You are on page 1of 23

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK 8

MODUL P2K2
TUGAS MODUL

Nama Anggota :
Juwita Valen Ramadhannia I1011131007
Muhammad Ihsanuddin I1011131025
Desra Aufar Alwafi I1011131026
Rina Rostiana I1011131039
Metha Husada Persiwi I1011131047
Khuswatun Hasanah I1011131054
Andreas Theo Yudapratama I1011131058
Vuza Wira Lestari I1011131064
Yohanes Satrio I1011131076
Merdianing Ika Mahendra I1011131079
Febrisk Taradipa I1011131084

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014
HIPOKSIA
A. Anatomi Sistem Respirasi
- Sistem Pernapasan pada Manusia terdiri atas:
1. Saluran Nafas Bagian Atas
a. Hidung
Hidung atau naso adalah saluran pernafasan yang pertama. Ketika proses pernafasan
berlangsung, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan menjalani tiga proses yaitu
penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban. Hidung terdiri atas bagian- bagian
sebagai berikut:
b. Faring
Merupakan pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid.
- Nasofaring(terdapat pharyngeal tonsildan Tuba Eustachius).

Nasofaring terletak tepat di belakang cavum nasi , di bawah basis crania dan di depan
vertebrae cervicalis I dan II. Nasofaring membuka bagian depan ke dalam cavum nasi dan ke
bawah ke dalam orofaring. Tuba eusthacius membuka ke dalam didnding lateralnya pada
setiap sisi. Pharyngeal tonsil (tonsil nasofaring) adalah bantalan jaringan limfe pada dinding
posteriosuperior nasofaring.

– Orofaring

Merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah). Orofaring adalah
gabungan sistem respirasi dan pencernaan , makanan masuk dari mulut dan udara masuk dari
nasofaring dan paru.

– Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)


Laringofaring merupakan bagian dari faring yang terletak tepat di belakang laring, dan
dengan ujung atas esofagus.
c. Laring (tenggorok)
Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal ditutup oleh
sebuanh empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang terdiri dari tulang-tulanng rawan
yang berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup laring.
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan
beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus.
2. Saluran Nafas Bagian Bawah
a.Trachea atau Batang tenggorok
Merupakan tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. trachea
berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang
manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni)
atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang
mcnjadi dua bronckus (bronchi).
Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan
yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang
trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
b. Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang
sama.
Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru.
Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit
lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah
arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang
kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang
yang berjalan kelobus atas dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi
menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini
berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi
bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong
udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus
tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus
terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai
penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. yaitu alveolus.

B. Fisiologi Respirasi
 Proses pernafasan terdiri dari 2 bagian, yaitu sebagai berikut :
– Ventilasi pulmonal yaitu masuk dan keluarnya aliran udara antara atmosfir dan alveoli paru
yang terjadi melalui proses bernafas (inspirasi dan ekspirasi) sehingga terjadi disfusi gas
(oksigen dan karbondioksida) antara alveoli dan kapiler pulmonal serta ransport O2 & CO2
melalui darah ke dan dari sel jaringan.
– Mekanik pernafasan
Masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke dalam paru-paru dimungkinkan olen peristiwa
mekanik pernafasan yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi (inhalasi) adalah masuknya O2
dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas.
Dalam inspirasi pernafasan perut, otot difragma akan berkontraksi dan kubah difragma turun
( posisi diafragma datar ), selanjutnya ruang otot intercostalis externa menarik dinding dada
agak keluar, sehingga volume paru-paru membesar, tekanan dalam paru-paru akan menurun
dan lebih rendah dari lingkungan luar sehingga udara dari luar akan masuk ke dalam paru-
paru. Ekspirasi (exhalasi) adalah keluarnya CO2 dari paru ke atmosfir
melalui jalan nafas. Apabila terjadi pernafasan perut, otot difragma naik kembali ke posisi
semula ( melengkung ) dan muskulus intercotalis interna relaksasi. Akibatnya tekanan dan
ruang didalam dada mengecil sehingga dinding dada masuk ke dalam udara keluar dari paru-
paru karena tekanan paru-paru meningkat.
• Transportasi gas pernafasan
a. Ventilasi
Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli. Selama ekspirasi sebaliknya yaitu
udara keluar dari paru-paru. Udara yg masuk ke dalam alveoli mempunyai suhu dan
kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu
sama dengan tubuh.
b. Difusi
Yaitu proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada pertemuan udara dengan darah.
Tempat difusi yg ideal yaitu di membran alveolar-kapilar karena permukaannya luas dan
tipis. Pertukaran gas antara alveoli dan darah terjadi secara difusi. Tekanan parsial O2 (PaO2)
dalam alveolus lebih tinggi dari pada dalam darah O2 dari alveolus ke dalam darah.
Sebaliknya (PaCO2) darah > (PaCO2) alveolus sehingga perpindahan gas tergantung pada
luas permukaan dan ketebalan dinding alveolus. Transportasi gas dalam darah O2 perlu
ditrasport dari paru-paru ke jaringan dan CO2 harus ditransport kembali dari jaringan ke
paru-paru. Beberapa faktor yg mempengaruhi dari paru ke jaringan , yaitu:
1.Cardiac out put.
2.Jumlah eritrosit.
3.Exercise
4.Hematokrot darah, akan meningkatkan vikositas darahmengurangi transport O2
menurunkan CO.
a. Perfusi pulmonal
Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O2 diangkut dalam darah
membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihaemoglobin (98,5%) sedangkan dalam eritrosit
bergabung dgn Hb
dalam plasma sbg O2 yg larut dlm plasma (1,5%). CO2 dalam darah ditrasportasikan sebagai
bikarbonat, alam eritosit sebagai natrium bikarbonat, dalam plasma sebagai kalium
bikarbonat , dalam larutan
bergabung dengan Hb dan protein plasma. C02 larut dalam plasma sebesar 5 – 7 % ,
HbNHCO3 Carbamoni Hb (carbamate) sebesar 15 – 20 % , Hb + CO2 HbC0 bikarbonat
sebesar 60 – 80% .
• Pengukuran volume paru
Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme ventilasi disebut volume paru dan
kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi :
○ Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali
bernafas.
○ Volume cadangan inspirasi (IRV) , yaitu volume udara maksimal yang dapat dihirup
setelah inhalasi normal.
○ Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat dihembuskan
dengan kuat setelah exhalasi normal.
○ Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah ekhalasi
maksimal.

