar sel. Glikolisis anaerob meningkat akibat
meningkatnya ATP disertai AMP yang meningkat. Penurunan kadar pH dan
ATP menyebabkan ribosom lepas dari REK dan polisom untuk berubah menjadi
monosom (sintesis protein menurun).
2. Jejas reperfusi/iskemia terjadi jika sel mengalami jejas sel mengalami perbaikan
aliran darah secara paradoks, pada terakselerasi dan dieksaserbasi (lebih buruk)
sehingga jaringan yang menyokong menjadi kehilangan sel selain sel yang rusak
ireversibel.
3. Jejas sel yang diinduksi radikal bebas juga mendasari cedera zat kimia dan radiasi,
toksisitas oksigen dan gas lain, penuaan selular, pembunuhan mikroba oleh sel
fagositik, kerusakan sel radang, destruksi tumor oleh makrofag, dan proses cedera

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 11


lainnya. Radikal bebas dapat dibentuk di dalam sel oleh reaksi redoks, nitrit
oksida (NO), penyerapan energi radian (mis. sinar ultraviolet, sinar X), juga oleh
metabolisme zat kimia eksogen (mis. karbon tetraklorida). Jejas sel yang diinduksi
oleh radikal bebas melewati proses-proses: peroksidasi lipid membran, fragmentasi
DNA, dan ikatan silang protein. Tiga Reaksi yang Paling Relevan dengan Jejas Sel
yang Diperantarai Radikal Bebas

 Peroksidasi lipid membran. Ikatan ganda pada lemak tak jenuh membran mudah
terserang radikal bebas berasal dari oksigen.
 Fragmentasi DNA. Reaksi radikal bebas dengan timin pada DNA mitokondria
dan nuklear menimbulkan rusaknya untai tunggal.
 Ikatan silang protein. Radikal bebas mencetuskan ikatan silang protein yang
diperantarai sulfhidril, menyebabkan peningkatan kecepatan degradasi enzimatik.

Radikal bebas memang tidak stabil, dan umumnya rusak secara spontan. Sel juga
membentuk beberapa sistem enzimatik dan nonenzimatik untuk menonaktifkan
radikal bebas. Kecepatan kerusakan spontan meningkat bermakna oleh kerja
superoksida dismutase (SOD). Glutation peroksidase (GSH) juga melindungi sel
agar tidak mengalami jejas dengan mengatalisis perusakan radikal bebas. Katalase
yang terdapat dalam peroksisom, langsung mendegradasi hidrogen peroksida.
Antioksidan endogen atau eksogen (misal, vitamin E,A, dan C, serta beta karoten)
dapat menghambat pembentukan radikal bebas.

4. Jejas kimiawi
Zat kimia menginduksi jejas sel dengan salah satu dari dua mekanisme umum
berikut ini :
a. Beberapa zat kimia bekerja secara langsung dengan cara bergabung dengan
komponen molekuler kritis atau organel seluler.
Misalnya keracunan merkuri klorida, merkuri berikatan dengan gugus
sulfhidril berbagai protein membrane sel, menyebabkan inhibisi transport
yang bergantung ATPase dan meningkatkan permeabilitas membrane.
Banyak agen kemoterapeutik antineoplastik dan antibiotic juga
menginduksi kerusakan sel dengan efek sitoksik langsung yang serupa.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 12


Pada kondisi ini, kerusakan terbesar tertahan oleh sel yang
menggunakan, mengabsorpsi, mengekskresi atau
mengonsentrasikan senyawa.
b. Banyak zat kimia lain yang tidak aktif secara intrinsic biologis, tetapi
pertama kali harus dikonversi menjadi metabolit toksik reaktif, yang
kemudian bekerja pada sel target.
Modifikasi ini biasanya disempurnakan oleh oksidase fungsi campuran p-
450 dalam reticulum endoplasmic halus (SER) hati dan organ lain.
Meskipun metabolit dapat menyebabkan kerusakan membrane dan jejas
sel dengan pengikatan kovalen langsung pada protein lipid , mekanisme
jejas sel terpenting melibatkan pembentukan radikal bebas aktif.

Mekanisme Cedera Sel Akibat Iskemia

Iskemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan suplai oksigen terhadap suatu
jaringan atau organ tertentu. Iskemia dapat disebabkan oleh oklusi (bendungan)
terhadap aliran darah misal karena aterosklerosis, trombus atau emboli dan spasme
pembuluh darah.

Iskemia merupakan penyebab cedera sel yang paling sering terjadi. Iskemia pada suatu
organ menyebabkan terjadinya hipoksia pada sel-selnya, karena sel mengalami
penurunan suplai oksigen sehingga menyebabkan metababolisme di dalam sel berubah
anaerob.

Akibatnya terjadi penurunan produksi ATP sebagai sumber energi terhadap berbagai
aktifitas sel, termasuk didalammya adalah penurunan energi untuk aktifitas transport
aktif. transport aktif menggerakan pompa natrium memompa natrium dari intrasel ke
luar sel, karena adanya penurunan sumber energi untuk menggerakkan pompa natrium
maka terjadi kelebihan ion natrium di dalam sel. Sebagai dampak kelebihan ion natrium
intraselular ini terjadi pemindahan air dari ekstrasel ke dalam intrasel sehingga terjadilah
penumpukan cairan dalam sel/udem sel (pembengkakan seluler). Pada kondisi ini
sitoplasma secara mikroskopik akan tampak pucat.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 13


Apablia kondisi berlangsung terus menerus organela-organela dapat mengalami
pembengkakan, termasuk retikulum endoplasma. Bila penyebab keadaan ini segera
teratasi maka sel akan berangsur kepada fungsi dan struktur semula, akan tetapi kalau
faktor penyebabnya tidak hilang dan terus menerus (persisten) terjadi kondisi yang
kekurangan oksigen maka bisa terjadi penurunan fungsi mitokondria dan organela lain
seperti retikulum endoplasma yang mensintesa protein dan lipid untuk regenerasi
membran sel. Kerusakan membran sel juga terjadi karena tidak berfungsinya pompa
kalsium juga menyebabkan kalisum bebas masuk ke intrasel dan mengaktifkan enzim
phospolipase sehingga mengakibatkan kerusakan membran sel.

Selain hal tersebut di atas, iskemia menyebabkan metabolisme anaerob. Dampak negatif
metabolisme anaerob adalah penumpukan asam laktat intrasel, selanjutnya menurunkan
pH cairan intrasel dan mengganggu proses kerja dari enzim-enzim intrasel.

Jenis Cedera Sel

Apabila sebuah stimulus menyebabkan cedera sel maka perubahan yang pertama kali
terjadi adalah terjadinya kerusakan biokimiawi yang mengganggu proses metabolisme.
Sel bisa tetap normal atau menunjukkan kelainan fungsi yang diikuti dengan perubahan
morfologis. Gangguan fungsi tersebut bisa bersifat reversibel ataupun ireversibel sel
tergantung dari mekanisme adaptasi sel. Cedera reversibel disebut juga cedera subletal
dan cedera ireversibel disebut juga cedera letal.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 14


1. Cedera Subletal (reversible)

cedera subletal terjadi bila sebuah stimulus menyebabkan sel cedera dan menunjukkan
perubahan morfologis tetapi sel tidak mati. Perubahan subletal ini bersifat reversibel
dimana bila stimulusnya dihentikan maka sel akan kembali pulih seperti sebelumnya.
Cedera subletal ini disebut juga proses degeneratif. Perubahan degeneratif lebih sering
mengenai sitoplasma, sedangkan nukleus tetap dapat mempertahankan integritasnya.

Bentuk perubahan degeneratif yang paling sering terjadi adalah akumulasi cairan di
dalam sel akibat gangguan mekanisme pengaturan cairan. Biasanya disebabkan karena
berkurangnya energi yang digunakan pompa natrium untuk mengeluarkan natrium dari
intrasel. Sitoplasma akan terlihat keruh dan kasar (degenerasi bengkak keruh).

Dapat juga terjadi degenerasi lebih berat yaitu degenerasi lemak atau infiltrasi lemak
dimana terjadi penumpukan lemak intrasel sehingga inti terdesak ke pinggir. Jaringan
akan bengkak dan bertambah berat dan terlihat kekuning-kuningan. Misalnya
perlemakan hati (fatty liver) pada keadaan malnutrisi dan alkoholik.

Pada jejas reversible :


- Membran sel menggelembung
- Pembengkakan umum (sitoplasma)
- Penggumpalan kromatin inti
- Autofagi oleh lisosom
- Penggumpalan partikel intramembran
- Pembengkakan ER
- Kebocoran ribosom
- Pembengkakan mitokondria
- Pemadatan kecil-kecil pada mitokondria

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 15


2. Cedera Letal (irreversible)

Bila stimulus yang menyebabkan sel cedera cukup berat dan berlangsung lama serta
melebihi kemampuan sel untuk beradaptasi maka akan menyebabkan kerusakan sel yang
bersifat ireversibel (cedera sel) yang berlanjut kepada kematian sel. Dua fenomena yang
konsisten menandai irreversible: pertama, ketidakmampuan memperbaiki disfungsi
mitokondria ( kekurangan fosforilasi oksidatif dan pembentukan ATP), bahkan setelah
resolusi jejas asal (missalnya, restorasi aliran darah). Kedua, terjadinya gangguan fungsi
membrane yang besar. .

Pada jejas irreversible

- Kelainan (defek) membrane sel


- Gambaran myelin pada membrane sel
- Inti mengalami : piknosis atau kariolisis atau karioreksis
- Lisosom pecah dan autolisis
- Lisis ER
- Pembengkakan mitokondria menurun dan pemadatan besar pada mitoko

Pola Kematian Sel

Stimulus yang terlalu berat dan berlangsung lama serta melebihi kapasitas adaptif sel
akan menyebabkan kematian sel dimana sel tidak mampu lagi mengkompensasi tuntutan
perubahan. Sekelompok sel yang mengalami kematian dapat dikenali dengan adanya
enzim-enzim lisis yang melarutkan berbagai unsur sel serta timbulnya peradangan.
Leukosit akan membantu mencerna sel-sel yang mati dan selanjutnya mulai terjadi
perubahan-perubahan secara morfologis.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 16


Kematian sekelompok sel atau jaringan pada lokasi tertentu dalam tubuh disebut
nekrosis. Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis. Selain
karena stimulus patologis, kematian sel juga dapat terjadi melalui mekanisme kematian
sel yang sudah terprogram dimana setelah mencapai masa hidup tertentu maka sel akan
mati. Mekanisme ini disebut apoptosis, sel akan menghancurkan dirinya sendiri (bunuh
diri/suicide), tetapi apoptosis dapat juga dipicu oleh keadaan iskemia.

Apoptosis
Apoptosis adalah kematian sel yang terprogram (programmed cell death), adalah suatu
komponen yang normal terjadi dalam perkembangan sel untuk menjaga keseimbangan
pada organisme multiseluler. Sel-sel yang mati adalah sebagai respons dari beragam
stimulus dan selama apoptosis kematian sel-sel tersebut terjadi secara terkontrol dalam
suatu regulasi yang teratur. Informasi genetik pemicu apoptosis aktif setelah sel
menjalani masa hidup tertentu, menyebabkan perubahan secara morfologis termasuk
perubahan pada inti sel. Kemudian sel akan terfragmentasi menjadi badan apoptosis,
selanjutnya fragmen tersebut diabsorpsi sehingga sel yang mati menghilang.

Molekul yang juga berfungsi untuk apoptosis adalah p53. Apoptosis: kematian sel yang
terprogram. Komponen yang normal pada perkembangan. Setiap hari dalam tubuh kita
terjadi apoptosis. Sel ada yang berproliferasi (lahir) dan ada yang mati. Untuk terjadi
apoptosis ada berbagai macam stimulus. Stimulusnya sangat regulated fashion (sangat
terkontrol, bukan sesuatu yang asal lalu mati). Apoptosis dibedakan dengan necrosis
karena necrosis menginduksi inflamasi yang dapat menimbulkan masalah kesehatan yang
serius. Proses dimana sel memegang peranan dalam kematiannya sendiri.

Langkah apotosis: (A) merusak kromatin pada nucleus; (B) sel melanjutkan menyusut;
(C) mengepak dirinya sendiri untuk dimakan makrofag; (D) terjadi apoptotic body,
hancuran sel di dalam bukan dilepas (pada recrosis organelanya pecah dan keluar
sehingga oleh dikenali oleh antibody).

