You are on page 1of 28

Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1 Gula Darah

2.1.1 Definisi

Glukosa atau gula darah adalah suatu gula monosakarida, merupakan salah satu
karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga utama dalam tubuh. Glukosa
merupakan prekursor untuk sintesis semua karbohidrat lain di dalam tubuh seperti glikogen,
ribosa dan deoksiribosa dalam asam nukleat, galaktosa dalam laktosa susu, dalam glikolipid,
dan dalam glikoprotein dan proteoglikan.5 Glukosa merupakan pemecahan dari karbohidrat
kompleks yang mana prosesnya akan dijelaskan pada subtopik karbohidrat.

2.1.2 Kadar Gula Darah

Kadar gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat gula darah di dalam
darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam
tubuh.5

Menurut kriteria diagnostik Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) 2015,


seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dL
dan pada uji sewaktu >200 mg/dL. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan
meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah yang
normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah.
Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum
cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya dan kadar gula darah sewaktu
normal berkisar antara 80-199 mg/dl.5,6

Macam-macam pemeriksaan kadar gula darah:5

1. Glukosa darah sewaktu: Pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu
sepanjang hari tanpa memperhatikan makanan terakhir yang dimakan dan kondisi
tubuh orang tersebut.
2. Glukosa darah puasa: Pemeriksaan glukosa darah puasa adalah pemeriksaan glukosa
yang dilakukan setelah pasien berpuasa selama 8-10 jam,
3. Gula darah 2 jam post-prandial: Pemeriksaan glukosa 2 jam setelah makan adalah
pemeriksaan yang dilakukan 2 jam dihitung setelah pasien menyelesaikan makan.
2.2 Metabolisme

Metabolisme adalah segala proses reaksi kimia yang terjadi di dalam makhluk hidup,
mulai makhluk hidup bersel satu yang sangat sederhana seperti bakteri, protozoa, jamur,
tumbuhan, hewan; sampai mkhluk yang susunan tubuhnya kompleks seperti manuasia. Di
dalam proses ini, makhluk hidup mendapat, mengubah dan memakai senyawa kimia dari
sekitarnya untuk mempertahankan hidupnya.7

Metabolisme meliputi proses sintesis (anabolisme) dan proses penguraian


(katabolisme) senyawa atau komponen dalam sel hidup. Semua reaksi metabolisme dikatalis
oleh enzim. Hal lain yang penting dalam metabolisme adalah peranannya dalam
penawaracunan atau detoksifikasi, yaitu mekanisme reaksi pengubahan zat yang beracun
menjadi senyawa tak beracun yang dapat dikeluarkan dari tubuh.8

Anabolisme dibedakan dengan katabolisme dalam beberapa hal:7,8,9,10


a. Anabolisme merupakan proses sintesis molekul kimia kecil menjadi molekul kimia
yang lebih besar, sedangkan katabolisme merupakan proses penguraian molekul besar
menjadi molekul kecil.
b. Anabolisme merupakan proses membutuhkan energi, sedangkan katabolisme
melepaskan energi.
c. Anabolisme merupakan reaksi reduksi, katabolisme merupakan reaksi oksidasi
d. Hasil akhir anabolisme adalah senyawa pemula untuk proses katabolisme.

2.2.1 Metabolisme karbohidrat

Karbohidrat merupakan salah satu dari tiga bahan makanan pokok manusia disamping
lemak dan protein. Dalam makanan, karbohidrat terdapat sebagai polisakarida yang dibuat
dalam tumbuhan dengan cara fotosintesis. Disamping dalam tumbuhan, dalam tubuh hewan
dan manusia juga terdapat karbohidrat yang merupakan sumber energi yaitu glikogen.

Hidrolisis karbohidrat dalam pencernaan makanan berlangsung dalam mulut, lambung


maupun usus. Hasil dari proses ini adalah glukosa, fruktosa, galaktosa, manosa dan
monosakarida lainnya dimana senyawa-senyawa tersebut akan diabsorpsi melalui dinding
usus dan dibawa ke hati oleh darah.
Dalam sel-sel tubuh, karbohidrat mengalami berbagai proses kimia yang memiliki
peranan penting. Reaksi-reaksi tersebut tidak dapat berdiri sendiri tetapi saling berhubungan
dan saling mempengaruhi. Sebagai contoh, apabila banyak glukosa yang teroksidasi untuk
memproduksi energi maka glikogen dalam hati akan terhidrolisis untuk membentuk glukosa.
Dalam hubungan antar-reaksi ini enzim mempunyai peranan sebagai pengatur. Proses kimia
yang terjadi dalam sel ini disebut metabolisme. Proses-proses metabolisme karbohidrat
adalah sebagai berikut:8,9,10,11

1. Glikolisis
Pada glikolisis, terdapat dua jalur yaitu aerob (yang menggunakan oksigen)
dan anaerob (tidak menggunakan oksigen). Reaksi anaerob adalah reaksi yang
mengubah glukosa menjadi asam laktat dan yang akan menghasilkan 2 ATP/mol
glukosa, sedangkan pada reaksi aerob terjadi perubahan glukosan menjadi piruvat di
dalam sitosol yang akan menghasilkan 8 ATP/mol glukosa. Glikolisis aerob dapat
dibagi ke dalam beberapa tahap, yaitu :
1. Pengubahan glukosa menjadi glukosa-6-fosfat dengan reaksi fosforilasi dengan
katalis enzim heksokinase atau glukokinase. Heksokinase terdapat pada semua sel
yang akan bertugas mengkatalisis heksosa lainnya (glukosa, fruktosa, galaktosa)
selain itu fungsi utamanya adalah menyediakan glukosa untuk jaringan, sedangkan
glukokinase terdapat pada hepar yang memiliki afinitas terhadap glukosa yang
kecil dan memiliki fungsi untuk menyingkirkan glukosa dari darah setelah makan.
2. Tahap kedua adalah reaksi isomerisasi yaitu pengubahan glukosa-6-fosfat dengan
bantuan enzim fosfoglukoisomerase dan tidak memerlukan kofaktor.
3. Fruktosa-6-fosfat diubah menjadi fruktosa-1,6-difosfat oleh enzim
fosfofruktokinase dibantu oleh ion Mg2+ sebagai kofaktor. Dalam reaksi ini gugus
fosfat dipindahkan dari ATP ke fruktosa-6-fosfat dan ATP berubah menjadi ADP.
Fosfofruktokinase merupakan enzim kunci yang peran penting dalam pengaturan
kecepatan glikolisis.
4. Penguraian fruktosa-1,6-difosfat membentuk dua molekul triosa fosfat yaitu
dihidroksi aseton fosfat dan D-gliseraldehida-3-fosfat dengan bantuan enzim
aldolase sebagai katalis.
5. Gliseraldehid 3-fosfat dapat berubah menjadi dihidroksi aseton fosfat dan
sebaliknya (reaksi interkonversi) dengan bantuan enzim triosafosfat isomerase.
6. Reaksi oksidasi gliseraldehida-3-fosfat menjadi asam 1,3-difosfogliserat dengan
bantuan enzim gliseraldehida-3-fosfat dehidrogenase. Dalam reaksi ini digunakan
koenzim NAD+, sedangkan gugus fosfat diperoleh dari asam fosfat. Dihidroksi
aseton fosfat bisa diubah menjadi gliseraldehid 3-fosfat maka juga dioksidasi
menjadi 1,3-bifosfogliserat.
7. Tahap ketujuh, reaksi pengubahan asam 1,3-bisfosfogliserat menjadi asam 3-
fosfogliserat dengan bantuan enzim fosfogliseril kinase sebagai
katalisnya. Senyawa sisa yang dihasilkan adalah 3-fosfogliserat. Dalam reaksi ini
terbentuk satu molekul ATP dan ADP dan ion Mg++ sebagai kofaktor. ADP adalah
senyawa fosfat berenergi tinggi maka reaksi ini mempunyai fungsi untuk
menyimpan energi yang dihasilkan oleh proses glikolisis dalam bentuk ATP.
Karena ada dua molekul 1,3-bifosfogliserat, maka energi yang dihasilkan adalah 2
ATP.
8. Fosfogliseril mutase bekerja sebagai katalis pada reaksi pengubahan asam 3-
fosfogliserat menjadi asam 2-fosfogliserat. Enzim ini berfungsi memindahkan
gugus fosfat dari satu atom C ke atom C lain dalam satu molekul.
9. Reaksi pembentukan asam fosfoenol-piruvat dari asam 2-fosfogliserat dengan
katalis enzim enolase dan ion Mg++ sebagai kofaktor. Reaksi pembentukan asam
fosfoenol piruvat ini ialah reaksi dehidrasi. Adanya ion F- (flourida) dapat
menghambat kerja enzim enolase sebab ion F- dengan ion Mg++ dan fosfat dapat
membentuk kompleks magnesium fluoro fosfat yang menyebabkan berkurangnya
jumlah ion Mg++ dalam campuran reaksi, akibatnya efektivitas reaksi berkurang.
10. Reaksi pemindahan gugus fosfat dari asam fosfoenol piruvat ke ADP dengan
piruvat kinase sehingga terbentuk molekul ATP dan molekul asam piruvat. Reaksi
ini memerlukan Mg++ dan K+ sebagai aktivator. Karena ada 2 molekul PEP maka
terbentuk 2 molekul enol piruvat sehingga total hasil energi pada tahap ini adalah
2 ATP.
11. Tahap terakhir adalah tahap dimana enol piruvat akan dirubah menjadi keto
piruvat lebih lanjut akan dioksidasi melalui siklus asam sitrat.

