You are on page 1of 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gaya Hidup (Life Style)

Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam

aktivitas, minat, dan opininya Sedangkan menurut Assael (1984), gaya hidup

menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan

lingkungannya (Kotler, 2002). Sedangkan menurut Assael (1984), gaya hidup adalah

“A mode of living that is identified by how people spend their time (activities), what

they consider important in their environment (interest), and what they think of

themselves and the world around them (opinions)”. Menurut Minor dan Mowen

(2002), gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana

membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu. Selain itu, gaya

hidup menurut Suratno dan Rismiati (2001) adalah pola hidup seseorang dalam dunia

kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapat yang

bersangkutan. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan pribadi yang berinteraksi

dengan lingkungan. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa gaya hidup adalah pola

hidup seseorang yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapatnya dalam

membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu.

Gaya hidup diartikan dalam WHO 1998 yaitu life style is a way of living

based on identifiable patterns of behaviour which are determined by the interplay

between an individual’s personal characteristics, social interactions, and

socioeconomicand environmental living condition.


Pola pola perilaku (behavioral patterns) akan selalu berbeda dalam situasi atau

lingkungan sosial yang berbeda, dan senantiasa berubah, tidak ada yang menetap

(fixed). Gaya hidup individu, yang dicirikan dengan pola perilaku individu, akan

memberi dampak pada kesehatan individu dan selanjutnya pada kesehatan orang lain.

Dalam “kesehatan” gaya hidup seseorang dapat diubah dengan cara memberdayakan

individu agar merubah gaya hidupnya, tetapi merubahnya bukan pada si individu saja,

tetapi juga merubah lingkungan sosial dan kondisi kehidupan yang mempengaruhi

pola perilakunya. Harus disadari bahwa tidak ada aturan ketentuan baku tentang gaya

hidup yang “sama dan cocok” yang berlaku untuk semua orang. Budaya, pendapatan,

struktur keluarga, umur, kemampuan fisik, lingkungan rumah dan lingkungan tempat

kerja, menciptakan berbagai “gaya” dan kondisi kehidupan lebih menarik, dapat

diterapkan dan diterima (Ari, 2010).

Gaya hidup merupakan gambaran bagi setiap orang yang mengenakannya dan

menggambarkan seberapa besar nilai moral orang tersebut dalam masyarakat

disekitarnya. Atau juga, gaya hidup adalah suatu seni yang dibudayakan oleh setiap

orang. Gaya hidup juga sangat berkaitan erat dengan perkembangan zaman dan

teknologi. Semakin bertambahnya zaman dan semakin canggihnya teknologi, maka

semakin berkembang luas pula penerapan gaya hidup oleh manusia dalam kehidupan

sehari-hari. Dalam arti lain, gaya hidup dapat memberikan pengaruh positif atau

negatif bagi yang menjalankannya, tergantung pada bagaimana orang tersebut

menjalaninya. Dewasa ini, gaya hidup sering disalahgunakan oleh sebagian besar

remaja. Apalagi para remaja yang berada dalam kota Metropolitan. Mereka

cenderung bergaya hidup dengan mengikuti mode masa kini. Tentu saja, mode yang
mereka tiru adalah mode dari orang barat. Jika mereka dapat memfilter dengan baik

dan tepat, maka pengaruhnya juga akan positif. Namun sebaliknya, jika tidak pintar

dalam memfilter mode dari orang barat tersebut, maka akan berpengaruh negatif bagi

mereka sendiri (Siti Nurhasanah, 2009).

Gaya hidup homoseksual adalah pola hidup seorang homoseksual yang

memiliki orientasi seksual menyimpang yaitu saling berinteraksi seksual antar sesama

jenis, bahkan sampai melakukan hubungan seksual, seperti kaum homoseksual

biasanya memiliki perkumpulan di tempat-tempat tertentu yang sudah disepakati

mereka, perkumpulan ini biasa disebut arisan kaum homoseksual, sedangkan kegiatan

lain yang dilakukan kaum homoseksual adalah pergi ketempat olah raga untuk

membentuk tubuh, karena homoseksual ini sangat peduli dengan penampilan. Kaum

homoseksual ini juga sangat dekat dengan kegiatan hura-hura dimana mereka

berpesta dengan sesama kaum homoseks, hura-hura ini juga disertai dengan minuman

keras sehingga hal ini akhirnya membawa mereka melakukan hubungan seksual

melalui anus, dan hal ini sering mereka lakukan dengan memakai alat pelumas untuk

menghindari perlukaan didaerah anus. Selain alat pelumas kaum homoseksual juga

selalu memakai kondom untuk menghindari Penyakit Menular Seksual (PMS)

diataranya HIV, AIDS, Hepatitis, Sifilis, Gonorheae, Herpes dan masih banyak lagi

jenis penyakit menular lainnya.

