You are on page 1of 19

BAB I

PENDAULUHAN

A. Latar Belakang

Standarisasi merupakan sarana penunjang yang sangat penting artinya sebagai salah satu
alat yang efektif dan efisien guna menggerakkan kegiatan organisasi, dalam meningkatkan
produktifitas dan menjamin mutu produk dan/ atau jasa, sehingga dapat mingkatkan daya saing,
melindungi konsumen, tenaga kerja, dan masyarakat baik keselamatan maupun kesehatannya.
(Djoko Wijono, 1999 : 623).
Masalah kematian dan kesakitan ibu di Indonesia masih merupakan masalah besar. Angka
kematian ibu ( AKI) yang menurut SKRT 1986 adalah 450 per 100.000 kelahiran hidup,
mengalami penurunan yang lambat, yaitu menjadi 373 per 100.000 kelahiran hidup (SKRT
1995). Angka ini 3-6 kali lebih besar dari Negara diwilayah ASEAN dan lebih dari 50 kali dari
angka dinegara maju.
a. Angka kematian bayi (AKB) di indinesia, menurut hasil Survey Demografi Kesehatan
Indonesia 1997 adalah 52/100 kelahiran hidup, dengan Angka Kematian Neonatal 25
per 1000 kelahiran hidup. Dibandingaka Negara ASEAN lainnya, AKB indonesia2-5
kali lebih tinggi. Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, gangguan
perinatal merupakan penyebab utama kematian bayi (33,5%) di luar pulau jawa – bali
dan merupakan penyebab kematian kedua (26,9%) diluar jawa – bali.
b. Standar pelayanan kebidanan dapat pula digunakan untuk menentukan kompetensi yang
diperlukan bidan dalalm menjalani praktek sehari-hari. Standar ini juga dapat digunakan
sebagai dasar untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan pengembangan
kurikulum pendidikan. Selain itu, standar pelayanan dapat membantu dalam penentuan
kebutuhan operasional untuk penerapannya , misalnya kebutuhan akan
pengorganisasian , mekanisme, peralatan dan obat yang diperlukan. Ketika audit
terhadap pelaksana kebidanan dilakukan, maka berbagai kekurangan yang berkaitan
dengan hal-hal tersebut akan ditemukan sehingga perbaikannya dapat dilakukan secara
lebih spesifik. Salah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan perorangan di
puskesmas adalah kepuasan pasien. (Djoko Wijono, 1999 : 623).

1
B. Tujuan
1. Untuk memahami yang dimaksud indikator,standar,mutu pelayanan kebidanan.
2. Untuk mengetahui standar outcome yang diukur melalui kepuasan
pelanggan,ketetapan pelayanan kesehatan,efesiensi dan efektifitas pelayanan.
3. Untuk mengetahui metode yang digunakan pada program menjaga mutu.

C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan indikator,standar,mutu pelayanan kebidanan
2. Apa yang dimaksud dengan out come yang diukur mlalui kepuasan
pelanggan,ketetapan pelayanan kesehatan,efensi,dan efektifitas
3. Metode apa saja yang digunakan dalam program menjaga mutu

D. Manfaat
Untuk memberikan pengetahuan kepada siapa saja yang membacanya terutama pada
mahasiswa kesehatan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