Glikolisis dalam eritrosit sekalipun dalam keadaan aerobik akan menghasilkan


asam laktat, karena enzim-enzim yang dapat mengoksidasi asam piruvat secara aerobik
tidak ada dalam sel darah merah. Dalam eritrosit manusia tahapan yang dikatalisis
fosfogliserat kinase di "by passed" dengan adanya enzim bisfosfogliserat mutase dan
enzim 2,3-bisfosfogliserat fosfatase. Akibat adanya dua enzim ini ATP tidak terbentuk
dan ini memungkinkan glikolisis berlangsung apabila kebutuhan ATP minimum. 2,3-
bisfosfogliserat bergabung dengan hemoglobin sehingga menyebabkan affinitas
hemoglobin terhadap oksigen menurun. Kurve dissosi- asi oksigen hemoglobin bergerak
ke kanan. Dengan demikian adanya 2,3-bisfosfogliserat dalam sel darah merah membantu
pelepasan oksigen untuk keperluan jaringan.

Gambar 1 . Ringkasan Jalur Glukoneogenesis


Sumber : Murray RK, Bender DA, Botham KM, Kennelly PJ, Rodwell VW, Well PA dan
Harper’s Illustrated Biochemistry, 28th Edition
2. Oksidasi piruvat menjadi asetil koA
Asam piruvat dapat masuk ke dalam mitokondria dengan bantuan
transporter. Asam piruvat mengalami oksodasi-dekarboksilasi oleh suatu enzim yang
tersusun rapi dalam matriks mitokondria. Enzim-enzim ini disebut piruvat
dehidrogenase kompleks.
Mula-mula asam piruvat mengalami dekarboksilasi. Reaksi ini dikatalisis
enzim piruvat dehidrogenase. Tiamin pirofosfat bertindak sebagai ko-enzim. Dalam
reaksi ini terbentuk CO2 dan α-hidroksietil-tiaminpirofosfat atau disebut juga "aktif
asetaldehid". Senyawa yang disebut be- lakangan ini dipindah ke prostetik lipoamide,
yang merupakan bagian dari enzim transasetilase. Dalam perpindahan ini disulfida
dari lipoamide tereduksi, asetildehida teroksidasi menjadi asetil aktif yang terikat
sebagai tioester. Gugusan asetil ini kemudian bereaksi dengan koenzim-A,
membentuk asetil-S-KoA, dan menghasilkan lipoamide dalam bentuk
disulfhidril(tereduksi). Koenzim yang tereduksi ini dioksidasi kembali oleh suatu
flavoprotein, dihidrolipoil dehidrogenase. Flavoprotein yang tereduksi kemudian
dioksidasi oleh NAD+.
Piruvat dehidrogenase dihambat oleh hasil reaksinya yaitu NADH dan
asetilKoA. Enzim ini juga dihambat oleh aktivitas oksidasi asam lemak, yang mana
akan meningkatkan rasio Asetil koA , NADH / NAD+ dan ATP / ADP. Peningkatan
rasio diatas akan mengaktivasi piruvat dehidrogenase (PDH) kinase yang akan
mengkatalisis fosforilasi enzim PDH a menjadi PDH b yang tidak aktif. PDH
fosfatase akan menghidrolisis PDH b menjadi PDH a yang aktif. PDH fosfatase
diaktivasi oleh insulin.
3. Siklus asam sitrat
Disebut juga sebagai siklus krebs atau siklus asam trikarboksilat dan
berlangsung di dalam mitokondria. Siklus asam sitrat merupakan jalur akhir bersama
oksidasi karbohidrat, lipid dan protein. Siklus asam sitrat merupakan rangkaian reaksi
katabolisme asetil KoA yang menghasilkan energi dalam bentuk ATP.
Gambar 2. Transmisi siklus asam sitrat dan Glukoneogenesis (panas tebal pada gambar
menunjukkan patofisiologi glukoneogenesis)
Sumber : Murray RK, Bender DA, Botham KM, Kennelly PJ, Rodwell VW, Well PA dan
Harper’s Illustrated Biochemistry, 28th Edition