• Kapasitas Paru
○ Kapasitas vital (VC), volume udara maksimal dari poin inspirasi maksimal.
○ Kapasitas inspirasi (IC) Volume udara maksimal yg dihirup setelah ekspirasi normal.
○ Kapasitas residual fungsiunal (FRC), volume udara yang tersisa dalam paru-paru
setelah ekspirasi normal.
○ Kapasitas total paru (TLC) volume udara dalam paru setelah inspirasi maksimal.

• Pengaturan pernafasan
Sistem kendali memiliki 2 mekanismne saraf yang terpisah yang mengatur pernafasan. Satu
system berperan mengatur pernafasan volunter dan system yang lain berperan mengatur
pernafasan otomatis.

C. Pengertian Hipoksia
Hipoksia merupakan keadaan di mana terjadi defisiensi oksigen, yang mengakibatkan
kerusakan sel akibat penurunan respirasi oksidatif aerob sel. Hipoksia merupakan penyebab
penting dan umum dari cedera dan kematian sel. Tergantung pada beratnya hipoksia, sel
dapat mengalami adaptasi, cedera, atau kematian.

D. Jenis-jenis Hipoksia
Hipoksia di bagi dalam 4 tipe :
1. Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik), dimana PO2 darah arteri berkurang. Hipoksia
hipoksik adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena kurangnya oksigen yang masuk
paru-paru sehingga oksigen tidak dapat mencapai darah dan gagal untuk masuk dalam
sirkulasi darah. Kegagalan ini bisa disebabkan adanya sumbatan / obstruksi di saluran
pernapasan, baik oleh sebab alamiah (misalnya penyakit yang disertai dengan penyumbatan
saluran pernafasan seperti laringitis difteri, status asmatikus, karsinoma bronchonenik, dan
sebagainya) atau oleh trauma / kekerasan yang bersifat mekanik, seperti tercekik,
penggantungan, tenggelam dan sebagainya.
2. Hipoksia anemik, dimana PO2 darah arteri normal tetapi jumlah hemoglobin yang
tersedia untuk mengangkut oksigen berkurang. Hipoksia anemik adalah keadaan hipoksia
yang disebabkan karena darah (hemoglobin) tidak dapat mengikat atau membawa oksigen
yang cukup untuk metabolisme seluler, seperti pada keracunan karbon monoksida, karena
afinitas CO terhadap hemoglobin jauh lebih tinggi dibandingkan afinitasoksigen dengan
hemaoglobin (Ingat teori pertukaran / difusi O2 dan CO2 serta kurva disosiasi).
3. Hipoksia stagnant atau iskemik, dimana aliran darah ke jaringan sangat lambat sehingga
oksigen yang adekuat tidak di kirim ke jaringan walaupun PO2 konsentrasi hemoglobin
normal. Hipoksia stagnant disebabkan karena darah (hemoglobin) tidak mampu
membawaoksigen ke jaringan oleh karena kegagalan sirkulasi, seperti pada heart failure atau
embolisme, baik emboli udara vena maupun emboli lemak.
4. Hipoksia histotoksik, dimana jumlah oksigen yang dikirim ke suatu jaringan adalah
adekuat tetapi oleh karene kerja zat yang toksik sel-sel jaringan tidak dapat memakai oksigen
yang disediakan. Keadaan hipoksia jenis ini disebabkan karena jaringan yang tidak mampu
menyerap oksigen, salahsatu contohnya pada keracunan sianida. Sinida dalam tubuh akan
menginaktifkan beberapaenzim oksidatif seluruh jaringan secara radikal, terutama sitokrom
oksidase dengan mengikat bagian ferric heme group dari oksigen yang dibawa darah. Dengan
demikian, proses oksidasi-reduksi dalam sel tidak dapat berlangsung dan oksihemoglobin
tidak dapat berdisosiasimelepaskan oksigen ke sel jaringan sehingga timbul hipoksia
jaringan. Hal ini merupakan keadaaan paradoksal, karena korban meninggal keracunan
sianida mengalami hipoksia meskipundalam darahnya kaya akan oksigen.

E. Mekanisme terjadinya hipoksia


Hipoksia dapat terjadi melalui berbagai mekanisme , di antaranya:
- Hipoksia anemik
- Intoksikasi karbon monoksida (CO)
- Hipoksia respiratorik
- Hipoksia sekunder akibat ketinggian
- Hipoksia sekunder akibat pirau kanan ke kiri (right-to-left shunting)
- Ekstrapulmoner
- Hipoksia sirkulatoris
- Hipoksia yang spesifik organ
- Peningkatan kebutuhan O2
- Penggunaan (utilisasi) O2 yang tidak adekuat

F. Penyebab Hipoksia

Hipoksia terjadi jika transpor Oksigen (O2) dari udara sekitar kedalam sel terganggu.
Terdapat beberapa kemungkinan penyebab, diantaranya:
1. Oksigenasi paru yang tidak memadai karena keadaan ekstrinsik, bisa karena
kekurangan oksigen dalam atmosfer atau karena hipoventilasi (gangguan syaraf otot).
2. Penyakit paru, hipoventilasi karena peningkatan tahanan saluran napas atau
compliance paru menurun. Rasio ventilasi –perfusi tidak sama (termasuk peningkatan
ruang rugi fisiologik dan shunt fisiologik). Berkurangnya membran difusi respirasi.
3. Shunt vena ke arteri (shunt dari “kanan ke kiri’ pada jaringan).
4. Transpor dan pelepasan oksigen yang tidak memedai (inadekuat). Hal ini terjadi pada
anemia, penurunan sirekulasi umum, penurunan sirkulasi lokal (perifer, serebral,
pembuluh darah jantung), edem jaringan.
5. Pemakaian oksigen yang tidak memedai pada jaringan, misal pada keracunan enzim
sel, kekurangan enzim sel karena defisiensi vitamin b.
6. Penurunan kapasitas pengambilan O2 oleh darah, terjadi pada anemia atau dapat
disebabkan oleh ketidakmampuan hemoglobin untuk berikatan atau melepas oksigen.
Contohnya, karbon monoksida mengikat hemoglobin dengan afinitas 200 kali lebih
besar daripada oksigen. CO yang terikat pada satu gugus hem akan meningkatkan
afinitas 3 gugus hem lainnya pada molekul hemoglobin yang dipengaruhi sehingga
tidak hhanya mengikat oksigen yang lebih sedikit, tetapi juga mengurangi kesiapan
untuk melepaskan oksigen yang berikatan dengannya. Peningkatan afinitas oksigen
dengan penurunan pelepasan oksigen di perifer juga terjadi pada defisiensi 2,3-
difosfoglyserat atau alkalosis.
7. Gangguan difusi jaringan misalnya edema. Difusi jaringan terganggu jika jarak antar
sel dan kapiler terdekat meningkat, seperti pada hipertrofi jaringan tanpa disertai
peningkatan pembentukan kapiler atau edema. Jarak difusi juga meningkat jika
sfingter prakapiler dari kapiler yang terdekat berkontraksi karena suplai oksigen
harus berasal dari kapiler terdeka berikutnya.
8. Beberapa racun terhadap rantai respiratorik yang dapat menghambat penggunaan
oksigen.

