You are on page 1of 11

HIPOKONDRIASIS

I. PENDAHULUAN

Istilah “hipokondriasis” didapatkan dari istilah medis yang lama


“hipokondrium”, yang berarti di bawah rusuk, dan mencerminkan
seringnya keluhan abdomen yang dimiliki pasien dengan gangguan ini.
Hipokondriasis disebabkan dari interpretasi pasien yang tidak realistik dan
tidak akurat terhadap gejala atau sensasi fisik, yang menyebabkan
preokupasi dan ketakutan bahwa mereka menderita penyakit yang serius,
kendati pun tidak ditemukan penyebab medis yang diketahui. Preokupasi
pasien menyebabkan penderitaan yang bermakna bagi pasien dan
mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi di dalam peranan
personal, sosial, dan pekerjaan.(1)

Gangguan hipokondrik digolongkan ke dalam gangguan


somatoform, yang merupakan suatu kelompok gangguan yang memiliki
gejala fisik (sebagai contoh nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat
ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Ciri utama gangguan ini adalah
adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-ulang disertai dengan
permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti
hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak
ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya.(1,2)

II. DEFINISI

1
Hipokondriasis adalah suatu keadaan dimana seseorang
mencurigai kesehatan fisiknya atau ketakutan pada suatu penyakit tanpa
ada patologi organik, yang menetap walaupun telah dilakukan
pemeriksaan adekuat dan penentraman. Menurut DSM-IV Hipokondriasis
merupakan gangguan somatik yang ditandai dengan preokupasi fungsi
tubuh dan interpretasi sensasi normal (misalnya denyut jantung,
berkeringat, kerja peristaltik, dan gerakan usus) atau abnormalitas kecil
(seperti pilek, nyeri, dan sakit ringan, atau pembengkakan ringan kelenjar
getah bening) sebagai indikasi problem yang serius membutuhkan
perhatian medis. Hipokondriasis disebut juga hipokondriakal neurosis.(1,3)

III. EPIDEMIOLOGI

Sindroma hipokondriasis dapat terjadi dalam usia muda dan tua.


Walaupun onset gejala dapat terjadi pada setiap usia, onset paling sering
antara usia 20-30 tahun. Laki-laki dan wanita sama-sama terkena oleh
hipokondriasis. Beberapa bukti menyatakan bahwa diagnosis adalah lebih
sering di antara kelompok kulit hitam dibandingkan kulit putih, tetapi
strata sosial, tingkat pendidikan, dan status perkawinan tampaknya tidak
mempengaruhi diagnosis. Gangguan ini biasanya terjadi bersama
gangguan mental lainnya. Prevalensi hipokondriasis 4-6 % dari populasi
pasien medik umum, dan kemungkinan tertinggi adalah 15 %. Keluhan
hipokondriasis terjadi pada 3 % mahasiswa kedokteran yang umumnya
terjadi pada dua tahun pertama pendidikan, namun bersifat sesaat saja.(1,4,5)

IV. ETIOLOGI

2
Pasien dengan hipokondriasis memiliki skema kognitif yang salah.
Mereka salah menginterpretasikan sensasi fisik. Dalam kriteria diagnostik
untuk hipokondriasis, DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder edisi ke-empat) menyatakan bahwa gejala mencerminkan
misinterpretasi gejala-gejala tubuh. Data tubuh yang cukup menyatakan
bahwa orang hipokondriakal meningkatkan dan membesarkan sensasi
somatiknya, mereka memiliki ambang dan toleransi yang lebih rendah dari
umunya terhadap gangguan fisik. Sebagai contoh, apa yang dirasakan oleh
orang normal sebagai tekanan abdominal, orang hipokondriakal
mengalami sebagai nyeri abdomen. Orang hipokondriakal mungkin
berpusat pada sensasi tubuh, salah menginterpretasikannya, dan menjadi
tersinyal oleh hal tersebut karena skema kognitif yang keliru.(1)

Teori kedua adalah bahwa hipokondriasis dapat dimengerti


berdasarkan model belajar sosial. Gejala hipokondriasis dipandang
sebagai keinginan untuk mendapatkan peranan sakit oleh seseorang yang
menghadapi masalah yang tampaknya berat dan tidak dapat dipecahkan.
Peranan sakit menawarkan suatu jalan keluar, karena pasien yang sakit
dibiarkan menghindari kewajiban yang menimbulkan kecemasan dan
menunda tantangan yang tidak disukai dan dimaafkan dari kewajiban yang
biasanya diharapkan.(1)

