You are on page 1of 28

SUKU TANA TORAJA

1. Religi (Agama) Suku Toraja


Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan animisme
politeistik yang disebut aluk, atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai
"hukum"). Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan
menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara
berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta. Alam semesta, menurut
aluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah.
Pada awalnya, surga dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah,
dan kemudian muncul cahaya. Hewan tinggal di dunia bawah yang
dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh
empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat manusia, dan surga terletak di atas,
ditutupi dengan atap berbetuk pelana. Dewa-dewa Toraja lainnya adalah Pong
Banggai di Rante (dewa bumi), Indo' Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), Pong
Lalondong (dewa kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi pengobatan), dan
lainnya. Agama: mayoritas penduduk memeluk agama Krtisten selebihnya
merupakan pemeluk agama Katholik, Islam, dan Alukta. Adapun perincian
tempat ibadah ialah sebagai berikut: Gereja Kristen: 11buah, Gereja Katholik: 1
buah, Mesjid : 1 buah.
Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus dipegang baik dalam
kehidupan pertanian maupun dalam upacara pemakaman, disebut to minaa
(seorang pendeta aluk). Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi juga
merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. Aluk mengatur
kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata cara
Aluk bisa berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum yang
umum adalah peraturan bahwa ritual kematian dan kehidupan harus dipisahkan.
Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika
pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan. Kedua ritual tersebut sama
pentingnya. Ketika ada para misionaris dari Belanda, orang Kristen Toraja tidak
diperbolehkan menghadiri atau menjalankan ritual kehidupan, tetapi diizinkan
melakukan ritual kematian. Akibatnya, ritual kematian masih sering dilakukan
hingga saat ini, tetapi ritual kehidupan sudah mulai jarang dilaksanakan.

2. Sistem Teknologi

Perubahan Teknologi Pertanian Pembahasan tentang Teknologi Pertanian


dibatasi pada teknik budidaya atau pra panen dan pascapanen yang dilakukan
1
oleh masyarakat tani di lokasi penelitian. Hasil survei menunjukkan bahwa pada
era desentralisasi sekarang telah terjadi perubahan komponen-komponen
teknologi pertanian di Tana Toraja. Komponen - komponen tersebut meliputi:
pengolahan tanah (pariu), jenis benih (banne), penanaman (mantanan),
pemeliharaan (ma’tora), pemanenan (mepare), pengangkutan (diba’a),
pengeringan (mangalloi), penyimpanan dan pengolahan. Dari sisi waktu kapan
mulai terjadi perubahan, jawaban responden cukup beragam. Tujuh responden
menyatakan perubahan telah berlangsung sejak 10 tahun yang lalu, 10 respoden
menyatakan sejak 15 tahun yang lalu, 13 responden menjawab 20 tahun
yang lalu dan hanya 5 responden yang mengatakan perubahan telah terjadi
sejak lebih dari 20 tahun yang lalu.
Untuk pertanyaan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya
perubahan, hanya 4 responden yang menyatakan bahwa perubahan teknologi
pertanian merupakan inisiatif petani sendiri (faktor internal). Jawaban atas
pertanyaan yang lebih mendalam (depth interview), kira-kira apa yang
mendorong munculnya inisiatif sendiri tersebut adalah:
1) tayangan televise
2) pengalaman melihat dari daerah lain yang lebih maju
3) ada kebutuhan dari diri sendiri untuk meningkatkan diri dengan memperbarui
teknologi yang ada.
Deskripsi perubahan teknologi pertanian telah terjadi perubahan mendasar pada
berbagai kegiatan budidaya pertanian di Tana Toraja terutama yang menyangkut
berbagai upacara adat. Berbagai bentuk upacara seperti mangkaro kalo’
(sebelum tanam), menamu (ketika padi sudah mulai berisi), mepase (ketika padi
akan dipotong, manglika (menaikkan padi ke lumbung), dan buka allang
(mengambil padi dari lumbung) sekarang sudah tidak dilakukan lagi. Hal ini
terkait dengan semakin sempitnya waktu masyarakat tani dan perhatian terhadap
upacara tersebut yang semakin menurun. Beberapa kegiatan teknologi
pertanian lainnya, baik pra panen dan pasca panen juga telah mengalami
perubahan seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Jika diamati, perubahan teknologi
pertanian yang terjadi di Desa Lembang Turunan saat ini keadaannya tidak jauh
berbeda dengan daerah pertanian dataran rendah lain. Tetapi dari wawancara
mendalam diketahui bahwa perubahan tersebut lebih lambat dibanding dengan
daerah lainnya. Hal ini disebabkan karena hasil pertanian padi bukan merupakan
satu-satunya tumpuan bagi keluarga di Toraja, meskipun padi merupakan
lambang kemakmuran bagi keluarga, yang ditandai dengan banyaknya lumbung
yang dimiliki.
3. Kelas social
2
Dalam masyarakat Toraja awal, hubungan keluarga bertalian dekat
dengan kelas sosial. Ada tiga tingkatan kelas sosial: bangsawan, orang biasa,
dan budak (perbudakan dihapuskan pada tahun 1909 oleh pemerintah Hindia
Belanda). Kelas sosial diturunkan melalui ibu. Tidak diperbolehkan untuk
menikahi perempuan dari kelas yang lebih rendah tetapi diizinkan untuk menikahi
perempuan dari kelas yang lebih tinggi. Ini bertujuan untuk meningkatkan status
pada keturunan berikutnya. Sikap merendahkan dari Bangsawan terhadap rakyat
jelata masih dipertahankan hingga saat ini karena alasan martabat keluarga.[5]
Kaum bangsawan, yang dipercaya sebagai keturunan dari surga,[16]
tinggal di tongkonan, sementara rakyat jelata tinggal di rumah yang lebih
sederhana (pondok bambu yang disebut banua). Budak tinggal di gubuk kecil
yang dibangun di dekat tongkonan milik tuan mereka. Rakyat jelata boleh
menikahi siapa saja tetapi para bangsawan biasanya melakukan pernikahan
dalam keluarga untuk menjaga kemurnian status mereka. Rakyat biasa dan
budak dilarang mengadakan perayaan kematian. Meskipun didasarkan pada
kekerabatan dan status keturunan, ada juga beberapa gerak sosial yang dapat
memengaruhi status seseorang, seperti pernikahan atau perubahan jumlah
kekayaan.[13] Kekayaan dihitung berdasarkan jumlah kerbau yang dimiliki.
Budak dalam masyarakat Toraja merupakan properti milik keluarga.
Kadang-kadang orang Toraja menjadi budak karena terjerat utang dan
membayarnya dengan cara menjadi budak. Budak bisa dibawa saat perang, dan
perdagangan budak umum dilakukan. Budak bisa membeli kebebasan mereka,
tetapi anak-anak mereka tetap mewarisi status budak. Budak tidak diperbolehkan
memakai perunggu atau emas, makan dari piring yang sama dengan tuan
mereka, atau berhubungan seksual dengan perempuan merdeka. Hukuman bagi
pelanggaran tersebut yaitu hukuman mati.
Sebelum masa Orde Baru, ekonomi Toraja bergantung pada pertanian
dengan adanya terasering di lereng-lereng gunung dan bahan makanan
pendukungnya adalah singkong dan jagung. Banyak waktu dan tenaga
dihabiskan suku Toraja untuk berternak kerbau, babi, dan ayam yang dibutuhkan
terutama untuk upacara pengorbanan dan sebagai makanan.[11] Satu-satunya
industri pertanian di Toraja adalah pabrik kopi Jepang, Kopi Toraja.
Dengan dimulainya Orde Baru pada tahun 1965, ekonomi Indonesia
mulai berkembang dan membuka diri pada investasi asing. Banyak perusahaan
minyak dan pertambangan Multinasional membuka usaha baru di Indonesia.
Masyarakat Toraja, khususnya generasi muda, banyak yang berpindah untuk
bekerja di perusahaan asing. Mereka pergi ke Kalimantan untuk kayu dan

