You are on page 1of 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Semakin pesatnya perkembangan perekonomian negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia juga semakin gencar dan giat membangun di
segala bidang. Bukan saja di bidang ekonomi, tetapi juga di bidang lainnya yang
ditujukan untuk kemakmuran rakyatnya. Pembangunan di Indonesia
diprioritaskan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan segenap rakyat
Indonesia agar lebih maju dan merata.
Sebagai suatu perusahaan yang berorientasi laba serta diorganisasikan dan
dijalankan untuk menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat, pada dasarnya
perusahaaan selalu berusaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
dengan menggunakan segala kemampuan dan sumber daya yang tersedia serta
meningkatkan kesejahteraan bagi karyawannya. Dalam menjalankan fungsinya,
perusahaan dihadapkan pada bagaimana cara penggunaan faktor-faktor produksi
yang terbatas, seperti bahan baku, tenaga kerja dan faktor-faktor produksi lainnya
yang dikoordinasikan dan digunakan dengan baik, efektif dan efisien.
Seiring dengan berkembangnya skala usaha perusahaan dan semakin
tajamnya persaingan dalam dunia usaha, maka semakin berkembang pula
kebutuhan dan tuntutan atas informasi oleh pihak manajemen perusahaan. Hal ini
didorong oleh perlunya pertimbangan yang semakin kritis dalam memanfaatkan
berbagai dana dan sumber daya lainnya secara optimal. Dana dan sumber daya
lainnya pada umumnya jumlahnya terbatas sehingga mengharuskan kita untuk
memperolehnya dengan biaya sehemat mungkin dan menggunakannya seefisien
mungkin guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu lingkungan yang
berubah dengan cepat membuat perusahaan harus selalu waspada untuk segera
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi.

1
2

Dalam menghadapi situasi bisnis yang semakin kompetitif, setiap


perusahaan di tuntut untuk menggerakkan seluruh sumber daya yang dimilikinya
secara optimal untuk meningkatkan kemampuan bersaing, antara lain dapat
berupa harga jual yang kompetitif, yang di dukung oleh kemampuan perusahaan
untuk memenuhi permintaan pasar.
Manajemen harus selalu memperhatikan masalah penggunaan sumber
dayanya karena penggunaan sumber daya ekonomi yang kurang efisien dan
efektif akan merupakan biaya yang akan mengurangi pendapatan perusahaan.
Dalam suatu perusahaan, biaya merupakan suatu komponen penting.
Banyaknya jenis-jenis biaya membuat masalah biaya menjadi semakin rumit, baik
yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi harga jual suatu produk.
Salah satu kelompok biaya yang perlu dikendalikan adalah biaya pemasaran.
Meningkatnya persaingan antar perusahaan semakin tajam dan besarnya
persentase biaya pemasaran yang terkandung pada harga jual suatu produk,
menjadi peranan dan usaha manajemen dalam pengendalian biaya pemasaran
semakin penting. Perusahaan yang berskala besar aktivitas perusahaan sudah
meningkat. Menimbulkan kompleksitas dalam pengendalian biaya aktivitasnya.
Dalam situasi ini, manajemen tidak mungkin lagi dapat melakukan pengawasan
langsung terhadap kegiatan operasi perusahaan. Salah satu alat bantu manajemen
dalam pengendalian perusahaan adalah dengan cara menerapkan akuntansi
pertanggungjawaban (responsibility accounting).
Akuntansi pertanggungjawaban merupakan suatu sistem akuntansi yang di
susun sedemikian rupa sehingga pengumpulan, pelaporan biaya dan penghasilan
yang dilakukan sesuai dengan bidang pertanggungjawaban dalam organisasi.
Tujuannya agar dapat diketahui organisasi atau kelompok yang bertanggung
jawab atas penyimpangan biaya dan penghasilan yang dianggarkan.
Setiap pusat pertanggungjawaban di pimpin oleh seorang manajer yang
akan bertanggung jawab atas perencanaan yang di buat. Perencanaan ini disebut
anggaran (budget) dan pada waktu tertentu dilaporkan hasil dari pelaksanaan
pusat biaya kemudian dibandingkan dengan rencana anggaran yang telah
dianggarkan sebelumnya. Dari hasil perbandingan, manajer dapat mengetahui
3

berapa besar perbedaan. Hal ini memungkinkan manajer untuk dapat menganalisis
lebih lanjut terjadinya perbedaan dan pengambilan tindakan koreksi. Informasi
semacam ini disebut dengan akuntansi pertanggungjawaban.
Pengendalian biaya melalui akuntansi pertanggungjawaban dapat
dijalankan dengan menyelenggarakan suatu sistem pencatatan atas biaya-biaya
yang dapat dikendalikan.
Dari sini akan dihasilkan laporan biaya yang menunjukkan bagaimana
manajemen memenuhi tanggung jawab pemakaian biaya yang terjadi pada unit
organisasi yang dipimpinnya.
Efektivitas merupakan suatu bauran yang menunjukkan sejauh mana
sasaran atau target yang tercapai. Efektivitas dan efisiensi tidak terlepas dari
akuntansi pertanggungjawaban. Hal ini penting untuk dapat menghindari
pemborosan dan kecurangan akibat pendelegasian wewenang, sehingga tercipta
suatu pengendalian biaya yang tepat. Dengan adanya akuntansi
pertanggungjawaban dalam perusahaan, maka pimpinan dapat menilai tanggung
jawab dan kinerja atau prestasi bawahan atas tugas yang didelegasikan kepadanya
sehingga tujuan perusahaan secara keseluruhan dapat tercapai.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai akuntansi pertanggungjawaban dalam menunjang efektifitas
biaya pemasaran dan menuangkannya kedalam skripsi yang berjudul :
“Tinjauan atas peranan akuntansi pertanggungjawaban sebagai alat
Bantu manajemen dalam menunjang efektivitas biaya pemasaran”.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengidentifikasikan masalah-
masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Apakah penerapan akuntansi pertanggungjawaban pada PT. INTI (Persero)
Bandung sudah memadai.
2. Apakah penerapan akuntansi pertanggungjawaban berperan dalam efektivitas
biaya pemasaran pada PT. INTI (Persero) Bandung.
4

1.3 Tujuan Penelitian


Sesuai dengan masalah-masalah yang telah diidentifikasikan di atas, maka
penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui memadainya penerapan akuntansi pertanggunjawaban pada
PT. INTI (Persero) Bandung.
2. Untuk mengetahui peranan akuntansi pertanggungjawaban dalam menunjang
efektivitas biaya pemasaran pada PT. INTI (Persero) Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian


Dari hasil penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
1. Bagi perusahaan.
Hasil kesimpulan penelitian ini diharapkan dapat melengkapi implementasi
konsep akuntansi pertanggungjawaban dan memberikan masukan-masukan
atau rekomendasi yang berguna untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan
yang ada didalam pelaksanaan kegiatan operasional perusahaan, sehingga di
masa yang akan datang perusahaan dapat melaksanakan aktivitasnya dengan
baik dan efisien.
2. Bagi penulis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan menambah
pengetahuan tentang teori-teori dan konsep-konsep yang diperoleh selama
perkuliahan dibandingkan dengan penerapannya secara nyata dalam
perusahaan, dan juga merupakan salah satu syarat dalam menempuh ujian
Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi di Universitas Widyatama.
3. Bagi pihak lain, khususnya di kalangan perguruan tinggi.
Hasil penelitian yang dituangkan dalam karya ilmiah diharapkan dapat
memberikan tambahan pengetahuan sebagai gambaran praktik di lapangan dan
menjadi bahan referensi bagi pihak-pihak yang memerlukannya.
5

1.5 Kerangka Pemikiran


Setiap perusahaan, baik yang bertujuan untuk mencari laba maupun tidak,
secara umum pasti berusaha untuk selalu menjaga kelangsungan hidup
perusahaannya. Keberhasilan suatu perusahaan dapat dilihat dari kemampuan
manajemennya untuk merencanakan dan mengendalikan setiap aktivitas yang ada
dalam perusahaan.
Masalah aktivitas pemasaran yang harus senantiasa ditangani dengan
seksama adalah perencanaan dan pengendalian. Pada prinsipnya, manajemen
perusahaan berhubungan dengan semua aktivitas, mulai dari perencanaan awal
perusahaan.sampai dengan tercapainya tujuan perusahaan. Sehubungan dengan
itu, pimpinan memerlukan perencanaan untuk semua kegiatannya dan juga
pengendalian sebagai alat pengawasan apakah hasil yang dicapai sesuai dengan
yang telah direncanakan. Fungsi perencanaan dan pengendalian merupakan dua
aktivitas yang terpisahkan tetapi saling berhubungan. Tanpa ada perencanaan
maka pengendalian yang baik tidaklah dapat dilaksanakan, sebab perencanaan
yang efektif harus didasarkan pada fakta yang dikumpulkan dan dianalisis
kemudian dituangkan dalam suatu rencana yang spesifik, baik itu rencana jangka
pendek maupun jangka panjang.
Pengendalian dipandang sebagai suatu jaringan komunikasi yang
memantau kegiatan dalam organisasi dan menyediakan dasar untuk tindakan
koreksi di masa yang akan datang jika diperlukan. Untuk dapat menjalankan
fungsinya, manajemen dalam rangka pengendalian tersebut membutuhkan
informasi yang selektif, relevan dan tepat waktu. Pimpinan banyak membutuhkan
informasi khususnya informasi biaya yang dapat diperbandingkan serta dibuat
secara sistematik.
Di dalam akuntansi pertanggungjawaban, pengendalian biaya dilakukan
dengan cara menghubungkan biaya dengan unit yang bertanggung jawab terhadap
terjadinya biaya tersebut. Dengan demikian, akuntansi pertanggungjawaban
merupakan suatu sistem akuntansi yang mengakui adanya pusat
pertanggungjawaban didalam organisasi, sehingga dimungkinkan adanya
penelusuran biaya-biaya kepada setiap bagian yang bertanggung jawab untuk
6

pengambilan keputusan. Oleh karena itu, akuntansi pertanggungjawaban


diterapkan dalam organisasi yang telah membagi-bagi bidang
pertanggungjawaban secara jelas dan tegas, dengan dibuatnya wewenang bagi
manajer agar dapat diperoleh informasi dari masing-masing manajer tersebut
secara bertingkat. Jadi, dalam suatu organisasi perlu dibuat struktur yang dapat
menggambarkan secara jelas pemberian wewenang dan tanggung jawab dari
setiap jenjang manajemen.
Kegiatan manajer pemasaran ini pada dasarnya adalah perencanaan dan
pengendalian, dan ini merupakan bagian dari Responsibility Accounting. Sistem
akuntansi yang disusun agar dapat mengumpulkan biaya-biaya yang
sesungguhnya dikeluarkan, untuk dilaporkan kepada orang atau orang yang
bertanggung jawab.
Dari sudut teknis akuntansi, Robert N Anthony (1993;54) mengemukakan
pengertian
responsibility accounting yaitu :
“Responsibility accounting collect, report planned and actual
accounting information about the inputs and outputs of responsibility
centers”.
Dari definisi tersebut dapat dikatakan, responsibility accounting merupakan
aktivitas pengumpulan dan pelaporan informasi, khususnya informasi akuntansi
baik yang direncanakan maupun yang sesungguhnya tentang input dan output dari
pusat pertanggungjawaban.
Selanjutnya, Mulyadi (2001;214) mengatakan bahwa :
“Akuntansi pertanggungjawaban adalah suatu sistem akuntansi yang
disusun sedemikian rupa, sehingga pengumpulan dan pelaporan
penghasilan dan biaya dilakukan sesuai dengan pertanggungjawaban
dalam organisasi, dengan tujuan agar dapat ditunjuk orang atau
sekelompok orang yang bertanggung jawab terhadap penyimpangan
dari penghasilan dan biaya yang dianggarkan”.

