You are on page 1of 42

9

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 KONSEP TEORI DIARE

2.1.1 Pengertian

Diare merupakan pengeluaran feses yang tidak normal dan cair.

Bisa juga didefinisikan sebagai buang air besar yang tidak normal dan

berbentuk cair dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Bayi

dikatakan diare bila sudah lebih dari 3 kali buang air besar dalam bentuk

tinja yang encer, sedangkan neonatus dikatakan diare bila sudah lebih

dari 4 kali buang air besar (Vivian, 2012).

Diare merupakan kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan

yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan

bentuk tinja yang encer atau cair (Suriadi, 2010).

Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak

normal atau tidak seperti biasanya, di tandai dengan peningkatan volume,

keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih

dari 4 kali sehari dengan atau tanpa darah (Hidayat, 2006).

Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja

yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau

lebih dalam sehari) (Depkes RI, 2000). Sedangkan, menurut Widjaja

(2002), diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat kali

sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak. Hingga kini diare
10

masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkat pertama di

Indonesia.

Dari beberapa sumber diatas dapat disimpulkan bahwa diare

merupakan buang air besar yang abnormal dengan frekuensi lebih dari 3

kali sehari dengan bentuk tinja yang encer.

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan

Gambar 1. Anatomi Sistem Pencernaan

a. Mulut

Mulut merupakan jalan masuk yang dilalui makanan pertama

kali untuk sistem pencernaan. Rongga mulut dilengkapi dengan alat

pencernaan (gigi dan lidah) serta kelenjar pencernaan yang membantu

pencernaan makanan. Secara umum, mulut terdiri dari 2 bagian atas

bagian luar (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi
11

dan rongga mulut bagian dalam yaitu rongga yang dibatasi sisinya oleh

tulang maksilaris, palatum dan mandibularis disebelah belakang

bersambung dengan faring. Palatum terdiri atas palatum durum

palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah

depan tulang maksilaris dan palatum mole (palatum lunak) terletak

dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak,

terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lendir.

b. Faring

Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut

dan esofagus. Di dalam lengkung faring terdapattonsil (amandel) yaitu

kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan

merupakan pertahanan terhadap infeksi. Disini juga terletak

persimpangan antara jalan nafas dan makanan, letaknya dibelakang

rongga mulut, di depan ruas tulang belakang. Ke atas bagian depan

berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang

disebut ismus fausium.

Bagian-bagian faring adalah:

1) Superior (nasofaring): setinggi dengan hidung, bermuara tuba

yang menghubungkan faring dengan gendang telinga

2) Media (orofaring): setinggi dengan mulut, berbatas ke depan

sampai di akar lidah.

3) Inferior (laringofaring) setinggi dengan laring, menghubungkan

orofaring dengan laring.


12

c. Esofagus

Merupakan bagian saluran pencernaan sepanjang ± 25 cm dan

berdiameter 2 cm. Esofagus berbentuk seperti tabung berotot yang

menghubungkan rongga mulut dengan lambungdengan bagian

posterior berbatasan dengan faring setinggi cartilage cricoidea dan

sebelah anterior berbatasan dengan corpus vertebrae. Ketika seseorang

menelan, maka spingter akan relaksasi secara otomatis dan akan

membiarkan makanan atau minuman masuk kedalam lambung. Fungsi

esofagus adalah menyalurkan makanan ke lambung. Agar makanan

dapat berjalan sepanjang esofagus, terdapat gerakan peristaltik

sehingga makanan dapat berjalan menuju lambung.

d. Lambung

Lambung merupakan organ pencernaan yang paling fleksibel

karena mampu menampung makanan sebanyak 2-3 liter. Bentuknya

seperti huruf J atau kubah dan terletak di kuadran kiri bawah abdomen.

Lambung merupakan kelanjutan dari esofagus bagian superior dan

bersambungan dengan usus kecil bagian duodenum. Fungsi utama dari

lambung adalah menyimpan makanan yang sudah bercampur dengan

cairan yang dihasilkan lambung (getah lambung).

Lambung terdiri dari 4 bagian besar, yaitu kardiak (bagian atas,

berdekatan dengan spingter gastroesofagus), fundus ( berbentuk kubah,

kontak langsung dengan diafragma), korpus area paling besar) dan

pilorus (bagian lambung berbentuk tabung yang mempunyai otot yang


13

tebal membentuk spingter pilorus). Lambung juga mempunyai 2

lapisan dan 2 pembatas. Lapisan yang dimaksud yaitu anterior dan

posterior. Sedangkan 2 pembatas lambung disebut dengan kurvatura

minor dan mayor.

Senyawa kimiawi yang dihasilkan lambung.

Table 1. Senyawa Kimia Lambung


Senyawa kimia Fungsi

Asam HCI Mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin.

Sebagai disinfektan, serta merangsang

pengeluaran hormon sekretin dan kolesistokinin

pada usus halus

Lipase Memecah lemak menjadi asam lemak dan

gliserol. Namun lipase yang dihasilkan sangat

sedikit

Renin Mengendapkan protein pada susu (kasein) dari

air susu (ASI). Hanya dimiliki oleh bayi

Mukus Melindungi dinding lambung dari kerusakan

akibat asam HCI


14

e. Usus Halus

Usus halus merupakan kelanjutan dari lambung yang terletak

diantara spingter pilorus lambung dengan valve ileosekal yang

merupakan awal usus besar, posisinya terletak disentral bawah

abdomen yang disuport dengan lapisan mesenterika (berbentuk seperti

kipas) yang memungkinkan usus halus ini mengalami perubahan

bentuk (seperti berkelok-kelok). Mesenterika ini dilapisi pembuluh

darah, persyarafan dan saluran limfe yang mensuplai kebutuhan

dinding usus.

