You are on page 1of 9

LAPORAN BBDM SKENARIO 3

MODUL 2.2

KELOMPOK 9 :
Muhammad Faiz B. (22010117130122)
Sandro Ruberto (22010117130123)
Arimbi S.C (22010117130124)
Fatimah A (22010117130125)
Daffa .H.A (22010117130126)
Muhammad Baha U. (22010117130127)
Putri A. (22010117130128)
Regenio A. (22010117130129)
Inna F.Z (22010117130130)
Della D.S (22010117130131)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017
skenario 3 modul 2.2
Ibu indah, 32 tahun, hamil anak ke 2 dengan usia kehamilan 20 minggu datang periksa rutin
ke dokter kandungan bersama suami. Suami mengatakan kalau muka istrinya sering pucat. Ibu
indah juga mengeluh sering merasa pusing, lemas, dan malas makan. Setelah dilakukan
pemeriksaan tanda vital, tekanan darah 95/60 mmHg, frekuensi nafas 20x/menit, konjungtiva
anemis +/+ setelah dilakukan pemeriksaan darah rutin didapatkan kadar Hb 8g/dl
Step 1 terminologi
 konjungtiva anemis ; kondisi dimana konjugtiva tidak berwarna merah namun
terlihat pucat
 kadar Hb; patokan utk mengenali apakah seorang mempunyai kadar hb rendah
normal atau tinggi.
 Pucat; keadaan dimana wajah terlihat lesu, tampak berwarna putih pudar
 Hamil; masa dimana seorang wanita membawa embrio atau fetus
 Lemas; gejala atau sensasi kurangnya tenaga
STEP 2
1. Apa hubungan konjungtiva anemis dg kasus ini?
2. Apa hubungan hipotensi dg kurangya hb, nilai normalnya hb?
3. Bagaimana muka pucat bisa terjadi?
4. bagaimana hubungan pada hb rendah dengan pusing lemas?
5. Mengapa ibu hamil rentan terhadap penurunan kadar hb?
6. Bagaimana cara pemeriksaan konjugtiva, dan indikatornya?
7. Bagaimana hunbungan ibu hamil dan hipotensi
STEP 3
1. Konjungtiva anemis adl tanda dr anemia, konjungtiva adl bagian yg sensitif,
jika terjadi anemia, terlihat jelas perbandinganya dengan konj. normal, jika anemia
konjungtiva terlihat kurang darah, warna kurang merah

2. Jika anemia terjadi berlarut2 maka akan menyebabkan hipotensi, namun tdk
semua anemia dpt menyebabkan hipotensi, melainkan hanya anemia yang disebabkan
oleh tubuh tdk memproduksi sel darah merah yang cukup.
3. Karena kekurangan kadar oksihemoglobin, akhirnya menyebabkan pucat

4. Karena oksigen dr Hb tidak sampai ke otak, reflek dari otak menimbulkan


pusing, sedangkan untuk lemas karena atp yang terbentuk sedikit karena O2 yang
digunakan juga sedikit

5. Pada ibu hamil, kebutuhan nutrisi lebih banyak, karena disamping utk dirinya
juga utk bayinya,

Ibu hamil kekurangan hb karena harus memproduksi cairan plasenta, untuk


memproduksi plasenta plasma harus naik, makanya darahnya encer.

Anemia pada bumil, adalah normal, menytebabkan plasma darah naik 3x lipat
akhirnya hematokrit menurun.

