You are on page 1of 7

NO.

4
1. PERILAKU POLITIK
Perilaku Politik adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau
kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik. Contoh
dari perilaku politik :
a. Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin
Setidaknya hak dari insan/individu untuk memilih haruslah digunakan
sebagaimana mestinya.
b. Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai
politik atau parpol, mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm
lembaga swadaya masyarakat
c. Ikut serta dalam pesta politik
d. Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas
e. Berhak untuk menjadi pimpinan politik
f. Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik
guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-
undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku.

persamaan dan perbedaan perilaku politik di suatu negara yaitu negara Indonesia
dan negara Jepang.
A. Perilaku politik di Indonesia
Lebih melihat pada empat variabel menurut penelitian Afan Gaffar di Jawa yaitu :
1. Pertama, keyakinan sosio-religius,
Segala hal yang menyangkut tentang kepercayaan atau keagamaan dari
masyarakat dalam mempengarui pilihan seseorang terhadap partai politik.
Contohnya seperti partai yang menggunakan atau menonjolkan aspek keagaaman
seperti partai Nahdatul Ulama (NU), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan
lain-lain.
2. Kedua, adalah bergantung pada persoalan psikologis.
Maksudnya sejauh mana seseorang merasa dekat secara psikologis (secara
emosional) dengan partai tertentu maka sejauh itulah ia akan memilih kandidat
seorang Kepala Derah contohnya kandidat yang lebih merakyat atau lebih
terkenal dikalangan masyarakat.
3. Ketiga, pola kepemimpinan,
Dalam masyarakat Jawa terdapat dua pemimpin, yaitu; Pemimpin birokratik
formal dan pemimpin non formal. Perilaku pemilih biasanya sangat dipengaruhi
oleh peran pemimpin non formal seperti; kyai, haji, guru, dukun dan lain-lain.
4. Keempat, Kelas atau status sosial. Menurut konsep ini, kelas atas yang
berstatus sosial yang tinggi akan memilih parpol (dalam hal ini Kepala Daerah-
pen) yang status quo, sedangkan mereka yang berada di kelas bawah yang
berstatus sosial rendah akan memilih partai (Kepala Daerah) yang non status quo
bahkan oposan.
Sedangkan perilaku politik yang ada di negara Jepang yaitu seperti
Berdasarkan sudut pandang NPC, kita dapat mencirikan tren pemilih muda di
Jepang, yaitu sbb:
(a) Mendirikan partai sendiri karena ketidakpuasan dengan kinerja partai
besar. Partai-partai baru yang dibentuk, seperti Minna no tou dipelopori oleh
kalangan muda yang lahir pasca perang, yang sebelumnya merupakan pendukung
LDP.
(b) Berkampanye dengan biaya murah. Model kampanye seperti ini
dimaksudkan untuk mengambil hati rakyat. Banyak kalangan muda yang
melakukannya, karena pada dasarnya mereka memang tidak memiliki dana yang
cukup untuk menyewa mobil kampanye yang lazim dipergunakan di Jepang.
Mereka terkadang berjalan kaki atau naik sepeda mendatangi rumah-rumah
penduduk dan menyalami penduduk yang lalu lalang, atau orang-orang yang
sedang berkerumun. Tindakan ini ditiru oleh beberapa pejabat partai besar,
semata-mata untuk mendapatkan dukungan rakyat.
(c) Kampanye tidak mengumpulkan massa tetapi mendatangi massa.
Jika banyak tokoh partai politik besar sering mengadakan kampanye di pusat-
pusat keramaian, maka kecenderungan yang dilakukan oleh para tokoh non partai
adalah mengunjungi kampung-kampung dan pemukiman penduduk, berjumpa
dengan orang-orang tua untuk mendapatkan dukungan.
Secara umum masyarakat Jepang, terutama kaum mudanya cenderung
apatis terhadap kampanye yang dilakukan oleh tokoh partai. Yang sering
bergerombol mengikuti kampanye adalah generasi tua. Partisipasi penduduk
Jepang dalam pemilu juga relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan
partisipasi pemilu penduduk Indonesia.
Persamaan dari perilaku politik Indonesia dan di jepang pada umumnya didasari oleh
teknik kampanye. Teknik kampanye yang dimaksud adalah tokoh partai politik
mengadakan kampanye di pusat keramaian, langsung mengunjungi kampong-
kampung atau pemukiman penduduk. Hal tersebut semata-mata dilakukan karena
memang lebih efektif ketika tokoh tersebut langsung turun kerakyat untuk meminta
dukungan.

