You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah
cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain,
dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) Manuaba, 2002. Menurut Manuaba,
2002 bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah persalinan spontan, persalinan buatan,
dan persalinan anjuran (induksi persalinan). Kejadian ketuban pecah dini mendekati 10% dari
semua persalinan. Pada umur kehamilan kurang dari 34 minggu, Kejadian sekitar 4%.
Sebagian dari ketuban pecah dini mempunyai periode laten lebih dari satu minggu. Bahaya
ketuban pecah dini adalah kemungkinan infeksi dalam rahim dan persalinan prematuritas
yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.
Proses persalinan ditandai dengan pembukaan servik, proses ini terbagi dalam 2 fase
yaitu:
a. Fase laten : berlangsung selama kurang lebih 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat
sampai mencapai diameter 3 cm.
b. Fase aktif : dibagi dalam 3 fase : yaitu Fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3
cm menjadi 4 cm.
c. Fase dilatasi maksimal, dalam 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat. Dari 4 cm
menjadi 9 cm.
d. Fase deselerasi, pembukaan melambat kembali. Dalam 2 jam pembukaan dari 9 cm
menjadi 10 cm. (Sulistyawati, ari. 2010)

Proses persalinan tidak selalu berlangsung normal. Beberapa orang mengalami


komplikasi selama proses tersebut berlangsung dan sering kali mengancam nyawa baik ibu
maupun bayinya. Masalah-masalah yang menyebabkan kematian ibu bersalin itu hanya dapat
ditangani di fasilitas kesehatan yang memadai. Pelayanan obstetrik dan neonatal darurat serta
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan menjadi sangat penting dalam upaya penurunan
kematian ibu.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang di maksud dengan kala I memanjang?
b. Apa saja bahaya jika terjadi kala I memanjang?
c. Bagaimana cara menentukan diagnose Kala I memanjang?
d. Bagaimana penatalaksanaan kala I memanjang?
e. Bagaimana konsep managemen kebidanan dengan kala I memanjang?

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan padaNy. I G1P0 A0 Usia
Kehamilan 40 Minggu Janin Tunggal Hidup Intra Uterin Preskep Inpartu Kala I Fase Laten
Memanjang di RSUD Gambiran secara Komprehensif.

1.2.1 Tujuan Khusus


1) Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian Inpartu Kala 1 Fase Laten Memanjang
2) Mahasiswa mampu melaksanakan interpretasi data Inpartu Kala 1 Fase Laten Memanjang
3) Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa/masalah potensial Inpartu Kala 1 Fase Laten
Memanjang
4) Mahasiswa mampu menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera Inpartu Kala 1 Fase
Laten Memanjang
5) Mahasiswa mampu menyusun rencana asuhan yang menyeluruh Inpartu Kala 1 Fase Laten
Memanjang
6) Mahasiswa mampu melaksanakan langsung asuhan/implementasi Inpartu Kala 1 Fase Laten
Memanjang
7) Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi Inpartu Kala 1 Fase Laten Memanjang

1.5 Metode Pengumpulan Data


1.3.1 Wawancara
Mengumpulkan data sebanyak dan seakurat mungkin dari anamnesa ibu
1.3.2 Observasi
Melakukan pengamatan termasuk pemeriksaan umum, khusus dan penunjang secara khusus
kepada klien
1.3.3 Studi Dokumentasi
Melakukan pengambilan data dari dokumen (rekam medik) pasien yang sudah ada dan
dijadikan informasi berbagai hal yang diperoleh dari Rumah Sakit Gambiran.
1.3.4 Studi Pustaka
Menggunakan referensi dari buku/pustaka yang ada sesuai dengan kasus yang dibahas.

1.4 Sistematika Penulisan


BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan
1.3 Metode pengumpulan data
1.4 Teknik Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Terdiri dari konsep dasar Neonatus, konsep dasar ikterus, konsep menejemen asuhan
kebidanan pada ikterus.