3
minyak, ke Papua untuk menambang, dan ke kota-kota di Sulawesi dan Jawa.
Perpindahan ini terjadi sampai tahun 1985.[2]
Ekonomi Toraja secara bertahap beralih menjadi pariwisata berawal pada
tahun 1984. Antara tahun 1984 dan 1997, masyarakat Toraja memperoleh
pendapatan dengan bekerja di hotel, menjadi pemandu wisata, atau menjual
cenderamata. Timbulnya ketidakstabilan politik dan ekonomi Indonesia pada
akhir 1990-an (termasuk berbagai konflik agama di Sulawesi) telah
menyebabkan pariwisata Toraja menurun secara drastis. Toraja lalu dikenal
sebagai tempat asal dari kopi Indonesia. Kopi Arabika ini terutama dijalankan
oleh pengusaha kecil.
4. Kebudayaan Suku Toraja Dan Keunikannya
Suku Dunia ~ Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidendereng dan
dari luwu. Orang Sidendreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebuatn
To Riaja yang mengandung arti “Orang yang berdiam di negeri atas atau
pegunungan”, sedang orang Luwu menyebutnya To Riajang yang artinya adalah
“orang yang berdiam di sebelah barat”. Ada juga versi lain bahwa kata Toraya
asal To = Tau (orang), Raya = dari kata Maraya (besar), artinya orang orang
besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja, dan
kata Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal
kemudian dengan Tana Toraja.
 Adat Istiadat Suku Toraja
Rambu Solo adalah
upacara adat kematian
masyarakat Toraja yang
bertujuan untuk
menghormati dan
menghantarkan arwah
orang yang meninggal
dunia menuju alam roh,
yaitu kembali kepada
keabadian bersama para
leluhur mereka di sebuah
tempat peristirahatan. Upacara ini sering juga disebut upacara penyempurnaan
kematian karena orang yang meninggal baru dianggap benar-benar meninggal
setelah seluruhprosesi upacara ini digenapi. Jika belum, maka orang yang
meninggal tersebut hanya dianggap sebagai orang sakit atau lemah, sehingga ia
tetap diperlakukan seperti halnya orang hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidur
dan diberi hidangan makanan dan minuman bahkan selalu diajak berbicara.
4
Puncak dari upacara Rambu solo ini dilaksanakan disebuah lapangan khusus.
Dalam upacara ini terdapat beberapa rangkaian ritual, seperti proses
pembungkusan jenazah, pembubuhan ornament dari benang emas dan perak
pada peti jenazah, penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan, dan
proses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir.

 Rumah Adat Suku Toraja

Tongkonan adalah rumah tradisional masyarakat Toraja, terdiri dari


tumpukan kayu yang dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan
kuning. Kata “tongkon” berasal dari bahasa Toraja yang berarti tongkon
“duduk”. Selain rumah, Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial
suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan rumah adat ini sangatlah
penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja. Oleh karena itu semua
anggota keluarga diharuskan ikut serta karena melambangkan hubungan
mereka dengan leluhur mereka. Menurut cerita rakyat Toraja, Tongkonan
pertama dibangun di surga dengan empat tiang. Ketika leluhur suku
Toraja turun ke bumi, dia meniru rumah tersebut dan menggelar upacara
yang besar.

5
 Kesenian Suku Toraja

Tanah toraja adalah salah satu daerah yang terkenal akan ukirannya.
Ukiran ini menjadi kesenian khas suku bangsa Toraja di Sulawesi
Selatan. Ukiran dibuat menggunakan alat ukir khusus di atas sebuah
papan kayu, tiang rumah adat, jendela, atau pintu. Bukan asal ukiran,
setiap motif ukiran dari Tana Toraja memiliki nama dan makna khusus.
Keteraturan dan ketertiban merupakan ciri umum dalam ukiran kayu
Toraja. Selain itu, ukiran Tana Toraja memiliki sifat abstrak dan
geometris. Tumbuhan dan hewan sering dijadikan dasar dari ornament
Toraja.
 Pakaian Adat Suku Toraja

6
Pakaian adat pria Toraja dikenal dengan Seppa Tallung Buku, berupa
celana yang panjangnya sampai di lutut. Pakaian ini masih dilengkapi
dengan asesoris lain, seperti kandaure, lipa', gayang dan sebagainya.
Baju adat Toraja disebut Baju Pokko' untuk wanita. Baju Pokko' berupa
baju dengan lengan yang pendek. Warna kuning, merah, dan putih
adalah warna yang paling sering mendominasi pakaian adat Toraja. Baju
adat Kandore yaitu baju adat Toraja yang berhiaskan Manik-manik yang
menjadi penghias dada, gelang, ikat kepala dan ikat pinggang
 Peninggalan Suku Toraja

Londa adalah sebuah kompleks kuburan kuno yang terletak di dalam gua. Di
bagian luar gua terlihat boneka-boneka kayu khas Toraja. Boneka-boneka
merupakan replika atau miniatur dari jasad yang meninggal dan dikuburkan di
tempat tersebut. Miniatur tersebut hanya diperuntukkan bagi bangsawan
yang memiliki strata sosial tinggi, warga biasa tidak mendapat kehormatan
untuk dibuatkan patungnya.

Kuburan Gua londa Tana Toraja adalah kuburan pada sisi batu karang terjal ,
salah satu sisi dari kuburan itu berada di ketinggian dari bukit mempunyai
gua yang dalam dimana peti-peti mayat di atur dan di kelompokkan
berdasarkan garis keluarga. Disisi lain dari puluhan tau-tau berdiri secara
hidmat di balkon wajah seperti hidup mata terbuka memandang dengan
penuh wibawah.

7
 Makanan Khas Suku Toraja

Pa’piong merupakan makanan khas suku toraja yang mempunyai nama


cukup unik dan berbahan dasar daging babi atau biasanya juga bisa
daging ayam. Kalau biasanya daging babi atau ayam diolah di bakar atau
di goreng atau bisa juga di rebus, masyarakat Toraja mengolah daging-
daging tersebut dengan memasukkannya ke dalam bambu lalu di bakar.
Seperti pengolahan nasi bambu. Tapi setelah di masak dengan bambu
makanan ini kemudian diolah lagi dengan memanggang daging yang
sudah dimasak dengan bambu. Proses pembuatannya sebelum
dimasukkan kedalam bambu daging terlebih dahulu diolah dengan cara
dicampurkan dengan rempah rempah dan bumbu yang kemudian
ditambahkan dengan cabai local.

