You are on page 1of 8

KI :

1. G2P1A0 cari semua


Sedang hamil anak kedua, riwayat persalinan satu kali, abortus nol
2. lokia bau cari semua
ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang
membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada
vagina normal. Mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang
mati.

RM :

1. Apakah yang menyebabkan bayi tidak segera lahir? Mir Yas


Menurut Sarwono Prawirohardjo dalam bukunya (Ilmu Kebidanan, 2008) faktor penyebab
kehamilan postterm adalah :
 Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian
perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada persalinan
dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin , sehingga terjadinya
kehamilan dan persalinan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh
progesterone

 Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi
kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting
dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil
yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebabnya.

 Teori Kortisol/ACTH janin


Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan
adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol
janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan
memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya
produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anansefalus, hipoplasia
adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan
kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung
lewat bulan.

 Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan
kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti
pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya
diduga sebagai penyebabnya.
 Heriditer
Beberapa penulis menyatakan bahwa seseorang ibu yang mengalami kehamilan
postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan
berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana
seseorang ibu mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka
besar kemungkinan anak perempuannya mengalami kehamilan postterm.

Tanda Bayi Postmatur

Tanda postmatur dapat di bagi dalam 3 stadium (Prawirohardjo, 2008) :

 Stadium I
Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh
dan mudah mengelupas.
 Stadium II
keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan pewarnaan kulit yang kehijauan oleh
mekoneum yang bercampur air ketuban.
 Stadium III
Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit janin serta pada jaringan
tali pusat.Pada saat persalinan, penting dinilai keadaan cairan ketuban. Jika telah
terjadi pewarnaan mekonium (kehijauan) atau bahkan pengentalan dengan warna
hijau kehitaman, begitu bayi lahir harus segera dilakukan resusitasi aktif. Idealnya
langsung dilakukan intubasi dan pembilasan trakhea.

Menurut Manuaba 2007, tanda bayi postmatur adalah:

a. Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram).


b. Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur.
c. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang.
d. Verniks kaseosa di badan berkurang.
e. Kuku-kuku panjang.
f. Rambut kepala agak tebal.
g. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel.

Patofisiologi

1. Sindrom posmatur
Bayi postmatur menunjukan gambaran yang khas, yaitu berupa kulit keriput,
mengelupas lebar-lebar, badan kurus yang menunjukan pengurasan energi, dan
maturitas lanjut karena bayi tersebut matanya terbuka. Kulit keriput telihat sekali pada
bagian telapak tangan dan telapak kaki. Kuku biaanya cukup panjang. Biasanya bayi
postmatur tidak mengalami hambatan pertumbuhan karena berat lahirnya jarang
turun dibawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya.banyak bayi postmatur Clifford
mati dan banyak yang sakit berat akibat asfiksia lahir dan aspirasi mekonium. Berapa
bayi yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak.
Insidensi sindrom postmaturitas pada bayi berusia 41, 42, dan 43 minggu masing-
masing belum dapat ditentukan dengan pasti. Syndrome ini terjadi pada sekitar 10 %
kehamilan antara 41 dan 43 minggu serta meningkat menjadi 33 % pada 44 minggu.
Oligohidramnion yang menyertainya secara nyata meningkatkan kemungkinan
postmaturitas.

2. Disfungsi plasenta
Kadar eritroprotein plasma tali pusat meningkat secara signifikan pada kehamilan yang
mencapai 41 minggu atau lebih dan meskipun tidak ada apgar skor dan gas darah tali
pusat yang abnormal pada bayi ini, bahwa terjadi penurunan oksigen pada janin yang
postterm.

Janin posterm mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi tersebut luar
biasa beras pada sat lahir. Janin yang terus tumbuh menunjukan bahwa fungsi plasenta
tidak terganggu. Memang, pertumbuhan janin yang berlanjut, meskipun kecepatannya
lebih lambat, adalah cirri khas gestasi antara 38 dan 42 minggu.

3. Gawat janin dan Oligohidramnion


Alasan utama meningkatnya resiko pada janin posterm adalah bahwa dengan diameter
tali pusat yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif terhadap gawat janin
intrapartum, terutama bila disertai dengan ologohidramnion.

Penurunan volume cairan amnion biasanya terjadi ketika kehamilan telah melewati 42
minggu, mungkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam volume cairan
amnion yang sudah berkurang merupakan penyebab terbentuknya mekonium kental
yang terjadi pada sindrom aspirasi mekonium.

4. Pertumbuhan janin terhambat


Hingga kini, makna klinis pertumbuhan janin terhambat pada kehamilna yang
seharusnya tanpa komplikasi tidak begitu diperhatikan. Divon dkk,. (1998) dan
Clausson., (1999) telah menganalisis kelahiran pada hampir 700.000 wanita antara
1987 sampai 1998 menggunakan akte kelahiran medis nasional swedia. Bahwa
pertumbuhan janin terhambat menyertai kasus lahir mati pada usia gestasi 42 minggu
atau lebih, demikian juga untuk bayi lahir aterm.

