Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Anerza TRSLT
Jurnal Anerza TRSLT
Jurnal ini dimulai dengan sketsa kasus yang menyoroti masalah klinis umum. Bukti
yang mendukung berbagai strategi akan ditampilkan, disertai dengan tinjauan
pustaka formal yang ada. Artikel ini diakhiri dengan rekomendasi klinis dari penulis.
Seorang petani berusia 73 tahun dengan riwayat angina stabil selama 15 bulan
datang untuk berkonsultasi. Dia mengaku telah membatasi aktivitas bertani untuk
menghindari rasa tidak nyaman di dada, untuk itu dia mengkonsumsi nitrogliserin (0,4
mg sublingual) sekitar 3 kali dalam satu bulan. Denyut nadinya 59 kali per menit, dan
tekanan darahnya 132/72 mmHg. Dia memiliki riwayat angina tidak stabil 12 tahun
sebelumnya, dan drug-eluting stent telah ditanamkan di arteri desenden anterior kiri;
tidak ada penyakit obstruktif arteri koroner lainnya yang ditemukan pada saat itu. Obat-
obatan yang digunakan termasuk aspirin, lisinopril (20 mg perhari) untuk hipertensi,
dan atorvastatin (40 mg perhari). Bagaimana seharusnya evaluasi dan tatalaksana pada
kasus ini?
MASALAH KLINIS
Angina pectoris stabil kronis merupakan gejala utama dari penyakit arteri
koroner, juga menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia. Diperkirakan 15,5
juta orang dewasa amerika mengalami penyakit arteri koroner kronis, dan lebih dari 7
juta mengalami angina.1 Angina merupakan gejala awal yang dialami kurang lebih
setengah dari seluruh pasien yang datang dengan penyakit arteri koroner. Adanya
angina kronis menyebabkan peningkatan sekitar dua kali lipat risiko utama kejadian
kardiovaskular.2,3 Penelitian selama 1 sampai 9 tahun dari data follow up menunjukkan
bahwa pada pasien dengan angina, faktor-faktor yang berkaitan dengan peningkatan
risiko infark miokard atau kematian adalah termasuk usia lanjut, bentuk angina yang
berat, adanya penyakit penyerta (termasuk penyakit ginjal kronis dan diabetes), fungsi
jantung yang abnormal, dan ketidakmampuan untuk melakukan tes stres.4-6 Pasien
1
dengan angina juga memiliki tingkat komplikasi yang tinggi,7 yang berkaitan dengan
peningkatan biaya pelayanan kesehatan.6
Angina dahulu didefinisikan sebagai rasa tidak nyaman di dada (nyeri atau
sesak) selama kurang dari 10 menit. Rasa tidak nyaman ini dipicu oleh aktivitas
berlebih atau tekanan emosional dan hilang dengan istirahat atau dengan pemberian
nitrogliserin. Dalam bentuk (khas) typical, angina mengarah pada penyakit arteri
koroner obstruktif,8,9 tetapi kondisi umum lainnya seperti anemia dan penyakit katup
jantung dapat menyerupai angina typical. Angina juga dapat terjadi (tidak khas)
atipikal, ditandai dengan gejala yang kurang khas seperti dyspnea atau nyeri rahang;
bentuk atipikal lebih sering terjadi pada wanita dan usia lanjut daripada pria dan usia
muda. Tingkat keparahan angina dapat diklasifikasikan dengan menggunakan skala
Canadian Cardiovascular Society (CCS) (Tabel S1 dalam Lampiran Tambahan,
tersedia dengan teks lengkap artikel ini di NEJM.org).8,9
2
penurunan angka mortalitas.12 Penelitian ini menekankan pentingnya pengobatan
terhadap faktor-faktor risiko secara adekuat.
Evaluasi
3
koroner.17 Pencitraan pada tes stress memungkinkan evaluasi kerja ventrikel kiri dan
penilaian tingkat iskemik selama stres.
