You are on page 1of 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mata merupakan organ tubuh yang penting dan berfungsi sebagai media
pengelihatan. Agar dapat melihat, mata harus menangkap pola pencahayaan di
lingkungan sebagai suatu bayangan optis di suatu lapisan sel yang peka terhadap
sinar, yaitu retina, seperti kamera non-digital menangkap bayangan pada film.
Mirip dengan film yang dapat diproses menjadi salinan visual dari bayangan asli,
citra yang tersandi di retina disalurkan melalui serangkaian tahap pemrosesan
visual hingga akhirnya secara sadar dipersepsikan sebagai kemiripan visual dari
bayangan asli.

Saraf optik merupakan saraf otak kedua atau Nervus II yang meneruskan
rangsangan pengelihatan dari retina ke otak. Serabut saraf dari retina berjalan
dalam saraf optik masuk ke korteks visual primer. Saraf optik terdiri atas 1,2 juta
akson serabut saraf yang berasal dari 100 juta fotoreseptor di retina. Apabila
terjadi kelainan pada saraf optik ini, tentu saja akan terjadi gangguan dari
pengelihatan. Kelainan pada saraf optik dapat terjadi pada retina, papil saraf optik,
kiasma optik, traktus optik, dan nucleus ganglion genikulatum. Kelainan-kelainan
pada saraf optik antara lain neuropati optik, neuritis optik, iskemik optik
neuropati, defisiensi optik neuropati, neurorenitis, papil edema, dan pseupapil
edema.

Neuritis optik merupakan peradangan saraf optik yang dapat terjadi di


dalam mata (papillitis) atau luar bola mata (neuritis retrobulbar). Pada papilitis
akut sering terjadi kehilangan pengelihatan dengan cepat dan pembengkakan dari
diskus optikus. Neuritis optik sangat berkaitan dengan sklerosis multipel
(peradangan yang terjadi pada otak dan sumsum tulang belakang). Neuritis optik
merupakan keadaan saraf optik yang degeneratif. Terdapat banyak penyebab dari
neuritis optik, namun yang tersering merupakan penyakit demielinatif. Gejala
tersering yang dirasakan antara lain nyeri dan hilangnya pengelihatan secara akut
dan biasanya hanya mengenai mata. Tanpa terapi, ada kemungkinan neuritis
optik ini akan sembuh dengan sendirinya dalam 4 hingga 12 hari.
1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1.1 Retina

Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan
yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang
ke anterior hampir sejauh korpus siliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi
yang tidak rata. Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm
pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula lutea yang
berdiameter 5,5 sampai 6 mm, yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang
dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal.

Gambar 1. Bola mata

2
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut :

1. Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina


dan badan kaca
2. Lapisan serat saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke
arah saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar
pembuluh darah retina
3. Lapisan sel ganglion, merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua
4. Lapisan pleksiformis dalam, merupakan lapisan aseluler tempat
sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion
5. Lapisan inti dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan
sel Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral
6. Lapisan pleksiformis luar, merupakan lapisan aseluler dan tempat
sinaps sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
7. Lapisan inti luar, merupakan susunan lapis inti sel batang dan sel
kerucut
8. Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi
9. Lapisan sel kerucut dan sel batang (fotoreseptor), merupakan lapisan
terluar retina, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk
ramping, dan sel kerucut
10. Epitelium pigmen retina, merupakan lapisan kubik tunggal dari sel
epithelial berpigmen.

3
Gambar 2. Lapisan retina

Secara klinis, makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi


kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal atau xantofil. Definisi alternatif
secara histologis adalah bagian retina yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih
dari satu lapis sel. Di tengah makula sekitar 3,5 mm disebelah lateral diskus
optikus, terdapat fovea yang secara klinis merupakan suatu cekungan yang
memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Fovea merupakan
zona avaskuler di retina. Secara histologis, fovea ditandai dengan menipisnya
lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan-lapisan parenkim karena akson-akson sel

4
fotoreseptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik dan penggeseran secara
sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola
adalah bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah kerucut,
dan bagian retina yang paling tipis.

Substrat metabolisme dan oksigen dikirim ke retina dicapai melalui 2 sistem


vaskuler terpisah, yaitu : sistem retina dan koroid. Metabolisme retina secara
menyeluruh tergantung pada sirkulasi koroid. Pembuluh darah retina dan koroid
semuanya berasal dari arteri oftalmik yang merupakan cabang dari arteri karotis
interna.

Sirkulasi retina adalah sebuah sistem end-arteri tanpa anostomose. Arteri


sentralis retina keluar pada optic disk yang dibagi menjadi dua cabang besar.
Arteri ini berbelok dan terbagi menjadi arteriole di sepanjang sisi luar optic disk.
Arteriol ini terdiri dari cabang yang banyak pada retina perifer.