Sel-sel dalam tubuh bisa diibaratkan dengan daun pada sebatang pohon. Ada saatnya
daun menjadi kering dan mati, lalu digantikan dengan daun yang baru. Begitu pula
dengan sel-sel dalam tubuh. Dalam dunia kedokteran, proses itu disebut apoptosis.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 17


Selain karena apoptosis, sel juga bisa mati karena faktor dari luar seperti trauma,
gangguan nutrisi, dan racun. ''Pola kematian sel karena apoptosis merupakan suatu
proses yang amat teratur dan terencana. Lalu, mengapa dalam tubuh kita terjadi proses
apoptosis? ada dua penyebab. Pertama, apoptosis diperlukan dalam perkembangan
organisma seperti pada metamorfosis dan pembentukan organ tertentu, misalnya
menghilangkan selaput antara jari-jemari. Kedua, untuk menghilangkan sel-sel yang
mungkin merupakan ancaman terhadap organisma seperti sel-sel yang terinfeksi virus.
Dalam hal ini, sel limfokin sitotoksik akan membunuh sel yang mengandung virus.
Misalnya, menghilangkan sel-sel sistem imun yang tidak diperlukan lagi untuk
menghindari timbulnya penyakit autoimun seperti lupus, serta menghilangkan sel-sel
yang telah mengalami kerusakan DNA. Ini untuk mencegah sel tersebut berkembang
menjadi sel yang dapat menimbulkan kelainan bawaan atau menjadi sel kanker.

Nekrosis
Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel akut atau
trauma (mis: kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem, dan cedera mekanis),
dimana kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang dapat menyebabkan
rusaknya sel, adanya respon peradangan dan sangat berpotensi menyebabkan masalah
kesehatan yang serius. Dua proses penting yg menunjukan perubahan nekrosis : yaitu :
a. Digestif enzimatik sel, baik autolisis (dimana enzim berasal dari sel mati) atau
heterolysis ( enzim berasal dari leukosit). Sel mati dicerna dan sering meninggalkan cacat
jaringan yg diisi oleh leukosit imigran dan menimbulkan abses.

b.Denaturasi protein, jejas atau asidosis intrasel menyebabkan denaturasi protein


struktur dan protein enzim sehingga menghambat proteolisis sel sehingga untuk
sementara morfologi sel dipertahankan.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 18


1. Perubahan Mikroskopis

Perubahan pada sel yang nekrotik terjadi pada sitoplasma dan organel-organel sel
lainnya. Inti sel yang mati akan menyusut (piknotik), menjadi padat, batasnya tidak
teratur dan berwarna gelap. Selanjutnya inti sel hancur dan meninggalkan pecahan-
pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel. Proses ini disebut karioreksis.
Kemudian inti sel yang mati akan menghilang (kariolisis).

2. Perubahan Makroskopis

Perubahan morfologis sel yang mati tergantung dari aktivitas enzim lisis pada jaringan
yang nekrotik. Jika aktivitas enzim lisis terhambat maka jaringan nekrotik akan
mempertahankan bentuknya dan jaringannya akan mempertahankan ciri arsitekturnya
selama beberapa waktu. Nekrosis ini disebut nekrosis koagulatif, seringkali berhubungan
dengan gangguan suplai darah. Contohnya gangren.

Jaringan nekrotik juga dapat mencair sedikit demi sedikit akibat kerja enzim dan proses
ini disebut nekrosis liquefaktif. Nekrosis liquefaktif khususnya terjadi pada jaringan otak,
jaringan otak yang nekrotik mencair meninggalkan rongga yang berisi cairan.
Pada keadaan lain sel-sel nekrotik hancur tetapi pecahannya tetap berada pada
tempatnya selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun dan tidak bisa dicerna.
Jaringan nekrotik ini tampak seperti keju yang hancur. Jenis nekrosis ini disebut nekrosis
kaseosa, contohnya pada tuberkulosis paru.

Jaringan adiposa yang mengalami nekrosis berbeda bentuknya dengan jenis nekrosis lain.
Misalnya jika saluran pankreas mengalami nekrosis akibat penyakit atau trauma maka
getah pankreas akan keluar menyebabkan hidrolisis jaringan adiposa (oleh lipase)
menghasilkan asam berlemak yang bergabung dengan ion-ion logam seperti kalsium
membentuk endapan seperti sabun. Nekrosis ini disebut nekrosis lemak enzimatik.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 19


3. Perubahan Kimia Klinik

Kematian sel ditandai dengan menghilangnya nukleus yang berfungsi mengatur


berbagai aktivitas biokimiawi sel dan aktivasi enzim autolisis sehingga membran sel lisis.
Lisisnya membran sel menyebabkan berbagai zat kimia yang terdapat pada intrasel
termasuk enzim spesifik pada sel organ tubuh tertentu masuk ke dalam sirkulasi dan
meningkat kadarnya di dalam darah.

Misalnya seseorang yang mengalami infark miokardium akan mengalami peningkatan


kadar LDH, CK dan CK-MB yang merupakan enzim spesifik jantung. Seseorang yang
mengalami kerusakan hepar dapat mengalami peningkatan kadar SGOT dan SGPT.
Namun peningkatan enzim tersebut akan kembali diikuti dengan penurunan apabila
terjadi perbaikan.
Dampak Nekrosis

Jaringan nekrotik akan menyebabkan peradangan sehingga jaringan nekrotik


tersebut dihancurkan dan dihilangkan dengan tujuan membuka jalan bagi proses
perbaikan untuk mengganti jaringan nekrotik. Jaringan nekrotik dapat digantikan oleh
sel-sel regenerasi (terjadi resolusi) atau malah digantikan jaringan parut. Jika daerah
nekrotik tidak dihancurkan atau dibuang maka akan ditutup oleh jaringan fibrosa dan
akhirnya diisi garam-garam kalsium yang diendapkan dari darah di sekitar sirkulasi
jaringan nekrotik . Proses pengendapan ini disebut kalsifikasi dan menyebabkan daerah
nekrotik mengeras seperti batu dan tetap berada selama hidup.

Perubahan-perubahan pada jaringan nekrotik akan menyebabkan :


1. Hilangnya fungsi daerah yang mati.

2. Dapat menjadi fokus infeksi dan merupakan media pertumbuhan yang baik untuk
bakteri tertentu, misalnya bakteri saprofit pada gangren.

3.Menimbulkan perubahan sistemik seperti demam dan peningkatan leukosit.


4. Peningkatan kadar enzim-enzim tertentu dalam darah akibat kebocoran sel-sel yang
mati.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 20


Adaptasi Seluler terhadap Jejas Sel

Adaptasi fisiologis biasanya mewakili respons sel terhadap perangsangan normal oleh
hormone atau mediator endogen ( misalnya pembesaran payudara dan induksi laktasi
oleh kehamilan). Sedangkan, adaptasi patologik sering berbagi mekanisme yang sama
tetapi memungkinkan sel untuk mengatur lingkungannya, idealnya melepaskan diri dari
cedera sel. Jadi, adaptasi seluler adalah keadaan yang berada antara kondisi normal, sel
yang tidak stress dan sel yang stress berlebihan.

Berikut ini adalah jenis-jenis dari adaptasi seluler, yaitu

a. Atrofi
Pengecilan ukuran sel bagian tubuh yang pernah berkembang sempurna
dengan ukuran normal dan hilangnya substansi sel. Meskipun atrofi biasanya
merupakan proses patologik dikenal juga atrofi fisiologis. Beberapa alat tubuh
dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa
perkembangan/kehidupan, dan jika alat tubuh tersebut sesudah masa usia
tertentu tidak menghilang, malah dianggap patologis. Contoh : kelenjar thymus,
ductus omphalomesentericus, ductus thyroglissus.

Penyebab :

 Berkurangnya beban kerja (imobilisasi, disuse atropi)


 Hilangnya persarafan
 Berkurangnya suplai darah
 Malnutrisi
 Hilangnya rangsangan endokrin
 Penuaan
Alat tubuh pada orang yang sudah berumur lanjut umumnya mengecil,
misalnya payudara yang menegcil pada wanita menopause, ovarium dan uterus
juga, kulit menjadi tipis dan ringan, dan lainnya.

Starvation atrophy terjadi bila tubuh tidak mendapat makanan dalam


waktu yang lama. Para pwnderita mungkin akhirnya mendapat makanan dan
minuman yuang cukup, tetapi makanan tidak dapat mencapai lambung dan usus

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 21


karena disemprotkan kembali, akibatnya badan jadi kurus kering mengalami
emasiasi, inanisi.

Pada atropi terjadi pengurangan komponen struktural sel 


mempengaruhi keseimbangan antara sintesis dan degradasi.

Atropfi setempat (local atrophy)

Terjadi akibat keadaan-keadaan terentu.

Atrofi inaktivitas (disuse atrophy)

Terjadi akbita inaktivitas alat tubuh atau jaringan; misalnya


inaktivitas otot-otot mengakibatkan otot-otot tersebut menjadi kecil.

Atrofi desakan (pressure atrophy)

Terjadi akibat desakan terus menerus atau desakan dalam waktu


yang lamadan yang mengenai suatu alat tubuh atau jaringan. Atrofi
desakan fisiologis terjadi pada gusi akibat desakan gigi yang mau tumbuh
dan yang mengenai gisu (pada anak-anak). Atrofi desakan patologik
contohnya terjadi pada sternum akibat aneurisme aorta.

Atrofi endokrin

Terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantung kepada


rangsangan hormon tertentu. Atrofi akan terjadi apabila pembentukkan
hormon berkurang atau terhenti sama sekali.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 22


b. Hipertrofi
Ukuran sel jaringan atau organ yang menjadi lebih besar dari ukuran
normalnya, tanpa diikuti dengan pertambahan jumlah sel. Hipertrofi dapat
fisiologis atau patologik dan disebabkan juga oleh peningkatan kebutuhan
fungsional atau rangsangan hormonal spesifik. Contoh hipertrofi fisiologis adalah
pada uterus pada masa kehamilan, ini terjadi akibat rangsangan esterogen dari
hipertrofi otot polos dan hyperplasia otot polos atau pada otot skelet seperti pada
tungkai pengemudi becak. Contoh hipertrofi sel patologik mencakup perbesaran
jantung yang terjadi akibat hipertensi atau penyakit katup aorta.

3. Hiperplasia
Peningkatan jumlah sel dalam organ atau jaringan diikuti dengan
perbesaran organ atau jaringan tersebut. Hiperplasia dan hipertrofi sering kali
bersamaan dalam jaringan.
Jenis-jenis hiperplasia, yaitu:
 Hiperplasia fisiologis dibagi menjadi dua, yaitu
i. Hiperplasia hormonal : proliferasi epitel kelenjar payudara
perempuan pada saat pubertas dan selama kehamilan
ii. Hiperplaisia kompensatoris : terjadi saat sebagian jaringan
dibuang atau sakit. Misalnya, saat hepar direksessi sebagiabn,
aktivitas miotik pada sel yang tersisa berlangsung paling cepat

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 23


selama 12 jam berikutnya, tetapi akhirnya terjadi perbaikan
hati ke berat normal kembali
 Hiperplasia patologik, sebagian besar merupanak stimulasi faktor
pertumbuhan atau hormonal yang berlebih. Hal ini dapat erjadi akibat
stimulasi faktor pertumbuhan atau hormonal yang berlebihan. Misal.
Hiperplasia endometrium akibat ketidak seimbangan hormone estrogen
dan progesterone.

4. Metaplasia
Perubahan suatu jenis jaringan dewasa (yang telah berdiferensiasi) menjadi
jaringan lain yang juga dewasa. Perubahan ini biasanya terjadi pada jaringan
epitel atau mesenkim dan bersifat reversible.