Morniditas dan mortalitas meningkatkan secara signifikan pada bayi yang mengalami
hambatan pertumbuhan. Memang, seperempat kasus lahir mati yang terjadi pada
kehamilan memanjang merupakan bayi-bayi dengan hambatan pertumbuhan yang
jumlahnya relatif kecil ini.

5. Serviks yang tidak baik


Sulit untuk menunjukan seriks yang tidak baik pada kehamilan memanjang karena pada
wanita dengan umur kehamilan 41 minggu mempunyai serviks yang belum berdilatasi.
Dilatasi serviks adalah indicator prognostic yang penting untuk keberhasilan induksi
dalam persalinan.

2. Apakah interpretasi dari pemeriksaan oleh bidan saat pasien datang ke puskesmas? Aff Wir
 pembukaan serviks 7 cm
 presentasi bokong
 selaput ketuban negative
 DJJ 128x/menit
Di UGD
 pembukaan 7 cm
 DJJ 90x/menit
3. Apa sajakah kemungkinan tindakan operati maupun konservatif yang dapat dilakukan
untuk menolong ibu dan bayi? Sin Dev Yun
4. Apakah alasan dokter memutuskan untuk operasi Caesar? Guh Dar Wils
Indikasi-Indikasi Seksio Caesar

a. Indikasi Ibu

Dalam proses persalinan terdapat tiga faktor penentu yaitu power (tenaga
mengejan dan kontraksi dinding otot perut dan dinding rahim), passageway (keadaan
jalan lahir), passanger (janin yang dilahirkan) dan psikis ibu.

Mula-mula indikasi seksio sesarea hanya karena ada kelainan passageaway,


misalnya sempitnya panggul, dugaan akan terjadinya trauma persalinan pada jalan lahir
atau pada anak, sehingga kelahirannya tidak bisa melalui jalan vagina. Namun, akhirnya
merambat ke faktor power dan pasanger. Kelainan power yang memungkinkan
dilakukannya seksio sesarea, misalnya mengejan lemah, ibu sakit jantung atau penyakit
menahun lainnya mempengaruhi tenaga. Sedangkan kelainan passenger diantaranya
makrosemia, anak kelainan letak jantung, primigravida >35 tahun dengan janin letak
sungsang, persalina tak maju, dan anak menderita fetal distress syndrome (denyut jantung
janin melemah).

Secara terperinci ada tujuh indikasi medis seorang ibu yang harus menjalani
seksio sesarea yaitu: 1) Jika panggual sempit, sehingga besar anak tidak proporsional
dengan indikasi panggul ibu (disporsi). Olehkarena itu, penting untuk melakukan
pengukuran panggul pada waktu pemeriksaan kehamilan awal. Dengan tujuan
memperkirakan apakah panggul ibu masih dalam batas normal. 2) Pada kasus gawat janin
akibat terinfeksi misalnya, kasus ketuban pecah dini (KPD) sehingga bayi terendam cairan
ketuban yang busuk atau bayi ikut memikul demam tinggi. Pada kasus ibu mengalami
preeklamsia/eklamsia, sehingga janin terpengaruh akibat komplikasi ibu.

3) Pada kasus plasenta terletak dibawah yang menutupi ostium uteri internum (plasenta
previa), biasanya plasenta melekat di bagian tengah rahim. Akan tetapi pada kasus
plasenta previa menutupi ostium uteri internum. 4) Pada kasus kelainan letak. Jika posisi
anak dalam kandungan letaknya melintang dan terlambat diperiksa selama kehamilan
belum tua. 5) Jika terjadi kontraksi yang lemah dan tidak terkordinasi, hal ini
menyebabkan tidak ada lagi kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim.
(incordinate uterine-action). 6) Jika ibu menderita preeklamsia, yaitu jika selama
kehamilan muncul gejala darah tinggi, ada protein dalam air seni, penglihatan kabur dan
juga melihat bayangan ganda. Pada eklamsia ada gejala kejang-kejang sampai tak
sadarkan diri. 7) Jika ibu mempunyai riwayat persalinan sebelumnya adalah seksio sesar
maka persalinan berikutnya umumnya harus seksio sesar karena takut terjadi robekan
rahim. Namun sekarang, teknik seksio sesar dilakukan dengan sayatan dibagian bawah
rahim sehingga potongan pada otot rahim tidak membujur lagi. Dengan demikian bahaya
rahim robek akan lebih kecil dibandingkan dengan teknik seksio dulu yang sayatan
dibagian tengah rahim dengan potongan yang bukan melintang (Cunningham, et,al 2006.
hal 592).

b. Indikasi sosial

Selain indikasi medis terdapat indikasi nonmedis untuk melakukan seksio sesar
yang indikasi sosial. Persalinan seksio sesar karena indikasi sosial timbul karena adanya
permintaan pasien walaupun tidak ada masalah atau kesulitan untuk melakukan
persalinan normal. Indikasi sosial biasanya sudah direncanakan terlebih dahulu untuk
dilakukan tindakan seksio sesar (Cunningham, et,al 2006. hal 592).

