You are on page 1of 25

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : An. Y
 Jenis kelamin : Perempuan
 Umur : 15 tahun
 Agama : Islam
 Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
 Pekerjaan : Pelajar
 Alamat : Jln. Barul Ma’arif, Makassar
 No. Register : 065186
 Tanggal pemeriksaan : 25 Agustus 2016
 Rumah sakit : RSUH

II. ANAMNESIS
KU : Penglihatan kabur pada mata kiri
AT : Dialami sejak ± 1 bulan yang lalu. Pasien merasa sulit melihat ke papan
tulis. Penglihatan berbayang kadang ada bila pasien fokus ke papan tulis.
Mata merah tidak ada, kotoran mata tidak ada, nyeri kepala tidak ada.
Riwayat mata terlihat juling sejak kecil. Riwayat bintik putih pada mata
sejak kecil. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat hipertensi tidak ada,
riwayat diabetes melitus tidak ada. Riwayat pemakaian kacamata ada
sejak kelas 4 SD tapi < 1 tahun pasien berhenti memakai kacamata dan
baru dipakai lagi saat kelas 2 SMP. Riwayat lahir sesar, prematur, dengan
BBL 2100 gr dan dirawat di inkubator. Riwayat terpasang alat bantu
pernapasan selama dirawat di inkubator tidak ada. Riwayat keluarga
dengan penyakit yang sama tidak ada.

III. STATUS GENERALIS


 KU : Sakit sedang/ gizi baik/ compos mentis

1
 Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 76 x/menit
- Pernapasan : 22x/menit
- Suhu : 36,6 C

IV. FOTO KLINIS

Oculus Sinistra

Oculus Dextra

2
V. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
 Inspeksi

3
PEMERIKSAAN OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Apparatus Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
Silia Sekret (-) Sekret (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Bola mata Normal Eksotropia
Normal ke
Mekanisme muskular segala arah Normal ke segala arah

Kornea Jernih Jernih


Bilik Mata Depan Normal Normal
Coklat, kripte
Iris Coklat, kripte (+)
(+)
Bulat, sentral,
Pupil Bulat, sentral, RC(+)
RC(+)
Jernih, tampak massa putih di
Jernih
Lensa belakang
kapsul posterior , PFV
Nistagmus (-) (+)
Red Reflex (+) (+)
15 derajat eksotrpia +
Hirsberg Test 0 derajat
hipertropia

 Cover – Uncover :
OS Eksotropia + Hipertropia

4
 Stereoskopi :
Negatif

 Palpasi
Pemeriksaan OD OS
Tensi okuler Tn Tn
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Glandula preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

 Tekanan Intra Okular


TOD: 16
TOS: 14
 Visus
VOD : 20/50 -1,25/-2,50 α180° => 20/25F2
VOS : 1/2/60 -5,50/- => 1/60
 Campus Visual
Tidak dilakukan pemeriksaan.
 Color Senses
Tidak dilakukan pemeriksaan.
 Light Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan.
 Penyinaran Oblik
Pemeriksaan OD OS
Konjungtiva Hiperemis (-) IHiperemis (-)
Kornea Jernih Jernih
BMD Normal Normal
Iris Coklat, Kripte (+) Coklat, Kripte (+)
Pupil Bulat, sentral, RC(+) Bulat, sentral, RC (+),
Lensa Jernih Jernih, tampak massa putih di
belakang kapsul posterior, PFV

 Diafanoskopi

5
Tidak dilakukan pemeriksaan.

 Funduskopi
FOD : Refleks fundus (+), papil n. II batas tegas CDR 0,3, refleks fovea (+),
a:v (2:3), retina perifer dalam batas normal
FOS : Refleks fundus (+), papil n. II batas tidak tegas, bentuk ireguler, tampak
vaskularisasi berupa fibrin di daerah papil, refleks fovea suram, a:v
(2:3), retina perifer dalam batas normal

 Slit Lamp
SLOD : konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD normal, iris coklat
kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih
SLOS : konjungtiva hiperemis (-), kornea keruh, BMD normal, iris coklat
kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih terdapat PFV.
 USG
OS:
- Echo baik, lensa kesan jernih
- Vitreus: Tampak kekeruhan vitreus di anterior, tampak gambaran
hiperdens di vitreus posterior dekat n. II suspek massa

6
- Retina, koroid, sklera, dan nervus optik kesan intak

 RESUME
Seorang anak 15 tahun datang ke poliklinik mata RSUH dengan
keluhan penglihatan kabur pada kedua mata. Dialami sejak ± 1 bulan yang
lalu. Diplopia ada. Mata merah tidak ada, kotoran mata tidak ada, nyeri
kepala tidak ada. Riwayat strabismus sejak kecil. Riwayat leukokorea pada
mata sejak kecil. Riwayat penyakit sistemik tidak ada. Riwayat pemakaian
kacamata ada. Riwayat lahir sesar, prematur, dengan BBL 2100 gr dan
dirawat di inkubator. Riwayat pengobatan sebelumnya tidak ada. Riwayat
operasi tidak ada. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan pemeriksaan
visus VOD: 20/25; VOS: 1/60. Hasil pemeriksaan slit lamp didapatkan OS
kornea tampak keruh, lensa tampak PHPV, OD dalam batas normal. Pada
pemeriksaan funduskopi didapatkan papil n. II batas tidak tegas, bentuk
ireguler, dan tampak vaskularisasi berupa fibrin di daerah papil. Pada
pemeriksaan USG OS echo baik, lensa kesan jernih, tampak kekeruhan di
vitreus anterior, tampak gambaran hiperdens di vitreus posterior dekat n. II
suspek massa. Retina, koroid, sklera, dan nervus optik kesan intak.