4. HMP shunt
Jalur ini aktif dalam hepar, jaringan adiposa (lemak), adrenal korteks, glandula
tiroid, sel darah merah,testis dan payudara yang sedang menyusui. Dalam otot
aktivitas jalur ini rendah sekali. Fungsi utama jalur ini adalah untuk menghasilkan
NADPH, yaitu dengan mereduksi NADP+. NADPH diperlukan untuk proses anabolik
di luar mitokhondria, seperti sintesis asam lemak dan steroid. Fungsi yang lain adalah
menghasilkan ribosa-5-fosfat untuk sintesis nukleotida dan asam nukleat.
HMP Shunt dalam eritrosit, hepar dan paru berguna sebagai penghasil suatu
reduktor (NADPH). NADPH dapat mereduksi glutation yang telah mengalami
oksidasi ( G-S-S-G ) menjadi glutation yang tereduksi (2 G-SH). Enzim yang
mengkatalisis reaksi ini adalah glu- tation reduktase. Selanjutnya glutation yang
tereduksi dapat membebaskan eritrosit dari H2O2 dengan suatu reaksi yang dikatalisis
oleh enzim glutation peroksidase.
Reaksi ini penting sebab penimbunan H2O2 memperpendek umur eritrosit.
Telah dibuktikan adanya korelasi terbalik antara aktivitas enzim glukosa 6-fosfat
dehidrogenase dengan fragilitas sel darah merah.
HMP Shunt akan menghasilkan suatu pentosa untuk sintesis nukleotida dan
asam nukleat. Ribosa 5-fosfat akan bereaksi dengan ATP menjadi 5-fosforibosil-1-
pirofosfat (PRPP).
Dalam otot enzim glukosa 6-fosfat dehidrogenase dan 6-fosfoglukonat
dehidrogenase hanya sedikit sekali, namun otot dapat membuat ribosa 5-fosfat, yaitu
dengan kebalikan HMP Shunt.
5. Glikogenesis
Proses di metabolisme kahrbohidrat yang terdiri dari glikolisis, oksidasi
piruvat dan siklus asam sitrat terjadi jika kita membutuhkan energi, misalnya untuk
berpikir, mencerna makanan, bekerja dan sebagainya. Jika jumlah glukosa melampaui
kebutuhan, maka dirangkai menjadi glikogen untuk cadangan makanan melalui proses
glikogenesis.
Glikogen merupakan simpanan karbohidrat dalam tubuh dan analog dengan
amilum pada tumbuhan. Glikogen terdapat didalam hati (sampai 6%) dan otot jarang
melampaui jumlah 1%. Tetapi karena massa otot jauh lebih besar daripada hati, maka
besarnya simpanan glikogen di otot bisa mencapai tiga sampai empat kali lebih
banyak. Glikogen otot adalah sumber heksosa untuk proses glikolisis di dalam otot itu
sendiri. Sedangkan glikogen hati adalah simpanan sumber heksosa untuk dikirim
keluar guna mempertahankan kadar glukosa darah, khususnya di antara waktu makan.
Setelah 12-18 jam puasa, hampir semua simpanan glikogen hati terkuras. Tetapi
glikogen otot hanya terkuras setelah seseorang melakukan olahraga yang berat dan
lama.
6. Glikogenolisis
Jika glukosa dari diet tidak dapat mencukupi kebutuhan, maka glikogen harus
dipecah untuk mendapatkan glukosa sebagai sumber energi. Proses ini dinamakan
glikogenolisis. Glikogenolisis seakan-akan kebalikan dari glikogenesis, akan tetapi
sebenarnya tidak demikian. Untuk memutuskan ikatan glukosa satu demi satu dari
glikogen diperlukan enzim fosforilase. Enzim ini spesifik untuk proses fosforolisis
rangkaian 1,4 glikogen (glikosidik 1,4) untuk menghasilkan glukosa 1-fosfat.
7. Glukoneogenesis
Glukoneogenesis terjadi jika sumber energi dari karbohidrat tidak tersedia
lagi. Maka tubuh akan menggunakan lemak sebagai sumber energi. Jika lemak juga
tak tersedia, barulah memecah protein untuk energi yang sesungguhnya protein
berperan pokok sebagai pembangun tubuh. Jadi bisa disimpulkan bahwa
glukoneogenesis adalah proses pembentukan glukosa dari senyawa-senyawa non
karbohidrat, bisa dari lipid maupun protein. Glukoneogensis terjadi di hati dan ginjal
pada saat tubuh dalam keadaan kekurangan sebagai contohnya adalah saat keadaan
letih dan puasa.
Jalur yang dipakai dalam glukoneogenesis adalah modifikasi dan adaptasi dari
jalur Embden-Meyerhof dan siklus asam sitrat. Enzim tambahan yang diperlukan
dalam proses ini selain dari enzim-enzim dalam kedua jalur diatas adalah :Piruvat
karboksilase, Fosfoenolpiruvat karboksikinase, Fruktosa 1,6-bisfosfatase (tidak ada
dalam otot jantung dan otot polos) ,Glukosa 6-fosfatase. Dalam keadaan puasa, enzim
piruvat karboksilase dan enzim fosfoenolpiruvat karboksikinase sintesisnya
meningkat. Sintesis enzim ini juga dipengaruhi oleh hormon glukokortikoid. Dalam
keadaan puasa, oksidasi asam lemak dalam hepar meningkat. Ini membawa akibat
yang menguntungkan untuk glukoneogenesis karena akan menghasilkan
ATP, NADH dan oksaloasetat.
Asam lemak dan asetil-KoA akan menghambat enzim-enzim
fosfofruktokinase, piruvat kinase dan piruvat dehidrogenase, mengaktifkan enzim-
enzim piruvat karboksilase dan fruktosa 1,6-bisfosfatase. Substrat untuk
glukoneogenesis adalah : asam laktat yang berasal dari otot, sel darah merah, medulla
dari glandula supra-renalis, retina dan sumsum tulang; gliserol, yang berasal dari
jaringan lemak; asam propionat, yang dihasilkan dalam proses pencernaan pada
hewan memamah biak; asam amino glikogenik.
Asam laktat di dalam sitoplasma diubah menjadi asam piruvat, kemudian
asam piruvat masuk ke dalam mitokhondria dan diubah menjadi oksaloasetat. Karena
oksaloasetat tidak dapat melewati membran mitokhondria, maka diubah dulu menjadi
malat. Di sitoplasma malat diubah kembali menjadi oksaloasetat. Oksaloasetat
kemudian diubah menjadi fosfoenol- piruvat yang selanjutnya berjalan ke arah
kebalikan jalur Embden-Meyerhof dan akhirnya akan menjadi glukosa.
2.3 Peran Glukoneogenesis Dalam Tubuh
Proses mempertahankan kadar glukosa yang stabil di dalam darah merupakan salah
satu mekanisme homeostasis yang diatur paling halus dan juga menjadi salah satu mekanisme
dengan hati jaringan ekstrahepatik serta beberapa hormon turut mengambil bagian. Sel-sel
hati tampak dapat dilewati glukosa dengan bebas (melalui transpoter GLUT 2), sedangkan
sel-sel pada jaringan ekstrahepatik, dan glukosa mengalami fosforilasi dengan cepat oleh
heksokinase pada saat masuk ke dalam sel. Sebaliknya, aktivitas enzim tertentu dan
konsentrasi beberapa intermediat yang penting mungkin memberi pengaruh yang jauh lebih
langsung terhadap pengambilan atau pengeluaran glukosa dari hati. Walaupun begitu,
konsentrasi glukosa di dalam darah merupakan factor penting yang mengendalikan kecepatan
ambilan glukosa baik di hati maupun jaringan ekstrahepatik. Peranan berbagai protein
pengangkut glukosa, yang ditemukan pada membran sel dengan masing-masing memiliki 12
buah wilayah transmembran, diperlihatkan tabel 2.7,8,9

Tabel 1 Pengangkut Glukosa9


Lokasi Jaringan Fungsi
Pengangkut fasilitatif dua-arah
GLUT 1 Otak, ginjal, kolon, plasenta,eritrosit Ambilan glukosa

Hati, sel B pankreas, usus halus, Ambilan dan pelepasan


GLUT 2
ginjal glukosa yang cepat

GLUT 3 Otak, ginjal, plasenta Ambilan glukosa


Otot jantung dan rangka, jaringan Ambilan glukosa yang
GLUT 4
adipose dirangsang oleh insulin
GLUT 5 Usus halus Absorpsi glukosa
Pengangkut satu-arah yang bergantung-natrium
Ambilan aktif glukosa dari
lumen dan reabsorpsi glukosa
SGLT 1 Usus halus dan ginjal
di tubulus proksimal ginjal
melawan gradien konsentrasi

2.4 Organ mikroskopis terkait

Pankreas terletak dekat dengan duodenum dan terdiri dari dua tipe jaringan utama
yaitu asinar (kelenjar eksokrin) yang mensekresi cairan dari digestif ke dalam duodenum, dan
pulau langerhans (kelenjar endokrin) yang mensekresi insulin dan glukagon langsung ke
aliran darah sehingga pankreas bersifat endokrin sejati (untuk aktivitas hormonal). Fungsi
Pankreas adalah:10,12
1. Mengatur kadar gula dalam darah melalui pengeluaran glukagon, yang menambah
kadar gula dalam darah dengan mempercepat tingkat pelepasan dari hati.
2. Pengurangan kadar gula dalam darah dengan mengeluarkan insulin yang mana
mempercepat aliran glukosa ke dalam sel pada tubuh, terutama otot. Insulin juga
merangsang hati untuk mengubah glukosa menjadi glikogen dan menyimpannya di
dalam sel-selnya.

