You are on page 1of 11

Total Shareholder Return (TSR) Total shareholder return adalah tingkat pengembalian yang

diperoleh pemegang saham yang terdiri dari perubahan harga saham dan dividen yang diterima
pemegang saham dari perusahaan. TSR mengharuskan manajer untuk membuat keputusan yang
tepat terkait dengan profitabilitas, pertumbuhan dan free cash flows perusahaan. TSR juga
mengukur kontribusi unit-unit yang ada terhadap capital gain dan dividend yield kepada investor.
Capital gain/loss adalah selisih antara harga jual dengan harga beli. Dividen Total Return Capital
Gain/ Loss Tingkat pengembalian investasi = Arus kas yang diterima + (Harga akhir – harga awal)
Harga awal Perusahaan dapat meningkatkan TSR dengan berfokus kepada tiga financial driver yaitu
profitabilitas, investasi dan free cash flow seperti diperlihatkan dalam gambar berikut ini. Total
Shareholder Return Dividen Capital Gain Free Cash Flow Profitability Growth (Investment)
Perusahaan dapat meningkatkan capital gain dengan cara meningkatkan keuntungan dan
berinvestasi untuk mendukung keuntungan di masa depan. Oleh karena itu, keputusan investasi
yang tepat akan mempengaruhi pertumbuhan perusahaan ke depan yang tercermin dalam harga
saham perusahaan yang merupakan cerminan dari prospek perusahaan di masa depan. Free cash
flow yang besar akan mampu meningkatkan pembayaran dividen kepada pemegang saham tetapi
besar atau kecilnya dividen bergantung pada jumlah proyek potensial yang dimiliki perusahaan. Jika
perusahaan masih memiliki jumlah proyek yang potensial dalam jumlah besar maka kelebihan kas
yang ada sebaiknya direinvestasikan ke proyek-proyek tersebut.

Kelemahan TSR adalah tidak memperhitungkan risiko dalam menentukan tingkat pengembalian
kepada pemegang saham. Dua perusahaan yang memiliki TSR yang sama belum tentu memiliki
tingkat risiko yang sama. TSR mengasumsikan penetapan harga saham sudah efisien. Sangatlah sulit
untuk menilai sejauh mana tingkat pengembalian saham yang melampaui target disebabkan oleh
kualitas manajemen yang baik dan seberapa besar karena ada ekspektasi investor pada awal dan
akhir periode pengukuran TSR. Jika pasar tidak efisien dalam penetapan harga dan dapat saja
berubah karena adanya pesimisme dan optimisme, maka TSR akan menjadi ukuran yang tidak
handal untuk mengukur kinerja manajemen. TSR sangat tergantung pada periode waktu yang dipilih.
TSR yang dihitung selama tiga periode dapat berbeda dengan TSR yang dihitung untuk satu periode.

CONTOH :

Pak Andi membeli 1.000 lembar saham PT. XYZ pada 3 januari 2012. Harga saham PT. XYZ
Rp.1.000/lembar. Selama tahun 2012 PT. XYZ membagikan deviden Rp.50/lembar saham. Harga
saham PT. XYZ diakhir tahun 2012 Rp.1.200/lembar.

Berapakah tingkat pengembalian investasi Pak Andi di saham PT. XYZ di tahun 2012?