BAB III TINJAUAN KASUS


3.1 Pengkajian data
3.2 Interpetasi data
3.3 Antisipasi diagnose atau masalah potensial
3.4 Identifikasi kebutuhan segera
3.5 Rencana intervensi
3.6 Implementasi
3.7 Evaluasi

BAB IV PEMBAHASAN

BAB V PENUTUP
- Kesimpulan
- Saran

Daftar Pustaka

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Persalinan Normal
2.1.1 Definisi
Persalinan normal adalah pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan
(37-42 minggu) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18
jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Prawiroharjo, 2001).

2.1.2 Proses Terjadinya Persalinan


Menurut Manuaba (2002) proses terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti,
sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya kekuatan his.
Ada 2 hormon yang dominan selama kehamilan yaitu:
a. Estrogen yang meningkatkan sensitifitas otot rahim, memudahkan penerimaan rangsangan
dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, dan rangsangan mekanis
b.Progesteron yang menurunkan sensitifitas otot rahim, menyulitkan penerimaan rangsangan
dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, dan rangsangan mekanis,
dan menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi.

2.1.3 Tanda dan Gejala Inpartu


Menurut manuaba (2002) tanda persalinan adalah sebagai berikut:
a. Terjadinya his persalinan

b. Pengeluaran lender dan darah

c. Pengeluaran cairan

2.1.4 Faktor – Faktor dalam Persalinan


a. Power
His (kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan mengejan ibu, keadaan kardiovaskular
respirasi metabolik ibu.
b. Passage
Keadaan jalan lahir.
c. Passanger
Keadaan janin (letak, presentasi, ukuran/berat janin, ada/tidak kelainan anatomik mayor)
d. ( faktor “P” lainnya : psikologi, penolong, posisi )
Dengan adanya keseimbangan / kesesuaian antara faktor-faktor “P” tersebut, persalinan normal
diharapkan dapat berlangsung

2.1.5 Tahapan Persalinan


Persalinan dibagi menjadi 4 tahap. Pada kala I servik membuka dari pembukaan 0-10
cm. Kala I dinamakan juka kala pembukaan, kala II disebut kala pengeluaran, kala III disebut
juga kala pengeluaran urie, sedangkan kala IV dimulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam
kemudian. (Sumarah. 2009: 4-5)
a. Kala I (Pembukaan)
Pasien dikatanya dalam persalina kala I, jika sudah terjadi pembukaan servik dan
kontraksi terjadi teratur minimal 2 kali dalam 10 menit selama 40 detik. Kala I adalah kala
pembukaan yang berlangsung antara 0-10 cm. Proses ini terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase
laten (8 jam) dimana servik membuka sampai 3 cm dan fase aktif (6 jam) dimana servik
membuka dari 3-10 cm. (Sulistyowati. 2010: 7)
Fase aktif dibagi dalam 3 fase yaitu :
- Fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
- Fase dilatasi maksimal, dalam 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat. Dari 4 cm
menjadi 9 cm.
- Fase deselerasi, pembukaan melambat kembali. Dalam 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi
10 cm. (Sulistyawati, ari. 2010)

b. Kala II
Kala II adalah kala pengeluaran bayi dimulai dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir.
Proses ini berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida. Diagnosa kala
II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan lengkap
dan kepala janin sudah tampak divulva denagn diameter 5-6 cm. (Sulistyowati, 2010)
Gejala utama kala II adalah sebagai berikut :
1. His semakin kuat dengan interval 2-3 menit dengan durasi 50- 100 detik
2. Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran cairan
secara mendadak.
3. Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan meneran.
4. Dua kekuatan yaitu, his dan meneran akan mendorong kepala bayi sehingga
kepala beyi membuka pintu berturut-turut ubun-ubun besar, dahi, hidung, muka,
serta kepala seluruhnya.
5. Kepala lajir seluruhnya dan diikuti dengan putar paksi luar yaitu penyesuaian kepala dan
punggung.
6. Setelah putar paksi luar, maka persalinan bayi ditolong dengan jalan berikut.
a. Pegang kepala pada tulang oksiput dan bagian bawah dagu, kemudian tarik cunam kebawah
untuk melahirkan bahu depan dan cunam keatas untuk melahirkan bahu belakang.
b. Setelah kedua bahu lahir, ketiak dikait untuk melahirkan sisa badan bayi.isa air ketuban.
c. Bayi lahir diikuti sisa air ketuban.
7. Lamanya kala II untuk primigravida 50 menit dan multigravida 30 menit.
(Sulistyawati. 2010: 8)

c. Kala III (Pelepasan plasenta)