G. Gejala Hipoksia
 Gas darah arteri:
PaO2 : 80-100 mmHg(normal)
60-80 mmHg(hipoksemia ringan)
40-60 mmHg(hipoksemia sedang)
< 40 mmHg(hipoksemia berat)
SaO2 : 95%-97% (normal)
< 90% (dapat mengindikasi hipoksemia)
pH : 7,35-7,45 (normal)
< 7,35 (asidemia)
> 7,45 (alkalemia)
PaCO2 : 35-45 mmHg (normal)
> 45 mmHg (hipoventilasi)
< 35 mmHg (hiperventilasi)
 Sistem pernapasan
Tachypnea, menurunya volum tidal, dyspnea, menguap menggunakan otot-otot
pernapasan tambahan, lubang hidung melebar.
 Sistem saraf pusat
Sakit kepala (akibat vasodilatasi cerebral), kekacauan mental, tingkah laku yang aneh,
gelisah, mudah terangsang, ekspresi wajah cemas, berkeringat, rasa menagntuk yang
dapat berlanjut menjadi koma jika hipoksia menjadi barat.
 Sistem kardiovaskuler.
Mula-mula takikardia, kemudian bradikardia jika otot jantung tidak cukup
mendapatkan O2, peningkatan tekanan darah yang diikuti dengan penurunan tekanan
darah jika hipoksia tidak diatasi, disritmia.
 Kulit
Sianosis pada bibir, mukosa mulut dan dasar kuku.

H. Anatomi Dan Fisiologi Kardiovaskuler Saat Hipoksia


Ketika kita bepergian ke daerah yang tinggi, tubuh kita mulai membentuk respon fisiologis
yang inefisien. Terdapat kenaikan frekuensi pernapasan dan denyut Jantung hingga dua kali
lipat walaupun saat istirahat. Denyut nadi dan tekanan darah meningkat karena jantung
memompa lebih kuat untuk mendapatkan lebih banyak oksigen. Kemudian, tubuh mulai
membentuk respon pengerjaannya efisien secara normal, yaitu aklimatisasi. Sel darah merah
dan kapiler lebih banyak diproduksi untuk membawa oksigen lebih banyak. Paru-paru akan
bertambah ukurannya untuk memfasilitasi osmosis oksigen dan karbondioksida. Terjadi pula
peningkatan vaskularisasi otot yang memperkuat tranfer gas.
Ketika kembali pada permukaan laut setelah terjadi aklimatisasi yang sukses terhadap
ketinggian, tubuh mempunyai lebih banyak akan sel darah merah dan kapasitas paru yang
lebih besar. Akan tetapi, perubahan fisiologik ini hanya berlangsung singkat. Pada beberapa
minggu, tubuh akan kembali pada kondisi normal
Apabila kondisi tersebut tidak diatasi maka dapat menimbulkan hipoksia akut yang
menyebabkan kematian jaringan, penekanan aktivitas mental yang kadang-kadang memberat
sampai koma, dan menurunkan kapasitas kerja otot.
Resiko klinis hipoksia Akut pada ketinggian di Atas 10.000 kaki diantaranya (pada yang
ringan): penurunan kemampuan adaptasi terhadap gelap, peningkatan frekuensi pernapasan
(hiperventilasi), peningkatan denyut Jantung, tekanan sistolik, dan curah Jantung (cardiac
output). Sedangkan jika terjadi berlanjut akan terjadi gangguan yang lebih berat seperti
berkurangnya pandangan sentral dan perifer, termasuk ketajaman penglihatan (visus), indera
peraba berkurang fungsinya, Dan pendengaran berkurang.
Demikian juga terjadi perubahan proses-proses mental seperti gangguan intelektual dan
munculnya tingkah laku aneh seperti euforia (rasa senang berlebihan). Selain itu kemampuan
koordinasi psikomotor akan berkurang. Pada tahapan yang kritis, setelah terjadinya sianosis
dan sindroma hiperventilasi berat, maka tingkat kesadaran akan berangsur hilang (kehilangan
kesadaran), dan pada tahap akhir dapat terjadi kejang dilanjutkan dengan henti napas / apnoe.
TERAPI OKSIGEN

Definisi
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran
pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. (Standar Pelayanan Keperawatan di
ICU, Dep.Kes. RI, 2005)
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang
ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi oksigen dalam
ruangan adalah 21 %.
Sejalan dengan hal tersebut diatas menurut Titin, 2007, Terapi oksigen adalah suatu tindakan
untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang dapat dilakukan dengan
cara:
a. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik )
b. Meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik)

Tujuan/ kegunaan
a. Meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke jaringan untuk
memfasilitasi metabolisme aerob
b. Mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90 % untuk :
- Mencegah dan mengatasi hipoksemia / hipoksia serta mmempertahankan oksigenasi
jaringan yang adekuat.
- Menurunkan kerja nafas dan miokard.
- Menilai fungsi pertukaran gas
Fi O2 (fraksi oksigen
Alat Aliran (L/menit)
inspirasi)
1 0,24
2 0,28
Kanula 3 0,32
nasal 4 0,36
5 0,40
6 0,44
5-6 0,40
Masker
6-7 0,50
oksigen
7-8 0,60
6 0,60
Masker
7 0,70
dengan
8 0,80
kantong
9 ≥0,80
reservoir
10 ≥0,80