Contohnya yaitu pada epitel torak (kolumner) yang dinatikan oleh epitel
gepeng berlapis (skwasoma). Ini terjadi pada saluran nafas, paru-paru epitel duktus
eksretorik, mukosa endocervix dan tuba fallopius, duktus eksretorik kelenjar liur,
pada epitel kantung kemih dan kantung empedu yang menahun. Pada kejadian ini
epitel torak yang bersekresi digantikan oleh epitel gepeng berlapis yang tidak
bersekresi, tetapi mempunyai daya protektif, dan lebih resisten terhadap epitel
torak.
Pada bentuk umum kanker paru, metaplasia skuwamosa epitel pernafasan
sering kali muncul bersamaan dengan penyusunan kanker sel skwamosa maligna.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 24


5. Displasia
Merupakan perubahan kearah kemunduran pada sel dewasa.
Tampak dari bentuk, besar dan orientasinya tidak terorganisasi. Dapat
terjadi pada epitel, bisa juga pada jaringan mesenkim. Pada displasis
teraturnya inti menghilang. Ada sel yang mengecil dan membesar.
Inti tampak lebih gelap, sering kali menjadi lebig besar dari biasa,
juga relatif lebih besar terhadap besarnya sel.
Sering terjadi pada bagian tubuh yang mengalami iritatif, misalnya
cervix. Karsinoma cervix sering didahului oleh displasia yang dianggap
sebagai manifestasi radang menahun.
Displasa merupakan perubahan yang bersifat reversible, jadi bila
iritasi dapat dihilangkan maka displasia menghilang.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 25


6. Anaplasia
Merupaka pertumbuhan ke arah kemunduran. Terjadi pada sel dewasa
yang mempunyai sifat kebih primitif. Ini adalah ciri dari tumor ganas. Berbeda
dengan displasia, anaplasia bersifat irreversible.
Perubahan terjadi dalam bentuk, ukuran, kualitas kromatin,jumlah
mitosis dan orientasi daripada sel-sel. Kadang besarnya sel dapat menjadi tiga
samapi empat kali ukuran normal, dan menjadi cell datia (giant cell).
Kadang sel memiliki ukuran lebih kecil daripada ukuran normalnya,
timbul variasi bentuk dan ukuran. Hal ini disebut pleomorfi. Perbandingan initi
dan sitoplasma berubah puladapat menjadi 1 : 2, yang normalnya 1 : 4 sampai 6,
bisa juga menjadi 1 : 1.
Pada anaplasia dapat ditemukan gambaran mitosis yang abnormal. Karena
terjadi disorientasi, maka jaringan gagal membentuk struktur-struktur yang
normal. Oleh kerenanya terlihat gambaran sel yang tidak teratur. Karena itu
asalnya sering tidak diketahui lagi.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 26


INFLAMASI

Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera


atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung
(sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu (Dorland, 2002).

Inflamasi adalah suatu respons protektif yang di tunjukan untuk menghilangkan


penyebab awal sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh
kerusakan asal.inflamasi melakukan tugas pertahanannya dengan mengencerkan,
menghancurkan dan menetralkan agen berbahaya. Inflamasi kemudian menggerakkan
berbagai kejadian yang akhirnya menyembuhkan dan menyusun kembali tempat
terjadinya jejas. Denan demikian, inflamasi juga saling berkaitan erat dengan proses
perbaikan.Inflamasi terbagi menjadi 2 pola dasar . (1) inflamasi akut (2) inflamasi kronik

A. Inflamasi akut

Adalah respons segera dan dini terhadap jejas yang dirancang untuk mengirimkan
leukosit ke tempat jejas. Sesampainya di tempat jejas, leukosit memnersihkan setiap
mikroba yang menginvasi dan memulai proses penguraian jaringan nekropik.

Mekanisme atau prosesnya itu sendiri ada 2 proses

 Perubahan vaskular
 Berbagai kejadian yang terjadi pada sel

Ciri-ciri inflamasi akut

1. kerusakan terjadi dengan durasi yang singkat

2. terjadi pengeluaran cairan

3. terjadi migrasi PMN

Tanda-tanda utama terjadinya inflamasi akut

1.Panas (kalor) : Terjadi peningkatan aliran darah dan meningkatnya metabolisme


seluler

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 27


2.Kemerahan (Rubor) : Terjadi Pelebaran pembuluh darah dan peningkatan aliran darah

3.Pembengkakan (tumor) : Terjadi pelebaran pembuluh darah, keluarnya cairan,


kemotaksis, dan peningkatan metabolisme seluler

4.Nyeri (dolor) : Dilepaskannya mediator yang larut, terjadi kemotaksis dan peningkatan
metabolisme seluler

5. Kehilangan fungsi

Akibat inflamasi akut

Walaupun akibat yang ditimbulakan oleh inflamasi akut diubah oleh sifat dan intensitas
jejas tempat dan jaringan yang terkena setra kemampuan penjamu meningkatkan suatu
response, pada umumnya inflamasi akut itu memiliki 3 akibat. Yaitu :

 Resolusi
Jika cedra bersifat terbatas atau berlangsung singkat, tidak terdapat kerusakan
jaringan atau kerusakan kecil dan apabila jaringan mampu mengganti setiap sel
yang cedra secara irreversibel, bisa terjadi perbaikan terhadap normalitas dan
fungsional.
 Pembentukan jaringan parut
Terjadi stlah destruksi jaringan yang substansial atau etika terjadi inflamasi pada
jaringan yang tidal beregenerasi. Selain itu penyebab terjadinya jaringan parut di
karenakan memualsnya eksudat fibrinosa tidak bisa di absorbsi sempurna dan
terjadi organisasi dengan pertumbuhan jaringan ikat yang menimbulakan
fibrinosis.
Pembentukan abses dapat terjadi pada keadaan meluasnya infiltrat neutrofil atau
infeksi jamur atau bakteri tertentu . satu satunya akibat dari pembentukan abses
adalah terbentukanya jaringan parut.

 Kemajuan kearah inflamasi kronik


Hal ini bisa terjadi setelah inflamasi akut walau pun tanda inflamasi akut dapat
muncul pada awal jejas , inflamasi kronik dapat diikuti oleh regenerasi pada

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 28


struktur dan fungsi normal atau bisa menimbulakn jaringan parut tergantung
pada luasa jejas jaringan awal dan jejas yang terus berlangsung serta kemampuan
jaringan yang terinfeksi untuk tumbuh kembali.

B. Inflamsi kronik

Dalam arti paling sederhana Inflamasi adalah Suatu respons protektif yang ditujukan
untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik
yang diakibatkan oleh kerusakan sel.
Inflamasi kronik adalah inflamasi memanjang(berminggu-minggu hingga berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun), dan terjadi inflamasi aktif, jejas jaringan,dan penyembuhan
secara serentak.

Inflamasi kronik ditandai dengan :


 Infiltrasi sel mono nuklear (radang kronik)
mencakup makrofag,limfosit,dan sel plasma.
 Destruksi Jaringan
diatur oleh sel radang
 Repair (perbaikan)
melibatkan proliferasi pembuluh darah baru (angiogenesis) dan fibrosis.

Inflamasi kronik terjadi pada keadaan


 Infeksi virus
Infeksi virus intrasel apapun secara khusus memerlukan limfosit (dan makrofag )
untuk mengidentifikasi dan mengeradikasi sel yang terinfeksi.
 Infeksi mikroba persisten
pajanan mikroba yang patogenisitasnya lemah namun berlangsung dalam jangka
waktu lama dapat menimbulkan hipersensitivitas lambat yang berpuncak pada
reaksi granulomatosa (salah satu contoh radang kronik). Contohnya pada infeksi
Treponema pallidum..
 Pejanan yang lama terhadap agen yang berpotensi toksik

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 29


Agen-agen asing dapat menyebabkan radang kronik apabila terpajan dalam
jangka waktu yang lama. Agen tersebut dapat berupa agen endogen (seperti
jaringan adiposa yang nekrotik, kristal asam urat, tulang) dan dapat berupa agen
eksogen (seperti materi silika yang terinhalasi atau serabut benang yang
tertanam)

Gambaran makroskopik dan mikroskopik radang kronik

Gambaran makroskopik umum yang sering ditemukan pada radang kronik adalah:

1. Ulkus kronik, yaitu ulkus yang dasarnya dibatasi oleh jaringan granulasi dan
fibrosa, contohnya pada ulkus peptik kronik lambung dengan luka pada mukosa.
2. Rongga abses kronik, yaitu rongga yang terbentuk oleh pus pada radang
supuratif. Contohnya osteomyelitis.
3. Penebalan dinding rongga viskus, contohnya penebalan dinding pada kolesistitis
kronik. Penebalan biasanya bersamaan dengan infiltrat sel radang kronik.
4. Radang granulomatosa, yaitu kumpulan histiosit epiteloid sebagai akibat tidak
dapat dihancurkannya substansi tertentu oleh makrofag. Contohnya pada
penyakit tuberkolosis paru.
5. Fibrosis, yaitu proliferasi jaringan fibroblas setelah sel-sel radang kronik
menghilang/mereda.

Gambaran mikroskopik radang kronik

Pada radang kronik dapat ditemukan gambaran mikroskopik sebagai berikut. Infiltrat
seluler terdiri dari limfosit, sel plasma dan makrofag. Beberapa eosinofil polimorf
mungkin dapat ditemukan, tetapi neutrofil polimorf (yang lazimnya terdapat pada
radang akut) jarang ditemukan. Beberapa makrofag dapat membentuk sel datia berinti
banyak. Cairan eksudat sedikit ditemukan, tetapi mungkin ditemukan produksi jaringan
ikat baru yang berasal dari jaringan granulasi. Mungkin juga ditemukan kejadian
perusakan jaringan yang berkelanjutan, yang bersamaan dengan proses regenerasi dan
perbaikan jaringan. Nekrosis jaringan mungkin merupakan gambaran yang mencolok,
terutama pada keadaan granulomatosa seperti tuberkulosis.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 30


Gambaran morfologi inflamasi akut dan kronik

Tingkat keparahan respons inflamasi, penyebab spesifiknya, dan jaringan khusus yaang
terlibat semuanya dapat mengubah gambaran morfologi dasar inflamasi akut dan kronik.
Misal :Morfologi inflamasi serosa

Radang ini ditandai dengan keluarnya cairan yang berair yang relatif sedikit protein
yang bergantung pada tempat jejas di bentuk dr serum atau sekresi sel mesotelium yang
melapisi rongga peritoneum, rongga pleura, dan rongga perikard. Lepuh pada kulit yang
berasal dari infeksi krn luka bakar atau virus merupakan contoh yang baik dari efusi
serosa yang terakumulasi di dalam ataupun serta merta dibawah epidermis.

Morfologi inflamasi fibrinosa

Radang ini terjadi akibat jejas yang lebih berat, dengan permeabilitas vasikulernya yang
lebih besar memungkinkan molekul yang lebih besar ( khususnya fibrinogen ) . secara
hitologis akumulasi vibrin ektravaskular tampak sebagai suatu anyaman eosinifilik.

Efek sistemik inflamasi

Demam Merupakan salah salah sau efek sistemik dari inflamasi , efek lainnya yaiyu
peningkatan somnolen, malaise, anoreksia, degradasi protein oto skelet yang di percepat,
hipotensi, sintesis hepatik berbagai protein dan perubahan pool sel darah putih dalam
sirkulasi.
Sitokin IL-1, IL-6 da n TNF. Sitokin sebagai respons terhadap infeksi, atau terhadap
cedera imun dan toksik, dan dilepaskan secara sistemikaskade sitokin TNF menginduksi
produksi IL-1 yang selanjutnya F merangsang produksiIL-6.I L - 6 merangsang sintesis
beberapa protein plasma khususnya fibrinogen; peningkatan kadar fibrinogen yang me
nyebabkan eritrosit lebih mudah beraglutinasi sehingga menjelaskan me ngapa inflamasi
akan disertai dengan laju endap darah yang meningkat.
Leukositosis gambaran umum reaksi radang, khususnya yang diinduksi oleh infeksi
bakteri ±Terjadi karena pelepasan sel dari sumsum tulang (disebabkan IL-1 d anTNF)d
an di sertai peningkatan sejumlah neutrofil yang relatif imature dalam darah.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 31


Mekanisme Inflamasi Akut dan Kronik
Mekanisme inflamasi secara garis besar : stimulus awal radang memicu pelepasan
mediator kimiawi dari plasma atau dari sel jaringan ikat. Mediator terlarut, bekerja
bersama atau secara berurutan, memperkuat respons awal radang dan mempengaruhi
perubahannya dengan mengatur respons vaskular dan selular berikutnya. Respons
radang diakhiri ketika stimulus yang membahayakan menghilang dan mediator radang
telah hilang, dikatabolisme, atau diinhibisi.