INDICATOR MUTU PELAYANAN KEBIDANAN


A. Disiplin dalam SPK
Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) adalah rumusan tentang penampilan atau nilai
diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan yaitu
standar pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung jawab profesi bidan dalam sistem
pelayanan yang bertujuan untuk meningkatan kesehatan ibu dan anak dalam rangka
mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat (Depkes RI, 2001: 53).
Manfaat Standar Pelayanan Kebidanan
Standar pelayanan kebidanan mempunyai beberapa manfaat sebagai berikut:
1. Standar pelayanan berguna dalam penerapan norma tingkat kinerja yang diperlukan
untuk mencapai hasil yang diinginkan
2. Melindungi masyarakat
3. Sebagai pelaksanaan, pemeliharaan, dan penelitian kualitas pelayanan
4. Untuk menentukan kompetisi yang diperlukan bidan dalam menjalankan praktek
sehari-hari.
5. Sebagai dasar untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan
pengembangan pendidikan (Depkes RI, 2001:2)
Format Standar Pelayanan Kebidanan
Dalam membahas tiap standar pelayanan kebidanan digunakan format bahasan sebagai
berikut:
1. Tujuan merupakan tujuan standar
2. Pernyataan standar berisi pernyataan tentang pelayanan kebidanan yang dilakukan,
dengan penjelasan tingkat kompetensi yang diharapkan.
3. Hasil yang akan dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan dalam bentuk
yang dapat diatur.
4. Prasyarat yang diperlukan (misalnya, alat, obat, ketrampilan) agar pelaksana
pelayanan dapat menerapkan standar.
5. Proses yang berisi langkah-langkah pokok yang perlu diikuti untuk penerapan standar
(Depkes RI, 2001:2).

3
Dasar hukum penerapan SPK adalah:
1. Undang-undang kesehatan Nomor 23 tahun 1992
Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomer 23 tahum 1992 kewajiban tenaga
kesehatan adalah mematuhi standar profesi tenaga kesehatan, menghormati hak
pasien, menjaga kerahasiaan identitas dan kesehatan pasien, memberikan informasi
dan meminta persetujuan (Informed consent), dan membuat serta memelihara rekam
medik.
Standar profesi tenaga kesehatan adalah pedoman yang harus dipergunakan oleh
tenaga kesehatan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesinya secara baik.
Hak tenaga kesehatan adalah memperoleh perlindungan hukum melakukan
tugasnya sesuai dengan profesi tenaga kesehatan serta mendapat penghargaan.
2. Pertemuan Program Safe Motherhood dari negara-negara di wilayah SEARO/Asia
tenggara tahun 1995 tentang SPK
Pada pertemuan ini disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan yang
diberikan kepada setiap ibu yang memerlukannya perlu diupayakan agar meme nuhi
standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya, WHO SEARO
mengembangkan Standar Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian
diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia, khususnya untuk tingkat pelayanan
dasar, sebagai acuan pelayanan di tingkat masyarakat. Standar ini diberlakukan bagi
semua pelaksana kebidanan.
3. Pertemuan Program tingkat propinsi DIY tentang penerapan SPK 1999
Bidan sebagai tenaga profesional merupakan ujung tombak dalam pemeriksaan
kehamilan seharusnya sesuai dengan prosedur standar pelayanan kebidanan yang
telah ada yang telah tertulis dan ditetapkan sesuai dengan kondisi di Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta (Dinkes DIY, 1999).

4. Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang


registrasi dan praktek bidan. Pada BAB I yaitu tentang KETENTUAN UMUM pasal
1 ayat 6 yang berbunyi Standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan
sebagai petunjuk dalam melaksanakan profesi secara baik.
Pelayanan kebidanan yang bermutu adalah pelayanan kebidanan yang dapat
memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kebidanan serta penyelenggaraannya

4
sesuai kode etik dan standar pelayanan pofesi yang telah ditetapkan. Standar profesi
pada dasarnya merupakan kesepakatan antar anggota profesi sendiri, sehingga
bersifat wajib menjadi pedoman dalam pelaksanaan setiap kegiatan profesi (Heni
dan Asmar, 2005:29)

B. Standar Outcome

Outcome adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan profesional
terhadap klien. Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik
positif maupun negatif. Outcome jangka pendek adalah hasil dari segala suatu tindakan
tertentu atau prosedur tertentu. Outcome jangka panjang adalah status kesehatan dan
kemampuan fungsional klien.
a. Ketepatan pelayanan kesehatan

Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) adalah rumusan tentang penampilan atau nilai
diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan
yaitu standar pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung jawab profesi bidan
dalam sistem pelayanan yang bertujuan untuk meningkatan kesehatan ibu dan anak
dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat (Depkes RI, 2001:
53).