7
VI. DIAGNOSIS
OS PFV (Persistent Fetal Vasculature) + Ambliopia Deprivasi + OD
Compound Miop Astigmat + OS Miopia

VII. PENATALAKSANAAN
Konsul ke bagian vitreo-retina untuk vitrektomi

VIII. PROGNOSIS
 Quo ad Vitam : Bonam
 Quo ad Sanationam : Dubia et malam
 Quo ad Visam : Malam
 Quo ad Cosmeticam : Dubia

DISKUSI

Pasien ini didiagnosa dengan PFV (Persistent Fetal Vasculature) berdasarkan


anamnesis dan pemeriksaan fisis. Dari anamnesis didapatkan keluhan
penglihatan kabur pada mata kiri yang dialami sejak ± 1 bulan yang lalu.
Pasien merasa sulit melihat ke papan tulis. Diplopia ada. Mata merah tidak
ada, kotoran mata tidak ada, nyeri kepala tidak ada. Riwayat eksotropia sejak
kecil. Riwayat leukokorea pada mata sejak kecil. Riwayat penyakit sistemik
tidak ada. Riwayat pemakaian kacamata ada. Riwayat lahir sesar, prematur,
dengan BBL 2100 gr dan dirawat di incubator. Riwayat pengobatan
sebelumnya tidak ada. Riwayat operasi tidak ada. Pada pasien dengan PFV
gejala yang sering ditemukan adalah leukokoria dan mikroptalmia. Selain itu
bisa dijumpai katarak, strabismus, glaukoma, hyphema, dan uveitis.
Presentasi klinis dapat bervariasi. Pada pasien ini didapatkan leukokoria dan
strabismus. Penyebab pasti PFV sampai sekarang sulit untuk dipahami. PHPV
mungkin terjadi karena cacat dalam regresi vitreous primer atau dalam

8
pembentukan vitreous sekunder atau kombinasi keduanya. Pembuluh darah
dan jaringan hyaloid yang persisten dan jaringan mesenkim dari vitreous
primer mengarah ke spektrum klinis PFV.
Dari hasil pemeriksaan fisis didapatkan bola mata kiri eksotropia, dan lensa
keruh akibat pembuluh darah hyaloid dan vitreous primer yang seharusnya
mundur pada trimester ketiga sewaktu hamil tidak menghilang. Serabut-
serabut dan sel-sel dari vitreous sekunder berasal dari vitreous primer
vaskuler. Di anterior, perlekatan vitreous sekunder yang erat pada membran
limitans interna retina merupakan tahap-tahap awal pembentukan basis
vitreous. Sistem hyaloid mengembangkan pembuluh-pembuluh darah
vitreous, selain dari pembuluh darah pada permukaan kapsula lentis (tunica
vasculo lentis). Sistem hyaloid berkembang dan kemudian beratrofi dari
posterior ke anterior. Atrofi yang tidak sempurna dapat mengakibatkan
hyaloid anterior akan tersisa yang berhubungan dengan lensa atau terdapat
sisa-sisa hyaloid posterior yang berhubungan dengan saraf optik. Apabila
terjadi kegagalan pada regresi akan terjadi kondisi yang dinamakan Persistent
Fetal Vasculature (PFV).

Selain itu, nistagmus ditemukan karena pada lensa terdapat PFV, maka mata
berusaha mencari cahaya sehingga akhirnya bola mata terus bergerak karena
sinar tidak ditemukan. Pemeriksaan ultrasonografi pada PFV menunjukkan
massa ecogenic pada posterior dari lensa.
Pada pasien ini belum dilakukan penanganan karena akan dikonsul ke bagian
vitreo-retina terlebih dahulu. Tujuan dalam pengobatan PFV adalah
menyelamatkan mata dari komplikasi apabila tidak diobati, mempertahankan
ketajaman visual tetap ada, dan mencapai hasil kosmetik yang dapat diterima.
Tindakan bedah diindikasikan apabila dijumpai komplikasi berupa kolaps
ruang anterior yang progresif, peningkatan tekanan intraokular, perdarahan
pada vitreous, dan ablasio retina. Vitrektomi adalah operasi untuk
menghilangkan badan kaca atau vitreous (jelly bening seperti kaca) dari
dalam bola mata. Vitrektomi merupakan operasi mikro yang dilakukan