2.2 Perbedaan Gaya Hidup Gay dengan Gaya Hidup Waria

Sebagian dari kita pasti masih menganggap Gay dan Waria itu sama, padahal

jika kita mau sedikit jeli memperhatikannya ada beberapa perbedaan yang cukup

kentara jika dilihat dari sudut pandang kemasan kedua fenomena manusia ini. Lebih
tepatnya mereka pada dasarnya serupa tapi tak sama. Diatas saya sebutkan hal ini

fenomena karena memang situasi dan gaya hidup serta orientasi seks mereka yang

tidak sejalan dengan hakikat penciptaan manusia yang ditakdirkan berpasang-

pasangan antara Pria dan Wanita.

Homoseksual sebagai orientasi seksual antar sejenis ini pada dasarnya tidak

luput juga dari nilai hakiki manusia yang saling berpasangan, karena dalam

homoseksual pun golongan ini terbagi menjadi 2 (dua) peran walaupun sejenis.

Dalam pasangan homoseksual ada pihak yang berlaku sebagai seorang wanita dan

ada yang berlaku sebagai lelakinya juga, hal ini ditandai dengan tampilan fisik dan

gerak-gerik yang agak mencolok diantara keduanya. Itulah sebabnya kita melihat ada

waria besarta pernak-perniknya dan para pria gay yang sangat sulit untuk ditebak

orientasi seksnya, karena tampilannya nyaris sebagaimana pria pada umumnya,

namun ada beberapa ciri yang menyimbolkan dirinya, sebagaimana dibawah ini,

namun tanpa bermaksud menggeneralisir, secara umum tampilan-tampilan fisik inilah

yang kadang menggambarkan diri mereka, sebagai berikut :

2.2.1 Ciri-ciri seorang Gay

a. Sebagian besar para gay secara fisik merupakan sosok-sosok pria dengan

ketampanan diatas rata-rata pria pada umumnya, bahkan tampil cenderung

macho dan gagah.

b. Sebagian besar gay menandai dirinya dengan tindik pada bagian kuping

“biasanya” yang sebelah kanan, namun sebagian lagi bahkan ada yang menindik

kedua bagian kupingnya, oleh karena itu baiknya bagi pria yang berniat untuk
melakukan tindik sebaiknya dipertimbangkan kembali agar jangan sampai salah

memberikan simbol.

c. Sebagian dari mereka cenderung menyukai memakai perhiasan seperti kalung

(biasanya kalung emas baik kuning maupun emas putih) layaknya seorang lelaki

metroseksual.

d. Sebagian besar gay, secara sifat adalah jenis lelaki yang sopan santun, terkesan

sangat rapi namun tetap menampilkan kesan feminisme dalam gerak-geriknya,

tapi sebagian lagi sangat tidak kentara ketika berinteraksi.

e. Sebagian besar gay, termasuk jenis pria-pria yang sensitif dan dalam kehidupan

sehari-hari cukup supel dalam pergaulan, namun mereka sangat perfeksionis

dalam bidangnya.

f. Sebagian besar pria gay biasanya berkarier dibidang-bidang seperti artis,

penyanyi, desainer, penata rambut bahkan para model, namun secara garis

besarnya mereka pada umumnya bergiat dibidang yang membutuhkan detil

dengan perasaaan dengan tingkat perfeksionisme yang tinggi.

2.2.2 Ciri-ciri Seorang Waria dan Bedanya dengan Seorang Pria Gay

a. Dari sudut penampilan hampir semua waria cenderung bergaya layaknya seorang

wanita baik dari sisi pakaian maupun aksesoris serta pernak - pernik yang

dikenakannya, penampilan inilah perbedaan yang paling mencolok antara

seorang waria dengan seorang pria gay.

b. Sebagian besar waria tidak hanya dari segi penampilannya saja yang meniru

secara pakem seorang wanita, bahkan banyak dari mereka yang sangat obsesif

merubah secara paten organ-organ tubuhnya menyerupai seorang wanita. Lihat


saja berapa banyak waria yang operasi payudara bahkan kelaminnya untuk

merubah diri menjadi seorang wanita sejati, sedang para pria gay cenderung tetap

mempertahankan kondisi fisiknya.

c. Gerak-gerik dan intonasi dialeknya ketika berkomunikasi pun sangat kentara

walau terdengar aneh dan menggelikan dengan getaran volume antara wanita dan

pria. Sedang para pria gay mampu agak menyamarkan intonasi ini walaupun

secara halus masih tetap dapat dibedakan bagi yang jeli melihat dan

mendengarkan intonasinya.

d. Sebagian para waria, cenderung lebih sensitif dan posesif dari para wanita pada

umumnya. Sehingga banyak kasus para waria bahkan rela membunuh pasangan

warianya yang ketahuan berselingkuh.

e. Sebagian besar waria berkarir dibidang hiburan, penata rambut, perias, penata

artistik bahkan sebagian lagi jika malam hari ada yang bergiat dibidang jasa

layanan seks bagi pria-pria gay yang tidak memiliki pasangan tetap. Ini salah satu

yang membedakan gay dengan waria karena biasanya gay lebih memilih

menjalin hubungan tetap dengan sejenisnya.

