You are on page 1of 33

Laporan Kasus

GLAUKOMA

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik


Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata
Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin
Banda Aceh

Oleh:

ZAINUR HAFIZ YUSA


1607101030102

Pembimbing:

dr. Rahmi Adriman, Sp. M

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Glaukoma”. Shalawat beserta salam penulis sampaikan kepada Rasulullah
SAW yang telah membawa umat manusia ke masa yang menjunjung tinggi
ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata
RSUD dr. Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh. Ucapan
terima kasih serta penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada dr. Rahmi
Adriman, Sp.M. yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis
dalam penulisan laporan kasus ini.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi penulis dan bagi semua pihak khususnya di bidang kedokteran dan berguna
bagi para pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran
pada umumnya dan ilmu kesehatan mata khususnya. Penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak untuk laporan kasus ini.

Banda Aceh, Januari 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL .......................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 3


2.1 Anatomi dan Histologi ................................................................ 3
2.2 Fisiologi Aliran Aqueous Humor ............................................... 5
2.3 Glaukoma .................................................................................... 7
2.3.1 Definisi............................................................................... 7
2.3.2 Etiologi............................................................................... 8
2.3.3 Patofisiologi ....................................................................... 9
2.3.4 Klasifikasi .......................................................................... 10
2.3.5 Diagnosis ........................................................................... 13
2.3.6 Penatalaksanaan ................................................................. 15
2.3.7 Komplikasi ......................................................................... 17
2.3.8 Prognosis ............................................................................ 18

BAB III LAPORAN KASUS .... ............................................................. 20


3.1 Identitas Pasien .......................................................................... 20
3.2 Anamnesis .................................................................................. 20
3.3 Pemeriksaan Fisik ...................................................................... 21
3.4 Foto Klinis Pasien ...................................................................... 22
3.5 Pemeriksaan Penunjang ............................................................. 22
3.6 Resume ....................................................................................... 22
3.7 Diagnosa Kerja .......................................................................... 22
3.8 Penatalaksanaan ......................................................................... 22
3.9 Prognosis .................................................................................... 23

BAB IV ANALISA KASUS ................................................................... 24

BAB V KESIMPULAN ........................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA .......... .......................................................................... 29

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Glaukoma merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan karakteristik


neuropati optik yang khas berhubungan dengan penurunan lapang pandang yang
progresif, di mana peningkatan tekanan intra okular (TIO) merupakan salah satu
faktor utama yang dapat dimodifikasi.(1) Pada glaukoma akan terdapat kelemahan
fungsi mata dengan terjadinya cacat lapangan pandang dan kerusakan anatomi
berupa ekskavasi serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan
kebutaan. Glaukoma dapat disebabkan bertambahnya produksi cairan mata oleh
badan siliar atau karena berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut
bilik mata atau di celah pupil. Kondisi ini utamanya diakibatkan oleh tekanan bola
mata yang meninggi yang biasanya disebabkan oleh karena hambatan pengeluaran
cairan bola mata (aquous humor). Mekanisme peningkatan tekanan intraokular
pada glaukoma adalah gangguan aliran keluar aqueous humor akibat kelainan
sistem drainase sudut bilik mata depan (glaukoma sudut terbuka) atau gangguan
akses aqueous humor ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup).(2)
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak di seluruh
dunia setelah katarak. Kebutaan yang diakibatkan oleh karena glaukoma bersifat
permanen atau tidak dapat diperbaiki (irreversible). Hal ini menjadi tantangan
tersendiri dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus glaucoma. Berdasarkan
data World Health Organization (WHO) 2010 diperkirakan sebanyak ± 60,7 juta
orang mengalami penyakit glaukoma di tahun 2010 dengan insidensi orang yang
mengalami kebutaan sebanyak 3,2 juta orang. Menurut hasil Riset Kesehatan
Dasar tahun 2007, responden yang pernah didiagnosis glaukoma oleh tenaga
kesehatan adalah sebesar 0,46 %, tertinggi di provinsi DKI Jakarta (1,85 %),
berturut-turut diikuti Provinsi Aceh (1,28 %) dan Kepulauan Riau (1,26 %). Hasil
suatu penelitian tingkat keparahan pasien baru yang menderita glaukoma di RSUP
Dr. Cipto Mangunkusumo, diketahui sebesar 35,1% pasien datang dengan
glaukoma ringan/sedang, sebesar 51,4% datang dalam kondisi sudah lanjut dan
bahkan 13,5% telah mengalami glaukoma absolut/ buta total.(3)
Penelitian lain di Amerika juga memperkirakan 3 juta penduduk Amerika
Serikat terkena glaukoma, dan diantara kasus-kasus tersebut, sekitar 50 % tidak

1
terdiagnosis. Sekitar 6 juta orang mengalami kebutaan akibat glaukoma, termasuk
100.000 penduduk Amerika, menjadikan penyakit ini sebagai penyebab utama
kebutaan yang dapat dicegah di Amerika Serikat.(13)
Berdasarkan klasifikasi Vaughen, glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi
glaukoma primer, glaukoma sekunder, glaukoma kongenital dan glaukoma
absolut. Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya.
Glaukoma primer sudut terbuka (primary open angle glaucoma) biasanya
merupakan glaukoma kronis, sedangkan glaukoma primer sudut tertutup (primary
angle closure glaucoma) bisa berupa glaukoma sudut tertutup akut atau kronis.
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang timbul sebagai akibat dari penyakit
mata lain seperti trauma, pembedahan, penggunaan kortikosteroid yang berlebihan
atau penyakit sistemik lainnya. Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang
ditemukan sejak dilahirkan, dan biasanya disebabkan oleh sistem saluran
pembuangan didalam mata tidak berfungsi dengan baik sehingga menyebabkan
pembesaran mata bayi. Disamping itu glaukoma dengan kebutaan total disebut
juga sebagai glaukoma absolut. Glaukoma absolut merupakan stadium akhir dari
glaukoma (sempit/terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan
bola mata memberikan gangguan fungsi lebih lanjut.(4,13)
Gejala glaukoma sering tidak disadari oleh penderita atau menyerupai gejala
penyakit lain, sehingga kebanyakan penderita kurang menyadari bahwa dirinya
menderita glaukoma sehingga baru terdiagnosis ketika telah lanjut bahkan telah
terjadi kebutaan total.(3) Tingginya insidensi dan resiko kecacatan akan penyakit
glaukoma ini membuat penyakit ini penting untuk dipelajari dan dipahami lebih
lanjut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas kasus glaukoma absolut
dan diharapkan pemahaman tentang cara mendiagnosis dan tatalaksana yang
sesuai dapat menyebabkan berkurangnya kejadian kebutaan akibat penyakit
glaukoma ini.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Histologi


Struktur dasar mata yang berhubungan dengan aqueous humour adalah
korpus siliriaris, sudut kamera okuli anterior dan sistem aliran aqueous humour. (5)