Nilai investasi awal ( 3 Jan 2012 ) = Rp.1.000 x 1.000 lembar = Rp.1.000.000

Arus kas berupa dividen di 2012 = Rp.50 x 1.000 lembar = Rp.50.000

Capital gain di 2012 = (Rp.1.200 – Rp.1.000) x 1.000 lembar

= Rp.200.000

Tingkat pengembalian 2012 = Rp.50.000 + Rp.200.000

Rp.1.000.000

= 25%

2. Wealth Added Index (WAI)


Wealth added index mengukur total arus kekayaan selama satu periode tertentu (arus kas untuk
pemegang saham yang berasal dari kenaikan nilai pasar ekuitas, dividen dan pembelian kembali
saham, serta nilai bersih dari penerbitan ekuitas baru) di atas tingkat pengembalian yang diharapkan
(expected return) dari nilai pasar ekuitas perusahaan saham. Proxy dari tingkat pengembalian yang
diharapkan adalah biaya ekuitas (cost of equity). Perusahaan menciptakan nilai untuk pemegang
sahamnya hanya apabila tingkat pengembalian untuk pemegang saham (yang berasal dari
pembagian dividen dan kenaikan harga saham) lebih besar dari biaya ekuitasnya. Berikut adalah
formula dari Wealth Added: WA = ∆ kapitalisasi pasar + dividen – penerbitan saham baru – tingkat
pengembalian yang diharapkan Dimana: Kapitalisasi pasar adalah jumlah saham beredar dikalikan
dengan harga pasar saham ∆ Kapitalisasi pasar adalah kapitalisasi pasar akhir tahun dikurangi
kapitalisasi pasar awal tahun. Tingkat pengembalian yang diharapkan adalah kapitalisasi pasar awal
tahun dikalikan dengan biaya ekuitas.

Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, pemeringkatan SWA100 2014 ini menggunakan metode


Wealth Added Index (WAI). Metode ini dikembangkan oleh Stern Value Management dan
merupakan indicator adanya kelebihan kekayaan yang dihasilkan di atas return minimal yang
diharapkan pemegang saham atau investor. Harapan return itu sendiri berdasarkan potential cost
plus risiko yang ditanggung investor, yang kemudian diterjemahkan dalam cost of equity (CoE).

Perusahaan akan menghasilkan WAI positif apabila total return yang dihasilkan untuk pemegang
saham, atau total shareholder return (TSR), lebih tinggi dari CoE-nya. Jika saham perusahaan itu
hanya menghasilkan TSR sama besarnya dengan CoE-nya, saham perusahaan itu dianggap belum
menghasilkan wealth added. Bahkan, jika TSR-nya lebih kecil dari CoE-nya, akan menghasilkan WAI
negatif yang berarti terjadi penghancuran kekayaan.

Dalam mengalkulasi CoE, Stern menggunakan benchmarkrate obligasi pemerintah jangka panjang,
industry/company risk dan market risk premium. Karena itu, CoE perusahaan bisa berbeda-beda,
terutama jika berada di industri yang berbeda.

Rumus dalam menghitung WAI:

WAI = Kapitalisasi Pasar (di awal periode) x (TSR – CoE)

Dalam peringkat SWA100, sebelum dilakukan pemeringkatan dipilih lebih dulu 100 perusahaan
berkapitalisasi terbesar di awal perhitungan. Setelah dihitung perolehan WAI-nya, kemudian
diperingkat. Besarnya angka WAI ini dipengaruhi oleh size perusahaan, yang dalam hal ini
rujukannya adalah nilai kapitalisasi pasarnya (harga saham dikalikan jumlah saham).

WAI dalam peringkat SWA100 ini dihitung secara harian selama kurun waktu lima tahun. Untuk
peringkat SWA100 2014, periode penghitungannya tahun 2009-2013. Semua data yang
berhubungan dengan pasar diperoleh dari Bloomberg.

Contoh perhitungan Wealth Added Index (WAI):

Vodafone memiliki kapitalisasi pasar sebesar £61,685m pada tanggal 18 September 2002. 5 tahun
kemudian, kapitalisasi pasar meningkat menjadi £88,291m. Selama 5 tahun tersebut, pemegang
saham membeli saham baru perusahaan sebesar £802. Dividen yang dibagikan kepada pemegang
saham selama 5 tahun bernilai £31,278m. Tingkat bunga bebas risiko adalah sebesar 4,41% beta
perusahaan diperkirakan adalah 1 dan market risk premium adalah 5%.
Berapakah Wealth Added Index Vodafone selama 5 tahun? Tingkat pengembalian yang
dipersyaratkan (k) dengan menggunakan pendekatan CAPM

k= rf + β (Rm - rf) = 4.41% + 1 (5%) = 9.41%

k selama 5 tahun = (1 + 9.41%)^5 - = 57%

Penambahan dalam kapitalisasi pasar 26,606m

Penjualan saham ke pemegang saham -802

Dividen dan pembelian kembali saham 31,278m

Tingkat pengembalian yang dipersyaratkan -35.160m (61,685m x 57%)

Wealth Added Index 21,292

3. Market Value Added (MVA)

Stern Steward and Co juga telah mengembangkan konsep yang disebut dengan Market Value Added
(MVA). MVA adalah selisih antara nilai pasar saham dan utang perusahaan dan jumlah modal yang
ditempatkan di perusahaan oleh kreditur dan pemegang saham. MVA = Market Value – invested
capital Keterangan: Market value = nilai utang, saham preferen, dan saham biasa saat ini Invested
capital = seluruh kas yang diperoleh dari penyedia dana atau berasal dari keuntungan yang
diinvestasikan kembali pada investasi baru di perusahaan sejak perusahaan didirikan. Dalam
prakteknya, nilai dalam laporan posisi keuangan (dengan sedikit penyesuaian) yang digunakan.