Indikasi
a. Pasien hipoksia
Hipoksia hipoksik merupakan masalah pada individu normal pada daerah ketinggian serta
merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai penyakit sistim pernafasan lainnya.
Gejala dan tanda hipoksia hipoksik:
1. Pengaruh penurunan tekanan barometer
Penurunan PCO2 darah arteri yang terjadi akan menimbulkan alkalosis respiratorik.
2. Gejala hipoksia saat bernafas oksigen
Di ketinggian 19.200 m, tekanan barometer adalah 47 mmHg, dan pada atau lebih rendah dari
tekanan ini cairan tubuh akan mendidih pada suhu tubuh. Setiap orang yang terpajan pada
tekanan yang rendah akan lebih dahulu meninggal saat hipoksia, sebelum gelembung uap air
panas dari dalam tubuh menimbulkankematian.
3. Gejala hipoksia saat bernafas udara biasa
Gejala mental seperti irritabilitas, muncul pada ketinggian sekitar 3700 m. Pada ketinggian
5500 m, gejala hipoksia berat, dan diatas 6100 m, umumnya seseorang hilang kesadaran.
4. Efek lambat akibat ketinggian
Keadaan ini ditandai dengan sakit kepala, iritabilias, insomnia, sesak nafas, serta mual dan
muntah.
5. Aklimatisasi
Respon awal pernafasan terhadap ketinggian relatif ringan, karena alkalosis cenderung
melawanefek perangsangan oleh hipoksia. Timbulnya asidosis laktat dalam otak akan
menyebabkan penurunan pH LCSdan meningkatkan respon terhadap hipoksia.
 Penyakit yang menyebabkan Hipoksia Hipoksik
Penyakit penyebabnya secara kasar dibagi atas penyakit dengan kegagalan organ pertukaran
gas, penyakit seperti kelainan jantung kongenital dengan sebagian besar darah dipindah dari
sirkulasi vena kesisi arterial, serta penyakit dengan kegagalan pompa pernafasan. Kegagalan
paru terjadi bilakeadan seperti fibrosis pulmonal menyebabkan blok alveoli – kapiler atau
terjadi ketidak seimbangan ventilasi – perfusi. Kegagalan pompa dapat disebabkan oleh
kelelahan otot-otot pernafasan pada keadaan dengan peningkatan beban kerja pernafasan atau
oleh berbagai gangguan mekanik seperti pneumothoraks atau obstruksi bronkhialyang
membatasi ventilasi. Kegagalan dapat pula disebabkan oleh abnormalitas pada mekanisme
persarafan yang mengendalikan ventilasi, seperti depresi neuron respirasi di medula
oblongata oleh morfin dan obat-obat lain.
 Hipoksia Anemik
Sewaktu istirahat,hipoksia akibat anemia tidaklah berat, karena terdapat peningkatan kadar
2,3-DPG didalam sel darah merah,kecuali apabila defisiensi hemoglobin sangat besar.
Meskipun demikian, penderita anemia mungkin mengalami kesulitan cukup besar sewaktu
melakukan latihan fisik karena adanya keterbatasan kemampuan meningkatkan pengangkutan
O2 kejaringan aktif.
 Hipoksia Stagnan
Hipoksia akibat sirkulasi lambat merupakan masalah bagi organ seperti ginjal dan jantung
saat terjadi syok. Hati dan mungkin jaringan otak mengalami kerusakan akibat hipoksia
stagnan pada gagal jantung kongestif. Pada keadaan normal, aliran darah ke paru-paru sangat
besar, dan dibutuhkan hipotensi jangka waktu lama untuk menimbulkan kerusakan yang
berarti. Namun, syok paru dapat terjadi pada kolaps sirkulasi berkepanjangan,terutama
didaerah paru yang letaknya lebih tinggi dari jantung.
 Hipoksia Histotoksik
Hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan paling sering diakibatkan
oleh keracunan sianida. Sianida menghambat sitokrom oksidasi serta mungkin beberapa
enzim lainnya. Biru metilen atau nitrit digunakan untuk mengobati keracunan sianida. Zat-zat
tersebut bekerja dengan sianida, menghasilkan sianmethemoglobin, suatu senyawa non
toksik. Kemampuan pengobatan menggunakansenyawa ini tentu saja terbatas pada jumlah
methemoglobin yang dapat dibentuk dengan aman. Pemberian terapi oksigen hiperbarik
mungkin juga bermanfaat.
b. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal
c. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
d. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal.
e. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi.
f. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.
Contoh :
- Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil AGD
- Pasien dengan peningkatan kerja napas dimana tubuh terjadi hipoksemia ditandai
dengan PaO2 dan SpO2 menurun. Pasien yang teridentifikasi hipoksemia contohnya syok dan
keracunan CO
Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam darah
arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai normal (nilai normal PaO285-100
mmHg), SaO2 95%. Hipoksemia dibedakan menjadiringan sedang dan berat berdasarkan nilai
PaO2 dan SaO2. hipoksemia ringan dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79 mmHg dan
SaO2 90-94%, hipoksemia sedang PaO2 40-60 mmHg, SaO2 75%-89% dan hipoksemia berat
bila PaO2kurang dari 40 mmHg dan SaO2kurang dari 75%. Umur juga mempengaruhi nilai
PaO2 dimana setiap penambahan umur satu tahun usia diatas 60 tahun dan PaO2 80 mmHg
maka terjadi penurunan PaO2 sebesar 1 mmHg. Hipoksemia dapat disebabkan oleh gangguan
ventilasi, perfusi, hipoventilasi, pirau, gangguan difusi dan berada ditempat yang tinggi.
Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yan gbertujuan untuk
mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan memadai. Bila tekanan oksigen arteriol
(PaO2) dibawah 55 mmHg.kendali nafas akan meningkat, sehingga tekanan oksigen arteriol
(PaO2) yang meningkat dan sebaliknyatekanan karbondioksida arteri (PaCO2)
menurun.jaringan Vaskuler yang mensuplai darah di jaringan hipoksia mengalami
vasodilatasi, juga terjadi takikardi kompensasi yang akan meningkatkan volume sekuncup
jantung sehingga oksigenasi jaringan dapat diperbaiki. Hipoksia alveolar menyebabkan
kontraksi pembuluh pulmoner sebagai respon untuk memperbaiki rasio ventilasi perfusi di
area paru terganggu, kemudian akan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal sehingga
mengakibatkan eritrositosis dan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal sehingga
mengakibatkan eritrositosis danterjadi peningkatan kapasiti transfer oksigen. Kontraksi
pembuluh darah pulmoner, eritrositosis dan peningkatan volume sekuncup jantung akan
menyebabkan hipertensi pulmoner. Gagal jan tung kanan bahkan dapat menyebabkan
kematian.
- Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi
gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.
- Beberapa trauma
Terapi ini diberikan dengan orang yang mempunyai gejala :
- Sianosis - Keracunan
- Hipovolemi - Asidosis
- Perdarahan - Selama dan sesudah pembedahan
- Anemia berat - Klien dengan keadaan tidak sadar
Kriteria pemberian terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara dibawah ini.
1. Pemberian oksigen secara berkesinambungan (terus menerus), Diberikan apabila hasil
analisis gas darah pada saat istirahat, didapat nilai:
 PaO2 kurang dari 55 mmHg atau saturasi kurang dari 88%.
 PaO2 antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor pulmonale, polisitemia
(hematokrit >56%).
2. Pemberian secara berselang
Diberikan apabila hasil analisis gas darah saat latihan didapat nilai:
 Pada saat latihan PaO2 55 mmHg atau saturasi 88%
 Pada saat tidur PaO255 mmHg atau saturasi 88% disertai komplikasi seperti hipertensi
pulmoner.somnolen dan aritmia.
Pasien dengan keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi oksigen perlu dievaluasi gas
darah (AGD) serta terapi untuk menentukan perlu tidaknya terapi oksigen jangka panjang.