Terjadinya biaya-biaya dalam suatu pusat pertanggungjawaban tidak selalu


akibat dari keputusan yang di ambil oleh kepala bidang yang bersangkutan. Oleh
karena itu, tidak semua biaya-biaya dalam suatu bidang pertanggungjawaban
7

dapat dikendalikan oleh kepala bagian yang bersangkutan. Maka perlu adanya
pemisahan antara biaya terkendali (controllable cost) dengan biaya tidak
terkendali (uncontrollable cost). Biaya yang dapat dipertanggungjawabkan hanya
biaya yang dapat dikendalikan.
Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan pemasaran tidak terlepas dari
masalah biaya pemasaran. Masalah biaya ini perlu diperhatikan secara serius,
karena besarnya biaya pemasaran mempengaruhi besarnya pendapatan dan laba.
Apabila kegiatan ini dikelola dengan baik akan dapat menghasilkan harga jual
yang kompetitif, sehingga tujuan perusahaan yang direncanakan dan ditetapkan
akan dapat tercapai.
Pengendalian sebaiknya di dukung oleh perencanaan yang memadai dan
sistem pelaporan yang menyeluruh. Dalam akuntansi pertanggungjawaban
diperlukan anggaran. Anggaran merupakan alat untuk menilai pelaksanaan yang
telah ditetapkan, apakah telah sesuai dengan tujuan dari proses perencanaan dan
pengendalian dalam struktur organisasi perusahaan di setiap bagian
pertanggungjawaban. Anggaran yang telah di susun digunakan sebagai alat
pengukuran pelaksanaan aktivitas masing-masing bagian tersebut.
Untuk melaksanakan sistem akuntansi pertanggungjawaban, maka terdapat
hal-hal yang merupakan persyaratan yaitu :
1. Terdapatnya struktur organisasi dengan job description yang jelas serta adanya
identifikasi pusat pertanggungjawaban yang dipimpin oleh seorang manajer.
2. Adanya anggaran yang di susun oleh setiap pusat pertanggungjawaban.
3. Adanya pemisahan antara biaya terkendali dan biaya tidak terkendali.
4. Adanya pengklasifikasian kode-kode rekening perusahaan yang dikaitkan
dengan kewenangan pusat pertanggungjawaban.
5. Adanya laporan pertanggungjawaban.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, penulis dapat menarik sebuah hipotesis
sebagai berikut:“Apabila akuntansi pertanggungjawaban diterapkan secara
memadai dalam aktifitas perusahaan maka akan menunjang efektifitas biaya
pemasaran”.
8

1.6 Metodologi Penelitian


Merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan dengan
menggunakan teknik-teknik dan alat tertentu dalam menguji serangkaian
hipotesis. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskriptif
analitis dengan pendekatan studi kasus, yaitu mengolah data yang diperoleh
melalui penelitian, kemudian di analitis dan di proses lebih lanjut berdasarkan
teori-teori yang telah diajarkan.
Definisi metode deskriptif menurut Whitney (1960) seperti yang dikutip
oleh Moh.Nazir, Ph.D dalam bukunya “Metode Penelitian” (1988;63) yaitu:
“Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interprestasi yang
tepat.Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam
masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat, serta situasi-
situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan,
sikap-sikap, pandangan-pandangan, dan proses-proses yang sedang
berlangsung serta pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena”.

Untuk melengkapi data yang diperlukan, maka penulis menggunakan teknik


pengumpulan data:
1. Penelitian Kepustakaan (Literature Research)
Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat
teori yang bermanfaat sebagai acuan dan pembanding dengan penelitian
yang diperoleh, yaitu dengan cara baca, mempelajari dan memahami
literatur dan buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang di teliti.
Penelitian kepustakaan bermanfaat sebagai landasan teoritis dalam
penyusunan skripsi ini.
2. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian lapangan dilakukan dengan cara mengadakan :
a. Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan mengamati secara
langsung terhadap objek penelitian yang bersangkutan.
b. Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan
Tanya jawab pejabat yang berwenang atau bagian lain yang
berhubungan dengan permasalahan.
9

c. Kuisioner yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengedarkan


daftar-daftar pertanyaan yang kemudian akan diisi oleh responden atau
pejabat yang berkaitan dengan peranan akuntansi pertanggunjawaban
dalam menunjang efektifitas biaya pemasaran.

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada PT. INTI (Persero) yang berlokasi di jalan
Moh. Toha No. 77 Bandung dan waktu penelitian dilakukan mulai bulan
September 2005 sampai dengan bulan November 2005.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peranan

Peranan berasal dari kata peran yaitu perilaku yang patut bagi pemegang
jabatan
tertentu dalam suatu organisasi, khususnya menyangkut fungsi yang dilaksanakan
(role). Dimana fungsi itu merupakan bagian utama dari cabang kerja yang
selanjutnya terbagi menjadi aktifitas. Peranan (role) menurut Prof.Komaruddin
(1994;768) adalah sebagai berikut :
“1. Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan seseorang dalam
manajemen.
2. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status.
3. Bagian atau fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata.
4. Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi
karakteristik yang ada padanya
5. Fungsi setiap variable dalam hubungan sebab-akibat.”

Sedangkan fungsi (function) menurut Prof.Komaruddin (1994;328) adalah


sebagai berikut :
“1. Dalam statistik, suatu kuantitas yang berubah dengan cara
tertentu dengan kualitas lainnya; besaran yang berhubungan,
artinya apabila suatu besaran berubah, besaran yang juga akan
berubah.
2. Kegunaan.
3. Pekerjaan atau jabatan yang dilaksanakan.
4. Kegiatan suatu organ atau organisme.
5. Tindakan atau kegiatan perilaku.
6. Tujuan atau hasil akhir dari suatu organ.
7. Kategori bagi suatu aktifitas”.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan peranan merupakan fungsi yang


terdapat dalam manajemen yang menimbulkan hubungan sebab-akibat. Tujuan
atau hasil akhir dari suatu bagian yang akan mempengaruhi perubahan terhadap
suatu entitas.

10
11

2.2 Akuntansi Pertanggungjawaban


2.2.1 Pengertian Akuntansi Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban merupakan kewajiban untuk berbuat sesuatu.
Pertanggungjawaban berhubungan erat dengan wewenang dan kekuasaan, karena
pelaksanaannya berdasarkan fungsi, tugas, pengangkatan, atau pekerjaannya.
Dalam organisasi, pertanggungjawaban merupakan kewajiban yang harus
dilaksanakan atas dasar wewenang yang dimiliki.
Organisasi adalah sistem terencana mengenai usaha kerjasama, yang mana
setiap peserta mempunyai peranan dan kewajiban atau tugas yang harus
dilaksanakan. Organisasi dibentuk oleh pimpinan tertinggi dengan membagi
kegiatan dan menetapkan suatu hirarki bagi para manajer. Setiap manajer
mempunyai wewenang dan tanggungjawab dalm mengatur lingkup kegiatan dan
memiliki kebebasan untuk mengambil keputusan dalam ruang lingkup tersebut.
Akuntansi pertanggungjawaban merupakan bagian dari akuntansi
manajemen yang menitik beratkan pada masalah pertanggungjawaban dalam unit-
unit organisasi. Pendapat mengenai pengertian akuntansi pertanggungjawaban
yang dikemukakan oleh Slamet Sugiri (1994;195) sebagai berikut:
“Akuntansi Pertanggungjawaban adalah penyusunan laporan-
laporan prestasi yang dikaitkan kepada individu atau anggota-
anggota kelompok sebuah organisasi dengan suatu cara yang
menekankan pada faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh
individu atau anggota-anggota kelompok tersebut.”

Dari teknis controllership, Anthony and Govindarajan (1998;6)


mendefinisikan akuntansi pertanggungjawaban sebagai berikut :
“Management control (also called responsibility accounting) is the
process by which manager is influence other members of organization to
implement the organization’ strategies.”
Dari definisi tersebut, akuntansi pertanggungjawaban merupakan proses
dimana seorang manajer mempengaruhi anggota organisasi lain untuk
mengimplementasikan strategi-strategi organisasi.
12

Sedangkan menurut Charles T. Horngren (2000;194), akuntansi


pertanggungjawaban adalah :
“Responsibility accounting is a system thet measures the plans by budget
and actions by actual result of each responsibility center.”
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa akuntansi
pertanggungjawaban merupakan sistem akuntansi yang mengakui adanya berbagai
pusat pertanggungjawaban pada keseluruhan organisasi yang mencerminkan
rencana dan tindakan setiap pusat pertanggungjawaban dengan menetapkan
penghasilan dan biaya tertentu bagi pusat yang memiliki tanggung jawab yang
bersangkutan.
Setiap manajer yang mengepalai suatu pusat pertanggungjawaban
mempunyai tanggung jawab terhadap kegiatan yang didelegasikan kepadanya.
Meskipun manajer pusat pertanggungjawaban memiliki tanggung jawab hanya
pada kegiatan pusat pertanggungjawabannya, keputusan yang dibuat oleh manajer
tersebut mungkin akan mempengaruhi pusat pertanggungjawaban lainnya.
Akuntansi pertanggungjawaban merupakan bagian dari akuntansi
manajemen yang dirancang secara spesifik untuk proses pengendalian manajemen
yang membandingkan apa yang direncanakan dengan realisasinya. Pada dasarnya,
suatu sistem akuntansi pertanggungjawaban akan mengukur hasil kerjanya, yang
diukur adalah biaya-biaya yang dapat dikendalikan (controllable cost). Jadi
akuntansi pertanggungjawaban adalah suatu sistem yang menerapkan
pengumpulan biaya dan penghasilan dari tiap pusat pertanggungjawaban yang ada
dalam suatu perusahaan agar penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam
anggaran yang telah ditentukan dapat ditelusuri.

2.2.2 Pusat Pertanggungjawaban


Akuntansi pertanggungjawaban merupakan suatu sistem akuntansi yang
membagi
struktur organisasi atas bagian-bagian pertanggungjawaban, yang pada bagian
masing-masing orang memiliki otoritas dan tanggung jawab yang jelas. Dari
13

bagian-bagian tersebut dikumpulkan dan dilaporkan hasil-hasil dari prestasi yang


telah dicapai.
Pengumpulan dan pelaporan biaya didasarkan pada masing-masing bidang
pertanggungjawaban yang ada dalam tingkatan organisasi. Untuk itu harus
ditetapkan bidang pertanggungjawaban dari tiap tingkatan manajemen yang
disebut pusat pertanggungjawaban.
Charles t. Horngren (2000;194) mengemukakan pengertian pusat
pertanggungjawaban sebagai berikut :
“Responsibility center is a part, segment, or sub unit of an organization
whose manager is accountable for a specified set of activities.”
Menurut Supriyono (1991;15), pusat pertanggungjawaban adalah :
“Suatu unit organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang
bertanggung jawab atas unitnya.”
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pusat
pertanggungjawaban adalah suatu bagian dari organisasi yang dikepalai seorang
manajer yang bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan dalam unitnya. Selain itu,
manajer tersebut harus dapat memperhitungkan serangkaian kegiatan dan
mendelegasikan tugas, wewenang dan tanggung jawab kepada staf dibawahnya.
Karakteristik dari pusat pertanggungjawaban adalah adanya input sebagai
sumber yang dapat digunakan untuk diolah dalam suatu pekerjaan dan dalam
mengolahnya digunakan sistem atau benda lain termasuk sumber daya manusia.
Sebagai hasilnya berupa barang atau jasa yang akan dialihkan ke pusat-pusat
pertanggungjawaban dalam suatu organisasi yang sama atau kepada konsumen di
luar perusahaan.
Menurut Mulyadi (2001;426), pusat pertanggungjawaban dapat
diklasifikasikan dalam empat (4) kelompok yaitu :
“1. Pusat biaya
Pusat biaya adalah pusat pertanggungjawaban yang prestasi
manajernya diukur atas dasar biayanya (nilai masukan). Dalam
pusat biaya, keluarannya tidak dapat atau tidak perlu diukur
dalam wujud pendapatan. Hal ini disebabkan karena
kemungkinan keluaran pusat biaya tersebut tidak dapat diukur
secara kuantitatif, atau kemungkinan manajer pusat biaya
14

tersebut tidak dapat bertanggung jawab atas keluaran pusat biaya


tersebut.
2. Pusat pendapatan
Pusat pendapatan adalah pusat pertanggungjawaban yang
manajernya diberi wewenang untuk mengendalikan pendapatan
pusat pertanggungjawaban tersebut. Manajer pusat
pertanggungjawaban diukur kinerjanya dari pendapatan yang
diperoleh pusat pertanggungjawabannya dan tidak dimintai
pertanggungjawaban mengenai masukannya, karena dia tidak
dapat mempengaruhi pemakaian masukan tersebut.
3. Pusat laba
Pusat laba adalah pusat pertanggungjawaban yang manajernya
diberi wewenang untuk mengendalikan pendapatan dan biaya
pusat pertanggungjawaban tersebut.
4. Pusat investasi
Pusat investasi adalah pusat laba yang prestasi manajernya diukur
dengan menghubungkan laba yang diperoleh pusat
pertanggungjawaban tersebut dengan investasi yang
bersangkutan. Ukuran prestasi manajer pusat investasi dapat
berupa rasio antara laba dengan investasi yang digunakan untuk
memperoleh laba tersebut.