Guidelines dari US telah merekomendasikan penggunaan tes stress latihan
EKG sebagai tes lini pertama, meskipun dalam prakteknya jarang digunakan. Sebuah
ulasan artikel ulasan baru-baru ini merekomendasikan penggunaan tes stress latihan
EKG untuk mendeteksi penyakit arteri koroner pada pasien risiko rendah (pasien muda
dengan temuan EKG normal dan toleransi latihan yang baik). Ketidakmampuan untuk
melakukan tes latihan dikaitkan dengan prognosis jantung yang buruk.8,9 Uji stres
farmakologis dengan pencitraan berguna untuk menentukan diagnosis dan menilai
prognosis pada pasien yang tidak dapat melakukan latihan.
CTA juga dapat digunakan untuk mengevaluasi pasien yang dicurigai memiliki
penyakit arteri koroner, dan efektif menyingkirkan adanya penyakit arteri koroner
obstruktif, namun dapat juga melebihkan-lebihkan adanya penyakit tersebut.20,21
Dalam uji coba acak luas yang membandingkan CTA dengan uji fungsional (dengan
tipe spesifik dari tes stress yang dipilih oleh provider) pada pasien dengan gejala yang
menunjukkan penyakit arteri koroner,22 hasil komposit primer (kematian, infark
miokard, rawat inap untuk angina tidak stabil, atau komplikasi prosedural mayor)
terjadi sebanyak 3,3% pada pasien kelompok CTA dan 3,0% pada pasien kelompok tes
fungsional selama 25 bulan masa follow up (rasio hazard disesuaikan, 1,04;95%
interval kepercayaan, 0,83 hingga 1,29). Poin akhir sekunder dari gabungan poin akhir
primer ditambah dengan angiografi invasif menunjukkan bahwa tidak ditemukannya
penyakit arteri koroner obstruktif yang terjadi pada lebih sedikit pasien dalam
kelompok CTA dibandingkan pada kelompok tes fungsional. Namun, paparan radiasi
secara keseluruhan lebih tinggi pada kelompok CTA daripada kelompok tes fungsional
karena sepertiga dari pasien dalam kelompok terakhir tidak memiliki paparan radiasi.
Temuan ini mendukung bahwa tes stres dapat dijadikan strategi diagnostik pertama,
dan mempersiapkan pemeriksaan CTA untuk mengesampingkan penyakit arteri
koroner apabila dicurigai hasil tes tes positif palsu.
4
Tabel 1. Pemeriksaan untuk Diagnosis dan Penilaian Prognosis Penyakit Koroner secara klinis
Pemeriksaan Sensitifitas Spesifitas Memberikan Pertimbangan
Persen (%) Informasi
Prognostik
Tes Stress Latihan
EKG 45-50 85-90 Ya Mudah digunakan, hanya dapat digunakan
pada temuan EKG Normal
ECHO 80-85 80-88 Ya Tidak dapat digunakan pada pasien LBBB atau
RBBB; interpretasi terbatas pada pasien
overweight
Tes Nuklear 73-92 63-87 Ya Paparan radiasi
Tes Stress
Farmakologi
Dobutamine
ECHO 79-83 82-86 Ya Terbatas pada pasien yang tidapat mengikuti
latihan; dapat menginduksi aritmia
MRI 79-88 81-91 Ya Terbatas pada pasien overweight dan telah
memakai implant; dapat menginduksi aritmia
Adenosine
ECHO 72-79 92-95 Ya Tidak dapat digunakan pada pasien LBBB atau
RBBB; interpretasi terbatas pada pasien
overweight; menyebabkan wheezing dan blok
jantung
Tes Nuklear 90-91 75-84 Ya Paparan radiasi; menyebabkan wheezing dan
blok jantung
MRI 67-94 61-85 Ya Terbatas pada pasien overweight dan telah
memakai implant; dapat menyebabkan
wheezing dan blok jantung
PET 81-97 74-91 Tidak Penggunaannya terbatas, dapat menyebabkan
wheezing dan blok jantung
5
Penatalaksanaan
6
Gambar 1. Pendekatan mengenai Penggunaan Terapi Antiangina, Berdasarkan Temuan
Fisiologis Awal.
Agen antianginal standar yang memiliki efek fisiologis termasuk beta-blocker, calcium-
channel blocker, dan nitrat kerja panjang. Agen antianginal emergensi yang memiliki efek
fisiologis termasuk ivabradine, yang hanya digunakan pada pasien dengan gagal jantung. Agen
emergensi yang memiliki efek metabolisme miokard termasuk ranolazine dan juga allopurinol.