Usus halus memiliki saluran paling panjang dari saluran pencernaan

dengan panjang sekitar 3 meter dengan lebar 2,5 cm, walaupun tiap

orang memiliki ukuran yang berbeda-beda. Usus halus sering disebut

dengan usus kecil karena ukuran deameternya yang lebih kecil

dibandingkan dengan usus besar. Usus halus ini terbagi menjadi 3

bagian yaitu duodenum (± 25 cm), jejunum (± 2,5 m), serta ileum (±

3,6 m).

Adapun fungsi dari usus halus adalah menerima sekresi hati dan

pancreas, mengabsorpsi saripati makanan dan menyalurkan sisa hasil

metabolisme ke usus besar. Pada usus halus hanya terjadi pencernaan

secara kimiawi saja, dengan bantuan senyawa kimia yang dihasilkan

oleh usus halus serta senyawa kimia dari kelenjar pankreas yang

dilepaskan ke usus halus.

Senyawa yang dihasilkan oleh usus halus adalah :


15

Table 2. Senyawa Usus Halus


Senyawa kimia Fungsi

Disakaridase Menguraikan disakarida menjadi monosakarida

Erepsinogen Erepsin yang belum aktif yang akan dirubah

menjadi erepsin. Erepsin mengubah pepton

menjadi asam amino

Hormon sekretin Merangsang kelenjar pankreas mengeluarkan

senyawa kimia yang dihasilkan ke usus halus

Hormon CCK Merangsang hati untuk mengeluarkan cairan

(Kolesistokinin) empedu kedalam usus halus

f. Usus Besas

Kolon merupakan usus yang memiliki diameter yang lebih besar

dari usus halus. Ia memiliki panjang 1,5 meter, dan berbentuk seperti

huruf U terbalik. Usus besar dibagi menjadi 3 daerah, yaitu : kolon

asenden, kolon transversum, dan kolon desenden.

Fungsi kolon adalah:

1) Menyerap air selama proses pencernaan

2) Tempat dihasilkannya vitamin K, dan vitamin H (Biotin)

sebagai hasil simbiosis dengan bakteri usus, misalnya E.coli.

3) Membentuk massa feses

4) Mendorong sisa makanan hasil pencernaan (feses) keluar dari

tubuh.
16

g. Rektum

Rektum merupakan lubang tempat pembuangan feses dari

tubuh. Sebelum dibuang lewat anus, feses akan ditampung terlebih

dahulu pada bagian rektum. Apabila feses sudah siap dibuang maka

otot spingter rektum mengatur pembukaan dan penutupan anus. Otot

spingter yang menyusun rektum ada 2, yaitu otot polos dan otot lurik.

2.1.3 Etiologi

1. Infeksi

a. Enteral, yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran pencernaan dan

merupakan penyebab utama terjadinya diare. Infeksi enteral meliputi :

virus ( adenovirus, rotavirus, astrovirus, dan sebagainya). Bakteri

(vibrio, e. Coli, salmonella, yersinia, aeromonas, dan sebagainya).

Infeksi parasit (cacing, protozoa, serta jamur)

b. Parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar pencernaan,

misalnya otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis,

bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.

2. Malabsorbsi

a. Karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa)

serta monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada

anak dan bayi yang paling bahaya adalah intoleransi laktosa.

3. Makanan, misalnya makanan beracun, makanan basi, pengolahan makanan

yang tidak hygiene, alergi jenis makanan seperti udang dan susu.
17

4. Psikologis, misalnya rasa takut dan cemas.

Mekanisme dasar yang dapat menyebabkan terjadinya diare adalah sebagai

berikut.

1. Ganguan osmotik.

Akibat adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap tubuh akan

menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus. Isi rongga usus yang

berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkkan isinya sehingga

timbul diare.

2. Gangguan sekresi.

Akibat rangsangan tertentu, misalnya toksin pada dinding usus yang akan

menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit yang berlebihan

kedalam rongga usus, sehingga akan terjadi peningkatan isi rongga usus

yang akan merangsang pengeluaran isi dari rongga usus dan akhirnya

timbullah diare.

3. Gangguan mobilitas usus.

Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan bagi usus

untuk menyerap makanan yang masuk, sehingga akan timbul diare. Akan

tetapi, apabila terjadi keadaan yang sebaliknya yaitu penurunan peristaltik

usus maka akan dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan

didalam rongga usus sehingga akan menyebabkan diare juga (Aziz, 2006).
18

2.1.4 Klasifikasi Diare

Menurut Depkes Republik Indonesia (2013) diare dibedakan

berdasarkan beberapa hal diantaranya yaitu ;

1. Diare berdasarkan lamanya

a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.

b. Diare kronis atau persisten , yaitu diare yang berlangsung lebih dari

14 hari.

c. Disentri, yaitu diare dengan darah dan lender dalam feses.

2. Diare berdasarkan mekanisme patofisiologi

a. Diare Sekresi

Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan

elektrolit dari usus sehingga menurunkan absorbsi. Yang khas pada

diare ini yaitu klinis ditemukannya diare dengan volume tinja

bnyak sekali. Diare tipe ini akan terus berlangsung walaupun

dilakukan puasa makan dan minum.

b. Diare Osmotik

Diare tipe ini disebabkan karena adanya perbedaan tekanan

osmotic pada usus sehingga cairan tubuh keluar menuju usus. Hal

ini disebabkan oleh obat-obatan atau zat kimia yang hiperosmotik,

malabsorbsi umum dan efek dalam absorbsi mukosa usus misalnya

pada difisiensi dikarasidase, malabsorbsi glukosa, dll.