Berdasarkan karakteristik hubungan antara masukan dengan keluarannya,


Mulyadi (2001;426) membagi lebih lanjut pusat biaya menjadi :
“1. Pusat biaya teknik (engineered expense center)
Pusat biaya teknik adalah pusat pertanggungjawaban yang
sebagian besar masukannya mempunyai hubungan yang nyata
dan erat dengan keluarannya.
2. Pusat biaya kebijakan (discretionary expense center)
Pusat biaya kebijakan adalah pusat pertanggungjawaban yang
sebagian besar masukannya tidak mempunyai hubungan dengan
keluarannya.”

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pusat pertanggungjawaban


dapat diklasifikasikan dalam empat (4) kelompok antara lain pusat biaya, pusat
pendapatan, pusat laba, dan pusat investasi. Pusat biaya dapat dibagi lagi atas
dasar hubungan input dan outputnya, yaitu pusat biaya teknik yang mempunyai
hubungan yang erat dan nyata dan pusat biaya kebijakan tidak mempunyai
hubungan dengan keluarannya.
15

2.2.3 Karakteristik Akuntansi Pertanggungjawaban


Sistem akuntansi pertanggungjawaban mempunyai empat karakteristik
yang dikemukakan oleh Mulyadi (2001;191), yaitu :
“1. Adanya identifikasi pusat pertanggungjawaban.
2. Standar ditetapkan sebagai tolak ukur kinerja manajer yang
bertanggung jawab atas pusat pertanggungjawaban tertentu.
3. Kinerja manajer diukur dengan membandingkan realisasi dengan
anggaran.
4. Manajer secara individual diberi penghargaan atau hukuman
berdasarkan kebijakan manajemen yang lebih tinggi.”
Sistem pertanggungjawaban mengidentifikasi pusat pertanggungjawaban
sebagai unit organisasi seperti departemen, keluarga produk, tim kerja atau
individu. Apapun satuan pusat pertanggungjawaban yang dibentuk, sistem
akuntansi pertanggungjawaban membebankan tanggung jawab kepada individu
yang diberi wewenang. Tanggung jawab dibatasi pada satuan keuangan (seperti
biaya).
Setelah pusat pertanggungjawaban diidentifikasi dan ditetapkan, sistem
akuntansi pertanggungjawaban akan menetapkan biaya standar sebagai dasar
untuk menyusun anggaran. Anggaran berisi biaya standar yang diperlukan untuk
mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Biaya standar dan anggaran merupakan
ukuran kinerja manajer pusat pertanggungjawaban dalam mewujudkan sasaran
yang ditetapkan dalam anggaran yang bersangkutan.
Pada pelaksanaan anggaran, manajer pusat pertanggungjawaban
menggunakan sumber daya yang ada untuk mewujudkan sasaran yang ditetapkan
dalam anggaran. Penggunaan sumber daya ini diukur dengan informasi akuntansi
pertanggungjawaban, untuk pengukuran kinerja manajer pusat
pertanggungjawaban dalam mencapai sasaran anggaran.
Sistem penghargaan dan sanksi dirancang untuk memacu atau memotivasi
para manajer dalam mengelola biaya untuk mencapai target biaya standar yang
dicantumkan dalam anggaran. Atas dasar evaluasi penyebab terjadinya
penyimpangan biaya yang direalisasikan dari biaya yang dianggarkan, para
manajer secara individual diberi penghargaan atau sanksi menurut sistem
16

penghargaan dan sanksi yang ditetapkan berdasarkan kebijakan manajemen yang


lebih tinggi.

2.2.4 Tujuan dan Manfaat Akuntansi Pertanggungjawaban


Berdasarkan definisi akuntansi pertanggunjawaban yang dikemukakan
oleh Slamet Sugiri (1994;195), tujuan akuntansi pertanggungjawaban adalah
menghasilkan laporan-laporan untuk setiap tingkat manajemen pada setiap pusat
pertanggungjawaban (responsibility center). Laporan yang dibuat harus
disesuaikan dengan tingkatan manajemen yang akan menggunakan laporan
tersebut, yang merupakan hasil kegiatan suatu unit yang berada dibawah
wewenangnya. Laporan yang dibuat dan ditujukan kepada tiap tingkatan
manajemen akan memberikan umpan balik bagi manajemen, sehingga dapat
diambil suatu tindakan korektif atau pencegahan dalam pelaksanaan kegiatan
perusahaan.
Selain menghasilkan laporan, akuntansi pertanggungjawaban juga
bertujuan memotivasi manajemen pusat pertanggungjawaban untuk menampilkan
kinerja yang efektif dan efisien. Selain itu, umpan balik berupa informasi
membuat keputusan untuk mengestimasi hasil-hasil kegiatan perusahaan dimasa
yang akan datang dan melakukan perencanaan selanjutnya.
Menurut Mulyadi (2001;174), manfaat informasi akuntansi
pertanggungjawaban
yaitu sebagai berikut :
“1. Penyusunan anggaran (jika informasi akuntansi
pertanggungjawaban tersebut berupa informasi yang akan
datang).
2. Penilaian kinerja manajer pusat pertanggungjawaban (jika
informasi akuntansi pertanggungjawaban berupa informasi masa
lalu).
3. Pemotivasian manajer pusat perrtanggungjawaban (jika
informasi akuntansi pertanggunjawaban tersebut berupa
informasi masa lalu)”.

Dengan menerapkan sistem akuntansi pertanggungjawaban yang


diharapkan dari suatu perusahaan adalah sebagai berikut :
17

1. Organisasi akan lebih mudah dikendalikan karena organisasi dibagi menjadi


unit-unit kecil pengendalian yang berupa pusat-pusat pertanggungjawaban.
2. Keputusan-keputusan operasional akan lebih baik karena dilakukan oleh
manajemen pada pusat pertanggungjawaban yang mengetahui permasalahan
dan informasi untuk pemecahan masalah.
3. Para manajer pusat pertanggungjawaban dapat mengembangkan kemampuan
manajerialnya dan dapat mengambil keputusan yang tepat.
4. Meningkatkan rasa tanggung jawab dan keputusan kerja para manajer pusat
pertanggungjawaban.
Akuntansi pertanggungjawaban bermanfaat terhadap jalannya perusahaan
yaitu berupa keputusan yang diambil tepat pada waktunya serta sesuai dengan
tingkat manajemen yang ada dalam organisasi, dimana terdapat unit-unit yang
dapat dikendalikan. Bagi para manajer manfaat yang didapat adalah meningkatkan
keahlian manajerialnya serta dapat berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan,
sehingga kepuasan kerja dan moralnya dapat lebih ditingkatkan.

2.2.5 Syarat-syarat Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban


Agar akuntansi pertanggungjawaban dapat diterapkan dengan baik,
diperlukan
syarat-syarat seperti yang dikemukakan oleh Mulyadi (1992;142) yaitu :
“1. Struktur organisasi yang menetapkan secara tegas wewenang dan
tanggung jawab tiap tingkatan manajemen.
2. Anggaran biaya yang disusun untuk tiap tingkatan manajemen
(controllability).
3. Penggolongan biaya sesuai dengan yang dapat dikendalikan dan
tidak dapat dikendalikan oleh manajemen tertentu dalam
organisasi.
4. Terdapat susunan kode rekening perusahaan yang dikaitkan
dengan kewenangan pengendalian pusat pertanggungjawaban dan
sistem akuntansi yang disesuaikan dengan struktur organisasi.
5. Sistem pelaporan biaya kepada manajer yang bertanggung jawab
(responsibility reporting).”
18

Mulyadi (2001;179) juga mengemukakan bahwa sistem akuntansi


pertanggungjawaban dirancang berdasarkan atas beberapa asumsi tentang perilaku
manusia, yaitu :
“1. Pengelolaan berdasarkan penyimpangan (management by
exception). Merupakan pengendalian operasi secara efektif dan
memadai.
2. Pengelolaan berdasarkan tujuan (management by objective) akan
menghasilkan anggaran yang disepakati, biaya standar, sasaran
organisasi, dan rencana yang dapat dilaksanakan.
3. Struktur pertanggungjawaban yang sesuai dengan struktur
hirarki organisasi.
4. Manajer dan bawahannya bersedia untuk menerima tanggung
jawab yang dibebankan kepada mereka melalui hirarki
organisasi.
5. Sistem akuntansi pertanggungjawaban mendorong kerjasama,
bukan kompetisi.”

Pengelolaan berdasarkan penyimpangan menggunakan anggaran agar


manajer secara efektif mengelola dan mengendalikan aktivitas organisasi, mereka
harus memusatkan perhatian terhadap bidang dimana terjadi penyimpangan hasil
sesungguhnya dari sasaran yang dianggarkan atau sasaran standar. Pengelolaan
berdasarkan tujuan merupakan serangkaian prosedur formal atau setengah formal
yang dimulai dengan penetapan sasaran dan dilanjutkan melalui penelaahan
kinerja. Dalam pengelolaan berdasarkan tujuan, manajer atas dan manajer bawah
bersama-sama menetapkan sasaran yang dinyatakan dalam hasil atau sasaran
terukur yang diharapkan dan secara bersama-sama memantau kemajuan dalam
pencapaian sasaran tersebut.

2.3 Struktur Organisasi


Struktur organisasi merupakan salah satu syarat dalam penerapan
akuntansi
pertanggungjawaban. Dalam struktur organisasi, ruang lingkup wewenang setiap
individu ditetapkan sehingga individu tersebut hanya mempertanggungjawabkan
apa yang menjadi wewenangnya dan kepada siapa ia harus bertanggung jawab.
19

Menurut Luther Gulick (1957;118), pengertian organisasi adalah :


“Organizations is the means of the interrelating the subdivisions of work
by allotting them to men who are placed in a structure of authority, so
that the work may be coordinated by orders of superiors to sub-
ordinates, reaching from the top to the bottom of the entire enterprise.”

Dari definisi di atas, organisasi adalah alat untuk saling berhubungan antara
satuan-satuan kerja yang diberikan dan siapa orang-orang yang akan ditempatkan
dalam struktur wewenang, sehingga pekerjaan dapat dikoordinasikan oleh
perintah para atasan kepada para bawahan, yang menjangkau dari puncak sampai
ke bawah dari seluruh badan usaha.
John Pfiffner & Owen Lane (1951;18),mengemukakan definisi struktur
organisasi sebagai berikut :
“Organization structure is the relationship of worker and their activities
to be one another and the whole, the parts being the tasks, jobs, or
functions and the respective members of the personnel who perform
them.”