A. Inflamasi akut

Inflamasi akut disebabkan oleh infark, infeksi bakteri, toksin, dan trauma. Pada
inflamasi akut, jaringan yang mendapat cedera tidak rusak sepenuhnya, melainkan
mendapat gangguan. Pada tahap kerja inflamasi akut, akan terjadi perubahan vaskular,
rekrutmen neutrofil, dan pelepasan mediator yang membantu kerja leukosit. Pada akhir
inflamasi akut, dapat terjadi resolusi (perbaikan; berisi pembersihan rangsang penyebab
cedera, pembersihan mediator dan sel radang akut, penggantian sel yang mengalami jejas,
dan fungsi kembali normal) dan pembentukan jaringan parut.

Dalam inflamasi akut, dua komponen utama respons radang adalah perubahan
vaskuler (vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular) dan berbagai kejadian
yang terjadi pada sel (emigrasi leukosit, rekrutmen dan aktivasi selular).Proses respons
radang dalam inflamasi akut meliputi beberapa tahap, antara lain :

- Perubahan vaskuler : bersama dengan rekrutmen menentukan 3 dari 5 tanda


inflamasi (panas/kalor, merah/rubor, pembengkakan/tumor)

Perubahan pada kaliber dan aliran pembuluh darah : dilakukan relatif cepat setelah
jejas terjadi. Tahapannya :

I. Setelah vasokonstriksi selama beberapa detik, terjadi vasodilatasi arteriol yang


mengakibatkan peningkatan aliran darah dan penyumbatan lokal pada aliran
darah kapiler selanjutnya. Perubahan ini menimbulkan warna merah (eritema)
dan hangat pada inflamasi akut.

II. Mikrovaskulatur menjadi lebih permeabel sehingga cairan kaya protein masuk ke
jaringan ekstravaskular. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi lebih
terkonsentrasi, berakibat meningkatnya viskositas darah dan memperlambat
sirkulasi. Secara mikroskopik perubahan digambarkan oleh dilatasi sejumlah
pembuluh darah kecil yang dipadati eritrosit. Proses tersebut dinamakan stasis.

III. Pada saat stasis, leukosit (terutama neutrofil) mulai keluar dari aliran darah dan
berakumulasi di sepanjang permukaan endotel pembuluh darah. Proses ini disebut

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 32


marginasi. Setelah melekat pada sel endotel, leukosit menyusup diantara sel
endotel dan bermigrasi melewati dinding pembuluh darah dan menuju jaringan
interstisial.

- Pada awal inflamasi juga dilakukan peningkatan permeabilitas vaskular.


I. Disebabkan oleh vasodilatasi arteriol dan aliran darah yang bertambah. Hal
tersebut menyebabkan tekanan hidrostatik intravaskular meningkat dan
pergerakan cairan yang disebut transudat (mengandung sedikit protein dan
merupakan ultrainfiltrat protein) dari kapiler.

II. Transudasi (menyusupnya cairan transudat) berlangsung singkat karena terjadi


eksudat (permeabilitas vaskular meningkat yang memungkinkan pergerakan
cairan kaya protein, bahkan sel, ke dalam interstisium).

III. Hilangnya cairan kaya protein ke dalam ruang perivaskular menurunkan tekanan
osmotik intravaskular dan meningkatkan tekanan osmotik cairan interstisial.
Menghasilkan aliran air dan ion ke dalam jaringan ekstravaskular. Akumulasi
cairan tersebut dinamakan edema.

- Kebocoran vaskular

Inflamasi akut menyebabkan kebocoran selapis endotel melalui sejumlah cara. Proses ini
dipengaruhi faktor mekanisme yang berperan, onset, durasi, volume, dan karakteristik
cairan yang dihasilkan. Berikut mekanosme kebocoran vaskuler yang dapat dilaksanakan

I. Kontraksi sel endotel menimbulkan intracellular gap pada venula. Histamin,


bradikinin, leukotrien menyebabkan respon sementara dalam betuk kontraksi sel
yang memperlebar intracellular gap pada venula. Hanya berlangsung selama 15-
30 menit.

II. Retraksi sel endotel. Diinduksi oleh mediator sitokin, menginduksi retraksi melalui
reorganisasi sitoskeleton. Butuh waktu 4-6 jam untuk aktivasinya, bertahan
selama 24 jam atau lebih.

III. Jejas endotel langsung. Luka yang parah dapat menyebabkan hal ini.
Menyebabkan nekrosis dan lepasnya sel endotel. Kebocoran dimulai segera setelah
terjadi jejas dan menetap selama beberapa jam/hari sampai pembuluh darah yang
rusak mengalami trombosis atau diperbaiki. Mekanisme ini disebut immediate
sustained response. Venula, kapiler, dan arteriol dapat mengalami hal ini.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 33


IV. Jejas langsung pada sel endotel juga dapat menginduksi kebocoran memanjang
yang melambat (delayed prolonged leakage) yang mulai terjadi 2-12 jam,
berlangsung selama beberapa jam atau berhari-hari. Terjadi pada venula dan
kapiler.

V. Jejas endotel yang bergantung leukosit (leukocyte-dependent endothelial cell


injury), disebabkan akumulasi leukosit selama respons inflamasi. Marginasi dan
leukosit adheren-sel endotel dapat bertumpuk dan menyebabkan hal tersebut.

VI. Peningkatan transitosis melalui jalur vesikular intrasel meningkatkan


permeabilitas venula. Disebabkan mediator tertentu (VEGF : Vascular
Endothelial Growth Factor).

VII. Semua mekanisme dapat berperan serta pada keadaan adanya rangsangan khusus

Berbagai peristiwa yang terjadi pada sel

Extravasasi leukosit (keluarnya leukosit dari lumen pembuluh darah) ke ruang


ekstravaskular melalui urutan kejadian berikut :

I. Marginasi dan Rolling


 Dengan meningkatnya permeabilitas vaskuler, cairan meninggalkan pembuluh
darah menyebabkan leukosit keluar dari kolom pusat aliran dan berakumulasi
disepanjang permukaan endotel, membentuk baris sehingga disebut marginasi.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 34


 Sel endotel dan leukosit memiliki molekul adhesi permukaan komplemen yang
menyebabkan leukosit melekat untuk sementara dan berguling sepanjang
endotelium sampai berhenti ketika adhesi permukaan mencapai puncaknya.
Kejadian tersebut dinamakan rolling.

 Adhesi transien (sementara) yang terlibat dalam proses rolling dilakukan oleh
sekelompok selektin. Selektin merupaan reseptor yang dikeluarkan pada leukosit
dan endotel, ditandai dengan adanya daerah ekstrasel yang mengikat gula
tertentu. Beberapa famili selektin : E-selectin (endotelium), P-selectin (endotel
dan trombosit), L-selectin (sebagian besar permukaan leukosit)

II. Adhesi
 Leukosit yang melakukan rolling akan berhenti dan melekat kuat pada
permukaan endotel (adhesi) sebelum merayap diantara sel endotel dan melewati
membran basalis masuk ke ruang ekstravaskular.
 Adhesi kuat diperantarai molekul superfamili imunoblobulin pada sel endotel
yang berinteraksi dengan integrin yang muncul pada permukaan sel leukosit.
Molekul adhesi yang berpartisipasi antara lain :
- Endotel : ICAM-1 (intracellular adhesion molecule 1) dan VCAM-1 (vascular cell
adhesion molecule 1)
- Leukosit : LFA-1, Mac-1, VLA-4
- ICAM-1 mengikat LFA-1/Mac-1, VCAM mengikat VLA-4

 Integrin biasanya muncul pada membran plasma leukosit, tetapi tidak melekat
pada ligan yang sesuai sampai leukosit diaktivasi oleh agen kemotaktik atau
rangsang lainnya.

III. Transmigrasi (Diapedesis)


 Terjadi setelah adhesi kuat dengan venula pembuluh darah sistemik dan dapat
terjadi pada kapiler sirkulasi pulmonal dengan bantua PECAM-1 (platelet
endhotelial cell adhesion molecule 1, merupakan molekul adhesi sel-ke-sel)

 Setelah adhesi kuat pada permukaan endotel, leukosit merembes di antara sel
pada intercellular junction. Setelah melewati endothelial junction, leukosit
menembus membran basalis dengan mendegradasi membran basalis secara fokal
menggunakan kolagenasi yang disekresi.

 Pada saat awal respon inflamasi, sitokin dan signal kemotaktik berubah seiring
respon inflmasi. Pengubahan ekspresi molekul adhesi sel endotel mengaktifkan
populasi leukosit lain untuk ber-adhesi (monosit, limfosit, dll)

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 35


IV. Kemotkasis
 Setelah terjadi ekstravasasi dari darah, leukosit bermigrasi menuju tempat jejas
dengan mengikuti gradien kimiawi (kemotaksis).

 Zat eksogen dan endogen dapat bersifat kemotaktik terhadap leukosit. Zat
kemotaktik tersebut antara lain : produk bakteri yang dapat larut, komponen
sistem komplemen, sitokin, dan produk metabolisme asam arakidonat (AA) jalur
lipoksigenasi.

 Agen kemotaktik mengikat reseptor permukaan, menginduksi mobilisasi kalsium


dan merangkai elemen kontraktil sitoskeleton yang diperlukan untuk pergerakan.

 Leukosit bergerak dengan memanjangkan pseupodia dengan bantuan integrin


yang berikatan dengan matriks ekstraseluler selama kemotaksis.

 Faktor kemotaksis menginduksi respons leukosit lain yang disebut aktivasi


leukosit :
- Menyapkan metabolit AA dari fosfolipid
- Persiapan untuk degranulasi dan sekresi enzim lisosom, menghasilkan
pembakaran oksidatif
- Regulasi (pengaturan) afinitas molekul adhesi leukosit sesuai yang diperlukan.

V. Fagositosis dan Degranulasi


 Saat berada di situs cedera, leukosit melakukan fagositosis melalui tiga langkah
berbeda yang saling terkait :
1. Pengenalan dan perlekatan partikel pada leukosit yang menelan. Proses ini dibantu
oleh protein serum yang disebut opsonin. Opsonin (terpenting imunoglobulin G
khususnya bagian Fc molekul, fragmen C3b komplemen) mengikat molekul spesifik
pada permukaan mikroba dan memfasilitasi pengikatannya dengan reseptor opsonin
spesifik (FcR, CR1,2,3) pada leukosit.

2. Penelanan (membentuk vakuola fagositik)


 Memicu penelanan (engulfment) yang disebabkan pengikatan partikel
teropsonisasi.
 Pada penelanan, pseudopodia diperpanjang mengelilingi objek sampai
membentuk vakuola fagositik

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 36


 Membran vakuola kemudian berfusi dengan membran granula lisosom
sehingga terjadi pengeluaran kandungan granula masuk ke dalam
fagolisosom dan terjadi degranulasi leukosit.

3. Pembunuhan dan degradasi material yang ditelan


 Pembunuhan mikroba dilakukan sebagian besar oleh spesies oksigen
reaktif
 Fagositosis merangsang pembakaran oksidatif (oxidative burst)
yang ditandai dengan peningkatan konsumsi oksigen secara tiba-tiba,
glikogenolisis, peningkatan oksidasi glukosam, produksi metabolit oksigen
reaktif, dan pembentukan superoksida (O2-) dai oksigen saat mengoksidasi
NADPH oleh NADPH oksidase leukosit.
 Superoksida kemudian diubah melalui dismutasi spontan menjadi
hidrogen peroksida. Namun hidrogen peroksida yang dihasilkan pada
umunya tidak cukup untuk membunuh sebagian besar bakteri dengan
efektif. Karena dari itu, lisosom neutrofil (granula azurofilik) mengandung
enzim mieloperoksidase (MPO) mengubah hidrogen peroksida menjadi
HOCL- (bila ada CL-), sebuah agen antimikroba yang sangat kuat dan
dapat membunuh bakteri melalui halogenasi atau dengan peroksidasi
protein dan lipid
 Produk akhir reaktif hanya dibentuk dalam fagolisosom. Hidrogen
peroksida akan diurai oleh katalase menjadi air dan oksigen. Mikroorganisme
yang telah mati akan didegradasi oleh kerja hidrolase asam lisosom.