9
diruang operasi. Anestesi dapat dilakukan secara lokal atau umum. Untuk
prosedur yang lebih rumit dilakukan anestesi umum. Dua atau tiga sayatan
tipis pada sklera akan dibuat agar beberapa alat yang kecil dapat diselipkan ke
mata seperti lampu fibreoptik, pemotong vitreous, gunting halus intraokular,
dan alat laser pada bagian pars plana. Cairan vitreous akan digantikan bahan
lain seperti larutan garam yang mirip dengan cairan tubuh, udara, atau gas.
Cairan vitreous tidak akan terbentuk lagi dan mata dapat berfungsi tanpa
vitreous. Pada akhir operasi sayatan tadi akan dijahit kembali dan akan
sembuh perlahan-lahan. Operasi terdiri dari pengangkatan vitreous dan
mengupas jaringan parut dari permukaan retina. Ini adalah operasi yang
halus. Operasi ini dilakukan bila penglihatan terganggu atau distorsi
mengganggu penglihatan mata yang sehat.

10
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Persistent Fetal Vasculature (PFV) adalah keadaan dimana kegagalan dari
vitreous primer untuk beregresi pada waktu embriologi. Etiologi dan epidemiologi
dari penyakit ini belum diketahui dengan pasti. PFV dianggap penyakit yang
sangat jarang dijumpai. Kondisi ini biasanya unilateral yaitu sebanyak 90%.1,2,3,4
Sebuah studi tentang penyebab kebutaan pada anak dan penglihatan di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa PFV menyumbang sekitar 5% dari semua
kasus kebutaan. PFV biasanya dijumpai pada bayi yang cukup bulan. Kelainan
pada anak dapat dideteksi pada waktu lahir atau seminggu setelah lahir.4,5
Tanda-tanda yang paling umum adlah leukoria dan mikroophtalmia. Selain
itu, bisa dijumpai katarak, strabismus, glaukoma, hyphema, dan uveitis. Presentasi
klinis dapat bervariasi. Selain itu, dilatasi pupil sering tidak sempurna dan
mungkin adalah traksi pada jaringan di belakang iris.5,6,9
Diagnosis dari PFV ini bisa diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan
optalmikus yang komprehensif dan dipastikan dengan pemeriksaan penunjang
yaitu pencitraan.1,2,6
Tujuan dalam pengobatan bagi PFV adalah menyelamatkan mata dari
komplikasi PFV apabila tidak diobati (terutama glaukoma dan penyakit phthysis
bulbi), mempertahankan ketajaman visual supaya tetap ada dan mencapai hasil
kosmetik yang dapat diterima.1,5,6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Embriologi Vitreus


Perkembangan mata dimulai pada hari ke 22 embrio membentuk sepasang
alur dangkal di sisi dinding dari otak depan. Dengan penutupan tabung saraf, alur
ini membentuk vesikel optik. Vesikel ini kemudian bersentuhan dengan
permukaan ektoderm dan menginduksi perubahan ektoderm yang diperlukan
untuk pembentukan lensa. Setelah itu, vesikel optik mulai berkembang masuk dan
membentuk optic cup berdinding ganda. 15

11
Lapisan dalam dan luar dari optic cup ini awalnya dipisahkan oleh lumen,
yaitu ruang intraretinal, tapi segera lumen ini menghilang. Invaginasi tidak
terbatas pada bagian sentral optic cup tetapi juga melibatkan bagian dari
permukaan inferior yang membentuk fisura koroid. Pembentukan fisura ini
memungkinkan arteri hyaloid untuk mencapai ruang dalam mata. Selama minggu
ketujuh, bibir koroid fisura mengalami fusi, dan mulut optic cup menjadi bulat,
yang nantinya menjadi pupil. Selama peristiwa ini terjadi, sel-sel dari permukaan
ektoderm mengalami kontak dengan vesikel optik, mulai memanjang dan
membentuk vesikel lensa. Selama minggu kelima, vesikel lensa kehilangan kontak
dengan permukaan ektoderm dan terletak di mulut optic cup. 15
Selama bulan pertama kehamilan, kompartemen posterior berisi vitreus
primer terdiri dari meshwork fibrillary asal ectodermal dan struktur pembuluh
darah asal mesoderm. Pada tahap 5-mm, arteri ophthalmic dorsal primitif
bercabang menjadi arteri hyaloid, yang melewati fissura choroidal embrio dan
cabang dari rongga vesikel optik primer. Di balik vesikel lensa, beberapa cabang
membuat kontak dengan sisi posterior lensa yang berkembang (capsula
perilenticularis fibrosa), sementara yang lain mengikuti margin optic cup dan
membentuk anastomosis dengan konfluen sinus untuk membentuk pembuluh
annular. Arborisasi dari arteri hyaloid membentuk jaringan kapiler yang padat di
sekitar kapsul posterior lensa (tunica vasculosa lentis, TVL) dan sekitar ekuator
lensa. Selain itu, cabang kapiler berjalan keseluruh vitreous (Vasa hyaloidea
propria). Pembuluh capsulopupillary beranastomosis dengan pembuluh darah
annular sekitar tepi optic cup dan terhubung ke pembuluh darah koroid melalui
drainase vena terjadi. Pada minggu keenam, pembuluh annular melengkung dan
terpusat di atas permukaan lensa anterior. Pada akhir bulan ketiga, bagian anterior
TVL digantikan oleh membran pupil, yang disediakan melalui loop dari cabang-
cabang dari arteri siliaris posterior dan lingkaran arteri utama. Pengembangan dari
pembuluh darah hyaloid hampir selesai pada minggu kesembilan. Drainase vena
dari pembuluh dari kapsul anterior lensa dan, kemudian, dari membran pupil dan
dari pembuluh capsulopupillary terjadi melalui pembuluh yang menuju ke
jaringan di mana corpus siliaris akhirnya akan terbentuk dan beranastomosis dan