Sedangkan Slamet Sugiri (1994;3) mendefinisikan organisasi dan struktur


organisasi sebagai berikut :
“Organisasi merupakan sekelompok orang yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama. Struktur organisasi merupakan kerangka
hubungan antar satuan organisasi yang didalamnya terdapat pejabat,
tugas serta wewenang yang masing-masing mempunyai peranan
tertentu dalam kesatuan yang utuh.”

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa struktur adalah


hubungan antar fungsi atau aktivitas. Struktur organisasi adalah hubungan antar
pegawai dan aktivitas mereka, susunan antar hubungan, antar
pertanggungjawaban dan antar wewenang melalui tujuan perusahaan pada
pencapaian sasarannya.
Struktur organisasi yang akan dibentuk adalah struktur organisasi yang
baik. Oleh karena itu, Sutarto (1995;43) menyatakan :
“Struktur yang baik harus memenuhi syarat sehat dan efisien.
Struktur yang sehat berarti setiap satuan organisasi yang ada dapat
menjalankan peranannya dengan tertib, struktur organisasi efisien
berarti dalam menjalankan peranannya tersebut masing-masing
20

satuan organisasi dapat mencapai perbandingan terbaik antara


usaha dan hasil kerja.”

Struktur organisasi akan lebih jelas dan tegas apabila dituangkan dalam
suatu bagan yang merupakan arus dari suatu kesatuan. Organisasi harus disusun
agar wewenang dan tanggung jawab tiap pimpinan menjadi lebih jelas. Tanggung
jawab timbul dari pemberian wewenang. Jadi wewenang mengalir dari atas ke
bawah sedangkan tanggung jawab mengalir dari bawah ke atas.
Tujuan pembentukan organisasi meliputi :
1. Struktur organisasi memudahkan pelaksanaan tugas dengan membagi suatu
kegiatan besar menjadi kegiatan kecil, kemudian masing-masing kegiatan
tersebut ditugaskan kepada orang-orang ahli yang telah ditentukan.
2. Mempermudah pelaksanaan tugas kepada bawahan sehingga atasan dapat
mengetahui dengan mudah dan dapat meminta tanggung jawabnya.
3. Mempermudah penetapan karyawan sesuai dengan keahliannya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengendalian
wewenang dan tanggung jawab sangat diperlukan dalam akuntansi
pertanggungjawaban suatu perusahaan. Setiap jabatan akan dimintai tanggung
jawab atas kegiatan yang berada di bawah pengawasannya.
Struktur organisasi pada setiap perusahaan berbeda-beda tergantung pada :
1. Luas perusahaan
2. Metode yang dipakai dalam pendelegasian wewenang
3. Departementasi yaitu membagi suatu organisasi menjadi unit-unit yang
disebut departemen, sub unit, seksi, dan sebagainya.

2.4 Anggaran
Setiap perusahaan yang bertujuan mencari laba atau tidak, secara umum
pasti berusaha menjaga kelangsungan hidup perusahaannya. Keberhasilan suatu
perusahaan dapat dilihat dari kemampuan manajemennya untuk merencanakan
dan mengendalikan setiap aktivitas yang ada dalam perusahaan. Salah satu alat
yang penting untuk perencanaan dan pengendalian tersebut adalah anggaran.
21

2.4.1 Pengertian Anggaran


Business budget sering diterjemahkan menjadi anggaran perusahaan yaitu
rencana tentang kegiatan keuangan perusahaan. Rencana ini mencakup berbagai
kegiatan operasional yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama
lainnya.
M. Munandar (1991;1) mengemukakan pengertian anggaran adalah
sebagai berikut :
“Budget (anggaran) adalah suatu rencana yang disusun secara
sistematis, yang meliputi susunan kegiatan perusahaan, yang
dinyatakan dalam unit (satuan) moneter dan berlaku untuk jangka
waktu (periode) tahun yang akan datang”.

Dari definisi di atas, Budget mempunyai empat unsur yaitu :


1. Rencana, di mana budget merupakan penentuan terlabih dahulu tentang
kegiatan perusahaan di waktu yang akan datang.
2. Kegiatan perusahaan, yaitu mencakup semua kegiatan yang akan dilakukan
oleh semua bagian yang ada dalam perusahaan.
3. Dinyatakan dalam unit moneter, yaitu unit yang dapat diterapkan pada
berbagai kegiatan perusahaan.
4. Jangka waktu yang akan datang, di mana budget berlaku untuk waktu tertentu
dimasa yang akan datang yang berarti apapun yang ada dalam anggaran adalah
berupa taksiran-taksiran (forecast) tentang apa yang akan terjadi.
Horngren (2000;178) menyatakan anggaran adalah :
“A budget is the quantitative expression of proposed plan of action by
management for a future time periode and is an aid the coordination
and implementation of the plan.”
Sedangkan menurut Agus Ahyari (1996;8), pengertian anggaran dijelaskan
sebagai berikut :
“Anggaran perusahaan merupakan perencanaan secara termal
diseluruh kegiatan perusahaan di dalam jangka waktu tertentu yang
dinyatakan dalam unit kuantitatif (moneter).”
22

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa anggaran


merupakan suatu alat yang digunakan untuk melaksanakan proses perencanaan
dan pengendalian manajemen serta komitmen dari pihak manajemen yang
dinyatakan dalam satuan moneter. Umumnya anggaran selalu dinyatakan dalam
nilai uang atau secara kuantitatif yang diproyeksikan untuk jangka waktu satu
tahun atau satu periode operasi perusahaan.

2.4.2 Karakteristik Anggaran


Menurut Robert N. Anthony, et al (1993;44), yang di alih bahasakan oleh
Agus Maulana MSM., karakteristik anggaran adalah sebagai berikut :

“1. Dinyatakan dalam satuan keuangan, meskipun angka-angka ini


tidak didukung dengan satuan keuangan seperti unit terjual
produksi
2. Umumnya mencakup kurun waktu satu tahun
3. Mendukung komitmen manajemen, yaitu para manajer setuju
untuk menerima tanggung jawab pencapaian sasaran yang telah
dianggarkan
4. Usulan anggaran ditinjau dan disetujui oleh pejabat yang lebih
tinggi dari pejabat pelaksana anggaran
5. Setelah disetujui, anggaran hanya dapat diubah dalam keadaan
khusus
6. Secara berkala untuk kerja keuangan aktual dibandingkan
dengan anggaran dan varian (penyimpangan) yang dianalisis dan
dijelaskan.”

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anggaran merupakan


komitmen manajemen yang disetujui oleh pejabat yang lebih tinggi, yang
biasanya dinyatakan dalam satuan keuangan untuk waktu satu tahun, yang secara
berkala dibandingkan dengan aktual, dan hanya dapat diubah dalam keadaan
khusus.
23

2.4.3 Fungsi Anggaran


Fungsi anggaran menurut M. Munandar (1991;10) adalah sebagai
berikut:
“1. Sebagai pedoman kerja.
Anggaran berfungsi sebagai pedoman kerja dan memberikan arah
serta sekaligus memberikan target yang harus dicapai oleh
kegiatan-kegiatan perusahaan di waktu yang akan datang.
2. Sebagai alat pengkoordinasian kerja.
Anggaran berfungsi sebagai alat pengkoordinasian kerja agar
semua bagian-bagian yang terdapat di dalam perusahaan dapat
saling menunjang, saling bekerja sama dengan baik, untuk
menuju sasaran yang telah ditetapkan.
3. Sebagai alat pengawasan kerja.
Anggaran berfungsi sebagai tolok ukur yang dipakai sebagai
pembanding hasil operasi sesungguhnya. Dari perbandingan
tersebut dapat diketahui sebab-sebab penyimpangan antara
anggaran dengan realisasinya, sehingga dapat diketahui pula
kelemahan dan kekuatan yang dimiliki perusahaan.”

Berdasarkan fungsi anggaran yang telah diuraikan di atas, dapat ditarik


kesimpulan bahwa anggaran yang baik sangat berguna bagi kelancaran
pelaksanaan operasi perusahaan. Untuk mencapai efektifitas perusahaan, anggaran
berfungsi sebagai program kerja dan alat pengkoordinasian kerja serta alat
pengawasan kerja.
Anggaran merupakan program kerja yang berfungsi memberikan arah dan
target yang harus dicapai oleh perusahaan. Anggaran sebagai alat
pengkoordinasian kerja, mengkoordinasikan individu-individu dalam
melaksanakan tugas untuk mencapai sasaran perusahaan. Dan sebagai alat
pengawasan kerja, berfungsi mengawasi pelaksanaan aktivitas dalam perusahaan
dan mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang dapat mengganggu
kelancaran operasi perusahaan.

2.4.4 Manfaat dan Keterbatasan Anggaran


Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa budget (anggaran)
mempunyai kaitan erat dengan fungsi perencanaan dan pengendalian, dengan
demikian budget merupakan alat bantu bagi manajemen. Meskipun anggaran
24

disusun dengan baik dan sempurna namun bila tidak dikelola oleh manajemen
yang baik maka realisasinya tidak akan terwujud seperti yang diharapkan.
Hal yang paling penting dari anggaran adalah anggaran merupakan
rencana yang harus selalu ditinjau dan direvisi dari waktu ke waktu. Anggaran
memiliki beberapa keterbatasan menurut Ellen Christina, dkk (2001;19) yaitu :
“1. Dalam penyusunan anggaran, penaksiran yang dipakai belum
tentu tepat dengan keadaan yang sebenarnya.
2. Seringkali keadaan yang digunakan sebagai dasar penyusunan
anggaran mengalami perkembangan jauh berbeda dari pada yang
direncanakan. Hal ini berarti diperlukan pemikiran untuk
penyesuaian agar data dan informasi yang diperoleh akurat.
3. Penyusunan anggaran melibatkan banyak pihak, maka secara
potensial dapat menimbulkan persoalan-persoalan hubungan
kerja (human relation) yang dapat menghambat proses
pelaksanaan anggaran.
4. Penganggaran tidak dapat terlepas dari penilaian subjektif
pembuat kebijakan (decision maker) terutama pada saat data dan
informasi tidak lengkap atau akurat.

Walaupun anggaran mempunyai beberapa keterbatasan, tetapi anggaran


memberikan sumbangan yang besar dalam perencanaan terutama anggaran
memberikan arah agar pelaksanaannya sesuai dengan yang direncanakan. Manfaat
anggaran menurut Ellen Christina, dkk (2001;2) meliputi :
“1. Terdapatnya rencana terpadu.
Dengan menggunakan anggaran, perusahaan akan dapat
menyusun perencanaan seluruh kegiatan secara terpadu.
2. Terdapatnya pedoman pelaksanaan kegiatan perusahaan.
Dengan adanya anggaran perusahaan, maka pelaksanaan
kegiatan dalam perusahaan dapat dilaksanakan dengan pasti,
karena mendasarkan diri pada anggaran yang telah ada.
Anggaran yang disusun dengan baik akan membuat bawahan
menyadari bahwa manajemen memiliki pemahaman yang baik
tentang operasi perusahaan dan bawahan akan mendapatkan
pedoman yang jelas dalam melaksanakan tugasnya.
3. Terdapatnya alat koordinasi dalam perusahaan.
Penyusunan anggaran akan meliputi seluruh kegiatan yang ada,
dengan demikian akan melibatkan seluruh kegiatan dalam
perusahaan. Pelaksanaan kegiatan dengan menggunakan
anggaran sebagai pedoman berarti dalam melakukan kegiatan
perusahaan dibawah koordinasi yang baik.
4. Terdapatnya alat pengawasan yang baik.
25

Perusahaan dapat membandingkan hasil penyelesaian suatu


kegiatan dengan anggaran, sehingga anggaran disini digunakan
sebagai alat pengawasan terhadap kegiatan yang dilaksanakan.
5. Terdapatnya alat evaluasi kegiatan perusahaan.
Seberapa jauh penyimpangan pelaksanaan kerja dari rencana
yang telah disusun, apa penyebab terjadi penyimpangan, yang
semua itu sulit dijawab apabila tidak ada anggaran dalam
perusahaan.”