Gambar 2.1 Anatomi Mata (12)


A. Korpus Siliaris
Korpus siliaris atau badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan
cairan bilik mata (aqueous humour) yang dikeluarkan melalui trabekulum yang
terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera. Korpus siliaris memiliki
panjang 6 mm, berbentuk segitiga pada potongan melintang, membentang ke
depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris. Korpus siliaris dibagi menjadi 3
bagian, yaitu : (5)
1. Otot Siliaris
Terdiri dari otot polos yang tersusun dalam satu cincin yang menutupi
prosesus siliaris. Dipersarafi oleh saraf parasimpatis melalui saraf kranialis ketiga.
Otot siliaris bertanggung jawab untuk perubahan ketebalan dan kelengkungan
lensa selama akomodasi.(5)

3
2. Prosesus Siliaris (Pars Plikata)
Prosesus ini bertugas untuk mensekresikan aqueous humour. Tiap prosesus
siliaris dibentuk oleh epitel dua lapis (lapisan berpigmen di bagian luar dan
lapisan tanpa pigmen di bagian dalam) dengan stroma vaskular. Sel-sel tanpa
pigmen menghasilkan suatu sawar yang mencegah terjadinya difusi bebas ke bilik
posterior. Sel-sel ini secara aktif mentranspor unsur-unsur plasma tertentu ke
dalam bilik posterior sehingga terbentuk aqueous.(5)
3. Pars Plana
Pars plana terdiri dari stroma yang relatif avaskular yang ditutupi oleh
lapisan epitel 2 lapis. Dibatasi oleh lapisan epitel yang berpigmen dan tanpa
pigmen. Sel-sel tanpa pigmen menghasilkan acid mucopolysaccharide yang
merupakan komponen dari vitreous humour.(5)

B. Kamera Okuli Anterior


Kamera okuli anterior dibentuk oleh jaringan korneosklera dengan pangkal
iris. Pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Kamera okuli
anterior ini berdekatan dengan jalinan trabekulum (trabecular meshwork), kanal
Schlemm, baji sklera, garis Schwalbe dan jonjot iris.(6)

C. Sistem Aliran Aqueous Humour


Melibatkan jalinan trabekulum, kanal Schlemm, saluran kolektor. Vena
aqueous dan vena episklera.(5,7)
1. Jalinan trabekulum
Jalinan yang menyerupai saringan ini ada di sudut kamera okuli anterior,
dilewati 90% aqueous humour saat keluar dari mata. Jalinan trabekulum ini terdiri
dari 3 bagian. Ketiga bagian ini terlibat dalam proses outflow aqueous humour,
yaitu :(5,7)
a. Jalinan Uveal (uveal meshwork)
Jalinan uveal merupakan bagian terdalam dengan struktur menyerupai
kawat jala yang melintang dari akar iris sampai ke garis Schwalbe. Ruangan
intertrabekular relatif luas dan memberikan tahanan untuk aliran aqueous. Setiap
lapisan trabekular di jalinan uveal dan korneosklera tersusun dari jaringan ikat

4
dengan inti dikelilingi oleh serat elastik, membran jernih, dan endotel
trabekular.(7)
b. Jalinan Korneosklera (corneoscleral meshwork)
Bagian tengah yang melintang dari baji sklera ke garis Schwalbe. Lapisan
seperti jala dan ruang intertrabekular lebih kecil dibandingkan jalinan uveal.(5)
c. Jalinan endotelial (juxtacnalicular atau endothelial meshwork)
Bagian terluar dari trabekulum yang mana menghubungkan jalinan
korneosklera dengan bagian terdalam endotel kanal Schlemm. Jalinan endotelial
ini memberikan tahanan yang besar untuk aliran aqueous.(5)
2. Kanal Schlemm
Dinding bagian dalam kanal Schlemm dibatasi oleh sel endotel yang ireguler
yang memiliki vakuola yang besar. Dinding terluar dari kanal dibatasi oleh sel
rata yang halus dan mencakup pembukaan saluran pengumpul yang meninggalkan
kanal Schlemm pada sudut miring dan berhubungan secara langsung atau tidak
langsung dengan vena episklera.(6)
3. Saluran Kolektor
Saluran kolektor disebut juga pembuluh aqueous intrasklera. Pembuluh ini
dibagi menjadi dua sistem. Pembuluh besar berjalan sepanjang intrasklera dan
berakhir langsung ke dalam vena episklera (sistem direk) dan beberapa saluran
kolektor membentuk pleksus intrasklera sebelum memasuki vena episklera
(sistem indirek).(6)

2.2 Fisiologi Aliran Aqueous Humour


Aqueous humour adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan
dan belakang. Volume nya adalah sekitar 250 µL. Tekanan osmotiknya sedikit
lebih tinggi daripada plasma.(13)
Aqueous humour disekresi oleh badan siliaris dengan kecepatan 2-3
µL/menit mengisi kamera okuli posterior 60 mL dan kamera okuli anterior 250
mL, serta pergantian dari aqueous terjadi selama 1,5-2 jam. Aqueous humour
memiliki peranan dalam menyediakan substrat-substrat (glukosa, oksigen,
elektrolit-elektrolit) untuk keperluan metabolik untuk bagian mata yang avaskular,
seperi kornea dan lensa.(7)

5
Aqueous humour hampir seluruhnya terbentuk sebagai sekresi aktif dari
lapisan epitel prosesus siliaris. Sekresi dimulai dengan transport aktif ion natrium
ke dalam ruangan di antara sel-sel epitel. Ion natrium kemudian menarik ion
klorida dan bikarbonat, dan bersama-sama mempertahankan sifat netralitas listrik.
Kemudian semua ion ini bersama-sama menyebabkan osmosis air dari kapiler
darah yang terletak di bawahnya ke dalam ruang interselular epitel yang sama, dan
larutan yang dihasilkan membersihkan ruangan prosesus siliaris sampai ke kamera
okuli anterior mata. Selain itu, beberapa nutrien juga dibawa melalui epitel-epitel
dengan transport aktif atau difusi terfasilitasi; nutrien ini termasuk asam amino,
asam askorbat, dan glukosa.(6)
Setelah masuk ke bilik mata depan, aqueous humour mengalir melalui pupil
ke bilik mata depan lalu ke anyaman trabecular di sudut bilik mata depan. Selama
itu, terjadi pertukaran diferensial komponen-komponen aqueous dengan darah di
iris. (13)
Jalinan trabekular terdiri atas berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik
yang dibungkus oleh sel-sel trabekular, membentuk saringan dengan ukuran pori-
pori yang semakin mengecil sewaktu mendekati kanal Schlemm. Kontraksi otot
silaris melalui insersinya ke dalam jalinan trabekular memperbesar ukuran pori-
pori di anyaman tersebut sehingga kecepatan drainase aqueous humour juga
meningkat. Aliran aqueous humour ke dalam kanal Schlemm bergantung pada
pembentukan saluran-saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran aferen
dari kanal Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous)
menyalurkan cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil aqueous humour keluar
dari mata antara berkas otot siliaris ke ruang suprakoroid dan ke dalam sistem
vena korpus siliaris, koroid, dan sklera (aliran uveoskleral).(6,13)
Tingkat tekanan intraokular tergantung pada keseimbangan antara produksi
dan ekskresi dari aqueous humour. Tekanan intraokular normal rata-rata sekitar
15 mmHg, dengan kisaran antara 12 sampai 20 mmHg. Tahanan utama aliran
keluar aqueous humour dari bilik mata depan adalah jaringan jukstakanalikular
yang berbatasan dengan lapisan endotel kanal Schlemm, dan bukan sistem vena.
Namun tekanan di jaringan vena episklera menentukan nilai minimum tekanan
intraokular yang dapat dicapai terapi medis.(7,13)