Menurut Steward (dalam Rahayu, 2007: 32), Market Value Added (MVA) suatu pengukur kinerja
yang tepat untuk menilai sukses tidaknya perusahaan dalam menciptakan kekayaan bagi pemiliknya.
Jadi, kekayaan atau kesejahteraan pemilik perusahaan (pemegang saham) akan bertambah bila
Market Value Added (MVA) bertambah.

Pengertian tentang MVA diungkapkan oleh Sartono (2001) sebagai berikut : kemakmuran pemegang
saham dimaksimumkan dengan memaksimumkan kenaikan nilai pasar dari modal perusahaan di atas
nilai modal yang disetor pemegang saham. Kenaikan ini disebut MVA.

Market Value Added (MVA) adalah perbedaan antara modal yang ditanamkan di perusahaan
sepanjang waktu (untuk keseluruhan investasi baik berupa modal, pinjaman, laba ditahan dan
sebagainya) terhadap keuntungan yang dapat diambil sekarang, yang merupakan selisih antara nilai
buku dan nilai pasar dari keseluruhan tuntutan modal. Market Value Added (MVA) menjelaskan
seberapa besar kekayaan yang dapat diciptakan atau dihilangkan saat ini. Dari metode pertambahan
nilai Market Value Added (MVA) ini dapat diperlihatkan valuasi perusahaan publik. Hal tersebut
menjelaskan seberapa besar kekayaan yang dapat diciptakan ataupun sebaliknya dihilangkan oleh
perusahaan selama melakukan kegiatan operasionalnya.

Market Value Added (MVA) dari sebuah perusahaan merupakan hasil dari selisih nilai pasar
perusahaan dikurangi oleh komponen biaya yang telah dikeluarkan perusahaan untuk modal
investasinya. Nilai pasar perusahaan ditandai dengan perolehan besarnya nilai perusahaan yang
dihargai pada pasar saham, yang merupakan pengali antara harga saham dan jumlah saham yang
tersedia. Market Value Added (MVA) merupakan kenaikan nilai pasar suatu perusahaan yang
dilakukan dengan memaksimumkan selisih antara Market Value of Equity dengan jumlah yang
ditanamkan investor ke dalam perusahaan agar kemakmuran pemegang saham maksimum. Market
Value Added (MVA) mencerminkan seberapa besar nilai tambah yang berhasil dikapitalisasi dan
memperbesar nilai kapital yang digunakan oleh perusahaan (Ruky, 1997).Persamaan dari Market
Value Added (MVA), sebagai berikut (Young dan O’Byrne 2001: 26).

MVA = (Nilai pasar − Nilai nominal per lembar saham) * Jumlah saham

Konsep Market Value Added (MVA) terdiri dari :

a. Jumlah saham yang beredar yaitu jumlah saham yang beredar pada tahun tertentu dari
masing-masing emiten.

b. Harga saham adalah harga pasar saham pada saat penutupan akhir suatu tahun tertentu.

c. Earning Per Share (EPS) merupakan salah satu rasio keuangan yang sering digunakan investor
saham atau calon investor untuk menganalisis kemampuan perusahaan mencetak laba berdasarkan
saham yang dimiliki.

Earning Per Share (EPS) = Laba Bersih – Deviden Saham Preferen / Rata-rata Tertimbang Jumlah
Saham Biasa yang Beredar.

Earning Per Share (EPS) dapat digunakan untuk menganalisis profitabilitas suatu saham oleh para
analis surat berharga. Earning Per Share (EPS) positif berarti perusahaan mengalami laba dan
sebaliknya.

MVA harus menjadi tujuan utama perusahaan yang menitikberatkan pada kemakmuran pemegang
saham. Tujuan utama perusahaan adalah memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham yang
dilakukan dengan memaksimumkan MVA (Stewart III, 1991; Ruky, 1997; Mirza & Imbuh 1999).

