Professional Documents
Culture Documents
KMB Fracture Nug
KMB Fracture Nug
Disusun oleh
NAMA MAHASISWA : VINANSIUS SETYANUGRHA
NIM : SN152046
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih
besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh
pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan
kontraksi otot ekstrim. Meskipun tulang patah, jarigan sekitarnya juga
akan terpengaruh , mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke
otot dan sendi, rupture tendon , kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh
darah. Organ tubuh dapat mengalami cidera akan gaya yang disebabkan
oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Bunner & Sudarth, 2001).
4. Komplikasi
a. Komplikasi awal
Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok, yang bias
berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cidera, emboli lemak, yang
dapat terjadi 48 jam atau lebih dan sindrom kompartemen, yang
berakibat kehilangan funggsi ekstermitas permanen jik tidak ditangani
segera. Komplikasi awal lainnya yang berhubungan dengan fraktur
infeksi, tromboli, atau emboli paru, yang dapat menyebabkan kematian
beberapa minggu setelah cidera.
1) Syok. Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan dan
kehilangan cairan ekstra sel kejaringan yang rusak, dapat terjadi
pada fraktur ekstermitas, toraks, pelvis, dan vertebra. Karena
tulang organ yang sangat vaskuler maka dapat terjadi kehilangan
darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma. Penanganan
meliputi mempertahankan volume darah, mengurangi nyeri yang
diderita pasien, memasang pembebat yang memindai, dan
melindungi pasien dari cidera yang lebih lanjut.
2) Sindrom emboli lemak. Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis,
fraktur multipel, atau cidera dapat terjadi emboli lemak, khususnya
pada dewasa muda (20 – 30 tahun pria). Gambaran khasnya berupa
hipoksia, takipnue, takikardi, dan pireksia. Dengan adanya emboli
sistemik pasien nampak pucat. Tampak ada petekie ada membran
pipi dan kantung konjungtiva, pada palatum durum, pada fundus
okuli dan diatas dada dan lipatan ketiak depan.
3) Sindrom compartment
Sindrom kompartement merupakan masalah yang terjadi pada saat
perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk
kebutuhan jaringan. Biasanya disebabkan karena :
a) Penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang
menjerat.
b) Peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau
perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya
iskemik, cidera remuk, dan penyuntikan bahan penghancur
jaringan).
b. Komplikasi lambat
1) Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan. Penyatuan terlambat
terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan normal
untuk jenis dan tempat fraktur tertentu.
2) Stimulasi elektrik osteogenesis. Ostiogenesis tidak adanya
penyatuan dapat distimulasi dengan implus elektrik, efektifitasnya
sama dengan graft tulang. Tidak akan efektif bila graft tulang
terlalu lebar.
3) Nekrosis avaskuler tulang. Terjadi bila tulang kehilangan asupan
darah dan mati. Pasien mengalami nyeri dan keterbatasan gerak.
4) Reaksi terhadap alat fiksasi interna. Biasanya diambil setelah
penyatuhan tulang telah terjadi, namun pada kebanyakan pasien
alat ini tidat diangkat sampai menimbulkan gejala nyeri dan
penurunan fungsi.
5. Patofisiologi dan Pathway
Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh
darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah
terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini
menimbulkan hematom pada kanal medula antara tepi tulang dibawah
periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya
respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan
vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang,
tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera,
tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematom yang
terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang
yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak
tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ
yang lain. Hematome menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga
meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot
yang iskemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke
intersisial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk
akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa
menyebabkan syndroma compartement.
Pathways :
Trauma langsung trauma tidak langsung
kondisi patologis
FRAKTUR
Pergeseran fragmen tulang Laserasi kulit Spasme otot Tek. ssm tlg > tinggi dr kapiler
gg.perfusi jar
6. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
a. Reduksi fraktur
Reduksi frakur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen
tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
Reduksi tertutup, traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan
untuk mereduki fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat
fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Bisanya dokter
melakukan reduksi sesegara mungkin untuk mencegah jaringan lunak
kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi kasus menjadi makin sulit
bila cidera sudah mulai mengalami penyembuhan.
Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup
dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung
ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek
reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot
yang terjadi. Sinar X digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan
aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat
pembentukan kalus pada sinar X. ketika kalus telah kuat, dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan immobilisasi.
Reduksi terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi
terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat
fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau
batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang menyatu
terjadi. Alat ini dapat diletakkan disisi tulang atau dipasang melalui
fragmen tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang; alat itu
menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
b. Imobilisasi fraktur
Setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi,
atau dipertaahankan dalam posisi dan kesejaaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna
atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinu, pin dan teknik gips atau fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mobilisasi fraktur.