Sistem vena ditemukan banyak kesamaan dengan susunan arteriol. Vena retina
sentralis meninggalkan mata melalui nervus optikus yang mengalirkan darah vena
ke sistem kavernosus.Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapilaris
yang berada tepat di luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina,
termasuk lapisan fleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoresptor, dan lapisan
epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari sentralis retina, yang mendarahi 2/3
sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah
terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi.
Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang
membentuk sawar darah-retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus.
Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.

5
Gambar 3. Normal fundus

2.1.2 Fisiologi Retina


Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Sel-sel batang dan kerucut
di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi impuls
saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan
akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman
penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya
adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara
fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini
menjamin penglihatan yang paling panjang. Di retina perifer, banyak fotoreseptor
dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan system pemancar yang
lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah makula digunakan
terutama untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan
bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang,
digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada
retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang
mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung
rhodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif. Rhodopsin
merupakan suatu glikolipid membran yang separuh terbenam di lempeng
membrane lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penglihatan skotopik
diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap
6
ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna ini tidak dapat
dibedakan. Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut,
senjakala oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh
fotoreseptor batang.

2.1.3 Nervus optikus

Nervus optikus bermula dari optic disk dan berlanjut sampai ke kiasma
optikum, dimana ke dua nervus tersebut menyatu. Lebih awal lagi merupakan
kelanjutan dari lapisan neuron retina, yang terdiri dari axon-axon dari sel
ganglion. Serat ini juga mengandung serat aferen untuk reflex pupil.

Secara morfologi dan embriologi, neuritis optikus merupakan saraf


sensorik. Tidak seperti saraf perifer nervus optikus tidak dilapisi oleh neurilema
sehingga tidak dapat beregenerasi jika terpotong. Serat nervus optikus
mengandung 1,0-1,2 juta serat saraf.

2.1.4 Bagian nervus optikus

Nervus optikus memiliki panjang sekitar 47-50 mm, dan dapat di bagi mejadi 4
bagian :

 Intraocular (1 mm) : menembus sclera (lamina kribrosa), koroid dan


masuk ke mata sebagai papil disk.
 Intraorbital (30 mm) : memanjang dari belakang mata sampai ke foramen
optic. Lebih ke posterior, dekat dengan foramen optic, dikelilingi oleh
annulus zinn dan origo dari ke empat otot rektus. Sebagian serat otot
rektus superior berhubungan dengan selubung saraf nervus optikus dan
berhubungan dengan sensasi nyeri saat menggerakkan mata pada neuritis
retrobulbar. Secara anterior, nervus ini dipidahkan dari otot mata oleh
lemak orbital.
 Intrakanalikular (6-9 mm) : sangat dekat dengan arteri oftalmika yang
berjalan inferolateral dan melintasi secara obliq, dan ketika memasuki
mata dari sebelah medial. Ini juga menjelaskan kaitan sinusitis dengan
neuritis retrobulbar.

7
 Intracranial (10 mm) : melintas di atas sinus kavernosus kemudian
menyatu membentuk kiasma optikum.

Gambar 2. Nervus optikus pada jalur visual

2.1.5 Vaskularisasi nervus optikus

 Permukaan optic disk didarahi oleh kapiler-kapiler dari arteri retina


 Daerah prelaminar terutama di suplai dari sentripetal cabang cabang dari
peripailari koroid dan sebagian kontibusi dari pembuluh darah dari lamina
cribrosa.
 Lamina kribrosa disuplai dari cabang arteri siliaris posterior dan arteri
circle of zinn
 Bagian retrolaminar nervus optikus di suplai dari sentirfugal cabang-
cabang arteri retina sentral dan sentripetal cabang-cabang pleksus yang
dibentuk dari arteri koroidal, circle of zinn, arteri retina sentral, dan arteri
oftalmika.

8
Gambar 3. Vaskularisasi nervus optikus

2.1.6 Lintasan nervus optikus

Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum.


Di depan tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan
bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum. Di depan tuber
sinerium nervus optikus kanan dan kiri bergabung menjadi satu berkas
membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian nasal dari masing-
masing mata akan bersilangan dan kemudian menyatu dengan serabut temporal
mata yang lain membentuk traktus optikus dan melanjutkan perjalanan untuk ke
korpus genikulatum lateral dan kolikulus superior. Kiasma optikum terletak di
tengah anterior dari sirkulus Willisi. Serabut saraf yang bersinaps di korpus
genikulatum lateral merupakan jaras visual sedangkan serabut saraf yang
berakhir di kolikulus superior menghantarkan impuls visual yang
membangkitkan refleks opsomatik seperti refleks pupil.

