Professional Documents
Culture Documents
Makalah Jejas
Makalah Jejas
Korban dibawa oleh tetangga kerumah sakit untuk perawatan yang lebih intensif.
Dokter mengatakan bahwa akan membutuhkan waktu yang lama bagi perempuan tua
untuk penyembuhan karena derajat atau tingkatan dari luka bakarnya lebih tinggi dari
perempuan muda. Perempuan tua mempunyai luka bakar pada derajat/tingkat IIIA,
sementara perempuan muda berada pada derajat/tingkat II. Tim dokter akan melakukan
penanaman jaringan/transplatasi jaringan untuk membantu menyembuhkan luka dengan
baik.
Page 2
Enam bulan kemudian setelah kecelakaan, keduanya baik perempuan tua dan
perempuan muda sudah sembuh. Tetapi perempuan tua mempunyai beberapa tanda atau
bekas luka yang masih terlihat didadanya. Tetapi, secara umum kedua perempuan
tersebut sudah dapat melakukan aktivitas yang biasa mereka lakukan.
Terminologi
Problem
Hipotesis
1. Luka bakar.
2. Cedera sel.
3. Sel yang mengalami kerusakan karena tidak dapat beradaptasi
Metabolic structural I
I I REVERSIBLE
IRREVERSIBLE
CELL DEATH
I Don’t know
2. Definisi inflamasi
Jenis inflamasi
Mekanisme inflamasi
Peran kelenjar getah bening dan pembuluh getah bening
3. Definisi pemulihan
Mekanisme pemulihan
Respon pemulihan inflamsi
Factor penunjang cell recovery
Manusia sesungguhnya, berupa kelompok sel-sel yang tersususn rapi dan rumit.
Kesehatan perorangan berasal dari kesehatan selnya. Penyakit mencerminkan disfungsi sejumlah
penting sel-sel.
Dalam bereaksi terhadap tekanan yang progresif, sel akan :
Menyesuaikan diri
Terjadi jejas yang dapat pulih kembali (reversible)
Mati
Kelangsungan fungsi dan struktur fungsi sel normal, beradaptasi, terjejas ireversibel, mati
merupakan keadaan yang berbatas kaburSemua tekanan atau pengaruh berbahaya berdampak
pertama-tama pada tingkat molekul. Perubahan molekul dan fungsi selalui mendahului
perubahan morfologi. Waktu yang diperlukan untuk menimbulkan perubahan yang tampak pada
adaptasi sel, jejas dan kematian berbeda-beda sesuai dengan kemampuan pemilihan cara-cara
yang dipakai untuk mendetiksi perubahan tersebut.
Setelah nanti akhirnya sis el mengalami kematian yaitu pada tahap jejas ireversibel, ada
pola dasar kematian sel. Pola tersbut mempunyai mekanisme yang berbeda,tetapi terdapat juga
pertimbangan yang tumpang tindih di antara dua proses:
Nekrosis(Khususnya nekrosis koagulatif) terjadi setelah suplai darah hilang atau setelah
terpajan toksin dan ditandai dengan pembengkakan sel ,denaturasi protein dan
kerusakan organela. Jalur lintas kematian sel tersebut dapat menyebabkan disfungsi
berat jaringan.
Apoptosis terjadi sebagai akibat program “bunuh diri” yang dikontrol secara
internal,setelah sel mati yang disingkirkan dengan gangguan minimal dari jaringan
sekitarnya. Keadaan tersebut terjadi dalam kondisis fisiologis, saat sel yang tidak
dikehendaki dieleminasi (missal, embryogenesis), dan dalam berbagai kondisi patologis
(misal, kerusakan mutasi yang tidak dapat diperbaiki.
Hubungan antara sel normal, sel yang beradaptasi, serta cedera sel reversible dan
ireversibel digambarkan pada penjelasan berikut. Miokardium menjadi sasaran terhadap
peningkatan beban yang menetap, seperti pada hipertensi atau dengan katup stenotik,
breradaptasi dengan mengalami hipertrofi (suatu penambahan ukuran sel dan akhirnya selurug
jantung) untuk menimbulkan tekanan lebih tinggi yang diperlukan. Sebaliknya, selama masa
kelaparan yang lama atau kakeksia (kehilangan berat badan, seperti akibat tumor ganas),
c. Agen Fisika :
• Trauma mekanik pada organel intrasel atau pada keadaan yang ekstrem, dapat merusak sel
secara keseluruhan.
• Suhu rendah Vasokonstriksi dan mengacau perbekalan darah untuk sel-sel, bila suhu semakin
rendah, air intrasel akan mengalami kristalisasi.
• Suhu tinggi yang merusak dapat membakar jaringan.
• Perubahan mendadak tekanan atmosfer juga dapat berakibat gangguan perbekalan darah
d. Agen Mikrobiologi :
• Virus dan rcketsia merupakan parasit obligat intrasel yang hidupnya hanya di dala sel-sel
hidup.
• Virus yang menyebabkan perubahan pada sel : Sitolisis (dapat menyebabkan kematian sel),
Onkogen (merangsang replikasi sel, berakibat tumor).
• Kuman dengan membebaskan eksotoksin dan endotoksin yang mampu mengakibatkan jejas sel,
melepaskan enzim sehinga dapat merusak sel.
• Jamur, protozoa dan cacing dapat menyebabkan kerusakan dan penyakit pada sel
e. Mekanisme Imun :
• Penyebab kerusakan sel dan penyakit pada sel.
• Antigen penyulut berasal dari eksogen (Resin tanaman beracun), endogen (antigen sel) yang
menyebabkan penyakit autoimun.
f. Cacat Genitika :
• Kesalahan metabolisme keturunan dapat mengurangi sutu enzem sel.
• Dalam keadaan parah meyebabkan kelangsungan hidup sel tidak sesuai.
• Beberapa keadaan abnormal genetika diturunkan sebagai sifat keluarga (anemia sel sabit).
h. Penuaan :
• Penuaan dan kematian sel merupakan akibat penentuan progresif selama jangka waktu hidup
sel dengan informasi genitik yang tidak sesuai akan menghalangi fungsi normal sel.
1. Membran sel
2. Mitokondria
3. Nukleus
4. Sitoskeleton
Faktor yang menentukan respon yang diberikan sel saat mengalami stress :
1.Adaptasi,
Respons adaptasi utama adalah atrofi, hipertrofi, hiperplasia, dan metaplasia. Apabila
kemampuan adaptatif berlebihan, maka akan mengalami Jejas sel (cell injury).
Sel memiliki homeostatis. Contoh : Untuk melindungi kulit dari sinar UV maka
diproduksi melanin.