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jarinag
lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.
Status neurovaskuler (misalnya pengkajian peredaran darah, nyeri,
perabaan, gerakan ). Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan
dikontrol dengan berbagai pendekatan (misal : meyakinkan, perubahan
posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk anagetika). Latihan isometric
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disus dan
meningkatkan peredaran darah.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit
Dilakukan anamnesa untuk mendapatkan riwayat mekanisme
terjadinya cidera, posisi tubuh saat berlangsungnya trauma, riwayat
fraktur sebelumnya, pekerjaan, obat-obatan yang dikomsumsi,
merokok, riwayat alergi, riwayat osteoporosis serta riwayat penyakit
lainnya.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi (look)
Adanya deformitas (kelainan bentuk) seperti bengkak,
pemendekan, rotasi, angulasi, fragmen tulang (pada fraktur
terbuka).
2) Palpasi (feel)
Adanya nyeri tekan (tenderness), krepitasi, pemeriksaan status
neurologis dan vaskuler di bagian distal fraktur. Palpasi daerah
ektremitas tempat fraktur tersebut, di bagian distal cedera meliputi
pulsasi arteri, warna kulit, capillary refill test.
3) Gerakan (moving)
Adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur.
c. Pemeriksaan penunjang (Diagnostik/laboratorium)
1) Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai
fraktur, harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :
a) Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
b) Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan
distal.
c) Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang
cidera maupun yang tidak terkena cidera (untuk
membandingkan dengan yang normal).
d) Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah
tindakan.
2) Pemeriksaan laboratorium, meliputi:
a) Darah rutin,
b) Faktor pembekuan darah,
c) Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan
operasi),
d) Urinalisa,
e) Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin
untuk kliren ginjal).
3) Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi
kerusakan vaskuler akibat fraktur tersebut.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen
tulang, oedema pada jaringan lunak
b. Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, fraktur.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer kerusakan kulit trauma jaringan.
3. Perenanaan Keperawatan (tujuan, criteria hasil, dan tindakan
keperawatan menggunakan pendekatan NOC dan NIC)
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen
tulang, oedema pada jaringan lunak
Tujuan :
NOC : Pain Control; Pain Level; Comfort Level
Kriteria Hasil : 1) Pasien dapat mengontrol nyeri
2) Skala nyeri berkurang
Intervensi :
a) Kaji tingkat nyeri, derajat nyeri dan lokasi nyeri
b) Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring,
gips, membebat traksi.
c) Tinggikan dan dukung extremitas yang terkena atau fraktur.
d) Evaluasi keluhan nyeri atau ketidaknyamanan.
e) Dorong menggunakan teknik relaksasi dan distraksi.
b. Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri.
NOC : Joint Movement : Active; Mobility level; Self Care : ADL;
Transfer performance
Kriteria Hasil :
1) Pasien meningkat dalam aktivitas fisik
2) Mengerti tujuan peningkatan mobilitas
3) Memperagakan penggunaan alat bantu
NIC : Exercises therapy : ambulation
a) Monitor vital sign sebelum dan sesudah latihan
b) Ajarkan pasien menggunakan alat bantu dan teknik ambulasi
c) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL
d) Ajarkan pasien cara mengubah posisi tubuh
e) Damping pasien saat mobilisasi
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer kerusakan kulit trauma jaringan.
NOC : Immune status; Knowledge : Infection control; Risk control
Kriteria hasil :
1) Pasien bebas dari tanda-tanda infeksi
2) Menunjukkan kemampuan mencegah infeksi
3) Jumlah leukosit dalam batas normal
4) Menunjukkan perilaku hidup sehat
NIC :
Infection control :
a) Pertahankan teknik aseptic
b) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antibiotic
c) Batasi kunjungan pasien bila perlu
Infection protection :
a) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik maupun local
b) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
c) Anjurkan banyak istirahat
d) Ajarkan pasien dan keluarga mengenali tanda infeksi
e) Inspeksi kondisi luka terhadap rembesan, kemerahan, rasa panas
4. Evaluasi
a. Evaluasi formatif
Evaluasi dilakukan secara langsung setelah dilakukan tindakan
keperawatan baik subjektif maupun obyektif.
b. Evaluasi sumatif
Rekapitulasi hasil observasi dan analisis status berdasarkan
perencanaan yang sudah dibuat. Ada tiga alternatif untuk menilai yaitu
masalah teratasi, masalah teratasi sebagian dan masalah belum teratasi.