8
SUKU Budaya Batak
1. Realigi
Sebelum suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka
mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang
memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam
Debata Natolu.
Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu:
Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena
itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di
dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang
tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap
(menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.
Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang
memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan
sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.
Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan
tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.
Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam pustaha.
Walaupun sudah menganut agama Kristen dan berpendidikan tinggi, namun
orang Batak belum mau meninggalkan religi dan kepercayaan yang sudah
tertanam di dalam hati sanubari mereka.
a) Kepercayaan Asli Suku Batak
Kepercayaan yang dianut suku batak sebelum mengenal agama protestan
dan islam adalah kepercayaan bahwa alam semesta beserta isinya
diciptakan oleh Debata Mula Jadi Na Bolon dan bertempat tinggal diatas
langit, bahkan pada masyarakat daerah pedesaan belum meninggalkan
kepercayaan tercebut. mereka mempunyai system kepercayaan dan religi
tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan diatas langit dan
pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu.
Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu :
 Debata Mula Jadi Na Bolon : bertempat tinggal diatas langit dan
merupakan maha pencipta;
 Siloan Na Bolon : berkedudukan sebagai penguasa dunia makhluk
halus. Dalam hubungannya dengan roh dan jiwa.
Orang Batak mengenal tiga konsep yaitu :
 Tondi (adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan,
oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat

9
sejak seseorang di dalam kandungan. Bila tondi meninggalkan badan
seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka
diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang
menawannya.)
 Jiwa
 Roh
 Sahala : jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang, semua orang
memiliki tondi,tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama
dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau
hula-hula.
 Begu : tondinya orang yang sudah mati, yang tingkah lakunya sama
dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.
Orang batak juga percaya akan kekuatan sihir dari jimat yang disebut
tongkal.
b) Parmalim
Istilah Parmalim merujuk kepada penganut agama Malim. Agama
Malim yang dalam bahasa Batak disebut Ugamo Malim adalah bentuk
moderen agama asli suku Batak. Agama asli Batak tidak memiliki nama
sendiri, tetapi pada penghujung abad kesembilan belas muncul sebuah
gerakan anti kolonial. Pemimpin utama mereka adalah Guru Somalaing
Pardede. Agama Malim pada hakikatnya merupakan agama asli Batak,
namun terdapat pengaruh agama Kristen, terutama Katolik, dan juga
pengaruh agama Islam.
Agama ini tidak mengenal Surga atau sejenisnya, sepeti agama
umumnya, selain Debata Mula jadi Na Bolon (Tuhan YME) dan Arwah-arwah
leluhur, belum ada ajaran yang pasti reward atau punisnhment atas
perbuatan baik atau jahat, selain mendapat berkat atau dikutuk menjadi
miskin dan tidak punya turunan. Tujuan upacara agama ini memohon berkat
Sumangot dari Debata Mula jadi Na bolon (Tuhan YME), dari Arwah-arwah
leluhur, juga dari Tokoh-tokoh adat atau kerabat-kerabat adat yang dihormati,
seperti Kaum Hula-hula (dari sesamanya). Agama ini lebih condong ke
paham Animisme. Agama ini bersifat tertutup, masih hanya untuk suku Batak,
karena upacara ritualnya memakai bahasa Batak, dan setiap orang harus
punya marga, tidak beda dengan agama-agama suku-suku animisme
dibelahan bumi lainnya, sifatnya tidak universal.
Tuhan dalam kepercayaan Malim adalah "Debata Mula Jadi Na Bolon"
(Tuhan YME) sebagai pencipta manusia, langit, bumi dan segala isi alam
semesta yang disembah oleh "Umat Ugamo Malim" ("Parmalim"). Agama
10
Malim terutama dianut oleh suku Batak Toba di provinsi Sumatera Utara.
Sejak dahulu kala terdapat beberapa kelompok Parmalim namun kelompok
terbesar adalah kelompok Malim yang berpusat di Huta Tinggi, Kecamatan
Lagu Boti, Kab. Toba Samosir. Hari Raya utama Parmalim disebut Si
Pahasada (yaitu '[bulan] Pertama') serta Si Pahalima (yaitu '[bulan] Kelima)
yang secara meriah dirayakan di kompleks Parmalim di Huta Tinggi.
c) Masuknya Agama Islam Di Tanah Batak
Pada abad 19 agama Islam masuk daerah penyebarannya meliputi batak
selatan. Masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan
oleh para pedagang Minangkabau. Bersamaan dengan usaha dagangnya,
banyak pedagang Minangkabau yang melakukan menikah dengan
perempuan Batak. Hal ini secara perlahan telah meningkatkan pemeluk Islam
di tengah-tengah masyarakat Batak. Pada masa perang Paderi di awal abad
ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan
pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola.
Namun penyerangan Paderi atas tanah Toba, tidak dapat mengislamkan
masyarakat tersebut, yang pada akhirnya mereka menganut agama Kristen
Protestan. Kerajaan Aceh di utara, juga banyak berperan dalam
mengislamkan masyarakat Karo dan Pakpak. Sementara Simalungun banyak
terkena pengaruh Islam dari masyarakat Melayu di pesisir Sumatera Timur.
d) Misionaris Kristen
Agama Kristen masuk sekitar tahun 1863 dan penyebarannya meliputi
batak utara. Pada tahun 1824, dua misionaris baptis asal Inggris, Richard
Burton dan Nathaniel Ward berjalan kaki dari Sibolga menuju pedalaman
Batak. Setelah tiga hari berjalan, mereka sampai di dataran tinggi Silindung
dan menetap selama dua minggu di pedalaman. Dari penjelajahan ini,
mereka melakukan observasi dan pengamatan langsung atas kehidupan
masyarakat Batak. Pada tahun 1834 kegiatan ini diikuti oleh Henry Lyman
dan Samuel Manson dari dewan komisaris Amerika untuk misi luar negeri.
Pada tahun 1850, dewan Injil Belanda menugaskan Herman
Neubronner Van Der Tuuk untuk menerbitkan buku tata bahasa dan kamus
bahasa Batak-Belanda. Hal ini bertujuan untuk memudahkan misi-misi
kelompok Kristen Belanda dan Jerman berbicara dengan masyarakat Toba
dan Simalungun yang menjadi sasaran pengkristenan mereka.
Misionaris pertama asal Jerman tiba di lembah sekitar Danau
Toba pada tahun 1861 dan sebuah misi pengkristenan dijalankan pada tahun
1881 oleh Dr. Ludwig Ingwer Nommensen. Kitab Perjanjian Baru untuk
pertama kalinya diterjemahkan ke bahasa Batak Toba oleh Nommensen
11
pada tahun 1869 dan penerjemahan Kitab Perjanjian Lama diselesaikan oleh
P.H. Johannsen pada tahun 1891. Teks terjemahan tersebut dicetak dalam
huruf latin di Medan pada tahun1893. Menurut H.O. Voorma, terjemahan ini
tidak mudah dibaca, agak kaku dan terdengar aneh dalam bahasa Batak.
Masyarakat Toba dan Karo menyerap agama Kristen dengan
cepat dan pada awal abad ke-20 telah menjadikan Kristen sebagai identitas
budaya. Pada masa ini merupakan periode kebangkitan kolonialisme Hindia-
Belanda, dimana banyak orang Batak sudah tidak melakukan perlawanan
lagi dengan pemerintahan colonial. Perlawanan secara gerilya yang
dilakukan oleh orang-orang Batak Toba berakhir pada tahun 1907, setelah
pemimpin kharismatik mereka, Sisingamangaraja XII wafat.
e) Gereja HKBP
Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) telah berdiri di Balige
pada bulan September 1917. Pada akhir tahun 1920-an, sebuah sekolah
perawat memberikan pelatihan keperawatan kepada bidan-bidan disana.
Kemudian pada tahun 1941. Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)
didirikan.

2. Teknologi

Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana


yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul,
bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa
Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata
tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang
panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur
teknologi lainnya yaitukain ulos yang merupakan kain tenunan yang mempunyai

12
banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak. Masyarakat batak juga memiliki
sebuah kelender batak pada zaman dahulu.