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat kita ketahui manfaat anggaran


antara lain memberikan perencanaan seluruh kegiatan secara terpadu, memberikan
pedoman pada pelaksanaan tugas, pengkoordinasian kerja, dan pengawasan kerja
serta pengevaluasi seluruh kegiatan perusahaan.

2.4.5 Hubungan Anggaran dan Akuntansi Pertanggungjawaban


Menurut Mulyadi (2001;488), proses penyusunan anggaran pada dasarnya
merupakan proses penetapan peran (role setting) dalam usahanya mencapai
sasaran perusahaan. Sumber daya yang tersedia memungkinkan manajer untuk
berperan penting dalam usaha pencapaian sasaran perusahaan tersebut yang
diukur dengan satuan moneter standar yang berupa informasi akuntansi.
Karenanya penyusunan anggaran hanya bisa dilakukan jika akuntansi
pertanggungjawaban tersedia, yang digunakan untuk mengukur berbagai nilai
sumber daya yang tersedia untuk setiap manajer yang berperan penting dalam
usaha mencapai sasaran yang telah ditetapkan dalam tahun anggaran.Informasi
akuntansi pertanggungjawaban dalam proses penyusunan anggaran berfungsi
sebagai alat pengirim pesan (role sending device).
Menurut Horngren & Horrison (2000;921), penyusunan anggaran yang
baik harus memenuhi ketentuan berikut ini :
“1. Bersifat formal, artinya anggaran tersebut sengaja disusun dan
dalam bentuk tertulis.
2. Sistematis, artinya anggaran tersebut disusun secara berurutan
logis.
3. Merupakan suatu hasil pengambilan keputusan bersama karena
itu setiap tingkatan manajemen dihadapkam pada tanggung
jawab masing-masing.
4. Bersifat sebagai alat perencanaan, koordinasi dan pengendalian.
26

Setiap manajer pusat pertanggungjawaban bertanggung jawab terhadap


kegiatan atau elemen-elemen yang secara langsung berada di bawah wewenang
pengendaliannya. Salah satunya adalah tanggung jawab manajer terhadap biaya.
Agar manfaat akuntansi pertanggungjawaban ini tercapai, organisasi harus
mengamati dan menggolongkan biaya sesuai dengan tingkat manajemen yang
bertanggung jawab. Anggaran setiap pusat pertanggungjawaban dibandingkan
dengan realisasinya agar dapat diketahui dan ditentukan prestasi manajer pusat
pertanggungjawaban yang dapat diketahui melalui laporan prestasi.

2.5 Biaya Terkendali dan Biaya Tidak Terkendali


Setiap departemen akan meminta tanggung jawab atas apa yang dapat
manajer
yang bersangkutan kendalikan secara langsung. Setiap manajer pusat
pertanggungjawaban diharuskan untuk dapat mengidentifikasikan biaya yang
berada di bawah pengawasannya (controllable) dan yang tidak berada di bawah
pengawasannya (uncontrollable).
Dalam hal ini (akuntansi pertanggungjawaban), hanya biaya yang dapat
dikendalikan yang harus dipertanggungjawabkan oleh manajer pusat
pertanggungjawaban. Horngren, dkk (2000;340) mengemukakan pengertian
biaya terkendali dan biaya tidak terkendali sebagai berikut :
“Controllable cost is any cost that is influenced by a manager’s
decisions and actions. Uncontrollable cost is any cost cannot be affected
by management of responsibility center within a given span”.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa biaya terkendali merupakan
biaya yang secara langsung dipengaruhi oleh manajer suatu pusat
pertanggungjawaban dalam periode tertentu. Sedangkan biaya tidak terkendali
merupakan biaya yang tidak secara langsung dipengaruhi oleh manajer suatu
pusat pertanggungjawaban dalam suatu periode.
Kenyataan yang ada sekarang seringkali kesulitan untuk memisahkan
biaya terkendali dan biaya tidak terkendali, tetapi adanya pedoman untuk
menetapkan apakah suatu biaya dapat dibebankan sebagai tanggung jawab
27

seorang manajer pusat pertanggungjawaban atau tidak menurut Mulyadi


(2001;168) adalah :
“1. Seseorang memiliki wewenang dalam perolehan dan penggunaan
jasa, akan dibebani dengan biaya tersebut.
2. Seseorang yang dapat mempengaruhi jumlah biaya tertentu,
dibebani dengan biaya tersebut.
3. Seseorang yang tidak dapat mempengaruhi, dapat menaruh
perhatian dan dapat membantu orang-orang yang bertanggung
jawab untuk mempengaruhi.”

Dari pedoman tersebut, dapat dikatakan bahwa pertanggungjawaban dapat


diminta dari seorang manajer bila manajer tersebut memiliki wewenang dalam
mengadakan dan menggunakan jasa tertentu. Biaya terkendali harus dipisahkan
secara tegas dan jelas, karena tidak semua biaya yang terjadi dalam pusat
pertanggungjawaban dapat dikendalikan oleh manajer pusat pertanggungjawaban,
maka dalam pengumpulan dan pelaporan biaya antara biaya terkendali dan biaya
tidak terkendali harus dipisahkan pada setiap pusat pertanggungjawaban.

2.6 Klasifikasi dan Kode Rekening Untuk Akuntansi Pertanggungjawaban


Sistem biaya yang ada pada perusahaan disesuaikan dengan struktur
organisasi untuk penerapan akuntansi pertanggungjawaban. Dalam pengendalian
biaya, setiap biaya yang dikeluarkan dikelompokkan sesuai dengan pusat
pertanggungjawaban yang bersangkutan dengan tujuan agar manajemen dapat
mempertanggungjawabkan biaya yang dikeluarkan tersebut.
Untuk dapat memudahkan pengelompokkan setiap perkiraan diperlukan
bagan perkiraan yang memuat perkiraan-perkiraan tersebut baik yang ada di
dalam neraca maupun perhitungan laba rugi. Perkiraan tersebut diberi kode
tertentu sesuai dengan tingkat manajemen atau bagian pusat-pusat
pertanggungjawaban yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan dimana akan
dibebani dengan biaya yang terjadi di dalamnya dan biaya yang dibebankan
tersebut harus dipisahkan antara biaya terkendali dengan yang tidak terkendali.
28

Tujuan pemberian kode menurut Mulyadi (1993;130) adalah sebagai


berikut :
“1. Mengidentifikasi data akuntansi secara unik.
2. Meringkas data.
3. Mengklasifikasikan rekening atau transaksi.
4. Menyampaikan makna tertentu.”

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa data akuntansi harus
diidentifikasi agar dapat dilakukan pencatatan, klasifikasi, penyimpanan, dan
pengambilan data yang benar. Selain itu data akuntansi harus lebih ringkas agar
dapat menunjukkan ke dalam klasifikasi apa suatu rekening dan agar dapat
menyampaikan informasi yang mempunyai makna tertentu.
Pengklasifikasian dan pengkodean rekening harus disusun sedemikian
rupa agar memungkinkan pengumpulan biaya yang terkendali dari setiap
tingkatan manajemen. Dengan adanya pengklasifikasian dan pengkodean rekening
ini akan mempermudah dalam pencarian rekening yang diinginkan, proses
pencatatan, pengklasifikasian dan pelaporan tentang data akuntansi yang
diperlukan. Menurut Mulyadi (1993;132), klasifikasi perkiraan dalam bagan
perkiraan dapat dikelompokkan sebagai berikut :

“1. Aktiva Lancar


2. Investasi Jangka Panjang
3. Aktiva Tetap Berwujud
4. Aktiva Tetap Tidak Berwujud
5. Aktiva Lain-lain
6. Hutang Lancar
7. Hutang Jangka Panjang
8. Modal
9. Pendapatan Penjualan
10. Harga Pokok Penjualan
11. Biaya Produksi
12. Biaya Administrasi dan Umum
13. Biaya Pemasaran
14. Penghasilan di Luar Usaha
15. Biaya di Luar Usaha
16. Rugi-Laba”.
29

Kode-kode tersebut harus disusun dengan konsisten agar perkiraan-


perkiraan tersebut dapat diketahui dan dibedakan. Cara-cara yang dapat digunakan
untuk pemberian kode yaitu dengan angka, huruf atau kombinasi antara keduanya.
Menurut Mulyadi (1993;131), ada lima metode pemberian kode yaitu :

“1. Kode Angka atau Alfabet Urut (numerical-or alphabetic-sequence


code)
2. Kode Angka Blok (block numeric code)
3. Kode Angka Kelompok (group numeric code)
4. Kode Angka Desimal (decimal code)
5. Kode Angka Urut Didahului dengan Huruf (numerical sequence
preceded by an alphabetic reference)”

Dengan keterangan sebagai berikut :


1. Kode Angka atau Alfabet Urut (numerical-or alphabetic-sequence code)
Dalam metode ini rekening buku besar diberi kode angka atau huruf yang
berurutan.
Sifat khusus kode ini yaitu :
a. Rekening diberi angka urut dari kecil ke besar.
b. Jumlah angka dalam kode tidak sama.
c. Perluasan klasifikasi rekening menyebabkan perluasan semua kode
rekening yang kodenya lebih besar dari kode yang mengalami perluasan.
2. Kode Angka Blok (block numeric code)
Kode yang diberikan pada tiap klasifikasi tidak menggunakan urutan digit,
tapi diberi satu blok nomor pada tiap kelompok. Penggunaan kode ini
mengatasi kelemahan pada kode angka urut dimana jika ada perluasan
klasifikasi pada rekening tidak menyebabkan perubahan kode rekening yang
lebih besar.
Seperti :
a. Kelompok Aktiva kodenya 100-199
b. Kelompok Hutang kodenya 200-249
30

Sifat khusus kode ini yaitu :


a. Rekening diberi kode blok angka yang berurutan, dari kecil ke besar.
b. Jumlah angka yang ada dalam kode tidak sama.
c. Perluasan klasifikasi pada rekening ditampung dengan menyediakan angka
cadangan dalam tiap blok yang diperkirakan akan mengalami perluasan
klasifikasi.
3. Kode Angka Kelompok (group numeric code)
Kode ini terbentuk dari dua atau lebih sub kode yang dikombinasikan menjadi
satu kode.
Sifat khusus kode ini yaitu :
a. Rekening diberi kode angka atau kombinasi angka dan huruf.
b. Jumlah angka dan/atau huruf kode tetap.
c. Posisi angka dan/atau huruf dalam kode punya arti tertentu.
d. Perluasan klasifikasi dilakukan dengan memberi cadangan angka dan/atau
huruf ke kanan.
4. Kode Angka Desimal (decimal code)
Kode ini memberikan kode angka terhadap klasifikasi yang membagi
kelompok menjadi maksimum 10 subkelompok dan membagi subkelompok
menjadi maksimum10 golongan yang lebih kecil dari subkelompok tersebut.
Karakteristik kode ini yaitu :
a. Rekening diberi kode dengan angka yang berurutan, dari kecil ke besar.
b. Jumlah angka kode tidak sama.
c. Klasifikasi besar memiliki jumlah angka yang lebih sedikit bila
dibandingkan dengan klasifikasi rinciannya.
d. Pemberian kode perluasan dilakukan dengan menambah 1 angka di sebelah
kanannya.
5. Kode Angka Urut Didahului dengan Huruf (numerical sequence preceded by
an alphabetic reference)
Metode ini menggunakan kode yang berupa kombinasi angka dengan huruf.
Tiap rekening diberi kode angka yang didepannya dicantumkan huruf.
31

Singkatan kelompok rekening tersebut. Contohnya :


AL 101
ATL 112
AL adalah Aktiva Lancar dan ATL adalah Aktiva Tidak Lancar

Untuk lebih jelasnya, penulis akan memberikan ilustrasi mengenai klasifikasi dan
kode rekening untuk akuntansi pertanggungjawaban menurut Mulyadi
(1993;137) sebagai berikut :

1 2 3 4 5

Direktorat Departemen Bagian Jenis Biaya

Pusat Pertanggungjawaban

Dengan pemberian kode ini akan mempermudah mencari rekening yang


dibutuhkan, mempermudah proses pencatatan, pengklasifikasian dan pelaporan
data akuntansi.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam merancang kode rekening
ini,menurut Mulyadi (1993;141), yaitu :
“1. Kerangka kode harus secara logis memenuhi kebutuhan pemakai
pengolahan data yang digunakan.
2. Setiap kode rekening harus mewakili secara unik unsur yang
diberi kode.
3. Desain kode harus mudah disesuaikan dengan tuntutan
perubahan.”