4. Selain dengan pembakaran oksigen, unsur granula leukosit lain mampu


membunuh bakteri dan agen infeksi lainnya. Granul-granul tersebut adalah :
 Bactericidal permeability increasing protein (BPI) (protein yang
meningkatkan permeabilitas bakterisidal, aktivasi fosfolipase dan degradasi
fosfolipid membran)
 Lisozim (degradasi oligosakarida selubung bakteri)
 Laktoferin (unsur granula eosinofil yang penting dengan sitotoksisitas yang
kuat terhadap bakteri)
 Defensin (peptida yang membunuh mikroba dengan membentuk lubang
dalam membrannya).

Defek pada fungsi leukosit


Defek pada fungsi leukosit secara genetik atau akuista meningkatkan kerentanan
terhadap infeksi yang sering kali berulang dan mengancam jiwa

Berikut adalah jenis-jenis defek :

1. Defek pada adhesi

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 37


 Leukocyte adhesion deficiency 1 (LAD-1) : Subunit LFA-1 dan Mac-1 mengalami
defek integrin yang berakibat pada gangguan adhesi
 Leukocyte Adhesion Deficiency 2 (LAD-2) : Defek menyeluruh pada metabolisme
fukosa mengakibatkan hilangnya sialil-Lewis X dan defek pada epitop oligosakarida
E- dan P-selektin.

2. Defek pada pembentukan fagolisosom

 Defek pada perakitan mikrotubulus menyebabkan gangguan defranulasi lisosom


menjadi fagosom dan lokomosi (pergerakan) (Chediak-Higashi Syndrome).

3. Defek pada aktivitas mikrobisidal

 Terjadi defisiensi genetik pada salah satu dari beberapa komponen NADPH oksidase
yang betanggung jawab dalam pembentukan superoksida, sehingga tidak ada
mekanisme pembunuhan mikroba dependen-oksigen (chronic granulomatous
disease/CGD).

Mediator kimiawi inflamasi


a. Prinsip umum mediator kimiawi :
 Dapat bersirkulasi dalam plasma, atau dapat dihasilkan secara lokal olehsel tempat
terjadinya inflamasi
 Sebagian besar mediator menginduksi efeknya dengan berikatan pada reseptor
spesifik pada sel target
 Mediator dapat merangsang sel target untuk melepaskan molekul efektor sekunder.
Molekul sekunder mempunyai bahan yang sama dengan molekul inisial yang
berfungsi memperkuat respon utama
 Hanya dapat bekerja pada satu atau mempunyai target yang sangat sedikit, atau
dapat mempunyai aktivitas luas; bisa terdapat perbedaan hasil yang sangat besar
bergantung pada jenis sel yang dipengaruhi
 Fungsi mediator diatur secara ketat. Sekali teraktivasi dan dilepaskan dari sel,
sebagian mediator cepat rusak/hilang (metabolit AA), diinaktivasi oleh enzim,
dieliminasi, atau diinhibisi
 Alasan utama check and balance karena sebagian besar mediator memiliki potensi
menyebabkan efek berbahaya.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 38


b. Mediator spesifik :

1. Amina vasoaktif

 Histamin : menyebabkan vasodilatasi, kontraksi sel endotel venula, pelebaran cell


junction.
 Dilepaskan oleh sel MAST, basofil, platelet dalam respon terhadap cedera, reaksi
imun, anafilatoksin, sitokin, neuropeptida, protein pelepas histamin yang berasal
dari leukosit
 Serotonin : memiliki efek yang sama dengan histamin, pelepasan dipicu oleh
agregasi platelet

2. Neuropeptida

 Seperti amina vasoaktif, dapat menginisiasi respons radang


 Merupakan protein kecil yang mentransmisikan sinyal nyeri, mengatur tonus
pembuluh darah, dan mengatur vaskular

3. Protease plasma

 Sebagai perantara efek peradangan yang berasal dari plasma. Terdapat 3 faktor efek
peradangan yang saling terkait : kinin, sistem pembekuan, dan komplemen.
Semuanya diaktivasi oleh inisial faktor Hageman.
 Faktor Hageman, dikenal sebagai faktor XII pada kaskade koagulasi intrinsik,
merupakan protein yang disintesisi oleh hati yang bersirkulasi dalam bentuk inaktif
sampai bertemu dengan kolagen, membran basalis, atau tempat trombosit
teraktivasi.
 Sistem pembekuan
- Diaktifkan faktor Hageman (faktor XII).
- Kolagen mengaktivasi faktor XII menjadi bentuk aktif, faktor XII dengan
bantuan kofaktor kininogen dengan berat molekul besar (HMWK, high
molecular-weight kininogen).
- Fibrinogen yang dapat dipecah akan diolah oleh faktor XIIa menjadi
bekuan fibrin yang tidak mudah larut.
- Faktor XIIa secara bergantian mengaktifkan sistem fibrinolisis ketika
menginduksi pembekuan. Mekanisme terjadi sebagai kontraregulasi proses
pembekuan dengan memecah fibrin sehingga dapat melarutkan bekuan
fibrin.
 Sistem Kinin
- Aktivasi sistem ini menyebabkan pembentuk brandikinin dari perkusornya
dalam sirkulasi, HMWK (high molecular-weight kininogen)

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 39


- Seperti histamin,brandikinin menyebabkan peningkatan permeabilitas
vaskular, dilatasi arteriol, dan kontraksi otot polos. Juga menyebabkan nyeri
saat diinjeksi ke dalam kulit
- Kallikrein, bentuk perantara pada kaskade kinin dengan aktivitas
kemotaktik, merupakan akticator kuat faktor Hageman sehingga
memungkinkan pengauatan seluruh jalur proses pembekuan
 Sistem Komplemen
- Terdiri atas kaskade protein plasma yang berperan penting, baik dalam
imunitas maupun inflamasi.
- Pada imunitas, fungsinya membentuk membrane attack complex (MAC)
yang secara efektif membuat lubang pada membran mikroba yang
menginvasi
- Komponen sistem dari C1-C9 terdapat dalam plasma dalam bentuk inaktif
o Tahap paling kritis dalam elaborasi fungsi biologis komplemen adalah
aktivasi komponen ketiga, C3.
o Pemecahan C3 terjadi melalui jalur klasik dipicu fiksasi C1 terhadap
kompleks antigen-antibodi, atau melalui jalur alternatif yang dipicu
polisakarida bakteri, kompleks, atau IgA teragregasi, dan melibatkan
serangkaian komponen serum yang berbeda-beda.
o Dari kedua jalur tersebut, C3 yang dipecah digunakan untuk
membentuk MAC (C5-C9) yang membuat lubang pada membran
mikroba.
o Faktor yang mempengaruhi fenomena pada inflamasi akut
 Efek vaskular : vasodilatasi, permeabilitas vaskular, degranulasi sel
MAST. C3a dan C5a berperan
 Aktivitas leukosit, adhesi, dan kemotaksis, meningkatkan afinitas
integrin, agen kemotaktik kuat terhadap neutrofil, monosit, eosinofil,
basofil, dan mengaktivasi leukosit. C5a yang berperan
 Fagositosis, sebagai opsonin, meningkatkan fagositosi. C3b dan C3bi
berperan

4.Metabolit Asam Arakidonat (Eikosanoid)

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 40


 Prostaglandin dan thromboxane yang dihasilkan dari jalur siklooksigenase
menyebabkan vasodilatasi, edema lama
 Siklooksigenase dapat dihambat kerjanya oleh aspirin dan obat anti-inflamasi
nonsteroid
 Leukotrien, dibentuk melalui jalur lipoksigenase, adalah kemotaksin,
vasokontriktor, menyebabkan meningkatnya permeabilitas vaskular dan
bronkospasm

5. PAF (Platelet Activating Factor)


 Berasal dari fosfolipid membran sel, menyebabkan vasodilatasi, meningkatnya
permeabilitas vaskular, adhesi leukosit meningkat.

6. Sitokin

 Produk polipeptida dari banyak jenis sel yang bekerja sebagai pesan kepada sel lain,
memerintahkan mereka untuk bekerja sesuai pesan
 Protein IL-1, TNF-alpha dan beta, IFN-gamma sangat dibutuhkan dalam inflamasi
 Dapat digolongkan menjadi 5 kelompok berdasarkan cara kerja atau sel target :
 Sitokin yang mengatur fungsi limfosit
 Sitokin yang terdapat pada imunitas bawaan
 Sitokin yang mengaktifkan sel radang selama terjadi respons imun yang
diperantarai oleh sel
 Kemokin yang memiliki aktivitas kemotaksis terhadap berbagai leukosit
 Sitokin yang merangsang hematopoiesis, yaitu faktor perangsang koloni monosit-
granulosit dan IL-3

7. Interleukin 1 dan faktor nekrosis tumor

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 41


 Dihasilkan oleh makrofag teraktivasi, sekresi dirangsang oleh endotoksin, kompleks
imun, toksin, cedera fisik, atau mediator peradangan
 Menginduksi aktivasi endotel dengan meningkatkan pengeluaran molekul adhesi,
menyekresi sitokin dan faktor pertumbuhan tambahan, memproduksi eikosanoid
dan NO, serta meningkatkan trombogenisitas endotel.
 Menyebabkan respons demam, letargi, sintesis hepatik protein, kaheksia, pelepasan
neutrofil ke dalam sirkulasi, dan pelepasan hormon adrnokorikotriopik. TNF
berperan utama dalam perantara efek hipotensif pada syok septik, berkurangnya
kontraktilitas miokard, dan relaksasi vaskular otot polos.

8. Kemokin
 Kelompok protein kecil (8-10 kD), bekerja sebagai aktivator dan kemoatraktan
untuk bagian leukosit.
 Merekrut populasi sel khusus yang muncul di suatu tempat yang terkena radang
 Merangsang sel prekursor hematopoietik serta merekrut dan mengaktivasi sel
mesenkim(fibroblas, sel otot polos)
 Kemokin berikatan pada matriks ekstraseluler, untuk mempertahankan gradien
kemotaksis untuk migrasi terarah sel yang direkrut
2 kelompok utama kemokin :
 Kemokin CXC memiliki satu asam amino yang memisahkan sistein yang tersimpan
dan bekerja utama pada neutrofil. IL-8 khas pada kelompok ini. Dihasilkan
makrofag teraktivasi, endotel, atau fibroblas. Respons terhadap IL-1 dan TNF
 Kemokin CC punya residu sistem berdekatan dan termasuk untuk kemotaktik
secara predominan terhadap monosit (MCP-1 dan MIP-1alpha), pengatur aktivasi
normal ekspresi dan sekresi sel T (RANTES), kemotaktik terhadap eosinofil
(eotaksin), kemotaktik terhadap sel T CD4+ memori dan monosit.

9. Nitrit Oksida
 Gas radikal bebas yang mudah larut dan berumur pendek, dihasilkan berbagai sel
dengan banyak fungsi
 Apabila diproduksi oleh sel endotel, makrofag, dapat mengakibatkan :
 Relaksasi vaskular otot halus dan vasodilatasi
 Membunuh mikroba dalam makrofag aktif
 Antagonisme semua tahap aktivasi trombosit (adhesi, agregasi, dan
degranulasi)
 Penurunan rekrutmen leukosit pada tempat radang

10. Unsur pokok lisosom


 Granula lisosom neutrofil dan monosit mengandung banyak molekul yang dapat
memerantarai inflamasi akut

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 42


 Molekul dapat dilepaskan setelah terjadi kematian sel karena kebocoran selama
pembentukan vakuola fagositik, atau oleh fagositiosis yang gagal melawan
permukaan yang luas dan tidak dapat dicerna
 Protease asam memiliki pH optimal asam dan hanya aktif dalam fagolisosom
 Protease netral, termasuk enzim seperti elastase, kolagenase, dan katepsin, aktif
dalam matriks ekstraselular dan menyebabkan perusakan jejas jaringan yang
destruktif
 Dapat dilawan oleh serum dan antiprotease matriks ekstraseluler

B. Inflamasi Kronik

MEKANISME INFLAMASI KRONIK

Seperti yang kita ketahui,bahwa inflamasi kronik adalah pemanjangna dari


inflamasi akut.Jika respon akut tidak dapat teratasi karena agen cedera yang menetap
atau karena gangguan proses penyembuhan normal maka akan berlanjut ke respon
kronik.Pada keadaan tertentu inflamasi kronik dapat terjadi tanpa melalui inflamasi
akut,hal ini bisa terjadi karena inflamasi kronik yang disebabkan oleh infeksi virus.