Ketika sel tidak dapat beradaptasi, sel yang berfungsi untuk memperbaiki kerusakan sel
mengalami kerusakan .
Sel yang rusak kembali pulih ketika stress pulih. Maka kerusakan sel ini disebut reversible
Sel tidak dapat pulih dikarenakan stress yang serius. Dan kerusakan sel ini disebut
irreversible . Namun, dengan stress berat atau menetap, terjadi cedera ireversibel dan sel
yang terkena mati.. Maka sel tersebut akan tetap mengalami kerusakan hingga akhirnya
sel tersebut mati (nekrosis atau apaptosis). Pola Dasar Kematian Sel:
Nekrosis terjadi setelah suplai darah hilang atau setelah terpajan toksin dan ditandai
dengan pembengkakan sel, denaturasi protein, dan kerusakan organela.jalur lintas
kematian sel tersebut menyebabkan disfungsi berat.
Apoptosis kematian sel yang telah diprogramkan “bunuh diri”. Keadaan tersebut terjadi
dalam kondisi fisiologis, saat sel yang tidak dikehendaki dieliminasi, dan dalam berbagai
kondisi patologis contohnya kerusakan mutasi yang tidak dapat diperbaiki).
1. Respons selular terhadap stimulus yang berbahaya bergantung pada tipe cedera,
durasi, dan keparahannya.
2. Akibat suatu stimulus yang berbahaya bergantung pada tipe, status, kemampuan
adaptasi, dan susunan genetik sel yang mengalami jejas.
3. Empat sistem intraselular yang paling mudah terkena adalah 1) keutuhan
membran sel, 2) pembentukan adenosin trifosfat (ATP) paling besar melalui
respirasi aerobik mitokondria, 3) sintesis protein, dan 4) keutuhan perlengkapan
genetik.
4. Komponen struktural dan biokimiawi suatu sel terhubung secara utuh tanpa
memandang lokus awal jejas, efek mutipel sekunder yang terjadi sangat cepat.
5. fungsi sel hilang jauh sebelum terjadi kematian sel, dan perubahan morfologi jejas
sel.
Dengan prinsip yang ada Jejas pada sel dikenal 4 bentuk yang lazim terjadi yaitu Jejas
iskemik-hipoksik, Jejas iskemia/reperfusi, jejas yang diinduksi radikal bebas, jejas
kimiawi.
1. Jejas hipoksia disebabkan paling banyak karena iskemia. Efek pertama hipoksia
adalah pada respirasi aerobik sel, yaitu fosforilasi oksidatif oleh mitokondria
akibat penurunan tegangan oksigen, pembentukan ATP intrasel yang jelas
berkurang. Hasil dari deplesi ATP mempunyai efek yang luas pada banyak sistem
dalam sel. Aktivitas pompa natrium menurun sehingga terjadi akumulasi natrium
intrasel dan difusi kalium keluar sel. Glikolisis anaerob meningkat akibat
meningkatnya ATP disertai AMP yang meningkat. Penurunan kadar pH dan
ATP menyebabkan ribosom lepas dari REK dan polisom untuk berubah menjadi
monosom (sintesis protein menurun).
2. Jejas reperfusi/iskemia terjadi jika sel mengalami jejas sel mengalami perbaikan
aliran darah secara paradoks, pada terakselerasi dan dieksaserbasi (lebih buruk)
sehingga jaringan yang menyokong menjadi kehilangan sel selain sel yang rusak
ireversibel.
3. Jejas sel yang diinduksi radikal bebas juga mendasari cedera zat kimia dan radiasi,
toksisitas oksigen dan gas lain, penuaan selular, pembunuhan mikroba oleh sel
fagositik, kerusakan sel radang, destruksi tumor oleh makrofag, dan proses cedera
Peroksidasi lipid membran. Ikatan ganda pada lemak tak jenuh membran mudah
terserang radikal bebas berasal dari oksigen.
Fragmentasi DNA. Reaksi radikal bebas dengan timin pada DNA mitokondria
dan nuklear menimbulkan rusaknya untai tunggal.
Ikatan silang protein. Radikal bebas mencetuskan ikatan silang protein yang
diperantarai sulfhidril, menyebabkan peningkatan kecepatan degradasi enzimatik.
Radikal bebas memang tidak stabil, dan umumnya rusak secara spontan. Sel juga
membentuk beberapa sistem enzimatik dan nonenzimatik untuk menonaktifkan
radikal bebas. Kecepatan kerusakan spontan meningkat bermakna oleh kerja
superoksida dismutase (SOD). Glutation peroksidase (GSH) juga melindungi sel
agar tidak mengalami jejas dengan mengatalisis perusakan radikal bebas. Katalase
yang terdapat dalam peroksisom, langsung mendegradasi hidrogen peroksida.
Antioksidan endogen atau eksogen (misal, vitamin E,A, dan C, serta beta karoten)
dapat menghambat pembentukan radikal bebas.
4. Jejas kimiawi
Zat kimia menginduksi jejas sel dengan salah satu dari dua mekanisme umum
berikut ini :
a. Beberapa zat kimia bekerja secara langsung dengan cara bergabung dengan
komponen molekuler kritis atau organel seluler.
Misalnya keracunan merkuri klorida, merkuri berikatan dengan gugus
sulfhidril berbagai protein membrane sel, menyebabkan inhibisi transport
yang bergantung ATPase dan meningkatkan permeabilitas membrane.
Banyak agen kemoterapeutik antineoplastik dan antibiotic juga
menginduksi kerusakan sel dengan efek sitoksik langsung yang serupa.
Iskemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan suplai oksigen terhadap suatu
jaringan atau organ tertentu. Iskemia dapat disebabkan oleh oklusi (bendungan)
terhadap aliran darah misal karena aterosklerosis, trombus atau emboli dan spasme
pembuluh darah.
Iskemia merupakan penyebab cedera sel yang paling sering terjadi. Iskemia pada suatu
organ menyebabkan terjadinya hipoksia pada sel-selnya, karena sel mengalami
penurunan suplai oksigen sehingga menyebabkan metababolisme di dalam sel berubah
anaerob.
Akibatnya terjadi penurunan produksi ATP sebagai sumber energi terhadap berbagai
aktifitas sel, termasuk didalammya adalah penurunan energi untuk aktifitas transport
aktif. transport aktif menggerakan pompa natrium memompa natrium dari intrasel ke
luar sel, karena adanya penurunan sumber energi untuk menggerakkan pompa natrium
maka terjadi kelebihan ion natrium di dalam sel. Sebagai dampak kelebihan ion natrium
intraselular ini terjadi pemindahan air dari ekstrasel ke dalam intrasel sehingga terjadilah
penumpukan cairan dalam sel/udem sel (pembengkakan seluler). Pada kondisi ini
sitoplasma secara mikroskopik akan tampak pucat.
