You are on page 1of 16

KONSEP TERBARU

Demam Dengue

Cameron P. Simmons, Ph.D., Jeremy J. Farrar, M.D., Ph.D.,


Nguyen van Vinh Chau, M.D., Ph.D., and Bridget Wills, M.D., D.M.

Demam berdarah merupakan penyakit self-limited, infeksi virus sistemik yang


ditularkan melalui nyamuk ke tubuh manusia. Perkembangan penyebaran demam
berdarah yang cukup pesat menjadi tantangan kesehatan masyarakat dengan beban
ekonomi yang saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan vaksin berizin, agen
terapeutik khusus, atau strategi pengendalian vektor yang efisien. Ulasan ini membahas
mengenai pemahaman kita tentang demam berdarah, meliputi manifestasi klinis,
patogenesis, pemeriksaan yang digunakan untuk menegakkan diagnosis, serta
penatalaksanaan dan pencegahannya.

PENENTU PANDEMIK TERBARU DEMAM BERDARAH


Beban global akibat demam berdarah cukup besar; diperkirakan 50 juta kasus
infeksi di sekitar 100 negara terjadi setiap tahunnya, dengan potensi penyebaran lebih
lanjut (Gambar 1).1 Awal munculnya demam berdarah sebagai masalah kesehatan
masyarakat adalah akibat penyebaran vektor nyamuk dibelahan dunia terutama daerah
tropis dan subtropis. Vektor utamanya adalah nyamuk Aedes aegypti yang beradaptasi
di perkotaan, tersebar luas di seluruh garis lintang tropis dan subtropis. Berasal dari
Afrika sejak masa perdagangan perbudakan pada abad ke-15 hingga ke-19, menyebar
ke Asia melalui proses perdagangan pada abad ke-18 dan ke-19, dan menyebar semakin
luas seiring dengan peningkatan arus perjalanan dan perdagangan dalam 50 tahun
terakhir.2 Selain itu, jarak geografis dari vektor sekunder, A. albopictus, mengalami
peningkatan drastis dalam beberapa tahun terakhir.3 Globalisasi perdagangan,
khususnya perdagangan roda ban dari kendaraan yang digunakan, dianggap dapat
menjelaskan penyebab masuknya penyebaran telur dan bentuk dewasa dari vektor
arboviral ke wilayah baru.4 Endemisitas juga telah difasilitasi oleh arus urbanisasi yang

1
pesat di Asia dan Amerika Latin, yang mengakibatkan peningkatan kepadatan
penduduk dengan banyaknya tempat penangkaran vektor dalam komunitas penduduk
dan daerah di sekitarnya. Infeksi demam berdarah di Afrika sebagian besar tetap tidak
berpenghuni, namun kejadian wabah baru-baru ini menunjukkan bahwa bagian-bagian
substansial dari benua tersebut mungkin beresiko untuk meningkatkan penyebaran
demam berdarah. Pengawasan yang lebih banyak diperlukan untuk menilai beban
penyakit yang sesungguhnya (lihat Lampiran Tambahan, tersedia dengan teks lengkap
artikel ini di NEJM.org).

Gambar 1. Risiko Global Demam Berdarah


Status resiko ditentukan berdasarkan gabungan laporan dari World Health Organization,
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, Gideon online, ProMED, DengueMap,
Eurosurveillance, dan literatur yang ada. Pengecualian risiko dilakukan dengan melihat
model biologis dari keadaan suhu dan daerah kering yang ditentukan berdasarkan klasifikasi
GlobCover "bare areas". Dalam daerah yang beresiko, lingkungan yang sesuai untuk
penyebaran demam berdarah digambarkan melalui penggunaan algoritma regresi-pohon yang
yang mencatat sebanyak 8342 titik kejadian yang telah dikonfirmasi, dengan 18 bentuk
lingkungan dan kovariat iklim dan sumber data (Bhatt S, Gething PW, Brady O, dan Hay S:

2
komunikasi personal). (Untuk detail tambahan tentang metode dan sumber data, lihat pada
lampiran tambahan, tersedia dengan teks lengkap artikel ini di NEJM.org.)