Sel dan Mediator Inflamasi kronik

Makrofag,makrofag berfungsi sebagai penyaring terhadap bahan berukuran


partikel,mikroba,dan sel-sel yang mengalami proses kematian,makrofag juga bekerja
sebagai sentinel untuk memperingatkan komponen spesifik sistem imun terhadap
rangsang yang berbahaya.Makrofag ini merupakan sel jaringan yang berasaldari monosit
dalam sirkulasi setelah beremigrasi dari aliran darah.Monosit mulai beremigrasi ke
tempat jejas dalam waktu 24-48 jam pertama.Setelah onset inflamasi akut,seperti
dijelaskan sebelumnya.Pada saat mencapai jaringan ekstravaskular,monosit berubah
menjadi makrofag yang lebih besar,dan mampu melakukan fagositosit besar.Makrofag
juga bisa teraktivasi,suatu proses yang menyebabkan ukuran sel bertambah
besar,meningkatnya kandungan enzim lisosom,memiliki metabolisme yang lebih
aktif,dan memiliki kemampuan lebih besar untuk membunuh organisme yang
dimangsa.Sel ini tampak besar,pipih,dan berwarna merah muda,sel teraktivasi ini disebut
makrofag epiteoid.Sinyal aktivasi mencakup sitokin yang disekresi oleh limfosit-T yang
tersensitisasi,endotoksin bakteri,berbagai mediator yang dihasilkan selama inflamasi akut
dan protein matriks ekstraselular sepertifibronektin.Setelah aktivasi,makrofag yang telah
teraktivasi menghasilkan produk yaitu

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 43


 Protease asam dan protease netral
Protase asam dan protease netral merupakan mediator kerusakan jaringan pada
peradangan.

 Komponen komplemen dan faktor koagulasi


Makrofag teraktivasi dapat mengeluarkan komponen komplemen dan faktor koagulasi,
meliputi protein komplemen C1-C5, properdin, faktor koagulasi V dan VIII dan faktor
jaringan.

 Spesies oksigen reaktif dan NO


Spesies oksigen reaktif berfungsi dalam proses fagositosis dan degradasi mikroba.

 Metabolit asam arakhidonat


Metabolit asam arakhidonat seperti prostaglandin dan leukotrien merupakan mediator
dalam proses peradangan.

 Sitokin
Sitokin seperti IFN α dan β, IL 1, 6 dan 8, faktor nekrosis tumor (TNF α) serta berbagai
faktor pertumbuhan yang mempengaruhi proliferasi sel otot polos, fibroblas dan matriks
ekstraselular.

Jika pengeluaran produksi oleh makrofag teraktivasi ini terjadi secara berlebihan,maka
dapat menyebabkan jejas jaringan dan menimbulkan tanda fibrosis inflamasi kronik.

Limfosit, sel plasma, eosinofil dan sel mast


Selain makrofag, pada peradangan kronik juga ditemukan limfosit, sel plasma, eosinofil
dan sel mast.

Limfosit-T dan limfosit-B bermigrasi ke tempat radang dengan menggunakan beberapa


pasangan molekul adhesi dan kemokin yang serupa dengan molekul yang merekrut
monosit. Limfosit dimobilisasi pada keadaan setiap ada rangsang imun spesifik (infeksi)
dan peradangan yang diperantarai nonimun (infark atau trauma jaringan). Telah
disebutkan di atas bahwa aktivasi limfosit memiliki hubungan dengan aktivasi makrofag,
menyebabkan terjadinya fokus radang akibat proliferasi dan akumulasi makrofag di
tempat cedera.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 44


Sel plasma merupakan produk akhir dari aktivasi sel limfosit-B yang mengalami
diferensiasi akhir. Sel plasma dapat menghasilkan antibodi yang diarahkan untuk
melawan antigen di tempat radang atau melawan komponen jaringan yang berubah.

Eosinofil secara khusus dapat ditemukan di tempat radang sekitar terjadinya infeksi
parasit atau bagian reaksi imun yang diperantarai oleh IgE yang berkaitan khusus
dengan alergi. Kedatangan eosinofi dikendalikan oleh molekul adhesi yang sama seperti
yang digunakan oleh neutrofil dan juga kemokin eotaksin yang dihasilkan oleh sel
leukosit atau sel epitel. Granula eosinofil mengandung suatu protein disebut MBP (major
basic protein), yaitu suatu protein kationik bermuatan besar dan bersifat toksik terhadap
bakteri.
Adapun sel mast merupakan sel yang tersebar luas dalam jaringan ikat dan dilengkapi
oleh IgE terhadap antigen tertentu. Apabila terpajan dengan antigen tersebut, maka sel
mast akan mengeluarkan histamin dan produk asam arakhidonat yang menyebabkan
perubahan vaskular pada radang akut. Sel mast juga dapat mengelaborasi sitokin seperti
TNF yang berperan pada respons kronik yang lebih besar.

Inflamasi granulomatosa

Infalamasi granulomatosa merupakan suatu inflmasi kronik khusus yang ditandai


dengan agregrasi makrofag teraktivasi yang gambarannya menyerupai sel skuamosa
(epitelioid).Granuloma ditemukan relatif sedikit pada keadaan patologis,akibatnya pola
pengenalan granulomatosa menjadi penting karena terbatasnya kondisi yang
menyebabkannya.Granuloma dapat terbentuk pada keadaan respons sel T yang
peresisten terhadap mikroba tertentu yang sitokinnya berasal dari sel T,Bertanggung
jawab atas aktivasi makrofag persisten.Granuloma juga dapat berespons terhadap benda
asing yang relatif inert (misalnya,benang,serpihan,implan payudara),membentuk sesuatu
yang disebut juga granuloma benda asing.Pembentukan granuloma merupakan benteng
yang efektif terhadap agen penyerang sehingga granuloma merupakan mekanisme
pertahanan yang bermanfaat.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 45


Kelenjar getah bening

Kelenjar getah bening adalah sekumpulan kelenjar yang merupakan sistem pertahanan
tubuh kita. Tubuh kita memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun
hanya di daerah submandibular (bagian bawah rahang bawah; sub:
bawah;mandibula:rahang bawah), ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang
sehat.

KGB terbungkus oleh kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan
tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-
pembuluh getah bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke
KGB sehingga dari lokasi KGB akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya.
Kelenjar getah bening berfungsi untuk menghasilkan sel darah putih dan menjaga agar
tidak terjadi infeksi lebih lanjut. Kelenjar limfa terdapat di sepanjang saluran atau
pembuluh KGB.

Saluran KGB yang disebut limfatik merupakan saluran halus yang sukar terlihat pada
potongan jaringan biasa karena saluram tersebut akan mudah kolaps, kecuali terisi oleh
cairan edema atau leukosit yang kembali masuk sirkulasi. Saluran ini tersusun oleh
endotel yang berkesinambungan dengan cell junction yang tumpang tindih dan longgar,
serta membran basalis yang tipis.

Saluran KGB dibedakan menjadi dua macam yaitu pembuluh limfa kanan dan pembuluh
limfa kiri. Pembuluh limfa kanan berfungsi menampung cairan limfa yang berasal dari
daerah kepala, leher bagian kanan, dada kanan, dan lengan kanan. Pembuluh ini
bermuara pada vena yang berada di bawah selangka kanan. Pembuluh limfa kiri
berfungsi menampung getah bening yang berasal dari daerah kepala, leher kiri, dada kiri,
dan lengan kiri serta tubuh bagian bawah. Pembuluh ini bermuara pada vena di bawah
selangka kiri

Fungsi sistem peredaran getah bening adalah sebagai berikut.

1. Untuk sistem pertahanan tubuh.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 46


2. Mengangkut kembali cairan tubuh, cairan plasma darah, sel darah putih yang berada
di luar pembuluh darah, dan mengangkut lemak dari usus ke dalam sistem peredaran
darah.

LALU LINTAS SALURAN KELENJAR GETAH BENING PADA SAAT INFLAMASI

Selama inflamasi aliran saluran KGB (limfe) meningkat dan membesar sehingga dapat
mengalirkan cairan edema (cairan limfe). Cairan limfe mengandung sel-sel darah putih,
sel plasma, monosit dan histiosit yang berfungsi mematikan kuman penyakit yang masuk
ke dalam tubuh. Sebelum cairan ini keluar dari pembuluh darah dan mengisi ruang
antarsel terjadi pembesaran nodus limfatikus akibat dari infeksi, pembesaran ini
disebabkan karena poliferasi limfosit B dan diferensiasi Limfosit B menjadi sel plasma
kumpulan perubahan histologi ini dinamakan limfadenitis reaktif atau limfadenitis
meradang. Setelah itu sel-sel ini ke organ infeksius sehingga membuat jaringan
membekak, memerah dan terasa panas dan sakit.

Pada saat inflamasi luas aliran limfe juga dapat mengangkut agen penyerang seperti
mikroba dan kimiawi. Akbatnya saluaran limfe itu sendiri dapat mengalami peradangan
sekunder (limfangitis), begitu pula dengan KGB dapat menyebabkan limfadenitis

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 47


PEMULIHAN

Pemulihan Jaringan merupakan serangkaian proses bertahap yang terjadi setelah


adanya rangsangan atas cedera sel (jejas) yang memicu pengaktifan jalur replikasi pada
sel lainnya.

MEKANISME

Pemulihan jaringan melibatkan dua proses, yakni regenerasi jaringan parenkim dan
penggantian oleh jaringan ikat (fibrosis) yang disebut juga pembentukan jaringan parut.

1. REGENERASI SEL
Dalam melakukan regenerasi sel, diperlukan adanya reseptor dan mediator.
a) Reseptor
Peran reseptor pada proses regenerasi sel adalah sebagai bagian yang berfungsi
menangkap dan mengolah sinyal pertumbuhan yang di kendalikan oleh Matriks
Ekstraseluler (ECM). Matriks ekstraseluler mrupakan kompleks makromolekul yang
mengalami remodeling secara dinamis dan konstan, menyusun ruang di sekeliling sel.
Selain itu matriks ekstraseluler juga sebagai penyokong mekanis untuk berlabuhnya
sel, pemeliharaan diferensiasi sel, dan terpenting sebagai pengendali pertumbuhan
sel. Reseptor yang berperan dalam menangkap sinyal dari matriks ekstraseluler
adalah reseptor pertumbuhan. Reseptor ini akan meneruskan rangsangan ke inti sel
melalui mediator.

b) Mediator
Mediator yang berperan menyampaikan rangsang ke inti sel terdiri dari sinyal
terlarut dan sinyal tak terlarut yang dperantarai sitoskeleton.