12
memberi nutrisi ke venula dari koroid. Biasanya, sistem pembuluh darah hyaloid
mulai mundur pada bulan kedua kehamilan. Proses ini dimulai dengan atrofi
propria vasa hyaloidea, diikuti oleh kapiler TVL, dan, akhirnya, arteri hyaloid
(pada akhir bulan ketiga). Oklusi dari regresi kapiler oleh makrofag tampaknya
menjadi langkah penting untuk atrofi terjadi. Seiring dengan regresi struktur
vaskular, terjadi retraksi dari vitreus primer, serat kolagen dan substansi asam
hyaluronic diproduksi, membentuk vitreus sekunder. Pada bulan kelima dan
keenam masa gestasi, kompartemen posterior disusun oleh vitreus sekunder, dan
vitreus primer mengecil dan terbentuk kanal cloquet yang merupakan struktur
tipis berbentuk S yang memanjang dari diskus ke permukaan posterior dari
lensa.17

2.1. Definisi
PFV adalah kelainan kongenital pada mata dikarenakan kegagalan vitreous
primer pada waktu embriologi dan pembuluh darah hyaloid untuk beregresi. Hal
ini ditandai dengan persisten dari berbagai bagian vitreous primer (embrionik
sistem vaskular hyaloid termasuk tunika vaskulosa lentis posterior) dengan
hiperplasia dari jaringan ikat pada waktu embrio dan terkait dengan
mikrophtalmia, katarak, dan glaukoma.1,2,5

Gambar 1. Awal perkembangan vitreous primer terdapatnya arteri hyaloid yang


mensuplai nutrisi dan oksigen pada mata.7

Regresi jaringan ini gagal dan meninggalkan sisa-sisa fibrovaskular yang


berkembang baik di belakang lensa (persisten primer hiperplastik anterior

13
vitreous) atau pada permukaan bagian dalam peripapillari retina (vitreous
hiperplastik persisten posterior vitreous). Pada beberapa kasus kedua varian
mungkin didapatkan. Ini mungkin didapatkan pada saat lahir atau segera
sesudahnya dengan terbentuknya gambaran opak pada lensa posterior. Hal ini
dapat menimbulkan leukokoria.2,4,8

2.2. Epidemiologi1,3,5,6
Meskipun prevalensi yang tepat belum diketahui, PFV dianggap penyakit
yang sangat jarang dijumpai. Kondisi ini biasanya terjadi secara unilateral, yaitu
sebanyak 90% dan terisolasi (tanpa temuan sistemik yang berhubungan). Sebuah
studi tentang penyebab kebutaan pada anak dan kehilangan penglihatan di
Amerika serikat menunjukkan bahwa PFV menyumbang sekitar 5% dari semua
kasus kebutaan. PFV biasanya dijumpai pada bayi yang cukup bulan. Kelainan
pada anak dapat dideteksi pada waktu lahir atau seminggu setelah lahir.

2.3. Etiologi5
Penyebab pasti PFV sampai sekarang sulit untuk dipahami. PFV mungkin
terjadi karena cacat dalam regresi vitreous primer atau dalam pembentukan
vitreous sekunder atau kombinasi keduanya. Pembuluh darah dan jaringan hyaloid
yang persisten dan jaringan mesenkim dari vitreous primer mengarah ke spektrum
klinis PFV.
Pada beberapa pasien dengan PFV, mutasi gen pada NDP telah
diidentifikasi. Mutasi NDP berhubungan dengan vitreopathies retina pada anak.
Peran patogenetik dari mutasi NDP di PFV didukung oleh temuan-temuan pada
hewan percobaan yang menunjukkan kegagalan arteri hyaloid primer untuk
beregresi. Satu pasien dengan bilateral PFV dilaporkan memiliki mutasi gen NDP
dan ibu pasien tersebut merupakan carrier.
2.4. Patofisiologi
Selama perkembangan embriologi mata, kompartemen antara saraf optik
dan belakang dari lensa berisi sistem vaskular (arteri hyaloid) yang memberikan
nutrisi dan oksigen bagi perkembangan mata. Pembuluh darah hyaloid dan
vitreous primer seharusnya mundur pada trimester ketiga sewaktu hamil karena
tidak lagi diperlukan.5,6