Berdasarkan MVA dapat dibuat kontrak untuk menentukan besarnya bonus kinerja bagi pengelola.
Masalahnya, MVA adalah ukuran kumulatif jangka panjang. Padahal bonus kinerja biasanya perlu
dibayar tiap tahun. Sebagai pendekatan bagi penciptaan nilai setiap tahunnya, diperkenalkan konsep
Economic Value Added (EVA) atau konsep nilai tambah ekonomis.

EVA adalah laba operasional bersih setelah pajak dikurangi biaya modal. Biaya modal telah
mencakup biaya bunga hutang dan biaya ekuitas (biaya modal sendiri). Jika laba ini lebih besar dari
biaya modal, maka terciptalah nilai tambah bagi perusahaan. Dalam jangka panjang, penciptaan nilai
tahunan ini akan tercermin dalam MVA

Bonus bagi pengelola dapat diberikan tiap akhir tahun dalam bentuk tunai dihitung berdasarkan
persentase dari EVA atau bisa juga dalam jangka panjang berupa saham atau yang lebih tinggi lagi
seperti opsi saham sebagai persentase dari MVA. Dengan penetapan bonus kinerja seperti ini,
keinginan pengelola akan lebih sejalan dengan keinginan pemilik.

Market value added (MVA) adalah perbedaan antara modal yang ditanamkan di perusahaan
sepanjang waktu (untuk keseluruhan investasi baik berupa modal, pinjaman, laba ditahan dan
sebagainya) terhadap keuntungan yang dapat diambil sekarang, yang merupakan selisih antara nilai
buku dan nilai pasar dari keseluruhan tuntutan modal.

Jumlah saham yang beredar

Harga saham - MVA

Nilai buku ekonomis per lembar saham

PERHITUNGAN MVA

Nilai tambah pasar MVA dari sebuah perusahaan merupakan hasil dari selisih nilai pasar perusahaan
dikurangi oleh komponen biaya yang telah dikeluarkan perusahaan untuk modal investasinya. Nilai
pasar perusahaan ditandai dengan perolehan besarnya nilai perusahaan yang dihargai pada pasar
saham, yang merupakan pengali antara harga saham dan jumlah saham yang tersedia.

MVA merupakan kenaikan nilai pasar suatu perusahaan yang dilakukan dengan memaksimumkan
selisih antara market value of equity dengan jumlah yang ditanamkan investor ke dalam perusahaan
agar kemakmuran pemegang saham maksimum. MVA mencerminkan seberapa besar nilai tambah
yang berhasil dikapitalisasi dan memperbesar nilai kapital yang digunakan oleh perusahaan (Ruky,
1997).

Perhitungan MVA adalah sebagai berikut (Brigham & Gapenski,

1999) :

MVA = Market value of equity–Equity capital supplied by shareholders

MVA = Nilai pasar – Modal diinvestasikan

MVA = (Market value–Book value) x shares outstanding

Berdasarkan formula diatas, kekayaan atau kesejahteraan pemilik akan bertambah jika MVA
bertambah.

Nilai pasar perusahaan merupakan nilai pasar terhadap keseluruhan tuntutan terhadap aktiva
perusahaan, yaitu berupa ekuitas, bunga minoritas dan hutang.

Nilai pasar perusahaan = nilai pasar saham biasa + bunga minoritas + hutang jangka pendek + hutang
jangka panjang + hutang jangka panjang lain

Untuk menghitung nilai MVA, langkah yang harus ditempuh:

1. Jumlah saham yang beredar (the number of shareoutstanding) yaitu jumlah saham yang
beredar pada tahun tertentu dari masing-masing emiten.

2. Harga saham (share price)adalah harga pasar saham pada saat penutupan akhir suatu tahun
tertentu.
3. Menghitung nilai buku ekonomis per lembar saham EPS(economic bookvalue per share)
merupakan salah satu rasio keuangan yang sering digunakan investor saham atau calon investor
untuk menganalisis kemampuan perusahaan mencetak laba berdasarkan saham yang dimiliki.

EPS = laba bersih – deviden saham preferen / rata-rata tertimbang jumlah saham biasa yang
beredar.

EPS dapat digunakan untuk menganalisis profitabilitas suatu saham oleh para analis surat berharga.
EPS positif berarti perusahaan laba dan sebaliknya.

Dari hasil MVA dapat diklasifikasikan perusahaan dengan MVA tinggi dan perusahaan dengan MVA
rendah.

