You are on page 1of 44

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Story Telling adalah seni kuno yang sudah ada sejak zaman dahulu.
Mempunyai aspek yang sangat luas sekali, mulai dari studi mengenai
kebudayaan masyarakat kuno, pembuatan film, hingga percakapan sehari-hari
antar sesama teman. Meski cerita sudah ada jauh sebelum sejarah terbentuk,
namun keinginan kita untuk mendengar cerita tetap tidak berubah hingga
sekarang, begitu juga dengan keinginan untuk bercerita. Cerita adalah
rangkaian peristiwa yang disampaikan, baik kejadian nyata (non fiksi) ataupun
tidak nyata (fiksi). Setiap orang pasti memiliki cerita untuk mereka bagi.
Kehidupan kita, dibentuk berdasarkan pengalaman-pengalaman baik yang kita
alami sendiri ataupun milik orang lain. Manusia menggunakan cerita untuk
memahami dunia dan apa yang terjadi pada kehidupan mereka, serta siapa diri
mereka sebagai individu dan bagian dari suatu kelompok. Cerita adalah
sebuah perjalanan yang akan menggerakan pendengarnya, dan ketika
pendengar memutuskan untuk mengikuti perjalanan tersebut, mereka akan
merasakan sesuatu yang berbeda dan hasilnya adalah persuasi atau bahkan
terkadang sebuah tindakan (Jennifer Aaker: 2013).
Story Telling merupakan sebuah seni bercerita yang dapat
digunakan sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai pada anak yang
dilakukan tanpa perlu menggurui sang anak, story telling merupakan suatu
proses kreatif anak-anak yang dalam perkembangannya, senantiasa
mengaktifkan bukan hanya aspek intelektual saja tetapi juga aspek kepekaan,
kehalusan budi, emosi, seni, daya berfantasi, dan imajinasi anak yang tidak
hanya mengutamakan kemampuan otak kiri tetapi juga otak kanan. Berbicara
mengenai story telling, secara umum semua anak-anak senang mendengarkan
story telling, baik anak pra sekolah, usia sekolah, maupun yang telah beranjak
remaja bahkan orang dewasa (Asfandiyar, 2007: 2).
Dalam kegiatan story telling, proses bercerita menjadi sangat
penting karena dari proses inilah nilai atau pesan dari cerita tersebut dapat

1
sampai pada anak. Pada saat proses story telling berlangsung terjadi sebuah
penyerapan pengetahuan yang disampaikan pencerita kepada audience. Story
telling dapat digunakan pencerita untuk memberikan pengalaman yang ingin
disampaikan. Seperti memberikan pengalaman menggosok gigi pada anak pra
sekolah dengan metode story telling.
Promosi Kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat melalui proses pembelajaran bersama masyarakat.
Promosi kesehatan ini dilakukan agar anak usia pra sekolah dapat menolong
dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan pendidikan kesehatan gigi dan
mulut yang timbul atas dasar kebutuhan kesehatan gigi dan mulut yang
bertujuan untuk menghasilkan kesehatan gigi dan mulut yang baik dan
meningkatkan taraf hidup dengan metode story telling.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep promosi kesehatan ?
2. Bagaimana konsep anak usia prasekolah ?
3. Bagaimana konsep metode story telling ?
4. Bagaimana cara memberikan promosi kesehatan menggunakan
metode story telling tentang gosok gigi yang benar pada anak usia
prasekolah ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan konsep promosi kesehatan gosok gigi pada
anak usia pra sekolah
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep promosi kesehatan
2. Mengetahui konsep anak usia prasekolah
3. Mengetahui konsep metode story telling

2
4. Mengetahui cara memberikan promosi kesehatan
menggunakan metode story telling tentang gosok gigi yang
benar pada anak usia prasekolah

1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang konsep promosi kesehatan
untuk anak usia pra sekolah serta mampu mengajarkan cara mengosok gigi
dengan baik dan benar dengan metode story telling.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Promosi Kesehatan


2.1.1. Definisi Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan merupakan upaya memberdayakan
perorangan, kelompok, dan masyarakat agar memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan
pengetahuan, kamauan, dan kemampuan serta mengembangkan iklim
yang mendukung, dilakukan dari, oleh, dan untuk masyarakat sesuai
dengan faktor budaya setempat yang ingin dicapai melalui
pendekatan ini adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
ketrampilan untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (Depkes RI,
2006).
Promosi kesehatan mencakup aspek perilaku, yaitu upaya
untuk memotivasi, mendorong dan membangkitkan kesadaran akan
potensi yang dimiliki masyarakat agar mereka mampu memelihara
dan meningkatkan kesehatannya. Istilah dan pengertian promosi
kesehatan ini merupakan pengembangan dari istilah pengertian yang
sudah dikenal selama ini, seperti Pendidikan Kesehatan, Penyuluhan
Kesehatan, KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi). Menurut
Notoatmodjo (2005) promosi kesehatan dapat diartikan sebagai
upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan
mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka
sendiri
2.1.2. Visi dan Misi Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan memiliki visi misi dan strategi yang
jelas, sebagaimana tertuang dalam SK Menkes RI No. 1193/2004
tentang kebijakan nasional promosi kesehatan, apabila dilihat
kembali hal ini sejalan dengan visi global. Visi promosi kesehatan
adalah PHBS 2010 yang mengindikasikan tentang terwujudnya
masyarakat indonesia baru yang berbudaya sehat. Visi tersebut

4
menunjukkan dinamika atau gerak maju dari suasana lama (ingin
diperbaiki) ke suasana baru (ingin dicapai).
Visi ini diperlukan agar promosi kesehatan yang
diharapkan mempunyai arah yang jelas, dalam hal ini adalah apa
yang menjadi harapan dari promosi kesehatan sebagai penunjang
dalam program kesehatan yang lain. Visi promosi kesehatan adalah
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan status kesehatannya, baik fisik, mental, sosial dan
diharapkan pula mampu produktif secara ekonomi maupun sosial
sebagaimana dituangkan dalam undang-undang kesehatan No. 23
Tahun 1992 serta organisasi kesehatan dunia WHO.
Empat kata kunci Visi Promosi Kesehatan:
a) Mau (willingness) memelihara dan meningkatkan kesehatan.
b) Mampu (ability) memelihara dan meningkatkan kesehatan.
c) Memelihara kesehatan, berarti mau dan mampu mencegah
penyakit, melindungi diri dari gangguan-gangguan kesehatan,
dan mencari pertolongan pengobatan yang professional bila
sakit.
d) Meningkatkan kesehatan, berarti mau dan mampu
meningkatkan kesehatannya. Kesehatan perlu ditingkatkan,
karena derajat kesehatan baik individu, kelompok, atau
masyarakat itu bersifat dinamis.
Untuk mencapai visi tersebut di atas perlu upaya-upaya
yang dilakukan dan biasanya dituangkan dalam misi. Misi promosi
kesehatan secara garis besar dirumuskan sebagai berikut:
a) Advokat (Advocate), melakukan kegiatan advokasi/upaya-
upaya terhadap para pengambil keputusan diberbagai
program/sektor yang terkait dengan kesehatan. Dengan
maksud agar program kesehatan yang ditawarkan dipercayai
dan perlu dukungan melalui kebijakan-kebijakan/keputusan
politik.