6. Menarik kebawah palpebra inferior, dan melihat warnanya, jika merah normal,
jika pucat berarti ada gangguan

7. Hipotensi pada kehamilan adalah sesuatu yg normal, hipotensi dipengaruhi oleh


hoemon kehamilan, perkembangan janin pada kehamilan menybabkan sirkulasi darah
bertambah banyak, pembuluh darah melebar, tekanan darah menurun. Selain itu
pasokan darah ke otak juga berkurang karena dialirkan ke janin. Kondisi inilah yang
menyebabkan terjadinya kepala terasa pusing.
STEP 4
STEP 5
1. Fisiologi : mengetahui proses eritropoiesis
2. Histologi : mengetahui struktur mikroskopis darah
3. Kimia : mengetahui zat kimia organik yang terlarut dalam darah
4. Biokimia : mengetahui metabolisme eritrosit (sudah termasuk hb)
STEP 6
1. MEKANISME ERITROSIT
Eritrosit adalah Sel darah merah yang berupa cakram dan mempunyai fungsi utama
mengikat oksigen dalam darah.
Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 5.000.000 sel darah merah. Struktur sel
darah merah terdiri atas pembungkus luar atau stroma berisi massa hemoglobin, sel darah
merah memerlukan protein karena dalam strukturnya terbentuk dari asam amino, selain itu juga
dibutuhkan zat besi.
Sel darah merah dibentuk dalam sumsum tulang terutama dalm tulang pendek, pipih, dan
tak beraturan dari jaringan kanselus pada ujung tulang pipa dan dari sumsum dalam batang iga-
iga dan dari sternum.
Perkembangan sel darah merah dalam sumsum tulang melalui berbagai tahap: mula-mula
besar dan berisi nukleus tetapi tidak ada hemoglobin, kemudian dimuati hemoglobin dan
akhirnya kehilangan nukleusnya dan baru diedarkan ke dalam sirkulasi darah.
Rata-rata hidup sel darah merah kira-kira 115 hari. Kemudian sel menjadi usang dan
dihancurkan dalam sistem reticulo-endotelial tetutama dalam limpa dan hati. Globin dari
hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan sebagai protein dalam jaringan-
jaringanb dan zat besi dalam hem dari hemoglobin dikeluarkan untuk digunakan dalam
pembentukan sel darah merah lagi. Disa hem dari hemoglobin di ubah menjadi bilirubin
(pigmen kuning) dan biliverdin yaitu yang berwarna kehijau-hijauan yang dapat dilihat pada
perubahan warna hemoglobin yang rusak pada luka memar.
Bila tetjadi perdarahan maka sel darah merah dengan hemoglobinnya sebagai pembawa
oksigen hilang. Pada perdarahan sedang, sel-sel itu diganti dalam waktu beberapa minggu
berikutnya. Tetapi bila kadar hemoglobin turun sampai 40% atau dibawahnya maka diperlukan
tranfusi darah.
2. HISTOLOGI ERITROSIT
Tampak sebagai bagunan bundar berwarna merah muda dengan bagian tengahnya
pucat,tersebar diseluruh permukaan sajian.Eritrosit merupakan sel darah yang tidak memiliki
inti dan jumlahnya paling banyak. Jumlah eritrosit normal untuk perempuan 3,5juta -5juta ,
laki laki 4juta-6juta.
Leukosit bergranula
Neutrofil adalah jenis leukosit yang paling banyak ditemukan dalam darah dan merupakan
60-70 % dari leukosit yang beredar.Selnya cukup besar, hampir 1,5 x ukuran eritrosit. Intinya
berlobus banyak ,2-5 buah satu sama lain dihubungkan dengan benang kromatin halus sehingga
tampat seperti segmen segmen(segmented neutrophil). Kromatin intinya kasar dan padat. Ada
neutrofil yang muda dengan inti bentuk inti bengkok , tidak berlobus yang disebut neutrofil
batang . sitoplasma neutrofil mengandung granula spesifik halus berwarna merah muda.
Eosinofil ukurannya kurang lebih sama dengan neutrofil intinya tampak terdiri atas dua
lobus, namun dapat juga memiliki tiga lobus . Eosinofil memiliki granula kasar dengan ukuran
kurang kebih seragam dan berwarna merah jingga. Jumlahnya 2-4 % dari leukosit yang beredar.
Basofil ukurannya juga kurang lebih sama dengan neutrofil. Sel ini jumlahnya sangat
sedikit yaitu kurang dari 1 % leukosit yang beredar , sehingga sulit untuk ditemukan. Granula
sitoplasma berwarna biru kehitaman, bersebar menutupi inti.
Leukosit tidak bergranula
Monosit merupakan leukosit paling besar. Jumlahnya sekitar 3-8 % dari seluruh leukosit.Sel
ini memiliki inti yang besar ,eksentris , terpulas tidak sepadat leukosit lain. Sitoplasma
berwarna biru kelabu tanpa granula spesifik.kadang dapat bergranula azurofil(granula lisososm
kecil yang terlihat ungu merah muda dan vakuol sitoplasma ).
Limfosit merupakan leukosit dua terbanyak dengan jumlah 20-30% dari seluruh leukosit.
Kromatin inti padat dan berwarna biru gelap .sitoplasma relatif sedikit dan berwarna biru langit
tanpa granula spesifik, namun pada beberapa sel terlihat granula azurofil, jika pulasannya baik
dan berwarna ungu kemerahan.