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian kode rekening ini
harus mempertimbangkan kebutuhan pemakai dan tidak membingungkan pemakai
kode rekening itu sendiri.
32

2.7 Laporan Pertanggungjawaban


Pada perusahaan, laporan intern dibuat untuk kepentingan manajemen
yaitu mengevaluasi hasil kerja yang akan datang. Bentuk atau banyaknya laporan
tiap perusahaan berbeda, disebabkan oleh misalnya skala perusahaan yang
berbeda. Namun terdapat kesamaan dalam hal tertentu yang harus diperhatikan
saat menyusun laporan intern.
Dalam hal ini laporan pertanggungjawaban merupakan salah satu laporan
intern yang digunakan untuk mengukur prestasi karyawan dalam melaksanakan
tanggung jawabnya pada pusat pertanggungjawaban selama periode tertentu.
Dalam laporan ini dimuat juga penyimpangan biaya yang terjadi antara anggaran
dengan realisasinya, agar dapat diketahui adanya ketidakefisienan dan masalah
yang terjadi dalam perusahaan. Tiap bidang pertanggungjawaban harus
memisahkan biaya-biaya menjadi biaya terkendali dan biaya tidak terkendali saat
melakukan pengumpulan dan pelaporan biaya.
Semua isi dari laporan pertanggungjawaban harus disesuaikan dengan
tingkatan manajemen yang akan menerimanya. Sesuai dengan terjemahan dari
Alfonsus Sirait, tujuan laporan pertanggungjawaban menurut Usry & Hammer
(1997;466) adalah :
“1. Memberikan informasi kepada manajer dan atasan mengenai
Pelaksanaan atau prestasi kerja dalam bidang-bidang yang
ditanggung jawabkan.
2. Mendorong para manajer dan atasan untuk mengambil tindakan
langsung yang diperlukan guna memperbaiki prestasi kerja.”

Secara garis besarnya laporan pertanggungjawaban mempunyai tujuan


untuk memberikan informasi kepada manajer atau atasan tentang pelaksanaan atau
prestasi kerja yang ada atau yang terjadi dalam bidang yang menjadi tanggung
jawabnya. Laporan pertanggungjawaban juga bertujuan untuk mendorong para
manajer atau atasan mengambil tindakan langsung yang diperlukan guna
memperbaiki prestasi kerja.
Ada beberapa prinsip yang dianggap sebagai dasar pelaporan manajemen
yang baik agar laporan mempunyai tujuan yang tepat, seperti yang dikemukakan
oleh Willson and Campbell (1995;550) yang kemudian diterjemahkan oleh
33

Tjintjin F. Tjendera bahwa beberapa pedoman dasar yang dimaksud di atas


adalah sebagai berikut :
“1. Harus diterapkan konsep “pertanggungjawaban”.
2. Sedapat mungkin diterapkan prinsip “pengecualian”.
3. Secara umum, angka-angka harus dapat diperbaiki.
4. Sejauh yang dapat dilaksanakan, data harus semakin ringkas
untuk jenjang kepemimpinan yang semakin tinggi.
5. Laporan pada umumnya harus mencakup komentar-komentar
interpretative atau yang jelas dengan sendirinya.”

Kelima prinsip tersebut menjadi prinsip dasar bagi sistem pelaporan


keuangan yang baik. Selain prinsip tersebut di atas, masih terdapat syarat
tambahan untuk membuat laporan yang baik menurut Willson and Campbell
(1995;552) yang kemudian diterjemahkan oleh Tjintjin F. Tjendera yaitu :
“1. Laporan harus tepat waktu.
2. Laporan harus sederhana dan jelas.
3. Laporan harus dinyatakan dalam bahasa dan istilah yang dikenal
oleh pimpinan yang akan memakainya.
4. Laporan harus disajikan dalam urutan yang logis.
5. Laporan harus akurat.
6. Bentuk penyajian harus disesuaikan dengan pimpinan yang akan
menggunakannya.
7. Selalu distandarisasi apabila mungkin.
8. Rancangan laporan harus mencerminkan sudut pandang
pimpinan.
9. Laporan harus berguna.
10. Biaya penyiapan laporan harus dipertimbangkan.
11. Perhatian yang diberikan untuk penyiapan laporan harus
sebanding dengan manfaatnya.”

Milton F. Usry and Lawrence H. Hammer (1997;467) yang kemudian


diterjemahkan oleh Alfonsus Sirait juga menambahkan asas-asas dari laporan
yaitu :
“1. Laporan harus sesuai dengan bagan organisasi.
2. Bentuk dan isi laporan harus konsisten setiap kali diterbitkan.
3. Laporan harus cepat dan tepat waktu.
4. Laporan harus diterbitkan secara teratur.
5. Laporan harus mudah dicerna.
6. Laporan harus memberikan rincian yang memadai namun tidak
berlebihan.
7. Laporan harus memuat angka-angka yang dapat dibandingkan,
yaitu perbandingan antara angka aktual dengan anggaran atau
34

antara standar dengan hasil (aktual) dan harus menunjukkan


varians-varians yang terjadi.
8. Laporan harus bersifat analitis.
9. Laporan untuk manajemen operasi harus dinyatakan baik dalam
unit fisik atau dalam nilai uang.
10. Laporan dapat cenderung menonjolkan keefisienan dan ketidak
efisienan dalam departemen.”

Dari hal-hal tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen


harus memperhatikan faktor ketepatan, kecepatan, dan kegunaan laporan untuk
kepentingan manajemen yang bersangkutan. Meskipun penampilan laporan
tersebut lengkap dan baik tetapi kalau laporan tersebut terlambat, maka laporan
tersebut tidak atau kurang mempunyai nilai. Bentuk penyajian laporan juga harus
disesuaikan dengan pimpinan yang akan menggunakannya. Laporan harus disusun
sedemikian rupa agar penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dapat diketahui
dengan jelas dan dapat perhatian dari manajer yang bertanggung jawab, sehingga
ia tidak perlu terlalu banyak membaca dan mencari dalam laporan tersebut.

2.8 Pengertian Efektifitas


Pengertian efektifitas menurut Horngren (2000;228) adalah :
“Effectiveness is the degree to which a predetermined objective or target
is met”
Pada dasarnya efektifitas merupakan derajat keberhasilan organisasi, sejauh mana
organisasi dinyatakan berhasil dalam usahanya mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan menurut Anthony and Govindarajan (1998;131) efektifitas adalah :
“Effectiveness is the relationship between a responsibility center’s
output and it’s objective.”
Dimana efektifitas juga merupakan usaha pencapaian sasaran yang dipilih setelah
mempertimbangkan alternatif yang bersangkutan. Suatu unit akan efektif jika
kontribusi output terhadap tujuan semakin besar. Karena tujuan atau hasil sulit
diukur secara kuantitas maka efektifitas sering diukur dengan pertimbangan lain
atau dinyatakan dalam istilah non-kuantitatif.
35

2.9 Pemasaran
2.9.1 Pengertian Pemasaran
Pemasaran merupakan faktor penting dalam siklus yang berawal dan
berakhir dengan kebutuhan konsumen. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan
yang dilakukan oleh perusahaan. Dengan pemasaran diharapkan kebutuhan
konsumen dapat tercukupi dan dapat dikombinasikan dengan data pasar misalnya
dengan kesukaan dan jumlah permintaan konsumen.
Menurut Philip Kotler (2001;7), pemasaran adalah :
“Marketing is a social and managerial process where by individuals and
groups obtain what they need and want throught creating and
exchanging products and value with others”.
Dari definisi tersebut di atas jelaslah bahwa pemasaran merupakan proses sosial
dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang
mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik
produk dan nilai dengan orang lain.
Pada pengertian di atas bisa kita lihat penekanannya semua adalah
kebutuhan, keinginan, dan kepuasan konsumen melalui usaha untuk mengetahui
apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen yang kemudian disediakan
dan disampaikan kepada konsumen. Aktifitas pemasaran harus dapat dikelola
dengan efektif oleh suatu perusahaan agar pemasaran yang dilakukan dapat
berhasil dengan baik.

2.9.2 Tujuan Pemasaran


Sesuai dengan terjemahan dari Wilhelmus W. Bakuwantum bahwa
Philip Kotler (1994;6) mengemukakan tujuan pemasaran sebagai berikut :
“Penjualan hanyalah salah satu dari berbagai fungsi pemasaran dan
seringkali bukan merupakan bagian yang terpenting. Kalau
pemasaran melakukan pekerjaan yang baik untuk mengidentifikasi
kebutuhan konsumen, mengembangkan dan menetapkan harga yang
tepat, mendistribusikan serta mempromosikannya secara efektif,
maka akan sangat mudah menjual barang-barang tersebut.”
36

Jadi dapat disimpulkan apabila pemasaran melakukan pekerjaannya dengan baik


maka tujuan perusahaan akan tercapai. Sebelum pemasaran dilakukan ,
perusahaan harus menetapkan tujuan pemasaran terdahulu antara lain
mengidentifikasi kebutuhan konsumen untuk menciptakan kepuasan konsumen,
menetapkan harga yang tepat agar produk yang dijual dapat dijangkau masyarakat
luas, mendistribusikan produk dan mempromosikan produk agar produk yang
dihasilkan perusahaan dapat terjual dengan mudah.

2.9.3 Pengendalian Pemasaran


Pengendalian merupakan usaha perusahaan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kebutuhan akan pengendalian meningkat sejalan dengan
berkembangnya suatu perusahaan. Manajemen dapat melakukan pengendalian
antara lain dengan cara membandingkan hasil pelaksanaan dengan rencana atau
anggaran yang telah ditetapkan oleh suatu perusahaan.
Pengendalian menurut Usry and Hammer (1997;5) adalah sebagai
berikut :
“Pengendalian (control) merupakan usaha sistematis dari perusahaan
dengan cara membandingkan prestasi kerja dengan rencana dan
membuat tindakan yang tepat untuk mengoreksi perbedaan yang
penting”.

Pengertian lain yang dikemukakan oleh Anthony, dkk (1998;688) adalah :


“Control may be defined simply as the action necessary assure that
objectives, plans, policies and standards are being attained.”
Dari pengertian di atas dapat kita katakan secara umum bahwa
pengendalian merupakan usaha manajemen untuk mencapai tujuan dengan
membandingkan antara hasil pelaksanaan dengan rencana-rencana yang telah
ditetapkan sebelumnya. Salah satu kegiatan perusahaan yang perlu untuk
dikendalikan adalah pemasaran perusahaan.
Pemasaran yang dilakukan suatu perusahaan harus dapat dikendalikan
dimana pengendalian pemasaran merupakan proses pengumpulan dan evaluasi
hasil-hasil strategi dan rencana pemasaran serta pengambilan tindakan perbaikan
untuk menjamin bahwa tujuan pemasaran yang telah ditetapkan dapat tercapai.
37

Pengendalian pemasaran terdiri dari empat tahap yaitu :


1. Manajemen menetapkan tujuan pemasaran secara spesifik.
2. Manajemen mengukur kinerjanya di pasar.
3. Manajemen mengevaluasi sebab-sebab terjadinya perbedaan antara kinerja
nyata dengan kinerja yang diharapkan.
4. Manajemen melakukan tindakan perbaikan untuk menutup perbedaan antara
tujuan yang diharapkan dengan kinerja nyatanya.
Dimana bila terdapat perbedaan atau penyimpangan yang bernilai material harus
segera dilakukan tindakan perbaikan atau penyesuaian. Kegiatan pengendalian ini
harus dilakukan terus menerus jika manajemen ingin tetap berada dalam batas-
batas kemampuan yang telah ditetapkan.