2.5 Proses Pembentukan Dan Sekresi Insulin

Gambar 3. Mekanisme kerja insulin


Sumber : https://mediskus.com/gula-darah/attachment/insulin-gula-darah

Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam
keadaan normal insulin akan disintesis dan disekresikan ke dalam darah sesuai dengan
kebutuhan tubuh untuk regulasi glukosa darah. Insulin akan membawa glukosa dalam darah
masuk ke sel-sel target yaitu sel lemak, otot, dan hepar untuk melakukan fungsi fisiologisnya
sehingga kadarnya dalam darah tidak berlebihan. Apabila glukosa dalam darah tidak dapat
masuk ke dalam sel target, maka akan terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah.13

Aspek penting dari kerja hormon insulin pada hepar adalah insulin akan menekan
peran pelepasan glukosa endogen dari hepar apabila kadar glukosa dalam darah meningkat
sehingga kadar glukosa dalam darah tidak bertambah banyak. Seperti kita tahu keadaan
homeostasis (normal) glukosa tubuh juga turut dipertahankan oleh hepar. Ketika kadar
glukosa dalam darah menurun dari ambang normal maka hepar akan melakukan proses
glukoneogenesis dan glikogenolisis menghasilkan glukosa endogen yang dikeluarkan ke
dalam darah untuk meningkatkan kadarnya menuju batas normal. Apabila kadar glukosa
dalam darah sudah tinggi dan insulin terstimulasi untuk keluar maka kerjanya pada hepar
menyebabkan hepar tidak mensekresikan glukosa endogen lagi, sehingga kadar glukosa tidak
bertambah tinggi.8,9,13

Sintesis insulin dimulai dari bentuk preproinsulin (prekursor insulin) di retikulum


endoplasma sel beta pankreas. Dengan bantuan enzim peptidase maka preproinsulin akan
dipecah menjadi proinsulin yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung sekresi
(secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase,
proinsulin akan diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang siap disekresikan
secara bersamaan melalui membran sel apabila diperlukan.8,13

Produksi dan sekresi insulin oleh sel beta pankreas terutama dipengaruhi oleh
meningkatnya kadar glukosa darah. Ketika glukosa terdapat dalam darah, untuk dapat masuk
ke sel melewati membran sel, glukosa harus berikatan dengan senyawa lain sebagai
kendaraan pembawanya. Senyawa ini disebut GLUT (Glucose Transporter). Pada sel beta
pankreas terdapat GLUT 2 yang diperlukan untuk membawa glukosa dalam darah melewati
membran sel dan masuk ke dalam sel. Proses tersebut merupakan langkah yang penting
karena selanjutnya glukosa yang masuk ke dalam sel beta pankreas akan mengalami glikolisis
dan fosforilasi sehingga menghasilkan ATP.13

Gambar 4. Produksi dan sekresi insulin


Sumber : https://dadanghusori.files.wordpress.com/2009/12/insulin-release-mechanism.jpg
ATP yang dihasilkan dibutuhkan untuk mengaktivasi penutupan K channel yang
terdapat pada membran sel beta pankreas. Karena terjadi penutupan maka pengeluaran ion K
ke luar sel menjadi terhambat dan menyebabkan depolarisasi membran sel (karena perubahan
muatan yang disebabkan oleh jumlah ion yang keluar masuk sel melewati membran sel)
yang diikuti oleh pembukaan Ca channel. Pembukaan Ca channel menyebabkan ion Ca
masuk ke dalam sel dan meningkatkan kadar ion Ca dalam sel. Kadar ion Ca dalam sel yang
tinggi (dengan mekanisme yang masih belum diketahui) merupakan suasana yang diperlukan
oleh sel beta pankreas untuk mensekresikan insulin. Insulin kemudian disekresikan ke dalam
darah dan melakukan fungsi fisiologisnya.13

2.5.1 Dinamika Sekresi Insulin


Insulin disekresikan oleh sel beta pankreas sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sekresi
insulin terjadi dalam 2 fase sehingga sekresinya bersifat bifasik (memiliki 2 puncak kadar
tertinggi). Sekresi insulin normal yang bifasik ini akna muncul setelah adanya rangsangan,
misalnya terdapatnya glukosa di dalam darah dari penyerapan substansi makanan dan
minuman yang dikonsumsi.8,9,13
Sekresi insulin fase 1 bersifat cepat meningkat dan berakhir cepat pula. Hal ini
diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat tajam segera
setelah makan. Kehadiran fase 1 yang cepat dan adekuat diperlukan untuk mempertahankan
berlangsungnya proses metabolisme glukosa secara normal.8,9,11,13

Sekresi insulin fase 2 merupakan keadaan dimana sekresi insulin kembali meningkat
secara perlahan dan bertahan dalam waktu relatif lama. Setelah berakhirnya fase 1 maka
tugas regulasi glukosa diambil alih oleh fase 2. Banyak tidaknya insulin yang disekresikan
pada fase 2 tergantung dari berapa banyak jumlah glukosa darah pada akhir fase 1. Apabila
fase 1 cukup adekuat maka sekresi insulin pada fase 2 berlangsung dalam kadar normal.
Apabila fase 1 tidak adekuat maka pada fase 2 akan disekresikan lebih banyak insulin
sehingga menyebabkan hiperinsulinemia (peningkatan kadar insulin dalam darah) dalam
rangka mempertahankan kadar glukosa dalam darah yang normal. 8,9,11,13

Pulau langerhans banyak tersebar di seluruh pankreas pada bagian kauda daripada
pada kaput dan korpus.memilki bentuk oval dan berwarna lebih pucat dibandingkan dengan
sel-sel asinus di sekitarnya. Sel-sel di pulau langerhans juga lebih kecil-kecil dan tidak
memilki batas yang jelas serta tidak memiliki simpai jaringan ikat. Pulau langerhans
mengandung sel alfa, sel beta, sel delta dan sel polipeptida pankreas. Sel alfa akan
mensekresikan glukagon, sel beta akan mensekresikan insulin, sel delta akan mensekresikan
somatostatin dan sel F yang akan mensekresikan polipeptida pankreas. 8,9,11,13

2.6 Hormon terkait


Hormon adalah zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari suatu kelenjar atau
organ yang mempengaruhi kegiatan di dalam sel-sel. Sebagian besar hormon merupkan
protein yang terdiri dari rantai asam amino dengan panjang yang berbeda-beda. Hormon
terikat kepada reseptor di permukaan sel atau di dalam sel. Ikatan antara hormon dan reseptor
akan mempercepat, memperlambat atau mengubah fungsi sel. Pada proses metabolisme,
terdapat beberapa hormon yang memiliki peran penting yaitu insulin, glukagon, epinefrin,
kortisol dan growth hormone.14,15

1. Insulin

Insulin merupakan hormon yang penting dalam pengaturan metabolisme.


Hormon ini disekresikan dalam sel beta pulau langerhans pankreas yang memiliki
sifat anabolik. Karena sifatnya yang anabolik, insulin bekerja untuk meningkatkan
simpanan glukosa, asam amino dan asma lemak. Pada darah, insulin berfungsi untuk
menurunkan kadar glukosa darah, asam amino dan lemak sehingga terbentuk anabolik
molekul kecil dari bahan makanan tersebut. Insulin akan meningkat bila terdeteksi
adanya peningkatan glukosa di dalam darah, peningkatan kadar asam amino juga
dapat merangsang peningkatan sekresi sel beta adapula hormon pada gastrointestinal
selain itu juga dirangsang oleh aktivitas parasimpatis. Insulin bekerja dengan cara
meningkatkan pemasukan glukosa melalui membaran sel otot rangka, otot polos dan
oto jantung tetapi tidak pada sel epitel usus, tubulus ginjal dan jaringan saraf.