3. SISTEM BUFFER DARAH


Kapasitas pembufferan hemoglobin yang luar biasa adalah berperan pada kenyataan
bahwa protein ini berbentuk oksi, suatu asam yang lebih kuat daripada dalam bentuk tereduksi
(deoksigenasi). Ini ditunjukkan oleh konstanta disosiasi berturut-turut dari dua bentuk
hemoglobin:
K, oksihemoglobin : 2,4 x 10-7
K, oksihemoglobin tereduksi: 6,6 x 10-9
Pada paru-paru, pembentukan oksihemoglobin dari hemoglobin yang tereduksi, oleh
karena itu, harus melepaskan ion-ion hydrogen yang akan bereaksi dengan bikarbonat
membentuk asam karbonat, H2CO3. Berhubung tegangan CO2 rendah dalam paru-paru, maka
keseimbangannya kemudian bergeser kea rah produksi CO2, yang tereliminasi secara
berkelanjutan dalam udara yang dikeluarkan itu:
H+ + HCO3– ↔ H2CO3 ↔ H2O + CO2
Namun, dalam jaringan, di mana tegangan berkurang, oksihemoglobin terurai (dibantu
oleh CO2, efek Bohr), pengiriman oksigen ke sel-sel, dan mereduksi hemoglobin yang
terbentuk. Pada waktu yang sama, CO2 diproduksi disebabkan di dalam metabolism masuk
darah tersebut, di mana ia terhidratkan membentuk H2CO3, yang mengalami ionisasi
membentuk H+ dan HCO3–.
Hemoglobin tereduksi bertindak sebagai ion H+ yang baru tiba dibufferkan dengan
membentuk suatu asam yang sangat lemah, yaitu dalam mana ionisasi hidrogen tertekan.
Kemudian sebagaimana yang tercatat di atas, tatkala darah kembali ke paru-paru, ion-ion
hidrogen tersebut akan dilepaskan sebagai hasil dari pembentukan asam yang lebih kuat;
oksihemoglobin, dan H+ yang baru dilepaskan akan dinetralkan oleh HCO3– dengan tepat
waktu. Tentu saja, reaksi ini adalah penting bagi pelepasan CO2 dalam paru-paru.
Pada pH = 7,25, 1 mol oksihemoglobin menyumbang 1,88 mEq H+; pada sisi lain, 1 mol
hemoglobin tereduksi, karena ia kurang terionkan, hanya menyumbang 1,28 mEq H+, oleh
karena itu, hal ini bisa dihitung bahwa 1 mol hemoglobin pada jaringan tersebut berubah
menjadi hemoglobin tereduksi yang memungkinkan 0,6 mEq H+ terikat (dibufferkan) sehingga
ion-ion H+ yang baru terbentuk tidak menghasilkan perubahan dalam pH. Keadaan ini
sebagaimana kaitannya dengan peran buffer hemoglobin terkadang mengacu sebagai transpor
CO2 isohidrat.
Pergantian Klorida
Hal ini telah ditunjukkan bahwa hemoglobin merespon bagi sekitar 60% kapasitas
pembufferan darah tersebut. Fosfat sel darah merah hanya menyumbang sekitar 25%. Bahkan
sebanyak 85% CO2mempu diangkut oleh darah di dalam sel darah merahnya. Untuk alasan ini
kekuatan pembufferan dari keseluruhan darah sangat berlebihan, plasma atau serum. Namun,
hal itu ada benarnya bahwa kebanyakan CO2 yang dibufferkan itu diangkut sebagai bikarbonat
dalam plasma tersebut. Pengamatan ini mengandung pertanyaan mengenai bagaimana ia
menghasilkan bagi banyak kapasitas buffer dari darah tersebut terletak dalam sel-sel darah,
tetapi digunakan dalam plasma.
CO2 bereaksi dengan H2O membentuk asam karbonat, H2CO3, terutama di dalam sel
darah karena enzim yang mengkatalisis, karbonat anhidrase, yang hanya dijumpai di dalam
eritrosit. Asam karbonat tersebut kemudian dibufferkan oleh buffer-buffer intraselular, fosfat
dan hemoglobin, bergabung—dalam hal ini dengan kalium. Ion bikarbonat juga kembali ke
plasma dan menukarnya dengan klorida, yang mengganti-nya di dalam sel pada saat tegangan
CO2 meningkat di dalam darah. Proses ini reversible, sehingga klorida yang meninggalkan sel
tersebut kemudian masuk ke dalam plasma pada saat tegangan CO2 berkurang. Kenyataan ini
dikonfirmasikan oleh penemuan kandungan klorida yang lebih tinggi di dalam plasma arteri
daripada di dalam plasma vena.
Hal ini dianggap bahwa di bawah kondisi-kondisi normal sel-sel darah merah tersebut
sebenarkan tidak permeable terhadap natrium atau kalium. Tetapi karena ia permeable terhadap
hidrogen, bikarbonat, dan ion-ion klorida, maka sumber-sumber kation (kalium) antarselular
tidak secara langsung dibuat tersedia bagi plasma tersebut oleh pertukaran klorida (anion) itu.
Ini memungkin mengangkut CO2 tambahan (sebagai natrium bikarbonat, NaHCO3) oleh
plasma.
CO2 yang memasuki darah dari jaringan menembus ke dalam sel-sel darah merah, di
mana ia membentuk asam karbonat, satu reaksi yang dikatalisis oleh karbonat anhidrase.
Sebagian dari asam karbonat tersebut kembali ke plasma. Sisanya bereaksi dengan buffer
hemoglobin membentuk bikarbonat, yang kemudian kembali ke plasma di mana ia
menggantikan klorida. Natrium bikarbonat terbentuk di dalam plasma; dan kloridanya yang
telah menggantikan bikarbonat masuk ke sel-sel darah merah, di mana ia dinetralkan oleh
kalium.
Semua reaksi tersebut berlangsung dalam dua arah (reversible). Pada paru-paru, pada
saat darah menuju arteri, maka klorida digantikan kembali di dalam plasma tersebut, bahkan
melepaskan kalium intraselular untuk membufferkan kembali oksihemoglobin yang baru
terbentuk dan, di dalam plasma tersebut, penetralan natrium dibebaskan dengan
menghilangkan CO2 selama respirasi alias pernafasan.