Selain hal tersebut di atas, iskemia menyebabkan metabolisme anaerob. Dampak negatif
metabolisme anaerob adalah penumpukan asam laktat intrasel, selanjutnya menurunkan
pH cairan intrasel dan mengganggu proses kerja dari enzim-enzim intrasel.
Apabila sebuah stimulus menyebabkan cedera sel maka perubahan yang pertama kali
terjadi adalah terjadinya kerusakan biokimiawi yang mengganggu proses metabolisme.
Sel bisa tetap normal atau menunjukkan kelainan fungsi yang diikuti dengan perubahan
morfologis. Gangguan fungsi tersebut bisa bersifat reversibel ataupun ireversibel sel
tergantung dari mekanisme adaptasi sel. Cedera reversibel disebut juga cedera subletal
dan cedera ireversibel disebut juga cedera letal.
cedera subletal terjadi bila sebuah stimulus menyebabkan sel cedera dan menunjukkan
perubahan morfologis tetapi sel tidak mati. Perubahan subletal ini bersifat reversibel
dimana bila stimulusnya dihentikan maka sel akan kembali pulih seperti sebelumnya.
Cedera subletal ini disebut juga proses degeneratif. Perubahan degeneratif lebih sering
mengenai sitoplasma, sedangkan nukleus tetap dapat mempertahankan integritasnya.
Bentuk perubahan degeneratif yang paling sering terjadi adalah akumulasi cairan di
dalam sel akibat gangguan mekanisme pengaturan cairan. Biasanya disebabkan karena
berkurangnya energi yang digunakan pompa natrium untuk mengeluarkan natrium dari
intrasel. Sitoplasma akan terlihat keruh dan kasar (degenerasi bengkak keruh).
Dapat juga terjadi degenerasi lebih berat yaitu degenerasi lemak atau infiltrasi lemak
dimana terjadi penumpukan lemak intrasel sehingga inti terdesak ke pinggir. Jaringan
akan bengkak dan bertambah berat dan terlihat kekuning-kuningan. Misalnya
perlemakan hati (fatty liver) pada keadaan malnutrisi dan alkoholik.
Bila stimulus yang menyebabkan sel cedera cukup berat dan berlangsung lama serta
melebihi kemampuan sel untuk beradaptasi maka akan menyebabkan kerusakan sel yang
bersifat ireversibel (cedera sel) yang berlanjut kepada kematian sel. Dua fenomena yang
konsisten menandai irreversible: pertama, ketidakmampuan memperbaiki disfungsi
mitokondria ( kekurangan fosforilasi oksidatif dan pembentukan ATP), bahkan setelah
resolusi jejas asal (missalnya, restorasi aliran darah). Kedua, terjadinya gangguan fungsi
membrane yang besar. .
Stimulus yang terlalu berat dan berlangsung lama serta melebihi kapasitas adaptif sel
akan menyebabkan kematian sel dimana sel tidak mampu lagi mengkompensasi tuntutan
perubahan. Sekelompok sel yang mengalami kematian dapat dikenali dengan adanya
enzim-enzim lisis yang melarutkan berbagai unsur sel serta timbulnya peradangan.
Leukosit akan membantu mencerna sel-sel yang mati dan selanjutnya mulai terjadi
perubahan-perubahan secara morfologis.
Apoptosis
Apoptosis adalah kematian sel yang terprogram (programmed cell death), adalah suatu
komponen yang normal terjadi dalam perkembangan sel untuk menjaga keseimbangan
pada organisme multiseluler. Sel-sel yang mati adalah sebagai respons dari beragam
stimulus dan selama apoptosis kematian sel-sel tersebut terjadi secara terkontrol dalam
suatu regulasi yang teratur. Informasi genetik pemicu apoptosis aktif setelah sel
menjalani masa hidup tertentu, menyebabkan perubahan secara morfologis termasuk
perubahan pada inti sel. Kemudian sel akan terfragmentasi menjadi badan apoptosis,
selanjutnya fragmen tersebut diabsorpsi sehingga sel yang mati menghilang.
Molekul yang juga berfungsi untuk apoptosis adalah p53. Apoptosis: kematian sel yang
terprogram. Komponen yang normal pada perkembangan. Setiap hari dalam tubuh kita
terjadi apoptosis. Sel ada yang berproliferasi (lahir) dan ada yang mati. Untuk terjadi
apoptosis ada berbagai macam stimulus. Stimulusnya sangat regulated fashion (sangat
terkontrol, bukan sesuatu yang asal lalu mati). Apoptosis dibedakan dengan necrosis
karena necrosis menginduksi inflamasi yang dapat menimbulkan masalah kesehatan yang
serius. Proses dimana sel memegang peranan dalam kematiannya sendiri.
Langkah apotosis: (A) merusak kromatin pada nucleus; (B) sel melanjutkan menyusut;
(C) mengepak dirinya sendiri untuk dimakan makrofag; (D) terjadi apoptotic body,
hancuran sel di dalam bukan dilepas (pada recrosis organelanya pecah dan keluar
sehingga oleh dikenali oleh antibody).
Sel-sel dalam tubuh bisa diibaratkan dengan daun pada sebatang pohon. Ada saatnya
daun menjadi kering dan mati, lalu digantikan dengan daun yang baru. Begitu pula
dengan sel-sel dalam tubuh. Dalam dunia kedokteran, proses itu disebut apoptosis.
Nekrosis
Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel akut atau
trauma (mis: kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem, dan cedera mekanis),
dimana kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang dapat menyebabkan
rusaknya sel, adanya respon peradangan dan sangat berpotensi menyebabkan masalah
kesehatan yang serius. Dua proses penting yg menunjukan perubahan nekrosis : yaitu :
a. Digestif enzimatik sel, baik autolisis (dimana enzim berasal dari sel mati) atau
heterolysis ( enzim berasal dari leukosit). Sel mati dicerna dan sering meninggalkan cacat
jaringan yg diisi oleh leukosit imigran dan menimbulkan abses.
Perubahan pada sel yang nekrotik terjadi pada sitoplasma dan organel-organel sel
lainnya. Inti sel yang mati akan menyusut (piknotik), menjadi padat, batasnya tidak
teratur dan berwarna gelap. Selanjutnya inti sel hancur dan meninggalkan pecahan-
pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel. Proses ini disebut karioreksis.
Kemudian inti sel yang mati akan menghilang (kariolisis).