19

2.1.5 Patofisiologi

Menurut Aziz (2012) patofisiologi diare yaitu proses terjadinya

diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor di antaranya

pertama faktor infeksi, proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme

(kuman) yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian

berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat

menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya, terjadi perubahan

kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam

absorpsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri

akan menyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa

mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan

meningkat. Kedua, faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam

melakukan absorpsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat

sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat

meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare. Ketiga, faktor

makanan, ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap

dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang

mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makan yang

kemudian menyebabkan diare. Keempat, faktor psikologis dapat

mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan

diare.
20

WOC :

Faktor infeksi F. malabsorbsi F. makanan F. Psikologi


KH,Lemak,Protein

Masuk dan Meningkat toksin tak dapat cemas


berkembang dalam tekanan osmotik diserap
usus
Kecemasan
pada anak

Hipersekseri air Pergeseran air dan Hiperperistaltik


dan elektrolit elektrolit ke
Menurunnya kesempatan usus
rongga usus
menyerap makanan

Diare

Frek. BAB meningkat Integritas kulit Distensi abdomen


perianal

Kehilangan cairan dan Resiko kerusakan Mual muntah


elektrolit integritas kulit

gg. kes. Cairan dan Nafsu makan


elektrolit Resiko peningkatan menurun
suhu tubuh
Resiko hipovolemi syok Berat badan
Koping keluarga menurun
tidak efektif
Kesadaran menurun
Perubahan nutrisi
Kecemasan pada kurang dari
Kekurangan volume cairan
keluarga dan anak kebutuhan tubuh

Sumber : https://www.scribd.com/doc/260442948/WOC-DIARE
21

2.1.6 Tanda dan Gejala

Menurut Vivian (2012) tanda dan gejala pada anak yang mengalami diare.

1. Cengeng, rewel.

2. Gelisah.

3. Suhu meningkat.

4. Nafsu makan menurun.

5. Feses cair dan berlendir, kadang juga disertai dengan ada darahnya.

Kelamaan, feses ini akan berwarna hijau dan asam.

6. Anus lecet.

7. Dehidrasi, bila terjadi dehidrasi berat akan terjadi penurunan volume

dan tekanan darah, nadi cepat dan kecil, peningkatan denyut jantung,

penurunan kesadaran, dan diakhiri dengan syok.

8. Berat badan menurun.

9. Turgor kulit menurun.

10. Mata dan ubun-ubun cekung.

11. Selaput lendir dan mulut serta kulit menjadi kering.

Tanda dan Derajat Dehidrasi

1. Tipe Dehidrasi

a. Isotonik

b. Hipotonik

c. Hipertonik
22

2. Derajat Dehidrasi

a. Dehidrasi Ringan

Penurunan BB 3-5%, frekuensi nadi normal, membran

mukosa normal, ubun-ubun depan normal.

b. Dehidrasi Sedang

Penurunan BB 6-9%, frekuensi nadi sedikit meningkat,

membran mukosa kering, ubun-ubun depan normal hingga cekung.

c. Dehidrasi Berat

Penurunan BB 10%, frekuensi nadi sangat meningkat,

membran mukosa sangat kering, ubun-ubun depan cekung.

2.1.7 Pemeriksaan penunjang

Menurut Donna. L. Wong (2009). Riwayat penyakit memberikan

informasi yang berharga mengenai durasi penyakit, intensitasnya, gejala

yang menyertai dan penyebab diare yang potensial. Riwayat yang lengkap

harus meliputi obat – obat yang sekarang diminum oleh anak,

kemungkinan konsumsi makanan tertentu, riwayat keluarga dan riwayat

perjalanan yang baru saja dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang

ekstensif bukan merupakan indikasi bagi anak diare tanpa disertai

komplikasi dan dehidrasi. Pemeriksaan laboratorium diperlukan bila anak

menderita dehidrasi sedang hingga berat. Spesimen feses harus diperoleh

pada semua anak dengan diare yang berlangsung lebih dari beberapa hari

lamanya. Diare cair dan menyembur menunjukan intoleransi glukosa, diare

dengan feses yang banyak, berminyak dan berbau busuk menunjukan


23

malabsorbsi lemak. Diare yang timbul sesudah minum susu sapi,

mengonsumsi buah atau sereal untuk pertama kalinya dapat berkaitan

dengan defisiensi enzim atau intoleransi protein.

Pemeriksaan kultur feses harus dikerjakan bila di dalam feses

tersebut terdapat darah atau mukus, bila gejalanya berat atau bila terdapat

riwayat meloncang ke negara berkembang dan bila ditemukan leukosit

polimorfonuklear di dalam feses. Pemeriksaan ELISA ( enzyme –linked

immunosorbent assay) dapat dilakukan untuk memastikan keberadaan

rotavirus atau giardia. Jika terdapat riwayat pemakaian antibiotik yang

baru saja, pemeriksaan toksin C, difficle pada feses harus dikerjakan.

Pemeriksaan feses untuk menemukan telur cacing dan parasit harus

dilakukan bila hasil kultur bakteri serta virusnya negative dan bila diare

berlangsung lebih dari beberapa hari.

Nilai pH feses yang kurang dari 6 dan keberadaan zat preduksi

dapat menunjukan adanya malabsorbsi hidrat arang atau defisiensi skunder

enzim laktase. Pengukuran kadar elektrolit dalam feses dapat membantu

mengidentifikasi anak – anak yang menderita diare sekretorik.

Berat jenis urin harus ditentukan jika dicurigai kemungkinan

dehidrasi. Pemeriksaan hitung darah lengkap, kadar elektrolit serum,

kreatinin dan ureum harus dilakukan pada anak yang memerlukan

perawatan rumah sakit. Biasanya hemoglobin, hematokrit, kadar ureum

serta kreatinin meninggi pada diare akut dan diare kronis harus normal

kembali setelah dilakukan rehidrasi.