B. Tingkat Partisipasi Politik


Menurut Miriam Budiardjo, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau
sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain
dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung
memengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan itu mencakup
tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat
umum, mengadakan hubungan (contacting) atau lobbying dengan pejabat
pemerintah atau anggota parlemen, menjadi anggota partai atau salah satu
gerakan sosial dengan direct action-nya, dan sebagainya. Partisipasi pemilih
dalam setiap pagelaran pemilu selalu memprihatinkan. Angka golongan putih
(golput) masih terus meningkat di setiap pemilu yang digelar di Indonesia.
Tingkat partisipasi politik pada Pemilu rezim Orde Lama mulai dari tahun 1955
dan Orde Baru pada tahun 1971 sampai 1997, kemudian Orde Reformasi tahun
1999 sampai sekarang masih cukup tinggi. Tingkat partisipasi politik pemilih
dalam pemilu tahun 1955 mencapai 91,4 persen dengan angka golput hanya 8,6
persen. Baru pada era non-demokratis Orde Baru golput menurun. Pada Pemilu
1971, tingkat partisipasi politik mencapai 96,6 persen dan jumlah golput menurun
drastis hanya mencapai 3,4 persen.
Secara umum masyarakat Jepang, terutama kaum mudanya cenderung apatis
terhadap kampanye yang dilakukan oleh tokoh partai. Yang sering bergerombol
mengikuti kampanye adalah generasi tua. Partisipasi penduduk Jepang dalam
pemilu juga relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan partisipasi pemilu
penduduk Indonesia. Selama 24 kali pemilu yang pernah diselenggarakan di
Jepang sejak 1946 hingga 2009 (pemilu dilakukan 4 tahun sekali untuk memilih
anggota Majelis Rendah, dan 3 tahun sekali untuk memilih anggota Majelis
Tinggi), belum pernah tercapai angka partisipasi mencapai 80%. Namun, terlihat
adanya peningkatan partisipasi pemilu pada tahun 2009 dibandingkan dengan
tahun 2005.

C. Budaya Politik

Budaya politik atau political culture dapat berada pada tataran individual
sekaligus komunal. Political culture mengarahkan peran individu atau kelompok
untuk berpikir, bertindak, dan berkontribusi pada pembentukan atau penguatan
sistem politik yang berlaku di negaranya.
Nazaruddin Sjamsudin menyebutkan bahwa dalam sebuah budaya politik, ciri
utama yang menjadi identitas adalah nilai atau orientasi yang menonjol dan diakui
oleh masyarakat atau bangsa secara keseluruhan. Oleh karena bersifat menonjol,
diakui oleh masyarakat, dan dijadikan sebagai identitas, serta ciri utama itu menjadi
simbul. Bagi Indonesia, simbul yang kita miliki adalah Bhinneka Tunggal Ika, dalam
budaya ini ada dua nilai yaitu toleransi dan tenggang rasa.

Perilaku politik manusia di Indonesia masih memiliki corak yang


menjadikannya sulit untuk menerapkan demokrasi yang murni, yaitu :

a. Golongan elite strategis yakni kecenderungan untuk memaksakan


subjektifisme mereka agar menjadi objektifisme, sikap seperti ini biasanya
melahirkan sikap mental yang otoriter totaliter.

b. Anggota masyarakat biasa, bersifat emosional-primordial.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, budaya politik merupakan norma-norma


dan nilai-nilai yang melekat di dalam diri individu, yang menjadi dasar bagi cara
pandang, sikap, maupun tingkah laku individu itu sendiri. Akibatnya, budaya politik
dapat berkembang, berubah ataupun tetap. Kemungkinan besar budaya politik
memang akan cenderung untuk terus berkembang atau berubah. Akan tetapi hal ini
amat tergantung pada sosialisasi politik, karena sosialisasi politik merupakan
proses pewarisan nilai dan norma politik dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
Misalnya pada masa Orde Baru, budaya politik dapat dipertahankan. Ketika itu,
warganegara telah mengalami sosialisasi politik sejak kecil. Contohnya adalah
dengan diadakannya penataran P4 sejak SLTP, SLTA, dan bahkan Perguruan Tinggi.