Teori ketiga tentang penyebab hipokondriasis adalah bahwa


gangguan ini adalah bentuk varian dari gangguan mental lain. Gangguan
yang paling sering dihipotesiskan berhubungan dengan gangguan
hipokondriasis adalah gangguan depresif dan gangguan kecemasan.
Diperkirakan 80 % pasien dengan hipokondriasiss mungkin memiliki
gangguan depresif atau gangguan kecemasan yang ditemukan bersama-
sama. Pasien yang memenuhi kriteria diagnostik untuk hipokondriasis

3
mungkin merupakan subtipe pensomatisasi (somatizing) dari gangguan
lain tersebut.(1)

Bidang pikiran keempat tentang hipokondriasis adalah bidang


psikodinamika, yang menyatakan bahwa harapan agresif dan permusuhan
terhadap orang lain dipindahkan (melalui represi dan pengalihan) kepada
keluhan fisik. Kemarahan pasien hipokondriakal berasal dari kekecewaan,
penolakan, dan kehilangan di masa lalu, tetapi pasien mengekspresikan
kemarahannya pada saat ini dengan meminta pertolongan dan perhatian
dari orang lain dan selanjutnya menolaknya karena tidak efektif.
Hipokondriasis juga dipandang sebagai pertahanan terhadap rasa bersalah,
rasa keburukan yang melekat, suatu ekspresi harga diri yang rendah, dan
tanda perhatian terhadap diri sendiri (self-concern) yang berlebihan.
Penderitaan nyeri dan somatik selanjutnya menjadi alat untuk menebus
kesalahandan membatalkan (undoing) dan dapat dialami sebagai hukuman
yang diterimanya atas kesalahan di masa lalu (baik nyata maupun
khayalan) dan perassan bahwa seseorang adalah jahat dan memalukan.(1,4)

V. GAMBARAN KLINIS

Pasien hipokondriakal percaya bahwa mereka menderita penyakit


yang parah yang belum dapat dideteksi, dan mereka tidak dapat
diyakinkan akan kebalikannya. Pasien hipokondriakal dapat
mempertahankan suatu keyakinan bahwa mereka memiliki satu penyakit
tertentu, atau dengan berjalannya waktu, mereka mungkin mengubah
keyakinannya tentang penyakit tertentu. Keyakinan tersebut menetap
walaupun hasil laboratorium adalah negatif, jinaknya perjalanan penyakit
yang dicurigai, dan penentraman dari dokter. dari penyakit yang ringan.
Tetapi keyakinan tersebut tidak sangat terpaku sehingga merupakan suatu
waham. Hipokondriasis sering kali disertai oleh gejala depresi dan

4
kecemasan, dan seringkali ditemukan bersama-sama dengan suatu
gangguan depresif atau kecemasan. Pasien demikian sering mendatangi
dokter, biasanya berulang-ulang dan berpindah dari satu spesialis ke
spesialis lain, tetapi menghindari psikiater.(1,4,5)

Orang-orang dengan hipokondriasis biasanya berkeras mengenai


keyakinan keyakinan bahwa mereka memang sakit dan terus menerus
merasa sakit karena mereka tidak yakin. Bahkan dalam beberapa kasus,
keyakinan mereka ini dapat menjadi suatu delusi atau waham.(6)

Walaupun DSM-IV menyebutkan bahwa gejala harus ada selama


sekurangnya enam bulan, keadaan hipokondriakal sementara (transient)
dapat terjadi setelah stress berat, paling sering kematian atau penyakit
berat pada seseorang yang penting bagi pasien atau penyakit serius
(kemungkinan membahayakan hidup) yang telah disembuhkan tetapi
meninggalkan pasien hipokondriakal secara sementara dengan akibatnya.
Keadaan hipokondriakal tersebut yang berlangsung kurang dari 6 bulan
harus didiagnosis sebagai gangguan somatoform yang tidak ditentukan.
Hipokondriakal sementara sebagai respons dari stress eksternal biasanya
menyembuh jika stress dihilangkan, tetapi dapat menjadi kronis jika
diperkuat oleh orang-orang di dalam sistem sosial pasien atau profesional
kesehatan.(1,4)

VI. DIAGNOSIS

Kategori diagnostik DSM-IV untuk hipokondriasis mengharuskan


bahwa pasien terpreokupasi dengan keyakinan palsu bahwa ia menderita
penyakit yang berat dan keyakinan palsu tersebut didasarkan pada
misinterpretasi tanda atau sensasi fisik. Kriteria mengharuskan bahwa
keyakinan tersebut berlangsung sekurangnya enam bulan, kendatipun