9
Gambar 2. Perjalanan Serabut Saraf Nervus Optikus

Setelah sampai di korpus genikulatum lateral, serabut saraf yang


membawa impuls penglihatan akan berlanjut melalui radiatio optika (optic
radiation) atau traktus genikulokalkarina ke korteks penglihatan primer di
girus kalkarina. Korteks penglihatan primer tersebut mendapat vaskularisasi
dari a. kalkarina yang merupakan cabang dari a. serebri posterior.
Serabut yang berasal dari bagian medial korpus genikulatum lateral membawa
impuls lapang pandang bawah sedangkan serabut yang berasal dari lateral
membawa impuls dari lapang pandang atas (gambar 3).

10
Gambar 3. Radiatio Optica

Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah kolikulus


superior, saraf akan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi
yang berhubungan dengan nukleus Eidinger-Westphal (parasimpatik) dari
kedua sisi menyebabkan refleks cahaya menjadi bersifat konsensual. Saraf
eferen motorik berasal dari nukleus Eidinger-Westphal dan menyertai nervus
okulomotorius (N.III) ke dalam rongga orbita untuk mengkonstriksikan otot
sfingter pupil

Gambar 4. Jaras Refleks Pupil

11
2.1.7 Gangguan Pada Nervus Optikus

A. Lesi Jalur Penglihatan

1. Lesi saraf optik.


Ditandai dengan hilangnya penglihatan atau kebutaan lengkap pada
sisi yang terkena dengan hilang nya refleks cahaya langsung pada
sisi ipsilateral dan reflek tidak langsung pada sisi kontralateral.

Penyebab umum dari lesi saraf optik adalah: optik atrofi, trauma pada
saraf optik, neuropati optik, dan neuritis optikus akut.

2. Lesi melalui bagian proksimal saraf optik.


Gambaran penting dari lesi tersebut yaitu hemianopsia ipsilateral dan
kontralateral, hilangnya refleks cahaya langsung pada sisi yang
terkena dan reflek cahaya tidak langsung pada sisi kontralateral.

3. Lesi kiasma sentral.


Dicirikan oleh hemianopsia bitemporal dan kelumpuhan refleks
pupil. Biasanya diahului oleh atrofi optik pada sebagian akhir nervus
optikus. Penyebab umum lesi kiasma pusat adalah suprasellar
aneurisma,tumor kelenjar hipofise, craniopharyngioma, meningioma
suprasellar, glioma ventrikel ketiga, hidrosefalus akibat obstruktif
ventrikel tiga, dan kiasma arachnoiditis kronis.

4. Lesi kiasma lateral.


Gambaran menonjol pada lesi ini yaitu hemianopia binasal dengan
kelumpuhan refleks pupil. Penyebab umum dari lesi tersebut
diantaranya penggelembungan dari ventrikel ketiga yang
menyebabkan tekanan pada setiap sisi kiasma dan ateroma dari
carotis atau arteri communican posterior.

12
5. Lesi saluran optik.
Ditandai dengan hemianopia homonim terkait dengan reaksi pupil
kontralateral (Reaksi Wernicke). Lesi ini biasanya diahului oleh
atrofi optik pada sebagian akhir nervus optikus dan mungkin
berhubungan dengan kelumpuhan saraf ketiga kontralateral serta
hemiplegic ipsilateral.

Penyebab umum lesi ini diantaranya lesi sifilis, tuberculosis, dan


aneurisma dari cerebellar atas atau arteri serebral posterior.

6. Lesi badan genikulatam lateral.


Lesi ini mengakibatkan hemianopia homonim dengan refleks pupil
minimal, dan mungkin berakhir dengan atrofi optik parsial.

7. Lesi radiasi optik.


Gambaran berbeda-beda tergantung pada lokasi lesi. Keterlibatan
radiasi optic total mengakibatkan hemianopsia homonim total.
Hemianopia quadrantic inferior (pie on the floor) terjadi pada lesi
lobus parietal (mengandung serat unggul radiasi optik). Hemianopia
quadratic superior (pie on the sky) dapat terjadi setelah lesi dari lobus
temporal (mengandung serat radiasi optik inferior). Biasanya lesi dari
radiasi optik terjadi akibat oklusi pembuluh darah, tumor primer dan
sekunder, serta trauma.

8. Lesi korteks visual.


Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital yang
dapat terjadi sebagai akibat cedera kepala atau cedera ditembak
senapan. Refleks cahaya pupil normal dan atrofi optik tidak diikuti
lesi kortetk visual.