3. Budaya
1. Kekerabatan
Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan
adat Dalian Na Talu, dimana seseorang harus mencari jodoh diluar
kelompoknya, orang-orang dalam satu kelompok saling menyebut Sabutuha
(bersaudara), untuk kelompok yang menerima gadis untuk diperistri disebut
Hula-hula. Kelompok yang memberikan gadis disebut Boru.
2. Hagabeon
Nilai budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu
banyak, dan yang baik-baik.
3. Hamoraan
Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual
dan meterial.
4. Uhum dan ugari
Nilai uhum orang Batak tercermin pada kesungguhan dalam menegakkan
keadilan sedangkan ugari terlihat dalam kesetiaan akan sebuah janji.
5. Pengayoman
Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut
di emban oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu.
6. Marsisarian
Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.
4. Ekonomi
Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang.
Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat
tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang
dimiliki perseorangan .
Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain
perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan
dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba.
Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu,
temmbikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.
Sebagian besar masyarakat Batak Toba saat ini bermatapencaharian
sebagai petani, peladang, nelayan, pegawai, wiraswasta dan pejabat
pemerintahan. Dalam berwiraswasta bidang usaha yang banyak dikelola oleh
13
masyarakat adalah usaha kerajinan tangan seperti usaha penenunan ulos,
ukiran kayu, dan ukiran logam. Saat ini sudah cukup banyak juga yang memulai
merambah ke bidang usaha jasa. Masyarakat tradisional Batak Toba bercocok
tanam padi di sawah dan juga mengolah ladang secara berpindah-pindah.
Pengelolaan tanaman padi di sawah banyak terdapat di daerah selatan Danau
Toba.
Hal ini disebabkan oleh daerah tersebut adalah dataran yang landai dan
terbuka sehingga memungkinkan untuk bercocok tanam padi di sawah.
Sedangkan ladang banyak terdapat di daerah utara (Karo, Simalungun, Pakpak,
dan Dairi). Kawasan ini berhutan lebat dan tertutup serta berupa dataran tinggi
yang sejik sehingga mengakibatkan lahan ini lebih memungkinkan untuk
pengolahan ladang. Jika anda mendengar daerah Karo sebagai peghasil
sayuran dan buah yang potensial, ini adalah salah satu dampak positif yang
dihasilkan oleh keberadaan bentuk lahan tersebut.
Sebelum teknologi pengolahan pangan mencapai daerah tano Batak, hasil
pengolahan tanaman padi di sawah hanya dapat menghasilkan panen satu kali
dalam satu tahun. Hal ini disebabkan oleh pengolahan tanah yang tidak begitu
baik, irigasi yang terbatas dan juga tanpa penanganan tanaman yang terampil.
Demikian halnya dengan hasil pengolahan tanaman di ladang, hanya dapat
menghasilkan panen satu hingga dua kali saja lalu kemudaian lahan tidak dapat
digunakan lagi. Kemudian ladang tersebut akan ditinggalkan dan berpindah ke
ladang yang baru. Dahulu kala,pembukaan ladang yang baru dimulai dengan
pemilihan lahan melalui ritual bersama seorang datu (dukun) yang disebut
parma-mang. Lahan yang biasanya dijadikan ladang adalah lahan yang tidak
ditempati atau kawasan hutan alami yang belum dijamah oleh manusia.
Kemudian lahan tersebut dibersihkan dengan cara dibakar. Upacara selanjutnya
adalah memberikan sesaji kepada penunggu lahan agar tidak mengganggu
pengolah ladang dan juga sekaligus sebagai upacara pemilihan hari baik untuk
mulai menanam. Selama musim pembukaan lahan ini, masyarakat kampung
dilarang untuk keluar-masuk kampung. Hal ini dilakukan untuk menghindari mala
petaka dan bahaya yang mungkin terjadi karena penunggu lahan yang merasa
terusik. Sekarang keberadaan datu ini sudah tidak menjadi dominan lagi, akan
tetapi kebiasaan membuka lahan baru ini masih tetap ada. Tanaman yang
sering ditanam di ladang ini adalah tebu, tanaman obat, ubi, sayu-sayuran dan
mentimun.
Demikian juga pohon aren yang sengaja ditanam di tengah ladang untuk
menghasilkan tuak, sejenis minuman beralkohol, yang menjadi kesukaan
masyarakat Batak. Ada pula beberapa komoditi unggulan yang menjadi
14
kelebihan suatu daerah. Seperti hasil panen utama dari daerah Simalungun dan
Mandailing adalah jagung dan ubi kayu, serta beragam sayuran. Dari daerah
Pakpak yang menjadi komoditi unggulannya adalah kemenyan dan kapur barus.
Bayangkan betapa kayanya tano Batak ini.
Saat ini masyarakat Batak sudah banyak yang mengolah padi hibrida di
sawah mereka, tentunya orang Batak tidak mau ketinggalan dari yang lainnya.
Satu kemajuan ini bagi orang Batak. Beralih kepada masa pengaruh
perkembangan ekonomi terhadap pertanian di tanah Batak. Pengaruh
perkembangan perekonomian tersebut mulai terlihat ketika penjajah memasuki
daerah Tano Toba. Produksi tanaman padi dan hasil ladang meningkat pesat.
Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan pangan untuk para pekerja kuli
yang datang memasuki daerah Tano Toba. Pekerja kuli ini didatangkan dari
semenanjung Malasya (mayoritas china) dan juga daerah Jawa, karena
masyarakat lokal tidak bersedia menjadi pekerja untuk penjajah. Pada tahun-
tahun pertama masa pendudukan penjajahan, pejabat kolonial telah membangun
sistem transportasi yang menggunakan tenaga para pekerja kuli tersebut.
Untuk mendukung peningkatan produktivitas tanaman padi di sawah,
pejabat kolonial menyediakan lahan yang akan diolah untuk menanam padi dan
juga memperbaiki saluran irigasi. Beberapa tahun kemudian dilaksanakan
percobaan penanaman tanaman yang berasal dari Eropa seperti kentang dan kol
di daerah dataran tinggi Karo. Masyarakat menyambut baik usaha ini. Hasil
produk pertanian yang ada dapat diekspor hingga ke luar negeri(Penang dan
Singapura). Sejumlah besar petani kecil di daerah bercocok tanam padi di sawah
dan ladang. Tapanuli kemudian juga turut mencoba mengelola jenis tanaman
yang sama. Selain tanaman sayuran, diadakan juga percobaan penanaman
tanaman perkebunan yang menjadi cikal bakal pengembangan kawasan
perkebunan di Tano Toba. Pada umumnya masyarakat Batak telah mengenal
dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk bercocok
tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa
Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-
ani.
Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap keluarga
mendapat tanah tadi , tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat
adapaun tanah yang dimiliki perseorangan. Peternakan juga salah satu mata
pencaharian suku Batak antara lain peternakan kerbau, sapi, babi, kambing,
ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar
danau Toba. Sektor kerajinan yang berkembang. Misalnya tenun, anyaman
rotan, ukiran kayu, tembikar, yang ada kaitannya dengan pariwisata.
15
5. Sosial
a. Perkawinan\
Pada tradisi suku Batak seseorang hanya bisa menikah dengan orang
Batak yang berbeda klan sehingga jika ada yang menikah dia harus
mencari pasangan hidup dari marga lain selain marganya. Apabila
yang menikah adalah seseorang yang bukan dari suku Batak maka dia
harus diadopsi oleh salah satu marga Batak (berbeda klan). Acara
tersebut dilanjutkan dengan prosesi perkawinan yang dilakukan di
gereja karena mayoritas penduduk Batak beragama Kristen.
Untuk mahar perkawinan-saudara mempelai wanita yang sudah
menikah.

b. Kekerabatan
Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah
pedesaan yang disebut Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya
satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga.Ada pula kelompok
kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan
pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu
misalnya nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal
yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar yang
anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal
tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang
selalu disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang
Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu : (a) perbedaan tigkat umur,
(b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan sifat keaslian dan
(d) status kawin.