Di hati, insulin bekerja untuk meningkatkan glikolisis yang disebabkan karena


meningkatnya glukokinase (enzim yang berperan dalam pengaktifan glukosa menjadi
glukosa 6-P) serta akan menurunkan glukoneogensis. Di hati dan otot, insulin akan
menaikkan glikogenesis dengan meningkatkan glikogen sintase namun menurunkan
cAMP. Insulin akan merangsang fosfodiesterase yang akan mengubah cAMP
(senyawa intrasel/ second messenger) menjadi AMP dengan rantai panjang ( 5’AMP)
sehingga menurukan aktivitas cAMP. Dari cAMP yang turun tersebutlah karena
glikogen sintase tidak berikatan dengan phosphat, maka glikogen sintase menjadi
aktif. Dan hal tersebut akan menaikan glikogenesis dan menurunkan glikogenolisis
karena penurunan fosfatase.

Insulin harus berada dalam kadar yang tepat, jika tidak akan mengganggu
proses metabolisme. Kekurangan insulin di dalam darah akan mengakibatkan
hiperglikemia yaitu peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi batas
normal hal ini biasa terjadi pada orang yang menderita diabetes melitus . kekurangan
insulin akan meningkatkan glikogenolisis dan meningkatkan glukoneogensis.
Defisiensi insulin ini juga akan meningkatkan lipolisis dan menurunkan lipogenesis
sehingga terbentuk timbunan benda-benda keton. Terhadap protein, kekurangan
insulin akan meningkatkan pembentukan urea dengan meningkatkan katabolisme
protein otot. Sementara itu kelebihan insulin akan menyebabkan hipoglikemia yaitu
kadar gula darah yang jauh di bawah normal.

2. glukagon

Glukagon disekresikan oleh sel alfa pulau langerhans pankreas. Hormon ini
bekerja di hati dengan mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
Glukagon bekerja berlawanan dengan insulin. Pada metabolisme karbohidrat,
glukagon akan meningkatkan glukosa dalam darah dengan cara meningkatkan
glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati. Dalam metabolisme lemak glukagon akan
meningkatkan lipolisis sehingga meningkatkan produksi keton di hati sedangkan pada
protein glukagon akan menurunkan sintesa protein namun akan meningkatkan
degradasi protein di hati.

3. Epinefrin

Epinefrin (adrenalin) disekresi kelenjar medulla supra-renalis sebagai akibat


adanya rangsangan yang bisa berupa ketakutan, perdarahan, hipoksia, hipoglikemi
dan lain-lain, yang menyebabkan terjadinya glikogenolisis dalam hepar dan otot.
Dalam otot karena tidak mengandung glukosa 6-fosfatase maka akan menghasilkan
asam laktat. Akan tetapi dalam hepar hasil utama glikogenolisis ini berupa glukosa
yang akan dibawa ke seluruh tubuh, di mana saja diperlukan. Epinefrin dan glukagon
dapat merangsang pembentukan adenilat siklase yang akan mengubah ATP menjadi
AMPc yang akan mengaktifkan glikogen fosforilase sehingga tertjadi peningkatan
glikogenolisis dan glukoneogensis.
4. Kortisol

Kortisol biasa disebut juga dengan glukokortikoid. Pemberian hormon ini


menyebabkan glukoneogenesis meningkat. Ini disebabkan karena meningkatnya
katabolisme protein dalam jaringan, uptake asam amino oleh hepar, aktivitas
transaminase dan enzim-enzim lainnya yang berhubungan dengan glukoneogenesis
juga meningkat. Selain dari pada itu glukokortikoid menghambat pemakaian glukosa
oleh jaringan perifer. Dalam peranannya glukokortikoid aktivitasnya berlawanan
dengan kerja insulin.

5. Growth hormone

Growth hormone menurunkan pengambilan glukosa oleh jaringan tertentu,


misalnya otot. Sebagian dari pengaruh ini berjalan secara tidak langsung, misalnya
growth hormon menyebabkan pelepasan asam lemak bebas oleh jaringan lemak.
Sedangkan asam lemak menghambat pemakaian glukosa. Jadi growth hormon
menghambat pemakaian glukosa. Pemberian growth hormon terus menerus dan
berlangsung lama akan menyebabkan diabetes mellitus. Growth hormon di hati akan
meningkatkan glukoneogensis dan glikogenesis.

2.8 Berat Badan


Berat badan merupakan hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada
pada tubuh. Berat badan dipakai sebagai indikator yang terbaik saat ini untuk mengetahui
keadaan gizi dan tumbuh kembang. Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil
peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, misalnya tulang, otot,
organ tubuh, dan cairan tubuh sehingga dapat diketahui status gizi dan tumbuh kembang,
berat badan juga dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis dan makanan yang
diperlukan dalam tindakan pengobatan.16
Terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang
cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang
diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. Berat
badan harus selalu dievaluasi dalam konteks riwayat berat badan yang meliputi gaya hidup
maupun status berat badan yang terakhir. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung
dengan rumus berikut:16
Menurut rumus metrik:

Berat badan (Kg)

IMT = ----------------------------------------------

[Tinggi badan (m)]2

Secara umum, IMT 25 ke atas membawa arti pada obesitas. Standar baru untuk IMT
telah dipublikasikan pada tahun 1998 mengklasifikasikan BMI di bawah 18,5 sebagai sangat
kurus atau underweight, IMT melebihi 23 sebagai berat badan lebih atau overweight, dan
IMT melebihi 25 sebagai obesitas. IMT yang ideal bagi orang dewasa adalah diantara 18,5
sehingga 22,9. Obesitas dikategorikan pada tiga tingkat: tingkat I (25-29,9), tingkat II (30-
40), dan tingkat III (>40) (CDC, 2002).16
Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan
pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Pada akhirnya
diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut: Berat badan
kurang (IMT <18,5), Berat badan normal (IMT 18,5-22,9), Berat badan berlebih (IMT ≥
23,0), beresiko menjadi obesitas (IMT 23,0-24,9), obesitas I (IMT 25,0-29,9), obesitas II
(IMT≥30,0).16
2.9 Definisi Lingkar Pinggang
Lingkar pinggang adalah besaran yang diukur dengan menggunakan metline dan
dinyatakan dalam cm. Pengukuran dilakukan di daerah antara crista iliaca dan costa XII yang
memiliki keliling dinding perut terkecil. Lingkar pinggang diukur dalam posisi berdiri tegak
dan tenang. Baju penghalang pengukuran disingkirkan. Kemudian, pita pengukur
dilingkarkan ke daerah antara lower margin dan crista iliaca. Pita pengukur tidak boleh
menekan kulit terlalu ketat dan sejajar dengan lantai. Pengukuran dilakukan saat akhir
ekspirasi normal. Lingkar pinggang dinyatakan dalam cm dengan cut off point untuk laki-laki
90cm dan perempuan 80 cm.
Rasio lingkar pinggang-panggul merupakan nilai yang didapat dengan membagi nilai
lingkar pinggang terhadap lingkar panggul. Rasio lingkar pinggang-panggul didapatkan
dengan membagikan nilai lingkar pinggang terhadap nilai lingkar panggul. Pada pengukuran
lingkar panggul pita pengukur dililitkan pada bagian atas symphisis asis pubis dan bagian
maksimum dari regio gluteus. Cut off point RLPP untuk laki-laki 1,0 dan 0,85 untuk
perempuan. Saat dilakukan pengukuran, responden berganti pakaian menggunakan pakaian
yang disediakan oleh peneliti, kemudian dilakukan pengukuran di ruang tertutup.