13
Gambar 5. Lintasan Impuls visual dan Gangguan Medan Penglihatan Akibat Berbagai
Lesi di Lintasan

14
2.2. PAPILITIS

2.2.1 Definisi

Papilitis adalah inflamasi diskus optikus. Papilitis disebut juga neuritis


optik, ditandai dengan peradangan dan kerusakan di bagian saraf optik yang
dikenal dengan diskus optikus yang juga disebut dengan bintik buta. Diskus
optikus adalah bagian dari saraf optik yang memasuki mata dan bergabung dengan
membran saraf yang kaya lapisan mata (retina). Dengan kata lain, papilitis
merupakan radang pada serabut retina saraf optik yang masuk pada papil saraf
optik yang yang berada dalam bola mata.

2.2.2 Epidemiologi

Sekitar 35% kasus neuritis optik ditemukan adanya inflamasi pada anterior
serabut saraf optikus, udema papil, dan tanda-tanda peradangan papil. Neuritis
optik sering terjadi unilateral, pada usia dewasa muda (18 - 45 tahun), dengan usia
rata-rata 30 – 35 tahun, dan lebih sering pada wanita . Insidensi neuritis optik per
tahun adalah 5 per 100.000 penduduk sedangkan prevalensinya 115 per 100.000.

Pada anak lebih umum terkena bilateral, dan timbul papilitis dengan
kecenderungan menjadi sklerosis multipel yang rendah. Kasus neuritis optik pada
anak lebih jarang dibandingkan kasus neuritis optik pada dewasa, kurang lebih
5% kasus.

2.2.3 Etiologi

Papilitis atau neuritis optik dapat disebabkan oleh:

1. Demielinatif

2. Diperantarai imun

3. Infeksi langsung

4. Neuropati optik granulomatosa

5. Penyakit peradangan sekitar

15
Papilitis demielinatif dapat terjadi secara idiopatik, atau karena sklerosis
multipel, atau karena adanya neuromielitis optika (Devic’s disease).

Papilitis yang diperantarai imun terjadi setelah adanya infeksi virus


(morbili atau cacar air pada anak), atau setelah imunisasi, atau karena adanya
acute disseminated encephalomyelitis, atau Guillain Barre Syndrome, atau
Systemic Lupus Erytematosus (SLE).

Papilitis pasca infeksi lebih sering terjadi dan lebih infeksius daripada
papilitis demielinatif, namun tumpang tindih antar keduanya sulit dibedakan.
Penyebab papilitis karena infeksi langsung seperti infeksi oleh HZV (herpes
zoster virus), CMV (cytomegalovirus), sifilis (treponema pallidum), tuberkulosis
(mycobacterium tuberculosis), maupun cryptococcocis.

Neuropati optik granulomatosa dapat terjadi idiopatik atau terjadi pada


seseorang dengan sarkoidosis.

Papilitis karena peradangan sekitar dapat terjadi dalam bola mata


(intraokular) maupun pada pusat persarafannya (intrakranial). Papilitis secara
umum juga dapat disebabkan karena faktor-faktor lain seperti diabetes mellitus,
anemia pernisiosa, intoksikasi obat.

2.2.4. Faktor Resiko

Faktor risiko dapat timbul karena kelainan autoimun, termasuk :

1. usia, sering terjadi pada usia 20 – 40 tahun, rata-rata 30 tahun

2. jenis kelamin, (pria : wanita = 2 : 1)

3. ras, lebih sering terjadi pada ras kulit putih

4. mutasi gen.

16
Gbr 3. a). Demielinisasi; pembengkakan non spesifik tanpa perdarahan atau exsudat. b).
Infektif neuroretinitis; pembengkakan diskus disertai perdarahan dan eksudat macular
(macular star). c). Neuritis optik viral; pembengkakan keseluruhan diskus non spesifik. d).
Neuritis optik sifilis; pembengkakan kepala/pangkal nervus optikus, hiperemia dan
perdarahan. e). Neuritis optik terhubung HIV; pembengkakan kepala/pangkal nervus optikus
masif, exudat yang luas dan perdarahan. f). Neuritis optik toxocara; dengan infiltrat,
pembengkakan dan distorsi masif pada yang kepala/pangkal nervus optikus normal.

17
2.2.5 Klasifikasi

Neuritis optikus secara anatomi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis,


yaitu:

1. Papilitis. Hal ini mengacu pada keterlibatan optik disk akibat gangguan
inflamasi dan demielinasi. Kondisi ini biasanya unilateral tapi kadang-
kadang mungkin bilateral.
2. Neuroretinitis mengacu pada keterlibatan gabungan optik disk dan retina
sekelilingnya pada area macula.
3. Retrobulbar neuritis ditandai dengan keterlibatan saraf optik di belakang
bola mata. Gambaran klinis neuritis retrobulbar akut dasarnya mirip
dengan akut papillitis kecuali untuk perubahan fundus dan perubahan
okular.