4. METABOLISME ERITROSIT ( SEL DARAH MERAH )


Karakteristik eritrosit yang utama yaitu perubahan bentuk hal ini penting karena eritrosit
harus bersifat flexible untuk menyusup ke kapiler-kapiler yang sangat kecil. Peningkatan
konsentrasi hemoglobin atau penurunan fluiditas dapat menurunkan kemampuan berubah
bentuk. Akumulasi dari merman kalsium mengakibatkan sel kaku, berkerut dan mengurangi
kemampuan berubah bentuk. Permeabilitas juga dibutuhkan seperti H2), Cl -, HCO3- dapat
melewati membran secara bebas. Pompa kation mengatur keseimbangan Na+ dan K-. Deviasi
dari permeabilitas influk Natrium akan mengakibatkan sel berubah bentuk. Karena Secara
fungsi eritrosit berhubungan erat dengan hemoglobin, maka dibawah ini akan dibahas juga
mengenai pembentukan hem sebagai unsure pembentuk haemoglobin.
Agar berhasil mengangkut hemoglobin untuk mengenai jaringan dan untuk perukaran
gas yang baik, sel darah merah yang berdiameter 8 µm, harus sanggup melewati secara
berulang-ulang mikrosirkulasi yang diameter minimumnya 3,5 µm, untuk menjaga hemoglobin
dalam keadaan tereduksi dan untuk mempertahankan keseimbangan osmotic walaupun
terdapat konsentrasi protein (hemoglobin) tingi di dalam sel. Perjalanan totalnya sepanjang 120
hari kehidupan telah diperkirakan 300 mil. Untuk memenuhi fungsi ini, sel bersifat lentur,
bikonkaf dengan kemampuan membentuk energi sebagai ATP dengan jalan anaerobic,
glikolitik (EmbdenMeyerhof) dan menghasilkan pereduksi sebagai NADH dengan jalan ini dan
sebagai NADPH dengan “shunt” heksosa monofosfat. Energi ATP diperlukan untuk
kontraksi membran sel agar dapat merubah bentuk eritrosit memasuki pembuluh darah yang
sangat kecil.
Eritrosit tidak mempunyai mitokondria atau organel lainnya dan juga metabolisme di
dalam sitoplasmanya sangat berkurang, sehingga untuk melaksanakan fungsinya diperlukan
penambahan glukosa yang dipecahkan melalui glikolisis menjadi laktat.