Pengendalian vektor, dengan target nyamuk baik secara kimia maupun biologis
dan pemindahan tempat perkembangbiakannya merupakan pencegahan utama dari
demam berdarah, namun pendekatan tersebut tidak dapat menghentikan penularan
penyakit hampir di seluruh negara endemis demam berdarah. Keragaman antigen dari
virus demam berdarah cukup penting, karena kurangnya imunitas silang jangka
panjang terhadap keempat jenis virus memungkinkan terjadinya infeksi berkelanjutan.

Dengan demikian, penyebaran demam berdarah menggambarkan bagaimana


arus perdagangan global (dan transportasi vektor nyamuk), peningkatan arus
perjalanan di dalam dan luar negeri (dan perpindahan orang-orang yang terinfeksi),
kepadatan penduduk (kondusif terhadap beberapa infeksi akibat infeksi nyamuk), dan
strategi pengendalian vektor yang tidak efektif telah mendukung pandemi di era
modern. Seiring meningkatnya penyebaran infeksi demam berdarah, dokter praktek di
Amerika Utara, Eropa, Australia, dan Jepang harus lebih cenderung melihat wisatawan
yang kembali mungkin mengalami infeksi demam berdarah. Diagnosis harus
dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami demam dalam 14 hari terutama
setelah melakukan perjalanan singkat ke daerah tropis atau subtropis, termasuk daerah-
daerah di mana demam berdarah yang sejak dahulu dianggap sebagai penyakit
endemis.

VIROLOGI

Demam berdarah disebabkan oleh salah satu dari empat rantai tunggal, positive-
sense virus RNA (virus tipe 1 hingga tipe 4), juga merupakan serotipe dari genus
flavivirus (famili Flaviviridae). Penularan virus dan kode virus NS1 ditemukan di
dalam darah selama fase akut, dan jumlahnya meningkat pada awal infeksi dan
antigenemia NS1 berkaitan dengan manifestasi klinis yang lebih berat.7-9 Pemeriksaan
NS1 juga merupakan dasar untuk pemeriksaan diagnostik komersial.10

3
Virus Dengue ditemukan dalam dua lingkungan: urbanisasi atau keadaan
endemik di mana manusia dan nyamuk sebagai host (pejamu), dan kawasan hutan di
mana transmisi virus nyamuk terjadi di antara primata nonhuman dan penyebaran dari
primata ke manusia cukup jarang terjadi.11 Dalam setiap serotipe virus dengue,
beberapa genotipe mengandung serangkaian filogenetik. Perbedaan antigen ditemukan
diantara genotipe dari serotipe yang sama,12,13 namun hal tersebut mungkin tidak sesuai
secara klinis, karena infeksi pada manusia dengan satu serotipe diyakini memberikan
imunitas jangka panjang terhadap serotipe spesifik, tetapi hanya ikatan imunitas jangka
pendek diantara serotipe. Dinamika virus demam berdarah dalam urbanisasi dan
populasi endemik cukup kompleks, melibatkan kelahiran dan kematian garis keturunan
virus.14,16 Meskipun demam berdarah telah muncul di beberapa wilayah baru selama
40 tahun terakhir, virus itu sendiri secara berlawanan bersifat "lokal" dalam evolusinya,
hal ini menunjukkan bahwa penyebaran virus dengue yang terjadi secara global relative
jarang mengalami “lompatan”, kemungkinan besar akibat perpindahan manusia yang
terinfeksi ke daerah geografis yang baru dengan vector yang sesuai dan populasi yang
dicurigai terinfeksi.

IMUNOPATOGENESIS
Pengetahuan mengenai patogenesis demam berdarah berat terhalang oleh
kurangnya model hewan yang sesuai dan secara tepat dapat menimbulkan sindrom
tahanan permeabilitas kapiler disertai dengan penurunan beban virus seperti yang
tampak pada pasien (Gbr. 2). Penelitian epidemiologi telah mengidentifikasi usia
muda, jenis kelamin perempuan, indeks massa tubuh yang tinggi, rantai virus, dan
variasi genetik dari kompleks histokompatibilas mayor kelas I-B dan gen fosfolipase
C epsilon 1 sebagai faktor risiko terjadinya demam berdarah berat.18-21 Infeksi
sekunder, dua bentuk infeksi yang berurutan oleh serotipe yang berbeda, juga
merupakan faktor risiko epidemiologi untuk penyakit berat.17,22,23 Secara mekanis,
peningkatan risiko infeksi sekunder diduga berkaitan dengan peningkatan antibodi