6
2.1.2 Fisiologi Aliran Aqeuous Humour (13)

2.3 Glaukoma
2.3.1 Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani yaitu “glaukos” yang berarti hijau
kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita
glaukoma.(4) Glaukoma adalah suatu neuropati optik multifaktorial dengan
karakteristik hilangnya serat saraf optik.(11) Glaukoma merupakan suatu penyakit
ditandai dengan karakteristik neuropati optik yang khas berhubungan dengan
penurunan lapang pandang yang progresif di mana peningkatan TIO merupakan
salah satu faktor utama yang dapat dimodifikasi.(1) Glaukoma merupakan
sekelompok penyakit kerusakan saraf optik (neuropati optik) yang ditandai
dengan adanya pencekungan “cupping” discus opticus yang biasanya disebabkan
oleh karena peningkatan tekanan intraokular pada papil saraf optik. Iskemia
tersendiri pada papil saraf optik juga penting. Hilangnya akson dapat
menyebabkan defek lapangan pandang dan hilangnya tajam penglihatan jika
lapang pandang sentral terkena.(8,13)
Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata,
atrofi saraf optic dan menciutnya lapangan pandang. Penyakit yang ditandai
dengan peninggian tekanan intraoccular ini disebabkan : (4)

7
- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar
- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di
celah pupil (glaukoma hambatan pupil)
Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya
cacat lapangan pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan)
serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan.(4)

2.3.2 Etiologi
Faktor resiko utama pada penyakit glaukoma ini adalah meningkatnya usia
(> 40 tahun) dan oleh karena faktor keturunan. Namun penyebab daripada
glaukoma ini tergantung pada jenis glaukoma yang diderita. Berdasarkan ada atau
tidaknya penyebab, glaukoma dibedakan menjadi dua jenis, yaitu glaukoma yang
diturunkan atau tidak diketahui sebabnya disebut sebagai glaukoma primer dan
jenis glaukoma yang tidak diturunkan dan diketahui penyebabnya disebut sebagai
glaukoma sekunder.(3)
A. Glaukoma Primer
Glaukoma ini didapatkan pada orang yang telah memiliki bakat bawaan
glaukoma, seperti: (4)
- Bakat dapat berupa gangguan fasilitas pengeluaran cairan mata atau susunan
anatomis bilik mata yang menyempit
- Mungkin disebabkan kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata depan
(geniodisgenesis), berupa trubekulodisgenesis, iridodisgenesis dan
korneodisgenesis dan yang paling sering berupa trabekulodisgenesis dan
geniodisgenesis.
B. Glaukoma Sekunder
Glaukoma ini bisa disebabkan oleh banyak hal antara lain : (4)
- Trauma mata
- Peradangan/ inflamasi
- Diabetes mellitus
- Hipertensi
- Katarak/ perubahan lensa
- Kelainan Uvea

8
- Pembedahan
- Pemakaian steroid dalam jagka waktu yang lama

2.3.3 Patofisiologi
Terdapat tiga faktor penting yang menentukan tekanan bola mata, yaitu : (8)
1. Jumlah produksi aqueous oleh badan siliar
2. Tahanan aliran aqueous humor yang melalui sistem trabekular meshwork-
kanalis Schlem
3. Level dari tekanan vena episklera, umumnya peningkatan TIO disebabkan
peningkatan tahanan aliran aqueous humor. Aqueous humor dibentuk oleh
prosesus siliaris, dimana masing-masing prosesus ini disusun oleh lapisan epitel
ganda, dihasilkan 2-2,5 ul/menit mengalir dari kamera okuli posterior, lalu
melalui pupil mengalir ke kamera okuli anterior. Sebagian besar akan melalui
sistem vena, yang terdiri dari jaringan trabekulum, justakanalikuler, kanal Schlem
dan selanjutnya melalui saluran pengumpul (collector channel). Aliran akuos
humor akan melewati jaringan trabekulum sekitar 90%. Sebagian kecil akan
melalui struktur lain pada segmen anterior hingga mencapai ruangan supra koroid,
untuk selanjutnya akan keluar melalui sklera yang intak atau serabut saraf maupun
pembuluh darah yang memasukinya. Jalur ini disebut juga jalur uvoesklera (10-
15%).(8,9)
Tekanan bola mata yang umum dianggap normal adalah 10-21 mmHg. Pada
banyak kasus peningkatan bola mata dapat disebabkan oleh peningkatan resistensi
aliran aqueous humor. Beberapa faktor risiko dapat menyertai perkembangan
suatu glaukoma termasuk riwayat keluarga, usia, jenis kelamin, ras, genetik,
olahraga dan obat-obatan.(8)
Proses kerusakan papil saraf optik (cupping) akibat tekanan intra okuli yang
tinggi atau gangguan vaskular ini akan bertambah luas seiring dengan terus
berlangsungnya kerusakan jaringan sehingga skotoma pada lapangan pandang
makin bertambah luas. Pada akhirnya terjadi penyempitan lapangan pandang dari
ringan sampai berat.(9)
Glaucomatous optic neuropathy adalah tanda dari semua bentuk glaukoma.
cupping glaucomatous awal terdiri dari hilangnya akson-akson, pembuluh darah