Perusahaan dengan MVA tinggi :

- Memiliki nilai pasar (market value) lebih besar yang berarti perusahaan tersebut dihargai lebih
baik di pasarnya daripada nilai bukunya

- Memiliki nilai buku yang lebih rendah dari nilai pasarnya

- Memiliki jumlah saham yang beredr lebih banyak

- Kinerja harga saham yang lebih baik dan aktif dalam transaksi sehingga adanya rata-rata
kenaikan harga saham perusahaan yang ditawarkan di pasar

- Kinerja perusahaan yang lebih baik

Dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai MVA rendah.

Untuk mengkasifikasikan apakah perusahaan mempunyai MVA yang tinggi atau rendah, terlebih
dahulu perlu diketahui nilai rata-rata dari perusahaan-perusahaan. Setelah nilai rata-rata diperoleh
baru dapat ditentukan bahwa MVA di bawah nilai rata-rata adalah MVA dengan klasifikasi rendah
dan MVA di atas nilai rata-rata adalah MVA klasifikasi tinggi.

Cara meningkatkan MVA dapat dilakukan dengan tiga cara (Stewart III, 1992) yaitu :

1. Meningkatkan efisiensi operasional yang berpengaruh dan selisih antara rate of return dan
WACC (Weighted Average Cost of Capital). Rate of return = NOPAT/ capital. Capital = jumlah dana
yang terdiri dari hutangberbunga dan ekuitas saham.

2. Menambah jumlah modal yang diinvestasikan ke dalam suatu proyek di mana selisih antara
rate of return dan WACC (Weighted Average Cost ofCapital) berharga positif.

Menarik kembali modal dari operasional jika rate of return lebih kecil dari WACC.

Contoh: PT. ABC didirikan pada dua puluh tahun lalu dengan modal yang berasal dari saham biasa
sebesar Rp15 milyar. Perusahaan tidak memiliki utang jangka panjang dan saham preferen. Seluruh
laba bersih yang dihasilkan diberikan kepada pemegang saham. Saat ini, nilai pasar saham PT. ABC
adalah sebesar Rp40 milyar. Berapakah MVA PT. ABC?
MVA = Rp40 milyar – Rp 15 milyar = Rp 25 milyar.

Dalam praktek, nilai pasar utang jangka panjang dan saham preferen diasumsikan sama dengan nilai
bukunya. Hal ini menyebabkan munculnya MVA dengan versi lain. MVA = Nilai pasar saham biasa –
nilai saham biasa.

Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika menggunakan MVA

1. Memperkirakan jumlah kas yang diinvestasikan

Mengukur jumlah modal yang dimasukkan atau ditahan dalam bisnis setelah diperdagangkan
beberapa tahun dapat menghadirkan masalah. Misalnya, apakah pengeluaran penelitian dan
pengembangan menghasilkan aset atau dibebankan pada laporan laba rugi? Laporan Posisi
Keuangan yang disusun oleh akuntan tidak dirancang untuk mengukur modal yang dipasok oleh
penyedia modal.

2. Kapan nilai diciptakan?

Fakta bahwa hasil MVA yang positif sering dibatasi saat akan digunakan untuk mengevaluasi
manajemen yang ada. Misalnya MVA yang ada saat ini adalah hasil dari manajemen-manajemen
sebelumnya sehingga sulit untuk menentukan berapa MVA yang diciptakan oleh manajemen yang
ada saat ini.

3. Apakah tingkat pengembaliannya cukup tinggi?

Sangat sulit untuk mengetahui apakah MVA yang dihasilkan sudah cukup sehingga memberikan
tingkat pengembalian yang memuaskan untuk penyedia modal.

4. Inflasi mendistorsi angka MVA

Jika elemen modal yang digunakan untuk mengukur MVA berasal dari angka-angka yang ada pada
Laporan Posisi Keuangan dan terjadi inflasi maka nilai dari modal yang digunakan akan lebih rendah
dari yang sebenarnya. Hasilnya MVA akan kelihatan lebih tinggi.

5. Percaya bahwa harga pasar saham adalah selalu benar selamanya.

Ini adalah asumsi yang paling menganggu karena MVA tidak harus selalu membutuhkan efisiensi
pada penetapan harga.

