You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi virus Hepatitis B saat ini merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang besar serta serius, karena selain manifestasinya sebagai
penyakit HBV akut beserta komplikasinya, lebih penting lagi ialah dalam
bentuk sebagai karier, yang dapat menjadi sumber penularan bagi lingkungan.
Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui
darah/darah produk yang mempunyai konsentrasi virus hepatitis B yang
tinggi, melalui semen, melalui saliva, melalui alat-alat yang tercemar virus
hepatitis B seperti sisir, pisau cukur, alat makan, sikat gigi, alat kedokteran
dan lain-lain. Di Indonesia kejadian hepatitis B satu diantara 12-14 orang,
yang berlanjut menjadi hepatitis kronik, chirosis hepatis dan hepatoma. Satu
atau dua kasus meninggal akibat hepatoma.
Saat ini di seluruh dunia diperkirakan lebih 300 juta orang pengidap
HBV persisten, hampir 74 % (lebih dari 220 juta) pengidap bermukim
dinegara-negara Asia. Bagian dunia yang endemisitasnya tinggi adalah
terutama Asia yaitu Cina, Vietnam, Korea, dimana 50–70 % dari penduduk
berusia antara 30 – 40 tahun pernah kontak dengan HBV, dan sekitar 10 – 15
% menjadi pengidap Hepatitis B Surfase Antigen (HbsAg). Menurut WHO
Indonesia termasuk kelompok daerah dengan endemisitas sedang dan berat
(3,5 – 20 %).
Pajanan virus ini akan menyebabkan dua keluaran klinis, yaitu: (1)
Hepatitis akut yang kemudian sembuh secara spontan dan membentuk
kekebalan terhadap penyakit ini, atau (2) Berkembang menjadi kronik. Pasien
yang terinfeksi VHB secara kronik bisa mengalami 4 fase penyakit, yaitu fase
immune tolerant, fase immune clearance, fase pengidap inaktif, dan fase
reaktivasi. Fase immune tolerant ditandai dengan kadar DNA VHB yang
tinggi dengan kadar alanin aminotransferase (ALT) yang normal. Sedangkan,
fase immune clearance terjadi ketika sistem imun berusaha melawan virus.
Hal ini ditandai oleh fluktuasi level ALT serta DNA VHB. Pasien kemudian

1
dapat berkembang menjadi fase pengidap inaktif, ditandai dengan DNA VHB
yang rendah (<2000 IU/ml), ALT normal, dan kerusakan hati minimal.
Seringkali pasien pada fase pengidap inaktif dapat mengalami fase reaktivasi
dimana DNA VHB kembali mencapai >2000 IU/ml dan inflamasi hati
kembali terjadi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Hepatitis B merupakan penyakit nekroinflamasi hepar yang
disebabkan infeksi virus hepatitis B. Virus hepatitis B menyerang hati, masuk
melalui darah ataupun cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi seperti
halnya virus HIV. virus Hepatitis B adalah suatu anggota famili
hepadnaviridae yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau kronis
yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis B akut
apabila perjalanan penyakit yang terjadi kurang dari 6 bulan sedangkan
Hepatitis B kronis apabila penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis
atau laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi selama 6 bulan.

2.2 ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI HEPAR


1. Anatomi Hepar
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar
pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah
diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada
sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan atas terletak
bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di
atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan
intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-
superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak
langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum
disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior,
diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligament.
Macam-macam ligamennya:
1. Ligamentum falciformis
Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak di antara
umbilicus dan diafragma.

3
2. Ligamentum teres hepatis (round ligament)
Merupakan bagian bawah lig. falciformis ; merupakan sisa-sisa
peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis
Merupakan bagian dari omentum minus yg terbentang dari curvatura
minor lambung dan duodenum sebelah proksimalke hepar. Di dalam
ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus
communis. Ligamentum hepatoduodenale turut membentuk tepi
anterior dari Foramen Wislow.
4. Ligamentum Coronaria Anterior kiri- kanan dan Ligamnetum
coronaria posterior kiri- kanan
Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
5. Ligamentum triangularis kanan-kiri
Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan posterior dan
tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar terletak di hipochondrium kanan
dan epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi
oleh cavum toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi
(bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dapat
mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis
membagi hepar secara topografis bukan scr anatomis yaitu lobus kanan
yang besar dan lobus kiri.