Evaluasi pada diagnosa fraktur adalah :
1) Nyeri hilang atau berkurang
2) Kerusakan mobilitas fisik dapat diatasi
3) Infeksi tidak terjadi
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer dkk. 2000. Kapita Selecta Kedokteran. Ed 2, Jakarta : Media
Aesculapius
Donges Marilynn, E.(2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta.
EGC
Oswari E. 2000. Bedah Dan Perawatannya. FKUI ; Jakarta
Price Sylvia, A (2000), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid
2 . Edisi 4. Jakarta. EGC
Smeltzer Suzanne, C (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner &
Suddart. Edisi 8. Vol 3. Jakarta. EGC
Tucker,Susan Martin (2002). Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol 3. Jakarta.
EGC
ASUHAN KEPERAWATAN PADA SDR. A DENGAN POST OP
FRACTURE CALCANEUS SINISTRA DI RUANG MAWAR RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH DR SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
WONOGIRI
PENGKAJIAN
I. BIODATA
1. Identitas Pasien
Nama Pasien :Tn. S
Alamat :Mujeng RT02/05 Geneng Harjo Tirtomoyo
Umur : 45 tahun
Agama : Islam
Status perkawinan : menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama :sdr. .AL
Umur : 16 tahun
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Mujeng RT02/05 Geneng Harjo Tirtomoyo
Hubungan dengan pasien : Anak kandung
Keterangan
= Laki-laki
= Perempuan
X = meninggal
= Pasien
3. Pola Eliminasi
a. BAB
Sebelum sakit Saat sakit
Frekuensi 1 kali Belum BAB
Konsistensi Lunak -
Warna Kuning -
Penggunaa pencahar Tidak Tidak
(laktasif)
Keluhan Tidak ada Tidak ada
b. BAK
Sebelum sakit Saat sakit
Frekuensi Kurang lebih 8 kali Kurang lebih 6 kali
Jumlah urine @ 150cc – 200 cc @ 150cc – 200 cc
Warna Kuning jernih Kuning jernih
Pancaran Lancar Lancar
Perasaan setelah Puas Puas
berkemih
Total produksi urine 1600cc – 2000 cc 1000cc – 1200 cc
Keluhan Tidak ada Tidak ada
b. Bawah
Kanan Kiri
Kekuatan otot 5 2
Rentang gerak Tidak terganggu Terbatas
Akral Hangat Hangat
Edema Tidak ada Ada
CRT < 2 detik < 2 detik
Keluhan Tidak ada Nyeri fracture
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hari/Tangga Jenis Keterangan
Nilai Normal Satuan Hasil
/Jam Pemeriksaan hasil
18April 2016 KIMIA :
GDS < 170 Mg/dl 101 Normal
Ureum 10 – 50 Mg/dl 24 Normal
Kreatinin 0.6 – 1.1 Mg/dl 0.83 Normal
RONTGENT :
18 April 2016
Hasil : Fracture Calcaneus Sinistra
Hari/Tgl/
No Data Fokus Problem Etilogi Ttd
Jam
1 18/4/16 DS : pasien mengatakan Nyeri akut Tindakan
jam 15.00 nyeri daerah operasi pembedahan
P = Nyeri Fracture Calcaneus
sinistra
Q = Tertusuk-tusuk
R = Tumit kiri
S = Skala 5
T = Terus menerus
DO : Kesadaran CM, TD :
100/80 mmHg, N :
80x/menit, S : 36,5°C, RR :
20x/ menit, klien tampak
meringis menahan sakit
2 18/4/16 DS : klien mengatakan sulit Kerusakan Tindakan
jam 15.00 menggerakkan kaki kiri mobilitas fisik pembedahan
DO : Kesadaran CM, TD : (Pemasangan
100/80 mmHg, N : pen)
80x/menit, S : 36,5°C, RR :
20x/ menit, tumit kiri
terdapat balutan bekas
operasi
3 18 April DS ; - Resiko tinggi Adanya luka
2016 jam DO : Kesadaran CM, post op infeksi post operasi
15.00 Fracture Calcaneus Sinistra
hari ke 0, tampak ada luka
terbalut perban bekas operasi
dan terpasang drain, balutan
bersih, drain 10cc darah
merah segar, S ; 36,7°C,
WBC =18,2 K/Ul
CATATAN KEPERAWATAN
Nama : Sdr. S No. CM : 541077
Umur : 45 tahun Diagnosa Medis : Post op Fracture Calcaneus
Sinistra
Hari/Tgl/
No Dx Evaluasi Ttd
Jam
18 April 2016
I 18 April 2016 S : Pasien mengatakan lebih rileks setelah
Jam 20.50 melakukan relaksasi nafas dalam, nyeri
daerah operasi.