Kontra indikasi
Tidak ada kontra indikasi absolut :
a. Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.
b. Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala, trauma
maksilofasial, dan obstruksi nasal.
c. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi, akan lebih
meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.

Alat – alat yang diperlukan


a. Kateter nasal.
b. Kanul nasal/binasal/nasal prong
c. Sungkup muka sederhana.
d. Sungkup muka rebreathing dengan kantong oksigen.
e. Sungkup muka non rebreathing dengan kantong oksigen.
f. Sungkup muka Venturi
g. Jelly.
h. Plester.
i. Gunting.
j. Sumber oksigen.
k. Humidifier.
l. Flow meter.
m. Aqua steril.
n. Selang oksigen.
o. Tanda dilarang merokok
Syarat-syarat Pemberian Oksigen Meliputi :

1. Dapat mengontrol konsentrasi oksigen udara inspirasi,

2. Tahanan jalan nafas yang rendah,

3. Tidak terjadi penumpukan CO2,

4. Efisien,

5. Nyaman untuk pasien.

Protokol prosedur
Dapat dibagi menjadi 2 tehnik, yaitu :
1. Sistem Aliran Rendah
Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan, bekerja dengan
memberikan oksigen pada frekuensi aliran kurang dari volume inspirasi pasien, sisa volume
ditarik dari udara ruangan. Karena oksigen ini bercampur dengan udara ruangan, maka FiO2
aktual yang diberikan pada pasien tidak diketahui, menghasilkan FiO2 yang bervariasi
tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal klien. Alat oksigen aliran
rendah cocok untuk pasien stabil dengan pola nafas, frekuensi dan volume ventilasi normal,
misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali
permenit.

Contoh sistem aliran rendah adalah Low flow low concentration :


a. Kateter nasal
b. Kanul nasal / kanul binasal / nasal prong.
Low flow high concentration
a. Sungkup muka sederhana.
b. Sungkup muka dengan kantong rebreathing
c. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
a. Kateter Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara kontinyu dengan
aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%. Prosedur pemasangan kateter ini
meliputi insersi kateter oksigen ke dalam hidung sampai naso faring. Persentase oksigen yang
mencapai paru-paru beragam sesuai kedalaman dan frekuensi pernafasan, terutama jika
mukosa nasal membengkak.
a. Keuntungan Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, dan
membersihkan mulut, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
Dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama.
b. Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 44%, tehnik
memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, nyeri saat kateter melewati
nasofaring, dan mukosa nasal akan mengalami trauma, fiksasi kateter akan memberi tekanan
pada nostril, maka kateter harus diganti tiap 8 jam dan diinsersi kedalam nostril lain, dapat
terjadi distensi lambung, terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6
liter/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta kateter
mudah tersumbat dan tertekuk.
Tahap kerja:
a. Atur posisi pasien senyaman mungkin ( memudahkan dalam melakukan tindakan
b. Jaga privacy pasien (menjaga kesopanan perawat dan kepercayaan pasien).
c. Dekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau memudahkan dan melancarkan
pelaksanaan tindakan).
d. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi (syarat utama pemasangan nasal
kateter adalah jalan nafas harus bebas untuk memudahkan memasukkan kateter).
e. Atur posisi pasien dengan kepala ekstensi (jalan nafas lebih terbuka , pasien lebih nyaman,
kateter lebih mudah dimasukkan).
f. Untuk memperkirakan dalam kateter, ukur antara lubang hidung sampai keujung telinga
(untuk memastikan ketepatan kedalaman kateter).
g. Bila ujung kateter terlihat di belakang ovula, tarik kateter sehingga ujung kateter tidak
terlihat lagi.( untuk memastikan ketepatan kedalaman kateter).
h. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai kebutuhan (Mencegah
kekeringan pada membran mukosa nasal dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas).
i. Mengatur volume oksigen sesuai kebutuhan (menjamin ketepatan dosis dan mencegah
terjadinya efek samping).
j. Beri pelicin atau jelly pada ujung nasal kateter (memudahkan dan mencegah iritasi dalam
pemasangan kateter).
k. Gunakan plester untuk fiksasi kateter antara bibir atas dan lubang hidung (mencegah
kateter terlepas dan menjamin ketepatan posisi kateter).
l. Observasi tanda iritasi lubang, pengeringan mukosa hidung, epistaksis, dan kemungkinan
distensi lambung. (terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal mengering, epistaksis dan
distensi lambung. Deteksi dini mengurangi risiko efek samping).

m. Kateter diganti tiap 8 jam dan dimasukkan ke lubang hidung yang lain jika mungkin
(mengurangi iritasi mukosa hidung,menjamin kepatenan kateter).