5
b) Menjembatani (Mediate), menjadi jembatan dan menjalin
kemitraan dengan berbagai program dan sektor yang terkait
dengan kesehatan. Kegiatan pelaksanaan program-program
kesehatan perlu adanya suatu kerja sama dengan program lain
di lingkungan kesehatan maupun lintas sektor yang terkait.
Untuk itu perlu adanya suatu jembatan dan menjalin suatu
kemitraan (partnership) dengan berbagai program dan sektor-
sektor yang memiliki kaitannya dengan kesehatan. Karenanya
masalah kesehatan tidak hanya dapat diatasi oleh sektor
kesehatan sendiri, melainkan semua pihak juga perlu peduli
terhadap maslah kesehatan tersebut. Oleh karena itu promosi
kesehatan memiliki peran yang penting dalam mewujudkan
kerjasama atau kemitaraan ini.
c) Memampukan (Enable), memberikan ketrampilan/
kemampuan pada masyarakat agar mereka mempercayai dan
meningkatkan kesehatan mereka sendiri secara mandiri. Hal
ini dimaksudkan agar masyarakat mempunyai kemauan dan
kemampuan yang mandiri di bidang kesehatan termasuk
kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan
diri masing-masing.
2.1.3. Sasaran Promosi Kesehatan
Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3
(tiga) jenis sasaran, yaitu:
a) Sasaran Primer: Sasaran primer (utama) upaya promosi
kesehatan sesungguhnya adalah pasien, individu sehat dan
keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat.
Mereka ini diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang
tidak bersih dan tidak sehat menjadi perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS). Akan tetapi disadari bahwa mengubah perilaku
bukanlah sesuatu yang mudah. Perubahan perilaku pasien,
individu sehat dan keluarga (rumah tangga) akan sulit dicapai
jika tidak didukung oleh sistem nilai dan norma-norma sosial

6
serta norma-norma hukum yang dapat
diciptakan/dikembangkan oleh para pemuka masyarakat, baik
pemuka informal maupun pemuka formal.
b) Sasaran Sekunder: Sasaran sekunder adalah para pemuka
masyarakat, baik pemuka informal (misalnya pemuka adat,
pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka formal
(misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan lain-
lain), organisasi kemasyarakatan dan media massa. Mereka
diharapkan dapat turut serta dalam upaya meningkatkan
PHBS pasien, Individu sehat dan keluarga (rumah tangga)
dengan cara berperan sebagai panutan dalam mempraktikkan
PHBS. Turut menyebarluaskan informasi tentang PHBS dan
menciptakan suasana yang kondusif bagi PHBS. Berperan
sebagai kelompok penekan (pressure group) guna
mempercepat terbentuknya PHBS.
c) Sasaran Tersier: Sasaran tersier adalah para pembuat
kebijakan publik yang berupa peraturan perundang-undangan
di bidang kesehatan dan bidang-bidang lain yang berkaitan
serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan
sumber daya. Mereka diharapkan turut serta dalam upaya
meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga
(rumah tangga) dengan cara memberlakukan
kebijakan/peraturan perundang-undangan yang tidak
merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung
terciptanya PHBS dan kesehatan masyarakat. Membantu
menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang
dapat mempercepat terciptanya PHBS di kalangan pasien,
individu sehat dan keluarga (rumah tangga) pada khususnya
serta masyarakat luas pada umumnya.
2.1.4. Strategi Promosi Kesehatan
Menyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu
dilaksanakan strategi promosi kesehatan paripurna yang terdiri dari:

7
a) Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan
pendampingan dalam mencegah dan menanggulangi masalah
kesehatan, guna membantu individu, keluarga atau kelompok-
kelompok masyarakat menjalani tahap-tahap tahu, mau dan
mampu mempraktikkan PHBS.
b) Bina suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial
yang kondusif dan mendorong dipraktikkannya PHBS serta
penciptaan panutan-panutan dalam mengadopsi PHBS dan
melestarikannya.
c) Advokasi adalah pendekatan dan motivasi terhadap pihak-
pihak tertentu yang diperhitungkan dapat mendukung
keberhasilan pembinaan PHBS baik dari segi materi maupun
non materi.
d) Kemitraan harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan
maupun bina suasana dan advokasi guna membangun
kerjasama dan mendapatkan dukungan. Dengan demikian
kemitraan perlu digalang antar individu, keluarga, pejabat
atau instansi pemerintah yang terkait dengan urusan kesehatan
(lintas sektor), pemuka atau tokoh masyarakat, media massa
dan lain-lain. Kemitraan harus berlandaskan pada tiga prinsip
dasar, yaitu (a) kesetaraan, (b) keterbukaan, dan (c) saling
menguntungkan.

ADVOKASI

PERILAKU
MENCEGAH
KEMITRAAN PEMBERDAYAAN DAN
MENGATASI
MASALAH
KESEHATAN
BINA
USAHA

8
2.1.5. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan
Ruang lingkup promosi kesehatan mencakup berbagai
bidang atau cabang keilmuan lain. Ilmu-ilmu yang dicakup promosi
kesehatan dapat dikelompokan menjadi 2 bidang, yaitu:
a) Ilmu perilaku, yaitu ilmu yang menjadi dasar dalam
membentuk perilaku manusia, terutama psikologi,
antropologi, dan sosiologi.
b) Ilmu-ilmu yang diperlukan untuk intervensi perilaku
(pembentukan dan perubahan perilaku), yaitu manajemen,
pendidikan komunikasi, kepemimpinan, dan sebagainya.
Di samping itu, promosi kesehatan didasarkan pada dimensi
dan tempat pelaksanaannya, sehingga ruang lingkup promosi
kesehatan dibagi menjadi 2 dimensi, yaitu:
a) Berdasarkan aspek pelayanan kesehatan
1. Promosi kesehatan pada tingkat promotif: Sasaran
promosi kesehatan pada tingkat pelayanan promotif
adalah pada kelompok orang yang sehat, dengan
tujuan agar mereka mampu meningkatakn
kesehatannya. Apabila kelompok ini tidak
memperoleh promosi kesehatan bagaimana
memelihara kesehatan, maka kelompok ini akan
menurun jumlahnya, dan kelompok orang yang sakit
akan meningkat.
2. Promosi kesehatan pada tingkat preventif: Di samping
kelompok orang yang sehat, sasaran promosi
kesehatan pada tingkat ini adalah kelompok yang
berisiko tinggi (high risk), misalnya kelompok ibu
hamil dan menyusui, para perokok, kelompok
obesitas, para pekerja seks, dan sebagainya. Tujuan
promosi kesehatan pada tingkat ini adalah untuk
mencegah kelompok-kelompok tersebut agar tidak
jatuh atau menjadi/terkena sakit (primary prevention).

9
3. Promosi kesehatan pada tingkat kuratif: Sasaran
promosi kesehatan pada tingkat ini adalah para
penderita penyakit (pasien), terutama untuk penderita
penyakit-penyakit kronis, seperti asma, diabetes
mellitus, tuberculosis, hipertensi, dan sebagainya.
Tujuan promosi kesehatan pada tingkat ini agar
kelompok-kelompok tersebut mampu mencegah
penyakit tersebut tidak menjadi lebih parah
(secondary prevention).
4. Promosi kesehatan pada tingkat rehabilitative: Sasaran
promosi kesehatan pada tingkat ini adalah kelompok
penderita atau pasien yang baru sembuh (recovery)
dari suatu penyakit. Tujuan sasaran promosi kesehatan
pada tingkat ini adalah agar mereka segera pulih
kembali kesehatannya, dan atau mengurangi kecacatan
seminimal mungkin. Dengan kata lain, sasaran
promosi kesehatan pada tingkat ini adalah pemulihan
dan mencegah kecacatan akibat penyakitnya.
Pelayanan preventif dan promotif dilaksanakan oleh
kelompok profesi kesehatan masyarakat, sedangkan
pelayanan kuratif dan rehabilitatif dilaksanakan oleh
kelompok profesi kedokteran.
b) Berdasarkan tatanan (tempat pelaksanaan)
1. Promosi kesehatan pada tatanan keluarga (rumah
tangga). Keluarga adalah unit terkecil masyarakat.
Untuk mencapai perilaku sehat masyarakat, maka
harus dimulai pada tatanan masing-masing keluarga.
Dalam pelaksanaan promosi kesehatan keluarga ini,
sasaran utamanya adalah orang tua, terutama ibu.
Karena ibu di dalam keluarga yang sangat berperan
dalam meletakkan dasar perilaku sehat pada anak-
anak mereka sejak lahir.