Standar pelayanan kebidanan mempunyai beberapa manfaat sebagai berikut:

Standar pelayanan berguna dalam penerapan norma tingkat kinerja yang

diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan

Melindungi masyarakat

Sebagai pelaksanaan, pemeliharaan, dan penelitian kualitas pelayanan

Untuk menentukan kompetisi yang diperlukan bidan dalam menjalankan praktek


sehari-hari.

Sebagai dasar untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan


pengembangan pendidikan (Depkes RI, 2001:2)

5
Dalam membahas tiap standar pelayanan kebidanan digunakan format bahasan
sebagai berikut:

Tujuan merupakan tujuan standar

 Pernyataan standar berisi pernyataan tentang pelayanan kebidanan yang


 dilakukan, dengan penjelasan tingkat kompetensi yang diharapkan.
 Hasil yang akan dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan dalam
bentuk yang dapat diatur.
 Prasyarat yang diperlukan (misalnya, alat, obat, ketrampilan) agar pelaksana
pelayanan dapat menerapkan standar.
 Proses yang berisi langkah-langkah pokok yang perlu diikuti untuk penerapan
standar (Depkes RI, 2001:2).
Dasar hukum penerapan SPK adalah:
a) Undang-undang kesehatan Nomor 23 tahun 1992
Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomer 23 tahum 1992 kewajiban
tenaga kesehatan adalah mematuhi standar profesi tenaga kesehatan,
menghormati hak pasien, menjaga kerahasiaan identitas dan kesehatan
pasien, memberikan informasi dan meminta persetujuan (Informed consent),
dan membuat serta memelihara rekam medik.
Standar profesi tenaga kesehatan adalah pedoman yang harus dipergunakan
oleh tenaga kesehatan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesinya
secara baik.
Hak tenaga kesehatan adalah memperoleh perlindungan hukum melakukan
tugasnya sesuai dengan profesi tenaga kesehatan serta mendapat
penghargaan.
b) Pertemuan Program Safe Motherhood dari negara-negara di wilayah
SEARO/Asia tenggara tahun 1995 tentang SPK
Pada pertemuan ini disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan yang
diberikan kepada setiap ibu yang memerlukannya perlu diupayakan agar
memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya,
WHO SEARO mengembangkan Standar Pelayanan Kebidanan. Standar ini
kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia, khususnya untuk
tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di tingkat masyarakat.
Standar ini diberlakukan bagi semua pelaksana kebidanan.
6
c) Pertemuan Program tingkat propinsi DIY tentang penerapan SPK 1999
Bidan sebagai tenaga profesional merupakan ujung tombak dalam
pemeriksaan kehamilan seharusnya sesuai dengan prosedur standar
pelayanan kebidanan yang telah ada yang telah tertulis dan ditetapkan sesuai
dengan kondisi di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Dinkes DIY,
1999).
d) Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang
registrasi dan praktek bidan.
Pada BAB I yaitu tentang KETENTUAN UMUM pasal 1 ayat 6 yang
berbunyi Standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai
petunjuk dalam melaksanakan profesi secara baik.
Pelayanan kebidanan yang bermutu adalah pelayanan kebidanan yang
dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kebidanan serta
penyelenggaraannya sesuai kode etik dan standar pelayanan pofesi yang telah
ditetapkan. Standar profesi pada dasarnya merupakan kesepakatan antar
anggota profesi sendiri, sehingga bersifat wajib menjadi pedoman dalam
pelaksanaan setiap kegiatan profesi (Heni dan Asmar, 2005:29)