METABOLISME SEL DARAH MERAH


Jalan Embden-Meyerhof
Eritrosit tidak mempunyai mitokondria atau organel lainnya dan juga metabolisme di
dalam sitoplasmanya sangat berkurang. Yang diperlukan untuk fungsinya tentu saja adalah
penambahan glukosa yang dipecahkan melalui glikolisis menjadi laktat. Untuk setiap molekul
glukosa yang digunakan, dihasilkan dua molekul ATP dan dengan demikian dua ikatan fostat
berenergi tinggi. ATP ini menyediakan energi untuk pemeliharaan volume, bentuk dan
kelenturan (flexibility) sel darah merah. ATP juga berfungsi menyediakan energi bagi Na+/K+
-ATPase, yang menjaga lingkungan ion di dalam eritrosit, dan ini memakai satu molekul ATP
untuk menggerakkan tiga ion natrium ke luar dan dua ion kalium ke dalam sel. BPG (2,3-
Bifosfogliserat) juga berasal dari pemecahan glukosa.
Jalan Embden-Meyerhof juga menghasilkan NADH yang diperlukan oleh enzim
methhemoglobin reduktase untuk mereduksi methemoglobin yang tidak berfungsi
(hemoglobin teroksidasi) yang mengandung besi Ferri (Fe3+OH)-yang diproduksi oleh
oksidasi sekitar 3% hemoglobin setiap hari - untuk menjadi aktif
berfungsi sebagai bentuk hemoglobin tereduksi (mengandung besi ferro, Fe2+).

b. Jalan Heksosa Monofosfat (Pentosa Fosfat)


Kira-kira 5% glikolisis terjadi dengan cara oksidatif ini di mana glukosa 6 fosfat
dikonversi menjadi 6 -fosfoflukonat dan terus menjadi ribulosa 5-fosfat. NADPH dihasilkan
dan berikatan dengan glutation (GSH) yang menjaga keutuhan gugus sulfidril (-SH) dalam sel
termasuk yang di dalam hemoglobin dan membran sel darah merah. NADPH yang digunakan
oleh methemoglobin reduktase lainnya memelihara besi hemoglobin dalam keadaan Fe2+ yang
fungsional aktif.
Selain itu dengan adanya O2 selalu terbentuk peroksida yang sangat reaktif, yang juga
harus dimusnahkan. Hal ini terjadi secara enzimatik dengan bantuan glutation (GSH).
Tripeptida (gamma-Glu-Cys-Gly) yang atipikal ini membawa satu gugus tiol pada sistein. Pada
reduksi methemoglobin dan peroksida, gugus tiol tersebut akan dioksidasi menjadi disulfida
yang sesuai (GSSG). Regenerasi GSH dikatalisis oleh glutation reduktase yang pada proses ini
memerlukan NADPH sebagai koenzim.

STEP 7
Junqueira, Basic Histology , EGC, Jakarta
Harper, Biokimia, EGC, Jakarta
Sherwood L., Fisiologi Manusia, EGC, Jakarta

You might also like