2.2.6 Patofisiologi

Dasar patologi penyebab Neuritis optikus paling sering adalah inflamasi


demielinisasi dari saraf optik. Patologi yang terjadi sama dengan yang terjadi pada
multipel sklerosis (MS) akut, yaitu adanya plak di otak dengan perivascular
cuffing, edema pada selubung saraf yang bermielin, dan pemecahan mielin.

Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului


demielinisasi dan terkadang terlihat sebagai retinal vein sheathing. Kehilangan
mielin dapat melebihi hilangnya akson.

Dipercaya bahwa demielinisasi yang terjadi pada Neuritis optikus


diperantarai oleh imun, tetapi mekanisme spesifik dan antigen targetnya belum
diketahui. Aktivasi sistemik sel T diidentifikasi pada awal gejala dan mendahului
perubahan yang terjadi didalam cairan serebrospinal. Perubahan sistemik kembali
menjadi normal mendahului perubahan sentral (dalam 2-4 minggu). Aktivasi sel T
18
menyebabkan pelepasan sitokin dan agen-agen inflamasi yang lain. Aktivasi sel B
melawan protein dasar mielin tidak terlihat di darah perifer namun dapat terlihat
di cairan serebrospinal pasien dengan Neuritis optikus. Neuritis optikus juga
berkaitan dengan kerentanan genetik, sama seperti MS. Terdapat ekspresi tipe
HLA tertentu diantara pasien Neuritis optikus

2.2.7 Gejala Klinis

A. Gambaran akut

Tanda dan gejala :

 Gejala neuritis optik biasanya monokular.


 Hilangnya penglihatan terjadi dalam periode jam-hari, mencapai puncak
dalam 1-2 minggu.
 Nyeri pada mata yang semakin memberat bila bola mata digerakkan.
 Defek pupil aferen (afferent pupillary defect) selalu terjadi pada neuritis
optik bila mata yang lain tidak ikut terlibat. Adanya defek pupil aferen ini
ditunjukkan dengan pemeriksaan swinging light test (Marcus-Gunn pupil).
 Defek lapang pandang pada neuritis optik ditandai dengan skotoma
sentral.
 Papilitis dengan hiperemia dan edema diskus optik sehingga membuat
batas diskus tidak jelas.
 Enam puluh persen pasien memiliki neuritis retrobulbar dengan
pemeriksaan funduskopi yang normal.
 Perdarahan peripapil, sering menyertai papilitis karena neuropati optik
iskemik anterior.
 Fotopsia sering dicetuskan oleh pergerakan bola mata.
 Buta warna pada mata yang terkena, terjadi pada 88% pasien .
 Tanda lain adanya inflamasi pada mata yang terdeteksi pada pemeriksaan
funduskopi atau slit lamp, yaitu: perivenous sheathing, periflebitis retina
(risiko tinggi terkena MS), uveitis, sel di bilik mata depan, atau pars
planitis menandakan adanya infeksi atau penyakit autoimun yang lain.

19
B. Gambaran Kronik6,8

Walaupun telah terjadi penyembuhan secara klinis, tanda neuritis optik masih
dapat tersisa. Tanda kronik dari neuritis optik yaitu:

 Kehilangan penglihatan secara persisten. Kebanyakan pasien neuritis optik


mengalami perbaikan penglihatan dalam 1 tahun.
 Defek pupil aferen relatif tetap bertahan pada 25% pasien dua tahun
setelah gejala awal.
 Desaturasi warna, terutama warna merah. Pasien dengan desaturasi warna
merah akan melihat warna merah sebagai pink, atau orange bila melihat
dengan mata yang terkena.
 Fenomena Uhthoff yaitu terjadinya eksaserbasi temporer dari gangguan
penglihatan yang timbul dengan peningkatan suhu tubuh. Olahraga dan
mandi dengan air panas merupakan pencetus klasik.
 Diskus optik terlihat mengecil dan pucat, terutama didaerah temporal.
Pucatnya diskus meluas sampai batas diskus ke serat retina peripapil.

2.2.8 Pemeriksaan Dan Diagnosa

A. Anamnesa

1. Pasien mengeluh adanya pandangan berkabut atau visus yang kabur, kesulitan
membaca, adanya bintik buta, perbedaan subjektif pada terangnya cahaya,
persepsi warna yang terganggu, hilangnya persepsi dalam atau kaburnya visus
untuk sementara. Pada anak, biasanya gejala penurunan ketajaman penglihatan
mendadak mengenai kedua mata. Sedangkan pada orang dewasa, seringkali
unilateral.
2. Terdapat riwayat demam atau imunisasi sebelumnya pada anak akan
mendukung diagnosis. Pada orang dewasa, terdapat faktor risiko sklerosis
multipel yang lebih besar.
3. Rasa sakit pada mata, terutama ketika mata bergerak, dapat terjadi sebelum
atau bersamaan dengan terjadinya penurunan tajam penglihatan.