b. Kepuasan Pelanggan
Pembelian atau penggunaan jasa memutuskan memberikan suatu penilaian
terhadap produk atau jasa dan bertindak atas dasar itu. Apakah pembeli puas setelah
membelanjakan tergantung kepada penampilan yang ditawarkan dalam hubungannya
dengan harapan pembeli.
Philip Kotler dalam bukunya “Marketing Management” , memberikan definisi
tentang kepuasan pelanggan (customer satisfaction): “Kepuasan adalah tingkat
keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan
pemampilan atau outcome produk yang dirasakan dalam hubungannya denagn
harapan seseorang”.Tingkat kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara
penampilan yang dirasakan dan harapan. . Ada 3 tingkat kepuasan :
a. Bila penampilan kurang dari harapan pelanggan tidak dipuaskan
b. Bila penampilan sebanding dengan harapan, pelanggan puas
c. Apabila penampilan melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang

7
Kepuasan pelanggan pengguna jasa pelayanan kesehatan (pasien/klien)
dipengaruhi oleh beberapa factor :
1. pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya,
dalam hal ini aspek komunikasi memegang peranan penting
2. Empati (sikap peduli) yang ditunjukan oleh para petugas kesehatan,
kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan
memahami kebutuhan para pelanggan. Sikap ini akan menyentuh emosi
pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien
(compliance)
3. Biaya (cost), tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral
hazard pasien dan keluarganya, “yang penting sembuh” sehingga
menyebabkan mereka menerima saja jenis perawatan dan teknologi yang
ditawarkan petugas kesehatan. Akibatnya, biaya perawatan menjadi mahal.
Informasi terbatas yang dimiliki pasien dan keluarganya tentang perawatan
yang diterima dapat menjadi sumber keluhan pasien. Sistem asuransi
kesehatan dapat mengatasi masalah biaya kesehatan.
4. Bukti langsung penampilan fisik (tangibility); meliputi fasilitas fisik,
perlengkapan pegawai dan sarana komunikasi
5. Jaminan keamanan yang ditunjukkan petugas kesehatan (assurance);
kemampuan kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas
dari bahaya, risiko dan keragu-raguan, ketepatan jadwal pemeriksaan dan
kunjungan dokter dsb
6. Kehandalan (reliability); merupakan kemampuan memberikan pelayanan
yangdijanjikan dengan segera dan memuaskan
7. Daya tanggap/ kecepatan petugas dalam memberi tanggapan terhadap keluhan
pasien (responsiveness); keinginan para staf untuk membantu para
pelanggandan memberikan pelayanan dengan tanggap

c. Efisiensi dan Efektifitas Pelayanan Kesehatan


a) Efisiensi Pelayanan Kesehatan
Efisiensi mutu pelayanan kesehatan merupakan dimensi penting dari mutu
karena efisiensi akan mempengaruhi hasil pelayanan kesehatan, apalagi sumber
daya pelayanan kesehatan pada umumnya terbatas.

8
Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang optimal daripada
memaksimalkan pelayanan kepada pasien dan masyarakaT
Petugas akan memberikan pelayanan yang terbaik dengan sumber daya yang
dimiliki
Pelayanan yang kurang baik karena norma yang tidak efektif atau pelayanan
yang salah harus dikurangi atau dihilangkan, dengan cara ini kualitas dapat
ditingkatkan sambil menekan biaya.
Pelayanan yang kurang baik, disamping menyebabkan risiko yang tidak perlu terjadi dan
kurang nyamannya pasien, seringkali mahal dan memakan waktu yang lama untuk
memperbaiki

Peningkatan kualitas memerlukan tambahan sumber daya, tetapi dengan menganilis efisiensi,
manajer program kesehatan dapat memilih intervensi yang paling cost – effective.

Efisiensi adalah penggunaan sumber daya secara minimum guna pencapaian hasil yang
optimum. Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang benar telah ditentukan dan
berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Efisiensi hanya dapat dievaluasi dengan penilaian-penilaian relatif, membandingkan antara
masukan dan keluaran yang diterima. Sebagai contoh untuk menyelesaikan sebuah tugas, cara
A membutuhkan waktu 1 jam sedang cara B membutuhkan waktu 2 jam, maka cara A lebih
efisien dari cara B. Dengan kata lain tugas tersebut dapat selesai menggunakan cara dengan
benar atau efisiensi.

