You are on page 1of 10

Dampak Nyeri dan Subtipe Nyeri terhadap Kualitas Hidup

Pasien dengan Penyakit Parkinson


Seong-Min Choi a,b, Byeong C. Kim a,b,⇑, Hyun-Jung Jung a, Geum-Jin Yoon a, Kyung Wook Kang a,
Kang-Ho Choi c, Joon-Tae Kim a, Seung-Han Lee a, Man-Seok Park a, Myeong-Kyu Kim a, Ki-Hyun Choa

a Department of Neurology, Chonnam National University Hospital, Gwangju, South Korea


b NationalResearch Center for Dementia, Gwangju, South Korea
c Department of Neurology, Chonnam National University Hwasun Hospital, Hwasun, South Korea

ABSTRAK

Nyeri merupakan gejala non motorik yang sering terjadi pada Penyakit Parkinson (PD) dan
memiliki dampak yang negatif terhadap kualitas hidup (QoL). Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui dampak relatif nyeri atau subtipe nyeri spesifik terhadap QoL
pasien dengan PD. Penelitian ini melibatkan 161 pasien dengan PD. Nyeri dinilai melalui
gambaran klinis pasien, wawancara terstruktur, dan pemeriksaan neurologis secara detail.
QoL dinilai menggunakan 39 item Parkinson's Disease Questionnaire (PDQ-39). Sebanyak
seratus dua puluh pasien (74,5%) dengan PD mengalami nyeri kronis. Nyeri otot merupakan
jenis yang paling umum, diikuti nyeri radikular / neuropati, dystonic, dan nyeri sentral. Pasien
PD dengan nyeri, terlepas dari subtipe nyeri, memiliki skor PDQ-39 yang lebih buruk
dibandingkan mereka yang tidak mengalami nyeri. Analisis regresi multivariat setelah
disesuaikan dengan faktor penyakit dan karakteristik motorik menunjukkan bahwa onset PD
pada usia muda dan skor yang tinggi pada Skala Penilaian Penyakit Parkinson bagian II, Beck
Depression Inventory, dan Visual Analogue Scale merupakan prediktor signifikan pada skor
PDQ-39 yang buruk. Nyeri disertai depresi, aktivitas sehari-hari yang buruk, dan usia muda
saat onset gejala PD dikaitkan dengan QoL yang buruk. Semua subtipe nyeri mempengaruhi
QoL pasien PD. Nyeri harus diperhatikan selama masa pengobatan pasien dengan PD.

1. PENDAHULUAN

Penyakit Parkinson (PD) merupakan kelainan neurodegenerative yang ditandai


dengan kombinasi gejala motorik dan nonmotorik (NMSs)[1]. NMS pada PD terdiri dari
berbagai gejala seperti neuropsikiatri, gangguan tidur, otonom, gastrointestinal, dan disfungsi
sensorik[2]. Nyeri merupakan gejala non motorik yang sering terjadi pada Penyakit Parkinson
(PD), dan sekitar 40% pasien dengan PD mengalami nyeri atau sensasi yang tidak
menyenangkan [3]. Nyeri pada PD telah dikelompokkan menjadi musculoskeletal, radikular /
[3]
neuropati, dystonia, dan central atau primary . Pengukuran kualitas hidup (QoL)
merupakan alat penting untuk mengukur dampak dari penyakit kronis. PD memiliki dampak
negatif pada QoL pasien, hampir sama seperti gangguan neurologis kronis lainnya [4]. Kedua
gejala motorik dan NMS merupakan prediktor QoL pada pasien dengan PD[5]. Dampak gejala
non-motorik seperti depresi, gangguan kognitif, dan gangguan tidur pada QoL pasien dengan
PD telah diteliti dalam beberapa penelitian [4-6]. Meskipun ada peningkatan jumlah penelitian
pada QoL, masih belum pasti faktor demografis dan klinis mana yang menjadi prediktor
utama QoL pada pasien dengan PD.

Kontribusi nyeri terhadap QoL pada PD juga telah diteliti, dan pasien PD disertai
nyeri menunjukkan QoL yang lebih buruk dibandingkan pasien PD tanpa nyeri [7,8]. Namun,
kontribusi relatif dari subtipe nyeri yang berbeda pada PD terhadap QoL pasien belum
diteliti. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan
karakteristik nyeri, subtipe, dan dampak relatif nyeri atau subtipe nyeri spesifik pada QoL
pasien dengan PD.