20
4. Adanya penglihatan objek yang bergerak lurus terlihat mempunyai lintasan
melengkung (pulfrich phenomenon) kemungkinan dikarenakan konduksi yang
asimetris antara nervus optikus.

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dilakukan untuk melihat gejala objektif. Langkah-langkah


yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Uji tajam penglihatan (visus)

Didapatkan penurunan visus yang bervariasi, dari ringan sampai kehilangan


penglihatan total.

Hilangnya visus dapat :


 ringan (≥ 20 / 30)
 sedang (≥ 20 / 60)
 maupun berat (≤ 20 / 70)

2. Pemeriksaan segmen anterior

Pada pemeriksaan ini segmen anterior mata terlihat wajar atau dalam batas
normal. Namun refleks pupil mata yang terkena menurun, dan biasanya
ditemukan defek pupil aferen atau Marcus Gunn. Pada kasus yang mengenai
kedua mata defek ini biasanya tidak ditemukan.

3. Pemeriksaan segmen posterior

Secara umum, Pada kasus neuritis optik akut sebagian besar merupakan neuritis
optik retrobulbar, maka papil tampak normal, dengan berjalannya waktu maka
papil akan menjadi pucat karena adanya atrofi papil. Pada kasus neuritis akut tipe
papilitis akan ditemukan papil yang hiperemis dan difus, dengan perubahan pada
pembuluh darah retina, arteri menciut dan vena melebar. Jika ditemukan
gambaran star figure mengarahkan diagnosis pada neuroretinitis.

21
Berdasarkan perjalanan penyakit, Terdapat beberapa stadium perubahan
pada neuritis optikus disertai kelainan pada bilik mata belakang, yaitu:

a. Perubahan awal
Papilitis dapat ditemukan dalam 38 % kasus. Diskus optikus normal
dalam 44% kasus. Pucatnya bagian temporal menunjukkan adanya lesi
optik neuritis yang berat pada mata yang sama, hal ini dijumpai pada
18% dari pasien yang menjalani pemeriksaan. Papilitis tahap awal di
karakteristikkan dengan adanya batas diskus yang mengabur dan
sedikit hiperemis.

b. Papilitis yang mencapai perkembangan yang lengkap


Adanya papiledema pada opthalmoskopi tidak memungkinkan untuk
menyatakan hal ini, ditandai dengan adanya pembengkakan, hilangnya
fisiologis cup, hiperemis dan perdarahan yang terpisah. Pembungkus
vena biasanya jarang terlihat. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk
melihat adanya sel pada vitreous adalah hal yang sangat penting.

c. Perubahan lanjut
Pada neuritis optikus retrobulbar, diskus yang normal dapat dijumpai
selama 4-6 minggu, saat dimana pucat dijumpai. Papilitis yang
berlanjut kadang-kadang didapati gambaran optik atropi sekunder.
Pada keadaan ini batas diskus dapat mengabur, mungkin terdapat
jaringan glial pada diskus, dan pucatnya diskus bagian stadium akhir
optik neuritis. Pada stadium ini, serabut saraf atropi dapat diamati
pada retina dengan perangkat lampu hijau merah.

22
Gambar 5. Edema nervus optikus pada neuritis optikus

C. Pemeriksaan Tambahan atau Penunjang

1. Uji konfrontasi untuk memeriksa ada tidaknya defek lapangan pandang.


Tipe-tipe gangguan lapang pandang dapat berupa: skotoma sentrosekal, kerusakan
gelendong saraf parasentral, kerusakan gelendong saraf yang meluas ke perifer,
kerusakan gelendong saraf yang melibatkan fiksasi dan perifer saja.

2. Uji Ishihara untuk melihat ada tidaknya gangguan pada penglihatan warna. Jika
ada biasanya gangguan terjadi pada penglihatan warna merah.

D. Pemeriksaan Anjuran

1. Pemeriksaan CT(computerized tomography) orbita dan kepala, untuk mencari


penyebab neuritis optik pada kanal optik.

2. MRI (Magnetic Resonance Imaging), untuk melihat nervus optikus dan korteks
serebri. Hal ini dilakukan terutama pada kasus-kasus yang diduga terdapat
sklerosis multiple

3. Pungsi lumbal dan pemeriksaan darah, Dilakukan untuk melihat adanya proses
infeksi atau inflamasi.

23
2.2.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari neuritis optik dapat berupa:

- Iskemik optik neuropati


- Edema papil
- Ablasi retina
- Oklusi arteri sentral
- Obstruksi vena retina sentral
- Toksik neuropati.