2. Perubahan Makroskopis
Perubahan morfologis sel yang mati tergantung dari aktivitas enzim lisis pada jaringan
yang nekrotik. Jika aktivitas enzim lisis terhambat maka jaringan nekrotik akan
mempertahankan bentuknya dan jaringannya akan mempertahankan ciri arsitekturnya
selama beberapa waktu. Nekrosis ini disebut nekrosis koagulatif, seringkali berhubungan
dengan gangguan suplai darah. Contohnya gangren.
Jaringan nekrotik juga dapat mencair sedikit demi sedikit akibat kerja enzim dan proses
ini disebut nekrosis liquefaktif. Nekrosis liquefaktif khususnya terjadi pada jaringan otak,
jaringan otak yang nekrotik mencair meninggalkan rongga yang berisi cairan.
Pada keadaan lain sel-sel nekrotik hancur tetapi pecahannya tetap berada pada
tempatnya selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun dan tidak bisa dicerna.
Jaringan nekrotik ini tampak seperti keju yang hancur. Jenis nekrosis ini disebut nekrosis
kaseosa, contohnya pada tuberkulosis paru.
Jaringan adiposa yang mengalami nekrosis berbeda bentuknya dengan jenis nekrosis lain.
Misalnya jika saluran pankreas mengalami nekrosis akibat penyakit atau trauma maka
getah pankreas akan keluar menyebabkan hidrolisis jaringan adiposa (oleh lipase)
menghasilkan asam berlemak yang bergabung dengan ion-ion logam seperti kalsium
membentuk endapan seperti sabun. Nekrosis ini disebut nekrosis lemak enzimatik.
2. Dapat menjadi fokus infeksi dan merupakan media pertumbuhan yang baik untuk
bakteri tertentu, misalnya bakteri saprofit pada gangren.
Adaptasi fisiologis biasanya mewakili respons sel terhadap perangsangan normal oleh
hormone atau mediator endogen ( misalnya pembesaran payudara dan induksi laktasi
oleh kehamilan). Sedangkan, adaptasi patologik sering berbagi mekanisme yang sama
tetapi memungkinkan sel untuk mengatur lingkungannya, idealnya melepaskan diri dari
cedera sel. Jadi, adaptasi seluler adalah keadaan yang berada antara kondisi normal, sel
yang tidak stress dan sel yang stress berlebihan.
a. Atrofi
Pengecilan ukuran sel bagian tubuh yang pernah berkembang sempurna
dengan ukuran normal dan hilangnya substansi sel. Meskipun atrofi biasanya
merupakan proses patologik dikenal juga atrofi fisiologis. Beberapa alat tubuh
dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa
perkembangan/kehidupan, dan jika alat tubuh tersebut sesudah masa usia
tertentu tidak menghilang, malah dianggap patologis. Contoh : kelenjar thymus,
ductus omphalomesentericus, ductus thyroglissus.
Penyebab :
Atrofi endokrin
3. Hiperplasia
Peningkatan jumlah sel dalam organ atau jaringan diikuti dengan
perbesaran organ atau jaringan tersebut. Hiperplasia dan hipertrofi sering kali
bersamaan dalam jaringan.
Jenis-jenis hiperplasia, yaitu:
Hiperplasia fisiologis dibagi menjadi dua, yaitu
i. Hiperplasia hormonal : proliferasi epitel kelenjar payudara
perempuan pada saat pubertas dan selama kehamilan
ii. Hiperplaisia kompensatoris : terjadi saat sebagian jaringan
dibuang atau sakit. Misalnya, saat hepar direksessi sebagiabn,
aktivitas miotik pada sel yang tersisa berlangsung paling cepat
4. Metaplasia
Perubahan suatu jenis jaringan dewasa (yang telah berdiferensiasi) menjadi
jaringan lain yang juga dewasa. Perubahan ini biasanya terjadi pada jaringan
epitel atau mesenkim dan bersifat reversible.
Contohnya yaitu pada epitel torak (kolumner) yang dinatikan oleh epitel
gepeng berlapis (skwasoma). Ini terjadi pada saluran nafas, paru-paru epitel duktus
eksretorik, mukosa endocervix dan tuba fallopius, duktus eksretorik kelenjar liur,
pada epitel kantung kemih dan kantung empedu yang menahun. Pada kejadian ini
epitel torak yang bersekresi digantikan oleh epitel gepeng berlapis yang tidak
bersekresi, tetapi mempunyai daya protektif, dan lebih resisten terhadap epitel
torak.
Pada bentuk umum kanker paru, metaplasia skuwamosa epitel pernafasan
sering kali muncul bersamaan dengan penyusunan kanker sel skwamosa maligna.
A. Inflamasi akut
Adalah respons segera dan dini terhadap jejas yang dirancang untuk mengirimkan
leukosit ke tempat jejas. Sesampainya di tempat jejas, leukosit memnersihkan setiap
mikroba yang menginvasi dan memulai proses penguraian jaringan nekropik.
Perubahan vaskular
Berbagai kejadian yang terjadi pada sel
4.Nyeri (dolor) : Dilepaskannya mediator yang larut, terjadi kemotaksis dan peningkatan
metabolisme seluler
5. Kehilangan fungsi
Walaupun akibat yang ditimbulakan oleh inflamasi akut diubah oleh sifat dan intensitas
jejas tempat dan jaringan yang terkena setra kemampuan penjamu meningkatkan suatu
response, pada umumnya inflamasi akut itu memiliki 3 akibat. Yaitu :
Resolusi
Jika cedra bersifat terbatas atau berlangsung singkat, tidak terdapat kerusakan
jaringan atau kerusakan kecil dan apabila jaringan mampu mengganti setiap sel
yang cedra secara irreversibel, bisa terjadi perbaikan terhadap normalitas dan
fungsional.
Pembentukan jaringan parut
Terjadi stlah destruksi jaringan yang substansial atau etika terjadi inflamasi pada
jaringan yang tidal beregenerasi. Selain itu penyebab terjadinya jaringan parut di
karenakan memualsnya eksudat fibrinosa tidak bisa di absorbsi sempurna dan
terjadi organisasi dengan pertumbuhan jaringan ikat yang menimbulakan
fibrinosis.
Pembentukan abses dapat terjadi pada keadaan meluasnya infiltrat neutrofil atau
infeksi jamur atau bakteri tertentu . satu satunya akibat dari pembentukan abses
adalah terbentukanya jaringan parut.
B. Inflamsi kronik
Dalam arti paling sederhana Inflamasi adalah Suatu respons protektif yang ditujukan
untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik
yang diakibatkan oleh kerusakan sel.