16
Suku Dani

1. Sistem Kepercayaan/Religi Suku Dani


Suku bangsa Dani tinggal di Lembah Baliem, Papua. Suku Dani lebih suka
disebut suku bangsa Parim/ suku bangsa Baliem. Suku bangsa Dani percaya
pada roh, yaitu roh laki-laki (Suangi Ayoka) dan roh perempuan (Suangi Hosile).
Suku bangsa Dani mempercayai atou, yaitu kekuatan sakti yang berasal dari
nenek moyang yang diturunkan kepada anak lelakinya. Kekuatan tersebut
meliputi:

 kekuatan menjaga kebun,


 kekuatan menyembuhkan penyakit, dan
 kekuatan menyuburkan tanah.

2. Sistem Ekonomi Suku Dani


Mata pencaharian suku bangsa Dani adalah bercocok tanam ubi kayu dan
ubi jalar yang disebut hipere. Selain berkebun, mata pencaharian suku bangsa
Dani adalah beternak babi. Babi dipelihara dalam kandang yang bernama
wamai.
Bagi suku bangsa Dani, babi memiliki manfaat yang cukup banyak, antara
lain dagingnya untuk dimakan, tulang-tulangnya untuk pisau dan hiasan, dan
darahnya untuk perlengkapan upacara adat.
3. Sistem Budaya
Kesenian masyarakat suku bangsa Dani dapat dilihat dari cara membangun
rumah dan beberapa bangunan suku bangsa Dani antara lain sebagai berikut.

 Honae adalah merupakan rumah adat suku bangsa Dani. Honae


berbentuk bulat dan atapnya berasal dari rumput kering.
 Ebeai adalah rumah wanita, ebe artinya tubuh/pusat dan ai artinya
rumah.
 Wamai adalah kandang babi yang berbentuk persegi panjang dan
disekat sebanyak jumlah ebeai.

Kerajinan masyarakat suku bangsa Dani antara lain korok: alat sejenis parang,
sege: alat sejenis tugal untuk melubangi tanah, moliage: sejenis kapak batu
dengan ujung dari besi, dan wim: busur panah. Peralatan-peralatan tersebut
biasanya diberi hiasan atau diukir agar nampak indah.

17
4. Sosial
yaitu cara-cara perilaku manusia yang terorganisir secara sosial meliputi sistem
kekeraban, sistem komunitas, sistem pelapisan sosial, sistem politik. Bagaimana
kelompok sosial mengorganisasikan diri, dapat dilihat pada kesatuan-kesatuan
sosial berikut:
a) kesatuan geneologis meliputi nuclear family dan extended family.
Kelompok keturunan (descent group) merupakan kelompok kekerabatan
yang anggotanya diakui berasal dari satu nenek moyang tertentu yang
sungguh-sungguh ada atau hanya dalam mitologi.
Dalam system kekerabatan ini terdapat
a. Bilateral , yaitu menganut kekerabatan parental atau mengambil
menarik garis keturunan ayah dan ibu, misal : Jawa, Sunda, Bugis-
Makasar
b. Unilateral, yaitu menganut kekerabatan hanya dari satu pihak saja,
jika ayah disebut patrilineal misalnya Batak, Ambon, Bali, Asmat,
Sawu dan Dani, jika ibu disebut matrilineal misalnya Minangkaba
c. Ambilineal, yaitu menarik garis keturunan untuk sebagian orang
masyarakat melalui pihak ibu dan sebagian lagi ari pihak ayah,
misalnya suku Dayak
b) kesatuan teritorial atau kedaerahan, misalnya lembur di Sunda, dukuh di
Jawa dan wanua di Bugis
c) Kesatuan sosial yang bersifat geneologis dan teritorial, yaitu adanya
kesamaan pertalian darah sekaligus kedaerahan. Misal huta di Batak,
nagari di Minangkabau, uma di Dani, dalu di Manggarai (Flores)
d) Kesatuan sosial yang bersifat sakral karena adanya ikatan suci
keagamaan, misalnya jamaah (Islam) dan jemaat (Kristen)
e) Kesatuan sosial berdasarkan umur
f) Kesatuan sosial berdasrkan jenis kelamin (sexe class)
g) Kesatuan sosial bersifat paguyuban atau gemainschaft, misalnya subak
di Bali
h) Kesatuan sosial bersifat patembayan atau gesselschaft, misalnya
organisasi politik, firma, koperasi dan lain-lain
Berdasarkan sistem perkawinannya
a. Dilihat dari Asal Pasangan
- Eksogami : pasangan berasal dari suku, ras atau klen yang berbeda
- Endogami : pasangan berasal dari suku, ras atau klen yang berbeda
- Homogami : pasangan berasal dari lapisan sosial yang sama
- Heterogami : pasangan berasal dari lapisan sosial yang berbeda
18
5. Teknologi
Teknologi, yaitu alat-alat produksi, senjata, peralatan distribusi dan transportasi,
peralatan komunikasi, peralatan konsumsi, pakaian dan perlengkapannya,
makanan dan minuman, peralatan perlindungan atau istirahat.

19
Suku Betawi
1. Kebudayaan Suku Betawi
Suku Betawi merupakan kebudayaan asli kota Jakarta. Kebudayaan suku
betawi terbentuk dari akulturasi(percampuran) bebrbagai kebudayaan yang telah
ada sebelumnya. Hal ini terjadi karena Jakarta sebagai tempat hidup suku betawi
merupakan daerah pesisir yang sejak dahulu menjadi pusat perdangan. Oleh karna
itu, dengan sendirinya menjadi tujuan berbagai etnis dari kawasan nusantara dan
dunia. Di samping itu, sikap terbuka orang betawi dan penghargaannya yang tinggi
terhadap perbedaan juga turut mempercepat akulturasi tersebut. Karena akulturasi
tadi, kebudayaan suku betawi dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis
berdasarkan pengaruh kebudayaan- kebudayaan asal yang membentuknya, yaitu:
 Kebudayaan yang terbentuk oleh pengaruh kebudayaan arab dan
melayu, seperti samrah,rebana,dan marawis
 2.Kebudayaan yang terbentuk oleh pengaruh kebudayaan cina seperti
lenong, topeng betawi, gambang kromong, tari cokek, dan tari yapong
 3.Kebudayaan yang terbentuk oleh pengaruh kebudayaan portugis dan
belanda, misalnnya keroncong tegu dan tanjidor Kebudayaan suku betawi
biar jadi menjadi kebudayaan terkaya yang dimiliki Indonesia.
Mengingat akulturasi yang terjadi pada kebudayaan suku yang cukup banyak
tidak mengherankan jika akhirnya kebudayaan suku betawi ina kebudyaan menarik
minat para pendatang untuk ikut mendiami sebagai besar wilaya Jakarta sebagai
tempat berlangsungnnya kebudayaan suku betawi secara turun temurun Perilaku
dan sifat Asumsi kebanyakan orang tentang masyarakat Betawi ini jarang yang
berhasil, baik dalam segi ekonomi, pendidikan, dan teknologi. Padahal tidak sedikit
orang Betawi yang berhasil.
Ada beberapa hal yang positif dari Betawi antara lain jiwa sosial mereka
sangat tinggi, walaupun kadang-kadang dalam beberapa hal terlalu berlebih dan
cenderung tendensius. Orang Betawi juga sangat menjaga nilai-nilai agama yang
tercermin dari ajaran orangtua (terutama yang beragama Islam), kepada anak-
anaknya. Masyarakat Betawi sangat menghargai pluralisme. Hal ini terlihat dengan
hubungan yang baik antara masyarakat Betawi dan pendatang dari luar Jakarta.
Orang Betawi sangat menghormati budaya yang mereka warisi. Terbukti dari
perilaku kebanyakan warga yang mesih memainkan lakon atau kebudayaan yang
diwariskan dari masa ke masa seperti lenong, ondelondel, gambang kromong, dan
lain-lain. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan sebagian besar
masyarakat Betawi masa kini agak terpinggirkan oleh modernisasi di lahan lahirnya