2.

2. Histologi Hepar
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut
kolagen dan jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan
masuk ke dalam parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah
bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari

4
sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan
masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid.
Sinusoid-sinusoid
tersebut berbeda dengan kapiler-
kapiler di bagian tubuh yang
lain, oleh karena lapisan endotel
yang meliputinya terediri dari
sel-sel fagosit yg disebut sel
kupfer. Sel kupfer lebih
permeabel yang artinya mudah
dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain.
Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat
dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim
tersusun dalam lobuli-lobuli Di tengah-tengah lobuli tdp 1 vena sentralis
yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan
darah keluar dari hepar).Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap
tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu
traktus portalis yang mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika,
ductus biliaris.
Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya
langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan Sistem bilier
dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-sel
hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan
mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu
yg lebih besar , air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Infeksi VHB merupakan penyebab utama hepatitis akut, hepatitis kronis,
sirosis, dan kanker hati di dunia. Infeksi ini endemis di daerah Timur Jauh,
sebagian besar kepulaan Pasifik, banyak negara di Afrika, sebagian Timur
Tengah, dan di lembah Amazon. Center for Disease Control and Prevention
(CDC) memperkirakan bahwa sejumlah 200.000 hingga 300.000 orang
(terutama dewasa muda) terinfeksi oleh VHB setiap tahunnya. Hanya 25% dari

5
mereka yang mengalami ikterus, 10.000 kasus memerlukan perawatan di
rumah sakit, dan sekitar 1-2% meninggal karena penyakit fulminan (Price &
Wilson, 2012).
`Sepertiga penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi oleh VHB dan
sekitar 400 juta orang merupakan pengidap kronik Hepatitis B, sedangkan
prevalensi di Indonesia dilaporkan berkisar antara 3-17% (Hardjoeno, 2007).
Virus Hepatitis B diperkirakan telah menginfeksi lebih dari 2 milyar orang
yang hidup saat ini selama kehidupan mereka. Tujuh puluh lima persen dari
semua pembawa kronis hidup di Asia dan pesisir Pasifik Barat (Kumar et al,
2012).
Prevalensi pengidap VHB tertinggi ada di Afrika dan Asia. Hasil Riset
Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan bahwa Hepatitis klinis terdeteksi di
seluruh provinsi di Indonesia dengan prevalensi sebesar 0,6% (rentang: 0,2%-
1,9%). Hasil Riskesdas Biomedis tahun 2007 dengan jumlah sampel 10.391
orang menunjukkan bahwa persentase HBsAg positif 9,4%. Persentase
Hepatitis B tertinggi pada kelompok umur 45- 49 tahun (11,92%), umur >60
tahun (10.57%) dan umur 10-14 tahun (10,02%), selanjutnya HBsAg positif
pada kelompok laki-laki dan perempuan hampir sama (9,7% dan 9,3%). Hal ini
menunjukkan bahwa 1 dari 10 penduduk Indonesia telah terinfeksi virus
Hepatitis B (Kemenkes, 2012).

2.4 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini
pertama kali ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan
nama antigen Australia. Virus ini termasuk DNA virus.
Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang
disebut "Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang
membungkus partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase.

6
Pada partikel inti terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B
e antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo protein dan
menurut sifat imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi 4
subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting,
karena menyebabkan perbedaan geomorfik dan rasial dalam penyebarannya.
Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari.

Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B.


Virus Hepatitis B (HBV) mula-mula melekat pada reseptor spesifik di
membran sel hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel
hepar. Dalam sitoplasma HBV melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan
nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di
dalam inti asam nukleat HBV akan keluar dari nukleokapsid dan akan
menempel pada DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut.
Selanjutnya DNA HBV memerintahkan sel hati untuk membentuk protein
bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus ini
dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang
kronik disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi.
Apabila reaksi imunologik tidak ada atau minimal maka terjadi keadaan
karier sehat.

Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B


adalah sama yaitu adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan

7
nekrosis sel hati disertai infiltrasi sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis
meluas (masif) terjadi hepatitis akut fulminan. Bila penyakit menjadi kronik
dengan peradangan dan fibrosis meluas didaerah portal dan batas antara
lobulus masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan
bila daerah portal melebar, tidak teratur dengan nekrosis diantara daerah
portal yang berdekatan dan pembentukan septa fibrosis yang meluas maka
terjadi hepatitis kronik aktif.

2.5 FAKTOR PREDISPOSISI


a. Faktor Host (Penjamu)
Adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat
mempengaruhi timbulnya penyakit hepatitis B. Faktor penjamu meliputi:
1. Umur
Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering
pada bayi dan anak (25 - 45,9 %) resiko untuk menjadi kronis,
menurun dengan bertambahnya umur dimana pada anak bayi 90 %
akan menjadi kronis, pada anak usia sekolah 23 -46 % dan pada
orang dewasa 3-10%.8 Hal ini berkaitan dengan terbentuk antibodi
dalam jumlah cukup untuk menjamin terhindar dari hepatitis kronis.
2. Jenis kelamin
Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B
dibanding pria.
3. Mekanisme pertahanan tubuh
Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering
terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang sering terinfeksi
hepatitis B, terutama pada bayi yang belum mendapat imunisasi
hepatitis B. Hal ini karena sistem imun belum berkembang
sempurna.
4. Kebiasaan hidup
Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena
aktivitas seksual dan gaya hidup seperti homoseksual, pecandu obat
narkotika suntikan, pemakaian tatto, pemakaian akupuntur.
5. Pekerjaan
Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah
dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar

8
operasi, petugas laboratorium dimana mereka dalam pekerjaan
sehari-hari kontak dengan penderita dan material manusia (darah,
tinja, air kemih).
b. Faktor Agent
Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus
Hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg.
Berdasarkan sifat imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4
subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan ayr yang menyebabkan perbedaan
geografi dalam penyebarannya.Subtype adw terjadi di Eropah, Amerika
dan Australia. Subtype ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Subtype
adw dan adr terjadi di Malaysia, Thailand, Indonesia. Sedangkan subtype
adr terjadi di Jepang dan China.
c. Faktor Lingkungan
Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang
mempengaruhi perkembangan hepatitis B. Yang termasuk faktor
lingkungan adalah:
1. Lingkungan dengan sanitasi jelek
2. Daerah dengan angka prevalensi VHB nya tinggi
3. Daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata.
4. Daerah unit laboratorium
5. Daerah unit bank darah
6. Daerah tempat pembersihan
7. Daerah dialisa dan transplantasi.
8. Daerah unit perawatan penyakit dalam

2.6 SUMBER DAN CARA PENULARAN


Dalam kepustakaan disebutkan sumber penularan virus Hepatitis B berupa:
a. Darah
b. Saliva
c. Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B
d. Feces dan urine
e. Lain-lain: Sisir, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang
terkontaminasi virus hepatitis B. Selain itu dicurigai penularan melalui
nyamuk atau serangga penghisap darah.
Cara penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu :2
a. Parenteral : dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya
melalui tusuk jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B
dan pembuatan tattoo

9
b. Non Parenteral : karena persentuhan yang erat dengan benda yang
tercemar virus hepatitis B.

Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara


penting yaitu:2
a. Penularan vertikal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang
HBsAg positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa
perinatal. Resiko terinfeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi
antar negara satu dan lain berkaitan dengan kelompok etnik.
b. Penularan horizontal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang
pengidap virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya:
melalui hubungan seksual.

2.7 MANIFESTASI KLINIS


Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis
hepatitis B dibagi 2 yaitu :
1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap
individu yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan
hilangnya virus hepatitis B dari tubuh kropes. Hepatitis B akut terdiri atas:
a. Hepatitis B akut yang khas
Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus
yang jelas. Gejala hepatitis akut terbagi menjadi 4 tahap, yaitu (Sudoyo et
al., 2009):
1) Fase inkubasi
Fase inkubasi adalah waktu masuknya virus dan timbulnya
gejala atau ikterus. Fase inkubasi hepatitis B antara 15-180 hari
dengan rata-rata 60-90 hari
2) Fase prodormal (pra ikterik)
Fase prodormal timbul diantara keluhan pertama dan gejala
ikterus. Fase ini berlangsung singkat yang ditandai dengan
malaise umum, mialgia, artalgia, mudah lelah,gejala saluran
napas atas, dan anoreksia. Dapat timbul nyeri abdomen ringan
dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrium.