24

2.1.8 Komplikasi

Komplikasi diare menurut Nursalam (2008) adalah sebagai berikut:

1. Dehidrasi akibat kkekurangan cairan dan elektrolit, yang dibagi

menjadi:

a. Dehidrasi ringan, apabila terjadi kehilangan cairan < 5% BB.

b. Dehidrasi sedang, apabila terjadi kehilangan cairan 5-10% BB.

c. Dehidrasi berat, apabila terjadi kehilangan cairan >10-15% BB.

2. Renjatan hypovolemik akibat menurunnya volume darah dan apabila

penurunan volume darah mencapai 15-20% BB maka akan

menyebabkan penurunan tekanan darah.

3. Hipokalemia dengan gejala yang muncul adalah meteorismus, hipotoni

otot, kelemahan, bradikardia, dan perubahan pada pemeriksaan EKG.

4. Hipoglikemia.

5. Intoleransi laktosa sekunder akibat difisiensi enzim laktosa karena

kerusakan vili mukosa usus halus.

6. Kejang.

7. Malnutrisi energi protein karena selain diare dan muntah, biasanya

penderita mengalami kelaparan.

Pencegahan Diare

Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara

umum yakni:

1. Primary Prevention (promosi kesehatan dan pencegahan khusus)


25

Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor

penyebab, lingkungan dan faktor pejamu.

a. Penyediaan air bersih

b. Tempat pembuangan tinja

c. Status gizi

d. Kebiasaan mencuci tangan

2. Secondary Prevention (diagnosis dini serta pengobatan yang tepat)

Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang

telah menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan

menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta

untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip

pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit

(rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan

oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai

radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis

pasien.

3. Tertiary Prevention (pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi)

Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan

sampai mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada

tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik,

psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan

usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari

penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus


26

mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan.

Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap

memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara

mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan

kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan

kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan

dengan teman sepermainan.

2.1.9 Penatalaksanaan

Prinsip perawatan diare adalah sebagai berikut.

1. Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumatan).

a. Jumlah cairan yang diberikan adalah 100 ml/kgBB/hari sebanyak 1

kali setiap 2 jam, jika diare tanpa dehidrasi. Sebanyak 50% cairan

ini diberikan dalam 4 jam pertama dan sisanya adlibitum.

b. Sesuai dengan umur anak:

1) < 2 tahun diberikan 0,5 gelas;

2) 2-6 tahun diberikan 1 gelas;

3) >6 diberikan 400 cc (2 gelas).

c. Apabila dehidrasinya ringan dan diarenya 4 kali sehari, maka

diberikan cairan 25-100 ml/kg/BB dalam sehari atau 2 jam sekali.

2. Obat-obatan

a. Oralit diberikan sebanyak ± 100 ml/kgBB setiap 4-6 jam pada

kasus dehidrasi ringan sampai berat.

Beberapa cara untuk membuat cairan rumah tangga (cairan RT).


27

1) Larutan gula garam (LGG): 1 sendok teh gula pasir + ½

sendok teh garam dapur halus + 1 gelas air masak atau air teh

hangat.

2) Air tajin (2 liter + 5 g garam).

a) Cara tradisional.

3 liter air + 100 g atau 6 sendok makan beras dimasak

selama 45-60 menit.

b) Cara biasa.

2 liter air + 100 g tepung beras + 5 g garam dimasak

hingga mendidih.

3. Teruskan pemberian ASI karena bisa membantu meningkatkan daya

tahan tubuh anak.

DIARE

Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan Dehidrasi berat


sampai dengan/tanpa sampai dehidrasi dengan
dehidrasi rinagan berat komplikasi/penyakit
penyerta

Cairan rehidrasi
Cairan RT (LGG, air Oralit parental, misalnya
tajin, kuah sayur, dan dengan Ringer Laktat
teh botol (RL) dan glukosa

Pengobatan Perawatan di Perawatan di Rumah


dirumah puskesmas/poliklinik Sakit/Puskesmas
RS
28

Rata-rata jumlah cairan yang diminum setiap minum

Usia minggu I dan II = 60-90 ml

3 minggu- 1 bulam = 120-150 ml

3-4 bulan = 180 -210 ml

5-12 bulan = 210-240 ml

Perkiraan kebutuhan cairan

Berat badan 1-10 kg = 100/kg BB

Berat badan 11-20 kg =1000 + ( 50 ml/kg BB > 10 kg )

Berat badan > 20 kg =1500 + ( 20 ml/kg BB >20 kg )

Cara menghitung keseimbangan cairan pada bayi / anak

Input terdiri atas :

a. Makan/minum

b. Infus

c. Air metabolisme

Output terdiri atas :

a. Urine

b. Feses

c. Muntah

d. Pendarahan

e. IWL

Rumus

IWL = 30 – usia ( tahun ) /kg BB/hari


29

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian Keperawatan

1. Identitas

Menurut Nursalam (2008) meliputi nama lengkap, tempat tinggal,

jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama

orang tua, pekerjaan orang tua dan penghasilan. Pada pasien diare akut,

sebagian besar adalah anak yang berumur dibawah 2 tahun. Insiden paling

tinggi terjadi pada umur 6-11 bulan karena pada masa ini mulai di berikan

makanan pendamping.

2. Keluhan utama

Buang air besar (BAB) lebih 3 kali sehari, (BAB) < 4 kali dan cair

(diare tanpa dhehidrasi), BAB lebih dari 4-10 kali dan cair (dehidrasi

ringan/sedang), atau BAB >10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare

berlangsung <14 hari maka diare tersebut adalah diare akut, sementara

apabila berlangsung selama 14 hari atau lebih adalah diare persisten.

3. Riwayat penyakit sekarang

a) Mula-mula bayi/anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin

meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada dan kemungkinan

timbul diere.

b) Tinja makin cair, mungkin disertai lender dan darah. Warna tinja

menjadi kehijauan karena bercampur empedu.

c) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan

sifatnya makin asam.