4
yang bergantung pada infeksi virus pada sel pembawa reseptor Fc dan pembentukan
massa sel yang terinfeksi luas secara in vivo.24 Konsekuensi dari luasnya massa sel
yang terinfeksi oleh virus adalah meningkatnya permeabilitas kapiler dalam
lingkungan fisiologis; Namun, hipotesis ini masih didasarkan pada hubungan antara
penanda imunologi dan keadaan klinis, tanpa adanya bukti konkrit yang berhubungan
mengenai mekanisme dan penyebabnya (Gambar 2).

Gambar 2. Immunopathogenesis demam berdarah berat pada Infeksi Sekunder.


Perjalanan virus pada pasien dengan demam berdarah sekunder, waktu terjadinya komplikasi,
dan kemungkinan mekanisme penyebab akan dijelaskan. Pada awal infeksi sekunder (atau
infeksi primer pada bayi), peningkatan antibodi sejalan dengan peningkatan konsentrasi virus
secara in vivo.17 Peningkatan antibodi dihubungkan dengan adanya non-netralisasi atau level

5
subneutralizing dari virus dengue-reaktif IgG yang diinduksi oleh infeksi primer, atau didapat
secara pasif pada saat lahir. Luasnya massa sel yang terinfeksi menyebabkan peningkatan
konsentrasi respon protein pada fase akut, sitokin, dan chemokines; generasi kompleks imun;
dan aktivasi komplemen. Aktivasi, proliferasi, dan sekresi sitokin dalam jaringan dilakukan
melalui memori Limfosit T dalam mengenali ligan peptida berperan dalam menambah
lingkungan inflamasi selama infeksi sekunder. Secara kolektif, respon imunologis pejamu
menciptakan lingkungan fisiologis dalam jaringan dengan meningkatkan permeabilitas
kapiler saat beban virus menurun dengan cepat. Namun, mekanisme pastinya masih belum
jelas. Interaksi antara protein nonstruktural 1 (NS1) dengan permukaan lapisan glycocalyx
dapat mengakibatkan pelepasan sulfat heparan ke dalam sirkulasi, sehingga mengubah
karakteristik filtrasi membran dan mengakibatkan kebocoran protein. Hilangnya protein
koagulasi esensial juga turut berperan dalam perkembangan koagulopati tipikal, yang
biasanya tampak melalui peningkatan waktu parsial-tromboplastin disertai dengan penurunan
jumlah fibrinogen dengan sedikit bukti aktivasi procoagulant. Sulfat heparan juga berfungsi
sebagai antikoagulan dan berkontribusi dalam koagulopati
PATOFISIOLOGI DISFUNGSI ENDOTEL
Tidak ada bukti yang menyebutkan bahwa virus dapat menginfeksi sel-sel
endotel, dan hanya sedikit perubahan yang tidak spesifik telah ditemukan dalam
penelitian histopatologi microvasculature.25,26 Meskipun tidak ada jalur spesifik yang
ditemukan mengenai hubungan imunopatogenik dengan efek definitif pada
permeabilitas mikrovaskular, mekanisme tromboregulasi, atau keduanya, data primer
menunjukkan bahwa gangguan sementara dalam fungsi lapisan glikokaliks endotel
dapat terjadi.27,28 Lapisan ini berfungsi sebagai penyaring molekuler, secara selektif
membatasi molekul dalam plasma sesuai dengan ukuran, muatan, dan bentuknya.
Hipoalbuminemia dan proteinuria diobservasi selama masa infeksi demam berdarah;
protein dan termasuk ukuran albumin secara khusus mulai menghilang; Hal ini sesuai
dengan perubahan kecil namun krusial dalam karakteristik filtrasi glikokaliks. Baik
virus itu sendiri dan NS1 diketahui melekat pada sulfat heparan, elemen struktural dari
glikokaliks, dan ditemukan peningkatan ekskresi sulfat heparan urin pada anak-anak
dengan infeksi berat.30,31