10
2. Promosi kesehatan pada tatanan sekolah. Sekolah
merupakan perpanjangan tangan keluarga, artinya
sekolah merupakan tempat lanjutan untuk meletakkan
dasar perilaku bagi anak, termasuk perilaku kesehatan.
Dalam pelaksanaan promosi kesehatan sekolah ini,
sasaran utamanya adalah guru. Karena guru pada
umumnya lebih dipatuhi oleh anak-anak. Guru
memperoleh pelatihan-pelatihan tentang kesehatan
dan promosi kesehatan yang cukup, selanjutnya guru
akan meneruskannya kepada murid-muridnya.
3. Promosi kesehatan pada tempat kerja. Tempat kerja
adalah tempat di mana orang dewasa memperoleh
nafkah untuk kehidupan keluarganya, melalui
produktivitas atau hasil kerjanya. Selama lebih kurang
8 jam perhari para pekerja ini menghabiskan waktunya
di tempat kerja dengan berbagai risiko. Sehingga
dalam pelaksanaan promosi kesehatan di tempat kerja
ini sasaran utamanya adalah pimpinan perusahaan
dengan memfasilitasi tempat kerja yang kondusif bagi
karyawannya, misalnya tersedianya air bersih,
menyediakan alat-alat pelindung bagi karyawannya,
dan berupa pemasangan poster yang berisi menjaga
keselamatan dan kesehatan kerja.
4. Promosi kesehatan di tempat-tempat umum (TTU).
Yang dimaksud dengan tempat-tempat umum adalah
tempat di mana orang-orang berkumpul pada waktu-
waktu tertentu, misalnya pasar, terminal bus, bandara,
tempat perbelanjaan, tempat olahraga, taman kota, dan
sebagainya. Sehingga di tempat-tempat tersebut perlu
diadakannya promosi kesehatan yang dapat berupa
disediakannya fasilitas yang mendukung perilaku
sehat bagi pengunjungnya, pemasangan poster atau

11
penyediaan leaflet yang berisi tentang menjaga
kesehatan dan kebersihan.
5. Promosi kesehatan di institusi pelayanan kesehatan.
Tempat-tempat pelayanan kesehatan, rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan, poliklinik, tempat
praktik dokter, dan sebagainya adalah tempat yang
paling strategis untuk promosi kesehatan. Karena di
tempat ini, banyak orang yang lebih mudah menerima
informasi, bahkan dapat dengan mudah berperilaku
yang terkait dengn kesehatannya, misalnya mematuhi
anjuran-anjuran dari dokter, perawat, dan petugas
kesehatan lainnya. Pelaksanaan promosi kesehatan di
institusi pelayanan kesehatan dapat dilakukan secara
individual dan secara kelompok. Dan selain itu, dapat
dilakukan dengan penyebaran leaflet yang berisi
mengenai informasi tentang penyakit-penyakit dan
yang terkait dengan kesehatan.

2.2 Konsep Anak Usia Prasekolah


2.2.1. Definisi Anak Prasekolah
Anak prasekolah adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun.
Dalam usia ini anak umumnya mengikuti program anak (3Tahun-
5tahun) dan kelompok bermain (Usia 3 Tahun), sedangkan pada usia
4-6tahun biasanya mereka mengikuti program Taman Kanak- Kanak,
Patmonedowo (2008:19).
Menurut Noorlaila (2010:22), dalam perkembangan ada
beberapa tahapan yaitu:
1. Sejak lahir sampai usia 3 tahun, anak memiliki kepekaan
sensoris dan daya pikir yang sudah mulai dapat “menyerap”
pengalaman-pengalaman melalui sensorinya, usia setengah

12
tahun sampai kira-kira tiga tahun, mulai memiliki kepekaan
bahasa dan sangat tepat untuk mengembangkan bahasanya.
2. Masa usia 2-4 tahun, gerakan-gerakan otot mulai dapat
dikoordinasikan dengan baik, untuk berjalan maupun untuk
banyak bergerak yang semi rutin dan yang rutin, berminat
pada benda-benda kecil, dan mulai menyadari adanya urutan
waktu (pagi, siang, sore, malam). Rentang usia tiga sampai
enam tahun, terjadi kepekaan untuk peneguhan sensoris,
semakin memiliki kepekaan indrawi, khususnya pada usia 4
tahun memiliki kepekaan menulis.
3. Usia 4-6 tahun memiliki kepekaan yang bagus untuk
membaca. Anak prasekolah adalah anak yang masih dalam
usia 3-6 tahun, mereka biasanya sudah mampu mengikuti
program prasekolah atau Taman Kanak–kanak.
4. Dalam perkembangan anak prasekolah sudah ada tahapan-
tahapanya, anak sudah siap belajar kususnya pada usia sekitar
4-6 tahun memiliki kepekaan menulis dan memiliki kepekaan
yang bagus untuk membaca. Perkembangan kognitif anak
masa prasekolah berbeda pada tahap praoperasional.
Kemampuan lain seperti mengelompokkan, mengamati,
menganggap, dan membayangkan hal-hal yang lebih abstrak
juga berkembang. Kemampuan tersebut seharusnya sudah
dapat dicapai oleh anak prasekolah. Stimulasi merupakan hal
yang penting dalam tumbuh kembang anak. Anak yang
mendapat stimulasi terarah dan teratur akan lebih cepat
berkembang (Soetjiningsih, 1996).
2.2.2. Tumbuh Kembang Anak Prasekolah
Pertumbuhan anak pada masa prasekolah yaitu pada
pertumbuhan fisik, khususnya berat badan mengalami kenaikan rata-
rata pertahunnya adalah 2 kg, kelihatan kurus, akan tetapi aktivitas
motoriknya tinggi, dimana sistem tubuh sudah mencapai kematangan,
seperti berjalan, melompat, dan lain-lain. Sedangkan pada

13
pertumbuhan tinggi badan anak kenaikannya rata-rata akan mencapai
6,75-7,5 cm setiap tahunnya (Hidayat, 2009).
Perkembangan merupakan proses yang tidak akan berhenti.
Masa prasekolah merupakan fase perkembangan individu dapat usia
2-6 tahun, perkembangan pada masa ini merupakan masa
perkembangan yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat
penting (Fikriyanti, 2013).
2.2.3. Tugas Perkembangan Anak Usia Prasekolah
Havighurst (1961) mengartikan tugas perkembangan adalah
merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam
rentang kehidupan individu, yang apabila tugas itu dapat berhasil
dituntaskan maka akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam
menuntaskan tugas berikutnya. Sementara apabila gagal maka akan
menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri individu yang
bersangkutan, menimbulkan penolakan masyarakat dan kesulitan-
kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya.
Tugas perkembangan ini berkaitan dengan sikap, perilaku
atau keterampilan yang seyogyanya dimiliki oleh individu sesuai
dengan usia atau fase perkembangannya, seperti tugas yang berkaitan
dengan perubahan kematangan, pendidikan, pekerjaan, pengalaman
beragama dan hal lainnya sebagai prasyarat untuk pemenuhan dan
kebahagiaan hidupnya. Tugas-tugas perkembangan pada usia 0
sampai 6 tahun adalah sebagai berikut:
1. Belajar berjalan
2. Belajar memakan makanan padat
3. Belajar berbicara
4. Belajar buang air kecil dan buang air besar
5. Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin
6. Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis
7. Membentuk konsep-konsep (pengertian) sederhana kenyataan
sosial dan alam

14
8. Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang tua,
saudara / orang lain
9. Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk
(mengembangkan kata hati).
Menurut Elizabeth Hurlock (1999) tugas-tugas
perkembangan anak usia 4-5 tahun adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk
permainan yang umum
2. Membangun sikap yang sehat mengenal diri sendiri sebagai
mahluk yang sedang tumbuh
3. Belajar menyesuaikan diri dengan teman seusianya
4. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang
tepat
5. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar untuk
membaca, menulis dan berhitung
6. Mengembangkan penngertian-pengertian yang diperlukan
untuk kehidupan sehari-hari
7. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral dan tingkatan
nilai
8. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial
dan lembaga-lembaga.
2.2.4. Problematika Anak Prasekolah
a) Fisik
Jenis-jenis permasalahan pada anak digolongkan
menjadi tiga yaitu masalah fisik, psikio-sosial, dan masalah
belajar. (Saomah : 2004)
Permasalahan fisik pada anak berkaitan dengan
sistem koordinasi dan pancaindra anak. Anak yang
mengalami gangguan pada pancaindra, sistem koordinasi
gerak, atau mengalami hambatan dalam perkembangan fisik
motorik dapat dikatakan mengalami masalah secara fisik.
Beberapa permasalahan fisik pada anak antara lain:

15
1. Masalah Motorik: Masalah motorik terbagi menjadi
dua bagian yakni motorik kasar dan motorik halus.
Motorik kasar merupakan keterampilan menggerakkan
tubuh secara harmonis seperti contohnya berlari, dan
mempengaruhi perkembangan motorik halus. Motorik
halus sendiri dapat diartikan sebagai keterampilan
dalam mengkoordinasikan otot-otot halus seperti
menggunting, mewarnai, meronce, menggambar, dan
lain sebagainya. Permasalahan yang sering muncul
pada anak adalah belum sempurnanya koordinasi
sistem gerak sehingga anak belum mampu mengontrol
motorik kasarnya. Kemampuan anak menguasai
keterampilan motorik kasar dan halus dibutuhkan anak
untuk persiapan menulis, menggunting, menari,
mewarnai dan sebagainya.
2. Masalah Penglihatan: Indra penglihatan berpengaruh
besar terhadap perkembangan anak, apabila indra
penglihatan mengalami gangguan maka
perkembangan anak akan terhambat. Melalui indra
penglihatan anak dapat membedakan warna dan
bentuk yang akan menunjang perkembangan
kognitifnya. Permasalahan yang ditimbulkan dari
gangguan penglihatan juga menyebabkan gangguan
ingatan. Gangguan ingatan tersebut antara lain:
a. Tidak mampu menyebutkan benda tanpa ada
bendanya
b. Tidak mampu menguraikan benda-benda yang
dilihat dari beberapa aspek, misalnya bentuk,
warna, fungsi dan sebagainya.
c. Tidak mampu mencari bagian yang hilang dari
suatu bentuk atau gambar

16
d. Tidak mampu mengurutkan kembali satu seri
gambar yang diacak.
3. Masalah Pendengaran: Gangguan pendengaran pada
anak bukan berarti anak mengalami tuli, akan tetapi
anak mengalami kesulitan dalam membedakan suatu
bunyi atau suara. Sebagian besar orangtua
menganggap masalah pendengaran adalah masalah
yang sepele, sehingga masalah yang awalnya kecil
justru menjadi gangguan yang sulit disembuhkan.
4. Masalah Berbahasa: Masalah berbahasa dan berbicara
pada anak diawali dari ketidakmampuan mendengar
dan memahami bahasa lisan yang diucapkan orang-
orang disekelilingnya. Selain itu budaya yang masih
menjamur dikalangan orangtua adalah seringnya orang
tua tidak memberi kesempatan kepada anak untuk
mengutarakan isi hatinya, sehingga secara tidak
langsung hal tersebut menghambat perkembangan
bahasa anak. Masalah lain yang terkait dengan
gangguan berbahasa adalah berbicara tidak jelas dan
gagap
5. Cacat Tubuh: Cacat tubuh umumnya terdapat pada
tangan, kaki atau wajah. Apabila seorang anak
mengalami cacat tubuh pada tangan atau kaki maka
perkembangannya akan mengalami gangguan karena
pada masa usia dini kemampuan tubuh sangat penting
untuk menunjang perkembangannya.
6. Kegemukan (Obesitas): Kegemukan sering kita temui
pada anak usia dini, dan orang tua kadang kala
membiarkan atau bahkan senang dengan kegemukan
anak karena anak tampak lucu dan menggemaskan.
Kegemukan anak sejak dini perlu diwaspadai karena
berbahaya bagi perkembangan selanjutnya.

17
Kegemukan dapat membahayakan kesehatan yang
dapat berakibat penyakit jantung, diabetes (kencing
manis), dan tekanan darah tinggi. Cara terbaik yang
biasa dilakukan ialah dengan mengatur pola makan
dan rajin olah raga.
7. Gangguan gerakan peniruan (stereotipik): Gejala yang
tampak pada dari gangguan stereotipik adalah gerakan
motorik kasar (gross motor movement) yang tidak
wajar. Gerakan yang disebabkan karena kebiasaan
tetapi mempunyai akibat yang tidak baik
8. Malnutrisi (Kurang gizi): Pendapat popular
menyatakan bahwa masalah kurang gizi biasa ditemui
pada anak- anak di dunia ketiga/negara miskin.
Pendapat ini tidak sesungguhnya tepat, karena di
negara yang telah majupun masih juga ditemui
masalah anak yang kekurangan gizi. Semua ini
ternyata lebih kepada pola pengaturan makanan yang
sehat dan seimbang. Anak yang mengalami malnutrisi
akan tampak pada penampilan fisiknya. Dibutuhkan
kombinasi antara pengaturan pola makan dan asupan
makanan serta kepedulian orang tua untuk melihat
adanya tanda- tanda kekurangan gizi pada anak. Di
Indonesia pemerintah telah menggalang program
gerakan “4 sehat 5 sempurna”, serta program
pemberian makanan.
b) Psikologis
1. Masalah Sosial-Emosi
Secara umum masalah sosial-emosi pada anak
ditunjukkan dengan tanda-tanda sebagai berikut:
a. Sukar berhubungan dengan orang lain
b. Mudah menangis
c. Suka membangkang

18
d. Sulit bergaul dengan teman sebayanya
e. Mau menang sendiri.
f. Belum bisa mengikuti secar penuh aturan-
aturan yang ada
2. Agresivitas: Agresivitas adalah istilah umum yang
dikaitkan dengan adanya perasaan marah atau
permusuhan atau tindakan melukai orang lain baik
dengantindakan kekerasan secara fisik, verbal maupun
dengan menunjukkanekspresi wajah dan gerakan
tubuh yang mengancam atau merendahkan (Rita Eka
Izzaty:2005)
3. Kecemasan: Kecemasan merupakan keadaan emosi
yang tidak menyenangkan yangmeliputi interpretasi
subyektif dan rangsangan fisiologis (Ollendick dalam
Rita Eka Izzaty:2005), misalnya jantung berdetak
lebih cepat, keringat dingin, bernafas lebih cepat dan
yang lain sebagainya.
4. Ketakutan: Ketakutan merupakan suatu keadaan
alamiah karena merasa tidak aman terhadap suatu
situasi tertentu. Bentuk-bentuk ekspresi rasa
takut bermacam-macam. Misalnya jeritan, tangisan,
bersembunyi atau tidak mau lepas dari orangtuanya.
5. Pemalu: Pemalu merupakan suatu keadaan dalam diri
seorang anak dimana anak sangat peduli terhadap
penilaian orang lain terhadap dirinya dan merasa
cemas terhadap penilaian sosial tersebut, sehingga
anak lebih cenderung menarik diri.
6. Temper Tantrum: Merupakan luapan emosi yang
meledak-ledak dan tidak terkontrol. Kejadian ini
seringkali muncul pada anak usia 15 bulan sampai 6
tahun. Salah satu penyebabnya adalah anak tidak
mampu mengungkapkan perasaannya dengan kata-

19
kata ataupun ekspresi yang diinginkannya, sehingga
anak mengalami frustasi atas keadaannya.(Hasan,
Maimunah : 2009).
c) Belajar
Permasalahan belajar yang diungkapkan oleh saomah (2004)
berkaitan dengan kesulitan belajar. Disini penulis
mengungkapkan bahwa permasalahan belajar bukan hanya
mengenai kesulitan belajar atau ketidakmampuan anak dalam
mencapai atau mengikuti taraf belajar yang telah ditentukan
tetapi juga mengenai giftedness (keberbakatan). Kesulitan
belajar dapat digolongkan menjadi disleksia, diskalkulia, dan
disgrafia. Ketiganya merupakan permasalahan pada kesulitan
belajar, sedangkan giftedness adalah keadaan pada anak yang
memiliki IQ diatas rata-rata. Permasalahan anak berbakat ini
apabila diatasi sejak dini akan menguntungkan semua pihak,
karena anak gifted merupakan anak yang memiliki kecerdasan
luar biasa.
2.2.5. Masalah Kesehatan Pada Anak Usia Prasekolah
Penyebaran penyakit di kalangan anak prasekolah di
Indonesia masih tinggi. Kasus infeksi seperti demam berdarah
dengue, diare, cacingan, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA),
serta reaksi simpang terhadap makanan akibat buruknya sanitasi dan
keamanan pangan. Selain itu, risiko gangguan kesehatan pada anak
akibat pencemaran lingkungan semakin meningkat, seperti
meluasnya gangguan akibat paparan asap, emisi gas buang sarana
transportasi, kebisingan, limbah industri dan rumah tangga serta
gangguan kesehatan akibat bencana. Permasalahan perilaku
kesehatan pada anak usia prasekolah biasanya berkaitan dengan
kebersihan perorangan dan lingkungan seperti gosok gigi, kebiasaan
cuci tangan, kebersihan diri dan lain sebagainya. Permasalahan
kesehatan anak usia prasekolah di antaranya adalah sebagai berikut:
1) Masalah yang berkaitan dengan nutrisi