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gaya Hidup (Life Style)

Menurut pendapat Amstrong (dalam Nugraheni, 2003) gaya hidup seseorang

dapat dilihat dari perilaku yang dilakukan oleh individu seperti kegiatan-kegiatan

untuk mendapatkan atau mempergunakan barang-barang dan jasa, termasuk

didalamnya proses pengambilan keputusan pada penentuan kegiatan-kegiatan

tersebut. Lebih lanjut Amstrong (dalam Nugraheni, 2003) menyatakan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi gaya hidup seseorang ada 2 faktor yaitu faktor yang
berasal dari dalam diri individu (internal) dan faktor yang berasal dari luar

(eksternal). Faktor internal yaitu sikap, pengalaman, dan pengamatan, kepribadian,

konsep diri, motif, dan persepsi (Nugraheni, 2003) dengan penjelasannya sebagai

berikut :

a. Sikap

Sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan pikir yang dipersiapkan untuk

memberikan tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisasi melalui

pengalaman dan mempengaruhi secara langsung pada perilaku. Keadaan jiwa

tersebut sangat dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan lingkungan

sosialnya.

b. Pengalaman dan pengamatan

Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan sosial dalam tingkah laku,

pengalaman dapat diperoleh dari semua tindakannya dimasa lalu dan dapat

dipelajari, melalui belajar orang akan dapat memperoleh pengalaman. Hasil dari

pengalaman sosial akan dapat membentuk pandangan terhadap suatu objek.

c. Kepribadian

Kepribadian adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara berperilaku yang

menentukan perbedaan perilaku dari setiap individu.

d. Konsep diri

Faktor lain yang menentukan kepribadian individu adalah konsep diri. Konsep diri

sudah menjadi pendekatan yang dikenal amat luas untuk menggambarkan

hubungan antara konsep diri konsumen dengan image merek. Bagaimana individu

memandang dirinya akan mempengaruhi minat terhadap suatu objek. Konsep diri
sebagai inti dari pola kepribadian akan menentukan perilaku individu dalam

menghadapi permasalahan hidupnya, karena konsep diri merupakan frame of

reference yang menjadi awal perilaku.

e. Motif

Perilaku individu muncul karena adanya motif kebutuhan untuk merasa aman dan

kebutuhan terhadap prestise merupakan beberapa contoh tentang motif. Jika motif

seseorang terhadap kebutuhan akan prestise itu besar maka akan membentuk gaya

hidup yang cenderung mengarah kepada gaya hidup hedonis.

f. Persepsi

Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan

menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambar yang berarti

mengenai dunia. Adapun faktor eksternal dijelaskan oleh Nugraheni (2003)

sebagai berikut :

1. Kelompok referensi

Kelompok referensi adalah kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau

tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Kelompok yang

memberikan pengaruh langsung adalah kelompok dimana individu tersebut

menjadi anggotanya dan saling berinteraksi, sedangkan kelompok yang memberi

pengaruh tidak langsung adalah kelompok dimana individu tidak menjadi

anggota didalam kelompok tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut akan

menghadapkan individu pada perilaku dan gaya hidup tertentu.

2. Keluarga
Keluarga memegang peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan

perilaku individu. Hal ini karena pola asuh orang tua akan membentuk kebiasaan

anak yang secara tidak langsung mempengaruhi pola hidupnya.

3. Kelas sosial

Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama

dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan para

anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat, dan tingkah laku yang

sama.

Ada dua unsur pokok dalam sistem sosial pembagian kelas dalam masyarakat,

yaitu kedudukan (status) dan peranan. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang

dalam lingkungan pergaulan, prestise hak- haknya serta kewajibannya. Kedudukan

sosial ini dapat dicapai oleh seseorang dengan usaha yang sengaja maupun diperoleh

karena kelahiran. Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Apabila

individu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia

menjalankan suatu peranan dalam kebudayaan. Kebudayaan yang meliputi

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-

kebiasaan yang diperoleh individu sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri

dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, meliputi

ciri-ciri pola pikir, merasakan dan bertindak.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi gaya hidup berasal dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal).

Faktor internal meliputi sikap, pengalaman dan pengamatan, kepribadian, konsep diri,
motif , dan persepsi. Adapun faktor eksternal meliputi kelompok referensi, keluarga,

kelas sosial, dan kebudayaan.

2.4 Teori Gaya Hidup (Life Style Theory)

Teori gaya hidup adalah teori yang menyebutkan bahwa tidak semua orang

memiliki gaya hidup yang sama, setiap orang memiliki gaya hidup yang berbeda

diantara beberapa gaya hidup itu telah memaparkan bahwa banyak orang yang

memiliki resiko daripada gaya hidup lainnya. Teori gaya hidup ini dikembangkan

oleh Hindelang, Gottfredson dan Garafalo yang berarti berbicara tentang pola hidup

atau kegiatan rutin yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Gaya hidup ini

dipengaruhi oleh perbedaan umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan,

pendapatan keluarga dan ras yang berkaitan dengan rutinitas sehari-hari yang rentan

terhadap resiko-resiko untuk melakukan kejahatan. Gaya hidup ini sangat

berpengaruh pada frekuensi orang berinteraksi dengan jenis gaya hidup tertentu.