2. PASIEN DAN METODE


2.1 Subjek

Penelitian ini melibatkan pasien dari Movement Disorders Clinic of Chonnam National
University Hospital. Pasien yang datang di klinik tersebut diperiksa oleh spesialis movement
disorder (S. M. Choi). Sebanyak 161 pasien dengan PD yang memenuhi kriteria penelitian
diikutsertakan. Kriteria inklusi dan eksklusi dijelaskan dalam laporan sebelumnya[9].
Singkatnya, pasien didiagnosis dengan PD sesuai kriteria diagnostik klinis Bank Sentral
Parkinson's Disease Society [10]. Semua pasien dengan PD yang memiliki berespon terhadap
levodopa dan tidak menunjukkan adanya lesi klinis yang signifikan pada pencitraan
resonansi magnetik otak (MRI) juga diikutsertakan. Kriteria eksklusinya adalah diagnosis
yang tidak jelas, ketidakmampuan untuk menyelesaikan penilaian terhadap nyeri, demensia,
neuropati perifer, penyakit kista sistemik atau jaringan ikat, penyakit yang mungkin terkait
dengan nyeri (misalnya diabetes melitus), morbiditas berat yang mengganggu fungsi sehari-
hari, dan operasi otak dalam.
Semua peserta dilakukan informed consent untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Penelitian ini disetujui oleh Dewan Peninjau Kelembagaan di rumah sakit dan dilakukan
sesuai dengan standar etika Deklarasi Helsinki 1964.

2.2 Evaluasi Klinis

Ahli Neurologi (H.J. Jung dan G.J. Yoon) yang telah dilatih untuk survei tersebut,
melakukan wawancara terstruktur dan pemeriksaan neurologis yang rinci. Peserta ditanyakan
mengenai usia onset gejala, durasi penyakit, dan penggunaan obat sebelumnya dan saat ini.
Dosis ekuivalen levodopa (LED) dari semua obat yang diminum pada saat wawancara
dihitung[11]. Tinggi dan Berat badan diukur dalam posisi berdiri, dan indeks massa tubuh
(BMI) dihitung melalui berat badan dalam kilogram dibagi dengan tinggi badan dalam meter
dikuadratkan. Status parkinsonisme pasien dinilai menggunakan stadium Hoehn-Yahr (HY)
yang dimodifikasi [12] dan motorik (bagian III) dan Activity Daily Living (ADL) (bagian II)
subskor dari Skala Penilaian Penyakit Parkinson Bersatu (Unified Parkinson's Disease Rating
Scale) UPDRS)[13]. Pasien diperiksa dalam kondisi ''on”. Depresi dinilai dengan
[14]
menggunakan Beck's Depression Inventory (BDI) , dan kognisi umum diukur dengan
Mini-Mental State Examination versi Korea (K-MMSE) [15].

Nyeri dinilai dari riwayat dan kuesioner yang dilakukan langsung terhadap pasien,
termasuk dari Brief Pain Inventory (BPI) versi Korea. Nyeri didefinisikan sebagai
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berlangsung selama> 3
bulan menurut definisi International Association for Study of Pain (ISAP)[17]. Sakit kepala
dan nyeri wajah lainnya tidak dianalisis. Nyeri dikategorikan sebagai nyeri muskuloskeletal,
radikular / neuropati, terkait dystonia, atau parkinson sentral, menurut laporan klasifikasi
klinis sebelumnya tentang sensasi menyakitkan atau tidak menyenangkan pada PD [3]. Nyeri
otot adalah kram, artralgia, sensasi mialgia pada sendi dan otot, dan mungkin terkait dengan
ketegangan otot, perubahan rematik, kelainan bentuk tulang, dan imobilitas. Nyeri radikular
/ nyeri neuropatik terlokalisasi di daerah saraf atau nerve root, dan berkaitan dengan gejala
saraf atau jepitan saraf. Nyeri yang berhubungan dengan distorsi dikaitkan dengan gerakan
memutar dan postur, dan dapat berfluktuasi secara erat dengan pemberian obat. Nyeri
parkinson sentral dianggap sebagai konsekuensi langsung dari PD itu sendiri, dan
digambarkan sebagai sensasi aneh seperti tertusuk, terbakar, mendidih, dan bentuk lain yang
tak dapat dijelaskan [3,18]. pemeriksaan tambahan seperti evaluasi hematologi, studi konduksi
saraf, elektromiografi, dan pencitraan dilakukan pada beberapa pasien untuk menentukan
subtipe nyeri pada mereka yang memiliki bukti klinis nyeri sekunder. Intensitas nyeri
[19]
dievaluasi menggunakan Skala Analog Visual 100 mm (VAS) . Pasien diminta untuk
mengungkapkan tingkat rasa nyeri mereka dengan menandainya pada garis horizontal 100
mm. Skor nol pada bagian paling belakang dari garis menunjukkan '' tidak ada rasa nyeri ',
dan skor 100 pada bagian paling kanan dari garis menunjukkan' 'rasa nyeri yang tak
tertahankan'.