20
Beberapa anak prasekolah masih memiliki
kebiasaan makan yang khas pada masa toddler, seperti
makanan ringan dan pemilih makanan yang berasa kuat.
Ketika anak mencapai usia 4 tahun, mereka mulai memasuki
periode lain dari keributan makan yang biasanya khas pada
anak yang berperilaku pemberontak dan ceroboh pada
kelompok usia ini. Pada usia 5 tahun anak menjadi lebih dapat
menerima dan mencoba makanan baru, terutama jika mereka
didorong oleh orang dewasa yang memperbolehkan mereka
membantu mempersiapkan makanan atau bereksperimen
dengan rasa yang beru atau peralatan makan yang berbeda.
Biasanya anak usia 5 tahun siap untuk sisi “Sosial” makan,
taetapi usia 3 atau 4 tahun masih mengalami kesuliatan duduk
dengan tenang sepanjang waktu makan keluarga yang lama
Wong, 2008).
2) Masalah pola tidur
Anak kecil kadang kala mengalami masalah pergi
tidur, terutama setelah banyak beraktivitas dan mendapat
stimulasi selama siang hari. Anak lain dapat mengalami
ketakutan saat tidur, terbangun di malam hari atau mengalami
mimpi buruk. Anak yang dilaporkan mengalami kesulitan
tidur kemungkinan besar memiliki temperamen sulit
dibandingkan anak yang tidak mengalami gangguan tidur
(Wong, 2008).
3) Masalah kesehatan gigi
Pada permulaan periode prasekolah pertumbuhan
gigi susu telah lengkap. Perawatan gigi penting untuk
mempertahankan gigi sementara ini dan mengajarkan
kebiasaan dental yang baik. Meskipun kontrol motorik halus
anak prasekolah telah maju, mereka masih memerlukan
bantuan dan supervisi dalam penyikatan gigi serta
membersihkan gigi dengan benang gigi harus dilakukan oleh

21
orang tua (America Academy of Pediatric Dentistry, 1996).
Perawatan dan tindakan pencegahan professional, terutama
suplemen fluorida, harus dilanjutkan, pada anak yang diasuh
jauh dari rumah maka orang tua didorong untuk memantau
asuhan gigi yang dilakukan oleh orang lain, termasuk
menjaga makanan kariogenik tetap minimal dalam diet anak.
4) Cedera
Semakin berkembangnya keterampilan motorik
halus dan kasar, koordinasi, dan keseimbangan, maka anak
prasekolah cenderung jarang jatuh dibandingkan toddler.
Kecerobohan mereka cenderung berkurang, lebih
mendengarkan orang tua, dan mengetahui potensi bahaya
seperti barang panas, benda tajam, dan ketinggian yang
berbahaya. Memasukkan benda ke mulut yang merupakan
bagian dari eksplorasi telah hilang sama sekali, meskipun
keracunan masih merupakan bahaya. Cedera akibat kendaraan
bermotor pada pejalan kaki meningkat karena aktivitas seperti
bermain di jalan, mengendarai sepeda roda tiga, mengejar
bola, atau melupakan peraturan keamanan ketika menyebrang
jalan.
5) Masalah sistem pencernaan
Diare atau Gastroenterologi (GE) merupakan
penyakit menular yang penting karena merupakan
penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan kematian anak
di berbagai negara termasuk Indonesia. Diare berasal dari
bakteri corynebacterium diphtheriae. Diare adalah berak-
berak lembek sampai cair (mencret), bahkan dapat berupa cair
saja, yang lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam
sehari) yang ditandai dengan gejala dehidrasi, demam, mual
dan muntah, anorexia, lemah, pucat, keratin abdominal, mata
cekung, membran mukosa kering, pengeluaran urin menurun,

22
dan lain sebagainya (Nazek, 2007; Chang, 2008 dalam
Mafazah, 2013).
6) Alergi
Alergi pada anak usia prasekolah dapat menyerang
semua organ tanpa terkecuali mulai dari ujung rambut sampai
ujung kaki dengan berbagai bahaya. Alergi pada anak
beresiko mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
Sering berulangnya penyakit, demikian luasnya sistem tubuh
yang terganggu dan bahaya komplikasi yang terjadi. Alergi
yang dimaksudkan seperti alergi terhadap makanan,
minuman, debu atau udara.
2.2.6. Perilaku Kesehatan yang Beresiko dan Tindakan Pencegahan
Pada Anak Usia Prasekolah
Peningkatan kesehatan anak prasekolah dengan titik berat
pada upaya promotif dan preventif didukung oleh upaya kuratif dan
rehabilitatif yang berkualitas. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
menjadi sangat penting dan strategis untuk mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. UKS bukan hanya dilaksanakan
di Indonesia, tetapi dilaksanakan di seluruh dunia. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) telah mencanangkan konsep sekolah sehat
atau Health Promoting School (Sekolah yang mempromosikan
kesehatan).
Health Promoting School adalah sekolah yang telah
melaksanakan UKS dengan ciri-ciri melibatkan semua pihak yang
berkaitan dengan masalah kesehatan sekolah, menciptakan
lingkungan sekolah yang sehat dan aman, memberikan pendidikan
kesehatan di sekolah, memberikan akses terhadap pelayanan
kesehatan, ada kebijakan dan upaya sekolah untuk mempromosikan
kesehatan dan berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan
masyarakat.

23
Upaya Health Promoting School tersebut ide dengan titik
berat pada upaya promotif dan preventif didukung oleh upaya kuratif
dan rehabilitatif yang berkualitas.
a) Upaya Promotif dan Preventif
a. Pemberian nutrisi yang baik dan benar
b. Perilaku hidup sehat jasmani dan rohani
c. Deteksi dini dan pencegahan penyakit menular
d. Deteksi dini gangguan penyakit kronis pada anak
prasekolah
e. Deteksi dini gangguan pertumbuhan anak usia pra
sekolah
f. Deteksi dini gangguan perilaku dan gangguan belajar
g. Imunisasi
b) Upaya Kuratif dan Rehabilitasi
a. Penganan pertama kegawat daruratan di sekolah
b. Pengananan pertama kecelakaan di sekolah
c. Keterlibatan guru dalam penanganan anak dengan
gangguan perilaku dan gangguan belajar

2.3 Metode Story Telling


2.4.1 Definisi
Story telling merupakan sebuah seni bercerita yang dapat
digunakan sebagai sarana menanamkan nilai – nilai pada anak yang
dilakukan tanpa perlu menggurui anak sang anak (Asfandiyar,
2007:2)
Story telling merupakan suatu proses kreatif anak – anak
dalam perkembangannya dan imajinasi anak yang tidak hanya
mengutamakan kemampuan otak kiri tetapi juga otak kanan.
2.4.2 Jenis-Jenis Story Telling
Menurut Asfandiyar (2007), berdasarkan isinya story
telling dapat digolongkan ke dalam berbagai jenis. Namun, dalam
hal ini, peneliti membatasi jenis tersebut dalam:

24
a) Story telling Pendidikan: Dongeng pendidikan adalah
dongeng yang diciptakan dengan suatu misi pendidikan
bagi dunia anak-anak. Misalnya, menggugah sikap hormat
kepada orang tua.
b) Fabel Fabel: Dongeng tentang kehidupan binatang yang
digambarkan dapat bicara seperti manusia. Cerita-cerita
fabel sangat luwes digunakan untuk menyindir perilaku
manusia tanpa membuat manusia tersinggung. Misalnya;
dongeng kancil, kelinci, dan kura-kura.
2.4.3 Tujuan Story Telling
a) Menumbuhkan jiwa patriotism
b) Melatih daya tangkap dan daya konsentrasi anak didik.
c) Melatih daya pikir dan fantasi anak.
d) Menciptakan suasana senang di sekolah.
e) Menanamkan nilai-nilai budi pekerti
2.4.4 Manfaat Story Telling
a) Memberi kesenangaan, kegembiraan, kenikmatan
mengembangakan imajinasi anak.
b) Memberi pengalaman baru dan mengembangakan wawasan
anak.
c) Dapat memberikan pemahaman yang baik tentang diri
mereka sendiri dan orang lain di sekitar mereka
d) Dapat memberi pengalaman baru termasuk di dalamnya
masalah kehidupan yang ada di lingkungan anak
e) Anak belajar berbicara dalam gaya yang menyenangakan
serta menambah pembendaharaan kata dan bahasanya
2.4.5 Kelebihan Story Telling
a) Dapat menumbuh dan mengembangkan daya imajinasi
anak
b) Menanamkan nilai-nilai moral sejak dini
c) Mengembangkan intelektual pada anak
d) Melatih daya tangkap dan konsentrasi pada anak

25
e) Menumbuhkan jiwa patriotic
2.4.6 Kelemahan Story Telling
a) Seringkali kesulitan dalam menyusun cerita
b) Seringkali kesulitan dalam penggunaan media.
c) Dapat membuat anak pasif.
d) Apabila alat peraga tidak menarik anak kurang aktif.
e) Anak belum tantu bisa mengutarakan kembali cerita yang
disampaikan
2.4.7 Proses Story Telling
Dalam proses story telling inilah terjadi interaksi antara
pendongeng dengan audiecenya. Melalui proses story telling inilah
dapat terjalin komunikasi antara pendongeng dengan audiencenya.
Adanya tahapan-tahapan dalam story telling, teknik yang yang
digunakan dalam story telling untuk menentukan lancar tidaknya
proses story telling ini berjalan. Tahap Story Telling menyebutkan
ada tiga tahapan dalam story telling, yaitu persiapan sebelum acara
story telling dimulai, saat proses story telling berlangsung.
a) Persiapan sebelum story telling: Hal pertama yang perlu
dilakukan adalah memilih judul buku yang menarik dan
mudah diingat. Melalui judul audience maupun pembaca
akan bermanfaat.
b) Saat story berlangsung: Saat proses terpenting dalam proses
story telling adalah pada tahap story telling berlangsung.
saat akan memasuki sesi acara story telling, pendongeng
harus menunggu kondisi sehingga audience siap untuk
menyimak dongeng yang akan disampaikan. Ada beberapa
faktor yang dapat menunjang berlangsungnya proses story
telling agar menjadi menarik untuk disimak:
1. Kontak mata: Saat story telling berlangsung,
pendongeng harus melakukan kontak mata dengan
audience. Pandanglah audience dan diam sejenak.
Dengan melakukan kontak mata audience akan

26
merasa dirinya diperhatikan dan diajak untuk
berinteraksi, selain itu dengan melakukan kontak
mata kita dapat melihat apakah audience menyimak
jalan cerita yang didongengkan. Dengan begitu,
pendongeng dapat mengetahui reaksi dari audience.
2. Mimik wajah: Pada waktu story telling sedang
berlangsung, mimik wajah pendongeng dapat
menunjang hidup atau tidaknya sebuah cerita yang
disampaikan. Pendongeng harus dapat mengekspresi
wajahnya sesuai dengan yang di dongengkan.
3. Gerak tubuh: Gerakan tubuh pendongeng waktu
proses story telling berjalan dapat turut pula
mendukung menggambarkan jalan cerita yang lebih
menarik. Cerita yang di dongengkan akan terasa
berbeda jika mendongeng akan terasa berbeda jika
mendongeng melakukan gerakan-gerakan yang
merefleksikan apa yang dilakukan tokoh-tokoh yang
didongengkannya. Dongeng akan terasa
membosankan, dan akhirnya audience tidak antusias
lagi mendengarkan dongeng
4. Suara: Tidak rendahnya suara yang diperdengarkan
dapat digunakan pendongeng untuk membawa
audience merasakan situasi dari cerita yang
didongengkan. Pendongeng akan meninggikan
intonasi suaranya untuk mereflekskan cerita yang
mulai memasuki tahap yang menegangkan.
Pendongeng profesional biasanya mampu menirukan
suara-suara dari karakter tokoh yang didongengkan.
Misalnya suara ayam, suara pintu yang terbuka.
5. Kecepatan: Pendongeng harus dapat menjaga
kecepatan atau tempo pada saat story telling. Agar
kecepatan yang dapat membuat anak-anak manjadi

27
bingung ataupun terlalu lambat sehingga
menyebabkan anak-anak menjadi bosan.
6. Alat Peraga: Untuk menarik minat anak-anak dalam
proses story telling, perlu adanya alat peraga seperti
misalnya boneka kecil yang dipakai ditangan untuk
mewakili tokoh yang menjadi materi dongeng. Selain
boneka, dapat juga dengan cara memakai kostum-
kostum hewan yang lucu, intinya membuat anak
merasa ingin tahu dengan materi dongeng yang akan
disajikan.
c) Sesudah kegiatan story telling selesai: Ketika proses story
telling selesai dilaksanakan, tibalah saatnya bagi
pendongeng untuk mengevaluasi cerita. Melalui cerita
tersebut kita dapat belajar tentang apa saja. Setelah itu
pendongeng dapat mengajak audience untuk gemar
membaca dan merekomendasikan buku-buku dengan tema
lain yang isinya menarik.
2.4.8. Teknik dalam Story Telling
Ada beberapa teknik yang menjadi pengetahuan dasar kita
bercerita kepada anak-anak.
a) Banyak membaca dari buku-buku cerita atau dongeng yang
benar – benar sesuai untuk anak – anak serta banyak
membaca dari pengalaman
b) Biasakan untuk ngobrol dengan anak karna dengan
mengobrol kita bisa mengetahui dan mengetahui banyak
bahasa anak
c) Berikan penekanan pada dialog atau kalimat tertentu dalam
cerita yang kita bacakan atau kita utarakan kemudian lihat
reaksi anak
d) Ekspresikan ungkapan emosi dalam cerita, seperti marah,
sakit, terkejut, bahagia, gembira

28
e) Berceritalah pada waktu yang tepat, yaitu di waktu anak
kita bisa mendengarkan dengan baik

29
BAB 3
KASUS SEMU

3.1. Kasus Semu


3.1.1. Kasus
An. A mengeluhkan giginya terasa nyeri setelah
mengkonsumsi coklat. Orang tuanya mengatakan kalau An. A sering
sekali mengkonsumsi es, coklat, dan permen. Gigi klien terlihat rusak
di bagian depan dan berwarna kecoklatan. Orang tua nya mengatakan
sejak umur 4 tahun giginya sudah seperti itu. An. A juga jarang sekali
menggosok giginya. Orang tuanya pun kurang memperhatikan
kesehatan gigi klien. BB=15 kg, TB = 90 cm, TD: 100 / 60 mmHg,
Nadi:72 kali / menit, Suhu: 36,5 °C dan pernafasan: 24 kali / menit.
3.1.2. Pengkajian
1. Identitas
Nama Anak: An. A
Nama orang tua: -
Jenis kelamin: Perempuan
Umur: 4 Tahun
Agama: Islam
Alamat: -
2. Riwayat Kesehatan.
a) Keluhan Utama: Anak sering mengeluh tentang sakit
pada giginya, terutama saat makan es, permen dan
makanan manis lainnya.
b) Riwayat Penyakit Sekarang: Adanya kerusakan pada
gigi bagian depan, terlihat berlubang dan berwarna
kecoklatan.
c) Riwayat Penyakit Dahulu: Anak punya riwayat
demam, batuk dan pilek.