2. PEMULIHAN JARINGAN IKAT


Jejas jaringan berat atu menetap disertai kerusakan parenkim menimbulkan suatu
keadaan yang pemulihannya tidak dapat dilaksanakan melalui regenerasi parenkim
saja. Pada kondisi ini perganitian sel parenkim non generatif oleh jaringan ikat.
Terdapat tiga tahap dalam mekanisme fibrosis, yakni angiogenesis, pembentukan
jaringan parut, remodeling jaringan parut.

a) Angiogenesis
Merupakan suatu proses pembentukan pembuluh darah baru yang berasal dari
pembuluh darah sebelumnya yang membentuk tunas kapiler. Terdapat tiga
mekanisme angiogenesis yakni migrasi, proliferasi, dan maturasi.
Migrasi merupakan proses dimana tunas kapiler menyebar secara acak, proliferasi
merupakan proses dimana sel kapiler yang baru terbentuk mengalami siklus sel,

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 48


sedangkan maturasi adalah pematangan sel kapiler yang dibantu sel-sel otot polos
atau perisit.

b) Pembentukan Jaringan Parut (Fibrosis)


Fibrosis merupakan mekanisme penambahan granulasi pada pembuluh darah baru
pada tempat pemulihan. Jaringan granulasi yang terbentuk banyak akan berubah
menjadi pucat dan sangat avaskular.

c) Remodeling Jaringan Parut


Perubahan dari jaringan parut melibatkan perubahan dalam komposisi ECM, lantas
ECM akan terus diubah dan dilakukan terus remodeling. Proses ini berperan dalam
tahap akhir pemulihan setiap defek jaringan.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 49


PENYEMBUHAN LUKA

Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks, tetapi umumnya terjadi
secara teratur.secara beruntun pertama-tama beberapa jenis sel akan membersihkan
jejas, kemudian secara progresif membangun dasar untuk mengisi setiap defek yang
dihasilkan. Peristiwa tersebut tertata rapi pada keadaan saling mempengaruhi antara
factor pertumbuhan terlarut dan ECM ; factor fisik juga turut berperan, termasuk tenaga
yang dihasilkan oleh perubahan bentuk sel. Penyembuhan luka akhirnya dapat di
ringkas menjadi serangkaian proses,

 Induksi respons peradangan akut oleh jejas awal


 Regenerasi sel parenkim (jika mungkin)
 Migrasi dan proliferasi, baik sel parenkim maupun sel jaringan ikat
 Sintesis protein ECM
 Remodeling unsur parenkim untuk mengembalikan fungsi jaringan
 Remodeling jaringan ikat untuk memperoleh kekuatan luka

Disini, kami menggambarkan secara khusus proses penyembuhan luka kulit. Proses ini
melibatkan, baik regenerasi epitel maupun pembentukan parut jaringan ikat, dan
merupakan penggambaran prinsip umum yang berlaku pada penyembuhan luka di semua
jaringan. Namun, seharusnya disadari bahwa setiap jaringan yang berbeda di dalam
tubuh mempunyai sel dan gambaran khusus yang memodifikasi skema dasar yang
dibahas disini.

A. Penyembuhan primer

Salah satu contoh paling sederhana pemulihan luka adalah penyembuhan suatuinsisi
bedah yang bersih dan tidak terinfeksi di sekitar jahitanbedah. Proses ini disebut dengan
penyatuan primer, atau penyembuhan primer. Insisi tersebut hanya menyebabkan
robekan fokal pada kesinambungan membrane basalis epitel dan menyebabkan kematian
sel epitel dan jaringan ikat dalam jumlah yang relative sedikit. Akibatnya, regenerasi
epitel menonjol daripada fibrosis. Ruang insisi yang sempit segera terisi oleh darah

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 50


bekuan fibrin; dehidrasi pada pemukaan menghasilkan suatu keropeng yang menutupi
dan melindungi tempat penyembuhan.

Dalam waktu 24 jam, neutrofil akan muncul pada tepi insisi, dan bermigrasi menuju
bekuan fibrin. Sel basal pada tepi irisan epidermis mulai menunjukan peningkatan
aktivitas mitosis. Dalam waktu 24 hingga 48 jam, sel epitel dari kedua tepi irisan telah
mulai bermigrasi dan berprofilerasi di sepanjang dermis, dan mendepositkan komponen
membrane basalis saat dalam perjalanannya. Sel tersebut bertemu di garis tengah di
bawah keropeng permukaan, menghasilkan suatu lapisan epitel tipis yang tidak putus.

Pada hari ke-3, neutrofil sebagian telah besar digantikan oleh makrofag, dan jaringan
granulasi secara progresif menginvasi ruang insisi. Serat kolagen pada tepi insisi sekarang
timbul, tetapi mengarah vertical dan tidak menjebatani insisi. Proliferasi sel epitel
berlanjut, menghasilkan suatu lapisan epidermis penutup yang menebal.

Pada hari ke-5, neovaskularisasi mencapai puncaknya karena jaringan granulasi mengisi
ruang insisi. Serabut kolagen menjadi lebih berlimpah dan mulai menjebatani insisi.
Epidermis mengembalikan ketebalan normalnya karena diferensiasi sel permukaan
menghasilkan arsitektur epidermis matur yang disertai dengan keratinisasi permukaan.

Selama minggu kedua, penumpukan kolagen dan proliferasi fibroblast masih berlanjut,.
Infiltrate leukosit, edema, dan peningkatan vaskularitas telah amat berkurang. Proses
panjang “pemutihan” dimulai, dilakukan melalui peningkatan deposisi kolagen di dalam
jaringan parut bekas insisi dan regresi saluran pembuluh darah.

Pada akhir bulan pertama, jaringan parut yang bersangkutan terdiri atas suatu jaringan
ikat sel yang sebagian besar tanpa disertai sel radang dan ditutupi oleh suatu epidermis
yang sangat normal. Namun, tambahan dermis yang hancur pada garis insisi akan
menghilang permanen. Kekutan regang pada luka meningkat bersama perjalanan waktu,
seperti yang akan digambarkan kemudian.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 51


B. Penyembuhan sekunder

Jika kehilangan sel atau jaringan terjadi lebih luas, seperti infark, ulserasi radang,
pembentukan abses, atau bahkan luka besar, proses pemulihannya menjadi lebih
kompleks. Pada keadaan ini, regenerasi sel parenkim saja tidak dapat mengembalikan
arsitektur asal. Akibatnya, tterjadi pertumbuhan jaringan granulasi yang luas kea rah
dalam dari tepi luka, diikuti dengan penumpukan ECM serta pembentukan jaringan
parut. Bentuk penyembuhan ini disebut sebagai penyatuan sekunder, atau penyembuhan
sekunder. Penyembuhan sekunder berbeda dengan penyembuhan primer dalam beberapa
hal:

 Secara intrinsik, kerusakan jaringan yang luas mempunyai jumlah debris


nekrotik, eksudat, dan fibrin yang lebih besar yang harus disingkirkan.
Akibatnya, reaksi radang menjadi lebih hebat, dan berpotensi lebih besar
mengalami cedera sekunder yang diperantarai radang.
 Jaringan granulasi akan terbentuk dalam jumlah yang jauh lebih besar.
Kerusakan yang lebih luas meningkatkan jumlah jaringan granulasi yang lebih
besar untuk mengisi kekosongan dalam arsitektur stroma dan menyediakan
kerangka pertumbuhan kembali epitel jaringan yang mendasari. Pada umumnya,
jaringan granulasi yang lebih besar akan menghasilkan suatu massa jaringan
parut yang lebih besar.
 Penyembuhan sekunder menunjukan fenomena kontraksi luka. Sebagai contoh,
dalam waktu 6 minggu kerusakan kulit yang luas dapat berkurang menjadi 5%-
10% dari ukuran semula, terutama melalui kontraksi. Proses ini dianggap berasal
dari adanya miofibroblas, yaitu fibroblast yang diubah yang menunjukkan
berbagai gambaran ultrastruktural dan fungsional sel otot polos kontraktil.

Kekuatan luka

Luka yang dijahit dengan cermat mempunyai kira-kira 70% kekuatan dibandingkan
kekuatan kulit yang tidak terluka, sebagian besar disebabkan oleh penempatan jahitan.
Jika jahitan dilepas, biasanya setelah 1 minggu, kekuatan luka menjadi kira-kira 10%
dari kulit yang tidak terluka, tetapi kekuatan ini meningkat dengan cepat selama 4

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 52


minggu berikutnya. Pemulihan kekuatan peregangan diakibatkan oleh adanya sintesis
kolagen yang melebihi degradasinya selama 2 bulan pertama, dan oleh perubahan
structural kolagen (misalnya, pertautan silang dan peningkatan ukuran serabut) ketika
sintesisnya berkurang disaat selanjutnya. Kekuatan luka mencapai kira-kira 70%-80%
dari normal pada bulan ke-3, tetapi biasanya tidak akan meningkat melebihi angka
tersebut.

Aspek patologis pemulihan

Dalam penyembuhan luka, pertumbuhan sel yang normal dan fibrosis dapat diubah oleh
berbagai macam pengaruh, yang sering kali mengurangi kualitas atau kecukupan proses
pemulihan. Factor ini dapat bersifat ekstrinsik (misalnya, infeksi) atau intrinsic terhadap
jaringan yang cedera:

 Infeksi, merupakan penyebab tunggal terpenting melambatnya penyembuhan,


dengan memperpanjang fase peradangan proses tersebut dan berpotensi
meningkatkan jejas jaringan local. Nutrisi mempunyai efek mendalam terhadap
penyembuhan luka; misalnya, kekurangan protein dan khususnya kekurangan
vitamin c, menghambat sintesis kolagen dan memperlama penyembuhan.
Glukokortikoid (steroid) telah lama dikenal mempunyai efek antiradang, dan
pemberiannya dapat mengakibatkan penurunan kekuatan luka yang disebabkan
oleh berkurangnya fibrosis. Namun, dalam beberapa contoh, efek anti radang
glukokortikoid memang dikehendaki. Factor mekanis, seperti peningkatan
tekanan local atau torsi dapat menyebabkan luka-luka menjadi terpisah, atau
dehisce.perfusi yang buruk yang disebabkan oleh arteriosklerosis ataupun oleh
sumbatan aliran vena, juga mengganggu penyembuhan. Dan pada akhirnya
benda asing, seperti pecahan baja, kaca, atau bahkan tulang, akan menghalangi
penyembuhan.
 Jenis (dan jumlah) jaringan yang mengalami jejas merupakan factor penting.
Pemulihan sempurna hanya dapat terjadi pada jaringan yang tersusun atas sel
stabil dan labil; bahkan kemudian, cedera yang luas akan mungkin
mengakibatkan regenerasi jaringan menjadi tidak sempurna dan setidaknya akan

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 53


kehilangan sebagian fungsinya. Jejas pada jaringan yang tersusun atas sel
permanen pasti mengakibatkan pembentukan jaringan parut, disertai paling
maksimal, adanya upaya kompensasi fungsional oleh sisa unsur yang dapat hidup.
Contohnya adalah pada kasus penyembuhan infark miokard.
 Lokasi atau sifat jaringan yang mengalami jejas merupakan hal yang penting pula.
Sebagai contoh, peradangan yang muncul dalam rongga jaringan menghasilkan
eksudat luas. Pemulihan selanjutnya dapat terjadi melalui cernaan eksudat, yang
dimulai oleh enzim proteolitik leukosit serta penyerapan eksudat, yang dimulai
oleh enzim proteolitik leukosit serta penyerapan eksudat yang mencair. Proses ini
disebut resolusi, dan jika tidak terjadi nekrosis sel, bentuk jaringan yang normal
pada umumnya akan diperbaiki. Namun, pada penumpukan yang lebih besar,
eksudat tersebut mengalami organisasi—jaringan granulasi tumbuh ke dalam
eksudat yang akhirnya diikuti oleh pembentukan jaringan parut fibrosa.
 Penyimpangan pertumbuhan sel serta produksi ECM dapat terjadi walaupun
dimulai dengan penyembuhan luka normal. Luka yang menyembuh dapat pula
menghasilkan jaringan granulasi yang berlebihan yang menonjol diatas kulit
sekitar dan dalam kenyataanya akan menghambat reepitelisasi. Keadaan ini biasa
disebut dengan granulasi eksuberan, dan untuk mengembalikan kontinuitas epitel
memerlukan reseksi bedah atau reseksi menggunakan kauter pada jaringan
granulasi tersebut.

Mekanisme yang mendasari fibrosis yang menimbulkan cacat dihubungkan dengan


penyakit radang kronis, seperti arthritis rheumatoid, fibrosis paru, dan sirosis, pada
dasarnya sama dengan mekanisme yang terlibat dalam penyembuhan luka normal.
Namun, pada berbagai penyakit ini perangsangan fibrogenesis yang menetap berasal dari
reaksi imun/ autoimun kronis yang menyokong sintesis dan sekresi factor pertumbuhan,
sitokin fibrogenik, dan protease.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 54


LUKA BAKAR

LUKA BAKAR (COMBUSTIO)


 Definisi
o Luka bakar adalah injury pada jaringan yang disebabkan oleh suhu panas,
kimia, elektrik, radiasi dan thermal. (Arief Mansjoer, dkk, 1999 : 365)
o Luka bakar adalah luka yang terjadi bila sumber panas bersentuhan dengan
tubuh atau jaringan dan besarnya luka ditentukan oleh tingkat panas atau suhu
dan lamanya terkena. (Suzzane & Brenda, 2002 : 816)
o Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh karena kontak lansung atau
bersentuhan langsung atau tidak langsung dengan panas, kimia dan sumber lain
yang menyebabkan terbakar. (Hudak & Gallo, 1996 : 927)
o Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam
(Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).