Sebagai salah satu bagian dari kebudayaan suatu negara, budaya politik
merupakan satu diantara banyaknya jenis lingkungan yang mengelilingi,
mempengaruhi, dan bahkan menekan sistem politik. Di dalam budaya politik
sendiri berinteraksi sejumlah sistem antara lain sistem ekologi, sistem sosial, dan
system kepribadian yang tergolong dalam kategori lingkungan dalam masyarakat,
maupun lingkungan luar masyarakat, yang merupakan hasil kontak sistem politik
dengan dunia luar. Secara tidak langsung, budaya politik merupakan yang paling
dianggap intens dan mendasari sistem politik Indonesia
Sistem budaya Indonesia memiliki banyaknya sub-budaya politik karena
banyaknya budaya daerah yang muncul dalam sistem budaya Indonesia. Masing-
masing sub-budaya politik tersebut memiliki jarak yang berbeda dengan struktur
politik. Kondisi perbedaan ini kemudian turut diperbesar oleh letak geografis yang
dimiliki oleh Indonesia. Berbagai kondisi ini kemudian melahirkan pluralitas
budaya politik Indonesia

Rahman (1998) juga menyebutkan bahwa bentuk budaya politik Indonesia


merupakan sub-budaya atau budaya sub-nasional yang dibawa oleh pelaku-pelaku
politik hingga terjadi interaksi, kerjasama dan persaingan antar sub-budaya politik
itu. Interaksi dan pertemuan-pertemuan antar sub-budaya politik itulah, yang
melatarbelakangi tingkah laku aktor politik yang terlihat dalam pentas panggung
politik nasional kini.

D. Sistem Birokrasi
Walaupun Jepang dan Indonesia merupakan negara yang demokrasi tetapi
sistem pemerintahan yang dianut memiliki perbedaan. Negara Indonesia
menganut sistem pemerintahan presidensial sedangkan negera Jepang menganut
sistem pemerintahan parlementer. Sistem pemerintahan presidensial adalah
kekuasaan pemerintahan yang dipilih langsung oleh rakyat. Hal ini mencerminkan
suatu pemerintahan yang demokratis, karena kekuasaan tertinggi atau kedaulatan
ditangan rakyat. Akan tetapi, munculnya pasangan presiden dan wakilnya tidak
harus dari satu partai, akan tetapi bisa berlainan parpol dan gabungan dari parpol.
Contohnya presiden negara Indonesia sekarang ini yaitu bapak Joko Widodo dari
Partai Demokrasi Indonesia (PDI) perjuangan dan wakilnya Muhammad Jusuf
Kalla yang berasal dari Partai Golongan Karya (GOLKAR). Sedangkan sistem
pemerintahan yang berkembang di negara Jepang adalah sistem pemerintahan
parlementer, yang berarti kekuasaan lembaga-lembaga negara tidak terpisah,
melainkan terdapat hubungan timbal balik yang sangat erat. Sistem pemerintahan
Jepang tersebut tidak bisa lepas dari sistem politiknya, karena sistem
pemerintahan merupakan bagian dari sistem politik. Dalam pelaksanaan sistem
pemerintahan terdapat masukan (input) yang berasal dari keinginan-keinginan
masyarakat (infrastruktur politik). Proses pengambilan keputusan, dan keluaran
(out put) berupa kebijakan umum (public policy) yang berwujud keputusan-
keputusan politik yang bersifat nasional, regional maupun internasional. Dengan
demikian sistem politik dan sistem pemerintahan akan sangat mempengaruhi
Jepang dalam membuat kebijakan nasional, Regional, maupun internasional
Adapun persamaaan yang terdapatan dalam sistem pemerintahan jepang dan
Indonesia yaitu kedua negara tersebut sama- sama negara yang berbentuk
demokrasi, Jepang sebagai suatu negara yang menganut sistem politik demokrasi,
adanya partai politik merupakan salah satu ciri bahwa Jepang merupakan negara
demokrasi. Sampai saat ini, Jepang menganut sistem politik multi party (banyak
partai), yaitu ada enam (6) partai besar : 1) Liberal Democratic Partay (jiyu
Minshuto or Jiminto), yang banyak didukung oleh birokrat, pengusaha, dan petani.
2) The Japan Socialist Party (nippon S Hakaito), yang didukung oleh buruh(sayap
kiri). 3) The Komneito (Clean Goverment Party), yang didukung para penganut
agama Budha.4) The Democatic Socialist Party (Minshato), yang didukung oleh
buruh (sayap kanan). 5) The Japan Communist Party (Nihon Kyosanto), yang
didukung oleh komunis. 6) The United Social Democratic Party (Shakai Minshu
Rengo of Shminren), merupakan partai termuda dan terkecil di Jepang, merupakan
sempalan JSP (sosialis sayap kanan). Tetapi dalam negara Jepang terdapat partai
yang memdominasi yaitu Partai Demokrasi Liberal (LDP) Sejak pasca Perang
Dunia Kedua samapai sekarang ini,