20
sendiri (baca : Jakarta). Namun tetap ada optimisme dari masyarakat Betawi
generasi mendatang yang justru akan menopang modernisasi tersebut.
Perkembangan keluarga Betawi dibayangi oleh warisan penelusuran sejarah
etnik Betawi. Warisan yang melekat pada keluarga Betawi adalah nilai-nilai spiritual
islam. Orang Betawi akan mendapat restu untuk menikah bila calon pasangannya
beragama islam. Keluarga sebagai unit terkecil ini berpusat pada ayah, hubungan
ayah dengan anak dan istri bersifat primer. Figure ayah amat dominan dalam
keluarga Betawi, tetapi hubungan orang tua-anak dan hubungan suami-istri tidak
mempunyai tata krama yang jelas. Hal ini dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari
keluarga Betawi, seperti anak dapat memanggil ayah atau ibunya hanya dengan
nama saja dan istri dapat memanggil suami dengan menyebut namanya langsung.
Keluarga Betawi yang berpusat pada ayah (Patrifocal-Family) berasal dari
implementasi nilai-nilai spriritual Islam ke dalam keluarga Betawi. Kuatnya nilai-nilai
spiritual Islam ke dalam keluarga dapat dilihat pada keluarga Betawi yang lebih
menganjurkan putra-putri mereka bersekolah di sekolah agama daripada di sekolah
umum. Anak lelaki keluarga Betawi mendapat perhatian yang lebih baik daripada
anak perempuan mereka. Anak lelaki lebih mendapat perhatian pendidikan, asupan
gizi, warisan, dan bila terjadi konflik antara anak yang berlainan jenis. Pandangan
keluarga Betawi dalam pendidikan anak dan perbedaan memperlakukan anak
menyebabkan anak laki-laki Betawi jarang yang berpendidikan tinggi dan anak
perempuan tetap tinggal dirumah.
Keluarga Betawi pada umumnya menghidupi keluarganya dengan pekerjaan
tidak tetap, berdagang, mengharapkan hasil kebun, dan kontrakan atau
menyewakan rumah. Untuk melangsungkan pesta perkawinan, khitanan, atau
keperluan lain yang lebih besar, keluarga Betawi pada umumnya menjual kebun
atau sebagian rumahnya. Hal ini menyebaban mereka terpinggirkan oleh kaum
pendatang yang lebih ulet, mempunyai pendidikan, dan memeiliki budaya
menabung. Keluarga Betawi juga memiliki pandangan ‘banyak anak banyak rejeki’,
pendidikan agama harus nomor satu, menjadi kebanggaan bagi kaum laki-laki jika
memiliki istri lebih dari satu, dan anak laki-laki harus lebih pandai dari anak
perempuan. Keluarga Betawi umumnya memiliki anak lebih dari tiga.
 Aspek budaya betawi yang berhubungan kesehatan
 Aspek budaya betawi yang mempengaruhi kesehatan
Ada beberapa aspek budaya di kalangan masyarakat terhadap kesehatan
masyarakat Betawi. Contohnya:
1. Masyarakat Betawi melarang perempuan Betawi yang sedang
mengandung pantang makan yang amis-amis seperti ikan karena khawatir
bila nanti melahirkan air ketubannya amis. Sedangkan Ibu hamil
21
memerlukan protein tinggi. Selain itu, larangan untuk memakan buah-
buahan seperti pisang, nanas, ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga
masih dianut oleh beberapa kalangan masyarakat terutama masyarakat di
daerah pedesaan. (Wibowo,1993).
2. Di masyarakat Betawi juga berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut,
udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Dan
memang, selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga
rendah. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan
si bayi.
3. Kaum pria Betawi dewasa umumnya merokok walaupun yang
bersangkutan menderita penyakit paru kronik seperti tb paru atau asma.

2. Sistem teknologi dan peralatan


Sistem yang timbul karena manusia mampu menciptakan barang – barang dan
sesuatu yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membedakan
manusia dengam makhluk hidup yang la.
Betawi sekarang ini dapat kita sebut sebagai Jakarta. Ibu kota Indonesia
tentu memiliki perkembangan yang bisa dikatakan paling pesat dari semua daerah
yang tersebar di Indonesia. Begitu juga dengan pesatnya perkembangan tekhnologi
yang dialami di Jakarta. Walaupun masih dibilang sedikit tertinggal disbanding
negara-negara maju lainnya, Indonesia sebagai negara berkembang memiliki
perkembangan yang maju di bidang peralatan dan tekhnologi.
Sejak kedatangan para pendatang asing ke Betawi, dimulai dari Belanda,
Jepang, Inggris, dan lain sebagainya, rakyat Suku Betawi sudah disuguhkan
dengan barang – barang yang didatangkan dari negara asing tersebut, seperti
senjata api, kapal laut, kompas, teropong, peralatan pabrik dan bercocok tanam,
dan lain sebagainya. Hal tersebut membuat masyarakat asli di daerah Betawi
menjadi mengenal dan baik secara langsung maupun tidak langsung, mengikuti
perkembangan teknologi tersebut.
Sekarang ini, perkembangan tekhnologi masyarakat Betawi masih mengikuti
perkembangan yang terjadi di negara–negara maju lainnya, khususnya negara
Asia, misalnya Jepang. Masyarakat Betawi banyak mengadaptasi perkembangan
peralatan tekhnologi yang di buat di Jepang.
Sayang untuk dikatakan, tetapi masyarakat Betawi merupakan konsumen
yang memiliki sifat ‘konsumtif’ yang secara langsung mempengaruhi negara kita.
Perkembangan global atau modernisasi yang ingin selalu diikuti oleh masyarakat
membuat masyarakat Jakarta melakukan adaptasi dengan cara ‘mengonsumsi’