P = Tindakan pembedahan
Q = Tertusuk-tusuk
R = Paha kiri
S = Skala 6
T = Terus menerus
O : Kesadaran CM, tampak meringis
kesakitan, TD : 110/80mmHg, N :
80x/menit, RR : 20x/menit, S : 36,7°C
A : Masalah nyeri akut belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan :
- Kaji tingkat nyeri
- Anjurkan melakukan teknik relaksasi
nafas dalam saat nyeri
-
III 18 April 2016 S:-
Jam 20.55 O : Post op Fracture Calcaneus Sinistra hari
ke 0, balutan bersih, tidak ada rembesan,
terpasang drain 10cc, TD : 110/80mmHg, N
: 80x/menit, RR : 20x/menit, S : 36,7°C
A : Masalah resiko infeksi teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
- Monitor tanda-tanda infeksi
- Pertahankan teknik aseptic
II 18 April 2016 S : Pasien mengatakan sulit dan sakit ketika
Jam 21.00 menggerakkan ekstremitas bawah sebelah
kiri dan sulit mengubah posisi
O : Keadaan umum baik, kekuatan otot 2
A : Masalah kerusakan mobilitas fisik
belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
- Kaji tingkat mobilitas pasien
- Anjurkan untuk mengubah posisi
sesering mungkin
19 April 2016
I 19 April 2016 S : Pasien mengatakan lebih rileks setelah
Jam 20.50 melakukan relaksasi nafas dalam, nyeri
daerah operasi berkurang.
P = Tindakan pembedahan
Q = Tertusuk-tusuk
R = Tumit kiri
S = Skala 5
T = Hilang timbul
O : Kesadaran CM, tampak meringis
kesakitan, TD : 100/80mmHg, N :
78x/menit, RR : 20x/menit, S : 36°C
A : Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan :
- Kaji tingkat nyeri
- Anjurkan melakukan teknik relaksasi
nafas dalam saat nyeri
III 19 April 2016 S:-
Jam 20.55 O : Post op Fracture Calcaneus Sinistra hari
ke 0, balutan bersih, tidak ada rembesan,
terpasang drain 5cc, TD : 100/80mmHg, N :
78x/menit, RR : 20x/menit, S : 36°C
A : Masalah resiko infeksi teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
- Monitor tanda-tanda infeksi
- Anjurkan untuk banyak makan
berprotein tinggi
II 19 April 2016 S : Pasien mengatakan sulit dan sakit ketika
Jam 21.00 menggerakkan ekstremitas bawah sebelah
kiri dan sulit mengubah posisi
O : Keadaan umum baik, kekuatan otot 2
A : Masalah kerusakan mobilitas fisik
teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
- Kaji tingkat mobilitas pasien
- Anjurkan untuk mengubah posisi
sesering mungkin
20 April 2016
I 20 April 2016 S : Pasien mengatakan lebih rileks setelah
Jam 20.50 melakukan relaksasi nafas dalam, nyeri
daerah operasi berkurang.
P = Tindakan pembedahan
Q = Seperti digigit semut
R = Tumit kiri
S = Skala 3
T = Hilang timbul
O : Kesadaran CM, tampak meringis
kesakitan, TD : 110/70mmHg, N :
70x/menit, RR : 20x/menit, S : 36,4°C
A : Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan :
- Kaji tingkat nyeri
- Anjurkan melakukan teknik relaksasi
nafas dalam saat nyeri
III 20 April 2016 S:-
Jam 20.55 O : Post op Fracture Calcaneus Sinistra hari
ke 0, balutan bersih, tidak ada rembesan,
terpasang drain 5cc, TD : 110/70mmHg, N :
70x/menit, RR : 20x/menit, S : 36,4°C
A : Masalah resiko infeksi teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
- Monitor tanda-tanda infeksi
- Pertahankan teknik aseptic
- Lakukan perawatan luka dengan
prinsip steril
II 20 April 2016 S : Pasien mengatakan sulit dan sakit ketika
Jam 21.00 menggerakkan ekstremitas bawah sebelah
kiri dan sulit mengubah posisi
O : Keadaan umum baik, kekuatan otot 3
A : Masalah kerusakan mobilitas fisik
belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
- Kaji tingkat mobilitas pasien
- Anjurkan menggunakan alat bantu
untuk mobilisasi