Efektifitas pelayanan Kesehatan

Efektivitas adalah pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari
serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya.
Efektifitas bisa juga diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-
tujuan yang telah ditentukan.

Sebagai contoh jika sebuah tugas dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah
ditentukan, maka cara tersebut adalah benar atau efektif.

Besarnya masalah yang dapat diselesaikan

Pentingnya cara penyelesaian masalah

Sensitifitas cara penyelesaian masalah

9
Efektifitas adalah melakukan tugas yang benar sedangkan efisiensi adalah melakukan tugas
dengan benar. Penyelesaian yang efektif belum tentu efisien begitu juga sebaliknya. Yang
efektif bisa saja membutuhkan sumber daya yang sangat besar sedangkan yang efisien
barangkali memakan waktu yang lama. Sehingga sebisa mungkin efektivitas dan efisiensi bisa
mencapai tingkat optimum untuk kedua-duanya.

C. Meningkatkan Kinerja Bidan


Pelayanan kebidanan yang bermutu adalah pelayanan kebidanan yang dapat
memuaskan setiap pemakaian jasa pelayanan kebidanan yang sesuai tingkat kepuasan rata-
rata penduduk, seta yang penyelenggaranya sesuai dengan kode etik dan standar profesi
yang telah ditetapkan. Salah satu implementasi dan pencapaian pelayanan kebidanan yang
bermutu adalah dengan cara meningkatkan kinerja bidan, langkah-langkah dengan urutan
sebagai berikut :
a. Memahami tujuan yang ingin dicapai, yaitu memahami tujuan dari kegiatan yang
akan dilakukan, uraikan tujuan tersebut sehingga jelas tolok ukurnya.
b. Memahami kegiatan yang akan dilakukan. Kegiatan dimaksud disini adalah
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan, uraikan kegiatan tersebut
sehingga jelas kegiatan pokok (Mollar activities) dan kegiatan bukan pokok
(Molululair activities) mengelompokkan kegiatan yang akan dilakukan.
Pengelompokan ini perlu dilakukan, karena kegiatan-kegiatan yang tercantum
dalam rencana kerja sering tidak jelas kaitannya satu dengan yang lain.
c. Menetapkan hirarki kelompok kegiatan yang akan dilakukan, yaitu menetapkan
hirarki manajerial. Untuk setiap kelompok kegiatan hirarki manajerial ini
lazimnya dibedakan atas 3 tingkat yaitu top manajemen, middle manajemen dan
lower manajemen. Perbedaan dari masing-masing tingkat terletak pada
keterampilan yang dibutuhkan. Jika keterampilan manajerial (manajerial skill)
yang telah dibutuhkan hirarki kegiatan termasuk dalam top manajemen, tetapi jika
ketrampilan teknis(technical skill) yang lebih dibutuhkan termasuk dalam lower
manajemen.
d. Membentuk kelompok kegiatan ke dalam bentuk jabatan (positioon classification)
untuk ini secara bertahap dilakukan beberapa kegiatan :
Analisis tugas (job analysis)