5. Apakah yang menyebkan darah masih banyak keluar dari kemaluan setelah satu bulan
pasca op caesar? Tut Fit Nan

Etiologi Perdarahan Postpartum


Perdarahan postpartum bisa disebabkan karena :
1) Atonia Uteri
Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya miometrium untuk
berkontraksi setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol
oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang berada di sekitar pembuluh
darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta (Wiknjosastro, 2006).

Kegagalan kontraksi dan retraksi dari serat miometrium dapat menyebabkan


perdarahan yang cepat dan parah serta syok hipovolemik. Kontraksi miometrium yang
lemah dapat diakibatkan oleh kelelahan karena persalinan lama atau persalinan yang
terlalu cepat, terutama jika dirangsang. Selain itu, obat-obatan seperti obat anti-
inflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik, dan nifedipin juga dapat
menghambat kontraksi miometrium. Penyebab lain adalah situs implantasi plasenta di
segmen bawah rahim, korioamnionitis, endomiometritis, septikemia, hipoksia pada
solusio plasenta, dan hipotermia karena resusitasi masif (Rueda et al., 2013).

Atonia uteri merupakan penyebab paling banyak PPP, hingga sekitar 70% kasus. Atonia
dapat terjadi setelah persalinan vaginal, persalinan operatif ataupun persalinan
abdominal. Penelitian sejauh ini membuktikan bahwa atonia uteri lebih tinggi pada
persalinan abdominal dibandingkan dengan persalinan vaginal (Edhi, 2013).

2) Laserasi jalan lahir


Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma. Pertolongan
persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan robekan jalan
lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks
belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan
perineum, trauma forsep atau vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi
(Prawirohardjo, 2010).

Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan yaitu (Rohani, Saswita dan


Marisah, 2011):

a. Derajat satu
Robekan mengenai mukosa vagina dan kulit perineum.

b. Derajat dua
Robekan mengenai mukosa vagina, kulit, dan otot perineum.

c. Derajat tiga
Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum, dan otot
sfingter ani eksternal.

d. Derajat empat
Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter
ani eksternal, dan mukosa rektum.

3) Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir hingga atau melebihi waktu 30 menit
setelah bayi lahir. Hal ini disebabkan karena plasenta belum lepas dari dinding uterus
atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Retensio plasenta merupakan
etiologi tersering kedua dari perdarahan postpartum (20% - 30% kasus). Kejadian ini
harus didiagnosis secara dini karena retensio plasenta sering dikaitkan dengan atonia
uteri untuk diagnosis utama sehingga dapat membuat kesalahan diagnosis. Pada
retensio plasenta, resiko untuk mengalami PPP 6 kali lipat pada persalinan normal
(Ramadhani, 2011).

Terdapat jenis retensio plasenta antara lain (Saifuddin, 2002) :


a. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan mekanisme separasi fisiologis.

b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian
lapisan miometrium.

c. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan
serosa dinding uterus.

d. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus serosa
dinding uterus.

e. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan


oleh konstriksi ostium uteri.

4) Koagulopati
Perdarahan postpartum juga dapat terjadi karena kelainan pada pembekuan darah.
Penyebab tersering PPP adalah atonia uteri, yang disusul dengan tertinggalnya
sebagian plasenta. Namun, gangguan pembekuan darah dapat pula menyebabkan PPP.
Hal ini disebabkan karena defisiensi faktor pembekuan dan penghancuran fibrin yang
berlebihan. Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan
ataupun didapat. Kelainan pembekuan darah dapat berupa hipofibrinogenemia,
trombositopenia, Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP), HELLP syndrome
(hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count), Disseminated Intravaskuler
Coagulation (DIC), dan Dilutional coagulopathy (Wiknjosastro, 2006; Prawirohardjo,
2010).

Kejadian gangguan koagulasi ini berkaitan dengan beberapa kondisi kehamilan lain
seperti solusio plasenta, preeklampsia, septikemia dan sepsis intrauteri, kematian janin
lama, emboli air ketuban, transfusi darah inkompatibel, aborsi dengan NaCl hipertonik
dan gangguan koagulasi yang sudah diderita sebelumnya. Penyebab yang potensial
menimbulkan gangguan koagulasi sudah dapat diantisipasi sebelumnya sehingga
persiapan untuk mencegah terjadinya PPP dapat dilakukan sebelumnya (Anderson,
2008).

You might also like