Kala III adalah waktu untuk pelepasan dan pengeluaran plasenta. Lepasnya plasenta
sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut:
1. Uterus berbentuk bundar.
2. Uterus terdorong keatas, karena plasenta terlepaske segmen bawah rahim.
3. Tali pusat bertambah panjang.
4. Terjadi perdarahan.
Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan secara kradepada fundus
uteri. (Sulistyowati.2010: 8)

d. Kala IV (Observasi)
Kala IV mulai dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam. Pada kala IV dilakukan observasi
terhadap pascapersalianan, paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Tingkat kesadaran pasien.
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan.
3. Kontraksi uterus.
4. Terjadinya perdarahan, perdarahan dianggap normal bila jumlahnya tidak melebihi 400-500
cc. (Sulistyawati. 2010: 9)

2.2 Konsep Persalinan dengan Kala 1 Fase Laten Memanjang


2.2.1 Definisi
Harry Oxorn dan Willian R. Forte (1996) mengklasifikasikan partus lama menjadi beberapa
fase, yaitu :
1. Fase laten yang memanjang
Fase laten yang melampaui waktu 20 jam pada primigravida atau waktu 14 jam pada
multipara merupakan keadaan abnormal. Sebab-sebab fase laten yang panjang mencakup :
a. Serviks belum matang pada awal persalinan
b. Posisi janin abnormal
c. Disproporsi fetopelvik
d. Persalinan disfungsional
e. Pemberian sedatif yang berlebihan
Serviks yang belum matang hanya memperpanjang fase laten, dan kebanyakan serviks
akan membuka secara normal begitu terjadi pendataran. Sekalipun fase laten berlangsung
lebih dari 20 jam, banyak pasien mencapai dilatasi serviks yang normal ketika fase aktif
mulai. Meskipun fase laten itu menjemukan, tapi fase ini tidak berbahaya bagi ibu atau pun
anak.

2. Fase aktif yang memanjang pada primigravida


Para primigravida, fase aktif yang lebih panjang dari 12 jam merupakan keadaan
abnormal, yang lebih penting daripada panjangnya fase ini adalah kecepatan dilatasi serviks.
Pemanjangan fase aktif menyertai :
a. Malposisi janin
b. Disproporsi fetopelvik
c. Penggunaan sedatif dan analgesik secara sembrono
d. Ketuban pecah sebelum dimulainya persalinan
Keadaan ini diikuti oleh peningkatan kelahiran dengan forceps tengah, secsio caesarea dan
cedera atau kematian janin. Periode aktif yang memanjang dapat dibagi menjadi dua
kelompok klinis yang utama, yaitu kelompok yang masih menunjukkan kemajuan persalinan
sekalipun dilatasi servik berlangsung lambat dan kelompok yang benar-benar mengalami
penghentian dilatasi serviks.
3. Fase aktif yang memanjang pada multiparas
Fase aktif pada multipara yang berlangsung lebih dari 6 jam (rata-rata 2,5 jam) dan laju
dilatasi serviks yang kurang dari 1,5 cm per jam merupakan keadaan abnormal. Meskipun
partus lama pada multipara lebih jarang dijumpai dibandingkan dengan primigravida, namum
karena ketidakacuhan dan perasaan aman yang palsu, keadaan tersebut bisa mengakibatkan
malapetaka.
Kelahiran normal yang terjadi di waktu lampau tidak berarti bahwa kelahiran
berikutnya pasti normal kembali. Pengamatan yang cermat, upaya menghindari kelahiran
pervaginam yang traumatik dan pertimbangan secsio caesarea merupakan tindakan penting
dalam penatalaksanaan permasalahan ini. Berikut ini ciri-ciri partus lama pada multipara :
a. Insedensinya kurang dari 1%
b. Mortalitas perinatalnya lebih tinggi dibandingkan pada primigravida dengan partus lama
Jumlah bayi besar bermakna
c. Malpresentasi menimbulkan permasalahan
d. Prolapsus funiculi merupakan komplikasi
e. Perdarahan postpartum berbahaya
f. Rupture uteri terjadi pada grande multipara
g. Sebagian besar kelahirannya berlangsung spontan pervaginam
h. Ekstraksi forceps tengah lebih sering dilakukan
i. Angka secsio caesarea tinggi, sekitar 25%.