6
DIAGNOSIS BANDING DAN KLASIFIKASI PENYAKIT
Meskipun sebagian besar infeksi virus dengue asimtomatik, berbagai
manifestasi klinis dapat terjadi, mulai dari penyakit demam ringan hingga penyakit
berat dan fatal.1 Diagnosis bandingnya cukup luas dan bervariasi sesuai dengan
perkembangan penyakit. Pada fase demam, meliputi infeksi arboviral lainnya seperti
infeksi campak, rubella, enterovirus, infeksi adenovirus, dan influenza. Penyakit lain
yang harus dipertimbangkan sebagai bagian dari diagnosis banding, tergantung pada
gambaran klinis dan prevalensi penyakit secara lokal, termasuk tifoid, malaria,
leptospirosis, hepatitis virus, penyakit riketsia, dan sepsis bakterial.
Sebelumnya pasien diklasifikasikan apakah mengalami demam dengue atau
demam berdarah dengue, dan selanjutnya diklasifikasikan menjadi kelas 1, 2, 3, atau
4. Selama beberapa tahun, ditemukan peningkatan fokus mengenai kompleksitas dan
kegunaan dari sistem klasifikasi ini. Secara khusus, focus mengenai empat kriteria
khusus (demam berlangsung 2 sampai 7 hari, kecenderungan perdarahan dibuktikan
dengan tes tourniquet positif atau perdarahan spontan, jumlah trombosit kurang dari
100 × 109 per liter, dan bukti kebocoran plasma berdasarkan perubahan hematokrit dan
efusi pleura) harus terpenuhi untuk mendukung diagnosis demam berdarah dengue,
seperti pada beberapa pasien dengan penyakit berat yang secara klinis dikategorikan
secara tidak tepat.32-34 Melalui revisi terbaru dari World Health Organization (WHO)
mengenai skema klasifikasi demam berdarah, saat ini pasien diklasifikasikan kedalam
demam dengue atau demam dengue berat.1,33,35 Pasien yang sembuh tanpa komplikasi
diklasifikasikan kedalam demam dengue, sedangkan mereka yang memiliki salah satu
kondisi berikut ini dimasukkan kedalam demam dengue berat, yaitu ditemukannya:
kebocoran plasma mengakibatkan syok, akumulasi cairan serosal menyebabkan
gangguan pernapasan, atau keduanya; pendarahan hebat; dan kerusakan organ berat.
Diharapkan bahwa sistem ini akan lebih efektif dalam triase dan penatalaksanaan
secara klinis dan akan meningkatkan kualitas pengawasan dan pengumpulan data

7
epidemiologi secara global. Upaya berkelanjutan melalui penelitian prospektif
multisenter diperlukan untuk menentukan skema klasifikasi yang lebih tepat.
MANIFESTASI KLINIS
Setelah masa inkubasi 3 sampai 7 hari, gejala akan muncul melalui tiga fase,
yaitu fase demam, fase kritis disertai penurunan suhu tubuh, dan fase pemulihan
spontan.
Fase Demam
Fase awal biasanya ditandai dengan peningkatan suhu (≥38.5 ° C) disertai
dengan sakit kepala, muntah, mialgia, dan nyeri sendi, kadang-kadang ditemukan ruam
makula sementara. Anak mengalami demam tinggi namun secara umum kurang khas
dibandingkan dengan orang dewasa selama fase penyakit ini. Gejala perdarahan ringan
seperti petechiae (Gambar 3A) dan memar, terutama di lokasi venipuncture (Gbr.3B),
dan hepar biasanya teraba. Temuan laboratorium meliputi trombositopenia ringan
sampai sedang dan leukopenia, sering disertai dengan peningkatan aminotransferase
hepatic sedang. Fase ini berlangsung selama 3 sampai 7 hari, kemudian sebagian besar
pasien sembuh tanpa komplikasi.
Fase Kritis
Dalam sebagian kecil pasien, biasanya pada anak-anak dan dewasa muda,
sindrom kebocoran vaskular sistemik semakin jelas pada saat terjadinya penurunan
suhu, terbukti dengan adanya peningkatan hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi
pleura, dan asites. Awalnya, secara fisiologis mekanisme kompensasi akan
meningkatkan regulasi sebagai upaya untuk mempertahankan sirkulasi yang cukup ke
organ-organ penting, yang mengakibatkan penyempitan tekanan nadi akibat
kehilangan volume plasma. Jika tekanan nadi menyempit hingga 20 mm Hg atau
kurang, disertai dengan tanda-tanda kolaps vaskular perifer, diagnosis dengue syock
syndrome harus ditegakkan dan mendesak, diperlukan resusitasi. Tekanan sistolik
mungkin tetap normal atau bahkan meningkat pada saat ini, dan akan tertipu dengan
keadaan klinis pasien yang cukup baik, tetapi bila terjadi hipotensi, tekanan sistolik