9
dan sel glia. Perkembangan glaucomatous optic neuropathy merupakan hasil dari
berbagai variasi faktor, baik instriksi maupun ekstrinsik. Kenaikan TIO
memegang peranan utama terhadap perkembangan glaucomatous optic
neuropathy.(9)
Terdapat dua hipotesis yang menjelaskan perkembangan glaucomatous
optic neuropathy atau kerusakan serabut saraf oleh peningkatan TIO, yaitu teori
mekanik dan teori iskemik.(8)
1. Teori mekanik : menekankan pentingnya kompresi langsung serat-serat
akson dan struktur pendukung nervus optikus anterior, dengan distorsi lempeng
lamina kribrosa dan interupsi aliran aksoplasmik, yang berakibat pada kematian
sel ganglion retina (RGCs).(8)
2. Teori iskemik : fokus pada perkembangan potensial iskemik intraneural
akibat penurunan perfusi aliran darah pada nervus / papil saraf optik. Gangguan
autoregulasi pembuluh darah mungkin menurunkan perfusi dan mengakibatkan
gangguan saraf. Pembuluh darah optik secara normal meningkat atau menurunkan
tekanannya memelihara aliran darah konstan, tidak tergantung TIO dan variasi
tekanan darah.(8)
Pemikiran terbaru tentang glaucomatous optic neuropathy mengatakan
bahwa kedua faktor mekanik dan pembuluh darah mungkin berperan terhadap
kerusakan. Glaukoma adalah seperti suatu kelainan family heterogen dan
kematian sel ganglion terlihat pada glaucomatous optic neuropathy yang
bermediasi oleh banyak faktor.(8)

2.3.4 Klasifikasi
Klasifikasi Vaughan untuk glaukoma berdasarkan etiologi adalah sebagai
berikut : (4,13)
A. Glaukoma primer
Glaukoma primer etiologinya tidak pasti, dimana tidak didapatkan kelainan
yang merupakan penyebab glaukoma. Glaukoma primer dibagi dalam glaukoma
sudut terbuka primer dan glaukoma sudut tertutup primer. Glaukoma sudut
tertutup primer muncul dengan onset akut.. Glaukoma ini diagnosisnya dibuat bila

10
ditemukan glaukoma pada kedua mata pada pemeriksaan pertama, tanpa
ditemukan kelainan yang dapat merupakan penyebabnya.(4)
Glaukoma primer yang kronis dan berjalan lambat sering tidak diketahui
bila mulainya, karena keluhan pasien amat sedikit atau samar. Misalnya mata
sebelah terasa berat, kepala pening sebelah, kadang-kadang penglihatan kabur
dengan anamnesa tidak khas. Pasien tidak mengeluhkan adanya halo. Kadang-
kadang tajam penglihatan tetap normal sampai keadaan glaukomanya sudah berat.
(4)

B. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder yaitu peningkatan tekanan intraokular yang disebabkan
oleh penyakit okular, sistemik, atau penggunaan obat, dan glaukoma
developmental dimana peningkatan TIO adalah hasil dari perkembangan anomali
pada sudut bilik anterior mata. Glaukoma sekunder dapat dibagi lagi berdasarkan
mekanisme peningkatan TIO, yaitu : (4)
1. Glaukoma Sudut Terbuka (Fakolitik)
Yaitu dengan onset akut yang disebabkan oleh kebocoran katarak matur
atau hipermatur (jarang pada imatur). Pada glaukoma fakolitik kondisi katarak
stadium hipermatur dapat terjadi kebocoran protein lensa dan masuk ke dalam
kamera anterior dan ditelan oleh makrofag. Makrofag menjadi membengkak dan
menyumbat jalinan trabekular yang memacu peningkatan TIO. (4)
Glaukoma yang terjadi adalah glaukoma sudut terbuka. Glaukoma
fakolitik berkembang pada saat terjadi kebocoran protein lensa dari katarak matur
yang menyumbat jalinan trabekular dan mencegah aliran humor aqueous. Dengan
usia tua dan progresi katarak, jumlah protein BM tinggi dalam lensa menigkat.
Pada katarak imatur, protein ini ditemukan dalam nukleus lensa. Dengan
matangnya katarak dan akumulasi protein, peningkatan jumlah protein BM tinggi
ditemukan pada cairan korteks lensa. Pada akhirnya, protein keluar dari lensa dan
masuk ke dalam humor aqueous. (4)
Adanya protein lensa dalam kamera anterior memacu inflamasi dan respon
makrofag. Akumulasi makrofag yang membengkak karena menelan protein lensa
sebagai penyebab utama obstruksi jalinan trabekular. Selain makrofag, protein
lensa juga dapat menyebabkan obstruksi. (4)

11
2. Glaukoma Sudut Tertutup (Fakomorfik)
Adalah terminologi yang digunakan untuk glaukoma sekunder sudut
tertutup yang disebabkan oleh intumesensi lensa. Glaukoma fakomorfik (fako =
lensa ; morf = bentuk) termasuk sekunder karena perkembangan bentuk lensa.
Sudut tertutup baik akut, subakut, maupun kronis dapat dipicu oleh katarak imatur
atau intumesen dan terjadi pada mata yang sebelumnya memiliki sudut bilik
terbuka. Pada glaukoma fakomorfik, lensa dapat membengkak (intumesen)
dengan menyerap cukup banyak cairan dari kamera anterior yang menimbulkan
sumbatan pupil dan pendesakan sudut sehingga jalinan trabekular terblok serta
menyebabkan glaukoma sudut tertutup penebalan lensa selama kataraktogenesis
dapat menghasilkan pupil blok, dengan iris bombae dan akibatnya terjadi
glaukoma sudut tertutup. Lensa menjadi intumesensi pada katarak senilis imatur.
Intumesensi merupakan proses terjadinya hidrasi kortek yang mengakibatkan
lensa menjadi cembung sehingga indeks refraksi berubah, karena daya biasnya
bertambah maka mata menjadi miopia. Akibat blokade pupil ini akan terjadi
pendorongan iris sehingga pangkal iris akan menutup saluran trabekulum yang
mengakibatkan bertambahnya bendungan cairan mata dan tekanan intraokuler
meninggi dan timbul glaukoma. Bilik mata depan terlihat dangkal akibat
bertambah cembungnya lensa disertai adanya iris bombe. (4)
C. Glaukoma Kongenital
Lima puluh persen kasus glaukoma kongenital bermanifestasi sejak lahir,
70% kasus didiagnosis dalam 6 bulan pertama, dan 80% kasus didiagnosis di
akhir tahun pertama. Ketidakseimbangan aliran aqueous pada glaukoma
kongenital ini disebabkan oleh kesalahan dari perkembangan sudut bilik anterior,
tidak ada hubungan dengan kelainan mata lainnya. Ada 3 klasifikasi dari
glaukoma kongenital, yaitu: (11)
a. True congenital glaucoma (40%) yang mana tekanan intraokular meningkat
selama dalam kandungan.
b. Infantile glaucoma (55%) gejala mulai nampak pada usia 3 tahun.
c. Juvenile glaucoma, jarang, dimana tekanan meningkat setelah usia 3 tahun
sampai sebelum usia 16 tahun. Gonioskopi normal atau adanya
trabeculodysgenesis.