b. Kanul Nasal/ Binasa/ Nasal Prong


Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu dengan aliran 1 –
6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal yaitu 24 % - 44 %.
Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit pasien. Pada pemberian oksigen dengan
nasal kanula jalan nafas harus paten, dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut.
FiO2 estimation :
Flows FiO2
• 1 Liter /min : 24 %
• 2 Liter /min : 28 %
• 3 Liter /min : 32 %
• 4 Liter /min : 36 %
• 5 Liter /min : 40 %
• 6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
a. Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, pemasangannya
mudah dibandingkan kateter nasal, murah, disposibel, klien bebas makan, minum, bergerak,
berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa nyaman. Dapat digunakan pada pasien
dengan pernafasan mulut, bila pasien bernapas melalui mulut, menyebabkan udara masuk
pada waktu inhalasi dan akan mempunyai efek venturi pada bagian belakang faring sehingga
menyebabkan oksigen yang diberikan melalui kanula hidung terhirup melalui hidung.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen berkurang bila
klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman kanul hanya 1/1.5 cm, tidak
dapat diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal. Kecepatan aliran lebih dari 4 liter/menit
jarang digunakan, sebab pemberian flow rate yang lebih dari 4 liter tidak akan menambah
FiO2, bahkan hanya pemborosan oksigen dan menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi
selaput lendir. Dapat menyebabkan kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung akibat
pemasangan yang terlalu ketat. Cara pemasangan :
a. Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan atur lubang kanul yang elastis
sampai kanul benar-benar pas menempati hidung dan nyaman bagi klien.(Membuat aliran
oksigen langsung masuk ke dalam saluran nafas bagian atas. Klien akan tetap menjaga kanul
pada tempatnya apabila kanul tersebut pas kenyamanannya).
b. Hubungkan kanul ke sumber oksigen dan atur kecepatan aliran sesuai yang
diprogramkan (1–6 L/mnt.) (Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal dan
membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas).
c. Pertahankan selang oksigen cukup kendur dan sambungkan ke pakaian pasien
(Memungkinkan pasien untuk menengokkan kepala tanpa kanul tercabut dan mengurangi
tekanan ujung kanul pada hidung).
d. Periksa letak ujung kanul tiap 8 jam dan pertahankan humidifier terisi aqua steril
setiap waktu. (Memastikan kepatenan kanul dan aliran oksigen, mencegah inhalasi oksigen
tanpa dilembabkan).
e. Observasi hidung, pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus,epistaksis dan permukaan
superior kedua telinga klien untuk melihat adanya kerusakan kulit. (terapi oksigen
menyebabkan mukosa nasal mengering, nyeri sinus dan epistaksis. Tekanan pada telinga
akibat selang kanul atau selang elastis menyebabkan iritasi kulit).
f. Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang berhubungan dengan hipoksia telah
hilang (Mengindikasikan telah ditangani atau telah berkurangnya hipoksia)
c. Sungkup Muka Sederhana
Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang. Merupakan alat pemberian
oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling. Aliran 5 – 8 liter/mnt dengan konsentrasi
oksigen 40 – 60%. Masker ini kontra indikasi pada pasien dengan retensi karbondioksida
karena akan memperburuk retensi. Aliran O2 tidak boleh kurang dari 5 liter/menit untuk
mendorong CO2 keluar dari masker.
FiO2 estimation :
Flows FiO2
• 5-6 Liter/min : 40 %
• 6-7 Liter/min : 50 %
• 7-8 Liter/min : 60 %
a. Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, sistem
humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlubang besar, dapat digunakan
dalam pemberian terapi aerosol.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat menyebabkan
penumpukan CO2 jika aliran rendah. Menyekap, tidak memungkinkan untuk makan dan
batuk.Bisa terjadi aspirasi bila pasien mntah. Perlu pengikat wajah, dan apabila terlalu ketat
menekan kulit dapat menyebabkan rasa pobia ruang tertutup, pita elastik yang dapat
disesuaikan tersedia untuk menjamin keamanan dan kenyamanan.
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi bila perlu (syarat terapi oksigen
adalah jalan nafas harus bebas, jalan nafas yang bebas menjamin aliran oksigen lancar).

b. Atur posisi pasien (meningkatkan kenyamanan dan memudahkan pemasangan).

c. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan kebutuhan 5-8
liter/menit (Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal dan membran mukosa oral
serta sekresi jalan nafas, menjamin ketepatan dosis, dan mencegah penumpukan CO2 ).

d. Atur tali pengikat sungkup menutup rapat dan nyaman jika perlu dengan kain kasa pada
daerah yang tertekan ( mencegah kebocoran sungkup, mencegah iritasi kulit akibat tekanan).

e. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk
mencegah iritasi kulit.

d. Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing

Rebreathing mask

Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 35 – 60% dengan aliran 6 –
15 liter/mnt , serta dapat meningkatkan nilai PaCO2. Udara ekspirasi sebagian tercampur
dengan udara inspirasi, sesuai dengan aliran O2, kantong akan terisi saat ekspirasi dan hampir
menguncup waktu inspirasi. Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan
cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir.
Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk
mencegah iritasi kulit.
FiO2 estimation :

Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )

• 6 : 35 %

• 8 : 40 – 50 %

• 10 – 15 : 60 %
a. Keuntungan
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput
lendir.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong oksigen bisa terlipat atau
terputar atau mengempes, apabila ini terjadi dan aliran yang rendah dapat menyebabkan
pasien akan menghirup sejumlah besar karbondioksida. Pasien tidak memungkinkan makan
minum atau batuk dan menyekap, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah, serta perlu segel
pengikat.
Caranya :

a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi


b. Atur posisi pasien
c. Menghubungkan selang oksigen pada humidifier
d. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan kebutuhan.
e. Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan.
f. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup
minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Sesuai dengan aliran O2 kantong akan terisi waktu
ekspirasi dan hampir kuncup waktu inspirasi (mencegah kantong terlipat, menjaga kepatenan
sungkup, mencegah penumpukan CO2 yang terlalu banyak).
g. Mengikat tali masker O2 dibelakang kepala melewati bagian atas telinga.(menjaga
kepatenan sungkup, mencegah iritasi mata)
h. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat (untuk
mencegah iritasi kulit).
i. Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam.(observasi terhadap iritasi,muntah,aspirasi akibat
terapi, dan menjaga kenyamanan pasien).
j. Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam (menjaga kepatenan alat, mencegah infeksi,
meningkatkan kenyamanan).
e. Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing
Non rebreathing mask
Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen yang tinggi mencapai 90 % dengan
aliran 6 – 15 liter/mnt. Pada prinsipnya udara inspirasi tidak bercampur dengan udara
ekspirasi, udara ekspirasi dikeluarkan langsung ke atmosfer melalui satu atau lebih katup,
sehingga dalam kantong konsentrasi oksigen menjadi tinggi. Sebelum dipasang ke pasien isi
O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal
2/3 bagian kantong reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup
dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit. Kantong tidak akan pernah kempes dengan
total. Perawat harus menjaga agar semua diafragma karet harus pada tempatnya dan tanpa
tongkat.

FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
• 6 : 55 – 60
• 8 : 60 – 80
• 10 : 80 – 90
• 12 – 15 : 90
a. Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 90%, tidak mengeringkan selaput lendir.
b. Kerugian :
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah. Kantong oksigen bisa terlipat atau
terputar, menyekap, perlu segel pengikat, dan tidak memungkinkan makan, minum atau
batuk, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah terutama pada pasien tidak sadar dan anak-
anak. Cara memasang :
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi (k/p).

b. Atur posisi pasien

c. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan kebutuhan.(menjaga


kelembaban udara, mencegah iritasi mukosa jalan nafas dan mulut).

d. Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan , terapi oksigen dengan sungkup non rebreathing
mempunyai efektifitas aliran 6-7 liter/menit dengan konsentrasi O2 (FiO2) 55-90 % (menjaga
kepatenan sungkup, menjamin ketepatan dosis).

e. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup
minimal 2/3 bagian kantong reservoir. (mencegah kantong terlipat, terputar).

f. Mengikat tali non rebreathing mask dibelakang kepala melewati bagian atas telinga.
(mencegah kebocoran sungkup).

g. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat (untuk
mencegah iritasi kulit).

h. Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam. (observasi terhadap iritasi,muntah,aspirasi akibat


terapi, dan menjaga kenyamanan pasien).

i. Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam (menjaga kepatenan alat, mencegah infeksi,


meningkatkan kenyamanan).

2. Sistem Aliran Tinggi

Memberikan aliran dengan frekuensi cukup tinggi untuk memberikan 2 atau 3 kali volume
inspirasi pasien. Alat ini cocok untuk pasien dengan pola nafas pendek dan pasien dengan
PPOK yang mengalami hipoksia karena ventilator. Suatu teknik pemberian oksigen dimana
FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini
dapat menambahkan konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur.

Contoh sistem aliran tinggi :

a. Sungkup muka dengan venturi / Masker Venturi (High flow low concentration).
Merupakan metode yang paling akurat dan dapat diandalkan untuk konsentrasi yang tepat
melalui cara non invasif. Masker dibuat sedemikian rupa sehingga memungkinkan aliran
udara ruangan bercampur dengan aliran oksigen yang telah ditetapkan. Masker venturi
menerapkan prinsip entrainmen udara (menjebak udara seperti vakum), yang memberikan
aliran udara yang tinggi dengan pengayaan oksigen terkontrol. Kelebihan gas keluar masker
melalui cuff perforasi, membawa gas tersebut bersama karbondioksida yang dihembuskan.
Metode ini memungkinkan konsentrasi oksigen yang konstan untuk dihirup yang tidak
tergantung pada kedalaman dan kecepatan pernafasan.Diberikan pada pasien hyperkarbia
kronik ( CO2 yang tinggi ) seperti PPOK yang terutama tergantung pada kendali hipoksia
untuk bernafas, dan pada pasien hypoksemia sedang sampai berat.
FiO2 estimation
Menurut Standar Keperawatan ICU Dep.Kes RI. tahun 2005, estimasi FiO2 venturi mask
merk Hudson
Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )
• Biru : 2 : 24
• Putih : 4 : 28
• Orange : 6 : 31
• Kuning : 8 : 35
• Merah : 10 : 40
• Hijau : 15 : 60
a. Keuntungan
• Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan / tepat sesuai dengan petunjuk pada alat.
• FiO2 tidak dipengaruhi oleh pola ventilasi, serta dapat diukur dengan O2 analiser.
• Temperatur dan kelembaban gas dapat dikontrol.
• Tidak terjadi penumpukan CO2.
b. Kerugian
• Harus diikat dengan kencang untuk mencegah oksigen mengalir kedalam mata.
• Tidak memungkinkan makan atau batuk, masker harus dilepaskan bila pasien makan,
minum, atau minum obat.
• Bila humidifikasi ditambahkan gunakan udara tekan sehingga tidak mengganggu
konsentrasi O2.
Caranya :
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi.
b. Atur posisi pasien
c. Membuka aliran regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan.
d. Mengatur aliran oksigen sesuai dengan kebutuhan, terapi O2 dengan masker venturi
mempunyai efektifitas aliran 2-15 liter/menit dengan konsentrasi O2 24- 60 % (Metode ini
memungkinkan konsentrasi oksigen yang konstan untuk dihirup yang tidak tergantung pada
kedalaman dan kecepatan pernafasan).
e. Memasang venturi mask pada daerah lubang hidung dan mulut.
f. Mengikat tali venturi mask dibelakang kepala melewati bagian atas telinga.
g. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk
mencegah iritasi kulit.
b. Bag and Mask / resuscitator manual
Digunakan pada pasien :
• Cardiac arrest
• Respiratory failure
• Sebelum, selama dan sesudah suction Gas flows 12 – 15 liter, selama resusitasi buatan,
hiperinflasi / bagging, kantong resusitasi dengan reservoir harus digunakan untuk
memberikan konsentrasi oksigen 74 % - 100 %. Dianjurkan selang yang bengkok tidak
digunakan sebagai reservoir untuk kantong ventilasi. Kantong 2.5 liter dengan kecepatan 15
liter/menit telah ditunjukkan untuk pemberian oksigen yang konsisten dengan konsentrasi 95
% - 100 %. Penggunaan kantong reservoar 2.5 liter juga memberikan jaminan visual bahwa
aliran oksigen utuh dan kantong menerima oksigen tambahan. Pengetahuan tentang kantong
dan keterampilan penggunaan adalah vital :
• Kekuatan pemijatan menentukan volume tidal ( VT ).
• Jumlah pijatan permenit menentukan frekuensi
• Kekuatan dan frekuensi menentukan aliran puncak.
Hal – hal yang harus diperhatikan :
• Observasi dada pasien untuk menentukan kantong bekerja dengan baik dan apakah terjadi
distensi abdomen.
• Kemudahan / tahanan saat pemompaan mengindikasikan komplain paru.
• Risiko terjadinya peningkatan sekresi, pneumothorak, hemothorak, atau spasme bronkus
yang memburuk.
Syarat – syarat Resusitator manual :
• Kemampuan kantong untuk memberikan oksigen 100 % pada kondisi akut.
• Masker bila dibutuhkan harus transparan untuk memudahkan observasi terhadap muntah /
darah yang dapat mengakibatkan aspirasi.
• Sistem katup yang berfungsi tanpa gangguan pada kondisi akut.
• Pembersihan dan pendauran ketahanan kantong.
Large Volume Aerosol Sistem.
a. Selang T / T piece / Briggs adaptor
Oksigen dialirkan ke humidifier, aliran harus cukup tinggi untuk menutup ventilasi pasien per
menit. Dengan Oksigen T- piece memungkinkan pelembaban untuk selang ETT ( Endo
Trakeal Tube ) atau trakeostomi.Tidak akan menimbulkan kondensasi dalam selang. Pada
pemakaiannya, kabut harus terlihat pada ekshalasi akhir. Flow rate yang direkomendasikan
adalah 10 liter/menit dengan nebuliser set untuk menjaga inspired oxygen concentration
(FiO2)
b. Sungkup terbuka / Face tent
Sama dengan selang T, digunakan untuk memberikan pelembaban pada pasien di ruang
pemulihan atau setelah ekstubasi. Bila pasien merasakan masker terlalu menyekap, maka
masker wajah harus ditambahkan. Konsentrasi 40% dengan aliran 10-15 L/mnt (Hudak &
Gallo,1997), 8-12 liter/menit : 28%-100%.
a. Keuntungan
Lebih nyaman untuk anak, dapat digunakan sebagai alternatif pemberian aerosol, dapat
memberikan kelembaban yang tinggi.
b. Kerugian
Posisi face tent sulit dipertahankan, FiO2 sulit dikontrol.
c. Collar trakeostomi
a. Keuntungan :
• Sama dengan selang T, Memberikan pelembaban untuk pasien dengan trakeostomi.
• Gelang – gelang adaptor mencegah bunyi gemuruh selang trakeostomi.
• Bagian depan memungkinkan penghisapan tanpa melepas masker.
• Kondensasi dalam collar dapat dialirkan ke dalam selang pasien.
b. Kerugian :
• Sekresi dan lapisan kulit sekitar stoma dapat menyebabkan iritasi dan infeksi.