2.10 Biaya Pemasaran


2.10.1 Pengertian Biaya Pemasaran
Pelaksanaan kegiatan pemasaran dalam aktivitas pemasaran membutuhkan
sejumlah biaya yang digunakan untuk mendukung biaya pemasaran, biaya-biaya
inilah yang disebut biaya pemasaran.
Menurut Willson and Campbell (1995;292) yang kemudian
diterjemahkan oleh Tjintjin F. Tjendera, biaya pemasaran sama dengan biaya
distribusi, yaitu :
“Biaya distribusi adalah biaya yang berhubungan dengan semua
kegiatan, mulai dari saat barang-barang telah dibeli atau diproduksi
sampai dengan barang-barang tiba di tempat pelanggan. Ini meliputi
bagian dari semua biaya yang dibebankan pada kegiatan penjualan
termasuk biaya administrasi umum dan biaya finansial.”

Sedangkan menurut Mulyadi (1999;529), biaya pemasaran memiliki dua


pengertian yaitu :
“1. Dalam arti sempit, biaya pemasaran seringkali dibatasi, artinya
sebagai biaya penjualan yaitu biaya yang dikeluarkan untuk
menjual dan membawa produk ke pasar.
2. Dalam arti luas, biaya pemasaran meliputi semua biaya yang
terjadi sejak saat produk selesai diproduksi dan disimpan dalam
gudang sampai produk tersebut diubah kembali dalam bentuk
uang tunai.”
38

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa biaya pemasaran merupakan


pengorbanan terhadap semua kegiatan yang terjadi mulai dari terciptanya produk
sampai dengan produk tersebut dijual atau di ubah kembali menjadi bentuk uang.
Kegiatan-kegiatan tersebut yaitu kegiatan penjualan, administrasi dan finansial.

2.10.2 Penggolongan Biaya Pemasaran


Menurut Willson and Campbell (1995;292) yang kemudian
diterjemahkan oleh Tjintjin F. Tjendera, biaya pemasaran atau biaya distribusi
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
“1. Biaya langsung penjualan.
Semua biaya langsung penjualan untuk memperoleh order,
termasuk biaya langsung dari para salesman, pengembalian
penjualan, kantor-kantor cabang dan jasa penjualan yaitu semua
biaya yang lazim berhubungan dengan pencarian order.
2. Biaya periklanan dan promosi penjualan.
Semua pengeluaran media advertensi, biaya-biaya yang
berhubungan dengan berbagai jenis promosi penjualan,
pengembangan pasar dan publisitas.
3. Biaya transportasi.
Semua beban transportasi untuk mengirim barang kepada para
pelanggan dan atas barang yang dikembalikan, serta biaya untuk
mengelola dan memelihara bekerjanya fasilitas-fasilitas
transportasi keluar.
4. Biaya pergudangan dan penyimpanan.
Semua biaya untuk pergudangan, penyimpanan, penanganan
persediaan, pemenuhan order, dan pembukuan serta penyiapan
pengiriman.
5. Biaya distribusi umum.
Semua biaya lain yang berhubungan dengan fungsi-fungsi
distribusi di bawah manajemen penjualan yang tidak termasuk
pada klasifikasi-klasifikasi satu sampai dengan empat di atas. Ini
dapat meliputi biaya umum pengelolaan penjualan, riset pasar,
dan fungsi-fungsi staf seperti akuntansi.”

Masih menurut Mulyadi (1999;530) bahwa biaya pemasaran terbagi menjadi dua
kelompok besar :
“1. Biaya mendapatkan pesanan (order getting costs), semua biaya
yang dikeluarkan dalam usaha untuk memperoleh pesanan.
Contoh : biaya salesman, advertensi, komisi.
39

2. Biaya memenuhi pesanan (order filling costs), adalah semua biaya


yang dikeluarkan untuk mengusahakan agar produk sampai ke
tangan pembeli.
Contoh : biaya pembungkusan dan pengiriman, biaya penagihan.”

Mulyadi (1999;530) menggolongkan biaya pemasaran berdasarkan fungsi


atau kegiatan pemasarannya, yaitu sebagai berikut :
“1. Fungsi penjualan.
Terdiri dari kagiatan untuk memenuhi pesanan yang diterima
pelanggan.
Contoh : gaji salesman, bonus dan komisi serta biaya perjalanan
salesman, biaya telepon.
2. Fungsi advertensi.
Terdiri dari kegiatan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
order melalui kegiatan advertensi dan promosi.
Contoh : gaji karyawan bagian advertensi, biaya iklan, biaya
pemasaran, biaya promosi, biaya sampel.
3. Fungsi pergudangan.
Terdiri dari kegiatan penyimpanan produk jadi yang siap untuk
dijual.
Contoh : gaji karyawan bagian gudang, sewa gudang.
4. Fungsi pembungkusan dan pengiriman.
Terdiri dari kegiatan pembungkusan produk dan pengiriman
produk kepada pembeli.
Contoh : gaji karyawan bagian pembungkusan dan pengiriman,
biaya bahan untuk pembungkus, biaya eksploitasi truk, biaya
pengiriman, biaya angkutan untuk produk yang dikembalikan.
5. Fungsi kredit dan penagihan.
Terdiri dari kegiatan pemantauan kemampuan keuangan
pelanggan dan penagihan piutang dari pelanggan.
Contoh : gaji karyawan bagian penagihan, kerugian penghapusan
piutang, potongan tunai.
6. Fungsi akuntansi pemasaran.
Terdiri dari kegiatan pembuatan faktur dan penyelenggaraan
catatan akuntansi penjualan.
Contoh : gaji karyawan bagian administrasi pemasaran.”

Dari uraian-uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa biaya dapat


dibagi menjadi dua golongan yaitu biaya untuk mendapatkan pesanan dan biaya
untuk memenuhi pesanan. Selain hal tersebut di atas, biaya juga dapat dibagi
menurut fungsinya yaitu biaya penjualan, biaya advertensi atau promosi, biaya
pengiriman, biaya pembungkusan, biaya penagihan dan biaya distribusi umum
dan akuntansi.
40

2.10.3 Karakteristik Biaya Pemasaran


Karakteristik biaya pemasaran menurut Mulyadi (1999;531) adalah
sebagai berikut :
“1. Banyak ragam kegiatan pemasaran ditempuh oleh perusahaan
dalam memasarkan produknya, sehingga perusahaan yang sejenis
produknya belum menempuh cara pemasaran yang sama.
2. Kegiatan pemasaran seringkali mengalami perubahan sesuai
dengan tuntutan perubahan kondisi pasar.
3. Kegiatan pemasaran berhadapan dengan konsumen yang
merupakan variabel yang tidak dapat dikendalikan oleh
perusahaan.
4. Dalam biaya pemasaran terdapat biaya langsung dan biaya
bersama (joint cost) yang lebih sulit pemecahannya bila
dibandingkan dengan yang terdapat dalam biaya produksi.”

Jadi jelaslah bahwa biaya pemasaran berbeda dengan biaya produksi yang mana
pemasaran berhubungan dengan konsumen yang merupakan variabel yang sulit
dikendalikan dan mengalami perubahan terhadap tuntutan pasar.

2.10.4 Anggaran Biaya Pemasaran


Penyusunan anggaran biaya pemasaran dipengaruhi oleh besarnya
penjualan yang diharapkan dapat dicapai oleh perusahaan. Penyusunan anggaran
ini dibuat setelah anggaran penjualan disusun. Dimana dalam anggaran penjualan
terdapat rincian lebih lanjut yang didasarkan pada jenis produk yang dijual, daerah
penjualan, golongan pelanggan, saluran distribusi dan lain sebagainya. Anggaran
biaya pemasaran juga akan merinci lebih lanjut sesuai angaran penjualan yang
disusun.
Menurut Supriyono (1992;205), langkah-langkah penyusunan anggaran
biaya pemasaran adalah sebagai berikut :
“1. Menyusun anggaran biaya pemasaran atas dasar jenis biaya
pemasaran.
2. Mendistribusikan setiap jenis biaya pemasaran ke dalam setiap
fungsi pemasaran.
3. Alokasi biaya pemasaran dari setiap fungsi ke dalam setiap pusat
laba.”
41

Dengan penjelasan sebagai berikut :


1. Menyusun anggaran biaya pemasaran atas dasar jenis biaya pemasaran.
Pada awal periode disusun anggaran setiap jenis biaya pemasaran yang
digolongkan kepada :
a) Hubungannya dengan kegiatan pemasaran, yaitu :
1) Biaya pemasaran langsung.
Adalah biaya pemasaran yang terjadi atau yang manfaatnya dapat
diidentifikasi kepada objek atau pusat laba tertentu.
2) Biaya pemasaran tidak langsung.
Adalah biaya pemasaran yang terjadi atau yang manfaatnya tidak dapat
diidentifikasi kepada objek atau pusat laba tertentu.
Penggolongan ini mempunyai manfaat untuk mendistribusikan setiap jenis
biaya pemasaran. Dimana biaya langsung dapat didistribusikan secara
langsung kepada objek atau pusat laba tertentu dan biaya tidak langsung
harus didistribusikan dengan dasar tertentu yang relatif adil, tepat dan
praktis.
b) Hubungannya dengan variabilitas biaya terhadap volume atau kegiatan
dalam penggolongan biaya yaitu :
1) Biaya pemasaran tetap.
Adalah biaya pemasaran dimana jumlah totalnya tidak berubah
(konstan) terhadap perubahan kegiatan atau volume pemasaran sampai
dengan tingkat kapasitas tertentu. Misalnya gaji manajer dan staf,
biaya penyusutan, dan sebagainya.
2) Biaya pemasaran variabel.
Adalah biaya pemasaran dimana jumlah totalnya berubah secara
proporsional dengan perubahan kegiatan atau volume pemasaran.
Semakin besar kegiatan atau volume pemasaran maka semakin besar
jumlah biaya pemasaran variabelnya, demikian pula sebaliknya.
Penggolongan ini bermanfaat untuk tujuan pengendalian biaya pemasaran.
42

c) Penggolongan biaya pemasaran dihubungkan dengan dapat dikendalikan


atau tidaknya suatu biaya yaitu :
1) Biaya pemasaran terkendali.
Adalah biaya yang secara langsung dapat dikendalikan atau
dipengaruhi oleh seorang pimpinan berdasarkan wewenang yang
dimilikinya dalam jangka waktu tertentu.
2) Biaya pemasaran tidak terkendali.
Adalah biaya pemasaran yang tidak dapat dikendalikan atau
dipengaruhi oleh seorang pimpinan berdasarkan wewenang yang
dimilikinya dalam jangka waktu tertentu.
Penggolongan ini mempunyai manfaat untuk tujuan pengendalian biaya
pemasaran. Dalam jangka pendek, biaya terkendali umumnya adalah
elemen biaya variabel dan biaya yang tidak terkendali umumnya adalah
biaya tetap. Sedangkan dalam jangka panjang, kedua konsep ini sangat
berbeda dengan konsep variabilitas biaya karena dalam jangka panjang
biaya tetap dapat dikendalikan oleh tingkatan pimpinan tertentu.
Biaya pemasaran perlu digolongkan ke dalam rekening buku besar dan
pada prakteknya ditetapkan kode rekening untuk setiap biaya tersebut
dengan tujuan agar pencatatan biaya pemasaran dapat terselenggara
dengan baik. Karena perbandingan setiap jenis biaya antara yang
dianggarkan dengan realisasinya dari waktu ke waktu sangat terbatas
manfaatnya menyebabkan penggolongan biaya atas dasar jenis biaya ini
belum dapat dipakai sebagai dasar untuk mengendalikan pemasaran. Dari
uraian tersebut yang diketahui hanya penyimpangan setiap jenis biaya
tetap, namun tidak diketahui penyebabnya dan siapa yang
bertanggungjawab atas penyimpangan tersebut. Karenanya jenis biaya ini
sangat perlu dihubungkan dengan fungsi-fungsi yang ada pada kegiatan
pemasaran.
43