Inflamasi kronik adalah inflamasi memanjang(berminggu-minggu hingga berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun), dan terjadi inflamasi aktif, jejas jaringan,dan penyembuhan
secara serentak.
Gambaran makroskopik umum yang sering ditemukan pada radang kronik adalah:
1. Ulkus kronik, yaitu ulkus yang dasarnya dibatasi oleh jaringan granulasi dan
fibrosa, contohnya pada ulkus peptik kronik lambung dengan luka pada mukosa.
2. Rongga abses kronik, yaitu rongga yang terbentuk oleh pus pada radang
supuratif. Contohnya osteomyelitis.
3. Penebalan dinding rongga viskus, contohnya penebalan dinding pada kolesistitis
kronik. Penebalan biasanya bersamaan dengan infiltrat sel radang kronik.
4. Radang granulomatosa, yaitu kumpulan histiosit epiteloid sebagai akibat tidak
dapat dihancurkannya substansi tertentu oleh makrofag. Contohnya pada
penyakit tuberkolosis paru.
5. Fibrosis, yaitu proliferasi jaringan fibroblas setelah sel-sel radang kronik
menghilang/mereda.
Pada radang kronik dapat ditemukan gambaran mikroskopik sebagai berikut. Infiltrat
seluler terdiri dari limfosit, sel plasma dan makrofag. Beberapa eosinofil polimorf
mungkin dapat ditemukan, tetapi neutrofil polimorf (yang lazimnya terdapat pada
radang akut) jarang ditemukan. Beberapa makrofag dapat membentuk sel datia berinti
banyak. Cairan eksudat sedikit ditemukan, tetapi mungkin ditemukan produksi jaringan
ikat baru yang berasal dari jaringan granulasi. Mungkin juga ditemukan kejadian
perusakan jaringan yang berkelanjutan, yang bersamaan dengan proses regenerasi dan
perbaikan jaringan. Nekrosis jaringan mungkin merupakan gambaran yang mencolok,
terutama pada keadaan granulomatosa seperti tuberkulosis.
Tingkat keparahan respons inflamasi, penyebab spesifiknya, dan jaringan khusus yaang
terlibat semuanya dapat mengubah gambaran morfologi dasar inflamasi akut dan kronik.
Misal :Morfologi inflamasi serosa
Radang ini ditandai dengan keluarnya cairan yang berair yang relatif sedikit protein
yang bergantung pada tempat jejas di bentuk dr serum atau sekresi sel mesotelium yang
melapisi rongga peritoneum, rongga pleura, dan rongga perikard. Lepuh pada kulit yang
berasal dari infeksi krn luka bakar atau virus merupakan contoh yang baik dari efusi
serosa yang terakumulasi di dalam ataupun serta merta dibawah epidermis.
Radang ini terjadi akibat jejas yang lebih berat, dengan permeabilitas vasikulernya yang
lebih besar memungkinkan molekul yang lebih besar ( khususnya fibrinogen ) . secara
hitologis akumulasi vibrin ektravaskular tampak sebagai suatu anyaman eosinifilik.
Demam Merupakan salah salah sau efek sistemik dari inflamasi , efek lainnya yaiyu
peningkatan somnolen, malaise, anoreksia, degradasi protein oto skelet yang di percepat,
hipotensi, sintesis hepatik berbagai protein dan perubahan pool sel darah putih dalam
sirkulasi.
Sitokin IL-1, IL-6 da n TNF. Sitokin sebagai respons terhadap infeksi, atau terhadap
cedera imun dan toksik, dan dilepaskan secara sistemikaskade sitokin TNF menginduksi
produksi IL-1 yang selanjutnya F merangsang produksiIL-6.I L - 6 merangsang sintesis
beberapa protein plasma khususnya fibrinogen; peningkatan kadar fibrinogen yang me
nyebabkan eritrosit lebih mudah beraglutinasi sehingga menjelaskan me ngapa inflamasi
akan disertai dengan laju endap darah yang meningkat.
Leukositosis gambaran umum reaksi radang, khususnya yang diinduksi oleh infeksi
bakteri ±Terjadi karena pelepasan sel dari sumsum tulang (disebabkan IL-1 d anTNF)d
an di sertai peningkatan sejumlah neutrofil yang relatif imature dalam darah.
A. Inflamasi akut
Inflamasi akut disebabkan oleh infark, infeksi bakteri, toksin, dan trauma. Pada
inflamasi akut, jaringan yang mendapat cedera tidak rusak sepenuhnya, melainkan
mendapat gangguan. Pada tahap kerja inflamasi akut, akan terjadi perubahan vaskular,
rekrutmen neutrofil, dan pelepasan mediator yang membantu kerja leukosit. Pada akhir
inflamasi akut, dapat terjadi resolusi (perbaikan; berisi pembersihan rangsang penyebab
cedera, pembersihan mediator dan sel radang akut, penggantian sel yang mengalami jejas,
dan fungsi kembali normal) dan pembentukan jaringan parut.
Dalam inflamasi akut, dua komponen utama respons radang adalah perubahan
vaskuler (vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular) dan berbagai kejadian
yang terjadi pada sel (emigrasi leukosit, rekrutmen dan aktivasi selular).Proses respons
radang dalam inflamasi akut meliputi beberapa tahap, antara lain :
Perubahan pada kaliber dan aliran pembuluh darah : dilakukan relatif cepat setelah
jejas terjadi. Tahapannya :
II. Mikrovaskulatur menjadi lebih permeabel sehingga cairan kaya protein masuk ke
jaringan ekstravaskular. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi lebih
terkonsentrasi, berakibat meningkatnya viskositas darah dan memperlambat
sirkulasi. Secara mikroskopik perubahan digambarkan oleh dilatasi sejumlah
pembuluh darah kecil yang dipadati eritrosit. Proses tersebut dinamakan stasis.
III. Pada saat stasis, leukosit (terutama neutrofil) mulai keluar dari aliran darah dan
berakumulasi di sepanjang permukaan endotel pembuluh darah. Proses ini disebut
III. Hilangnya cairan kaya protein ke dalam ruang perivaskular menurunkan tekanan
osmotik intravaskular dan meningkatkan tekanan osmotik cairan interstisial.
Menghasilkan aliran air dan ion ke dalam jaringan ekstravaskular. Akumulasi
cairan tersebut dinamakan edema.
- Kebocoran vaskular
Inflamasi akut menyebabkan kebocoran selapis endotel melalui sejumlah cara. Proses ini
dipengaruhi faktor mekanisme yang berperan, onset, durasi, volume, dan karakteristik
cairan yang dihasilkan. Berikut mekanosme kebocoran vaskuler yang dapat dilaksanakan
II. Retraksi sel endotel. Diinduksi oleh mediator sitokin, menginduksi retraksi melalui
reorganisasi sitoskeleton. Butuh waktu 4-6 jam untuk aktivasinya, bertahan
selama 24 jam atau lebih.