6. MVA bukan ukuran yang absolut

Perusahaan besar akan selalu memiliki MVA yang besar. Hal ini membuat perbandingan MVA antara
perusahaan-perusahaan yang ada menjadi sulit karena adanya perbedaan ukuran modal
perusahaan.

4. Excess Return

Menganalisis jumlah modal yang diinvestasikan tahun lalu dan kemudian membebankan perusahaan
atas pemakaian modal tersebut selama satu tahun. Formula: Excess return = Kekayaan Aktual –
Kekayaan yang diharapkan
Contoh 1: Seorang Manajer mengharapkan tingkat pengembalian investasi pada akhir tahun sebesar
10%. Kemudian kenyataan yang terjadi pada akhir tahun tingkat pengembalian sebesar 12%.
Kelebihan 2% tersebut merupakan Excess Return.

Contoh2:

PT. RST didirikan 5 tahun lalu dengan modal berupa saham biasa sebesar Rp 10 milyar (asumsikan
tidak ada utang). Pada saat tersebut ekuitas yang ditanamkan dapat menghasilkan tingkat
pengembalian sebesar 10 % per tahun. Perusahaan menghasilkan setelah pajak sebesar Rp.1 Milyar
di tahun kedua dan tahun ketiga. Seluruh keuntungan dibagikan sebagai deviden. Nilai pasar dari
saham PT.RST saat ini adalah Rp.11milyar.

Berapakah excess return PT.RST ?

Dividen yang diteriam 3 tahunlalu + 1 m x ( 1 +10%)3= Rp.1,331 milyar

Dividen yang diteriam 2 tahunlalu + 1 m x ( 1 +10%)2 = Rp.1,201 milyar

Nilai pasar saham saat ini = Rp.11 milyar

Kekayaan actual = Rp.13,54milyar

Expected wealth = 10 m x (1+10%)5 = Rp.16.1 milyar

Excess return = Rp.13,54milyar – Rp.16,1 milyar

= - Rp.2,599 milyar

5. Market to Book Ratio Market to book ratio

Market to Book Ratio Market to book ratio adalah nilai pasar ekuitas perusahaan dibagi dengan nilai
buku dari ekuitasnya. Nilai pasar ekuitas perusahaan diperoleh dengan cara mengkalikan harga pasar
saham per lembar dikalikan dengan jumlah saham yang beredar. Nilai buku ekuitas diperoleh dari
total ekuitas dikurangi dengan saham preferen yang ada di Laporan Posisi Keuangan. Formula :
Market to book ratio = Nilai pasar ekuitas per lembar / Nilai buku ekuitas per lembar. Semakin
optimis investor akan pertumbuhan perusahaan di masa depan, semakin tinggi nilai market to book
rationya. Rasio ini digunakan sebagai ukuran dari nilai relatif. Saham perusahaan dengan nilai rasio
market to book yang rendah dianggap sebagai value stock, sedangkan saham perusahaan dengan
rasio yang tinggi dianggap sebagai growth stock.

Contoh:

PT XYZ memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp 50 milyar. Nilai buku ekuitas sebesar Rp16 milyar
sehingga MBR adalah Rp 50 milyar/Rp16 milyar = Rp3.125 milyar
LAPORAN STUDI KASUS

FLINDER VALVES AND CONTROLS INC

LATAR BELAKANG KASUS

FVC Adalah Produsen Flinder Valves dan Peganti Panas berdiri tahun 1980 di Negara bagian
California selatan dengan Presiden perusahaan bernama Bill Finder. Tahun 1987 FVC Mengakuisisi
Properti baik yang dimiliki dan disewakan. Pada tahun 1996 FCV go public yang kemudian
perusahaan Auden sebegai pemegang 20% saham biasa. Auden Company adalah sebuah perusahaan
besar yang merupakan saluran distribusi asing penting di bawah pengaturan distributor ekslusif.
Sekitar 15% penjualan FVC data dari Auden. Penjualan Asing melalui Auden dan Staff menyumbang
30 % dari penjualan FVC.

FCV menarik perhatian RSE Internasional (Perusahaan yang berdiri pada tahun 1970 oleh Tom Eliot)
jarena kontrak dari pemerintah AS. Meraka diadakan untuk pengembangan system control hodrolik
cangih “widening gyre”. Pada bulan mei 2008 RSE mengakuisisi FVC karena Ekonomi AS teleh
menderita di bidag keuangan, terorisme, perang, dll yang menjadikan pimpinan perusahaan
khawatir tentang peluang dan risiko.