Diagnosis banding tersering adalah edem papil dan iskemik optik neuropati, dapat
dibedakan menjadi: (tabel 1)

Neuritis Optik Papila edema Iskemik Optik


Neuropati
Gejala Visus Visus sentral hilang Visus tidak hilang; Defek akut
cepat, progresif; kegelapan transien lapangan pandang;
jarang biasanya altitudinal;
ketajaman
bervariasi-turun
akut
Lain Bola mata pegal; Sakit kepala, mual, Biasanya nihil;
sakit bila muntah, tanda fokal arteritis kranial
digerakkan; sakit neurologik lain. perlu disingkirkan.
alis atau orbita
Sakit bergerak Ada. Jarang pada Tidak ada. Selalu Tidak ada. Khas
bilateral orang dewasa; sering bilateral dengan unilateral pada
pada anak-anak. pengecualian yang stadium akut, mata
sangat jarang; dapat kedua terlibat
asimetri. subsequently
dengan gambaran
sindrom Foster
Kennedy
Gejala Pupil Tidak ada isokoria; Tidak ada isokoria; Tidak ada isokoria;
24
reaksi sinar menurun reaksi normal reaksi sinar
pada sisi neuritis. menurun pada sisi
infark disk.
Penglihatan Warna Normal
Ketajaman Visus Biasanya menurun Normal Ketajaman
bervariasi; hilang
hebat/NLP (no light
perception) lazim
pada arteritis.
Sel badan kaca Ada. Retrobulbar; Tidak ada Tidak ada
(vitreus) normal.
Fundus Papilitis; derajat Derajat Biasanya edema
pembengkakan disk pembengkakan disk disk segmental
bervariasi. bervariasi., pallid, dengan
hemoragi. sedikit hemoragi
lidah api.
Pulsasi vena Hilang titik buta Defek inferior
kampus besar altitudinal.
Prognosis VIsus Visus biasanya Baik dengan Prognosis baik
kembali normal atau menghilangkan untuk kembali,
tingkat fungsional. kausa tekanan intra- mata kedua lama
kranial. untuk terlibat dalam
1/3 kasus idiopatik.
Usia >55 kasus giant cell
arteritis 40-60 th
nonarter.
Tabel 1. Diagnosis banding papilitis/neuritis optik, papiledema/edema papil dan iskemik optik
neuropati

25
Ciri khas Papilloedema Papilitis Ischemic Optic
Neuropathy

1.Lateral Biasanya bilateral Biasanya unilateral Bisa unilateral


2.Gejala
(i) Visual -Serangan transient -Kehilangan penglihatan - Kehilangan
atau penglihatan tiba-tiba dengan penglihatan tiba-tiba
kabur refraktif error
-visus nanti menurun
karena atropi optikus
(ii) Nyeri -Bisa disertai
-Tidak
-Tidak pergerakan bola mata
3.Pemeriksaan Fundus
(i) Media -Bening -Keruh pada posterior -Bening
vitreous .

(ii) Warna diskus -Merah -Hiperemia -Pucat

Pinggir diskus -Kabur -Kabur -Kabur

Edema diskus -2-6 diopter -Biasanya tidak lebih 3 -Bengkak


diopter

(iii) Edema -Ada -Ada -Ada


Peripapillary
-Sangat jelas -Kurang jelas -Tidak ada
(iv) Venous
engorgement -Jelas -Biasanya tidak ada -Jelas

(v) Pedarahan Retina -Sangat jelas -kurang jelas -Jelas

(vi) Retinal exudates -Macular star bisa ada -Macular Fan bisa ada -Tidak ada

(vii) Makula
4.Lapangan -Membesar -Central Scotoma -Central scotoma
-Blind spot

26
5.Fluorescein Angiography -Vertical oval pool zat -kebocoran zat kontras -ada kebocoran
kontras akibat yang sedikit zat kontras di
kebocoran peripapillary

2.2.9 Penatalaksaaan

Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis optikus :

1. Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi demielinasi tipikal :


Regimen selama 2 minggu :

a. 3 hari pertama diberikan Methylprednisolone 1kg/kg/hari i.v

b. 11 hari setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolone 1mg/kg/hari


oral

c. Tappering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari


pertama ( hari ke 15 sejak pemberian obat ) dan 10 mg prednisone
oral pada hari ke 2 sampai ke 4

d. Dapat diberikan Ranitidine 150 mg oral untuk profilaksis gastritis

Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan dengan


steroid dapat menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3 tahun.
Terapi steroid hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak
meningkatkan hasil pemulihan pandangan visual.