III. Jejas endotel langsung. Luka yang parah dapat menyebabkan hal ini.
Menyebabkan nekrosis dan lepasnya sel endotel. Kebocoran dimulai segera setelah
terjadi jejas dan menetap selama beberapa jam/hari sampai pembuluh darah yang
rusak mengalami trombosis atau diperbaiki. Mekanisme ini disebut immediate
sustained response. Venula, kapiler, dan arteriol dapat mengalami hal ini.
VII. Semua mekanisme dapat berperan serta pada keadaan adanya rangsangan khusus
Adhesi transien (sementara) yang terlibat dalam proses rolling dilakukan oleh
sekelompok selektin. Selektin merupaan reseptor yang dikeluarkan pada leukosit
dan endotel, ditandai dengan adanya daerah ekstrasel yang mengikat gula
tertentu. Beberapa famili selektin : E-selectin (endotelium), P-selectin (endotel
dan trombosit), L-selectin (sebagian besar permukaan leukosit)
II. Adhesi
Leukosit yang melakukan rolling akan berhenti dan melekat kuat pada
permukaan endotel (adhesi) sebelum merayap diantara sel endotel dan melewati
membran basalis masuk ke ruang ekstravaskular.
Adhesi kuat diperantarai molekul superfamili imunoblobulin pada sel endotel
yang berinteraksi dengan integrin yang muncul pada permukaan sel leukosit.
Molekul adhesi yang berpartisipasi antara lain :
- Endotel : ICAM-1 (intracellular adhesion molecule 1) dan VCAM-1 (vascular cell
adhesion molecule 1)
- Leukosit : LFA-1, Mac-1, VLA-4
- ICAM-1 mengikat LFA-1/Mac-1, VCAM mengikat VLA-4
Integrin biasanya muncul pada membran plasma leukosit, tetapi tidak melekat
pada ligan yang sesuai sampai leukosit diaktivasi oleh agen kemotaktik atau
rangsang lainnya.
Setelah adhesi kuat pada permukaan endotel, leukosit merembes di antara sel
pada intercellular junction. Setelah melewati endothelial junction, leukosit
menembus membran basalis dengan mendegradasi membran basalis secara fokal
menggunakan kolagenasi yang disekresi.
Pada saat awal respon inflamasi, sitokin dan signal kemotaktik berubah seiring
respon inflmasi. Pengubahan ekspresi molekul adhesi sel endotel mengaktifkan
populasi leukosit lain untuk ber-adhesi (monosit, limfosit, dll)
Zat eksogen dan endogen dapat bersifat kemotaktik terhadap leukosit. Zat
kemotaktik tersebut antara lain : produk bakteri yang dapat larut, komponen
sistem komplemen, sitokin, dan produk metabolisme asam arakidonat (AA) jalur
lipoksigenasi.
Terjadi defisiensi genetik pada salah satu dari beberapa komponen NADPH oksidase
yang betanggung jawab dalam pembentukan superoksida, sehingga tidak ada
mekanisme pembunuhan mikroba dependen-oksigen (chronic granulomatous
disease/CGD).
1. Amina vasoaktif
2. Neuropeptida
3. Protease plasma
Sebagai perantara efek peradangan yang berasal dari plasma. Terdapat 3 faktor efek
peradangan yang saling terkait : kinin, sistem pembekuan, dan komplemen.
Semuanya diaktivasi oleh inisial faktor Hageman.
Faktor Hageman, dikenal sebagai faktor XII pada kaskade koagulasi intrinsik,
merupakan protein yang disintesisi oleh hati yang bersirkulasi dalam bentuk inaktif
sampai bertemu dengan kolagen, membran basalis, atau tempat trombosit
teraktivasi.
Sistem pembekuan
- Diaktifkan faktor Hageman (faktor XII).
- Kolagen mengaktivasi faktor XII menjadi bentuk aktif, faktor XII dengan
bantuan kofaktor kininogen dengan berat molekul besar (HMWK, high
molecular-weight kininogen).
- Fibrinogen yang dapat dipecah akan diolah oleh faktor XIIa menjadi
bekuan fibrin yang tidak mudah larut.
- Faktor XIIa secara bergantian mengaktifkan sistem fibrinolisis ketika
menginduksi pembekuan. Mekanisme terjadi sebagai kontraregulasi proses
pembekuan dengan memecah fibrin sehingga dapat melarutkan bekuan
fibrin.
Sistem Kinin
- Aktivasi sistem ini menyebabkan pembentuk brandikinin dari perkusornya
dalam sirkulasi, HMWK (high molecular-weight kininogen)
6. Sitokin
Produk polipeptida dari banyak jenis sel yang bekerja sebagai pesan kepada sel lain,
memerintahkan mereka untuk bekerja sesuai pesan
Protein IL-1, TNF-alpha dan beta, IFN-gamma sangat dibutuhkan dalam inflamasi
Dapat digolongkan menjadi 5 kelompok berdasarkan cara kerja atau sel target :
Sitokin yang mengatur fungsi limfosit
Sitokin yang terdapat pada imunitas bawaan
Sitokin yang mengaktifkan sel radang selama terjadi respons imun yang
diperantarai oleh sel
Kemokin yang memiliki aktivitas kemotaksis terhadap berbagai leukosit
Sitokin yang merangsang hematopoiesis, yaitu faktor perangsang koloni monosit-
granulosit dan IL-3
8. Kemokin
Kelompok protein kecil (8-10 kD), bekerja sebagai aktivator dan kemoatraktan
untuk bagian leukosit.
Merekrut populasi sel khusus yang muncul di suatu tempat yang terkena radang
Merangsang sel prekursor hematopoietik serta merekrut dan mengaktivasi sel
mesenkim(fibroblas, sel otot polos)
Kemokin berikatan pada matriks ekstraseluler, untuk mempertahankan gradien
kemotaksis untuk migrasi terarah sel yang direkrut
2 kelompok utama kemokin :
Kemokin CXC memiliki satu asam amino yang memisahkan sistein yang tersimpan
dan bekerja utama pada neutrofil. IL-8 khas pada kelompok ini. Dihasilkan
makrofag teraktivasi, endotel, atau fibroblas. Respons terhadap IL-1 dan TNF
Kemokin CC punya residu sistem berdekatan dan termasuk untuk kemotaktik
secara predominan terhadap monosit (MCP-1 dan MIP-1alpha), pengatur aktivasi
normal ekspresi dan sekresi sel T (RANTES), kemotaktik terhadap eosinofil
(eotaksin), kemotaktik terhadap sel T CD4+ memori dan monosit.