2.2.2 Bahaya Partus Lama


Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH (1998), menjelaskan mengenai bahaya partus lama bagi
ibu dan janin, yaitu :
1. Bahaya bagi ibu
Partus lama menimbulkan efek berbahaya baik terhadap ibu maupun anak. Beratnya
cedera meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan, resiko tersebut naik dengan
cepat setelah waktu 24 jam. Terdapat kenaikan pada insidensi atonia uteri, laserasi,
perdarahan, infeksi, kelelahan ibu dan shock. Angka kelahiran dengan tindakan yang tinggi
semakin memperburuk bahaya bagi ibu.
2. Bahaya bagi janin
Semakin lama persalinan, semakin tinggi morbiditas serta mortalitas janin dan semakin
sering terjadi keadaan berikut ini :
a. Asfiksia akibat partus lama itu sendiri
b. Trauma cerebri yang disebabkan oleh penekanan pada kepala janin
c. Cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi dengan forceps yang sulit
d. Pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran. Keadaan ini mengakibatkan terinfeksinya cairan
ketuban dan selanjutnya dapat membawa infeksi paru-paru serta infeksi sistemik pada janin.
Sekalipun tidak terdapat kerusakan yang nyata, bayi-bayi pada partus lama memerlukan
perawatan khusus. Sementara pertus lama tipe apapun membawa akibat yang buruk bayi
anak, bahaya tersebut lebih besar lagi apalagi kemajuan persalinan pernah berhenti. Sebagian
dokter beranggapan sekalipun partus lama meningkatkan resiko pada anak selama persalinan,
namun pengaruhnya terhadap perkembangan bayi selanjutnya hanya sedikit. Sebagian lagi
menyatakan bahwa bayi yang dilahirkan melalui proses persalinan yang panjang ternyata
mengalami defisiensi intelektual sehingga berbeda jelas dengan bayi-bayi yang lahir setelah
persalinan normal.

2.2.3 Diagnosis
Menurut Suprijadi dalam buku asuhan intrapartum pada fase laten memanjang ini
memungkinkan terjadinya partus lama. Maka dari itu bidan harus bisa mengidentifikasi
keadaan ini dengan baik.
Diagnosa partus lama ialah :
Tanda dan Gejala Diagnosa
1. Serviks tidak membuka Belum inpartu
Tidak didapatkan his/his tidak teratur
Pembukaan serviks tidak melewati 4 cm sesudah Fase laten memanjang
8 jam inpartu dengan his yang teratur
3.- Pembukaan serviks melewati kanan garis Fase aktif memanjang
waspada partograf
a. - Frekuensi his kurang dari 3 x his per 10 menit Inersia uteri
dan lamanya kurang dari 40 detik
b. - Pembukaan serviks dan turunnya bagian janin CPD
yang dipresentasi tidak maju, sedangkan his baik
c. - Pembukaan serviks dan turunnya bagian janin
Obstruksi kepala
yang dipresentasi tak maju dengan caput, terdapat
moulase hebat, oedema serviks, tanda ruptura
uteri imins, gawat janin
Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin mengedan, Kala II lama
tetapi tidak ada kemajuan penurunan