Sebuah teori serupa yang dikembangkan oleh Kennedy dan Forde (1990)

menunjukkan bahwa latar belakang dan karakteristik dari aktivitas sehari-hari

berpengaruh pada waktu yang diluangkan dalam gaya hidup yang beresiko dimana

gaya hidup tersebut akan membawa orang kejalan yang lebih berbahaya lagi.

Sementara itu menurut Sampson dan Wooldredge (1987) menyatakan seseorang

dapat menjadi korban terhadap sebuah gaya hidup apabila mereka terus-menerus

berinteraksi dengan kelompok yang memiliki potensi membahayakan dimana

seseorang tersebut memiliki pertahanan diri yang lemah.


2.5 Sejarah Homoseksual (Gay)

Seksualitas mengandung makna yang sangat luas karena menyangkut aspek

kehidupan yang menyeluruh, terkait dengan jenis kelamin biologis maupun sosial

(gender), orientasi seksual, identitas gender dan perilaku seksual. Seksualitas adalah

sebuah proses sosial yang menciptakan dan mengarahkan hasrat atau birahi manusia

(the socially constructed expression of erotic desire), dan dalam realitas sosial,

seksualitas dipengaruhi oleh interaksi faktor-faktor biologis, psikologis, sosial,

ekonomi, politik, agama dan spiritual (Siti Musdah Mulia dalam www.nusantara-

online.com). Seksualitas sejatinya merupakan hal yang positif, selalu berhubungan

dengan jati diri seseorang dan juga kejujuran seseorang terhadap dirinya. Sayangnya,

masyarakat umumnya masih melihat seksualitas sebagai hal yang negatif, sehingga

tidak pantas atau tabu dibicarakan. Studi tentang seksualitas memperkenalkan tiga

terminologi penting menyangkut seksualitas manusia, yaitu : identitas gender,

orientasi seksual dan perilaku seksual.

Homoseksual ada disemua budaya dan lapisan masyarakat serta disepanjang

sejarah. Homoseksual merupakan istilah yang diciptakan pada tahun 1869 oleh

bidang ilmu psikiatri di Eropa, untuk mengacu pada suatu fenomena yang berkonotasi

klinis. Pengertian homoseks tersebut pada awalnya dapat dikategorikan sebagai

perilaku menyimpang. Pengertian homoseks kemudian terbagi dalam dua istilah yaitu

Gay dan Lesbi. Hawkin pada tahun 1997 menuliskan bahwa istilah Gay atau Lesbi

dimaksudkan sebagai kombinasi antara identitas diri sendiri dan identitas sosial yang

mencerminkan kenyataan bahwa orang memiliki perasaan menjadi dari kelompok

sosial yang memiliki label yang sama. Istilah gay biasanya mengacu pada jenis
kelamin laki-laki dan istilah lesbian mengacu pada jenis kelamin perempuan

(Hartanto, 2006).

Komunitas gay dipandang rentan terhadap penularan PMS dan HIV/AIDS.

Mengingat perilaku seksual komunitas gay yang cenderung bebas dan berganti ganti

pasangan serta rendahnya informasi tentang kesehatan reproduksi. Berdasarkan hasil

penelitian menunjukkan bahwa umur 18-29 tahun sebanyak 45% telah menjadi mitra

seksual dan ditemukan 9% diantaranya positif HIV/AIDS (Hirshfield dkk, 2003).

PMS menjadi sangat serius, karena dapat menyerang dalam cakupan luas ke seluruh

penjuru dunia. PMS juga dapat dengan mudah menyebar dari satu orang kepada

orang lain. PMS yang dapat menularkan pada komunitas homoseksual adalah

Gonorhoe, Sipilis, dan Harpes kelamin. Tetapi yang paling besar diantaranya adalah

HIV/AIDS, karena mengakibatkan kematian pada penderitanya, karena AIDS tidak

bisa diobati dengan antibiotik (Zohra dan Raharjo, 1999).

Pada tahun 1973 homoseksualitas dihilangkan sebagai suatu kategori

diagnostik oleh American Psychiatric Association dan dikeluarkan dari Diagnostic

and Statistical Manual of Mental Disorders. Hal ini disebabkan karena pandangan

bahwa homoseksualitas adalah suatu gaya hidup alternatif, bukannya suatu gangguan

patologis dan homoseksualitas terjadi dengan keteraturan sebagai suatu variasi

seksualitas manusia (Davison GC. dkk, 2005). Penelitian dilakukan oleh Alfred C.

Kinsey pada tahun 1948 menemukan bahwa 10 % laki-laki adalah homoseksual,

sedangkan wanita sebesar 5 %. Kinsey juga menemukan bahwa 37 % dari semua

orang yang melaporkan suatu pengalaman homoseksual pada suatu saat dalam

kehidupannya, termasuk aktivitas seksual remaja (Kaplan dkk, 1997). Penelitian


menunjukkan bahwa hubungan anak laki-laki dan laki-laki lain di negara Peru dengan

angka 10 - 60%, di Brazil 5 - 13%, di Amerika 10 - 14%, di Botzwana 15%, dan di

Thailand 6-16%. Beberapa laki-laki menyadari bahwa dirinya Homoseksual atau

Gay. Mereka melakukan hubungan seksual jangka panjang dengan wanita dan

kadang-kadang melakukan hubungan seks dengan pria dan sering tanpa diketahui

pasangan wanitanya. Dalam kasus ini, hubungan seks mungkin dilakukan antara pria,

karena memang hanya pria saja yang tersedia sebagai pasangan seks (Triningsih,

2006).