5
tidak adanya temuan patologis pada pemeriksaan medis dan neurologis.
Kriteria diagnostik juga mengharuskan bahwa keyakinan tersebut tidak
dalam intensitas waham (lebih tepat didiagnosis sebagai gangguan
delusional) dan tidak terbatas pada ketegangan tentang penampilan (lebih
tepat didiagnosis sebagai gangguan dismorfik tubuh). Tetapi, gejala
hipokondriasis diharuskan memiliki intensitas yang menyebabkan
penderitaan emosional atau menyebabkan gangguan pada kemampuan
pasien untuk berfungsi di dalam bidang penting hidupnya. Klinisi dapat
menentukan adanya tilikan yang buruk jika pasien tidak secara konsisten
mengetahui bahwa permasalahan tentang penyakit adalah luas.(1)

Kriteria diagnostik untuk Hipokondriasis berdasakan DSM-IV :(1,7)

a. Preokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia


menderita, suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi
keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh.
b. Preokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan
medis yang tepat dan penenteraman.
c. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham
(seperti pada gangguan delusional, tipe somatik) dan tidak
terbatas pada kekhawatiran yang terbatas tentang penampilan
(seperti pada gangguan dismorfik tubuh)
d. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara
klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lain.
e. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan
f. Preokupasi tidak dapat diterangkanlebih baik oleh gangguan
kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan
panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau
gangguan somatoform lain.

6
Kriteria diagnosis pasti dari gangguan hipokondrik menurut
PPDGJ-III, kedua hal ini harus ada, yaitu keyakinan yang menetap adanya
sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius yang melandasi
keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak
menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi
yang menetap, kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk
penampakan fisiknya (tidak sampai waham), serta tidak mau menerima
nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak
ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-
keluhannya.(2)

VII. DIAGNOSIS BANDING

Hipokondriasis harus dibedakan dari kondisi nonpsikiatrik,


khususnya gangguan yang tampak dengan gejala yang tidak mudah
didiagnosis. Penyakit-penyakit tersebut adalah AIDS, endokrinopati,
miastenia gravis, sklerosis multipel, penyakit degeneratif pada sistem
saraf, lupus eritematosus sistemik, dan gangguan neoplastik yang tidak
jelas.(1)

Hipokondriasis dibedakan dari gangguan somatisasi oleh


penekanan pada hipokondriasis tentang ketakutan menderita suatu
penyakit dan penekanan pada gangguan somatisasi tentang banyak gejala.
Perbedaan yang tidak jelas adalah bahwa pasien dengan hipokondriasis
biasanya mengeluh tentang sedikit gejala dibandingkan pasien dengan
gangguan somatisasi. Gangguan somatisasi biasanya memiliki onset
sebelum usia 30 tahun, sedangkan hipokondriasis memiliki usia onset
yang kurang spesifik. Pasien dengan gangguan somatisasi lebih sering

7
adalah wanita dibandingkan pasien dengan hipokondriasis, di mana
memiliki distribusi yang seimbang antara laki-laki dan wanita.(1)

Hipokondriasis juga harus dibedakan dari gangguan somatoform


lainnya. Gangguan konversi adalah akut dan biasanya sementara dan
biasanya melibatkan satu gejala, bukannya suatu penyakit tertentu.
Adanya atau tidak adanya la belle indifference adalah ciri yang tidak dapat
dipercaya yang membedakan kedua kondisi tersebut. Gangguan nyeri
adalah kronis, seperti juga hipokondriasis, tetapi gejalanya adalah terbatas
pada keluhan nyeri. Pasien dengan gangguan dismorfik tubuh berharap
dapat tampil normal tetapi percaya bahwa orang lain memperhatikan
bahwa mereka tidak normal, sedangkan pasien hipokondriakal mencari
perhatian untuk anggapan penyakitnya.(1)