30

d) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.

e) Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka

gejala dehidrasi mulai tampak.

f) Diuresis: terjadi oliguria (kurang I ml/kg/BBjam) bila terjadi

dehidrasi. Urine normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit

gelap pada dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urine dalam waktu

6 jam (dehidrasi berat).

4. Riwayat kesehatan Dahulu

Pernah mengalami Diare sebelumnya, pemakaian antibiotik atau

kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit

menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA, campak.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ada salah satu keluarga yang pernah mengalami Diare.

6. Riwayat Kesehatan Lingkungan

Dari tempat tinggal dan cara pengolahan dan penyimpanan

makanan, kurang menjaga kebersihan, dan kebiasaan anak memakan

makanan tidak mencuci tangan.

7. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

a. Riwayat Prenatal

Konsumsi makanan ibu sangat berpengaruh saat hamil, karena

jika sang ibu salah dalam mengkonsumsi makanan akan berdampak

pada janin sehingga saat dilahirkan nanti sangat mudah terkena Diare.

b. Riwayat Natal
31

Dari awal partus, siapa yang membantu partus, sehingga anak

terlihat sehat/tidak, intoleransi laktosa dan asupan gizi yang buruk

pada ibu hamil sehingga terjadilah gangguan metabolisme yang biasa

menyebabkan Diare.

c. Riwayat Post Natal

Bayi yang dilahirkan dengan berat badan yang kurang dari

normal juga mengalami penurunan imunitas tubuh dan saat bayi lahir

diberikan ASI atau susu formula hal ini sangat memungkinkan bagi si

bayi akan sangat mudah terkena Diare.

8. Riwayat Imunisasi

terutama campak, karena diare lebih sering terjadi atau berakibat

berat pada anak-anak dengan campak atau yang baru menderita campak

dalam 4 minggu terakhir, sebagai akibat dari penurunan kekebalan pada

pasien.

9. Riwayat Tumbuh Kembang

Masalah tumbuh kembang anak adalah masalah yang perlu

diketahui atau dipahami sehingga anak yang mengalami Diare akan

terganggu proses tumbuh kembangnya karena pada masa tumbuh kembang

anak membutuhkan banyak protein, sedangkan pada anak yang mengalami

Diare usus tidak mampu menyerap makanan dengan baik, sehingga

berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya.


32

10. Riwayat Alergi

Anak tidak terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik) karena

faktor ini merupakan salah satu kemungkinan penyebab Diare.

11. Kebiasaan Sehari-hari

Table 3. Kebiasaan Sehari-hari


No Aktivitas

1. Nutrisi
a. Makan
- Frekuensi
- Menu
- Porsi
- Mual Muntah
- Kesulitan Menelan
b. Minum
- Jumlah
- Jenis minuman
2. Eliminasi
a. BAK
- Kebiasaan
- Warna
- Bau
- Jumlah
b. BAK
- Kebiasaan
- Warna
- Konsistensi
3. Pola Istirahat Tidur
- Kebiasaan Tidur
- Memakai Selimut
- Memakai Bantal
- Gangguan Tidur
4. Pola Hygiene Tubuh
- Mandi
- Gosok Gigi
- Cuci Rambut
- Pola Aktivitas
33

12. Keadaan Umum

a) TTV

b) Antropometri

13. Kesadaran

a) Composmentis

b) Apatis

c) Delirium

d) Samnolen

e) Sopor

f) Semi coma

g) Coma

14. Pemeriksaan Fisik

a. Kepala

Lingkar kepala, simetris/tidak, rambut merata/tidak, warna

rambut, kebersihan rambut, nyeri tekan/tidak, ada benjolan/tidak.

b. Mata

Bentuk, kesimetrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata, bola

mata, warna konjungtiva dan seclera (anemis/ikterik), penggunaan

kacamata/lensa kotak, respon terhadap cahaya.

c. Mulut dan Lidah

Warna mukosa mulut dan bibir, tekstur, lesi, dan stomatitis, gigi

lengkap/menggunakan gigi palsu.


34

d. Abdomen

Kuadran dan simetris, warna kulit, lesi, distensi, tonjolan,

pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan dinding perut dan

suara peristaltik usus.

e. Kulit

Kebersihan, warna, pigmentasi, lesi, pucat, sianosis, dan ikterik,

kelembaban, turgor kulit dan edema.

f. Anus

Kebersihan, warna, iritasi dan lesi.

g. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan

diagnosis (kausal) yang tepat, sehingga dapat memberikan terapi yang

tepat pula (suharyono, 1999). Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada

anak yang mengalami diare yaitu:

a. Pemeriksaan tinja, baik secara makroskopi maupun mikroskopi

dengan kultur.

b. Test malabsorbsi yang meliputi karbohidrat (pH,clini tast ), lemak

dan kultur urin.


35

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut Aziz Alimul ( 2012) diagnose keperawatan pada anak

yang muncul dengan kekurangan volume cairan adalah sebagai

berikut:

1. Gangguan keseimbangan cairan dan Elektrolit

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

3. Kerusakan integritas kulit

4. Kurang pengetahuan (keluarga)

5. Kecemasan atau ketakutan

2.2.3 Intervensi Asuhan Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan anak dengan kekurangan volume cairan

(Rukiyah, 2013) dan (Wijayaningsih, 2013).