10
Tujuannya untuk memperjelas tugas setiap kelompok dengan menyusun
berbagai tugas tersebut menurut kelompok dan urutannya
1. Uraian tugas (job discription)
2. Selanjutnya dengan melakukan uraian tugas, yang bertujuan untuk lebih
menjelaskan tugas-tugas yang telah disusun. Jadi pada uraian tugas ini
setiap tugas telah dilengkapi dengan berbagai keterangan yang dibutuhkan.
3. Penilaian tugas (job evaluation)
4. Bertujuan mengkaji ulang setiap tugas yang telah diperinci tersebut apakah
ada yang berlebihan dan ataupun yang masih kurang. Lakukan
penyempurnaan seperlunya, apabila tugas-tugas tersebut telah jelas,
ubahlah ke dalam bentuk jabatan.
e. Melakukan pengelompokan jabatan
abatan yang dihasilkan darii pekerjaan klasifikasi dapat terlalu berlebih dan
beraneka ragam. Untuk itu sebagai langkah berikutnya dilakukan pengelompokan
jabatan (position grouping)
f. Mengubah kelompok jabatan ke dalam bentuk satuan organisasi.
Cara membentuk satuan organisasi banyak macamnya, beberapa yang penting
diantaranya:
1. Atas dasar kesamaan fungsi dari jabatannya
2. Atas dasar kesamaan proses atau cara kerja dan jabatan, misalnya
pembentukan satuan organisasi berdasarkan kesamaan proses atau cara
kerja ialah bagian pencegahan penyakit, perawatan penderita, rehabilitasi
dan sebagainya yang seperti ini.
3. Atas dasar kesamaan hasil(produksi) dari jabatan. Satuan organisasi dapat
pula dibentuk berdasarkan kesamaan hasil. Misalnya bagian produksi obat,
bagian bahan makanan, bagian produksi bahan publikasi dan sebagainya
yang seperti ini.
4. Atas dasar kesamaan kelompok masyarakat yang memanfaatkannya.
Misalnya pembentukan satuan organisasi berdasarkan kesamaan
kelompok masyarakat yang dimanfaatkan hasil ialah bagian KIA, bagian
KB dan sebagainya yang seperti ini.
5. Atas kesamaan lokasi jabatan. Satuan organisasi dapat pula dibentuk atas
dasar kesamaan lokasi dimana kegiatan tersebut dilakukan. Misalnya

11
kelompok bagian pelayanan di dalam gedung, diluar gedung, di desa di
kota dan sebagainya yang seperti ini.
Kombinasi dari berbagai cara di atas.
g. Membentuk struktur organisasi
Pada waktu membentuk struktur organisasi, perhatikanlah hirarkinya,
pembagian tugas dan wewenang masing-masing serta kemampuan pengawasan
yang dimiliki (span of control)
h. Melakukan penilaian berkala untuk penyempurnaan
Penilaian secara berkala untuk penyempurnaan ini harus dilakukan oleh
masyarakat sendiri. Peranan penilaian berkal amat penting, karena memang salah
satu ciri dari pengorganisasian harus dapat mengikuti berbagai perkembangan
yang terjadi. Tidak hanya yang berlangsung dilingkungan tetapi dalam organisasi
sendiri.
Untuk meningkatkan kinerja bidan di masyarakat, maka seorang bidan harus
berperilaku profesional dalam memberikan pelayanan kesehatan yaitu :
1. Berpegang teguh pada filosofi, etiks profesi dan aspek legal
2. Bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan keputusan klinis yang
dibuatnya
3. Senantiasa mengikuti perkembangan pengetahuan dan keterampilan
mutakhir
4. Menggunakan cara pencegahan universal untuk penyakit, penularan dan
strategi pengendalian infeksi
5. Melakukan konsultasi dan rujukan yang tepat dalam memberikan asuhan
kebidanan
6. Menghargai budaya setempat sehubungan dengan praktek kesehatan,
kehamilan, kelahiran, periode pasca persalinan, bayi baru lahir dan anak.
7. Menggunakan model kemitraan dalam bekerjasama dengan waita/ibu agar
mereka dapat menentukan pilihan yang telah diinformasikan tentang
semua aspek asuhan
8. Bekerjasama dengan petugas kesehtan lain untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan pada ibu dan keluarga
9. Advokasi terhadap pilihan ibu dalam tatanan pelayanan