14
Vitreous primer terbentuk antara lapisan dalam dari optic cup dan dengan
sistem vaskular hyaloid bersamaan dengan perkembangan embriologi lensa terjadi
pada kira-kira minggu ke-3 sampai minggu ke-6 yang membentuk serabut-serabut
vitreous dari vitreous primer. Akhirnya vitreous primer terletak di belakang kutub
posterior lensa bersama sisa-sisa pembuluh hyaloid.12
Serabut-serabut dan sel-sel dari vitreous sekunder berasal dari vitreous
primer vaskuler. Di anterior, perlekatan vitreous sekunder yang erat pada
membran limitans interna retina merupakan tahap-tahap awal pembentukan basis
vitreous. Sistem hyaloid mengembangkan pembuluh-pembuluh darah vitreous,
selain dari pembuluh darah pada permukaan kapsula lentis (tunica vasculo lentis).
Sistem hyaloid berkembang dan kemudian beratrofi dari posterior ke anterior.12
Atrofi yang tidak sempurna dapat mengakibatkan hyaloid anterior akan
tersisa yang berhubungan dengan lensa atau terdapat sisa-sisa hyaloid posterior
yang berhubungan dengan saraf optik. Apabila terjadi kegagalan pada regresi akan
terjadi kondisi yang dinamakan Persistent Hyperplastic Primary Vitreous
(PHPV)atau Persistent Fetal Vasculature (PFV).
Sebuah contoh dari sisa-sisa anterior adalah titik Mittendorf. Papila
Bergmeister mungkin dianggap sebagai sisa-sisa posterior sistem hyaloid. Periode
ketiga pembentukan vitreous dimulai pada akhir bulan ketiga. Vitreous tersier
dimulai sebagai akumulasi serat kolagen antara ekuator lensa dan bagian badan
siliar dan akhirnya berdiferensiasi menjadi dasar vitreous dan zonules lensa.7,12

Gambar 2. Mata pada usia gestasi 3 bulan.7

15
Gambar 3. Pada perkembangan mata yang normal pada usia gestasi 8 minggu
tunica vasculosa lentis dan arteri hyaloid mulai menghilang hingga pada saat lahir
tidak ditemukan lagi.2
PFV pada satu mata tidak dianggap sebagai kelainan genetik, oleh karena
itu tidak boleh diturunkan oleh anak-anak yang terkena dampak. Namun,
konseling genetik harus disarankan kepada setiap keluarga dengan anak yang
terkena untuk informasi spesifik.5

2.5. Klasifikasi

PFV terbagi kepada dua tipe:


a. PFV anterior1,2,5,6
Pada PFV anterior, sisa-sisa vaskular terlihat berada pada posterior lensa
tetapi tidak mencapai saraf optik. Varian ini lebih sering, pupil putih (leukokoria)
biasanya akan ditemukan segera setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh membran
fibrous vaskularisasi berada pada posterior lensa. Gangguan penglihatan baik
yang ringan atau berat tergantung pada tingkat keparahan penyakit tersebut.
Pada kasus yang berat, lensa menyerupai membran opak (membranous
cataract) dan bisa menyebabkan kebutaan. Dalam kasus yang jarang, jaringan
lemak akan terbentuk (lipomatous pseudophakia) bisa juga terbentuk tulang
rawan pada lensa tetapi kasusnya jarang. Jaringan parut pada retrolentikular
menarik proses siliar ke tengah dan ini akan terlihat dalam pupil. Pertumbuhan
mata akan terlambat. Hal ini mengakibatkan microphthalmos dan drainase dari
aqueous humor juga terganggu, dimana buphthalmos (hydrophthalmos) juga
dijumpai.
PFV anterior juga dikenal sebagai persistent tunika vasculosa lentis dan
persistent posterior fibrovascular sheath pada lensa. Keadaan ini biasanya terkait
dengan katarak, glaukoma, dan membran retrolentikular. PFV anterior seharusnya
didiagnosa banding dengan penyebab leukokoria yang lain. Membedakan PFV
16
dengan retinoblastoma sangat penting. Pada retinoblastoma selalu tidak jelas
kelihatan saat lahir, biasanya bilateral dan tidak disertai dengan mikropthalmus
atau katarak.