QoL pada pasien dengan PD dievaluasi dengan Kuisioner Penyakit Parkinson dengan
[20]
39 item (K-PDQ-39) versi Korea . PDQ-39 mengevaluasi mobilitas, aktivitas hidup
sehari-hari, kesejahteraan emosional, stigma, dukungan sosial, kognisi, komunikasi, dan
ketidaknyamanan tubuh [20]. Selain nilai domain-spesifik, indeks rangkuman PDQ-39 (PDQ-
39 SI) dihitung sebagai nilai rata-rata semua domain [21].

2.3 Analisis Statistik

SPSS, versi 20.0 untuk Windows (IBM, Armonk, NY, AS), digunakan untuk melakukan
analisis statistik. Ttests sampel independen digunakan untuk menentukan signifikansi
perbedaan PDQ-39 antara pasien PD tanpa nyeri dan adanya nyeri atau subtipe nyeri.
Analisis regresi linier univariat digunakan untuk menganalisis faktor explanatory potensial
PDQ-39. Variabel statistik signifikan dalam analisis univariat dimasukkan dalam model
regresi linier multivariat dengan PDQ-39 sebagai variabel dependen. Nilai dengan nilai p
<0,05 dianggap signifikan secara statistik.

3. HASIL
Karakteristik demografi dan klinis pasien PD ditunjukkan pada Tabel 1. Seratus lima puluh
dua (94,4%) dari 161 pasien dengan pengobatan levodopa, dan yang lainnya hanya
menggunakan agonis dopamin atau monoamine oxidase B inhibitor.

Tabel 1. Karakteristik demografi dan klinis pasien populasi penelitian

Hasil penilaian terhadap nyeri dirangkum dalam Tabel 2. Seratus dua puluh (74,5%)
pasien dengan PD menderita nyeri kronis, sementara 41 (25,5%) tidak melaporkan adanya
nyeri. Nyeri otot adalah jenis yang paling umum, diikuti oleh nyeri radikular / neuropati,
dystonic, dan central pain. Dua puluh satu (17,5%) dari 120 pasien PD yang menderita nyeri
memiliki dua jenis rasa nyeri.Untuk setiap domain PDQ-39 dan PDQ-39 SI, pasien dengan
nyeri memiliki nilai QoL yang jauh lebih buruk daripada pasien tanpa rasa sakit.

Tabel 2. Hasil penilaian nyeri pada populasi penelitian


Selain itu, ada perbedaan yang signifikan secara statistik pada semua domain PDQ-39
dan PDQ-39 SI antara pasien PD dengan masing-masing subtipe nyeri dan tanpa nyeri,
kecuali dukungan sosial (Tabel 3). Analisis regresi linier univariat dilakukan untuk
mengetahui faktor-faktor potensial yang mempengaruhi SI PDQ-39. Ada hubungan yang
signifikan secara statistik antara DQ-39 SI dan usia onset gejala PD, durasi penyakit, LED,
stadium H-Y, skor UPDRS III & II, skor BDI, skor MMSE, adanya nyeri, dan skor VAS
(Tabel 4). Hasil regresi linier multivariat disajikan pada Tabel 5, yang memprediksi skor
PDQ-39 SI. Prediktor yang signifikan adalah usia onset gejala PD, skor UPDRS II, skor BDI,
dan skor VAS (Tabel 5).