30
d) Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada keluarga yang
pernah menderita penyakit yang berhubungan dengan
kerusakan gigi.
3. Pengajian fisik
a) Inspeksi: Terjadinya kerusakan pada gigi bagian
depan dan mahkota depan hanya tinggal sedikit.
b) Pengukuran antropometri : BB=15 kg, TB = 90 cm
c) Pemerikasaan tanda-tanda vital: Tekanan darah: 100 /
60 mmHg, Nadi: 72 kali / menit, Suhu: 36,5 °C,
Pernafasan: 24 kali / menit
d) Pola Fungsional Godon: Pola Persepsi kesehatan
Orang tua nya menganggap bahwa anak masih kecil,
giginya masih gigi susu yang masih ada gantinya. Jadi
orang tua tidak terlalu memikirkan perawatan gigi
anak.
e) Pola Nutrisi dan Metabolik: Anak terlihat sehat dan
tidak ada masalah pada berat badan, hanya saja
giginya yang berlubang karena perawatan yang kurang
dari orang tua.
f) Pola makan: Anak teratur dan anak sering jajan di luar
rumah, seperti es, coklat dan permen yang sering
dikonsumsi setiap hari.
g) Pola Eliminasi: Anak tidak ada masalah dengan buang
air besar dan buang air kecilnya.
h) Pola tidur-istirahat: Anak tidur jam 9 malam dan
bangun jam 6 pagi setiap hari. Tidur anak nyenyak
tidak ada gangguan. Tetapi anak jarang sekali tidur di
siang hari.
i) Pola aktivitas-latihan: Anak tidak mengalami
gangguan pada aktivitasnya. Anak bermain dengan
ceria bersama teman-temannya setiap hari.

31
j) Pola peran-hubungan: Interaksi dengan keluarga
cukup baik. Hubungan anak dengan orang tua terlihat
harmonis, terlihat anak sangat disayang dengan orang
tua.
k) Pola persepsi diri-konsep diri: Tidak ada gangguan
pada persepsi diri dan konsep diri anak.
l) Pola sensori-kognitif: Tidak ada gangguan pada
sensori dan kognitif anak.
m) Pola reproduksi-seksual: Tidak ada gangguan pada
pula seksual anak.
n) Pola koping-toleransi stress: Anak masih bergantung
pada orang tua. Dalam mengatasi stress anak masih
sangat membutuhkan dukungan orang tua.
o) Pola nilai-kepercayaan: Anak belum mengerti tentang
ibadah dan kepercayaan agamanya. Jadi tidak ada
pengaruh pola ibadah terhadap penyakit anak.

3.2. Diagnosa Keperawatan


1) Risiko terjadinya kejadian karies gigi pada agregat anak usia prasekolah

3.3. Intervensi
1) Rencana Tindakan

Tujuan Rencana Tindakan Sasaran Metode Waktu Tempat

1. Jangka panjang 1. Lakukan - Kepala - Komunikasi 3 TK


Terbentuknya pendekatan secara sekolah, dan Desem Kartikasari
kelompok anak usia formal dengan guru, informasi ber Surabaya
prasekolah yang kepala sekolah, dan 2017
peduli terhadap guru, dan petugas petugas
kesehatan gigi UKS UKS
2. Jangka pendek 2. Berikan - Kelomp - Role Play
- Agregat anak penyuluhan ok anak dan diskusi

32
usia prasekolah kesehatan tentang usia
tidak mengalami karies gigi pada prasekol
karies gigi kelompok anak ah
- Agregat anak usia prasekolah - Edukasi dan
usia prasekolah 3. Demonstrasikan demonstrasi
mendapatkan cara menggosok
pengetahuan gigi dengan baik
yang cukup dan benar pada
tentang kelompok anak
pencegahan usia prasekolah
masalah karies 4. Beri kesempatan
gigi pada kelompok
anak usia
prasekolah untuk
bersama-sama
mempraktikan cara
menggosok gigi
dengan baik dan
benar
5. Lakukan kerjasama - Monitoring 31
dengan puskesmas - Puskesm Desem
setempat untuk as ber
melakukan 2017
monitoring
terhadap kelompok
anak usia
prasekolah.

2) Evaluasi

Dx. Keperawatan Hari/tanggal Kegiatan

1. Risiko terjadinya Senin / 3 1. Melakukan pendekatan secara formal dengan

33
kejadian karies gigi Desember 2017 kepala sekolah, guru, dan petugas UKS.
pada agregat anak Kepala sekolah, seluruh guru, dan petugas
usia prasekolah UKS mendukung diadakannya penyuluhan
kesehatan tentang karies gigi di TK
Kartikasari Surabaya.

2. Memberikan penyuluhan kesehatan tentang


karies gigi pada kelompok anak usia
prasekolah dengan metode roleplay.
Seluruh anak antusias dan semangat untuk
mengikuti kegiatan penyuluhan kesehatan.

3. Mendemonstrasikan cara menggosok gigi


dengan baik dan benar pada kelompok anak
usia prasekolah
Seluruh anak antusias dan semangat untuk
cara menggosok gigi dengan baik dan benar

4. Memberi kesempatan pada kelompok anak


usia prasekolah untuk bersama-sama
mempraktikan cara menggosok gigi dengan
baik dan benar
Seluruh anak antusias dan semangat untuk
bersama-sama mempraktikan cara menggosok
gigi dengan baik dan benar

Senin / 31 5. Melakukan kerjasama dengan puskesmas


Desember 2012 setempat untuk melakukan monitoring
terhadap kelompok anak usia sekolah di SDN

34
IV Wonokromo Surabaya
Pihak Puskesmas datang ke SDN IV
Wonokromo untuk melakukan monitoring
terhadap kelompok anak usia sekolah

35
BAB 4
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Promosi Kesehatan digunakan sebagai sarana pemeliharaan
kesehatan melalui sistem edukasi pembelajaran secara pasif dan aktif. Contoh
mudahnya seperti sikat gigi. Hal ini adalah contoh sederhana yang bisa
dilakukan sejak dini. Sikat gigi merupakan hal yang sepele, namun sangat
penting bagi kesehatan terutama bagi anak-anak.
Metode story telling cukup efektif digunakan untuk mengajarkan
cara menggosok gigi pada anak prasekolah. Hal ini karena story telling
merupakan metode untuk mengajarkan keterampilan yang efektif. Melalui
story telling, dapat menumbuhkan proses pembelajaran menjadi lebih jelas
dan lebih konkret, lebih mudah memahami sesuatu, lebih menarik, dan
peserta didik dirangsang untuk mengamati. Dengan demikian, anak akan
lebih mudah memahami cara menggosok gigi secara tepat.
Metode story telling memang cukup efektif untuk mengajarkan
cara menggosok gigi. Namun evaluasi dan monitoring harus dilakukan secara
berkala untuk mengevaluasi kemampuan anak dalam melakukan gosok gigi
serta mengevaluasi penerapan gosok gigi dalam kehidupan sehari-hari.

4.2. Saran
Kita sebagai tenaga kesehatan harus gencar mempromosikan tentang hidup
sehat seperti gosok gigi sejak dini. Dalam Promosi Kesehatan ini
dibutuhkan peran serta orang tua, guru, dan anggota masyarakat untuk
mendukung keberhasilan intervensi asuhan keperawatan pada komunitas
anak usia prasekolah.

36
DAFTAR PUSTAKA

Asfandiyar, Andi Yudha, 2007. Cara Pintar Mendongeng, Jakarta: Mizan.


Havighurst Robert J .1961. Human Development and Education, New York
David Mckay Company
Hurlock, Elizabeth B. 1999. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga
Iva Noorlaila. 2010. Panduan Lengkap Mengajar PAUD. Yogyakarta: Pinus.
Book Publisher. Kasihani Kasbolah. (1998). Penelitian Tindakan Kelas
(PTK).
Lenox, Mary F. (2000). Story telling for Young Children in a Multicultural
World. Early Childhood Education Journal, Vol. 28. No. 2. 2000
Mafazah L., 2013. Ketersediaan Sarana Sanitasi Dasar, Personal Hygiene Ibu dan
Kejadian Diare. Kemas. 8(2):167-73.Saomah, Aas. 2004. Permasalahan-
permasalahan Anak dan Upaya Penyelesaiannya. Makalah Tidak
Diterbitkan. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia
Nazek, Al-Gallas. (2007). Etiology of Acute Diarrhea in Children and Adults in
Patmonodewo S. 2008. Pendidikan anak pra sekolah. Jakarta: Rineka
Cipta
Tunis, Tunisia, with Emphasis on Diarrheagenic Escherichia coli:Prevalence,
Phenotyping, and Molecular Epidemiology. Am J Trop Med Hyg, 77(3):
571-582
Tri Wahyuni Floriasti. 2009. Pengenalan Story Telling sebagai
Media Pembelajaran Bahasa Inggris. [Online]. Tersedia.
http://staff.uny.ac.id/sites/ [10 November 2011]
Wong .2008.Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Vol. 2.Edisi: 6. Jakarta: Penerbit
EGC