PEMBAHASAN KASUS

Ketiga perusahaan tersebut (FCV, RSE dan Auden) memiliki manajemen yang bagus dan memilki
kekuatan dan kelemahan tersendiri dipasar indutri. mereka adalah pesaing yang besar di dunia
indutri. Adapun kekuatan dan kelemahan nya adalah :

FCV

RSE International

Auden

Kekuatan :

- Perusahaan mempunyai teknologi yang canggih meskipun hanya perusahaan yang berskala kecil
(Inovasi yang berkatan dengan penerbangan, pertahanan).

- Perusahaan telah mengembangkan penelitian dan pengembangan untuk memenuhi kebutuhan


industri yang dinamis

Kelemahan :

- Perusahaan tidak dapat melakukan efisiensi sehingga biaya yang dikeluarkan terlalu besar.

- Perusahaan mengalami kesulitan dana dalam membiayai penelitian dan pengembangan industri.

Kekuatan :

- Menghasilkan Produk yang beragam sehingga dapat menguasai pasar (CORE Proyek).
- Produsen berbiaya rendah yang memiliki pengetahuan produksi yang tidak biasa.

Kelemahan :

- Memiliki pasar saham Undervalued.

- Kebutuhan untuk meningkatkan margi keuntungan.

- Tidak ada koneksi internasional.

Kekuatan :

- Memiliki pemeran koneksi internasional yang luas.

Kelemahan :

- Tidak ingin bekerjasama dengan RSE dan hanya ber hubungan dengan FCV (pada hal ini adalah
sebuah hal yang menguntungkan).

Permasalahan dalam akuisisi

Alasan FCV menjual dirinya ke RSE :

a) Karena FVC akan mendapat manfaat dengan arus kas yang lebih kuat, laba bersih yang lebih
besar ketika bergabung. (hal ini dapat di lihat pada Financial Statements FVC yang semakin
meningkat setelah RSE melakukan akuisisi pada FVC lampiran 10).

b) FVC tidak memiliki utang jangka panjang setelah akuisisi berlangsung. Suatu pertimbangan
manajemen mengenai pendanaan atas penelitian untuk mengemangkan produk FVC, mengingat Bill
Flinder mendekati pensiun, Flinder berpikir apa bila FVC maju sendiri untuk membiayai proyeknya
akan menimbulkan utang baru yang besar. Dengan pendanaan dari RSE ini menggindari FVC
memiliki Utang Jangka Panjang.

c) Adanya kesepakan akuisisi untuk menjaga indentitasnya sehingga dia dapat mempertahankan
merk produk nya.

d) 70 % dari saham FVC dimiliki oleh direksi dan keluarga RSE.

e) RSE adalah produsen berbiaya rendah yang memiliki pengetahuan produksi yang tidak biasa ini
sangat kompetitif di industry.

Manfaat akuisisi

- Mendapatkan suntikan dana untuk memperluas dan membiayai penelitian lebih lanjut.

- Perusahaan mendapatkan akses pemasaran dan distribusi yang lebih besar.

- Terjadi produk yang saling silang dengan produk RSE yang lain.

- Estimasi nilai ekonomi yang besar berdasarkan investasi yang dibutuhkan untuk memberikan
semacam teknologi kepada pasar.
- Peningkatan ekuitas memungkinkan lebih banyak penelitian dan pengembangan hal ini berarti
FVC ingin meningkatan produk dengan perlindungan paten.

KESIMPULAN

Dilihat dari kelemahan RSE, RSE tidak mempunyai koneksi internasional. Hal ini memberikan option
untuk RSE berkerjasama dengan Auden yang memiliki jaringan internasional selain itu RSE juga
memiliki sebagian saham biasa dari FVC. Akan tetapi Auden tidak ingin melakukan bisnis dengan RSE
tetapi hanya berhubungan dengan FVC. RSE dan FVC bernegosiasi untuk hal itu karena hal tersebut
menguntungkan keduanya.

Flinder dapat memperluas pemasaran dan dapat berkembang menjadi lebih besar.

Lini bisnis RSE Internasional dapat menjadi lebih besar.

Meningkatkan laba RSE Internasional karena ada penghematan biaya pada perusahaan akuisisnya
yaitu Flinder.

You might also like