10
3) Fase ikterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat muncul bersamaan
dengan gejala-gejala awal yang lain. Setelah timbul ikterus akan
terjadi perbaikan klinis pada pasien.

4) Fase konvalesen (penyembuhan)


Fase ini diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain,
tetapi masih terdapat hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati.
b. Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian
besar mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh
persen akan berakhir dengan kematian. Adakalanya penderita belum
menunjukkan gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan SGOT
memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan fisik, hati menjadi
lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan muntah
yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal akut dengan
anuria dan uremia.
2. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap
individu dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme,
untuk menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan
VHB. Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami
Hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak
menunjukkan perbaikan yang mantap.

2.8 DIAGNOSIS
Oleh karena penderita hepatitis B seringkali tanpa gejala maka
diagnosis seringkali hanya bisa ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium.
Kadangkala baru dapat diketahui pada waktu menjalani pemeriksaan rutin
atau untuk pemeriksaan dengan penyakit-penyakit yang lain.

Tes laboratorium yang dipakai untuk menegakkan diagnosis adalah:


1. Tes antigen-antibodi virus Hepatitis B:
a. HbsAg (antigen permukaan virus hepatatitis B)

11
Merupakan material permukaan/kulit VHB. HBsAg mengandung
protein yang dibuat oleh sel-sel hati yang terinfesksi VHB. Jika hasil
tes HBsAg positif, artinya individu tersebut terinfeksi VHB, karier
VHB, menderita hepatatitis B akut ataupun kronis. HBsAg bernilai
positif setelah 6 minggu infeksi VHB dan menghilang dalam 3
bulan. Bila hasil tetap setelah lebih dari 6 bulan berarti hepatitis telah
berkembang menjadi kronis atau pasien menjadi karier VHB. HbsAg
positif makapasien dapat menularkan VHB.
b. Anti-HBs (antibodi terhadap HBsAg)
Merupakan antibodi terhadap HbsAg. Keberadaan anti-HBsAg
menunjukan adanya antibodi terhadap VHB. Antibodi ini
memberikan perlindungan terhadap penyakit hepatitis B. Jika tes
anti-HbsAg bernilai positif berarti seseorang pernah mendapat
vaksin VHB ataupun immunoglobulin. Hal ini juga dapat terjadi
pada bayi yang mendapat kekebalan dari ibunya. Anti-HbsAg
posistif pada individu yang tidak pernah mendapat imunisasi
hepatitis B menunjukkan bahwa individu tersebut pernah terinfeksi
VHB.
c. HbeAg
Yaitu antigen envelope VHB yang berada di dalam darah. HbeAg
bernilai positif menunjukkan virus VHB sedang aktif bereplikasi
atau membelah/memperbayak diri. Dalam keadaan ini infeksi terus
berlanjut. Apabila hasil positif dialami hingga 10 minggu maka akan
berlanjut menjadi hepatitis B kronis. Individu yang memiliki HbeAg
positif dalam keadaan infeksius atau dapat menularkan penyakitnya
baik kepada orang lain maupun janinnya.

d. Anti-Hbe
Merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang diproduksi oleh
tubuh. Anti-HbeAg yang bernilai positif berati VHB dalam keadaan
fase non-replikatif.
e. HbcAg (antigen core VHB)