2. Mendistribusikan setiap jenis biaya pemasaran kedalam fungsi-fungsi


pemasaran.
Biaya pemasaran perlu disusun anggaran fleksibel dan tarif biaya untuk setiap
fungsi agar dapat dilakukan pengendalian dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
a) Mendistribusikan setiap jenis biaya yang ada kedalam fungsi-fungsi
pemasaran yang ada. Pada biaya langsung fungsi dapat didistribusikan
secara langsung ke setiap fungsi yang menikmati sedangkan pada biaya
tidak langsung fungsi memerlukan dasar distribusi pada setiap fungsi.
Syarat-syarat dasar distribusi yang dipilih yaitu :
1) Harus mencerminkan manfaat dari biaya yang didistribusikan,
sehingga distribusinya relatif adil dan teliti.
2) Harus dapat digunakan dengan praktis sehingga cepat dilaksanakan.
b) Menetapkan satuan pengukuran jasa yang dihasilkan oleh setiap fungsi.
Satuan pengukuran jasa ini akan dipakai untuk :
1) Menentukan persamaan dari anggaran fleksibel dan tarif biaya setiap
fungsi.
2) Melakukan usaha pemasaran dimana dasar alokasi biaya pemasaran
dari setiap fungsi kedalam setiap pusat laba tertentu, misalnya kesetiap
daerah pemasaran, jenis produk atau pusat laba yang lain secara adil,
teliti dan praktis.
Dari langkah-langkah pendistribusian tersebut dapat diketahui bahwa anggaran
biaya setiap fungsi tersebut dapat juga dikelompokkan ke dalam biaya tetap
dan biaya variabel.
3. Alokasi biaya pemasaran dari setiap fungsi ke dalam setiap pusat laba.
Anggaran biaya yang disusun untuk setiap fungsi pemasaran bermanfaat untuk
tujuan pengendalian biaya pemasaran. Langkah berikutnya yang harus
dilakukan agar mengetahui kemampuan setiap pusat laba di dalam
memberikan kontribusinya kepada laba perusahaan adalah dengan
mengalokasikan biaya yang dianggarkan dari setiap fungsi pemasaran ke
dalam setiap pusat laba.
44

Analisis biaya pemasaran atas dasar pusat laba, dapat memilih salah satu atau
kombinasi dari cara penggolongan pusat laba yang umum sebagai berikut :
a. Analisis berdasarkan jenis produk.
b. Analisis berdasarkan daerah pemasaran.
c. Analisis berdasarkan kelompok pelanggan.
d. Analisis berdasarkan penjualan.
e. Analisis lain-lain dan kombinasi.
Pemilihan terhadap cara analisis yang akan dilakukan tergantung pada
masalah yang dihadapi perusahaan dan informasi yang diinginkan oleh
manajemen. Misalnya, untuk perusahaan yang menjual berbagai macam produk,
maka diperlukan analisis berdasarkan jenis produk, sedangkan untuk perusahaan
yang menjual produk pada daerah penjualan yang luas diperlukan analisis
berdasarkan daerah pemasaran. Kombinasi berbagai cara analisis akan lebih
bermanfaat kepada manajemen meskipun cara ini lebih sulit untuk dilaksanakan.
Dalam menganalisis biaya pemasaran untuk setiap pusat laba dapat
menggunakan dua konsep biaya yaitu :
1. Konsep harga pokok penuh (full costing)
Dimana setiap pusat laba dihitung besarnya laba bersih dengan menjumlahkan
penghasilan setiap pusat laba dikurangi semua biaya pada pusat laba yang
bersangkutan baik biaya tetap maupun biaya variabel.
2. Konsep harga pokok variabel (variabel costing)
Penggunaan konsep ini didorong oleh pemilihan alternatif di dalam
pengambilan keputusan dengan jalan menyajikan besarnya batas kontribusi
(contribution margin) setiap pusat laba, untuk dapat menutup biaya tetap dan
menghasilkan laba. Untuk tujuan itu, biaya pada setiap pusat laba harus
dikelompokkan ke dalam elemen biaya tetap dan biaya variabel.

2.10.5 Pengendalian Biaya Pemasaran


Proses produksi dengan menggunakan kemajuan teknologi dapat membuat
produk yang dihasilkan dalam jumlah besar dan dapat menekan biaya produksi
satuan seminimal mungkin. Hal ini dapat mengakibatkan persaingan antar
45

perusahaan sejenis semakin tajam. Dalam hal pemasaran, masing-masing


perusahaan akan berusaha memasarkan produknya seefektif mungkin agar sampai
kepada konsumen. Biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan produknya harus
sesuai dengan hasil yang diperoleh perusahaan. Agar biaya yang dikeluarkan
efisien, maka perusahaan harus melakukan pengendalian biaya, terutama biaya
pemasaran karena pengendalian terhadap biaya ini merupakan faktor penting
perusahaan agar strategi pemasaran yang laksanakan berhasil dengan baik. Dalam
hal ini bisa terjadi suatu produk perusahaan tidak dapat bersaing dengan produk
sejenis karena biaya untuk menghasilkan produk terlalu tinggi, sehingga
menyebabkan harga jualnya terlalu tinggi. Karena itu setiap perusahaan perlu
mengendalikan semua biaya yang ada termasuk biaya pemasaran.
Proses pengendalian biaya pemasaran yang dapat diterapkan atau
dilakukan saat melaksanakan pengendalian terhadap biaya pemasaran adalah
sebagai berikut :
1. Penyusunan anggaran biaya pemasaran, dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
a. Menyusun anggaran biaya pemasaran atas dasar jenis atau elemen biaya
pemasaran.
b. Mendistribusikan setiap jenis biaya pemasaran ke dalam setiap fungsi
pemasaran.
c. Mengalokasikan biaya pemasaran setiap fungsi ke dalam setiap pusat laba
yang merupakan usaha pemasaran.
2. Pembebanan biaya pemasaran kepada setiap fungsi, artinya pembebanan ke
dalam setiap fungsi pemasaran.
3. Pengumpulan biaya pemasaran yang sesungguhnya terjadi. Dengan klasifikasi
sebagai berikut :
a. Atas dasar dokumen atau bukti asli transaksi biaya pemasaran yang sah.
b. Mendistribusikan biaya pemasaran yang sesungguhnya kepada setiap
fungsi, yaitu:
1) Biaya promosi
2) Biaya iklan
46

3) Biaya penjualan
4) Biaya pergudangan
5) Biaya pembungkusan
6) Biaya pengiriman
7) Biaya pemberian kredit dan penagihan
8) Biaya administrasi pemasaran
c. Mengalokasikan biaya pemasaran sesungguhnya dari setiap fungsi ke
dalam setiap pusat laba yang digunakan dalam menganalisis efektivitas
usaha pemasaran, dengan demikian manajemen dapat memperoleh
informasi tentang ‘apakah realisasi usaha pemasaran yang dicapai sesuai
dengan yang direncanakan’.
4. Analisis penyimpangan biaya pemasaran, yang dapat dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menggolongkan biaya pemasaran sesuai dengan fungsi kegiatan
pemasaran agar dapat menggambarkan tingkat pertanggungjawaban
manajemen atas biaya pemasaran.
b. Memilih dasar atau satuan pengukur yang relatif adil, teliti dan praktis
untuk kegiatan setiap fungsi. Satuan pengukur tersebut akan dipakai
sebagai dasar penentuan tarif standar dan menganalisis penyimpangan
biaya yang terjadi.
c. Menentukan besarnya tarif yang standar untuk setiap fungsi.
d. Menentukan besarnya biaya yang dibebankan pada setiap fungsi dasar
tarif standar.
e. Mengumpulkan biaya yang sesungguhnya terjadi untuk setiap fungsi.
f. Membandingkan biaya yang dibebankan berdasarkan standar dengan
biaya yang sesungguhnya terjadi untuk setiap fungsi.
47

2.11 Efektivitas Biaya Pemasaran


Efektivitas adalah hubungan antara keluaran pusat pertanggungjawaban
dengan tujuannya. Semakin besar kontribusi keluaran suatu pusat
pertanggungjawaban terhadap pencapaian tujuan perusahaan, maka akan semakin
efektif kegiatan pertanggungjawaban tersebut.
Efektivitas biaya pemasaran merupakan suatu nilai pencapaian tujuan pada
pengelolaan biaya pemasaran. Hal-hal yang mempengaruhi pencapaian tujuan
tersebut adalah kemampuan manajemen dalam melaksanakan aktivitas, penerapan
prosedur, kebijaksanaan, dan strategi yang memadai. Aktivitas pemasaran yang
efektif merupakan aktivitas yang mampu memberikan kontribusi yang baik bagi
perusahaan dengan tercapainya efektivitas biaya pemasaran dimana aktivitas
tersebut merupakan salah satu penerapan dari akuntansi pertanggungjawaban.
Beberapa indikator yang harus dicapai agar efektivitas biaya pemasaran
dapat berhasil menurut Mulyadi dan Setyawan (2001;655) adalah :
“1. Tercapainya target biaya pemasaran yang telah direncanakan.
2. Terdapatnya efisiensi biaya pemasaran.
3. Tepat waktu dalam penyerahan.
4. Complain konsumen tidak signifikan.”

Hal-hal tersebut di atas merupakan penunjang tercapainya efektivitas biaya


pemasaran yang erat kaitannya dengan laba optimal yang akan dicapai
perusahaan. Jika dalam suatu perusahaan, manajemen pemasaran berhasil
memusatkan perhatiannya pada target biaya pemasaran yang telah direncanakan,
efisiensi biaya pemasaran, tepat waktu dalam penyerahan dan complain konsumen
yang tidak signifikan, maka akan dapat meningkatkan efektivitas biaya
pemasaran.

2.12 Peranan Akuntansi Pertanggungjawaban dalam Menunjang


Efektivitas Biaya Pemasaran
Bagian pemasaran merupakan bagian yang sangat penting dalam suatu
perusahaan karena menyangkut kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan
membutuhkan manajer yang dapat merencanakan , mengelola, dan mengendalikan
48

pemasaran agar tujuan perusahaan dapat tercapai dan sesuai dengan target yang
dikehendaki.
Agar target pengelolaan biaya pemasaran yang telah ditetapkan dapat tercapai
seefektif mungkin maka pelaksanaan aktivitas pemasaran harus dapat
dikendalikan.
Penyusunan anggaran pemasaran dapat dilakukan dengan akuntansi
pertanggungjawaban yang mana berfungsi sebagai alat pemotivasi kerja,
pelaporan aktivitas pemasaran yang menggambarkan hasil biaya pemasaran yang
sebenarnya dan juga dilakukan pembandingan antara pelaksanaan dengan
anggarannya. Dari pembandingan tersebut kita dapat mengetahui adanya
penyimpangan-penyimpangan dan sebab-sebab terjadinya hal tersebut agar dapat
diambil tindakan koreksi yang tepat. Perbaikan yang dilakukan diharapkan dapat
mendorong perusahaan untuk beroperasi lebih optimal dan efektif.
Penerapan akuntansi pertanggungjawaban dalam suatu perusahaan
memerlukan syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi. Jika syarat-syarat tersebut
dipenuhi maka pertanggungjawaban terhadap biaya khususnya biaya pemasaran
diharapkan akan menjadi lebih baik. Jadi dapat kita simpulkan bahwa penerapan
akuntansi pertanggungjawaban yang memadai akan menciptakan hubungan dan
dampak yang positif berupa tercapainya efektivitas biaya pemasaran.

You might also like