2.10. Faktor yang mempengaruhi kadar gula darah


2.10.1 Lingkar pinggang
Merupakan ukuran antropometri yang dapat digunakan untuk menentukan obesitas
sentral, dengan kriteria untuk Asia Pasifik yaitu > 90 cm untuk pria, dan > 80 cm untuk
wanita. Indeks lingkar pinggang biasa berguna untuk dalam menentukan obesitas sentral dan
komplikasi metabolik yang terkait. Lingkar pinggang berkorelasi kuat dengan obesitas sentral
dan risiko kardiovaskular. Lingkar pinggang terbukti dapat mendeteksi obesitas sentral dan
sindroma metabolik dengan ketepatan yang cukup tinggi dibandingkan indeks massa tubuh
(IMT) dan lingkar panggul. Bila lingkar pinggang dan kadar trigliserida untuk mendeteksi
sindroma metabolik, ditemukan lingkar pinggang > 90 cm dikombinasikan dengan kadar
trigliserida plasma puasa >150 mg/dl dapat mendeteksi penderita sindroma metabolik
sebanyak 80% dari 185 pria subyek penelitian. Hal ini membuktikan bahwa pemeriksaan
lingkar pinggang dapat digunakan sebagai pemeriksaan uji saring yang mudah, murah dan
berguna untuk mendeteksi sindroma metabolik.17
Terjadinya peningkatan asam lemak bebas plasma menyebabkan akumulasi lipid
intramioseluler. Metabolit yang dihasilkannya mengakibatkan berkurangnya reseptor insulin.
akumulasi lipid dalam jumlah yang berlebihan di dalam sel beta pankreas dapat menyebabkan
disregulasi sekresi insulin. Disregulasi sekresi insulin amat tergantung waktu, hal ini
menyebabkan sekresi insulin akan meningkat pada akumulasi lipid jangka pendek, tapi
menurun pada akumulasi yang sifatnya menahun. Lebih jauh, kelainan sel beta pankreas
akibat asam lemak bebas menyebabkan terjadinya apoptosis sel ini. Konsekuensi resistensi
insulin akan menimbulkan hiperinsulinemia pada stadium pertama yaitu kompensasi dimana
keadaan normoglikemik masih mampu dipertahankan, dan kedua stadium dekompensasi,
dimana insulin tidak mampu mempertahankan keadaan normoglikemik sedangkan pankreas
masih dalam keadaan hipersekresi sehingga terjadi hiperinsulinemia hiperglikemik. Hal ini
bisa menimbulkan gangguan toleransi glukosa dan bahkan diabetes melitus tipe 2.17
2.10.2 Berat badan
Kegemukan merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya peningkatan kadar gula
darah dikarenakan sel-sel beta pulau Langerhans menjadi kurang peka terhadap rangsangan
atau akibat naiknya kadar gula dan kegemukan juga akan menekan jumlah reseptor insulin
pada sel – sel seluruh tubuh.18
IMT pada kategori obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi
dengan keluaran energi (energi expenditures) sehingga terjadi kelebihan energi selanjutnya
disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Kelebihan energi tersebut dapat disebabkan oleh
asupan energi yang tinggi atau keluaran energi yang rendah. Penyebab terjadinya
ketidakseimbangan antara asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas, namun
terjadinya obesitas diakibatkan karena faktor genetik, lingkungan, gaya hidup dan psikis.
Retensi insulin dan gangguan toleransi glukosa pada penderita obesitas akan berpengaruh
pada kadar gula darah.18
Menurut hasil penelitian Nur isnaini dan Nur Hikmawati (2012), penelitian IMT
pada warga Aisyiah terdapat 9 orang dengan kategori Obesitas II, 23 orang dengan kategori
obesitas I dan 13 orang dengan BB beresiko. Dari 72 orang yang diperiksa gula darahnya
ditemukan 2 orang dengan kadar gula darah melebihi batas normal (>200mg/dl) yaitu 240
mg/dl dan 210mg/dl serta terdapat 47 responden berada pada rentang pra DM dengan GDS
110-199mg/dl. Hasil Hasil uji statistik pearson didapatkan hasil ρ value = 0,480 dengan nilai
α = 0,05 (ρ value > α) sehingga tidak terdapat hubungan signifikan antara IMT dengan kadar
gula darah (GDS) pada warga aisyiah ranting Karang Talun Kidul. Nilai coefisien corelasi =
0,85 terdapat hubungan tetapi tidak erat antara IMT pada kategori obesitas dan GDS
(>200mg/dl).18
Menurut D’adamo (2008) orang yang mengalami kelebihan berat badan, kadar leptin
dalam tubuh akan meningkat. Leptin adalah hormon yang berhubungan dengan gen obesitas.
Leptin berperan dalam hipotalamus untuk mengatur tingkat lemak tubuh, kemampuan untuk
membakar lemak menjadi energi, dan rasa kenyang. Kadar leptin dalam plasma meningkat
dengan meningkatnya berat badan. Leptin bekerja pada sistem saraf perifer dan pusat. Peran
leptin terhadap terjadinya resistensi yaitu leptin menghambat fosforilasi insulin receptor
subsrate-1 (IRS) yang akibatnya dapat menghambat ambilan glukosa. Sehingga mengalami
peningkatan kadar gula dalam darah.19
Obesitas merupakan kondisi terdapat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Cara
yang paling mudah secara medis adalah dengan mengukur indeks massa tubuh (IMT). Indeks
massa tubuh menggambarkan kelebihan jaringan lemak di seluruh tubuh yang dapat dihitung
dengan membagi berat badan dalam kilogram (kg) dengan tinggi badan dalam meter pangkat
dua (m2). Kriteria obes untuk orang Asia adalah IMT ≥25 kg/m. Data dari National Health
and Nutrition Examination Survey ke III (NHANES III) menunjukkan bahwa 20 % pria
dewasa dan 25 % wanita dewasa Amerika mempunyai indeks massa tubuh (IMT) melebihi
30 kg/m2, sepertiga lainnya mempunyai indeks massa tubuh (IMT) 25- 30 kg/m2. Obesitas
merupakan masalah kesehatan yang memerlukan perhatian khusus karena berkaitan dengan
berbagai faktor risiko penyakit seperti diabetes ataupun kardiovaskuler. Obesitas merupakan
masalah epidemiologi global serta ancaman serius bagi kesehatan, karena meningkatkan
angka morbiditas dan mortalitas . Obesitas merupakan faktor risiko berkembangnya resistensi
insulin dan diabetes melitus tipe 2. Suatu penelitian di Amerika Serikat menyebutkan
prevalensi resistensi insulin pada orang obes adalah 59,6%. Resistensi insulin merupakan
suatu kelainan metabolik yang berdampak negatif, tidak hanya merupakan suatu kelainan
yang mendasari diabetes melitus, tetapi juga mendasari sekelompok kelainan kardiovaskuler.
Tumpukan jaringan adiposa pada obesitas memiliki peran biologis, tidak hanya
berperan pasif sebagai tempat penyimpanan dan berlangsungnya proses metabolisme
trigliserida tetapi juga berperan sebagai kelenjar endokrin yang mensekresi berbagai sitokin
dan hormon peptida yang turut berperan dalam pengaturan keseimbangan berat badan dan
metabolisme energi. Jaringan adiposa merupakan jaringan yang kompleks dan berperan pada
proses meta bolisme , seperti homeostasis glukosa dan proses inflamasi. Beberapa substansi
itu seperti adiponektin, leptin, resistin, Interleukin-6, Tumor Necrosis Factor Alfa (TNF a),
Plasminogen Activator Inhibitor I (PAI-1). Resistin diduga mempunyai peran pada terjadinya
kondisi resistensi insulin.
Resistensi insulin didefinisikan sebgai kondisi klinis dengan kemunduran potensi
insulin baik endogen maupun eksogen untuk meningkatkan pengambilan glukosa dan
penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh. Diagnosa resistensi insulin dapat ditegakkan dengan
pengukuran langsung maupun tidak langsung. Pada praktek klinik, pengukuran homeostasis
model aseessment (HOMA) merupakan metode yang praktis dan mudah digunakan. Teknik
yang sederhana ini dapat menduga sensitivitas insulin dengan rumus dari glukosa darah puasa
dan konsentrasi insulin. HOMA-IR ≥ 2,77 dinyatakan resistensi insulin.
Hasil penelitian ini didapatkan kadar resistin pada obes dengan resistensi insulin lebih
tinggi dibanding pada obes tanpa resistensi insulin, tetapi tidak berbeda bermakna. Perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pengendalian yang lebih ketat terhadap beberapa
faktor yang berperan terhadap kadar resistin dan resistensi insulin.
2.10.3 Aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang dilakukakan oleh seseorang akan mempengaruhi kadar gula
darahnya. Peningkatan penggunaan glukosa oleh otot akan meningkat saat seseorang
melakukan aktivitas fisik yang tinggi. Hal tersebut disebabkan glukosa endogen akan
ditingkatkan untuk menjaga agar kadar gula di dalam darah tetap seimbang. Pada keadaan
normal, keseimbangan kadar gula darah tersebut dapat dicapai oleh berbagai mekanisme dari
sistem saraf, regulasi glukosa dan keadaan hormonal. Teori lain menyebutkan bahwa
aktivitas fisik secara langsung berhubungan dengan kecepatan pemulihan gula darah otot.
Saat aktivitas fisik dilakukan, otot-otot di dalam tubuh akan bereaksi dengan menggunakan
glukosa yang disimpannya sehingga glukosa yang tersimpan akan berkurang. Dalam keadaan
tersebut akan terdapat reaksi otot yang mana otot akan mengambil glukosa di dalam darah
sehingga glukosa di dalam darah menurun dan hal tersebut dapat meningkatkan kontrol gula
darah. Beberapa aktivitas fisik seperti jogging, dilakukan selama 30-40 menit dapat
meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam sel sebesar 7-20 kali dibandingkan dengan tidak
melakukan aktivitas tersebut.20
Keadaan hipoglikemia terjadi apabila tubuh tidak dapat mengkompensasi kebutuhan
glukosa yang tinggi saat melakukan aktivitas fisik yang berlebihan. Sedangkan hiperglikemia
terjadi saat glukosa darah dukungan keluarga, yang mana hal tersebut dapat mempengaruhi
aktivitas fisik.20
Menurut hasil penelitian Laila Nurayati dan Merryana Adriani (2017) di wilayah
kerja Puskesmas Mulyorejo kota Surabaya sebagian besar mempunyai aktivitas fisik rendah
dengan kadar gula darah puasa tinggi sebanyak 30 orang dengan persentase sebesar 76,9 %.