Perilaku homoseksual sudah dikenal manusia sejak zaman Nabi Luth as, yaitu

kaum Sodom dan Gomorah. Hingga kini keberadaannya tetap ada, bahkan Amerika

Serikat dan beberapa Negara Eropa (seperti: Belanda dan Denmark) justru telah

mensahkan perkawinan sejenis. Homoseksual terdiri dari: pertama, gay yaitu laki-laki

yang menyukai laki-laki. Kedua, lesbian, yaitu wanita yang menyukai wanita. Ketiga,

waria, yaitu laki-laki yang merasa dirinya wanita dan tertarik hanya kepada laki-laki.

Adapun pola hubungan seksnya antara lain: fellatio, cunillingus dan anal.

Upaya ilmuwan menguak tabir homoseksual pernah dilakukan. Pada tahun

1991, ilmuwan dari California melaporkan hasil CT scaning (penyinaran) terhadap

otak pria gay dan pria normal. Yang ternyata berbeda. Kemudian tahun 1993,

ilmuwan dari National Institut of Health (N,I,H) di Marylnd Amerika menemukan

adanya unsur DNA pada kromosom X yang menentukan orientasi seksual seseorang.

Sementara itu, temuan menggemparkan terjadi dalam riset yang dikemukakan

Ward dari N.I.H. dalam eksperimennya, mereka menggunakan sejumlah lalat yang

telah ditransplantasi gen tunggal. Kemudian kumpulan lalat tersebut dimasukan ke


dalam botol. Hasilnya menunjukkan, lalat betina cenderung berada pada bagian atas

dan bawah botol. Sedangkan lalat jantan hanya berada pada bagian tengah dan

membentuk ikatan rantai (bergerombol). Yang menakjubkan, lalat jantan ternyata

berperilaku gay, sedangkan lalat betina tetap normal.

Laporan yang ditulis dalam U.S National Academy Of Science tahun 1995 ini

lantas menjadi rujukan sejumlah ilmuwan bahwa perilaku homoseksual memiliki asal

usul genetik atau sifat alami (natural), sama seperti warna kulit, rambut, mata dan

lain-lain. Namun demikian, hasil riset itu masih menyisakan pertanyaan, mengapa

lalat jantan itu berperilaku gay, sedangkan lalat betina tetap normal. Dalam

eksperimen berikutnya malah menunjukan bahwa lalat jantan mampu membuahi lalat

betina.

2.6 Pengertian Homoseksual (Gay)

Homoseksual adalah perasaan tertarik, kasih sayang dan hubungan emosional

atau secara erotis terhadap orang yang berjenis kelamin sama, dengan tanpa

hubungan fisik. Pada penggunaan mutakhir, kata sifat homoseks digunakan untuk

hubungan intim atau hubungan seksual diantara orang-orang berjenis kelamin yang

sama, sehingga tidak mengidentifikasi diri mereka sebagai gay atau lesbian.

Gay adalah istilah laki-laki yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada

sesama laki-laki atau disebut juga laki-laki yang mencintai laki-laki secara fisik,

seksual, emosional ataupun secara spiritual. Secara psikologis, gay adalah seorang

laki-laki yang penuh kasih. Mereka juga rata-rata mempedulikan penampilan, dan

sangat memperhatikan apa-apa saja yang terjadi pada pasangannya.


Menurut Kartono (1989), Homoseksualitas adalah relasi seks dengan jenis

kelamin yang sama atau rasa tertarik dan mencintai jenis seks yang sama. Banyak

teori-teori yang menjelaskan sebab-sebab homoseksualitas diantaranya adalah :

a. Faktor herediter berupa tidak seimbangnya hormon-hormon seks

b. Pengaruh lingkungan yang tidak baik atau tidak menguntungkan bagi

perkembangan kematangan seksual yang normal

c. Seseorang yang mencari kepuasan relasi homoseks, karena pengalaman

homoseksual pada remaja

d. Pengalaman traumatis dengan ibunya sehingga timbul kebencian atau antisipasi

terhadap ibunya dan semua wanita.

2.7 Sikap dan Tingkah Laku Homoseksual (Gay)

Kebanyakan individu berfikir bahwa tingkah laku heteroseksual dan

homoseksual adalah pola yang berbeda dan dapat mudah didefenisikan.