Di luar Amerika Serikat, agen emergensi yang memiliki efek fisiologis termasuk nicorandil
dan molsidomine; agen emergensi yang memiliki efek metabolisme miokard adalah
trimetazidine dan perhexiline maleate. Diadaptasi dari Husted dan Ohman.27
7
Pendekatan yang disarankan untuk penggunaan berbagai jenis terapi antiangina
ditunjukkan pada Gambar 1.27
Terapi Antiangina Standar
8
Terapi antiangina emergensi
9
ketidakpatuhan ( 27% pada 1 tahun) juga berkontribusi terhadap kurangnya efikasi
obat.
10
tidak ada penjelasan mengenai temuan tersebut, ivabradine tidak boleh digunakan
untuk pengobatan angina tanpa gagal jantung.
11
latihan EKG ditemukan lebih lama pasien yang menerima allopurinol dosis tinggi
dibandingkan mereka yang menerima placebo.43 Akibat keterbatasan data klinis yang
mendukung, guidelines dari AS tidak merekomendasikan allopurinol untuk
pengobatan angina,8 namun dianjurkan dalam guidelines dari Eropa.
12
hemodinamik, hal-hal tersebut dapat diperoleh melalui penggunaan skor risiko yang
valid untuk menentukan pemilihan pasien menggunakan PCI atau CABG.46 Pasien
yang telah dipilih untuk revaskularisasi, jika memungkinkan dilakukan revaskularisasi
secara lengkap; pasien dengan penyakit koroner luas memperoleh lebih banyak
manfaat dengan CABG.46 Gambar 2 menunjukkan algoritma yang berkaitan dengan
rekomendasi oleh American College of Cardiology dan American Heart Association,
dan oleh European Society of Cardiology.8,9,46
Percobaan acak yang melibatkan pasien yang memenuhi syarat untuk terapi
medis atau revaskularisasi menunjukkan bahwa PCI efektif dalam mengurangi
serangan angina pada pasien dengan angina kronis,46,48 tetapi tidak menurunkan risiko
kematian atau kejadian infark miokard dibandingkan dengan terapi medis.49 Observasi
tersebut menunjukkan bahwa terapi medis saja dapat digunakan sebagai terapi awal
dengan profil efek samping yang masih dapat diterima. Revaskularisasi sebaiknya
dipertimbangkan pada pasien yang mengalami angina berkelanjutan meskipun telah
diberikan terapi medis yang adekuat; kelompok ini termasuk sebanyak 50% pasien
dengan angina kronis.46 Untuk pasien yang mengalami angina dan telah dilakukan
pengobatan secara medis tanpa revaskularisasi, sebaiknya dipertimbangkan untuk di
rujuk mengikuti program rehabilitasi jantung terstruktur.8
BAGIAN TIDAK PASTI
Data mengenai hasil uji coba acak secara luas yang melibatkan pasien dengan
angina kronis cukup terbatas. International Study of Comparative Health Effectiveness
with Medical and Invasive Approaches (ISCHEMIA; ClinicalTrials.gov number,
NCT01471522) saat ini membandingkan tatalaksana konservatif (terapi medis tanpa
angiografi) dengan manajemen invasif (angiografi dan revaskularisasi) pada pasien
dengan angina kronis dengan iskemik berat pada tes stress.50 Dilakukan beberapa
percobaan acak secara luas mengenai terapi medis yang aman dan efektif untuk angina
kronik27; peran allopurinol dan terapi antianginal lainnya masih belum jelas.
13
Gambar 2. Algoritma untuk Pemilihan Strategi Revascularization.