12
Upaya pengembangan dapat dilaksanakan meliputi :
1. Perluasan jangkauan
2. Peningkatan pelayanan
3. Peningkatan rujukan
4. Peningkatan management organisasi
5. Peningkatan peran serta masyarakat
Pola pengembangan karir bidan meliputi karir fungsional dan structural
1. Pada saat ini pengembangan karir bidan secara fungsional telah disiapkan
dengan jabatan fungsional bagi bidan, serta melalui pendidikan
berkelanjutan baik secara formal maupun non formal
2. Fungsi bidan nantinya dapat sebagai pelaksana, pengelola, pendidik,
peneliti, bidan koordinator, dan bidan penyelia.
Sedangkan karir bidan dalam jabatan struktur tergantunng di mana bidan
bertugas, apakah di rumah sakit, puskesmas, bidan di desa/ di swasta
(sofyan, mustika 2004)
Secara singkat indikator dapat juga di artikan sebagai variabel yang
dapat mengukur perubahan. Agar tujuan indikator itu dapat di capai
maka yang menjadi parameter pemilihan suatu indikator ialah : waktu,
biaya, dan kinerja
Syarat-syarat indikator :
1. Absah atau sahih
Absah masudnya indokator hanya akan mengukur yang seharusnya akan
di ukur
2. Dapat dipercaya atau handal
Hasil pengukuran indikator harus selalu sama, jika diukuroleh siapapun,
kapan saja dan dalamlingkungan yang berbeda sekalipun
3. Relevan
4. Maksudnya indikator harus relevan terhadap kebutuhan dan terkait dengan
masalah yang akan dipecahkan
5. Realistis
Indikator harus dapat digunakan dengan mudah dan praktis.
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara sederhana mungkin dan
cocok dengan pengumpulan data rutin yang telah ada, tidak memerlukan

13
banyak waktu, tenagag dan biaya. Informasi yang diperlukan dapat
menjangkau data yang tersedia. Sumbernya yang diperlukan untuk
pengumpulan data harus mamapu disediakan oleh organisasi pelayanan
kesehatan.
6. Dapat diukur dan diamati
Hasil indikator harus dapat dilihat dan diketahui atau dinyatakan
dengan bilangan. Indikator dapat dinyatakan dalam bentuk : bilangan atau
frekuensi, rata-rata hitung atau prosentase kejadian
7. Disetujui oleh petugas kesehatan
Indikator harus diketahui dan disetujui oleh semua petugas kesehatan
yang kinerjana akan diukur
8. Jelas
Artina indikator harus jelas dan mempunyai sasaran waktu yang yang
ditentukan
9. Digunakan terus menerus
Indikator harus digunakan dalam penilaian secara berkesinambungan
atau terus menerus
10. Mudah digunakan
Indikator harus efektif dan dengan mudah dapat digunakan dalam
mengukur baik keberhasilan, kegagalan, kekuatan ataupun melemahkan.
Sedangkan indikator pelayanan kesehtan termasuk didalamnya
pelayan kebidanan adalah empat tahap dalam pemyusunan indikator yang
dianjurkan oleh Joint Commission For Accreditation Of Health Care
Organization (JCAHCO).
 Tahap 1
Membentuk kelompok kerja
 Tahap 2
Pelaksanaan uji coba indikator, untuk melihat tentang :
ketersediaan kerja dan keakuratan kerja.
 Tahap 3
Uji coba indikator dalam skala yang lebih besar dan pada tahap
ini diharapkan nereka yang terkait dalam ujicoba memberi laporan

14
pengelaman ujicoba dan laporan ini harus dipelajari dengan seksama
oleh kelompok kerja.