Kenyataannya, kecenderungan akan pasangan seksual dari jenis kelamin yang sama

tidaklah selalu merupakan keputusan yang tetap dapat dibuat sekali dan mengikat

untuk selamanya. Sebagai contoh, tidaklah jarang bagi seorang individu, terutama

laki-laki untuk melakukan eksperimen homoseksual dimasa remaja, namun tidak

melakukan tingkah laku homoseksual dimasa dewasa. Sementara beberapa individu

melakukan tingkah laku heteroseksual dimasa remaja, namun kemudian melakukan

tingkah laku homoseksual dimasa dewasa (Halonen dan Santrock, 1996).

Pada sebuah survey nasional, diketahui bahwa persentase individu yang

mengaku homoseksual aktif jumlahnya lebih rendah (2,7% laki-laki dan 1,3%

perempuan) daripada yang seringkali disebutkan, sekitar 10% (Michael, 1994).


Selama beberapa dekade terakhir ini, sikap terhadap homoseksual ini menjadi lebih

permisif. Sejak tahun 1986, sebuah jejak pendapat yang dilakukan oleh Gallup mulai

mengenali adanya pergeseran konservatif dan oleh kesadaran publik akan penyakit

AIDS (Aquired Immune Deficiency Syndrome). Peningkatan “jalur keras” terhadap

homoseksual ini mungkin saja bersifat sementara. Jejak pendapat tahun 1989 Gallop

sekali lagi menunjukkan adanya peningkatan toleransi terhadap hak-hak bagi kaum

gay. Individu yang memiliki sifat negatif terhadap homoseksual juga cenderung

menyetujui pengawasan AIDS secara ketat, misalnya dengan mengeluarkan penderita

AIDS dari tempat kerja.

Perasaan yang tidak rasional dan negatif terhadap homoseksual disebut

homophobia. Dalam bentuk yang lebih ekstrem, homophobia dapat menyebabkan

munculnya tingkah laku mengolok-olok, memukul atau bahkan membunuh.

Umumnya homophobia berhubungan dengan tingkah laku menghindari homoseksual.

Walaupun identitas gay telah dipelajari secara meluas peneliti yang melakukan

penelitian terhadap identitas gay ini sering diartikan sebagai proses pemunculan yang

terdiri dari tiga tahap yaitu sensitisasi (kesadaran yang disertai dengan rasa bingung),

penyangkalan, rasa bersalah, malu dan penerimaan (Newman dan Muzzonigro, 1993).

Salah satu aspek berbahaya dari ternodanya homoseksualitas adalah devaluasi

diri yang sering dilakukan oleh individu gay. Salah satu bentuk yang umum dari

devaluasi diri disebut dengan passing, proses menyembunyikan identitas sosial

seseorang yang sebenarnya. Yang termasuk dalam strategi passing antara lain

memberikan informasi yang menyembunyikan identitas homoseksual seseorang atau

menghindari identitas seksual seseorang yang sebenarnya. Pertahanan terhadap


pengenalan diri seperti ini sangat berakar dimasyarakat, tanpa dukungan yang

memadai dan rasa takut menjadi tercela, banyak gay yang menutup diri mereka dan

kemudian muncul kembali pada suatu saat yang lebih aman biasanya ketika mereka

kuliah (Gruskin, 1994).

2.8 Jenis Homoseksual (Gay)

Menurut Coleman, dkk (1980) dalam Supraptiknya (1990) menggolongkan

homoseksualitas ke dalam beberapa jenis yakni :

a. Homoseksual tulen yaitu gambaran streotiptik popular tentang laki-laki yang

keperempuan-perempuanan atau sebaliknya perempuan yang kelelaki-lakian.

b. Homoseksual malu-malu yaitu kaum lelaki yang suka mendatangi kamar mandi

yang tidak mampu dan tidak berani menjalin hubungan antarpersonal.

c. Homoseksual tersembunyi yaitu kelompok ini biasanya berasal dari kelas

menengah dan memiliki status sosial yang mereka rasa perlu dengan

menyembunyikan homoseksualitas mereka.

d. Homoseksual situasional yaitu kelompok yang dapat mendorong orang

mempraktikkan homoseksualitasnya tanpa disertai komitmen yang mendalam.

e. Biseksual yaitu orang yang mempraktikkan baik homoseksualitas maupun

heteroseksualitas sekaligus.

f. Homoseksual mapan yaitu kaum homoseksual yang menerima homoseksualitas

mereka, memenuhi aneka peran kemasyarakatan secara bertanggung jawab dan

mengikatkan diri dengan komunitas homoseksual setempat.


2.9 Perilaku Seksual

Perilaku seksual merupakan perilaku yang muncul karena adanya dorongan

seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai

perilaku. (Wahyudi, 2000). Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang

didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis.

Bentuk-bentuk perilaku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga

tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Perilaku seksual (yang dilakukan

sebelum waktunya) dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti

perasaan bersalah, depresi, marah dan lain sebagainya.

Perilaku seksual terdiri atas dua yakni hubungan seksual (intercourse) dan

selain hubungan seksual (non intercourse). Perilaku seksual selain hubungan seksual

(non intercourse) diantaranya seperti berpegangan tangan, berpelukan, berciuman dan

masturbasi. Sedangkan yang termasuk hubungan seksual (intercourse) yakni :

1. Orogenital

Merupakan hubungan seksual dengan melakukan rangsangan melalui mulut pada

organ seks pasangannya. Orogenital disebut juga oral seks yang berarti hubungan

seksual secara oral (mulut) dengan alat kelamin. Jika yang melakukan oral seks

adalah laki-laki, sebutannya cunnilingus. Sedangkan jika yang melakukan oral

seks adalah perempuan maka sebutannya fellatio.