Table 5. Intervensi Keperawatan


No Tujuan &
Tgl Diagnosa Intervensi Rasional
Dx Kriteria hasil

1 Gangguan Setelah Mandiri :

keseimbangan dilakukan 1. Kaji tanda vital, 1. Untuk menilai

cairan dan tindakan turgor kulit, membran status hidrasi

elektrolit b.d keperawatan mukosa dan status

kehilangan 3x24 jam kesadaran setiap 4

cairan yang diharapkan jam sekali atau sesuai

berlebihan di Masalah dapat indikasi

tandai dengan : diatasi, anak 2. Pertahankan catatan 2. Untuk


36

- Turgor kulit mampu asupan dan haluaran mengevaluasi

tidak elastis memperlihatkan cairan (urin, feses, keefektivan

- Membran tanda rehidrasi dan muntahan) secara intervensi

mukosa dan ketat

kering mempertahanka 3. Pantau berat jenis 3. Untuk menilai

n hidrasi yang urin setiap 8 jam status hidrasi

adekuat dengan sekali atau sesuai

kriteria hasil : indikasi

- Kebutuhan 4. Timbang berat badan 4. Untuk menilai

cairan pada setiap hari keadaan

anak dehidrasi

terpenuhi 5. Instruksikan untuk 5. Karena biasanya

- Turgor kulit menghindari cairan ini banyak

elastis konsumsi cairan mengandung

- Membran jernih seperti jus hidrat arang

mukosa buah, minuman dengan kadar

lembab ringan bersoda, dan elektrolit yang

gelatin rendah dan

osmolalitas yang

tinggi

6. Beri tahu keluarga 6. Untuk

agar melaksanakan memastikan hasil

terapi yang tepat, yang optimal


37

memantau asupan serta

serta haluaran cairan memperbaiki

dan menilai tanda kepatuhan

dehidrasi terhadap

program

terapeutik

Kolaborasi : tersebut

1. Berikan larutan oralit 1. Untuk rehidrasi

sedikit demi sedikit maupun

tetapi sering penggantian

khususnya jika anak cairan yang

muntah hilang lewat

feses

2. Berikan dan pantau 2. Untuk mengatasi

pemberian cairan dehidrasi dan

infuse sesuai program vomitus yang

berat

3. Berikan preparat 3. Untuk mengatasi

antimikroba sesuai mikroorganisme

program pathogen spesifik

yang

menyebabkan

kehilangan
38

cairan berlebihan

4. Berikan oralit 4. Untuk terapi

secara bergantian cairan rumatan

dengan cairan

rendah natrium

sperti air, ASI

atau susu formula

2 Perubahan Setelah Mandiri :

nutrisi kurang dilakukan 1. Beri tahu ibu yang 1. Tindakan ini

dari kebutuhan tindakan menyusui sendiri cendrung

tubuh b.d keperawatan bayinya agar mengurangi

asupan cairan selama 3x24 melanjutkan intensitas dan

yang tidak jam diharapkan pemberian ASI lamanya sakit

adekuat di anak mampu 2. Hindari diet berat 2. Karena diet

tandai dengan : mengonsumsi (pisang, nasi, apel, ini memiliki

- Kebutuh nutrient dalam dan roti kering atau kandungan energi

an nutrisi jumlah yang teh) dan protein yang

pada adekuat untuk rendah, kandungan

anak mempertahanka hidrat arang yang

tidak n berat badan terlampau tinggi

terpenuhi dengan kriteria serta kadar

- Penuruna hasil : elektrolit yang

n BB - Kebutuh rendah
39

an nutrisi 3. Amati dan catat 3. Untuk

pada respons anak menilai toleransi

anak terhadap pemberian anak terhadap

terpenuh makan makanan/susu

i formula yang di

- Peningka berikan.

tan BB 4. Beri tahu keluarga 4. Untuk

agar menerapkan diet menghasilkan

yang tepat kepatuhan terhadap

program terapeutik

5. Gali kekawatiran dan 5. Untuk

prioritas anggota meningkatakan

keluarga kepatuhan terhadap

program terapeutik

3 Kerusakan Setelah Mandiri :

integritas kulit dilakukan 1. Ganti popok 1. Agar kulit

b.d iritasi karena tindakan dengan sering selalu bersih dan

defekasi yang keperawatan kering

sering dan feses selama 3x24 2. Bersihkan bagian 2. Agar dapat di

yang cair di jam diharapkan bokong secara hati-hati bersihkan dengan

tandai dengan : kulit anak tetap dengan sabun non hati-hati karena

- Anak utuh dengan alkalis yang lunak dan feses pasien diare

memperl kriteria hasil : air atau merendam anak bersifat iritatif


40

ih-atkan - Anak dalam bathtub pada kulit.

gejala tidak 3. Bila mungkin 3. Untuk

ruptura memperl biarkan kulit utuh yang mempercepat

kulit ih-atkan berwarna agak kesembuhan

- Turgor gejala kemerahan terkena

kulit ruptura udara

tidak kuit 4. Hindari 4. Karena

elastis - Turgor pemakaian tisu penggunaan tisu

kulit pembersih komersial ini akan

elastis yang mengandung menimbulkan rasa

alcohol pada kulit yang perih

mengalami ekskoriasi

5. Amati bagian 5. Untuk

bokong dan perineum mendeteksi tanda

infeksi seperti

Candida, sehingga

tindakan yang

tepat dapat dimulai

Kolaborasi :