Kekeliruan melakukan diagnosa persalinan palsu menjadi fase laten menyebabkan


pemberian induksi yang tidak perlu yang biasanya sering gagal. Hal ini menyebabkan
tindakan operasi SC yang kurang perlu dan sering menyebabkan amnionitis. Oleh sebab itu
maka petugas kesehatan atau bidan harus benar-benar tahu atau paham tentang perbedaan
persalinan sesungguhnya dan persalinan palsu yaitu dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Persalinan sesungguhnya
a. Serviks menipis dan membuka
b. Rasa nyeri dengan internal teratur
c. Internal antara rasa nyeri yang secara perlahan semakin pendek
d. Waktu dan kekuatan kontraksi bertambah
e. Rasa nyeri berada dibagian perut bagian bawah dan menjalar ke belakang
f. Dengan berjalan menambah intensitas
g. Ada hubungan antara tingkat kekuatan kontraksi dengan intensitas rasa nyeri
h. Lendir darah sering tampak
i. Kepala janin terfiksasi di PAP diantara kontraksi
j. Pemberian obat penenang tidak menghentikan proses persalinan sesungguhnya
k. Ada penurunan kepala bayi

2. Persalinan Semu
a. Tidak ada perubahan serviks
b. Rasa nyeri tidak teratur
c. Tidak ada perubahan internal antara nyeri yang satu dan yang lain
d. Tidak ada perubahan pada waktu dan kekuatan kontraksi
e. Kebanyakan rasa nyeri dibagian depan saja
f. Tidak ada perubahan rasa nyeri dengan berjalan
g. Tidak ada hubungan antara tingkat kekuatan kontraksi uterus dengan intensitas rasa nyeri
h. Tidak ada lendir darah
i. Tidak ada kemajuan penurunan bagian terendah janin
j. Kepala belum masuk PAP walaupun ada kontraksi
k. Pemberian obat yang efisien menghentikan rasa nyeri pada persalinan