Tabel 3. Skor Skala PDQ-39 pada pasien PD dengan nyeri atau subtype nyeri lain atau tanpa nyeri

Tabel 4. Analisis regresi univariat dalam mengeksplorasi factor potensial yang memiliki efek dalam
penilaian index PPDQ-39 pada pasien PD
Table 5. Analisis regresi multivariate dalam mengeksplorasi predictor dalam penilaian index PDQ-39
pada pasien PD

4. DISKUSI
Dalam penelitian cross-sectional ini dibahas tentang dampak subtipe nyeri dan nyeri
terhadap QoL pasien dengan PD, tingkat keparahan nyeri sejalan dengan usia muda saat onset
gejala PD, skor UPDRS ADL yang buruk, dan depresi yang merupakan prediktor signifikan
QoL yang lebih buruk, dan semua subtipe nyeri mempengaruhi QoL pasien dengan PD.
PD adalah kelainan neurodegeneratif kronis dan ditandai dengan gejala yang dapat
mempengaruhi kehidupan sehari-hari pasien. QoL yang berhubungan dengan kesehatan
[22]
memiliki peran penting dalam menentukan kesejahteraan pasien dan telah dianggap
[23,24]
sebagai indikator penting dalam tatalaksana PD . Oleh karena itu, pengukuran QoL
sangat penting pada pasien dengan PD, dan banyak penelitian tentang PD telah semakin
menargetkan faktor-faktor yang mempengaruhi QoL [25]. Faktor-faktor yang mempengaruhi
QoL pada pasien dengan PD seperti tingkat keparahan penyakit, gejala motorik, NMS, status
gizi, demografi, dan karakteristik sosial ekonomi [26].
Tingkat lanjut penyakit dan skor motorik yang buruk adalah prediktor kuat QoL yang
[6,27]
buruk pada pasien dengan PD . Kami mengamati bahwa PDQ-39 SI berkorelasi secara
signifikan dengan usia onset gejala PD, durasi penyakit, LED, tahap H-Y, dan skor UPDRS
III & II. LED berkorelasi positif dengan skor PDQ-39 SI, yang berarti tingkat LED yang
lebih tinggi dikaitkan dengan QoL yang buruk. Namun, hanya usia onset gejala PD dan skor
UPDRS II yang merupakan prediktor signifikan QoL yang buruk pada model regresi
berganda. Temuan ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa skor
UPDRS ADL memiliki dampak lebih signifikan terhadap QoL pada pasien dengan PD
daripada skor motor UPDRS [26]. Selain gejala motorik, NMS sering menyebabkan gangguan
fungsional, cacat, dan QoL yang buruk pada pasien dengan PD. NMS tampaknya memiliki
dampak yang lebih besar pada QoL pasien dengan PD dibandingkan gejala motorik [28]. NMS
yang memiliki dampak signifikan pada QoL pasien dengan PD adalah depresi, kecemasan,
kognisi, apatis, kelelahan, dan gangguan tidur [6,26]. Perkembangan NMS juga berkontribusi
[28]
terhadap penurunan QoL pada pasien dengan PD . Kami mengamati bahwa PDQ-39 SI
berkorelasi secara signifikan dengan skor BDI, MMSEscore, adanya nyeri, dan skor VAS.
Namun, hanya skor BDI dan VAS yang merupakan prediktor signifikan QoL yang buruk
dalam model regresi berganda.
Nyeri kronis telah terbukti berhubungan dengan penurunan QoL pada populasi secara
umum [29]. Nyeri adalah gejala PD yang paling sering dan menjadi gejala penyulit, dan nyeri
[7]
pada PD adalah salah satu penyebab utama penurunan QoL terkait kesehatan . Namun,
sedikit yang diketahui tentang hubungan subtipe nyeri pada PD dengan QoL. Dalam
penelitian ini, pasien PD dengan setiap subtipe nyeri memiliki skor lebih buruk pada PDQ-
39 dibandingkan mereka yang tidak nyeri. Oleh karena itu, rasa nyeri pada pasien dengan PD
tampak mempengaruhi QoL, terlepas dari polanya. Penelitian ini menggunakan VAS dan
BPI untuk menilai keparahan nyeri pasien PD. Skor VAS secara signifikan berkorelasi
dengan skor nyeri BPI. Dalam penelitian ini, skor VAS adalah prediktor independen yang