37
LAMPIRAN

I. Satuan Acara Penyuluhan (SAP)


Topik/Materi : Cara menggosok gigi dengan benar
Sasaran : Pada anak-anak (TK)
Hari/Tgl : Minggu, 10 November 2017
Alokasi Waktu : 45 menit
Tempat : TK Nurul Islam
Pemateri : Farida Rochmawati
A. Tujuan
1) Tujuan jangka panjang
- Mengurangi angka kejadian karies gigi dan gigi berlubang pada
siswa TK Nurul Islam
2) Tujuan jangka pendek
- Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan para siswa dalam
menjaga kebersihan gigi
B. Pokok Bahasan :
1) Menggosok Gigi
a. Pengertian Gigi Sehat
Gigi sehat yaitu gigi yang bersih tak ada plak apa
lagi karang gigi, tak ada keluhan sakit atau
ngilu, dan tidak terdapat adanya tanda karies gigi.
b. Pengertian Menggosok Gigi
Menggosok gigi adalah membersihkan gigi dengan
sikat gigi dan pasta gigi.
c. Waktu Menggosok Gigi
Sesudah makan dan sebelum tidur.
d. Manfaat Menggosok Gigi
1. Gigi menjadi bersih dan sehat.
2. Mencegah timbulnya caries atau karang gigi,
lubang gigi dan penyakit lainnya.
3. Memberikan perasaan segar dalam mulut.

38
4. Mencegah bau nafas tidak sedap.
2) Cara Merawat Gigi, Gusi dan Mulut agar Tetap Bersih dan
Sehat
a. Makanlah makanan yang bergizi (Empat sehat lima
sempurna).
b. Batasi makanan dan minuman yang mengandung
karbohidrat (gula) seperti es krim, permen, coklat dsb.
Kandungan gula inilah yang menyebabkan gigi cepat
keropos. Demikian juga dengan makanan-makanan
yang lengket, dan tak perlu proses pengunyahan yang
cukup, seperti fast food, yang membuat plak gigi mudah
terbentuk.
c. Sikat gigi setiap hari pada pagi hari sesudah sarapan
dan sesudah makan malam/sebelum tidur dengan cara
yang baik dan benar.
d. Gunakan pasta gigi yang mengandung fluor, karena
fluor terbukti bisa menurunkan angka kejadian karies
gigi.
e. Melakukan pemeriksaan berkala ke dokter gigi setiap
enam bulan sekali, supaya kalau ada gigi yang mulai
bermasalah/berlubang dapat segera ditangani sebelum
terlanjur menjadi besar (deteksi dini). Hendaknya
dipahami bahwa sekali gigi mulai berlubang, karies ini
tidak bisa mengecil lagi tetapi secara pelan tapi pasti
akan membesar terus.
3) Cara Menyikat Gigi
a. Persiapan Alat dan Bah
1. Satu buah sikat gigi
2. Gelas atau cangkir berisi air
3. Pasta gigi
4. Lap dan handuk kering
b. Cara Kerja

39
1. Cuci tangan.
2. Ambil dan dekatkan peralatan.
3. Keluarkan isi pasta gigi penuh dan merata pada
permukaan sikat gigi.
4. Tutup kembali pasta gigi dan kembalikan pada
tempatnya.
5. Mulailah berkumur dengan air.
6. Sikat gigi dan gusi dengan posisi kepala sikat
membentuk sudut 45 deraja di daerah perbatasan
antara gigi dengan gusi.
7. Gerakkan sikat dengan lembut dan memutar.
Sikat bagian luar permukaan setiap gigi atas dan
bawah dengan posisi bulu sikat 45 derajat
berlawanan dengan garis gusi agar sisa makanan
yang mungkin masih menyelip dapat
dibersihkan.
8. Gunakan gerakan yang sama untuk menyikat
bagian dalam permukaan gigi,
9. Gosok semua bagian permukaan gigi yang
digunakan untuk mengunyah. Gunakan hanya
ujung bulu sikat gigi untuk membersihkan gigi
dengan tekanan ringan sehingga bulu sikat tidak
membengkok. Biarkan bulu sikat membersihkan
celah-celah gigi. Rubah posisi sikat gigi sesering
mungkin.
10. Untuk membersihkan gigi depan bagian dalam,
gosok gigi dengan posisi tegak dan gerakkan
perlahan ke atas dan bawah melewati garis gusi.
11. Berkumur- kumur sampai mulut terasa bersih.
12. Lap / keringkan mulut dengan handuk.
13. Rapikan alat – alat.
c. Perhatian

40
1. Kita harus menggunakan sikat gigi sendiri.
2. Menyikat gigi jangan terlalu keras.
3. Jangan sampai tertelan air bekas kumur –
kumur.Gunakan sikat gigi yang berbulu lembut.
C. Metode
1) Jenis model pembelajaran: Pertemuan (tatap muka)
2) Landasan teori: Story Telling
3) Langkah pokok:
a. Menciptakan suasana pertemuan yang baik
b. Mengajukan masalah
c. Mengidentifikasi pilihan tindakan
d. Memberi komentar
e. Menetapkan tindak lanjut
E. Media
1) Wayang Upin Ipin
F. Denah penyuuhan

Rekan Penyaji

SeluruhAudiance





Tahap Waktu Kegiatan pemberian Kegiatan sasaran


materi
Orientasi 5 menit 1. Memberikan 1. Menjawab salam
(pembukaan salam,
) memperkenalkan
diri
2. Menyampaikan 2. Memperhatikan
maksud dan penjelasan
tujuan

41
3. Menjelaskan 3. Memperhatikan
proses belajar penjelasan
mengajar
4. Mengkaji tingkat 4. Menjawab dan
20 pengetahuan menyampaikan apa
menit sasaran terhadap yang diketahui
materi yang akan
disampaikan
dengan cara
apersepsi atau
secara lisan
Working 5. Menjelaskan pada 5. Memperhatikan
(penyampai 10 sasaran tentang : penjelasan
an materi ) menit a.Pengertian
gosok gigi
b.Tujuan gosok
gigi
c.Perawatan Gigi
d.Cara merawat
gigi

6. Story telling 6. Memperhatikan dan


dengan wayang mempraktekkan
cara gosok gigi secara langsung

Terminasi 7. Mengevaluasi 7. Menjawab


(penutup ) materi yang telah pertanyaan
disampaikan
dengan
pertanyaan
terarah
8. Memberikan

42
reinforcement 8. Memperhatikan
positif penjelasan
9. Menyimpulkan
hasil pendkes 9. Memperhatikan
10. Salam penutup penjelasan
10. Menjawab salam

G. Evaluasi
1) Evaluasi dilaksanakan selama proses dan pada akhir kegiatan
penkes dengan memberikan pertanyaan secara lisan sebagai
berikut:
a) Jelaskan kembali pengertian gosok gigi
b) Menyebutkan tujuan gosok gigi
c) Menyebutkan perawatan gigi
d) Menjelaskan kembali cara merawat gigi
e) Menjelaskan kembali cara menggosok gigi yang benar
2) Kriteria evaluasi
a) Evaluasi struktur
- Menyiapkan SAP
- Menyiapkan materi dan media
- Kontrak waktu dengan sasaran
- Menyiapkan tempat
- Menyiapkan pertanyaan
b) Evaluasi proses
- Sasaran memperhatikan dan mendengarkan selama
penkes berlangsung
- Sasaran aktif bertanya bila ada hal yang belum
dimengerti
- Sasaran memberi jawaban atas pertanyaan pemberi
materi
- Sasaran tidak meninggalkan tempat saat penkes
berlangsung

43
- Tanya jawab berjalan dengan baik
c) Evaluasi hasil
- Pendkes dikatakan berhasil apabila sasaran mampu
menjawab pertanyaan 80 % lebih dengan benar
- Penkes dikatakan cukup berhasil / cukup baik
apabila sasaran mampu menjawab pertanyaan
antara 50 – 80 % dengan benar
- Pendkes dikatakan kurang berhasil / tidak baik
apabila sasaran hanya mampu menjawab kurang
dari 50 % dengan benar

44

You might also like