2.1.4 Penatalaksanaan
1. Penanganan secara umum (menurut Sarwono Prawirohardjo)
a. Nilai secara cepat keadaan umum wanita hamil tersebut termasuk tanda-tanda vital dan
tingkat hidrasinya. Apakah ia kesakitan dan gelisah, jika ya pertimbangkan pemberian
analgetik.
b. Tentukan apakah pasien benar-benar inpartu
c. Upaya mengedan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah O2 ke plasenta,
maka dari itu sebaiknya dianjurkan mengedan secara spontan dan mengedan dengan tidak
menahan napas terlalu lama dan perhatikan DJJ
2. Penanganan secara khusus
Apabila ibu berada dalam fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda
kemajuan, lakukan pemeriksaan dengan jalan penilaian ulang serviks :
a. Bila tidak ada perubahan penipisan dan pembukaan serviks serta tak didapatkan tanda gawat
janin, kaji ulang diagnosisnya kemungkinan ibu belum dalam keadaan inpartu
b. Bila ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan serviks lakukan amniotomi dan induksi
persalinan dengan oksitosin atau prostoglandin. Lakukan drip oksitosin dengan 5 unit dalam
500 cc dekstrose atau NaCl mulai dengan 8 tetes per menit, setiap 30 menit ditambah 4 tetes
sampai His adekuat (maksimum 40 tetes/menit) atau diberikan preparat prostaglandin.
Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam. Bila ibu tidak masuk fase aktif setelah dilakukan
pemberian oksitosin lakukan seksio sesarea.
c. Pada daerah yang prevelensi HIV tinggi, dianjurkan membiarkan ketuban tetap utuh, selama
pemberian oksitosin untuk mengurangi kemungkinan terjadinya penularan HIV
d. Bila didapatkan tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) lakukan akselerasi
persalinan dengan oksitosin 5 unit dalam 500 cc dekstrose atau NaCl mulai dengan 8 tetes
permenit setiap 15 menit ditambah 4 tetes sampai his adekuat (maksimum 40 tetes/menit atau
diberikan preparat prostaglandin, serta berikan antibiotika kombinasi sampai persalinan yaitu
amplisilin 29 gr IV. Sebagai dosis awal dan 1 gr IV setiap 6 jam ditambah dengan gestamisin
setiap 24 jam.
e. Jika terjadi persalinan pervaginam stop antibiotika pasca persalinan
f. Jika dilakukan seksiosesarea, lanjutkan antibiotika ditambah metronidazol 500 mg IV setiap
8 jam sampai ibu bebas demam selama 48 jam.
2.3 Konsep Managemen Asuhan Kebidanan Pada Inpartu Kala 1 Fase Laten
2.3.1 Pengertian Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan adalah aktivitas atau intervensi yang dilakukan bidan pada ibu yang
mempunyai kebutuhan atau permasalahan dalam bidang KIA. (Dep. Kes. RI, 1993)
2.3.2 Langkah – langkah (7 Langkah Menurut Varney)
I Pengkajian
A. Data subjektif
Merupakan data yang didapat dari hasil wawancara langsung pada klien dan keluarga
serta dengan tim tenaga kesehatan.
1) Biodata
Biodata yang dikumpulkan dari ibu dan suaminya, meliputi : nama, umur, agama, suku/
bangsa, pendidikan, pekerjaan dan alamat lengkap.
2) Keluhan Utama
Data ini didapat dari pihak pasien berupa keluhan yang sedang pasien rasakan saat ini.
Meliputi : Kenceng-kenceng bertambah sering, keluarnya lender/ darah.
3) Riwayat Menstruasi
Meliputi HPHT, siklus haid, pendarahan pervaginam dan fiuor albus.
4) Riwayat Kehamilan Sekarang
Meliputi riwayat AIVC, gerakan janin, tanda – tanda bahaya atau penyulit keluhan utama,
obat yang dikonsumsi termasuk jamu.
5) Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu
Meliputi keadaan saat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu serta masalah selama
kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu.
6) Riwayat KB
Meliputi jenis metode yang dipakai, waktu, tenaga dan tempat saat pemakaian dan berhenti,
keluhan/ alasan berhenti.
7) Riwayat Psikologi
Meliputi : pengetahuan dan respon ibu terhadap kehamilan dan kondisi yang dihadapi saat
ini, jumlah keluarga di rumah, respon keluarga terhadap kehamilan, dukungan keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga, tempat melahirkan dan penolong yang diinginkan
ibu.
8) Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi apakah terdapat keturunan kembar, penyakit keturunan, dan jenis penyakit lain
dalam keluarga.
9) Riwayat Kesehatan yang Lalu
Meliputi penyakit menahun, penyakit menurun, dan penyakit menular yang pernah di derita
ibu.
10) Latar Belakang Sosial Budaya
Meliputi kebiasaan / upacara adat budaya setempat, kebiasaan keluarga yang mendukung dan
menghambat serta dukungan dari keluarga dan suami.
11) Pola Kebiasaan Sehari – hari
Meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, pola istirahat, pola aktivitas dan perilaku kesehatan.

B. Data Objektif
1) Keadaan umum
Meliputi tingkat energi, keadaan emosional, postur badan ibu selama pemeriksaan TB dan
BB.
2) Tanda – tanda vital
Tekanan darah : 110/70 – 130/90 mmHg
Nadi : 60 – 100 x/menit
Respirasi : 16 – 25 x/menit
Suhu : 36,50c – 37,50c.
Tinggi Badan : > 145 cm
BB saat hamil : ….. kg
BB sekarang : ….. kg
Kenaikan BB : ….. kg
LILA : ≥23,5 cm