1. Oleskan salep seperti 1. Untuk

zink oksida sesuai melindungi kulit

instruksi dokter terhadap iritasi

2. Oleskan preparat
41

antifungus yang tepat 2. Untuk mengobati

infeksi jamur

pada kulit

4 Kurang Setelah Mandiri :

pengetahuan dilakukan 1. Berikan informasi 1. Untuk

keluarga b.d tindakan kepada keluarga mendorong

krisis situasi dan keperawatan mengenai keadaan kepatuhan

kurangnya 3x24 jam di sakit anaknya dan terhadap program

pengetahuan di harapkan tindakan terapeutik,

tandai dengan : keluarga terapeutiknya khususnya di

- Keluarga memahami rumah

tidak penyakit pada 2. Bantu keluarga dalam 2. Agar keluarga

memaha anaknya, serta memberikan rasa mampu

mi penangananya nyaman dan menerapkan

penyakit dan mampu dukungan kepada perawatan pada

yang di melaksanakan anak anaknya

derita perawatan 3. Izinkan anggota 3. Untuk memenuhi

anaknya dengan kriteria keluarga kebutuhan anak

- Keluarga hasil : berpartisipasi maupun keluarga

tidak - Keluarga menurut keinginan

mampu mampu mereka dalam

merawat memaha perawatan anak


42

anknya mi 4. Beri tahu keluarga 4. Untuk mencegah

penyakit mengenai tindakan penyebaran

yang di penjagaan yang harus infeksi

derita diambil

anaknya 5. Atur perawatan 5. Untuk pengkajian

- Keluarga kesehatan dan penanganan

mampu pascahospitalisasi yang

merawat berkesinambungan

anaknya 6. Rujuk keluarga ke 6. Untuk supervisi

institusi pelayanan di rumah jika

kesehatan masyarakat diperlukan

5 Kecemasan b.d Setelah Mandiri :

keterpisahan dilakukan 1. Anjurkan kunjungan 1. Untuk mencegah

anak dari orang tindakan dan partisipasi stress pada anak

tuanya, keperawatan keluarga dalam karena berpisah

lingkungan yang selama 3x24 perawatan anak dari keluarganya

tidak biasa, dan jam di harapkan sesuai kemampuann 2. Untuk

prosedur yang anak keluarga memberikan rasa

menimbulkan memperlihatkan 2. Berikan sentuhan dan nyaman dan

distress di tandai tanda distress berbicara dengan mengurangi

dengan : fisik atau anak sebanyak stress

- Anak emosional yang mungkin

memperl minimal dengan 3. Lakukan stimulasi 3. Untuk


43

ihatkan kriteria hasil : dan pengalihan meningkatkan

rasa - Anak sensorik yang sesuai pertumbuhan dan

tidak memperlihatka dengan tingkat dan perkembangan

nyaman n tanda rasa kondisi yang optimal

- Cemas nyaman perkembangan anak

- Kecemasan

teratasi

2.2.4 Implementasi

Implementasi keperawatan anak dengan kekurangan volume

cairan (Rukiyah, 2013) dan (Wijayaningsih, 2013).

a. Gangguan Keseimbangan cairan dan Elektrolit b.d kehilangan

cairan yang berlebihan.

Mandiri:

1. Mengkaji tanda vital, turgor kulit, membran mukosa dan status

kesadaran setiap 4 jam sekali atau sesuai indikasi.

2. Mempertahankan catatan asupan dan haluaran cairan (urin,

feses, dan muntahan) secara ketat.

3. Memantau berat jenis urin setiap 8 jam sekali atau sesuai

indikasi.

4. Menimbang berat badan setiap hari.

5. Menginstruksikan untuk menghindari konsumsi cairan jernih

seperti jus buah, minuman ringan bersoda, dan gelatin.


44

6. Memberi tahu keluarga agar melaksanakan terapi yang tepat,

memantau asupan serta haluaran cairan dan menilai tanda

dehidrasi.

Kolaborasi:

1. Memberikan larutan oralit sedikit demi sedikit tetapi sering

khususnya jika anak muntah.

2. Memberikan dan memantau pemberian cairan infuse sesuai

program.

3. Memberikan preparat antimikroba sesuai program.

4. Memberikan oralit secara bergantian dengan cairan rendah

natrium sperti air, ASI atau susu formula.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan cairan

yang tidak adekuat.

Mandiri:

1. Memberi tahu ibu yang menyusui sendiri bayinya agar

melanjutkan pemberian ASI.

2. Menghindari diet berat (pisang, nasi, apel, dan roti kering atau

teh).

3. Mengamati dan catat respons anak terhadap pemberian makan.

4. Memberi tahu keluarga agar menerapkan diet yang tepat.

5. Menggali kekawatiran dan prioritas anggota keluarga.

c. Kerusakan integritas kulit b.d iritasi karena defekasi yang sering

dan feses yang cair.


45

Mandiri:

1. Mengganti popok dengan sering.

2. Membersihkan bagian bokong secara hati-hati dengan sabun non

alkalis yang lunak dan air atau merendam anak dalam bathtub.

3. Menyampaikan pada keluarga bila mungkin biarkan kulit utuh

yang berwarna agak kemerahan terkena udara.

4. Menghindari pemakaian tisu pembersih komersial yang

mengandung alcohol pada kulit yang mengalami ekskoriasi.

5. Mengamati bagian bokong dan perineum.

Kolaborasi:

1. Mengoleskan salep seperti zink oksida sesuai instruksi dokter.

2. Mengoleskan preparat antifungus yang tepat.

d. Kurang pengetahuan keluarga b.d krisis situasi dan kurangnya

pengetahuan.

Mandiri:

1. Memberikan informasi kepada keluarga mengenai keadaan sakit

anaknya dan tindakan terapeutiknya.

2. Membantu keluarga dalam memberikan rasa nyaman dan

dukungan kepada anak.

3. Mengizinkan anggota keluarga berpartisipasi menurut keinginan

mereka dalam perawatan anak.

4. memberi tahu keluarga mengenai tindakan penjagaan yang harus

diambil.
46

5. Mengatur perawatan kesehatan pascahospitalisasi.

6. Rujuk keluarga ke institusi pelayanan kesehatan masyarakat.

e. Kecemasan b.d keterpisahan anak dengan orang tuanya, lingkungan

yang tidak biasa, dan prosedur yang menimbulkan distress.

Mandiri:

1. Menganjurkan kunjungan dan partisipasi keluarga dalam

perawatan anak sesuai kemampuann keluarga.

2. Memberikan sentuhan dan berbicara dengan anak sebanyak

mungkin.

3. Melakukan stimulasi dan pengalihan sensorik yang sesuai

dengan tingkat dan kondisi perkembangan anak.