Gambar 4. PFV anterior, suatu massa fibrovaskular disuplai oleh arteri hyaloid
yang persisten yang letaknya berdekatan dengan permukaan posterior dari lensa.
Badan siliar dan sudut ruang okuli tidak terganggu.2

Gambar 5. PFV anterior menunjukkan mikrophtalmus disertai katarak.8

b. PFV posterior1,3,5,6
Dalam PFV posterior sisa-sisa serabut vaskular terlihat timbul dari saraf
optik tapi tidak mencapai lensa sehingga biasanya tidak menyebabkan katarak.
PFV posterior dapat dikaitkan dengan perkembangan abnormal dari retina, saraf
optik, maskula, vitreal stalk, dan membran vitreal. Retina sekitarnya dapat terjadi
parut atau terpisah. Jika ada keterlibatan signifikan dari saraf optik dan/atau retina,
penglihatan yang baik tidak mungkin didapatkan. Presentasi murni posterior bisa
dijumpai ablasio retina dan displasia retina. PFV posterior harus dibedakan
dengan retinopathy premature, ocular toxocariasis, dan familial exudative
vitreoretinopathy. PFV anterior dan posterior bisa juga terjadi secara bersamaan.

17
Gambar 6. PFV posterior, terlihat septum linier dari saraf optik ke lensa.

2.6. Gambaran Klinis


Tanda-tanda yang paling umum adalah leukokoria dan mikroptalmia.
Selain itu bisa dijumpai katarak, strabismus, glaukoma, hyphema, dan uveitis.
Presentasi klinis dapat bervariasi. Selain itu, dilatasi pupil sering tidak sempurna
dan mungkin ada traksi pada jaringan dibelakang iris (proses silia).5,6,9
Dalam lebih dari 90% kasus PFV adalah unilateral. Dilaporkan juga 13%
pasien mempunyai ukuran bola mata yang normal dan hampir 26% mengalami
buphtalmic. Bagian depan mata (ruang anterior) mungkin lebih dangkal dari yang
normal sehingga meninggalkan sedikit ruang antara iris dan kornea. Ini
merupakan faktor predisposisi terjadinya glaukoma pada anak.2,3,5,6,8,9
Traksi dari proses siliari kadang-kadang terlihat di pinggiran pupil yang
berdilatasi. Mata kecil, refleks putih pupil dan pembuluh darah hyaloid terlihat
diatas permukaan anterior iris, papiler margin dan permukaan posterior iris
merupakan parameter diagnostik yang sangat penting. Kadang-kadang perdarahan
intravitreal yang luas dan ablasio retina bisa dijumpai. Ketajaman visual dapat
mendekati normal. Strabismus dapat dijumpai pada saat lahir atau berkembang
tidak lama setelah periode postnatal.5,6
Meskipun penyakit ini biasanya terisolasi, telah dilaporkan terdapat
kombinasi dengan sindrom lainnya yaitu trisomi 13, Norric disease, Walker-
Walburg syndrome, incontinentia pigmenti, cerebro-oculo-dysplasia-muscular
dystrophy, fetal alcohol syndrome, neurofibromatosis 2, dan Axenfeld-Rieger
syndrome. Selain itu, kelainan kongenital lainnya pada retina bisa hampir sama
dengan PFV dan harus dipertimbangkan ketika kedua mata terlibat.5,6
2.7. Diagnosis
Diagnosis PFV berdasarkan pada anamnesa, pemeriksaan mata yang
komprehensif dan dikonfirmasi dengan ultrasonografi, CT-scan atau magnetic

18
resonance imaging (MRI).2,6 Temuan pencitraan tergantung pada ukuran,
ketebalan, dan tingkat vaskularisasi dari massa fibrovaskular. Ultrasonografi pada
PHPV menunjukkan massa ecogenic pada posterior dari lensa dengan sebuah
band hyperechoic memanjang dari bagian posterior dari bola mata ke permukaan
posterior massa retrolental, sesuai dengan kanal Cloquet. Arteri hyaloid dapat
dilihat pada kanal ini dengan pemeriksaan Doppler. Ablasi retina dapat dilihat
sebagai struktur lengkung echogenic didalam gambaran anechoic pada vitreous.
Kadang-kadang gambaran hiperechogenic yang heterogen yang terlihat di dalam
vitreous menandakan perdarahan.1,9
CT-scan hampir selalu menunjukkan gambaran micropthalmos. Pada
bagian apeks, terlihat sebuah band linier atau septum meluas ke posterior dapat
dikatakan sebuah temuan yang memungkinkan diagnosis yakni PFV.9

Gambar 7. PFV pada anak usia 2 tahun dengan mata kiri yang abnormal pada
pemeriksaan. Gambaran CT-scan potongan aksial diperoleh setelah pemberian zat
kontras intravena yang menunjukkan septum vertikal posterior lensa kiri yang
meluas ke posterior.9
Kadang-kadang penurunan energi pada sinar radiasi yang melewati pada
vitreous body dapat dilihat, ini selalu dikaitkan dengan jaringan vibrovaskular dan
darah yang berhubungan dengan perdarahan berulang. Lensa tampak abnormal
dan kecil, transparan, atau bulat karena edema. Kalsifikasi tidak ditemukan.1,6,9
CT-scan tidak selalu dapat membedakan PFV dengan retinoblastoma.
Pemeriksaan MRI lebih unggul dalam membedakan PFV dari retinoblastoma.
Lensa yang abnormal, elongasi prosessus ciliary, dan massa retrolental bisa
terlihat. Pemberian bahan kontras gadolinium secara intravena biasanya akan
terjadi enhance pada retrolental vitreous primer.9