Keamanan
Untuk pasien :
- Memastikan bahwa selangnya benar-benar masuk ke dalam saluran pernapasan.
- Selang atau kateter yang masuk ke dalam saluran napas harus steril.
- Tabung oksigennya dijauhkan dari jangkauan api.

Hal yang harus dilaporkan dan didokumentasikan


a. Observasi dan catat terhadap penurunan kecemasan, peningkatan pengetahuan,
penurunan kelemahan, penurunan frekuensi nafas, perubahan warna kulit, peningkatan
saturasi oksigen.
b. Monitor dan dokumentasikan hasil analisa gas darah dan pulse oksimetri untuk
menilai keefektifan terapi oksigen. Therapy Oksigen berhasil jika : Nilai PaO2 dan PaCO2
yang diharapkan tercapai : PaO2 = ( 4 – 5 ) x FiO2.
c. Monitor dan dokumentasikan kulit disekitar telinga, hidung , mukosa hidung terhadap
iritasi.
d. Monitor dan dokumentasikan terjadinya efek samping / bahaya terapi oksigen yang
lain.
e. Observasi dan catat posisi alat (kanula/masker, dll) yang tepat pada pasien .
f. Catat metode yang digunakan, berapa liter/ menit alirannya atau berapa FiO2 yang
diberikan.

Resiko Terapi Oksigen


Salah satu resiko terapi oksigen adalah keracunan oksigen. Hal ini dapat terjadi bila oksigen
diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama 1-2 hari. Kerusakan jaringan
paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H2O2
melepaskan enzim proteolotikdan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan
resiko yang lain seperti retensi gas karbondioksida dan atelektasis.
Oksigen 100% menimbulkan efek toksik, tidak saja pada hewan, namun juga pada bakteri,
jamur, biakan sel hewam dan tanaman. Apabila O2 80-100% diberikan kepada manusia
selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan teriritasi, menimbulkan distres substernal,
kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan
kerusakan jaringan paru.
Sejumlah bayi dengan sindroma gawat nafas yang diterapi dengan O2, selanjutnya mengalami
gangguan menahun yang ditandai dengan kista dan pemadatan jaringan paru (displasia
bronkopulmonal). Komplikasi lain pada bayi-bayi ini adalah retinopti prematuritas
(fibroplkasia retrolental), yaitu pembentukan jaringan vaskuler opak pada matayang dapat
mengakibatkan kelainan penglihatan berat. Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih
tinggi berakibat tidak hanya iritasi trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering
dalam telinga, rasa pening, kejang dan koma. Pajanan terhadap O2 tekanan tinggi (oksigenasi
hiperbarik) dapat menghasilkan peningkatan jumlah O2 terlarut dalam darah. Oksigen bukan
zat pembakar tetapi dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu klein dengan
terapi pemberian oksigen harus menghindari : Merokok, membuka alat listrik dalam area
sumber oksigen, menghindari penggunaan listrik tanpa “Ground”.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Meditasi Dzikir. 2005. Stress and Health Solution. Web .12 Desember
2005. www.MedDzik.org
2. Astowo. Pudjo. 2005. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta.
3. Blogspot. 2009. The Human Respiratory System. Blog Spot.Com. (http://anatomi-
tubuh-manusiadanhewan.blogspot.com/2009/05/sistem-pernapasan-pada-manusia.html).
4. Ikawati, Z. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernapasan. PDF. Rohsiswatmo, R.
2010. Terapi Oksigen Pada Neonatus. Divisi Perinatologi Ilmu Kesehatan Anak FKUI -
RSCMk FKUI – RSCM. Jakarta.
5. Akhmad, I. 2004. Terapi Oksigen Dalam Asuhan Keperawatan. Program Studi Ilmu
Keperawatan FK USU Medan. Sumatera Utara.
6. Rogayah, R. 2009. The Principle Of Oxigen Therapy. Departemen Pulmonologi Dan
Respiratori FK UI. Jakarta.
7. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi bahasa Indonesia, vol. 8.
EGC. Jakarta.

8. Potter & Perry. 2002. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Volume 2. Edisi 4. EGC. Jakarta.

9. Nursing Begin. 2011. Terapi Oksigen (http://nursingbegin.com/terapi-oksigen/ ).

10. Anonymous. 2005. Meditasi Dzikir. Stress and Health Solution.


( www.MedDzik.org)
11. Astowo. Pudjo. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta. 2005
12. Ganong, F. William. 2003. Fisiologi Kedokteran Edisi 20. EGC. Jakarta.
13. Latief, A. Said. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intesif. Jakarta.
14. Anonymous. 2004. Hiperbari Terapi Oksigen Murni Tekanan Tinggi.
(www.pikiranrakyat.com).
15. Anonymous. 2006. Sehat dan Bugar dengan Terapi Oksigen.( www.fajar.co.id).
16. Widiastuti, N. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Respirasi. 2010. Program Studi Ilmu
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wiramedika PPNI. Bali.

You might also like