8
menurun dengan cepat dan terjadinya syok yang ireversibel dapat menyebabkan
kematian meskipun telah dilakukan upaya resusitasi yang agresif. Selama masa transisi
dari fase demam ke fase kritis, antara hari ke 4 dan ke 7, sangat penting bagi klinisi
untuk menyadari tanda-tanda kebocoran vaskular yang signifikan secara klinis dapat
segera terjadi pada pasien. Tanda-tanda perburukan termasuk muntah terus-menerus,
nyeri perut yang semakin hebat, hepatomegali, peningkatan hematokrit seiring dengan
penurunan jumlah trombosit secara cepat, efusi serosa, pendarahan mukosa, dan
tampak lemah dan gelisah.
Manifestasi hemoragik paling sering terjadi selama masa kritis ini. Pada anak-
anak, secara klinis perdarahan yang signifikan cukup jarang terjadi, biasanya berkaitan
dengan berat dan lamanya syok. Namun, perdarahan kulit, perdarahan mukosa
(gastrointestinal atau vaginal), atau keduanya dapat terjadi pada orang dewasa tanpa
faktor pencetus yang jelas dan hanya sedikit kebocoran plasma (Gambar 3C).36
Trombositopenia sedang sampai berat, dengan jumlah di bawah 20 × 109 per liter sering
ditemukan selama fase kritis, diikuti dengan perbaikan yang cepat selama fase
pemulihan. Peningkatan sementara masa aktifasi dari tromboplastin parsial dan
penurunan kadar fibrinogen juga sering ditemukan. Namun, profil koagulasi tidak khas
pada distribusi koagulasi intravaskular, dan mekanisme yang mendasari tidak cukup
jelas.37-39 Manifestasi berat lainnya yang cukup jarang terjadi, seperti gagal hati,
miokarditis, dan ensefalopati, disertai dengan kebocoran plasma minimal.
Fase Penyembuhan
Perubahan permeabilitas vaskular cukup singkat, kembali secara spontan ke
bentuk normal sekitar 48 hingga 72 jam, dan bersamaan dengan perbaikan gejala yang
dialami pasien. Ruam kedua dapat muncul selama fase pemulihan, mulai dari ruam
makulopapular ringan sampai lesi yang berat dan gatal, yang menunjukkan vaskulitis
leukositoklastik yang hilang dengan deskuamasi selama periode 1 hingga 2 minggu
(Gambar 3D). Orang dewasa mungkin dapat mengalami kelelahan selama beberapa
minggu setelah masa pemulihan.

9
Gambar 3. Manifestasi Perdarahan pada Infeksi Demam Berdarah
Panel A menunjukkan ruam petekie pada bayi dengan demam berdarah. Panel B menunjukkan
pendarahan kecil di sekitar tempat suntikan, hal yang paling sering terjadi pada demam dengue.
Panel C menunjukkan hematoma pada pasien dengan dengue berat. Gangguan koagulasi dan
kombinasi peningkatan kerentanan pecahnya pembuluh darah, disfungsi trombosit, dan
trombositopenia dipercaya dapat menjelaskan penyebab manifestasi perddarahan pada demam
berdarah. Panel D menunjukkan karakteristik ruam makula difus yang muncul setelah masa
pemulihan dari penyakit akut pada pasien dewasa dengan demam berdarah. Ruam dapat
muncul antara 3 dan 6 hari setelah timbulnya demam. "island of white" dari kulit normal
dikelilingi oleh ruam eritematosa. Kadang-kadang, tipe leukocytoclastic dapat ditemukan.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis laboratorium demam berdarah ditegakkan secara langsung dengan
mendeteksi komponen virus dalam serum atau secara tidak langsung dengan serologis.
Sensitivitas setiap pemeriksaan tersebut dipengaruhi oleh durasi penyakit pasien
(Gambar. 4).10 Selama fase demam, deteksi asam nukleat virus dalam serum dengan