9. Nitrit Oksida
Gas radikal bebas yang mudah larut dan berumur pendek, dihasilkan berbagai sel
dengan banyak fungsi
Apabila diproduksi oleh sel endotel, makrofag, dapat mengakibatkan :
Relaksasi vaskular otot halus dan vasodilatasi
Membunuh mikroba dalam makrofag aktif
Antagonisme semua tahap aktivasi trombosit (adhesi, agregasi, dan
degranulasi)
Penurunan rekrutmen leukosit pada tempat radang
B. Inflamasi Kronik
Sitokin
Sitokin seperti IFN α dan β, IL 1, 6 dan 8, faktor nekrosis tumor (TNF α) serta berbagai
faktor pertumbuhan yang mempengaruhi proliferasi sel otot polos, fibroblas dan matriks
ekstraselular.
Jika pengeluaran produksi oleh makrofag teraktivasi ini terjadi secara berlebihan,maka
dapat menyebabkan jejas jaringan dan menimbulkan tanda fibrosis inflamasi kronik.
Eosinofil secara khusus dapat ditemukan di tempat radang sekitar terjadinya infeksi
parasit atau bagian reaksi imun yang diperantarai oleh IgE yang berkaitan khusus
dengan alergi. Kedatangan eosinofi dikendalikan oleh molekul adhesi yang sama seperti
yang digunakan oleh neutrofil dan juga kemokin eotaksin yang dihasilkan oleh sel
leukosit atau sel epitel. Granula eosinofil mengandung suatu protein disebut MBP (major
basic protein), yaitu suatu protein kationik bermuatan besar dan bersifat toksik terhadap
bakteri.
Adapun sel mast merupakan sel yang tersebar luas dalam jaringan ikat dan dilengkapi
oleh IgE terhadap antigen tertentu. Apabila terpajan dengan antigen tersebut, maka sel
mast akan mengeluarkan histamin dan produk asam arakhidonat yang menyebabkan
perubahan vaskular pada radang akut. Sel mast juga dapat mengelaborasi sitokin seperti
TNF yang berperan pada respons kronik yang lebih besar.
Inflamasi granulomatosa
Kelenjar getah bening adalah sekumpulan kelenjar yang merupakan sistem pertahanan
tubuh kita. Tubuh kita memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun
hanya di daerah submandibular (bagian bawah rahang bawah; sub:
bawah;mandibula:rahang bawah), ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang
sehat.
KGB terbungkus oleh kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan
tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-
pembuluh getah bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke
KGB sehingga dari lokasi KGB akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya.
Kelenjar getah bening berfungsi untuk menghasilkan sel darah putih dan menjaga agar
tidak terjadi infeksi lebih lanjut. Kelenjar limfa terdapat di sepanjang saluran atau
pembuluh KGB.
Saluran KGB yang disebut limfatik merupakan saluran halus yang sukar terlihat pada
potongan jaringan biasa karena saluram tersebut akan mudah kolaps, kecuali terisi oleh
cairan edema atau leukosit yang kembali masuk sirkulasi. Saluran ini tersusun oleh
endotel yang berkesinambungan dengan cell junction yang tumpang tindih dan longgar,
serta membran basalis yang tipis.
Saluran KGB dibedakan menjadi dua macam yaitu pembuluh limfa kanan dan pembuluh
limfa kiri. Pembuluh limfa kanan berfungsi menampung cairan limfa yang berasal dari
daerah kepala, leher bagian kanan, dada kanan, dan lengan kanan. Pembuluh ini
bermuara pada vena yang berada di bawah selangka kanan. Pembuluh limfa kiri
berfungsi menampung getah bening yang berasal dari daerah kepala, leher kiri, dada kiri,
dan lengan kiri serta tubuh bagian bawah. Pembuluh ini bermuara pada vena di bawah
selangka kiri
Selama inflamasi aliran saluran KGB (limfe) meningkat dan membesar sehingga dapat
mengalirkan cairan edema (cairan limfe). Cairan limfe mengandung sel-sel darah putih,
sel plasma, monosit dan histiosit yang berfungsi mematikan kuman penyakit yang masuk
ke dalam tubuh. Sebelum cairan ini keluar dari pembuluh darah dan mengisi ruang
antarsel terjadi pembesaran nodus limfatikus akibat dari infeksi, pembesaran ini
disebabkan karena poliferasi limfosit B dan diferensiasi Limfosit B menjadi sel plasma
kumpulan perubahan histologi ini dinamakan limfadenitis reaktif atau limfadenitis
meradang. Setelah itu sel-sel ini ke organ infeksius sehingga membuat jaringan
membekak, memerah dan terasa panas dan sakit.
Pada saat inflamasi luas aliran limfe juga dapat mengangkut agen penyerang seperti
mikroba dan kimiawi. Akbatnya saluaran limfe itu sendiri dapat mengalami peradangan
sekunder (limfangitis), begitu pula dengan KGB dapat menyebabkan limfadenitis
MEKANISME
Pemulihan jaringan melibatkan dua proses, yakni regenerasi jaringan parenkim dan
penggantian oleh jaringan ikat (fibrosis) yang disebut juga pembentukan jaringan parut.
1. REGENERASI SEL
Dalam melakukan regenerasi sel, diperlukan adanya reseptor dan mediator.
a) Reseptor
Peran reseptor pada proses regenerasi sel adalah sebagai bagian yang berfungsi
menangkap dan mengolah sinyal pertumbuhan yang di kendalikan oleh Matriks
Ekstraseluler (ECM). Matriks ekstraseluler mrupakan kompleks makromolekul yang
mengalami remodeling secara dinamis dan konstan, menyusun ruang di sekeliling sel.
Selain itu matriks ekstraseluler juga sebagai penyokong mekanis untuk berlabuhnya
sel, pemeliharaan diferensiasi sel, dan terpenting sebagai pengendali pertumbuhan
sel. Reseptor yang berperan dalam menangkap sinyal dari matriks ekstraseluler
adalah reseptor pertumbuhan. Reseptor ini akan meneruskan rangsangan ke inti sel
melalui mediator.
b) Mediator
Mediator yang berperan menyampaikan rangsang ke inti sel terdiri dari sinyal
terlarut dan sinyal tak terlarut yang dperantarai sitoskeleton.
a) Angiogenesis
Merupakan suatu proses pembentukan pembuluh darah baru yang berasal dari
pembuluh darah sebelumnya yang membentuk tunas kapiler. Terdapat tiga
mekanisme angiogenesis yakni migrasi, proliferasi, dan maturasi.