2.2.5 Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, segera lakukan

evaluasi. Evaluasi terhadap masalah keperawatan kekurangan volume

cairan meliputi kemampuan anak dan keluarganya yaitu mengenal

kekurangan volume cairan , mampu mengontrol kekurangan volume

cairan, menyebutkan tanda dan gejala kekurangan volume cairan.

Keefektifan intervensi keperawatan ditentukan oleh pengkajian

ulang yang terus-menerus menurut pedoman observasi berikut ini :

1. Memantau kehilangan cairan dengan mengukur asupan serta

haluaran cairan dengan cermat dan menimbang berat badan anak

setiap hari
47

2. Memantau asupan makanan,khususnya jumlah kalori dari

makanan

3. Mengamati tanda-tanda yang membuktikan adanya komplikasi

dari penyakit yang mendasari dan atau terapi

4. Mengamati dan mewawancarai keluarga untuk menentukan

derajat dan keefektifan perawat/asuhan.

2.3 Konsep Masalah yang Diangkat

2.3.1 Pengertian Dehidrasi

Menurut (Donna L. Wong, 2009) Dehidrasi merupakan

gangguan cairan tubuh yang sering dijumpai pada bayi serta anak-anak

dan terjadi ketika haluaran total cairan melebihi asupan total tanpa

menghiraukan penyebab yang mendasarinya. Dehidrasi dapat terjadi

karena sejumlah penyakit yang menyebabkan kehilangan cairan tak

kasat mata ( insensible water loss) lewat kulit dan traktus respiratorius,

lewat peningkatan ekskresi renal dan lewat traktus GI. Meskipun

dehidrasi dapat terjadi karena kurangnya asupan oral ( khususnya pada

suhu lingkungan yang tinggi), keadaan ini lebih sering disebabkan oleh

kehilangan cairan yang abnormal seperti terlihat pada muntah dan diare

ketika asupan oralnya hanya mampu mengimbangi sebagian kehilangan

yang abnormal tersebut. Penyebab dehidrasi lainnya yang signifikan

adalah ketoasidosis diabetes dan luka bakar yang luas.


48

1. Tipe Dehidrasi

a. Isotonik

b. Hipotonik

c. Hipertonik

2. Derajar Dehidrasi

a. Dehidrasi Ringan

Penurunan BB 3-4%, frekuensi nadi normal, membran mukosa

normal, ubun-ubun depan normal.

b. Dehidrasi Sedang

Penurunan BB 6-8%, frekuensi nadi sedikit meningkat,

membran mukosa kering, ubun-ubun depan normal hingga

cekung.

c. Dehidrasi Berat

Penurunan BB 10%, frekuensi nadi sangat meningkat,

membran mukosa sangat kering, ubun-ubun depan cekung.

2.3.2 Penyebab Dehidrasi

Mencari penyebab dehidrasi merupakan hal penting. Asupan

cairan yang buruk, cairan keluar berlebihan, peningkatan insensible

water loss (IWL), atau kombinasi hal tersebut dapat menjadi penyebab

deplesi volume intravaskuler. Keberhasilan terapi membutuhkan

identifi kasi penyakit yang mendasari kondisi dehidrasi. Beberapa

faktor patologis penyebab dehidrasi yang sering: 4


49

a. Gastroenteritis

Diare adalah etiologi paling sering. Pada diare yang disertai

muntah, dehidrasi akan semakin progresif. Dehidrasi karena diare

menjadi penyebab utama kematian bayi dan anak di dunia.

b. Stomatitis dan faringitis

Rasa nyeri mulut dan tenggorokan dapat membatasi asupan

makanan dan minuman lewat mulut.

c. Ketoasidosis diabetes (KAD)

KAD disebabkan karena adanya diuresis osmotik. Berat badan

turun akibat kehilangan cairan dan katabolisme jaringan.

d. Demam

Demam dapat meningkatkan IWL dan menurunkan nafsu

makan.

Selain hal di atas, dehidrasi juga dapat dicetuskan oleh kondisi heat

stroke, tirotoksikosis, obstruksi saluran cerna, fi brosis sistik, diabetes

insipidus, dan luka bakar

2.3.3 Penatalaksanaan Dehidrasi

Menurut ( Eri Leksana, 2015) penatalaksanaan dehidrasi yaitu ;


secara sederhana prinsip penatalaksanaan dehidrasi adalah mengganti
cairan yang hilang dan mengembalikan keseimbangan elektrolit,
sehingga keseimbangan hemodinamik kembali tercapai. Selain
pertimbangan derajat dehidrasi, penanganan juga ditujukan untuk
mengoreksi status osmolaritas pasien. Terapi farmakologis dengan
loperamide, antikolinergik, bismuth subsalicylate, dan adsorben, tidak
direkomendasikan terutama pada anak, karena selain dipertanyakan
50

efektivitasnya, juga berpotensi menimbulkan berbagai efek samping.


Pada dehidrasi karena muntah hebat, ondansetron efektif membantu
asupan cairan melalui oral dan mengatasi kedaruratan.
Adanya muntah bukan merupakan kontraindikasi pemberian
ORS, kecuali jika ada obstruksi usus,ileus, atau kondisi abdomen akut,
maka rehidrasi secara intravena menjadi alternatif pilihan. Defisit
cairan harus segera dikoreksi dalam 4 jam dan ORS harus diberikan
dalam jumlah sedikit tetapi sering, untuk meminimalkan distensi
lambung dan refleks muntah. Secara umum, pemberian ORS sejumlah
5 ml setiap menit dapat ditoleransi dengan baik. Jika muntah tetap
terjadi, ORS dengan NGT(nasogastric tube) atau NaCl 0,9% 20 – 30
ml/kgBB selama 1 – 2 jam dapat diberikan untuk mencapai kondisi
rehidrasi. Saat pasien telah dapat minum atau makan, asupan oral dapat
segera diberikan.

You might also like