 Klasifikasi
o Berdasarkan Kedalaman
1. Ketebalan Parsial Superfisial (Derajat I)
a) Kerusakan epitel minimal
b) Penyebab umum sinar matahari
c) Kering tidak ada lepuh, merah muda, pucat dengan tekanan
d) Sangat nyeri
e) Sembuh sekitar 5 hari
2. Ketebalan Parsial Dangkal (Derajat II)
a) Jaringan yang terkena epidermis dan minimal dermis
b) Penyebab umum : cahaya, cairan panas
c) Lembab, merah berbintik atau merah muda, lepuh, sebagian memucat
d) Nyeri
e) Sembuh sekitar 21 hari, jaringan parut minimal
3. Ketebalan Parsial Dermal Dalam (derajat III)

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 55


a) Seluruh epidermis, sebagian dermis, lapisan rambut dan kelenjar
keringat utuh.
b) Penyebab umum : kebakaran benda padat panas.
c) Kering pucat
d) Penyebab Utama kebakaran terus menerus, listrik, bahan kimia dan uap
panas.
e) Sedikit nyeri
f) Tidak bergenerasi sendiri tetapi memerlukan pencangkokan.
o Berdasarkan Agen Penyebab
1. Luka Bakar Thermal
Agen penyebab dapat berupa api, air panas dan kontak dengan objek panas.
2. Luka Bakar Kimia
Terjadi dari type atau kandungan serta konsentrasi dengan suhu.
3. Luka Bakar Listrik
Terjadi dari type atau voltage aliran yang menghasilkan proporsi
panas untuk tahanan dan mengirimkan jalan sedikit tahanan.
4. Luka Bakar Radiasi
Misal terjadi akibat sinar matahari.
o Berdasarkan Keparahan Luka Bakar
1. Luka Bakar Minor
a) Ketebalan parsial.
b) LPTT < 15% pada orang dewasa, LPTT 10% pada anak-anak.
c) Cidera ketebalan penuh.
2. Cidera Luka Bakar Sedang Tak Terkomplikasi
a) Ketebalan parsial dengan LPTT 15-25% pada orang dewasadan LPTT
20% pada anak-anak.
b) Cidera ketebalan penuh dengan LPTT 10%.
3. Luka Bakar Mayor
a) Cidera ketebalan parsial dengan LPTT >25% pada orang dewasa dan
LPTT >20% pada anak-anak.
b) Cidera tebal penuh dengan LPTT 10% atau > besar.
c) Luka bakar mengenai tangan, wajah, mata, telinga, kaki dan perineum.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 56


d) Cidera sengatan listrik.

 Etiologi
o Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
 Gas
 Cairan
 Bahan padat (Solid)
o Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
o Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
o Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

 Tanda dan Gejala


o Derajat I (superficial)
 Lapisan luar epidermis terbakar
 Edema
 Kulit kering
 Pucat saat ditekan
 Eritema ringan hebat
o Derajat II (parsial)
 Mengenai epidermis
 Bila dibersihkan tampak homogen
 Pucat bila ditekan
 Kemerahan dan kulit melepuh
 Sensitif terhadap dingin
o Derajat III
 Mengenai seluruh lapisan kulit
 Warna merah tua, hitam, putih atau cokelat
 Permukaan kering dan edema
 Kerusakan jaringan lemak terlihat
o Derajat IV
 Mengenai seluruh jaringan dibawah kulit
 Kerusakan jaringan seluruh lapisan kulit

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 57


 Mengenai muskulus dan tulang.
(Hudak & Gallo : 1996)

 Fase Luka Bakar


o Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang
penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam
fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas),
brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway
tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun
masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam
48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama
penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang berawal
dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara paskan O2 dan
tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat
berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi dengan problema
instabilitas sirkulasi.

o Fase sub akut.


Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan
atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan :
1. Proses inflamasi dan infeksi.
2. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau
tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ
fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 58


o Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.

 Klasifikasi Luka Bakar


o Dalamnya luka bakar.
Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan
Ketebalan Jilatan api, Kering tidak ada Bertambah Nyeri
partial sinar ultra gelembung. merah.
superfisial violet (terbakar Oedem minimal
(tingkat I) oleh matahari). atau tidak ada.
Pucat bila ditekan
dengan ujung jari,
berisi kembali bila
tekanan dilepas.
Lebih dalam Kontak dengan Blister besar dan Berbintik-bintik Sangat
dari ketebalan bahan air atau lembab yang yang kurang jelas, nyeri
partial bahan padat. ukurannya putih, coklat,
(tingkat II) Jilatan api bertambah besar. pink, daerah
Superfisial kepada Pucat bial ditekan merah coklat.
Dalam pakaian. dengan ujung jari,
Jilatan bila tekanan
langsung dilepas berisi
kimiawi. kembali.
Sinar ultra
violet.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 59


Ketebalan Kontak dengan Kering disertai Putih, kering, Tidak sakit,
sepenuhnya bahan cair atau kulit mengelupas. hitam, coklat tua. sedikit
(tingkat III) padat. Pembuluh darah Hitam. sakit.
Nyala api. seperti arang Merah. Rambut
Kimia. terlihat dibawah mudah
Kontak dengan kulit yang lepas bila
arus listrik. mengelupas. dicabut.
Gelembung jarang,
dindingnya sangat
tipis, tidak
membesar.
Tidak pucat bila
ditekan.

Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor


antara lain :
1. Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2. Kedalaman luka bakar.
3. Anatomi lokasi luka bakar.
4. Umur klien.
5. Riwayat pengobatan yang lalu.
6. Trauma yang menyertai atau bersamaan.

Patofisiologi (Hudak & Gallo; 1997)


Efek fisiologi yang merugikan pada luka bakar dapat ringan, pembentukan jaringan
parut lokal atau luka bakar yang berat yang berupa kematian. Pada luka bakar yang
lebih besar terjadi kecacatan. Setelah permulaan luka bakar dan akibat trauma kulit
dapat berkembang dan merusak berbagai organ. Perkembangan ini kompleks dan pada
beberapa kasus kejadiannya tak dapat dijelaskan. Yang penting besarnya perubahan
fisiologi yang disertai dengan luka bakar berkisar pada dua kejadian yang mendasari
yaitu :
 Kerusakan langsung pada kulit dan gangguan fungsinya.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 60


 Stimulasi kompensasi reaksi pertahanan masif yang meliputi pengaktifan respon
keradangan dan respon stress sistem syaraf simpatis.
1. Kerusakan Kulit Dan Kehilangan Fungsi.
Tubuh mempunyai beberapa metode untuk mengkompensasi terhadap luasnya
variasi dalam temperatur eksternal. Sirkulasi darah bertindak menghasilkan dan
menghantarkan panas, penghantaran pasas yang efisien di bawah normal. Bila panas
diberikan pada kulit maka temperatur subdermal segera meningkat dengan cepat.
Segera sumber panas dipindah (diangkat), tubuh akan kembali normal dalam
beberapa detik. Jika sumber panas tidak segera dihilangkan atau diberikan rata-rata
atau pada tingkat yang melebihi kapasitas kulit untuk menghantarkannya, maka
terjadilah kerusakan kulit. Paparan panas yang relatif rendah yang lama atau
paparan pendek temperaturnya yang lebih tinggi dapat menyebabkan kerusakan
kulit yang progresif pada tingkat yang lebih dalam. Kebanyakan luka bakar pada
ukuran yang berarti menyebabkan kerusakan sel melalui semua lapisan, meskipun
tidak sama pada semua area.
Ketebalan kulit yang terlibat tergantung pada kerusakan jaringan yang disebabkan
oleh panas. Panas yang kurang dalam waktu yang diperlukan untuk kerusakan pada
daerah tubuh dengan kulit tipis sebanding dengan daerah dimana kulit lebih tebal.
Kulit yang paling tebal adalah pada daerah belakang dan paha, dan yang paling tipis
sekitar tangan bagian medial, batang hidung dan wajah. Kulit umumnya lebih tipis
pada anak-anak dan orang tua dari pada dewasa pertengahan. Orang tua mempunyai
penurunan lapisan subkutan, kehilangan serat elastik dan pengurangan semua
kemampuan untuk merespon terhadap trauma.

2. a. Aktifitas Respon Kompensasi Terhadap Keradangan.


Beberapa luka jaringan yang diterima tubuh sebagai ancaman homeostasis yang
normal adalah respon pertahanan yang dirangsang sebagai sebagai kondisi dan
kerusakan, urutan respun aktual ini selalu sama. Besarnya respon tergantung
pada intensitas dan lamanya permulaam kerusakan. Satu hal yang penting untuk
diingat dahwa respon keradangan (inflamatory respon) merupakan mekanisme
kompensasi yang segera membantu tubuh bila invasi atau luka terjadi. Aksi-aksi
ini merencanakan pertahanan lokal dan dalam waktu yang relatif pendek. Bila

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 61


aksi-aksi ini menyebar cepat dan menetap, maka akan menyebabkan komplikasi
fisiologis yang merugikan yang juga mempengaruhi pertahanan homeostasis.
Respon terhadap keradangan pada luka terjadi secara primer pada tingkat
vasculer. Kerusakan jaringan dan makrofage dalam jaringan mengurangi kelenjar
kimia tubuh (histamin, bradikinin, serotonin dan vasoaktif-amin yang lain) yang
menyebabkan dilatasi pembuluh darah (vaso) dan meningkatkan permiabilitas
kapiler. Bila kerusakan jaringan bersifat luas, substansi ini disekresi dalam jumlah
besar, diedarkan secara sistemik dan menyebabkan perubahan vaskuler pada
semua jaringan. perubahan vaskuler ini bertanggungjawab terhadap manifestasi
klinik dini pembuluh darah (kardiovasculer) dan komplikasi yang menyertai luka
bakar. Substansi ini juga mempengaruhi darah dan pembuluh darah, substansi
kimiawi (chemotaksik) yang disertai oleh jaringan makrofage yang mengikal
leukosit khusus pada lokasi luka dan merubah sumsum tulang dan kematangan
leukosit. Perubahan ini segera menyeluruh dan lebih jauh mempengaruhi fungsi
kekebalan tubuh.
b. Aktifitas Respon Kompensasi Sistem Syaraf Simpatis.
Respon sistem syaraf simpatis dibangkitkan oleh pemisahan simpatis pada sistem
syaraf otonom pada hubungan sistem endokirn sebagai reaksi internal pada
kondisi yang mengancam kekacauan homeostasis internal. Reaksi ini kadang-
kadang berbentuk gejala adaptasi umum (general adaptif syndrom) atau reaksi
bertempur dan lari (fight or flight) karena mereka mempersiapkan tubuh untuk
aktifitas yang mengijinkan perubahan pada keadaan semula. Respon terhadap
stress segera menimbulkan perubahan fisiologi (adaptasi) yang merangsang atau
menambah fungsi untuk keperluan bertempur atau lari (fight or flight) atau
menambah fungsi agar tidak segera menyebabkan fight or flight.
Perubahan rangsangan fisiologis meliputi peningkatan rata-rata dan kedalaman
pernafasan, peningkatan rata-rata denyut jantung, vasokunstriksi selektif,
peningkatan aliran darah otak, hati, muskuloskeletal dan miokardium,
peningkatan metabolisme dan pembentukan substansi energi tinggi dan
penurunan persediaan glikogen dan lemak. Perubahan fisiologis yang terhambat
meliputi penurunan aliran darah ke kulit, ginjal dan saluran pencernaan (traktus
intestinal) serta penurunan pergerakan sistem pencernaan (Gastrointestinal) dan

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 62


sekresi. Respon ini berguna bagi tubuh untuk waktu yang pendek dan membantu
mempertahankan fungsi organ vital dalam kondisi yang merugikan atau
memperburuk keadaan. Bagaimanapun bila respon simpatis berlanjut untuk
waktu yang lama tanpa pengaruh dari luar, respon tubuh menjadi lebih tertekan
dan menyebabkan kondisi patologis menuju kehabisan sumber yang bersifat
adaptasi.

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 63


DAFTAR PUSTAKA

Cotran,Kumar,Robin.2007.BukuAjarPatologi.EGC:Jakarta

Patologi UI

Kamus kedokteran Dorland

Fundamental Basic Science 3 Jejas Sel 64

You might also like