Gejala hipokondriakal dapat juga terjadi pada gangguan depresi


dan gangguan kecemasan. Jika pasien memenuhi kriteria diagnostik
lengkap untuk hipokondriasis maupun gangguan mental berat lainnya,
seperti gangguan depresif berat atau gangguan kecemasan umum, pasien
harus mendapatkan kedua diagnosis tersebut, kecuali gejala
hipokondriakal hanya terjadi selama episode gangguan mental lainnya.
Pasien dengan gangguan panik mungkin pada awalnya mengeluh bahwa
mereka menderita suatu penyakit (sebagai contoh, gangguan jantung),
tetapi pertanyaan yang cermat tentang riwayat medis biasanya tidak
menemukan gejala klasik serangan panik. Keyakinan hipokondriakal
delusional terjadi pada skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya tetapi
dapat dibedakan dari hipokondriasis dengan adanya gejala psikotik lain.
Di samping itu, waham somatik pasien skizofrenia cenderung kacau, aneh,
dan di luar lingkungan kulturalnya.(1)

8
VIII. TERAPI

Pasien hipokondriakal biasanya tahan terhadap pengobatan


psikiatrik. Beberapa pasien hipokondriakal menerima pengobatan
psikiatrik jika dilakukan di lingkungan medis dan dipusatkan untuk
menurunkan stress dan pendidikan tentang mengatasi penyakit kronis. Di
antara pasien-pasien tersebut, psikoterapi kelompok adalah cara yang
terpilih, sebagian karena cara ini memberikan dukungan sosial dan
interaksi sosial yang tampaknya menurunkan kecemasan pasien.
Psikoterapi individual berorientasi-tilikan mungkin berguna, tetapi
biasanya tidak berhasil.(1)

Jadwal pemeriksaan fisik yang sering dan teratur adalah berguna


untuk menenangkan pasien bahwa mereka tidak ditelantarkan oleh
dokternya dan keluhan mereka ditanggapi dengan serius. Tetapi, prosedur
diagnostik dan terapeutik yang invasif harus dilakukan hanya jika bukti-
bukti objektif mengharuskannya. Jika mungkin, klinisi harus menahan diri
supaya tidak mengobati temuan pemeriksaan fisik yang tidak jelas atau
kebetulan.(1)

Farmakoterapi menghilangkan gejala hipokondriakal hanya jika


pasien memiliki suatu kondisi dasar yang responsif terhadap obat, seperti
gangguan kecemasan atau gangguan depresif berat. Jika hipokondriasis
adalah sekunder akibat gangguan mental primer lainnya, gangguan
tersebut harus diobati untuk gangguan itu sendiri. Jika hipokondriasis
adalah reaksi situasional yang sementara, klinisi harus membantu pasien
untuk mengatasi stress tanpa mendorong perilaku sakit mereka dan
pemakaian peranan sakit sebagai suatu pemecahan masalah.(1)

IX. PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS

9
Perjalanan hipokondriasis biasanya episodik, episode berlangsung
dari beberapa bulan sampai beberapa tahun dan dipisahkan oleh periode
tenang yang sama panjangnya. Mungkin terdapat hubungan jelas antara
eksaserbasi gejala hipokondriakal dan stressor psikososial. Walaupun hasil
penelitian besar yang dilakukan belum dilaporkan, diperkirakan sepertiga
sampai setengah dari semua pasien hipokondriasis akhirnya membaik
secara bermakna. Prognosis yang baik adalah berhubungan dengan status
sosioekonomi yang tinggi, onset gejala yang tiba-tiba, tidak adanya
gangguan kepribadian, dan tidak adanya kondisi medis non psikiatrik yang
menyertai. Sebagian besar anak dengan hipokondriakal menjadi sembuh
pada masa remaja akhir atau dewasa awal.(1)

DAFTAR PUSTAKA

10
1. Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J.A. Sinopsis Psikiatri. In : Gangguan
Somatoform. Jilid 2. Ciputat : Binarupa Aksara. p. 94-7
2. Dr. Rusdi Maslim, SpKJ, dalam Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya,
p. 84
3. Dorland, Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC. p. 1055
4. Hadisukanto, Gitayanti. Editor : Sylvia D. Elvira, Gitayanti Hadisukanto.
Buku Ajar Psikiatri. Dalam : Gangguan Somatoform. Edisi Kedua. 2013.
Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. p. 294-7
5. Ingram, I.M, G.C Timbury, R.M Mowbray. Editor : Peter Anugrah. Catatan
Kuliah Psikiatri. Dalam : Psikoneurosis. Edisi 6. 2002. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC. p. 69
6. Vladan Starcevic. Hypochondriasis and Health Anxiety: Conceptual
Challenges. BJ Psych. 2013. p. 7
7. Pardemean, Engelberta. Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam Rangka
Menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Dalam : Gangguan Somatoform.
2007. Jakarta

11

You might also like