2. Dari hasil MRI bila 2 atau lebih lesi demielinasi :


a. Menggunakan regimen yang sama dengan yang di atas
b. Merujukan pasien ke spesialis neurologi untuk terapi interferon β-
1α selama 28 hari
c. Tidak menggunakan oral prednisolone sebagai terapi primer karena
dapat meningkatkan resiko rekuren atau kekambuhan

27
3. Dengan tidak ada lesi demielinasi dari hasil MRI :
a. Risiko terjadi MS rendah, kemungkinan terjadi sekitar 22% setelah 10
tahun kemudian
b. Intravena steroid dapat digunakan untuk mempercepatkan pemulihan
visual
c. Biasanya tidak dianjurkan untuk terapi kecuali muncul gangguan
visual pada mata kontralateral
d. MRI lagi dalam 1 tahun kemudian

Pasien dengan riwayat Multiple sclerosis atau Neuritis optikus :

1. Observasi
2. Memeriksa pasien pada minggu ke 4-6 setelah muncul gejala dan
pemeriksaan ulang tiap 3-6 bulan kemudian
3. Pasien yang berisiko tinggi MS atau demielinisasi sistem saraf pusat dari
hasil MRI sebaiknya dirujuk ke spesialis neurologi untuk evaluasi dan
terapi lanjutan.

2.2.10 Komplikasi

Kehilangan penglihatan pada neuritis optik dapat terjadi permanen.


Neuritis retrobulbar mungkin terjadi walaupun merupakan suatu neuritis optik
yang terjadi cukup jauh di belakang diskus optikus

Neuritis optik yang disebabkan oleh sklerosis multipel memiliki ciri khas
kekambuhan dan remisi. Disabilitas yang menetap cenderung meningkat pada
setiap kekambuhan. Peningkatan suhu tubuh dapat memperparah disabilitas
(fenomena Uhthoff) khususnya gangguan penglihatan.

28
2.2.11 Prognosis

Tanpa terapi, penglihatan mulai membaik setelah 2-3 minggu sejak


timbulnya gejala, kadang-kadang dapat membaik dalam beberapa hari. Perbaikan
visus biasanya terjadi perlahan hingga beberapa bulan. Visus yang jelek sewaktu
episode akut biasanya akan menunjukkan hasil perbaikan visus yang jelek

Menurut Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT), 38% akan berkembang


menjadi multiple sclerosis dalam 10 tahun setelah episode pertama idiopathic
demyelinative optic neuritis, 22% pada pasien dengan hasil MRI otak yang
normal dan 56% pada lesi matter putih. Patient dengan neuritis optikus episode
pertama dengan hasil MRI otak abnormal, interferon β-1a telah terbukti dapat
mengurangi risiko terjadiny multiple sclerosis sebanyak 25%.

Setiap kekambuhan akan menyebabkan pemulihan yang tidak sempurna


dan memperburuk penglihatan.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek
Setiowulan, Neuritis Optik. Kapita Selekta Kedokteran FKUI. Jilid I. Ed. III.
Jakarta, Penerbit, Media Aesculapius: 2001. hal; 65 – 66
2. Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp. M, Neuritis Optik. Ilmu Penyakit Mata. Ed. III.
Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI: 2006. hal; 179 -182
3. Paul Riordan-Eva, John P. Whitcher, Neuritis Optik. Vaughan & Asbury
Ophtamologi Umum. Ed. 17, EGC: 2009. p; 266 – 274
4. A.K. Kurana. Comprehensip Ophthalmology 4th Edition dalam Chapter 12– New
Age International 2007. P 288-96.
5. Froetscher M & Baehr M. Duus Topical Diagnosis in Neurology. 4th edition.
2005. Stuttgart : Thieme. p 130 – 137.
6. Guyton AC, Hall JE. Neurofisiologi Penglihatan Sentral. Dalam : Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. 1997. Jakarta : EGC. p 825.
7. Erhan Ergene, MD. Adult Optic Neuritis. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1217083 tanggal 29 maret 2011.
8. Osborne B, Balcer LJ. Optic neuritis: Pathophysiology, clinical features,
and diagnosis. Disitasi pada tangal 29 Maret 2011. Dapat diperoleh dari
URL: http://www.uptodate.com/opticneuritis.
9. The Wilis Eye Manual : Office and Emergency Room Diagnosis and
Treatment of Eye Disease. 2008. P 250-52.
10. American academy of ophthalmology. Section 5 Neuro-Opthalmology. San
Fransisco : LEO. 2008-2009. Page 25-26.

30

You might also like