10
cara uji reverse-transcriptase-polymerase-chainreaction (RT-PCR) atau deteksi
protein nonstruktural 1 (NS1) dengan menggunakan uji immunosorbent enzyme-linked
(ELISA) atau uji cepat aliran-lateral (tidak tersedia di Amerika Serikat) cukup untuk
menegakkan diagnosis. Untuk infeksi primer terhadap orang yang belum pernah
terinfeksi sebelumnya (yang khas dalam kebanyakan kasus wisatawan), sensitivitas
pemeriksaan diagnostik NS1 pada fase demam dapat melebihi 90%, dan antigenemia
dapat bertahan selama beberapa hari setelah resolusi demam.40-42 Sensitivitas
pemeriksaan NS1 pada fase demam lebih rendah pada infeksi sekunder (60 hingga
80%), mencerminkan respons serologis akibat virus dengue sebelumnya atau infeksi
flavivirus terkait.
Diagnosis serologis demam berdarah bergantung pada pemeriksaan kadar
serum IgM yang tinggi yang berikatan dengan antigen virus dengue dalam ELISA atau
uji cepat aliran-lateral; IgM dapat dideteksi dalam 4 hari setelah onset demam.
Serokonversi IgM antara sampel berpasangan dianggap sebagai konfirmasi temuan
(confirm diagnose), sedangkan deteksi IgM dalam spesimen tunggal yang diperoleh
dari pasien dengan sindrom klinis yang sesuai dengan demam berdarah digunakan
untuk menegakkan dugaan diagnosis (presumptive diagnosis). Baru-baru ini telah
ditemukan pemeriksaan IgM yang tersedia secara komersial dengan karakteristik
kinerja yang dapat diterima.44 Diagnosis serologis demam berdarah dapat tidak valid
terutama pada pasien yang baru terinfeksi atau divaksinasi dengan antigen flavivirus
(misalnya, virus yang berkaitan dengan demam kuning atau Japanese ensefalitis).
Selain itu, pasien dengan infeksi sekunder meningkatkan respon antibodi cepat di mana
virus dengue-reaktif IgG dapat mendominasi IgM. Dalam kondisi klinis di mana
metode pemeriksaan molekuler (misalnya, RTPCR) tidak tersedia, pemeriksaan untuk
menilai peningkatan kadar virus dengue - IgM reaktif atau NS1 terlarut dalam serum
merupakan pemeriksaan diagnostik yang paling mudah dilakukan pada pasien yang
dicurigai terinfeksi demam dengue.43,45

11
Gambar 4. Pilihan pemeriksaan laboratorium pada pasien yang dicurigai terinfeksi
virus dengue
Pemeriksaan asam nukleat virus protein nonstructural 1 (NS1) atau Serokonversi IgM
merupakan temuan konfirmasi pada pasien yang dicurigai terinfeksi demam dengue. Hari 0
merupakan hari pertama dimana pasien mengeluhkan gejala dari penyakit ini. ELISA
merupakan pemeriksaan enzyme-linked immunosorbent assay, dan RT-PCR reverse-
transcriptase polymerase chain reaction.

PENATALAKSANAAN
Saat ini, tidak ada agen antiviral yang efektif untuk mengobati infeksi demam
berdarah, dan pengobatan yang mendukung, ditekankan pada manajemen
penatalaksanaan cairan yang tepat.1 Pasien yang tidak mengalami komplikasi dan
mampu mentoleransi cairan peroral dilakukan perawatan di rumah dengan instruksi
untuk segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan atau tanda-tanda yang
menunjukkan kebocoran vaskular. Namun, pada prakteknya pasien tersebut harus di
evaluasi setiap hari di klinik medis dengan pemeriksaan darah lengkap untuk
memantau hematokrit dan nilai trombosit.
Munculnya tanda-tanda tersebut mengindikasikan perlunya rawat inap dan
observasi ketat, dengan penggunaan cairan parenteral yang tepat pada pasien dengan
asupan oral yang tidak adekuat atau hematokrit yang meningkat dengan cepat. Jika