2.8. Diagnosa Banding1,5

19
Retinoblastoma yang juga biasanya dijumpai leukokoria dan
micropthalmos harus dipikirkan dalam mendiagnosa banding PFV. Diagnosa
retinoblastoma dapat disingkirkan berdasarkan pemeriksaan USG atau CT-scan.
Pemeriksaan pencitraan untuk retinoblastoma akan dijumpai massa intraokular
dengan kalsifikasi. PFV adalah penyebab paling umum kedua setelah
retinoblastoma apabila dijumpai leukokoria.
Kondisi penyakit lain yang dapat hampir sama temuannya dengan PFV
termasuk Coast disease, retinopathy of prematurity (ROP), microphthalmia,
incontinentia pigmenti, congenital cataract and ocular toxocariasis. Selain itu,
PHPV dapat didiagnosa banding dengan coloboma of optic nerve, coloboma of
posterior pole, uveitis, cataract, myelinated nerve fibers, juvenile
xanthogranuloma, falciform retinal folds.

Diagnosa banding untuk leukokoria

Penyebab Kriteria Banding

Katarak kongenital Awal infan, unilateral atau bilateral,


(4-8:20.000)
ukuran bola mata normal

Retinoblastoma (1:20.000) Infan, ukuran bola mata normal,


unilateral (2/3 kasus) atau bilateral (1/3
kasus), kalsifikasi

Retinopathy of prematurity, grade V Awal infan, bilateral, lahir preterm


(1:20.000) dengan terapi oksigen

Exudative retinitis ( Coats’disease) Anak-anak, unilateral

Persistent hyperplastic primary Unilateral, micropththalmos, connatal,


Vitreous centrally displaced ciliary processes

Tumor Astrocytoma, medulloepithelioma

Exudative retinal detatchment Toxocariasis, angiomatosis retinae (von


Hippel-lindau tumor), diffuse choroidal
hemagioma.

20
Penyebab lain Norrie’s disease, incontinentia pigmenti
(Bloch-Sulzberger disease), juvenile
retinoschisis, retinal dysplasia, vitreous
abscess, myelinized nerve fibers,
coloboma of the optic disk (morning
glory disk), foreign bodies in the
vitreous chamber.

2.9. Penatalaksanaan
Tujuan dalam pengobatan PFV adalah menyelamatkan mata dari
komplikasi apabila tidak diobati (terutama glaukoma dan penyakit pthysis bulbi),
mempertahankan ketajaman visual tetap ada, dan mencapai hasil kosmetik yang
dapat diterima.1,5,6,10
Tindakan bedah diindikasikan apabila dijumpai komplikasi berupa kolaps
ruang anterior yang progresif, peningkatan tekanan intraokular, perdarahan pada
vitreous, dan ablasio retina.10
Dengan munculnya alat pemotong vitreous dan gunting halus intraokular,
vitrektomi menjadi satu tahap prosedur perawatan standar pada masa ini.13,14
Vitrektomi adalah operasi untuk menghilangkan badan kaca atau vitreous
(jelly bening seperti kaca) dari dalam bola mata. Vitrektomi merupakan operasi
mikro yang dilakukan diruang operasi. Anestesi dapat dilakukan secara lokal atau
umum. Untuk prosedur yang lebih rumit dilakukan anestesi umum. Dua atau tiga
sayatan tipis pada sklera akan dibuat agar beberapa alat yang kecil dapat
diselipkan ke mata seperti lampu fibreoptik, pemotong vitreous, gunting halus
intraokular, dan alat laser pada bagian pars plana. Cairan vitreous akan digantikan
bahan lain seperti larutan garam yang mirip dengan cairan tubuh, udara, atau gas.
Cairan vitreous tidak akan terbentuk lagi dan mata dapat berfungsi tanpa vitreous.
Pada akhir operasi sayatan tadi akan dijahit kembali dan akan sembuh perlahan-
lahan. Operasi terdiri dari pengangkatan vitreous dan mengupas jaringan parut
dari permukaan retina. Ini adalah operasi yang halus. Operasi ini dilakukan bila
penglihatan terganggu atau distorsi mengganggu penglihatan mata yang sehat.13,14

21
Visual rehabilitasi (lensa aphakia dan terapi ambliopia) dilakukan untuk
memperoleh visual yang bagus. dalam kasus kelainan berbagai segmen di
posterior, rehabilitasi visual tidak memungkinkan untuk dilakukan. Pada pasien
yang tidak bisa dioperasi, penggunaan lensa kontak pupil hitam diperlukan.6

Gambar 8. Teknik pembedahan pada PFV

2.10. Komplikasi6
Komplikasi yang bisa terjadi pada PFV berupa:
a. glaukoma
b. pendarahan intraokular
c. ablasio retina
d. phthisis bulbi
2.11. Prognosis2,5
Prognosis bergantung pada tingkat keparahan gangguan yang terjadi.
Namun tindakan intervensi bedah yang adekuat sering dapat menyelamatkan mata
dan menstabilkan ketajaman visual.