2. Anogenital

Merupakan hubungan seksual yang dilakukan dengan memasukkan penis ke dalam

anus atau anal, sehingga anogenital disebut juga dengan anal seks. Aktivitas
seksual seperti ini sangat berbahaya karena anus mengandung banyak bakteri

sumber penyakit.

3. Genitogenital

Merupakan hubungan seksual yang dilakukan antara kelamin dengan kelamin

yaitu hubungan seksual yang memasukkan penis ke dalam vagina atau hubungan

seksual secara vaginal. Hubungan seksual ini tidak akan menimbulkan rasa

ketakutan terhadap penyakit menular seksual, resiko hamil diluar nikah, ataupun

berdosa bila dilakukan dengan benar menurut etika, moral dan agama yaitu jika

dilakukan melalui sebuah ikatan pernikahan antara seorang laki-laki dan

perempuan yang dilandasi dengan rasa cinta.

2.10 Perilaku Seksual Beresiko

Perilaku seksual pada manusia dapat diartikan sebagai aktivitas yang

kompleks dan tidak hanya terbatas pada melepaskan ketegangan melalui orgasme.

Secara garis besar perilaku seks dapat dikelompokkan menjadi perilaku yang normal

dan perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku seksual yang normal memiliki

makna perilaku yang tidak merugikan diri sendiri dan dilakukan kepada lawan jenis

dan diakui masyarakat. Perilaku seksual yang menyimpang menurut Hawkins dalam

Kaplan (1997) memiliki makna sebagai perilaku seksual yang cenderung destruktif

bagi diri sendiri maupun orang lain (Hartanto, 2006).

Bentuk perilaku seksual mulai dari bergandengan tangan, berpelukan,

bercumbu, petting (bercumbu berat) sampai berhubungan seksual. Perilaku seks aman

adalah perilaku seks tanpa mengakibatkan terjadinya pertukaran cairan vagina dengan
sperma. Hubungan seks tanpa menggunakan kondom merupakan perilaku seks tidak

aman dari penularan penyakit menular seksual.

Penelitian menunjukkan (Dalam Triningsih, 2006) bahwa perilaku seksual

pada gay dapat dibedakan menjadi 3 kategori yaitu:

1. Perilaku oral genital, memeluk, dan mencium.

2. Seks anal.

3. Tindakan alternative seperti fisting (berupa tangan tapi bukan mengepal,

dimasukkan kedalam rektum).

2.11 Penyakit Menular Seksual (PMS) yang Beresiko terhadap Kaum Gay

PMS atau Seksually Transmitted Disease adalah suatu gangguan atau penyakit

yang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak hubungan seksual. PMS

yang sering terjadi adalah Gonorhoe, Sifilis, Harpes, namun yang paling terbesar

diantaranya adalah AIDS, karena dapat mengakibatkan kematian pada penderitanya.

AIDS tidak bisa diobati dengan antibiotik (Zohra dan Raharjo, 1999).

Dianawati (2003) menyatakan bahwa masalah-masalah PMS yang sering

timbul adalah:

1. Gonorhoe

Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual. Sebutan lain penyakit ini

adalah kencing nanah. Penyakit ini menyerang organ reproduksi dan menyerang

selaput lender, mucus, mata, anus dan beberapa organ tubuh lainnya. Bakteri yang

membawa penyakit ini dinamakan Gonococcus.


2. Sifilis

Penyakit ini disebut raja singa dan ditularkan melalui hubungan seksual atau

penggunaan barang-barang dari seseorang yang tertular (Misalnya: baju, handuk,

dan jarum suntik). Penyebab timbulnya penyakit ini adalah adanya kuman

Treponema pallidum, kuman ini menyerang organ penting tubuh lainnya seperti

selaput lendir, anus, bibir, lidah dan mulut.

3. AIDS

Sebuah singkatan Acquired Immuno Deficiency Syndrom artinya suatu gejala

menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang. Pada dasarnya setiap orang

mempunyai sistem kekebalan tubuh yang dapat melindunginya dari berbagai

serangan seperti virus, kuman, dan penyakit lainnya.

4. HIV

Singkatan dari Human Immuno Deficiency Virus, yaitu sejenis virus yang

menyebabkan AIDS. HIV ini menyerang sel darah putih dalam tubuh sehingga

jumlah sel darah putih semakin berkurang dan menyebabkan sistem kekebalan

tubuh menjadi lemah.

Salah satu resiko melakukan hubungan seksual adalah kemungkinan untuk

terkena PMS. Faktor risiko tersebut meliputi, tanpa penggunaan pengaman dalam

berhubungan seksual, perilaku seks pada usia dini dan berganti-ganti pasangan.