Hasil uji statistik dengan Spearman’s rho menunjukkan hasil nilai p=0,000 yang mana hasil
tersebut lebih kecil dari alfa (0,01) artinya terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan
kadar gula darah puasa responden penderita Diabetes Melitus tipe 2,20
Aktivitas terbukti dapat meningkatkan sensitivitas insulin, memperbaiki profil lipid
dan mengurangi kadar lemak perut. Studi DA Qing di China menunjukkan bahwa aktivitas
fisik secara reguler dapat mengurangi risiko berkembangnya diabetes sampai 46%.
Berdasarakan hasil penelitian dengan menggunakan uji chi square pada tabel 4 menyatakan
bahwa ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kondisi glukosa darah responden. Hal
ini tunjukkan dengan besarnya nilai P = 0,041. Sebagian besar responden yang mempunyai
kadar glukosa tidak normal yaitu 73,30% tidak mempunyai kebiasaan olahraga seperti
jogging, senam, tennis, lari dan sebagainya.20
2.10.4 Tingkat stress
Keadaan dimana tertekannya keadaan fisik maupun psikologis. Adanya keadaan ini
merupakan suatu keadaan yang sangat mengganjal dalam diri individu karena adanya
perbedaan antara yang diharapkan dengan yang ada. Selain itu, stres adalah keadaan ketika
beban yang dirasakannya terlalu berat dan tidak sama dengan kemampuan yang dimiliki
untuk mengatasi beban yang dialaminya. Fitri, dkk (2012), mengungkapkan stres adalah
suatu keadaan yang muncul akibat ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima
dan kemampuan untuk mengatasinya. Daya tahan stres setiap individu berbeda-beda
tergantung pada keadaan somato psikososial.21
Adapun menurut Adler dan Matthews (1994), dari berbagai penelitian telah
membuktikan bahwa stress dapat mempengaruhi kesehatan tidak hanya melalui efek biologis
secara langsung, tetapi juga melalui perubahan prilaku. Salah satu perubahan prilaku di lihat
dari pemilihan makanan yang mempengaruhi perubahan prilaku makan serta selera makan.21
Perilaku kecendrungan berubahnya pola makan untuk makan lebih banyak maupun
sedikit pada seseorang yang mengalami stress. Adanya hubungan antara stress dengan
keinginan makan dengan apa yang seorang rasakan Menurut Oliver, Wardle dan Gibson
(2000). Adanya kecendrungan makan lebih banyak makanan manis dan cokelat pada kondisi
stress pada kelompok yang mempunyai kecenderungan untuk makan lebih sedikit pada
kondisi stress. Begitu pula sebaliknya, konsumsi buah, sayur, daging dan ikan diketahui lebih
sedikit atau tidak mengalami perubahan pada jumlah yang dikonsumsi saat seseorang
mengalami stress21
Keadaan stress mempunyai hubungan secara tidak langsung dengan peningkatan
kadar gula darah. Adapun hal ini disebabkan oleh produksi hormone kortisol secara
berlebihan saat seseorang mengalami stress. Adanya prokduksi kortisol yang berlebihan ini
akan menyebabkan seseorang itu mengalami kesulitan untuk tidur, depresi, tekanan darah
menurun, sehingga individu tersebut menjadi lemas, dan nafsu makannya meningkat. Selain
itu, kortisol memain peran yang penting dalam pengaturan distribusi lemak tubuh dan dapat
menyebabkan lipolisis.21
Adanya timbunan lemak intraabdominal memiliki resistensi lebih tinggi daripada
lemak perifer sehingga merusak regulasi glukosa tubuh. Kondisi stress yang panjang akan
menyebabkan seseorang itu mempunyai kecenderungan berat badan yang berlebih,dimana
keadaan tersebut merupakan faktor risiko peningkatan kadar gula darah.21
Dari penelitian yang dilakukan oleh Shara Kurnia dan Soedjino S tentang faktor
resiko DM, mereka mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
kondisi stress dengan kadar gula darah. Pada studi lain yang di lakukan oleh Nurul Aini dkk
juga memberikan hasil terdapat hubungan antara stress dengan kadar gula darah. Studi yang
dilakukan oleh Fitriyana H tentang perbedaan tingkat kecukupan zat gizi makro (karbohidrat,
lemak, protein, dan air) berdasarkan tingkat stres pada remaja putri penghuni rusunawa
unimus residence mendapatkan hasil analisis dengan menggunakan uji statistik diperoleh
nilai p = 0,271 (p>0,05) sehingga dapat disimpulkan terdapat efek negatif terhadap tingkat
kecukupan karbohidrat berdasarkan tingkat stres. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa
remaja yang mengalami stress cenderung untuk mengkonsumsi karbohidrat rendah sehingga
tidak mencukupi angka kecukupan karbohidrat yang akhirnya dapat mempengaruhi kadar
gula darah remaja.21
2.10.5 Tingkat Edukasi
Aini at al, menyatakan setelah diberikan edukasi dengan menggunakan metode tatap
muka secara personal responden dapat menerima pesan baik verbal dan non verbal dari
peneliti melalui bahasa tubuh atau eksprsi wajah. Pasien menerima seluruh pesan tubuh
dengan baik saat tatap muka sehingga kekuatan memori jauh lebih kuat. Materi yang
disampaikan dengan tatap muka dan diskusi akan lebih muda dipahami lansia.22
Firdaus SA at al, menyatakan hasil penelitian menunjukkan perbedaan rata-rata kadar
gula darah sebelum dan sesudah edukasi. Sesudah diberikan edukasi kadar rata-rata gula
darah lansia menurun dari kadar gula darah sebelum 204,7 mg/dL menjadi 183,9 mg/dL.
Penurunan gula darah tersebut disebabkan karena edukasi yang diberikan dapat
meningkatkan pengetahuan lansia tentang diabetes melitus, meningkatkan motivasi agar
hidup sehat sehingga kadar gula darah nya terkontrol dan mencegah timbulnya komplikasi.
Hasil uji Paired t test menunjukkan ada perbedaan kadar gula darah sebelum dan sesudah
diberikan edukasi pada lansia dengan nilai p = 0,044 < 0,05. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa hipotesis edukasi efektif terhadap penurunan kadar gula darah pada lansia di
wilayah puskesmas Krobokan Semarang bisa diterima.23
Menurut Notoadmodjo peningkatan pengetahuan sesudah pemberian edukasi dapat
mempengaruhi secara langsung pada perilaku kesehatan individu termasuk dalam perilaku
penatalaksanaan diabetes sehingga didapatkan penurunan gula darah. Perubahan perilaku dan
berkembangnya kemampuan seseorang terjadi melalui tahapan yang dimulai dari
pembentukan pengetahuan, sikap, samapai dimilikinya keterampilan baru.24
Pada prinsipnya edukasi dapat memandirikan pasien. Pasien berperan sebagai dokter,
yang dapat menentukan kapan waktunya untuk memeriksakan diri ke dokter atau anggota tim
perawat untuk mendapatkan pengarahan lanjutan menurut Hiswani.25
2.10.6 Asupan Energi, Protein, Serat dan Karbohidrat
Konsumsi energi yang melebihi kebutuhan tubuh menyebabkan lebih banyak glukosa
yang ada dalam tubuh. Gula merupakan sumber maknan dan bahan bakar bagi tubuh yang
berasal dari proses pencernaan makanan. Tingginya kadar glukosa darah dipengaruhi oleh
tingginya asupan energi dari makanan.26
Hasil analisa univariat, bahwa asupan protein yang baik (36,8%) sedangkan dengan
asupan protein kurang baik (63,2%). Apabila asupan protein tidak baik maka kondisi tubuh
akan terganggu, karena fungsi protein yang sangat vital bagi tubuh yaitu sebagai zat
pembangunan bagi pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh. Sebagai pengatur
kelangsungan proses di dalam tubuh. Dan sebagai pemberi tenaga dalam keadaan energi
kurang tercukupi oleh karbohidrat dan lemak.27
Analisa bivariat, bahwa pasien dengan asupan protein yang baik mengalami
penurunan kadar gula darah (90,5%) dan kadar gula naik (9,5%). Sedangkan pasien dengan
asupan protein kurang baik yang kadar gula darahnya turun (63,9%) dan dengan kadar gula
darah yang naik (36,1%).28
Asupan protein yang tidak sesuai dengan kebutuhan akan mempengaruhi kadar gula
darah disebabkan salah satu fungsi protein adalah sebagai sumber energi tubuh, untuk
menjadi energi ada beberapa jenis asam-asam amino yang masuk ke jalur karbohodrat
melalui proses glukoneogenesis. Hal ini dapat juga terjadi bila tubuh kurang asupan energi
makananya.27
Hasil analisa univariat diketahui pasien mengkonsumsi serat yang baik (31,6%)
sedangkan asupan serat kurang (68,4%). Pada analisa bivariat diketahui pasien dengan
asupan serat baik seluruhnya (100%) mengalami penurunan kadar gula darah, sedangkan
pasien dengan asupan serat kurang yang mengalami penurunan kadar gula darah (61,5%)
dengan kenaikan kadar gula darah (38,5%). Hasil Uji Statistik menunjukkan ada hubngan
yang bermakna antara asupan serat dengan kadar gula darah pasien.28
Glukosa merupakan monosakarida diet yang paling berlimpah dan substrat yang
diperlukan untuk menghasilkan ATP. Monosakarida dan disakarida termasuk dalam
golongan karbohidrat sederhana dan contoh disakarida yang paling sering ditemukan adalah
sukrosa, laktosa dan maltose. Istilah karbohidrat kompleks digunakan untuk mendeskripsikan
karbohidrat yang merupakan polimer glukosa. Rantai pendek molekul glukosa berikatan
bersama-sama, seperti maltodekstrin atau dekstrosa, digunakan oleh industri sebagai pemanis
makanan. Terdapat juga karbohidrat kompleks yang ditambahkan pada minuman olahraga.
Molekul karbohidrat yang paling kompleks adalah polisakarida yang biasanya mengandung
10.000 hingga 1.000.000 molekul glukosa. Polisakarida menyusun pati yang terdapat dalam
padi-padian, tanaman polong dan beberapa jenis sayuran.29
Saat karbohidrat dicerna dalam saluran pencernaan, efek biokimiawi yang
menghasilkan energi bermula dari saat awal karbohidrat dicerna oleh enzim tubuh menjadi
monosakarida yang kemudian diabsorpsi ke dalam sistim sirkulasi darah. Proses ini dapat
dilihat dalam gambar berikut:30