BAB III
KESIMPULAN

22
Persistent Fetal Vasculature (PFV) adalah kondisi dimana apabila
terjadinya kegagalan pada regresi vitreous primer dan pembuluh darah hyaloid
pada waktu embriologi. Penyebab dari penyakit ini masih belum diketahui.1,6
Tanda-tanda yang paling umum adalah leukokoria dan mikroptalmia.
Selain itu bisa dijumpai katarak, strabismus, glaukoma, hyphema dan uveitis.
Untuk mendiagnosis bisa didapat dari presentasi klinis dan dengan bantuan dari
pemeriksaan penunjang yaitu pencitraan.1,5,6,7,8
Pengobatan bagi PFV adalah menyelamatkan mata dari komplikasi PFV
apabila tidak diobati (terutama glaukoma dan penyakit phthysis bulbi),
mempertahankan ketajaman visual supaya tetap ada dan mencapai hasil kosmetik
yang dapat diterima.1,5,6
Prognosis tergantung terutama pada tingkat keparahan gangguan yang
terjadi. Namun tindakan intervensi bedah yaitu vitrektomi dapat menyelamatkan
mata dan menstabilkan ketajaman visual.1,4

DAFTAR PUSTAKA

1. Lang G. K., Abnormal Changes in The Viterous Body. Dalam:


Ophthalmology Short Textbook, 1st ed, 2000, USA: Thieme Stuttgart
Publishing Ltd., 2000; 285-287.
2. Regillo. C, Chang T. S., Disease of Vitreous. Dalam: Retina and Vitreous.
Singapore: American Academy of Ophthalmology Ltd., 3rd Edition, 2007-
2008; 280-283.
3. Sehu K. W, Lee W. R., Development and Malformation. Dalam:
Ophthalmic Pathology. USA: Blackwell Publishing Ltd., 2005; 128-129.

23
4. Crick R. P, Khaw P. T., Congenital Abnormaities and Genetic Disorders.
Dalam: A Textbook of Clinical Ophthalmology. Singapore: World
Scientific Publishing Co. Pte. Ltd., 3rd Edition, 2003; 427.
5. Persistent Hyperplastic Primary Vitreous. Diunduh dari:
http://www.institutvision.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=220&Itemid=75&lang=en&limitst
art=1 [Diperoleh: 30 Agustus 2016]
6. Alex V. L., Persistent Hyperplastic Primary Vitreous. Department of
Ophthalmology The Hospital for Sick Children University of Toronto er
2003. Diunduh dari: http://www.pgcfa.org/files/MORIN_03_WINTER.pdf
[Diperoleh: 30 Agustus 2016]
7. Scott E. O, Leonard B., Ocular Developmental Anomalies. Vitreous
Differentiation. Diunduh dari:
http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v9/v9c053.
html [Diperoleh: 30 Agustus 2016]
8. Parag K. S., Ejournal of Ophthalmology. Persistent Fetal Vasculature
Syndrome. 2011. Diunduh dari:
http://www.eophtha.com/eophtha/ejo28a.html [diperoleh: 30 Agustus
2016]
9. Ellen M. C, Charles S. S, Jason W. S., Pediatric Orbit Tumors and Tumor
like Lesions: Neuroepithelial Lesions of The Ocular Globe and Optic
Nerve. Radiological society of North America. 2011. Diunduh dari:
http://radiographics.rsna.org/content/27/4/1159.full [Diperoleh: 30 Agustus
2016]
10. Muller-Forell W. S., Orbital Pathology. Dalam: Imaging of Orbital and
Visual Pathway Pathology, 1st Edition, 2006; 149.
11. Kenneth W. W, Peter H. S, Lisa S. T., Embryology of Vitreous. Dalam:
Handbook of Pediatric Eye and Systemic Disease, USA, Springer
Publishing, 1st Edition, 2006; 29-30.
12. Vaughan D. G., Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam: Oftalmologi
Umum. Jakarta: 2000: Widya Medika Publishing, 28-29.
13. A. B. D, Micheal T T., Persistent Hyperplastic Primary Vitreous. Diunduh
dari: http://www.associatedretinaconsultants.com/images/Ped%20VR
%20Surg20Handout/PEVS/hyperplastic.pdf [Diperoleh: 30 Agustus 2016]

24
14. Vitrectomy. Diunduh dari: http://www/avcclinic.com/vitrectomy.htm.
[Diperoleh: 30Agustus 2016]
15. Sadler T.W. Chapter 20: Eye. Dalam: Langman’s Medical Embryology.
Filadelfia, 12th Edition. 2012; 329-334.
16. Tozer K, Yee K, S.J. Chapter 3. Dalam: Vitreous and Developmental
Vitreoretinopathies. 2013.
17. B Anand-Apte and J G Hollyfield. Developmental Anatomy of the Retinal
and Choroidal Vasculature. Cleveland: Elsevier Ltd.,2010

25

You might also like