22
barang-barang yang diproduksi oleh negara–negara asing, dan bukan
menggunakan produk lokal atau produk dalam negri.
3. Sistem religi
Kepercayaan manusia terhadap adanya Sang Maha Pencipta yang muncul karena
kesadaran bahwa ada zat yang lebih dan Maha Kuasa.
4. Sistem ekonomi
Sistem yang timbul karena manusia mampu menciptakan barang – barang dan
sesuatu yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membedakan
manusia dengam makhluk hidup yang lain.
5. Sistem Social
Masyarakat Betawi atau Jakarta asli dalam hal susunan masyarakat dan
sisitem kekerabatanya, pada umumnya menganut sisitem patrilineal yaitu
menghitung hubungan kekerabatan melalui garis keturunan laki-laki saja. Karena itu
mengakibatkan tiap-tiap individu dalam masyarakat memasukan semua kaum
kerabat ayah dalam hubungan kekerabatannya, sedangkan semua kaum kerabat
ibu diluar garis hubungan kekerabatannya.
Perlu diakui, asumsi masyarakat tentang Suku Betawi memiliki penilaian
yang menganggap bahwa masyarakat Betawi jarang mencapai keberhasilan, baik
dalam segi ekonomi, pendidikan dan teknologi. Padahal, bila kita tinjau lebih jauh,
tidak sedikit orang Betawi yang berhasil. Misalnya saja Muhammad Husni Thamrin,
Benyamin S, bahkan hingga Gubernur Jakarta saat ini, Fauzi Bowo.
Ada beberapa hal yang positif yang dimiliki oleh masyarakat Betawi antara lain, jiwa
sosial mereka tergolong sangat tinggi, walaupun terkadang dalam beberapa hal
terlalu berlebih dan cenderung tendensius atau fanatik. Orang Betawi juga sangat
menjaga nilai – nilai agama yang tercermin dari ajaran orang tua (terutama yang
beragama Islam) kepada anak-anaknya. Masyarakat Betawi sangat menghargai
pluralisme. hal ini terlihat dengan hubungan yang baik antara masyarakat Betawi
dan pendatang dari luar Jakarta. Orang Betawi sangat menghormati budaya yang
mereka warisi. terbukti dari perilaku kebanyakan warga yang mesih memainkan
lakon atau kebudayaan yang diwariskan dari masa ke masa seperti lenong, ondel-
ondel, gambang kromong, dan lain-lain.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan sebagian besar masyarakat
Betawi masa kini agak terpinggirkan oleh modernisasi yang ironisnya terjadi di
daerah atau tanah masyarakat Betawi sendiri. Namun, tetap ada optimisme dari
masyarakat Betawi bahwa masyarakat generasi mendatang akan mampu
menopang modernisasi tersebut.

23
KEBUDAYAAN ACEH

1. Sistem Religi
Aceh termasuk salah satu daerah yang paling awal menerima agama
Islam. Oleh sebab itu propinsi ini dikenal dengan sebutan "Serambi Mekah",
maksudnya "pintu gerbang" yang paling dekat antara Indonesia dengan tempat
dari mana agama tersebut berasal. Meskipun demikian kebudayaan asli Aceh
tidak hilang begitu saja, sebaliknya beberapa unsur kebudayaan setempat
mendapat pengaruh dan berbaur dengan kebudayaan Islam. Dengan demikian
kebudayaan hasil akulturasi tersebut melahirkan corak kebudayaan Islam-Aceh
yang khas. Di dalam kebudayaan tersebut masih terdapat sisa-sisa kepercayaan
animisme dan dinamisme.

2. Sistem Mata Pencaharian/Ekonomi


Setiap orang yang hidup memerlukan makanan untuk menyambung
hidupnya. Dalam suku Aceh, untuk mendapatkan makanan sebagian besar dari
mereka bekerja sebagai petani dan beternak. Namun, masyarakat yang
bermukim di sepanjang pantai pada umumnya menjadi nelayan, dan tidak sedikit
juga yang berdagang.
Mata pencaharian pokok suku aceh adalah bertani di sawah dan ladang
dengan tanaman pokok berupa padi, cengkeh, lada, pala, kelapa dan lain-lain.
Disamping bertani, masyarakat suku aceh juga ada yang beternak kuda, kerbau,
sapi dan kambing yang kemudian untuk dipekerjakan di sawah atau di jual.
Untuk masyarakat yang hidup di sepanjang pantai, umumnya mereka
menjadi nelayan dengan mencari ikan yang kemudian untuk menu utama
makanan sehari-hari atau dijual ke pasar. Bagi masyarakat yang berdagang,
mereka melakukan kegiatan berdagang secara tetap (baniago), salah satunya
dengan menjajakan barang dagangannya dari kampung ke kampung.
Sejak zaman dahulu provinsi Nanggroe Aceh Darusalam merupakan salah
satu provinsi terkaya di indonesia. Kesuburan tanahnya telah menghasilkan
berbagai komudotas pertanian unggulan. Misalnya, padi sayur sayuran dan buah
buahan. Bahkan kabupaten aceh utara telah menjadi lumbung padi di provinsi
tersebut.
o Bercocok Tanam
Sehingga dengan demikian kebanyakan orang orang Aceh umumnya
hidup sebagai petani. Sektor perkebunan memberi hasil yang melimpah.
Hasil perkebunan tersebut diantaranya tembakau, kelapa sawit, kopi, karet,
kapuk, lada, tebu, tembakau, nilam, kcang mede dan pinang. Daerah
24
perkebunan utamanya terdapat di daerah kebupaten aceh timur. Dikabupaten
ini pula dikembangkan industri indutri perkebunan.
o Peternakan Sapi dan Kerbau
Peternakan sapi dan kerbau banyak dilakukan penduduk di Aceh.
Hampir setiap rumah penduduk kelihatanya memiliki sapi maupun kebau.
Kebanyakan dari peternak peternak itu mempunyai tugas khusus untuk
menarik bajak, sedangkan funsi lainya adalah sekedar untuk desembelih
maupun dijual.
o Berdagang.
Perdagangan merupakan aktivitas terpentig masyarakat aceh. Yang
menjadi objek perdagangan adalah hasil sawah yang berupa padi dan
binatang ternak seperti sapi dan kerbau. Dari penjualan padi itu mereka
belikan bermacam macam kebutuhan lain. Bagi yang mempunyai hasil
ladang, hasilnya itu mereka jadikan sebagai alat untuk menambah
ppenghasilan. Mata uang boleh dikatakan telah mereka kenall sejak dulu.
Pada ssaat ini mereka tellah dapat mempergunakan bank sebagai tempat
penyimpanan uang dan telah mengenal sistem pembayaran dengan
menggunakan cek.
o Perindustri
Perindustrian juga sudah sejak lama dibangun di Aceh. Industri pupuk
juga telah lama berkembang dan sekarang menjadi salah satu indtri terbesar
di Aceh. Pupuk yang dihasilkan itu seperti pupuk AAF dan PIM. Selain itu,
terdapat pula ribuan indutri rumah tangga. Dikabupaten aceh timur terdapat
beberapa kawasa indutri. Industri yang dikembangkan antara lain indutri kayu
lapis, pabrik lem, pabrik kertas, pabrik minyak kelapa sawit dan pengolahan
hasil bumi lainya.
o Nelayan
Diprovinsi ini juga ada kawasan perairan yang kaya akan sumber daya
ikan. Sepanjang pantai timur, pantai uutara dan pantai barat merupakan
perairan potensial untuk wilayah perikanan. Hasil hasil perikanannya berupa
ikan air laut, ikan air tawar dan udang. Sehingga sebagian dari mereka juga
bermata pencaharian sebagi nelayan.
Kekayaan provinsi nanggroe aceh darusalam tidak terlepas dari
kandungan bahan mineral yang terdapat di provinsi ini. Minyak mentah, gas
alam cair, emas dan perak merupakan kekayaan bumi nanggroe aceh
darusalam. Gas alam cair ditemukan dikabupaten aceh utara tepatnya di
Arun Lhokseumawe. Gas alam cair ini telah diolah oleh PT Arun LNG.
Industri pengolahan gas alam cair ini telah berlangsung sejak 1974.
25
3. Organisasi Sosial
1. Sistem Kekerabatan
Dalam sistem kekerabatan, bentuk kekerabatan yang terpenting adalah
keluarga inti dengan prinsip keturunan bilateral. Adat menetap sesudah
menikah bersifat matrilokal, yaitu tinggal di rumah orangtua istri selama
beberapa waktu. Sedangkan anak merupakan tanggung jawab ayah
sepenuhnya.
Dalam sistem kekerabatan tampaknya terdapat kombinasi antara
budaya Minangkabau dan Aceh. Garis keturunan diperhitungkan berdasarkan
prinsip bilateral, sedangkan adat menetap sesudah nikah adalah uxorilikal
(tinggal dalam lingkungan keluarga pihak wanita). Kerabat pihak ayah
mempunyai kedudukan yang kuat dalam hal pewarisan dan perwalian,
sedangkan ninik mamak berasal dari kerabat pihak ibu. Kelompok
kekerabatan yang terkecil adalah keluarga inti yang disebut rumah tangga.
Ayah berperan sebagai kepala keluarga yang mempunyai kewajiban
memenuhi kebutuhan keluarganya. Tanggung jawab seorang ibu yang utama
adalah mengasuh anak dan mengatur rumah tangga.
Pada orang Alas garis keturunan ditarik berdasarkan prinsip patrilineal
atau menurut garis keturunan laki-laki. Sistem perkawinan yang berlaku
adalah eksogami merge, yaitu mencari jodoh dari luar merge sendiri. Adat
menetap sesudah menikah yang berlaku bersifat virilokal, yang terpusat di
kediaman keluarga pihak laki-laki. Gabungan dari beberapa keluarga luas
disebut tumpuk. Kemudian beberapa tumpuk bergabung membentuk suatu
federasi adat yang disebut belah (paroh masyarakat).
Pada masyarakat gayo, garis keturunan ditarik berdasarkan prinsip
patrilineal. Sistem perkawinan yang berlaku berdasarkan tradisi adalah
eksogami belah, dengan adat menetap sesudah nikah yang patrilokal (juelen)
atau matriokal (angkap). Kelompok kekerabatan terkecil disebut saraine
(keluarga inti). Kesatuan beberapa keluarga inti disebut sara dapur. Pada
masa lalu beberapa sara dapur tinggal bersama dalam sebuah rumah
panjang, sehingga disebut sara umah. Beberapa buah rumah panjang
bergabung ke dalam satu belah (klen).
Dalam sistem kekerabatan masyarakat Tamiang digunakan prinsip
patrilineal, yaitu menarik garis keturunan berdasarkan garislaki-laki. Adat
menetap sesudah nikah yang umum dilakukan adalah adat matrilokal, yaitu
bertempat tinggal di lingkungan kerabat wanita.
26
2. Sistem Pelapisan Sosial
Pada masa lalu masyarakat Aceh mengenal beberapa lapisan sosial. Di
antaranya ada empat golongan masyarakat, yaitu golongan Keluarga Sultan,
Golongan Uleebalang, Golongan Ulama, dan Golongan Rakyat Biasa.
Golongan keluarga sultan merupakan keturunan bekas sultan-sultan yang
pernah berkuasa. Panggilan yang lazim untuk keturunan sultan ini adalah
ampon untuk laki-laki, dan cut untuk perempuan. Golongan uleebalang
adalah orang-orang keturunan bawahan para sultan yang menguasai daerah-
daerah kecil di bawah kerajaan. Biasanya mereka bergelar Teuku.
Sedangkan para ulama atau pemuka agama lazim disebut Teungku atau
Tengku.
Pada masa masyarakat Tamiang dikenal penggolongan masyarakat
atas tiga lapisan sosial, yakni ughang bangsawan, ughang patoot, dan
ughang bepake. Golongan pertama terdiri atas raja beserta keturunannya.
yang menggunakan gelar Tengku untuk laki-laki dan Wan untuk perempuan;
golongan kedua adalah orangÂorang yang memperoleh hak dan kekuasaan
tertentu dari raja, yang memperoleh gelar Orang (Kaya); dan golongan ketiga
merupakan golongan orang kebanyakan.