signifikan terhadap skor PDQ-39 setelah disesuaikan dengan faktor-faktor yang berhubungan
dengan penyakit dan karakteristik motorik. Temuan ini sejalan dengan penelitian
sebelumnya, yang menunjukkan hubungan yang jelas antara tingkat keparahan nyeri dan
[29,30]
penurunan QoL pada PD dan populasi umum . Nyeri otot adalah subtipe yang paling
umum pada pasien dengan PD, yang sesuai dengan penelitian sebelumnya [31,32]. Penyebab
umum nyeri muskuloskeletal pada PD adalah arthritis, kelainan tulang belakang, dan bahu
beku [3,9]. Penelitian meneliti apakah subtipe rasa nyeri tertentu berdampak pada QoL pasien
dengan PD. Ada perbedaan yang signifikan pada skor PDQ-39 antara pasien PD dengan
masing-masing subtipe rasa nyeri dan mereka yang tidak nyeri. Oleh karena itu, semua
subtipe rasa nyeri dapat mempengaruhi QoL pasien dengan PD.
Depresi merupakan prediktor lain terhadap QoL pada PD dalam penelitian ini.
Depresi lebih sering terjadi pada pasien dengan nyeri kronis dibandingkan dengan kontrol
sehat dan berhubungan dengan rasa nyeri pada PD [7,33]. Sulit untuk menentukan apakah nyeri
secara langsung mempengaruhi QoL atau apakah depresi yang disebabkan oleh rasa nyeri
mempengaruhi QoL pada pasien dengan PD. Skor VAS dan BDI adalah prediktor
independen QoL yang buruk dalam penelitian ini, yang menunjukkan bahwa tingkat
keparahan nyeri dan depresi mempengaruhi QoL secara independen pada pasien dengan PD.
Nilai MMSE berkorelasi negatif dengan PDQ-39 SI dalam analisis regresi linier
univariat dalam penelitian ini, artinya bahwa penurunan kognitif merupakan prediktor lain
QoL yang buruk pada PD. Namun, hubungan antara MMSE dan PDQ-39 SI tidak signifikan
dalam analisis multivariat. Disfungsi kognitif merupakan prediktor yang signifikan terhadap
[8,26]
QoL pasien PD dalam penelitian sebelumnya . Namun, kognisi tidak berhubungan
dengan nilai total PDQ-39 dalam penelitian lain [23]. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui hubungan antara kognisi dan QoL pada pasien dengan PD.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, penelitian ini bersifat
crosssectional; artinya, hal-hal yang diamati di sini tidak dapat membuktikan hubungan
sebab-akibat. Kedua, dapat terjadi seleksi bias karena proporsi wanita lebih tinggi dibanding
pria. Ada kemungkinan bahwa wanita lebih banyak melaporkan nyeri dibandingkan laki-
laki[34], dan pasien PD perempuan mungkin lebih bersedia untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini daripada laki-laki. Ketiga, ada potensi yang tidak terukur yang dapat
mempengaruhi QoL pasien. Keempat, beberapa item dari kuesioner PDQ-39 secara inheren
terkait dengan gejala non-motorik seperti depresi, gangguan tidur, dan halusinasi, yang
berkontribusi cukup besar pada indikator QoL [26].
Kesimpulannya, nyeri disertai depresi, gangguan kemampuan untuk melakukan
ADL, dan usia muda saat onset gejala awal dikaitkan dengan QoL yang lebih buruk.
Selanjutnya, dijelaskan bahwa semua subtipe nyeri dapat mempengaruhi QoL pada PD. Oleh
karena itu, penanganan nyeri, serta depresi dan gangguan motorik, harus dipandang sebagai
hal yang penting dalam penatalaksanaan PD.

Ucapan Terima Kasih


Karya ini didukung oleh Brain Research Program melalui National Research Foundation
Korea yang didanai oleh Kementerian Ilmu Pengetahuan, ICT & Future Planning NRF-
2016M3C7A1905469 (kepada BC Kim).
Pengungkapan keuangan
Penulis tidak memiliki hubungan finasial yang relevan dengan artikel ini untuk diungkapkan.
Konflik kepentingan
Penulis tidak memiliki konflik kepentingan untuk dinyatakan.

You might also like