Pemilihan strategi revaskularisasi didasarkan pada temuan penyakit arteri koroner (CAD)
cabang utama kiri (Panel A), CAD satu-pembuluh darah (Panel B), CAD dua-pembuluh
darah (Panel C), atau CAD tiga-pembuluh darah (Panel D) ). Pada pasien dengan dua
pembuluh darah atau CAD tiga pembuluh darah, kondisi penyerta yang muncul juga harus
dipertimbangkan. Rekomendasi kelas untuk revaskularisasi berdasarkan pedoman dari
European Society of Cardiology9 (biru) dan American College of Cardiology dan American
Heart Association8 (merah). Rekomendasi kelas Eropa yang ditampilkan adalah kelas IA;
kelas IB; IC kelas; dan kelas IIa, level evidence B. Rekomendasi kelas A.S. yang ditampilkan
adalah kelas IA; kelas IB; kelas IIa, level evidence B; kelas IIb, level evidence B; dan kelas
IIIB. Pedoman AS8 mengadopsi dua tingkatan untuk rekomendasi (gejala yang muncul dan
manfaat kelangsungan hidup); rekomendasi dalam gambar ini disederhanakan untuk
mencerminkan manfaat kelangsungan hidup. Skor Synergy between PCI with Taxus and
Cardiac Surgery (SYNTAX) merupakan skor angiografi yang telah divalidasi untuk
menentukan keputusan mengenai tindakan revaskularisasi terhadap pasien dengan penyakit
koroner multivessel, menurut hasil yang diperkirakan. Skor berkisar antara 0 sampai 83,
14
dengan skor tertinggi menunjukkan penyakit yang lebih kompleks.46 Diadaptasi dari Piccolo
dan rekan-rekan.46 CAD merupakan penyakit arteri koroner, CABG coronary-artery bypass
grafting, LAD left anterior descending, and PCI percutaneous intervention.
PEDOMAN
Guidelines Amerika dan Eropa telah diterbitkan untuk menuntun diagnosis dan
penatalaksanaan angina kronis.8,9 Meskipun guidelines tersebut membagikan beberapa
pendekatan umum, masih ditemukan beberapa perbedaan. Guidelines Eropa9 kurang
dalam menentukan jenis uji stres yang harus dilakukan, sedangkan guidelines AS8
merekomendasikan tes stres latihan EKG sebagai tes stres lini pertama. Guidelines AS
membuat rekomendasi khusus mengenai manfaat CABG dibandingkan PCI untuk
penyakit koroner yang luas, sedangkan guidelines Eropa merekomendasikan PCI lebih
luas dibandingkan guidelines AS untuk angina kronis.8,9,46
Pasien yang digambarkan dalam sketsa diketahui mengalami angina stabil dan
memiliki penyakit arteri koroner. Karena jarak waktu yang telah cukup lama sejak PCI
sebelumnya dan gejala saat ini telah stabil, saya akan mulai dengan meresepkan terapi
antiangina. Saya tidak akan meresepkan beta-blocker, mengingat denyut jantung
istirahatnya yang lambat. Nitrat kerja panjang akan menjadi terapi lini pertama yang
akan dipilih. Mempertahankan kontrol tekanan darah dengan lisinopril dosis tinggi dan
melanjutkan terapi statin cukup diperlukan. Tes stress juga diperlukan, karena luas dan
distribusi iskemia akan menuntun pengambilan keputusan lebih lanjut. Jika ditemukan
iskemia pada arteri koroner desendens anterior kiri pada bagian proksimal atau
penurunan fungsi jantung, saya akan mendukung untuk dilakukan kateterisasi jantung
dengan pertimbangan revaskularisasi, tergantung kondisi anatomi. Hasil tes stres yang
menunjukkan risiko rendah berkaitan dengan prognosis yang baik dan akan
memberikan dukungan untuk melanjutkan terapi medis.
Apabila pasien terus mengalami angina dengan aktivitas berat (dalam tes stres
yang menunjukkan risiko rendah) meskipun telah mendapat terapi medis standar, saya
15
akan mendiskusikan dengan pasien untuk dilakukan terapi antiangina tambahan
(misalnya, calcium-channel blocker atau agen metabolik [ranolazine]) (Gambar 2) atau
melakukan kateterisasi, dengan potensi revaskularisasi. Keputusan diambil harus
sesuai keadaan dan pilihan pasien. Jika dilakukan kateterisasi, secara fisiologis
karakteristik dari lesi harus dievaluasi terlebih dahulu (dengan menilai rata-rata
cadangan aliran fraksional) untuk memastikan bahwa hanya lesi yang signifikan secara
klinis yang dilakukan PCI; pendekatan ini terbukti dapat mengurangi risiko komplikasi
periprocedural dan meningkatkan hasil klinis.
16