Pemeriksaan khusus
a. Inspeksi:
pala : simetris/ tidak, warna rambut, apakah ada ketombe/tidak, kebersihan kulit kepala, ada
lesi/tidak ada benjolan/tidak.
2. Muka : simetris/tidak, pucat/tidak,cloasma gravidarum/ tidak
3. Mata : simetris/tidak, bersih/tidak, conjungtiva anemis/ tidak, sclera ikterus/
tidak
ung : simetris/tidak, ada pernafasan cuping hidung/tidak, ada sekret/tidak, ada pembesaran
polip/tidak, bersih/tidak.
ut dan gigi : ada hipersalivasi/tidak, gigi ada caries/tidak, ada stomatitis/tidak, bibir lembab/tidak, lidah
bersih/tidak.
6. Telinga : simetris/ tidak, ada serumen/ tidak, ada gangguan pendengaran atau tidak.
7. Leher : adakah pembesaran kelenjar tyroid dan vena jugularis
8. Axilla : ada pembesaran kelenjar limfe/tidak, bersih/tidak.
ayudara : bentuk simetris/tidak, pembesaran normal/tidak, hiperpigmentasi pada areola ada/tidak, ada
tumor/tidak, bersih/tidak.
bdomen : pembesaran sesuai UK/tidak, terdapat strie/tidak, adalinea/tidak, pembesaran lien ada/tidak.
11. Punggung : posisi tulang belakang normal/tidak.
enetalia : oedem/ tidak, ada varices/ tidak, bersih/ tidak, ada pengeluaran/tidak, ada luka
parut/tidak, adakah candiloma akuminata, anus ada hemoroid/tidak.
kstremitas : simetris/ tidak, oedem/ tidak, varices/ tidak, ada gangguan pergerakan/ tidak, jumlah jari
normal atau tidak.

b. Palpasi
1) Leher : adakah pembesaran vena jugularis dan kelenjar tiroid.
2) Payudara : ada nyeri tekan/ tidak, colostrum sudah keluar/ belum
3) Abdomen : Leopold I :3 jari bawah px, bagian apa yang ada di fundus
Leopold II : menentukan letak punggung dan bagian terkecil janin
Leopold III : apakah yang menjadi bagian terendah janin, dan apakah sudah masuk PAP
Leopold IV : bagian terendah janin seberapa besar masuk ke PAP
4) Ekstremitas : ada odema/tidak.

c. Auskultasi
rut : Bising usus normal. DJJ dapat didengar dengan menggunakan stetoskop monorektal 120 –
160 x/menit.

d. Perkusi
1) Reflek patela : Positif.

e. Pemeriksaan Dalam
- Vulva atau Vagina : bersih atau kotor, ada pengeluaran pervaginam atau tidak
- Pembukaan Serviks : 4 – 10 cm
- Effacement/Penipisan : …%
- Air Ketuban : warna, jenis, mekonium atau tidak, khas
- Presentasi : kepala atau bokong
- Denominator : UUK.
- Moulage : Ada / tidak
- Penurunan : hodge ke berapa
f. Pemeriksaan penunjang

II. Interpretasi data dasar


Setelah pengkajian data ibu dan janin selesai, langkah selanjutnya menentukan diagnosis,
ada 2 kemungkinan diagnosis pada ibu bersalin :
1) Persalinan normal.
2) Persalinan dengan masalah khusus.

III. Antisipasi masalah potensial


Megidetifikasi diagnosis atau masalah potensial yang mungkin akan terjadi berdasarkan
diagnosis atau masalah yang sudah diidentifikasi.

IV. Identifikasi kebutuhan segera


Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter yang perlu dikonsultasikan
atau ditangani

V. Intervensi
Pada langkah ini ditentukan oleh hasil pengkajian data pada langkah sebelumnya jika ada
informasi / data yang tidak lengkap bisa dilengkapi, juga dapat mencerminkan rasional yang
benar / valid.
VI. Implementasi
Langkah ini melaksanakan rencana asuhan secara aman dan efektif sesuai dengan
intervensi.
VII. Evaluasi
Pada langkah ini dievaluasi keefektifan asuhan yang telah diberikan dengan SOAP sesuai
dengan kriteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, I.B. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KeluargaBerencana. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono.
Saifuddin, A.B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Simkin, P. 2005. Buku Saku Persalinan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Stead. 2007. First Aid for the Obstetrics & Gynecology clerkship. United Stated of America:
The McGraw-Hill Companies.
Sulistyowati, Ari. 2010. Buku Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta : CV Andi
Offset
Tucker. 2004. Pemantauan & Pengkajian Janin. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

You might also like