3. Sistem Kemasyarakatan
Bentuk kesatuan hidup setempat yang terkecil disebut gampong
(kampung atau desa) yang dikepalai oleh seorang geucik atau kecik. Dalam
setiap gampong ada sebuah meunasah (madrasah) yang dipimpin seorang
imeum meunasah. Kumpulan dari beberapa gampong disebut mukim yang
dipimpin oleh seorang uleebalang, yaitu para panglima yang berjasa kepada
sultan. Kehidupan sosial dan keagamaan di setiap gampong dipimpin oleh
pemuka-pemuka adat dan agama, seperti imeum meunasah, teungku khatib,
tengku bile, dan tuha peut (penasehat adat).
4. Sistem Tekhnologi dan Peralatan Hidup
Persenjataan
Orang Aceh terkenal sebagai prajuri-prajurit tangguh penentang penjajah,
dengan bersenjatakan rencong, ruduh (kelewang), keumeurah paneuk (bedil
berlaras pendek), peudang (pedang), dan tameung (tameng). Senjata-senjata
tersebut umumnya dibuat sendiri.
Orang Aceh terkenal sebagai prajuri-prajurit tangguh penentang penjajah,
dengan bersenjatakan rencong, ruduh (kelewang), keumeurah paneuk (bedil

27
berlaras pendek), peudang (pedang), dan tameung (tameng). Senjata-senjata
tersebut umumnya dibuat sendiri.
Sampai sekarang modernisasi dalam bidang teknologi banyak kelihatan,
terutama pada masyarakat yang tinnggl di pedalaman. Namun demikian, akhir
akhir ini telah mulai ada reaksi terhadap anjuran anjuran pemerintah untuk
menggunakan teknologi modern dalam hal pertanian, seperti pupuk buatan,
penyemprotan hama dan lain sebagainya.
Mereka juga memiliki pabrik pabrik perinduustrian yang di dunakan untuk
mengolah hasil hasil perkebunan mereka seperti hasil perkebunan kelapa sawit,
tebu, tembakau, karet dan lain sebaginya sehingga dapat dikatakkan bahwa
teknologi yang mereka miliki saat ini tidak kalah dengan daerah daerah yang lain
bahkan juga bisa dikatakan lebih maju dari daerah daerah yang lain.
Dengan singkat, potensi untuk pembangunan daerah orang aceh, yang
untuk sementara terletak dalam sektor pertanian, cukup ada. Sedangkan untuk
sektor sektor peruamahan penduduk atau pembangunan itu perlu ditingkatkan.
5. Sistem Budaya Aceh
Wilayah Aceh kaya akan tradisi dan budaya. Lagu daerahnya yaitu “Piso
Suri” Bungong Jeumpa”. Tarian dari daerah ini antara lain tari Seudati, tari
Saman, tari Meusekat, tari Ular-Ular , tari Guel Randai. Tari Seudati merupakan
tari yang paling terkenal, bahkan ke mancanegara. Tari ini dimainkan oleh
beberapa orang. Keunikan tarian ini yaitu ketangkasan, kecepatan, dan
kekompakan para penarinya.
Seni hias khas Aceh yaitu bentuk pilin berganda. Seni hias ini biasa
digunakan pada ukiran kain tenun. Bentuk pilin berganda terdiri atas susunan
lima huruf. Senjata tradisionalnya yaitu Rencong. Pegangan rencong biasanya
terbuat dari besi yang bertulisan ayat-ayat Alquran. Selain rencong, terdapat pula
kesenian tradisional lainnya, yaitu Pedang Daun tebu (digunakan oleh panglima
perang) dan Rendeuh (digunakan prajurit).
Rumah adat daerah aceh adalah rumoh aceh. Rumoh aceh inii berbentuk
Rumah Panggung yang terbuat dari kayu meranti. Rumoh aceh terdiri atas tiga
serambi yaitu Seuramoe keu (Serambi deoan), rumah inong (serambi tengah),
dan seuramoe likot (serambi belakang). Selain itu, terdapat pula rumah adat
untuk menyimpan padi (lumbubg padi), yaitu krong pade atau berandang. Selain
itu, ada juga makanan khas. Makanan kas tersebut antara lain gulai, timpan,
daging masak pedas, dan masak udang cumi.

28

You might also like