12
D. Glaukoma absolut
Merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka) dimana sudah terjadi
kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lebih lanjut.
Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi
dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.(4)
Sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah
sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris, keadaan ini
memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik. Apabila
disertai nyeri yang tidak tertahan, dapat dilakukan cyclocryo therapy untuk
mengurangi nyeri. Seringkali enukleasi merupakan tindakan yang paling efektif.
Apabila tidak disertai nyeri, bola mata dibiarkan.(4)

2.3.5 Diagnosis
Diagnosis glaukoma primer maupun sekunder ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Glaukoma primer
dengan sudut bilik mata depan tertutup bersifat bilateral dan herediter dan banyak
terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Sedangkan mata pasien dengan
glaukoma sudut tertutup sekunder sangat merah, konjungtiva sangat kemotik,
dengan injeksi siliar, kornea keruh, pupil setengah dilatasi dengan reaksi terhadap
sinar yang kurang atau ama sekali tidak ada. Bilik mata depan dangkal dan di
dalam bilik mata terdapat efek Tyndal positif. Mata pada perabaan terasa keras
seperti kelereng, akibat tekanan bola mata yang sangat tinggi. Diagnosis
glaukoma sudut tertutup akut primer dibuat dengan visualisasi genioskopi yang
menunjukkan tertutupnya sudut kamera anterior. Tonometri menunjukkan
peningkatan TIO yang bisa mencapai 40-80 mmHg. (4)
Glaukoma fakolitik pemeriksaan lampu slit menampakkan edema kornea
mikrositik, kamera anterior sembab, makrofag, agregasi material putih. Pada
pemeriksaan genioskopi sudut kamera anterior biasanya normal. (4)
1. Gejala dan Tanda
Gejala glaukoma tergantung dari kecepatan peningkatan tekanan
intraokular. Glaukoma sudut terbuka kronis dikaitkan dengan peningkatan
perlahan tekanan dan ketiadaan gejala kecuali pasien kemudian menjadi sadar

13
akan adanya defisit penglihatan berat. Banyak pasien terdiagnosis saat tanda
glaukoma terdeteksi oleh ahli optometri.8 Gejala dan tanda glaukoma fakolitik
sebagai berikut : (4)
-
Pasien dengan glaukoma fakolitik secara khas mempunyai riwayat penurunan
penglihatan yang lambat selama beberapa bulan maupun tahun sebelum terjadi
nyeri dengan onset akut, mata merah, dan seringkali terjadi penurunan
penglihatan yang lebih jauh.
-
Penglihatan mungkin hanya dapat persepsi cahaya karena densitas katarak
-
Gejalanya sama dengan glaukoma sudut tertutup akut
-
Riwayat penurunan penglihatan yang lambat sebelum onset akut adalah gejala
yang vital untuk diagnosis.
-
TIO meningkat sangat tinggi
-
Pemeriksaan lampu slit menampakkan edema korne mikrositik, kamera
anterior sembab, makrofag, agregasi material putih.
-
Penemuan genioskopi biasanya normal.
2. Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan glaukoma jika hanya dengan memeriksa TIO tidaklah cukup
untuk menegakkan diagnosa glaukoma, maka harus dilakukan pemeriksaan mata
lengkap, antara lain : (4,8)
a. Mengukur tekanan intraokular dengan tonometri
Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Tekanan normal
sebesar 15,5 mmHg. Batasnya ditentukan sebagai 2 standar deviasi di atas dan
dibawah rata-rata (11-21 mmHg). Pada glaukoma sudut terbuka kronis tekanan ini
biasanya sebesar 22-40 mmHg. Pada glaukoma sudut tertutup tekanan meningkat
hingga diatas 60 mmHg. Dikenal empat cara tonometri, untuk mengetahui tekanan
intraokular, yaitu : (4,8)
- Palpasi atau digital dengan jari telunjuk
- Indentasi dengan tonometer Schiotz
- Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldman
- Non kontak pneumotonometri

14
b. Memeriksa sudut aliran mata dengan gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan
dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma, gonioskopi
diperlukan untuk menilai lebar dan sempitnya sudut bilik mata. (4,8)
Sudut bilik mata depan dibentuk oleh pertemuan kornea perifer dengan iris,
yang diantaranya terdapat anyaman trabecular. Konfigurasi sudut ini yakni lebar
(terbuka), sempit, atau tertutup memberi dampak penting pada aliran keluar
aqueous humor. Lebar sudut bilik mata depan dapat diperkirakan dengan
pencahayaan oblik bilik mata depan, menggunakan sebuah senter atau dengan
pengamatan ke dalam bilik mata depan perifer dengan menggunakan slitlamp.
Akan tetapi, sudut bilik mata depan sebaiknya ditentukan dengan gonioskopi,
yang memungkinkan visualisasi langsung sudut. Apabila keseluruhan anyaman
trabecular, taji sclera, dan processus iris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka.
Apabila hanya garis Schwalbe atau sebagian kecil dari anyaman trabecular dapat
terlihanm sudut dinyatakan sempit. Apabila garis Schwalbe tidak terlihat, sudut
dinyatakan tertutup.(13)
c. Mengevaluasi ada atau tidaknya kerusakan saraf mata dengan oftalmoskopi
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk memperhatikan keadaan papil
saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma kronik. Papil saraf optik
yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan lebarnya ekskavasi. Apakah suatu
pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat dari ekskavasi yang luasnya tetap atau
terus membesar. Memeriksa lempeng optik dan menentukan apakah mengalami
cupping patologis. Lempeng dinilai dengan memperkirakan rasio vertikal
mangkuk terhadap lempeng sebagai suatu keseluruhan (cup to disc ratio). Pada
mata normal, rasio ini biasanya tidak lebih besar dari 0,4 mm. Pada keadaan papil
saraf optik yang atrofi, rasio mangkok terhadap lempeng lebih besar dari 0,4 mm
dan menjadi lebih dalam.(13)
d. Pemeriksaan lapangan pandang
Akibat yang ditimbulkan oleh glaukoma dapat dinilai dari kerusakan lapang
pandangan oleh karena itu pemeriksaan lapang pandangan adalah sangat penting.
Tes lapangan pandang digunakan untuk menegakkan adanya pulau-pulau lapang
pandang yang menghilang (skotomata) dan mengamati pasien untuk menentukan

15
apakah kerusakan visual bersifat progresif. Hasil tajam penglihatan tidak boleh
dipakai sebagai patokan untuk menentukan apakah penderita mengidap glaukoma
atau tidak, atau untuk meramalkan tahap lanjutnya glaukoma. (13)