12
kondisi berkembang menjadi dengue syock syndrome, resusitasi cairan yang cepat
untuk mengembalikan volume plasma sangat penting dilakukan, diikuti dengan
pemberian terapi cairan untuk memperbaiki sirkulasi dan mempertahankan perfusi
organ. Larutan kristaloid isotonik harus digunakan, dan harus disediakan untuk pasien
yang mengalami syok hebat atau mereka yang tidak respon terhadap terapi kristaloid
awal. Untuk membatasi risiko kelebihan cairan, terapi cairan parenteral harus dijaga
seminimal mungkin untuk menjaga stabilitas kardiovaskular sampai permeabilitas
kembali normal.
Transfusi darah dapat menyelamatkan nyawa pasien dengan perdarahan berat
yang membahayakan fungsi kardiovaskular, tetapi harus dilakukan dengan hati-hati
karena risiko kelebihan cairan. Konsentrat trombosit, fresh-frozen plasma, dan
cryoprecipitate juga diperlukan tergantung pada profil koagulasi. Namun, saat ini,
tidak ada bukti yang menyebutkan bahwa transfusi trombosit profilaksis memiliki
manfaat pada pasien yang tidak mengalami perdarahan secara klinis, terutama saat
terjadinya trombositopenia.47,48 Penggunaan transfusi trombosit profilaksis meningkat
di negara-negara endemik demam berdarah, tetapi mengingat risiko klinis dan biaya
yang cukup besar, uji coba terkontrol perlu dilakukan sebelum hal tersebut ditetapkan
sebagai standar perawatan. Pada pasien dengan infeksi dengue berat, terapi adjuvan,
termasuk vasopressor dan terapi inotropik, terapi penggantian ginjal, dan terapi lebih
lanjut dari gangguan fungsi organ, mungkin diperlukan.
Pembentukan jalur terapeutik dan desain acak, uji coba terkontrol mengenai
obat pengendalian virus atau respon imun sedang dikembangkan. Percobaan terbaru
menilai chloroquine,49 prednisolone oral (secara acak, kelompok control menggunakan
plasebo, Partially Blinded [Obat versus Placebo] Percobaan Terapi Kortikosteroid
Awal pada Anak-anak dan Dewasa Muda di Vietnam dengan dugaan Infeksi Demam
Berdarah; nomor Percobaan Kontrol terbaru, ISRCTN39575233), dan Balapiravir
(Secara acak, Double-Blind, penelitian menggunakan kelompok control dengan
plasebo untuk Mengevaluasi Keamanan dan Efikasi Inhibitor Polymerase Virus

13
Dengue [Balapiravir] pada Pasien Laki-laki yang telah dikonfirmasi Terinfeksi Virus
Dengue; nomor ClinicalTrials.gov, NCT01096576), dan percobaan golongan statin
dan obat antiviral lainnya sedang direncanakan. Saat ini, tidak ada bukti yang
mendukung penggunaan agen terapeutik spesifik untuk demam berdarah.