12
Merupakan antigen core (inti) VHB, yaitu protein yang dibuat di
dalam inti sel hati yang terinfeksi VHB. HbcAg positif menunjukkan
keberadaan protein dari inti VHB.
f. Anti-Hbc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B)
Merupakan antibodi terhadap HbcAg. Antibodi ini terdiri dari dua
tipe yaitu IgM anti HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti HBc tinggi
menunjukkan infeksi akut. IgG anti-HBc positif dengan IgM anti-
HBc negatif menunjukkan infeksi kronis pada seseorang atau orang
tersebut penah terinfeksi VHB.
2. Viral load HBV-DNA. Apabila positif menandakan bahwa penyakitnya
aktif dan terjadi replikasi virus. Makin tinggi titer HBV-DNA
kemungkinan perburukan penyakit semakin besar.
3. Faal hati. SGOT dan SGPT dapat merupakan tanda bahwa penyakit
hepatitis B-nya aktif dan memerlukan pengobatan anti virus.
4. Alfa-fetoprotein (AFP), adalah tes untuk mengukur tingkat AFP,yaitu
sebuah protein yang dibuat oleh sel hati yang kanker.
5. USG (ultrasonografi), untuk mengetahui timbulnya kanker hati.
6. CT (computed tomography) scan ataupun MRI (magnetic resonance
imaging), untuk mengetahui timbulnya kanker hati.
7. Biopsi hati dapat dilakukan pada penderita untuk memonitor apakah
pasien calon yang baik untuk diterapi antivirus dan untuk menilai
keberhasilan terapi.
Perjalanan alami penyakit HBV sangat kompleks, dengan adanya
kemajuan dalam pemeriksaan HBV DNA, siklus HBV, respon imun dan
pemahaman mengenai genom HBV yang lebih baik, maka perjalanan alami
penyakit HBV dibagi menjadi 4 fase, yaitu
1. Immune tolerance
Ditandai dengan keberadaan HBeAg positif, kadar HBV DNA yang
tinggi, kadar ALT yang normal dan gambaran histology hati yang
normal atau perubahan yang minimal. Fase ini dapat berlangsung 1-4
dekade. Fase ini biasanya berlangsung lama pada penderita yang
terinfeksi perinatal, dan biasanya serokonversi spontan jarang terjadi,
dan terapi untuk menginduksi serokonversi HBeAg biasanya tidak
efektif. Fase ini biasanya tidak memberikan gejala klinis.
2. Immune clearance

13
Ditandai dengan keberadaan HBeAg positif, kadar HBV DNA yang
tinggi atau berfluktuasi, kadar ALT yang meningkat dan gambaran
histology hati menunjukkan keradangan yang aktif, hal ini merupakan
kelanjutan dari fase immune clearance. Pada beberapa kasus, sirosis
hati sering terjadi pada fase ini. Pada fase ini biasanya saat yang tepat
untuk diterapi.
3. Inactive HBsAg carrier state
Fase ini biasanya bersifat jinak (70-80%), ditandai dengan HBeAg
negative, antiHBe positif (serokonversi HBeAg), kadar HBV DNA
yang rendah atau tidak terdeteksi, gambara histologi hati menunjukkan
fibrosis hati yang minimal atau hepatitis yang ringan. Lama fase ini
tidak dapat dipastikan, dan biasanya menunjukkan prognosis yang baik
bila cepat dicapai oleh seorang penderita.
4. Reactivation
Fase ini dapat terjadi pada sebagian penderita secara spontan dimana
kembalinya replikasi virus HBV DNA, ditandai dengan HBeAg
negative, Anti HBe positif, kadar HBV DNA yang positif atau dapat
terdeteksi, ALT yang meningkat serta gambaran histology hati
menunjukkan proses nekroinflamasi yang aktif.

14
Tabel Profil serologis yang dapat ditemukan pada pasien dengan hepatitis B

Tabel Definisi dan kriteria diagnostik pasien dengan infeksi hepatitis B

BAB III
KESIMPULAN

Hepatitis B merupakan persoalan kesehatan masyarakat yang perlu segera


ditanggulangi, mengingat prevalensi yang tinggi dan akibat yang ditimbulkan
hepatitis B.
Penularan hepatitis B terjadi melalui kontak dengan darah / produk darah,
saliva, semen, alat-alat yang tercemar hepatitis B dan inokulasi perkutan dan
subkutan secara tidak sengaja. Penularan secara parenteral dan non parenteral
serta vertikal dan horizontal dalam keluarga atau lingkungan. Resiko untuk
terkena hepatitis B di masyarakat berkaitan dengan kebiasaan hidup yang meliputi

15
aktivitas seksual, gaya hidup bebas, serta pekerjaan yang memungkinkan kontak
dengan darah dan material penderita.

16

You might also like