 Tahap 4
Tahap indikataor ini benar-benar telah siap untuk digunakan dan
perintah menganai penerapan indikator ini akan ditetapkan oleh
pejabat yang berwenang.
Jenis-jenis indikator :
Indikator dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara dan disini akan
dibahas 2 macam indikator yaitu indikator yang berhubunan dengan
pemantauan jaminan mutu pelayanan kesehatan dan indikator yang
berhubungan dengan pemantaun penatalaksanakan pasien atau pengukuran
luaran atau outcome pelayanan kesehatan.
 Indikator yang terkait dengan kerangka pikir jaminan mutu pelayanan
1. Indikator struktur
2. Indikator proses
3. Indikator luaran atau outcome
 Indikator pengukuran mutu pelayanan kesehatan primer. Meliputi
indikator kebijaksanaan ksehatan dan indikator penyelenggaraan
pelayanan kesehatan primer yaitu :
Indikator kebijaksanaan kesehtan :
1. Komitmen politik terhadap health for all by year 2000
2. Indikator distribusi sumberdaya
3. Indikator distribusi pemerataan pelayanan kesehatan
4. Indikator peran serta serta masyarakat
5. Indikator pendidikan tenaga kesehatan
6. Indikator managemen dan organisasi
 Indikator penyelenggaraan pelayanan kesehatan primer :
1. Indikator ketersediaan
2. Indikator akses
3. Indikator pemanfaatan

15
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja bidan
Kinerja seorang tenaga kerja dalam suatu organisasi atau institusi kerja dipengaruhi
oleh banyak faktor baik dari faktor dari dalam karyawan itu sendiri maupun faktor
lingkungan. Menurut Gibson (1987) faktor-faktor yang menentukan kinerja seseorang
dikelompokkan menjadi 3 faktor utama yakni:
1. Variabel individu, yang terdiri dari: pemahaman terhadap pekerjaannya,
pengalaman kerja, latar belakang keluarga, tingkat sosial ekonomi, dan faktor
demografi (umur, jenis kelamin, etnis, dan sebagainya).
2. Variabel organisasi, yang antara lain terdiri dari: kepemimpinan, desain
pekerjaan, sumber daya yang lain, struktur organisasi, dan sebagainya.
3. Variabel psikologis, yang terdiri dari persepsi terhadap pekerjaan sikap terhadap
pekerjaan, motivasi, kepribadian, dan supervisi.

Sedangkan menurut Stoner (1981) kinerja seorang tenaga kerja dipengaruhi


oleh: motivasi, kemampuan, dan faktor persepsi. Faktor yang mempengaruhi
pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).
Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis yang merumuskan bahwa:

1. Human Performance = Ability x Motivation


2. Motivation = Attitude x Situation
3. Ability = Knowledge x Skill

Menurut Henry Simora (1995), kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

1. Faktor individual yang terdiri dari:


 Kemampuan dan keahlian
 Latar belakang
 Demografi
2. Faktor psikologis yang terdiri dari:
 Persepsi
 Sikap
 Kepribadian

16
 Pembelajaran
 Motivasi

3. Faktor organisasi yang terdiri dari:


 Sumber daya
 Kepemimpinan
 Penghargaan
 Struktur
 Design pekerjaan
 Supervisi

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan
setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-
rata serata penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi.
Indikator mutu pelayanan adalah suatu ukuran penatalaksanaan pasien atau
keluaraga dari layanan kesehatan. Indikator dibuat untuk memantau bagian kritis dari
layanan kesehatan. indikator mutu pelayanan diantaranya:
a. Indikator Persyaratan Minimal
b. Indikator penampilan Minimal
c. kinerja bidan

B. Saran
Sebagai seorang Bidan sangat ditekankan akan mutu pelayanan yang maksimal.
Tuntutan seorang bidan sangatlah berat dan berisiko tinggi terutama pada ibu dan anak.
Maka dari itu seorang bidan wajib menjalankan tugas sesuai prosedur yang sudah
ditentukan baik itu , penyuluhan dan lainnya sesuai profesi kebidanan.

18
DAFTAR PUSTAKA

http://Zhelvyzahrahnafizah.blogspot.co.id/2014/05/indikator-mutu-pelayanan-
kebidanan.html?m=1.2017/09/26.

19

You might also like