EFEK TERHADAP SISTEM PELAYANAN KESEHATAN


Demam berdarah merupakan beban terhadap sistem pelayanan kesehatan.
Meskipun demam berdarah berat hanya terjadi pada sebagian kecil infeksi demam
berdarah, identifikasi dini pasien berisiko tinggi cukup sulit dilakukan dan pasien
dengan infeksi tanpa komplikasi sering dirawat di rumah sakit untuk observasi. Cepat
dan efektifnya triase didasarkan pada pengalaman tenaga kesehatan pada tingkat
pelayanan kesehatan dasar, sistem transportasi yang efisien dan terjangkau untuk
memfasilitasi penilaian klinis sehari-hari, dan kampanye terhadap masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran akan penyakit, semua hal tersebut dapat membantu
mengurangi hal-hal yang tidak di inginkan. Pada pasien yang dirawat di rumah sakit,
perawatan yang teliti diperlukan untuk membatasi komplikasi iatrogenik, termasuk
kelebihan cairan. Idealnya, pasien dengan infeksi dengue berat harus dirawat di unit
dengan tingkat perawatan yang memadai di mana pengamatan klinis dapat dilakukan
langsung oleh tenaga kesehatan yang berpengalaman dengan akses yang cepat untuk
melakukan pengukuran hematokrit berulang untuk memastikan bahwa terapi cairan
dititrasi secara tepat sesuai kebutuhan. Dengan demikian, angka kematian kurang dari
1% dapat dicapai pada pasien dengan syok, dan kebutuhan untuk rawatan dengan
ventilasi dan perawatan intensif dapat diminimalkan. Ketepatan diagnosis dini dan
prediksi terhadap risiko penyakit berat sangat diperlukan, terutama di daerah dengan
beban kasus yang tinggi, dimana keterbatasan sumberdaya sangat berperan dalam
menentukan hasil akhir pasien. Penelitian yang berlangsung bertujuan untuk
memperbaiki skema klasifikasi WHO 2009, khususnya yang berkaitan dengan tanda-
tanda peringatan perkembangan penyakit yang lebih berat.

14
PENDEKATAN TERBARU PENGENDALIAN VEKTOR
Pendekatan terbaru pengendalian vektor meliputi pelepasan nyamuk jantan
yang dimodifikasi secara genetik untuk mensterilkan populasi betina, sehingga dapat
mengurangi produksi telur dan jumlah populasi generasi yang berpotensi dalam
penyebaran virus dengue.50 Strategi alternatif melibatkan pengenalan embrio dari
keturunan bakteri wolbachia intraseluler obligat ke dalam A. aegypti. Sehingganya,
Wolbachia yang terinfeksi A. aegypti secara parsial resisten terhadap infeksi virus
dengue51,52 dan dapat menyerang populasi A. aegypti secara alami,51,53 hal tersenut
menunjukkan kemungkinan induksi resistensi biologis yang luas terhadap virus dengue
pada populasi A. aegypti.
VAKSIN
Pilihan utama vaksin dengue, ChimeriVax (Sanofi Pasteur), merupakan
formulasi tetravalen dari yellow fever 17D yang dilemahkan yang mengekspresikan
protein prM dan E dari virus demam berdarah dengue.54 Cukup sulit mengembangkan
vaksin yang aman dan menghasilkan keseimbangan antibody yang netral terhadap ke
empat serotype. Namun, dalam 5 tahun terakhir, telah mengalami kemajuan, dan
percobaan klinis fase 2–3 yang telah dirancang untuk menentukan efikasi dari vaksin
3 dosis ini sedang dilakukan. Data imunologi yang berhubungan dengan imunitas
mengalami penurunan. Follow-up jangka panjang terhadap vaksin penting dilakukan
untuk memahami apakah penurunan imunitas yang disebabkan oleh vaksin
berpengaruh terhadap hasil akhir yang lebih berat pada kejadian infeksi berikutnya.
Pilihan lain pada fase awal perkembangan klinis melibatkan vaksin yang mengandung
virus dengue aktif yang dilemahkan dan vaksin subunit rekombinan.55
DIREKSI LANJUTAN
Lembaga penelitian demam berdarah semakin diperkuat dalam dekade terakhir,
didorong melalui perkembangan pengenalan akan beban penyakit ditambah dengan
prospek vaksin dengue. Namun, tidak ada vaksin yang dapat menjadi obat ampuh
secara global, dan upaya untuk meningkatkan pengobatan melalui penerapan praktik

15
terbaik yang ada dalam manajemen triase dan terapi cairan, bersamaan dengan upaya
pengembangan obat antivirus baru atau obat-obatan terapeutik lainnya, harus
dilanjutkan. Demikian pula, pendekatan inovatif untuk mencegah penularan virus,
seperti melalui modifikasi populasi nyamuk, harus terus dilakukan. Pemahaman yang
baik mengenai epidemiologi penyakit terbaru dan potensi penyebarannya di masa
mendatang juga akan membantu pembuat kebijakan dalam mengalokasikan sumber
daya untuk memerangi tantangan kesehatan masyarakat global ini.

16

You might also like