You are on page 1of 3

BAB 1

PENDAHULUAN

Osteoporosis adalah kelainan skeletal sistemik yang ditandai oleh compromised


bone strength sehingga tulang mudah fraktur. Osteoporosis merupakan penyakit pada
tulang yang ditandai oleh penurunan pembentukan matriks dan peningkatan resorpsi
tulang sehingga terjadi penurunan jumlah total tulang, serta terjadi ketidakseimbangan
tulang. Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu osteoporosis primer (involusional) dan
osteopororsis sekunder. Osteopororsis primer adalah osteoporosis yang tidak
diketahui penyebabnya, sedangkan osteoporosis sekunder adalah osteopororsis yang
diketahui penyebabnya.(1,2)

Osteopororsis merupakan salah satu penyakit yang digolongkan sebagai silent


disease karena tidak menunjukkan gejala-gejala yang spesifik sehingga sulit
terdiagnosa. Gejala klinis pada osteopororsis berkaitan dengan lokasi patah tulang.
Pasien osteoporosis dilaporkan mudah mengalami patah tulang meskipun oleh trauma
ringan atau tanpa adanya trauma. Pasien patah tulang karena osteoporosis biasanya
melaporkan jatuh dari posisi berdiri atau posisi duduk. Berdasarkan World Health
Organization (WHO), osteoporosis adalah suatu keadaan dimana massa tulang berada
2,5 di bawah standar deviasi rata-rata puncak massa tulang yang dapat dicapai pada
saat seseorang berusia 18-30 tahun.(2,3)

Prevalensi osteoporosis di dunia masih cukup tinggi. World Health Organization


(WHO) menyebutkan bahwa sekitar 200 juta orang menderita osteoporosis di seluruh
dunia. Pada tahun 2050, diperkirakan angka patah tulang pinggul akan meningkat 2
kali lipat pada wanita dan 3 kali lipat pada pria. Berdasarkan data Sistem Informasi
Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010, angka insiden patah tulang paha atas tercatat sekitar
200/100.000 kasus pada wanita dan pria diatas usia 40 tahun diakibatkan
osteoporosis. World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa 50% patah
tulang paha atas ini akan menimbulkan kecacatan seumur hidup dan menyebabkan
angka kematian mencapai 30% pada tahun pertama akibat komplikasi imobilisasi.
Data ini belum termasuk patah tulang belakang dan lengan bawah serta yang tidak
memperoleh perawatan medis di Rumah Sakit.(3)
Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya osteoporosis, yaitu faktor risiko yang
dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi antara lain adalah usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, riwayat fraktur,
sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain adalah indeks massa
tubuh, konsumsi alkohol, merokok, hormon endogen seperti estrogen, menopause
dini, aktifitas fisik, penyakit sistemik, dan penggunaan steroid jangka panjang.
Masalah yang dihadapi ketika seseorang mengalami osteoporosis tidak hanya karena
penurunan kualitas dan fungsi hidup individu, tetapi juga masalah biaya kesehatan
ketika terjadi fraktur dan meningkatnya mortalitas.(4)

Permasalahan terapi osteoporosis adalah kompleks dan erat hubungannya dengan


cakupan penderita yang rendah akibat mahalnya biaya deteksi dini, pemeriksaan
lanjutan dan obat-obatan untuk penyakit osteoporosis. Selain itu obat-obatan yang ada
pun masih belum ada yang ideal karena masalah efikasi dan toleransi yang
ditimbulkan oleh obat-obatan tersebut. Penatalaksanaan osteoporosis sejak awal
mempunyai prognosis lebih baik sehingga dilakukan pemeriksaan skrining pada
kelompok berisiko. Pemeriksaan radiologi merupakan salah satu modalitas untuk
mengukur massa tulang yang berkurang pada osteoporosis.(5,6)

Osteoporosis sebenarnya dapat dicegah sejak dini dengan membudayakan


perilaku hidup sehat. Pengetahuan yang dimiliki seseorang mempengaruhi
perilakunya. Semakin baik pengetahuan seseorang maka diharapkan perilakunyapun
akan semakin baik. Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh tingkat pendidikan,
sumber informasi dan pengalaman. Kurangnya pengetahuan masyarakat yang
memadai tentang osteoporosis dan pencegahannya sejak dini cenderung
meningkatkan angka kejadian osteoporosis.(7)
Daftar Pustaka

1. Setiati Siti, Alwi Idrus, Sudoyo AW, K Simadibrata M, Setiyahadi B, Syam FA, et
al, editor. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi keenam. Jakarta: Interna
Publishing. 2014.

2. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3, Jakarta :EGC.
2010

3. Kementerian kesehatan RI. Osteoporosis. Jakarta: Infodatin Pusat Data dan


Informasi Kemeterian Kesehatan RI. 2015.

4. Wardhana Wisnu. Faktor-Faktor Osteoporosis pada Pasien dengan Usia di Atas


50 Tahun. Jurnal Media Medika Muda. 2012.

5. Rukmoyo Tedjo. Bahan Ajar Osteopororis. Yogyakarta. 2012

6. Bethel Monique. Osteoporosis. Medscape. 2017

7. Setyawati Budi, Noviati Fuada, Salimar. Pengetahuan tentang Osteoporosis dan


Kepadatan Tulang Hubungannya dengan Konsumsi Kalsium pada Wanita Dewasa
Muda. Ejournal Litbang Depkes. 2014; 5(2)

You might also like