2.3.6 Penatalaksanaan
Terapi bertujuan untuk mengurangi tekanan intraokular. Tingkat penurunan
tekanan bervariasi diantara pasien dan tingkat penurunan ini harus meminimalkan
hilangnya penglihatan glaukomatosa lebih lanjut. Terapi yang berkaitan dengan
glaucoma adalah farmakoterapi dan non farmakoterapi (pembedahan). (8)
a. Farmakoterapi
Terapi farmaka dilakukan untuk menurunkan TIO secara cepat untuk
mencegah kerusakan yang lebih jauh pada nervus optikus, untuk menormalkan
kornea, dan mencegah terjadinya pembentukan sinekia. Reduksi TIO dibutuhkan
untuk mempersiapkan pasien untuk iridotomi laser untuk mengatasi blok pupil
yang menyebabkan glaukoma. Manajemen inisial yang digunakan termasuk beta-
bloker, agonis alfa-2 adrenergik, dan inhibitor karbonik anhidrase. Miotikum
dapat memperburuk serangan glaukoma sudut tertutup sekunder dengan
meningkatkan kontak iridolentikular. Tujuan farmakoterapi adalah untuk
menurunkan morbiditas dan untuk mencegah komplikasi. (8)
- Inhibitor Karbonik Anhidrase
Karbonik Anhidrase adalah suatu enzim yang ditemukan di banyak jaringan
tubuh, termasuk mata. Katalisasi suatu reaksi reversibel dimana karbon dioksida
menjadi hidrasi dan asam karbonat menjadi dehidrasi. Dengan memperlambat
terbentuknya pembentukan ion bikarbonat dengan reduksi dalam sodium dan
transport cairan, dapat menghambat karbonik anhidrse dalam proses siliaris mata.
Efeknya menurunkan sekresi aqueous humor, sehingga menurunkan TIO.
Asetazolamid digunakan dengan dosis 250-500 mg IV/IM, dapat diulang dalam 2-
4 jam maksimum 1 g/hari. Efek sampingnya hilangnya kalium tubuh, parastesi,
anoreksia, diare, hipokalemia, batu ginjal, dan miopia sementara. (8)
Kontraindikasi pada orang dengan hipersensitivitas, penyakit hati, penyakit
ginjal kronis, insufisiensi adrenokortikal, obstruksi pulmonar parah. (8)

16
- Agonis Alfa-adrenergik
Menurunkan TIO dengan menurunkan produksi humor aqueous.
Apraklonidin merupakan obat baru yg bekerja menurunkan produksi humor
aqueous tanpa efek pada aliran keluar, dapat digunakan dengan dosis 1-2 tetes
pada mata yang terkena 3 kali/ hari. (8)
- Agen Hiperosmotik
Menurunkan TIO dengan membuat gradien osmosis antara cairan okular
dan plasma, tetapi tidak untuk penggunaan jangka panjang. Obat yang digunakan
Manitol yang bekerja dengan mengakibatkan cairan ekstraselular hiperosmotik
sehingga terjadi dehidrasi sel dan diuresis. Dosis mannitol pada pasien dengan
mual dan muntah diberikan secara intravena dalam 20 % cairan dengan dosis 2
g/kgBB selama 30 menit. Maksimal penurunan TIO dijumpai dalam satu jam
setelah pemberian mannitol. (8)
- Beta Bloker
Merupakan terapi tambahan yang efektif untuk menangani serangan sudut
tertutup. Beta bloker dapat menurunkan TIO dengan cara mengurangi produksi
humor aqueous. Timolol sebagai beta bloker nonselektif dalam sediaan tetes mata
dapat digunakan sebanyak 2 kali dengan interval setiap 20 menit dan dapat di
ulang dalam 4, 8, dan 12 jam kemudian. (8)
- Miotik Kuat
Pilokarpin 2% atau 4 % setiap 15 menit sampai 4 kali pemberian sebagai
inisial terapi, diindikasikan untuk menghambat serangan awal glaukoma akut. (8)
Bekerja degan meningkatkan fasilitas pengeluaran cairan mata dengan
membuka sudut bilik mata dengan miosis. Efek samping yang ditimbulkan adalah
sakit pada alis akibat spasme otot siliaris dan penglihatan malam berkurang. (8)
b. Non Farmakoterapi (Pembedahan)
Pengobatan glaukoma sekunder akut hanya dengan pembedahan. Tindakan
pembedahan harus dilakukan pada mata dengan sudut sempit karena serangan
akan berulang lagi pada satu saat. Tindakan pembedahan dilakukan bila TIO
sudah terkontrol, mata tenang dan persiapan pembedahan sudah cukup. Tindakan
pembedahannya adalah iridektomi laser. Gill (2010) menambahkan seringkali
serangan sudut tertutup terjadi lagi setelah pembedahan, karena sudut kamera

17
anterior masih dangkal. Dalam kondisi ini sebaiknya dilakukan ekstraksi katarak
bila sudut kamera anterior tidak dalam setelah iridektomi laser. (8)

2.3.7 Komplikasi
a. Sinekia anterior perifer
Iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan menghambat aliran mata
keluar. Apabila terapi tertunda, iris perifer dapat melekat ke jalinan trabekula
sehingga menimbulkan sumbatan irversible sudut kamera anterior dan
menghambat aliran aqueous humor keluar. Kerusakan saraf pada
glaukoma umumnya terjadi karena terjadi peningkatan tekanan dalam bola
mata. Penderita glaukoma memiliki tekanan mata yang lebih dari normal bahkan
terkadang dapat mencapai 50 – 60 mmHg pada keadaan akut. Tekanan mata yang
tinggi akan menyebabkan kerusakan saraf, semakin tinggi tekanan mata akan
semakin berat kerusakan saraf yang terjadi. (4)
b. Katarak
Lensa yang membengkak mendorong iris lebih jauh kedepan yang
akan menambah hambatan pupil dan pada gilirannya akan menambah derajat
hambatan sudut. Glaukoma, pada keadaan tekanan bola mata yang sangat
tinggi, maka akan terjadi gangguan permeabilitas kapsul lensa sehingga
terjadi kekeruhan lensa. (4)
c. Atrofi retina dan saraf optik
Daya tahan unsur-unsur saraf mata terhadap tekanan intraokular yang
tinggi adalah buruk.Terjadi gaung glaukoma pada pupil optik dan atrofi retina,
terutama pada lapisan sel-sel ganglion. (10)
d. Kebutaan
Kontrol tekanan intraokular yang jelek akan menyebabkan semakin
rusaknya nervus optik dan semakin menurunnya visus sampai terjadi kebutaan.
(10)

e. Glaukoma kronik
Penatalaksanaan yang tidak adekuat dapat menyebakan perjalan progesif
dari glaucoma yang lebih parah. (4)

18
2.3.8 Prognosis
Prognosis sangat bergantung pada penemuan dan pengobatan dini. Tanpa
pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total (glaukoma absolut) .
Berbeda dengan katarak , kebutaan / kerusakan penglihatan pada glaukoma
absolut ini bersifat irreversibel yang berarti tidak dapat kembali seperti semula
lagi. (2)
Apabila obat tetes anti glaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada
mata yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas, maka prognosis akan
baik. Apabila proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar pasien glaukoma
dapat ditangani dengan baik. (2)

19
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. Nuriana
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Suku : Aceh
Alamat : Banda Aceh
CM : 0-83-30-42
Tanggal Pemeriksaan : 20 Desember 2017