E. Sistem Kepartaian
Menurut undang-undang nomor 2 tahun 2011, tentang Perbahan atas undang-undang
nomor 2 tahun 2008, tentang partai politik, menjelaskan bahwa partai politik adalah
organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara
sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan
anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan umum. Negara Jepang dan negara
Indonesia memiliki kesamaan dalam sistem kepartaian, baik negara Indonesia maupun negara
Jepang sama- sama menggunakan sistem multi partai Landasan formal lahirnya aliran politik
yang berbeda-beda di Indonesia adalah Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945,
dimana membolehkan warga negara mendidirikan partai politik dalam bentuk sistem banyak
partai (multi party system). Dan Jepang termasuk negara yang menganut sistem multi partai.
Partai-partai yang ada di Jepang adalah sebagai berikut:
1) Partai demokrasi liberal sebagai partai paling konservatif dan probisnis yang
memberikan kepemimpinan ekonomi yang berhasil karena sebagian besar
dukungan keuangan datang dari para pengusaha besar.
2) Partai sosialis sebagai yang sangat tergantung pada serikat-serikat buruh
dalam hal dukungan keuangan, suara, dan kepemimpinan.
3) Partai sosialis demokrat sebagai yang banyak tergantung ada Domei, sebuah
federasi buruh denzan anggota 2 juta lebih yang kebanyakan adalah buruh
kasar dari perusahaan-perusahaan swasta.
4) Komeito sebagai yang memperoleh sebagian besar dukungan dari anggota
Soka Gakkai. Mereka ini pada umumnya penduduk berpenghasilan rendah di
kota, karena tidak punya kaitan dengan perusahaan besar atau instansi-instansi
lain yang prestise kemudian masuk ke dalam partai itu sebagai cara untuk
mendapatkan identitas kelompok.
5) Partai komunis sebagai yang mendasarkan diri pada serikat-serikat buruh
tertentu dan sekelompok kaum komunis yang kecil dan teguh. Kaum
konservatif yang sejak 1955 dipersatukan dalam partai Demokrasi Liberal
telah mendominasi kehidupan politik sejak berakhirnya perang dunia II.
Dominasi ini hanya disela oleh dua kabinet koalisi sosialis antara Mei 1947
sampai Oktober 1948.
Memang negara Indonesia memiliki kesamaan dalam sistem kepartaian dengan
negara Jepang yaitu sama-sama menggunakan sistem multi partai tetapi disini juga memiliki
perbedaan yaitu jika Indonesia sistem kepartaiannya itu multi partai yang membolehkan siapa
saja ikut dalam partai tanpa adanya golongan senioritas atau golongan paling dominan
sedangkan dalam negara Jepang terdapat golongan yang dominan dalam kepartaian yaitu
Partai Demokrasi Liberal (PDL).
F. Sistem pemilu
Salah satu karakteristik negara yang menganut sistem demokrasi ialah
terlaksanakannya pemilihan umum (pemilu). Sistem pemilu negara demokrasi
berbeda-beda setiap negara. Hal ini ditentukan oleh latar belakang sosial, kultural,
geografis setiap negara bangsa dan model demokrasi yang diterapkannya.
Sistem pemilu Indonesia

You might also like