Menurut Davison (2004) dalam Hartanto (2006) bahwa Perilaku homoseksual atau

gay dapat berawal pada masa kanak-kanak, karena gangguan perkembangan seksual

seseorang ditambah dengan pengaruh orang tua yang tidak baik.

2.12 Faktor Perilaku Seksual Berisiko


Menurut Kalina dkk (2009) menyatakan bahwa perilaku seksual yang

beresiko mempunyai 2 faktor yaitu:

1. Faktor Psikologi

Keadaan kejiwaan seseorang yang dapat mendorong untuk melakukan perilaku

seksual sehingga sebagai variasi dalam berhubungan seksual misalnya bermabuk-

mabukan, merokok yang merupakan suatu bentuk variasi sebelum melakukan

hubungan seksual.

2. Faktor Perilaku

Suatu bentuk tindakan yang dipengaruhi oleh faktor psikologi seseorang yang

tidak stabil sehingga dalam berhubungan seksual tanpa memikirkan keadaan

kesehatan. Misalnya melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan

kondom/pil kontrasepsi.

Beberapa penelitian tentang perilaku seksual yang berisiko terhadap PMS

antara lain:

a. Menurut hasil penelitian Kalian dkk (2009) menyatakan bahwa sebanyak 62%

dari siswa Slovak mempunyai pengalaman dalam berhubungan seksual, selain itu

sebanyak 81% dari wanita dan 71% pada laki-laki tidak menggunakan kondom

dalam berhubungan seksual. Perilaku tersebut sangat berisiko terhadap penularan

penyakit seksual dan tidak ada faktor lain yang berhubungan dalam penggunaan

kondom.

b. Menurut Daili dkk (2003) dalam Hernawati (2005), menyatakan bahwa

perilaku risiko tinggi dalam penyebaran PMS ialah perilaku yang menyebabkan

seseorang mempunyai risiko besar terserang penyakit. Peningkatan insiden


PMS tidak terlepas dari kaitannya dengan perilaku risiko tinggi. Penelitian

menunjukkan bahwa orang yang terkena sifilis melakukan hubungan seks rata-rata

sebanyak 5 pasangan seksual yang tidak diketahui asal-usulnya, sedangkan orang

yang terkena gonorhoe melakukan hubungan seks dengan rata-rata 4 pasangan

seksual.

c. Menurut hasil penelitian Suswardana dkk (2007) menyatakan bahwa sebanyak

24,5% pada komunitas waria di Yogyakarta positif HIV, 16, 3% menderita Sifilis

dan 6,12% menderita Kondiloma Akuminata. Faktor risiko terhadap prevalensi

HIV pada komunitas waria di Yogyakarta dipengaruhi lebih dari 5 pasangan seks

tiap minggu, rendahnya konsistensi dalam pemakaian kondom serta rata-rata telah

menjadi waria lebih dari 10 tahun.

d. Menurut hasil penelitian Hirshfield dkk (2003) menyatakan bahwa komunitas gay

pada kelompok umur 18-39 tahun memiliki resiko 2 kali lipat terkena PMS

dibanding kelompok umur lebih dari 40 tahun serta perilaku anal seks lebih

berpengaruh terhadap PMS dibanding dengan penggunaan obat sebelum atau

selama berhubungan seksual.


2.13 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

Karakteristik :
- Umur
- Jenis Kelamin Rutinitas atau
- Pendidikan Pola Hidup
- Status Perkawinan
- Pendapatan
- Ras
GAYA HIDUP
Pertahanan
BERESIKO
Diri yang
HOMOSEKSUAL
Lemah
(GAY)

Kelompok Beresiko :
- Lingkungan

Kerangka pikir yang tertera diatas sesuai dengan teori gaya hidup yang

dikembangkan oleh Hindelang, Gottfredson, Garafalo dan Kennedy, Forde (1990)

serta Sampson dan Wooldredge (1987) terlihat bahwa karakteristik (umur, jenis

kelamin, pendidikan, status perkawinan, pendapatan dan ras) akan mempengaruhi

rutinitas atau pola hidup. Kelompok beresiko (lingkungan) dan rutinitas atau pola

hidup ini akan mempengaruhi pertahanan diri yang lemah sehingga pertahanan diri

yang lemah akan mempengaruhi timbulnya yaitu gaya hidup homoseksual (gay)

yang sejalan dengan perilaku menyimpang.

Alasan penggunaan teori gaya hidup yang dikembangkan oleh Hindelang,

Gottfredson, Garafalo dan Kennedy, Forde (1990) serta Sampson dan Wooldredge

(1987) karena :
1. Teori ini memang berbicara tentang pola hidup atau kegiatan rutin yang

dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Teori ini juga membahas tentang faktor-faktor yang membentuk seseorang untuk

melakukan kegiatan-kegiatan baik itu hal yang baik maupun tidak baik. Jadi akan

lebih mudah untuk melihat apa saja yang melatarbelakangi seseorang memiliki

gaya hidup yang dipilihnya. Hasil penelitian akan lebih dalam jika dibandingkan

dengan menggunakan teori yang lain

You might also like