3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Kedua Mata kabur
Keluhan tambahan : Sakit kepala
Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke poli mata RSUDZA
dengan keluhan kedua mata yang semakin kabur bahkan hanya bisa melihat
orang saja tanpa mengenal wajahnya. Awalnya, pasien menderita rabun
dekat sejak usia sekolah dasar yang semakin lama semakin tinggi, dan sejak
6 bulan yang lalu, pasien merasakan mata yang tidak nyaman, pusing, dan
mata kering. Pasien juga mengeluhkan sering mengalami sakit kepala.
Keluhan berupa sakit mata dan mual muntah tidak dirasakan oleh pasien.
Riwayat trauma juga disangkal. Pada pemeriksaan tonometri sebelumnya,
pasien umumnya memiliki tekanan normal, namun pernah naik sampai 21
mmHg.
Riwayat penyakit dahulu : pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi
Riwayat penyakit keluarga :Tidak ada anggota keluarga yang memiliki
riwayat sakit mata dan keluhan yang sama, diabetes mellitus (-)
Riwayat pengobatan : Disangkal

20
3.3 Pemeriksaan Fisik
1. Status Umum
Kesadaran : Compos mentis, GCS 15
Tekanan Darah : 160/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Frekuensi Nafas : 18 x/menit
Temperatur : 36,5 0C
2. Status Oftalmologis

VOD:
VOS:
1,5/60
1,5/60

a. Pemeriksaan Segmen Anterior


OD Bagian Mata OS
Tenang Palpebra Superior Tenang
Tenang Palpebra Inferior Tenang
Tenang Conjungtiva Tarsal Superior Tenang
Tenang Conjungtiva Tarsal Inferior Tenang
Injeksi Siliar (-) Injeksi Siliar (-)
Conjungtiva Bulbi
Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-)
Arcus sinilis (+), jernih Kornea Arcus sinilis (+),jernih
Dalam COA Dalam
Dilatasi maksimal Iris/Pupil Dilatasi maksimal

Jernih Lensa Jernih

b. Pemeriksaan Uji Konfrontasi


Terdapat penyempitan lapang pandang ke arah lateral, superior dan
inferior pada occuli dextra dan sinistra

21
3.4 Foto Klinis Pasien

Gambar 3.1 Foto Klinis

3.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan TIO : - TIO OD = 12,2 mmHg
- TIO OS = 12,2 mmHg

3.6 Diagnosis Kerja


Normal Tension Glaukoma Primer Sudut Terbuka ODS

3.7 Penatalaksanaan
- Trevatan 1x1 ODS
- Hyaloph 6x1 ODS
- Citicoline 1x1
- Isotic adretor 2x1 ODS

22
3.8 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
Quo ad Sanactionam : dubia ad malam

23
BAB IV
ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien perempuan berusia 59 tahun


datang ke poli mata RSUDZA dengan keluhan kedua mata yang semakin kabur
bahkan hanya bisa melihat orang saja tanpa mengenal wajahnya. Awalnya, pasien
menderita rabun dekat sejak usia sekolah dasar yang semakin lama semakin
tinggi, dan sejak 6 bulan yang lalu, pasien merasakan mata yang tidak nyaman,
pusing, dan mata kering. Pasien juga mengeluhkan sering mengalami sakit
kepala. Keluhan berupa sakit mata dan mual muntah tidak dirasakan oleh pasien.
Riwayat trauma juga disangkal. Pada pemeriksaan tonometri sebelumnya, pasien
umumnya memiliki tekanan normal, namun pernah naik sampai 21 mmHg.
Dari pemeriksaan visus mata didapatkan VOD 1,5/60 dan VOD 1,5/60,
pada pemeriksaan fisik pada mata tidak dijumpai injeksi konjungtiva dan injeksi
siliar, arcus sinilis dan COA dalam, pada pemeriksaan uji konfrontasi dijumpai
lapang pandang menyempit pada ODS. Pasien didiagnosis dengan normal tension
glaukoma sudut terbuka ODS.
Teori menjelaskan bahwa glaukoma merupakan suatu penyakit ditandai
dengan karakteristik neuropati optik yang khas berhubungan dengan penurunan
lapang pandang yang progresif di mana peningkatan TIO merupakan salah satu
faktor utama yang dapat dimodifikasi.3,4 Gejala pada glaukoma tergantung dari
kecepatan peningkatan tekanan intraokular. Efek peningkatan TIO mengakibatkan
penurunan penglihatan pada glaukoma dengan mekanisme utamanya adalah atrofi
sel ganglion difus yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian
dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Selanjutnya diskus optikus
menjadi atrofi, disertai pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus siliaris juga
menjadi atrofi. Neuron-neuron mengalami kerusakan oleh peningkatan TIO yang
menimbulkan tekanan segala arah pada bola mata dan menghasilkan tegangan,
selanjutnya menyebabkan regangan yang menyebabkan kerusakan neuron.
Dari hasil pemeriksaan tonometri dijumpai tekanan intraoccular pasien yang
normal pada occuli dextra dan sinistra yaitu TIO OS 12,2 mmHg dan TIO OD
12,2 mmHg. Secara umum, hal ini tidak sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa untuk penegakkan diagnosa glaukoma perlu dilakukan pemeriksaan

24
tonometri karena glaukoma sendiri merupakan sekelompok penyakit neuropati
optik yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokular pada papil saraf
optik.4 Tekanan intraoccular normal yaitu sebesar 15,5 mmHg, pada glaukoma
sudut terbuka kronis tekanan ini biasanya sebesar 22-40 mmHg sedangkan pada
glaukoma sudut tertutup tekanan meningkat hingga diatas 60 mmHg.(8)
Normal Tension Glaucoma (NTG) merupakan suatu terminologi lainnya
dari glaukoma dimana terdapat karakteristik seperti sudut terbuka, discus opticus
yang sama seperti glaukoma biasanya, perubahan lapang pandang secara progresif
dan penipisan serabut saraf pada pasien dengan tekanan intraocular yang
normal.(14) Secara lengkap, kriteria untuk definisi NTG ialah sebagai berikut : (15)
- Rata-rata tekanan intra okular secara konsisten ≤21 mmHg pada pemeriksaan
diurnal, tanpa ada pengukuran yang >24 mmHg
- Glaukoma sudut terbuka pada pemeriksaan gonioskopi
- Tidak adanya penyebab sekunder untuk glaucomatous neuropati optik
- Kerusakan diskus optikus yang khas dengan glaucomatous cupping dan
hilangnya jalur neuroretinal
- Defek lapang pandang yang kompatibel dengan glaucomatous cupping
- Kerusakan glaucomatous yang progresif
Sehingga pada pasien ini didiagnosa dengan normal tension glaukoma
primer sudut terbuka ODS berdasarkan dari gejala dan tanda yang sudah
dipaparkan di atas.
Mekanisme pasti kerusakan saraf di NTG tidak sepenuhnya dimengerti.
Hipotesis saat ini sebagian besar bersifat vaskular yang didasarkan pada data
epidemiologi yang menunjukkan hubungan yang sering terjadi antara NTG dan
vaskulopati sistemik. Kerusakan saraf optik yang rentan di NTG mengikuti
kondisi yang serupa pada cedera aksonal dan kerusakan lamina cribrosa, identik
dengan jalur yang ditemukan pada pasien dengan proses glaucomatous progresif
dengan IOP yang lebih rendah. Autoregulasi vaskular yang salah pada tingkat
kapiler saraf optik dapat dikaitkan dengan peningkatan kerentanan ini.(16)
Pasien kemudian di tatalaksana dengan pemberian obat topikal berupa tetes
mata Travatan 1x1 ODS. Obat ini bekerja dengan cara mengatur aliran cairan di
dalam bola mata untuk mempertahankan tekanan normal, sehingga dapat

