Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Referat ini disusun dalam rangka meningkatkan pengetahuan sekaligus memenuhi
tugas Kepaniteraan Klinik Stase INTERNA Rumah Sakit Islam Jakarta.
1
BAB II PEMBAHASAN
TUBERCULOSIS PARU
2.1 Definisi
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet
yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama
kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
linfe, saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya.
2
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka
penderita tersebut dianggap tidak menular.
2.3 Epidemiologi
3
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis
(15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu
kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan
rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan
pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan
dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.
Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara sedang berkembang.
Kegagalan program TB selama ini
Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur
kependudukan
Dampak pandemi HIV
4
jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan
demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
2.5 Etiologi
2.6 Patogenesis
Kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara
sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas 1 – 2 jam, tergantung pada
ada tidaknya sinar ultaviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab
dan gelap, kuman apat tahan berhari – hari sampai berbulan – bulan. Bila partikel infeksi ini
terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel
dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama
kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakkan partikel ini akan mati atau
dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trankeobronkial bersama gerakan silia
dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.
Disini dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru
akan berbentuk sarang atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat
terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi
pleura. Kuman dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan
kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke
seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi
penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.
Tuberkulosis.Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang
terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier
bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Kuman akan
menghadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru makrofag. Kebanyakan partikel ini
5
akan mati atau di bersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama
gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.
Di sini ia akan terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan
paru berbentuk sarang tuberkulosa pneumonia kecil dan di sebut sarang prime atau afek
prime atau sarang (fokus) Ghon.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis
regional). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya
dapat menjadi:
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV
atau status gizi yang buruk. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang
berlokasi di regio atas paru (apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya ke
daerah parenkhim dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10
minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit
dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit
dan berbagai jaringan ikat.
6
2.7 Diagnosis
Gejala Klinik
Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemukan konjungtiva anemis, demam, badan kurus, berat badan menurun.
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apex paru, bila dicurga
adanya infiltrate yang luas, maka pada perkusi akan didapatkan suara redup, auskultasi
bronchial dan suara tambahan ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrate diliputi
penebalan pleura maka suara nafas akan menjadi vesicular melemah. Bila terdapat kavitas
yang luas akan ditemukan perkusi hipersonor atau tympani.
Pemeriksaan Radiologis
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran
radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas tidak tegas. Bila lesi
sudah diliputi jaringan ikat maka banyangn terlihat berupa bulatan dengan batas tegas, lesi
dikenal sebagai tuberkuloma
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdiniding tipis. Lama-
lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan
bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya terlihat sebagai bercak-bercak pada dengan
densitas tinggi.
7
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai TB paru adalah penebalan pleura,
efusi pleura, empiema.
8
2.8 Klasifikasi
1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis Ekstraparu
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak,
selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
9
Klasifikasi berdasar tipe pasien :
a. Kasus Baru Pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT < 1 bulan.
b. Kasus Kambuh (relaps) Pasien yang pernah mendapat pengobatan Tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap.
c. Kasus Drop Out Pasien yang telah menjalani pengobatan >1 bulan dan tidak
meneruskan pengobatan sampai selesai.
d. Kasus Gagal Therapi Pasien dengan BTA (+) yang masih tetap (+) atau kembali (+)
pada akhir bulan ke V atau akhir pengobatan.
e. Kasus Kronik Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih (+) setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
f. Kasus Bekas TB Pasien riwayat OAT (+) dan saat ini dinyatakan sudah sembuh.
2.9 Pengobatan
10
11
PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS
a. Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk
kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena
bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada
bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan
pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan
bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.
12
OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada
bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui.
Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat
badannya.
d. Pleuritis Tuberkulosa
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang sero-santokrom dan bersifat
eksudat. Penyakit ini kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosa paru melalui
focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari
robeknya perkijuan ke aras saluran getah bening yang menuju saluran pleura.
Pengobatan dengan obat-obat anti tuberkulosa (rimfampisin, INH, pirazinamid,
etambutol, streptomisin) memakan waktu 6 – 12 bulan. Dan cara pemberian obat obat
sama seperti pengobatan tuberkulosa paru,pengobatan ini menyebabkan cairan efusi
dapat diserab kembali, tapi untuk menghilangkannya eksudat ini dengan cepat dapat
dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi sempurna, tapi kadan-kadang dapat
di berikan kortikosteroid secara sistemik. (prednisone 1 mg/kg bb selama 2 minggu
kemudian dosis di turunkan secara perlahan)
13
2.10 Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
Komplikasi dini pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Pancet’s arthropathy
Komplikasi lanjut Obstruksi jalan napas SOFT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat SOPT/fibrosis paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada
TB milier dan kavitas TB.
2.11 Prognosis
Dubia et bonam
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2006), masih menempatkan Indonesia
sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah
kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 pertahun. Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menempatkan TB sebagai penyebab kematian ketiga
terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan
nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.
3.2 Saran
Mengingat besar dan luasnya masalah TB, maka penyusun menyarankan dalam
penanggulangan TB harus dilakukan melalui kemitraan dengan berbagai sektor baik
pemerintah, swasta maupun lembaga masyarakat. Hal ini sangat penting untuk mendukung
keberhasilan program dalam melakukan ekspansi maupun kesinambungannya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, Hood dan Abdul Mukty. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press. 2006.
Mubin, Halim. Buku Panduan Praktis : Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi Edisi 2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007.
Sudoyo, W. Aru. et. al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007.
16