Migrasi merupakan proses dimana tunas kapiler menyebar secara acak, proliferasi
merupakan proses dimana sel kapiler yang baru terbentuk mengalami siklus sel,
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks, tetapi umumnya terjadi
secara teratur.secara beruntun pertama-tama beberapa jenis sel akan membersihkan
jejas, kemudian secara progresif membangun dasar untuk mengisi setiap defek yang
dihasilkan. Peristiwa tersebut tertata rapi pada keadaan saling mempengaruhi antara
factor pertumbuhan terlarut dan ECM ; factor fisik juga turut berperan, termasuk tenaga
yang dihasilkan oleh perubahan bentuk sel. Penyembuhan luka akhirnya dapat di
ringkas menjadi serangkaian proses,
Disini, kami menggambarkan secara khusus proses penyembuhan luka kulit. Proses ini
melibatkan, baik regenerasi epitel maupun pembentukan parut jaringan ikat, dan
merupakan penggambaran prinsip umum yang berlaku pada penyembuhan luka di semua
jaringan. Namun, seharusnya disadari bahwa setiap jaringan yang berbeda di dalam
tubuh mempunyai sel dan gambaran khusus yang memodifikasi skema dasar yang
dibahas disini.
A. Penyembuhan primer
Salah satu contoh paling sederhana pemulihan luka adalah penyembuhan suatuinsisi
bedah yang bersih dan tidak terinfeksi di sekitar jahitanbedah. Proses ini disebut dengan
penyatuan primer, atau penyembuhan primer. Insisi tersebut hanya menyebabkan
robekan fokal pada kesinambungan membrane basalis epitel dan menyebabkan kematian
sel epitel dan jaringan ikat dalam jumlah yang relative sedikit. Akibatnya, regenerasi
epitel menonjol daripada fibrosis. Ruang insisi yang sempit segera terisi oleh darah
Dalam waktu 24 jam, neutrofil akan muncul pada tepi insisi, dan bermigrasi menuju
bekuan fibrin. Sel basal pada tepi irisan epidermis mulai menunjukan peningkatan
aktivitas mitosis. Dalam waktu 24 hingga 48 jam, sel epitel dari kedua tepi irisan telah
mulai bermigrasi dan berprofilerasi di sepanjang dermis, dan mendepositkan komponen
membrane basalis saat dalam perjalanannya. Sel tersebut bertemu di garis tengah di
bawah keropeng permukaan, menghasilkan suatu lapisan epitel tipis yang tidak putus.
Pada hari ke-3, neutrofil sebagian telah besar digantikan oleh makrofag, dan jaringan
granulasi secara progresif menginvasi ruang insisi. Serat kolagen pada tepi insisi sekarang
timbul, tetapi mengarah vertical dan tidak menjebatani insisi. Proliferasi sel epitel
berlanjut, menghasilkan suatu lapisan epidermis penutup yang menebal.
Pada hari ke-5, neovaskularisasi mencapai puncaknya karena jaringan granulasi mengisi
ruang insisi. Serabut kolagen menjadi lebih berlimpah dan mulai menjebatani insisi.
Epidermis mengembalikan ketebalan normalnya karena diferensiasi sel permukaan
menghasilkan arsitektur epidermis matur yang disertai dengan keratinisasi permukaan.
Selama minggu kedua, penumpukan kolagen dan proliferasi fibroblast masih berlanjut,.
Infiltrate leukosit, edema, dan peningkatan vaskularitas telah amat berkurang. Proses
panjang “pemutihan” dimulai, dilakukan melalui peningkatan deposisi kolagen di dalam
jaringan parut bekas insisi dan regresi saluran pembuluh darah.
Pada akhir bulan pertama, jaringan parut yang bersangkutan terdiri atas suatu jaringan
ikat sel yang sebagian besar tanpa disertai sel radang dan ditutupi oleh suatu epidermis
yang sangat normal. Namun, tambahan dermis yang hancur pada garis insisi akan
menghilang permanen. Kekutan regang pada luka meningkat bersama perjalanan waktu,
seperti yang akan digambarkan kemudian.
Jika kehilangan sel atau jaringan terjadi lebih luas, seperti infark, ulserasi radang,
pembentukan abses, atau bahkan luka besar, proses pemulihannya menjadi lebih
kompleks. Pada keadaan ini, regenerasi sel parenkim saja tidak dapat mengembalikan
arsitektur asal. Akibatnya, tterjadi pertumbuhan jaringan granulasi yang luas kea rah
dalam dari tepi luka, diikuti dengan penumpukan ECM serta pembentukan jaringan
parut. Bentuk penyembuhan ini disebut sebagai penyatuan sekunder, atau penyembuhan
sekunder. Penyembuhan sekunder berbeda dengan penyembuhan primer dalam beberapa
hal:
Kekuatan luka
Luka yang dijahit dengan cermat mempunyai kira-kira 70% kekuatan dibandingkan
kekuatan kulit yang tidak terluka, sebagian besar disebabkan oleh penempatan jahitan.
Jika jahitan dilepas, biasanya setelah 1 minggu, kekuatan luka menjadi kira-kira 10%
dari kulit yang tidak terluka, tetapi kekuatan ini meningkat dengan cepat selama 4
Dalam penyembuhan luka, pertumbuhan sel yang normal dan fibrosis dapat diubah oleh
berbagai macam pengaruh, yang sering kali mengurangi kualitas atau kecukupan proses
pemulihan. Factor ini dapat bersifat ekstrinsik (misalnya, infeksi) atau intrinsic terhadap
jaringan yang cedera:
Klasifikasi
o Berdasarkan Kedalaman
1. Ketebalan Parsial Superfisial (Derajat I)
a) Kerusakan epitel minimal
b) Penyebab umum sinar matahari
c) Kering tidak ada lepuh, merah muda, pucat dengan tekanan
d) Sangat nyeri
e) Sembuh sekitar 5 hari
2. Ketebalan Parsial Dangkal (Derajat II)
a) Jaringan yang terkena epidermis dan minimal dermis
b) Penyebab umum : cahaya, cairan panas
c) Lembab, merah berbintik atau merah muda, lepuh, sebagian memucat
d) Nyeri
e) Sembuh sekitar 21 hari, jaringan parut minimal
3. Ketebalan Parsial Dermal Dalam (derajat III)
Etiologi
o Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
Gas
Cairan
Bahan padat (Solid)
o Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
o Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
o Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
Cotran,Kumar,Robin.2007.BukuAjarPatologi.EGC:Jakarta
Patologi UI