25
mengobati tekanan yang tinggi pada mata. Pasien juga diberikan hyaloph 6x1
ODS. Hyaloph merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan sensasi
terbakar, iritasi, dan ketidaknyamanan akibat mata kering. Obat ini juga
digunakan untuk mempercepar proses penyembuhan luka pada permukaan mata
yang rusak.
Pasien juga mendapatkan terapi citicoline 1x1. Obat ini digunakan untuk
memperbaiki kelainan retina yang diakibatkan oleh glaukoma. Suatu hipotesa
mengungkapkan bahwasanya pada pasien dengan glaukoma sudut terbuka dan
glaukoma dengan tekanan intraokuler yang normal sering terjadi deficit aliran
darah ke retina. Hal ini memungkinkan untuk terjadinya iskemia retina episode
akut maupun kronik.
Pasien juga diberikan isotic adretor yang didalamnya terkandung timolol
0,5% 2x1 ODS. Timolol termasuk ke dalam golongan beta blockers dalam bentuk
obat tetes mata. Obat ini berfungsi menurunkan tekanan di dalam bola mata
dengan mengurangi cairan yang menumpuk pada ruang bagian depan lensa mata.
Proses inilah yang bisa membantu mencegah kebutaan.. Hal ini sesuai dengan
teori dimana terapi pada glaukoma bertujuan untuk mengurangi tekanan
intraokular baik dengan cara memperlancar pengeluaran aqueous humour atau
mengurangi produksi aqueous humour.(4)
Berdasarkan standar kompetensi dokter indonesia sehubungan dengan
kasus ini, kompetensi untuk glaukoma adalah 3A, yang berarti lulusan dokter
mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada
keadaan yang bukan gawat darurat, dan mampu menentukan rujukan yang paling
tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Sehingga, pengenalan diagnosis untuk
kasus glaukoma ini berdasarkan gejala dan tanda yang ditemukan saat
pemeriksaan, yaitu pasien mengeluh adanya defisit penglihatan yang progresif
hingga dapat terjadi kebutaan total, saat dilakukan pemeriksaan uji konfrontasi
ditemukan adanya defek lapang pandang dan pada pemeriksaan tekanan
intraokular ditemukan adanya peningkatan. Dari tanda-tanda glaukoma ini
seorang dokter layanan primer sudah dapat menegakkan diagnosa glaukoma pada
pasien. Dan untuk terapi awal yang dapat diberikan adalah obat-obatan yang
berfungsi untuk menurunkan tekanan intraokular.(8) Edukasi pada pasien juga

26
sangat perlu disampaikan untuk menurunkan insidensi kecacatan yang lebih parah
pada pasien dengan menyampaikan bahwa pentingnya kedisiplinan pasien untuk
terus menggunakan obat-obatan yang dapat menurunkan tekanan intraokular
tersebut.

27
BAB V
KESIMPULAN

Normal Tension Glaukoma merupakan suatu penyakit yang ditandai


dengan karakteristik neuropati optik yang khas berhubungan dengan penurunan
lapang pandang yang progresif dengan tidak adanya peningkatan TIO. Glaukoma
dapat diklasifikasikan glaukoma primer, glaukoma sekunder, glaukoma
kongenital dan glaukoma absolut. Penilaian glaukoma secara klinis dapat
dilakukan dengan tonometri, perimetri, funduskopi, dan gonioskopi. Terapi pada
glaukoma bergantung pada penurunan tekanan okular untuk mengurangi atau
mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut, serta untuk mengurangi kerusakan
saraf pada mata.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Kanski, J.J. Glaucoma. In: Edwards, R., ed. Clinical Ophthalmology, A


Systemic Approach, Sixth Edition. Philadelphia: 2007; p. 302-94.

2. Ilyas, S dan Yulianti, SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2013.

3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi dan Analisis Glaukoma.


Jakarta: Pusat data dan informasi Kemenkes RI; 2015.

4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2009. p.212-17.

5. Sihota Ramanjit and Tandon Radhika. Physiology of the Eye in Parsons


disease of the Eye. Twentieth Edition. New Delhi: 2006; p18-20.

6. Shaffer and Becker. Aqueous Humor Formation in Diagnosis and Therapy of


the Glaucomas. 7th edition. Mosby In: 1999; p20-45

7. Kaufman L. Paul. Aqueous Humor Dynamics, Clinical Opthalmology. vol 3.


Philadelphia: 2004; p.1-15.

8. James B, Chew C, and Bron A. Lecture Notes Oftalmologi, ninth edition.


USA: Blackwell Science; 2006. p. 95.

9. Nutheti R, Shamanna BR, Nirmalan PK, et al. Impact of Impaired Vision and
Eye Disease on quality of life in Andhra Pradesh. Invest Ophtalmol Vis Sci.
2006; 47: p. 4742-48.

10. American Acedemy of Ophthalmology. Ophthalimic Pathology. San


Francisco. American Academy of Ophthalmology: 2007.

11. Olver, Jane and Lorraine Cassidy. Ophthalmology At A Glance. USA:


Blackwell Science Ltd; 2005.

12. Addo, Evelyn, et al. Ocular Drug Delivery: Advances, Challanges and
Applications chapter 2 (12-14). USA: Springer International Publishing AG.
2016

13. Paul R. E. and John P.W. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum, Edisi 17.
Jakarta: EGC. 2009: p. 212-29

14. Rixen J, Kwon HY. Normal Tension Glaucoma : 50 year-old Female With
Progressive Visual Field Loss, Glaucomatous Disc Change and Normal IOP.
EyeRound.org. August 14, 2008.

29
15. Kamal D, Hitchings R. Normal Tension Glaucoma : a Practical Approach.
Journal Ophtalmology 1998;82:835-840.

16. Shrivastava A. Normal-Tension Glaucoma : Consideratioms in the Diagnosis


and Management of this Disease. October, 2011. p33-36.

30

You might also like