Gambar 5 : Proses pemecahan disakarida kepada monosakarida.


Sumber: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:2427_Carbon_Digestion.jpg

Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi


makanan dengan pelbagai tingkat karbohidrat dengan kesannya terhadap kadar gula darah.
Menurut Sacks dkk (2014), penelitian yang dilakukan tidak menunjukkan adanya perbedaan
antara makanan tinggi karbohidrat atau rendah karbohidrat terhadap hasil kenaikkan kadar
gula darah. Namun, terdapatnya penurunan sensitifitas insulin terhadap makanan tinggi
karbohidrat dengan indeks glikemik rendah berbanding indeks glikemik tinggi, sedangkan
pada diet rendah karbohidrat tidak memberikan efek bermakna terhadap sensitifitas insulin
walaupun memiliki indeks glikemik yang berbeda.31 Selain itu, ditemukan dalam penelitian
oleh Tay dkk (2015), dinyatakan diet rendah karbohidrat memberikan hasil penurunan pada
kadar gula darah dan berat badan. Menurut Brehm dkk (2009), diet tinggi karbohidrat dapat
menurunkan kadar gula darah dengan menggabungkan juga diet tinggi mono-unsaturated
fatty acid (MUFA) serta rendah lemak.32

Berdasarkan tabel diketahui asupan karbohidrat yang baik mengalami penurunan


kadar gula darah (95,5%) dan kadar gula naik (pasien (4,5%). Sedangkan pasien dengan
asupan karbohidrat kurang baik yang mengalami penurunan kadar gula darah (60,0%) dan
dengan kenaikan kadar gula darah (40,0%). Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan
yang bermakna antara asupan karbohidrat dengan kadar gula darah.32
2.11 Kerangka Teori

Asupan
Karbohidrat

Oksidasi Asupan
Serat
piruvat Berat Lingkar
menjadi Badan Pinggang
Glikolisis Asupan
Asetil KoA
Protein

Aktivitas
fisik

Siklus Asam Tingkat


Sitrat Kadar Gula Darah stress

HMP Shunt Tingkat


Edukasi

Glikogenesis Insulin Glukagon


Asupan Energi
Glikogenolisis epinefrin Kortisol

Glukoneogenesis GH
2.12 Kerangka Konsep

Lingkar Pinggang Kadar Gula darah


Berat Badan Sewaktu

Aktifitas Fisik
Asupan Karbohidrat
Tingkat Pengetahuan
Tingkat Stress

You might also like