You are on page 1of 48

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

L DENGAN P1A0
POD 1 SECTIO CAESAREA ATAS INDIKASI PEB
DI RUANG MAWAR MERAH
RSUD R SYAMSUDIN SH
KOTA SUKABUMI

INNU KANIA PAHLESA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAJAWALI


PROGRAM PENDIDIKAN NERS
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap wanita hamil mempunyai potensi resiko komplikasi
persalinan dengan dampak ketidaknyamanan, ketidakpuasan, bukan
kematian. Preeklampsi merupakan suatu penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan yang hingga kini penyebabnya masih belum
diketahui dengan pasti, yang ditandai dengan hipertensi atau tekanan darah
tinggi, edema dan proteinuria yang masih merupakan sebab utama
kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang tinggi, untuk mendeteksi
preeklampsi sedini mungkin dengan melalui pemeriksaan kehamilan
secara teratur mulai trimester I sampai trimester III dalam upaya mencegah
preeklampsi menjadi lebih berat (Wiknjosastro, 2008).
Setiap tahun sekitar 160 juta perempuan di seluruh dunia hamil.
Sebagian besar kehamilan ini berlangsung dengan aman, namun sekitar
15% menderita komplikasi berat, dengan sepertiganya merupakan
komplikasi yang mengancam jiwa ibu. Komplikasi ini mengakibatkan
kematian lebih dari setengah juta ibu setiap tahun, dari jumlah ini
diperkirakan 90% terjadi di Asia dan Afrika, 10% di negara berkembang
lainnya, dan kurang dari 1% di Negara-negara maju. Di beberapa Negara
risiko kematian ibu lebih tinggi dari 1 dalam 10 kehamilan, sedangkan di
negara maju risiko ini kurang dari 1 dalam 6.000 (Prawirohardjo, 2013).
Menurut WHO (World Health Organization) AKI di tahun 2011,
81% diakibatkan karena komplikasi selama kehamilan , persalinan, dan
masa nifas. Komplikasi tersebut adalah infeksi, perdarahan, dan
preeclampsia. Preeklamsi dalam kehamilan adalah apabila dijumpai
tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih setelah kehailan 20 minggu (akhir
trimester kedua sampai trimester ketiga) atau bias lebih awal terjadi. Di
seluruh dunia preeklampsi menyebabkan 50.000 – 76.000 kematian
maternal dan 900.000 kematian perinatal setiap tahunnya (Chappel dan
Morgan, 2006). Angka kematian ibu akibat eklamsia-preeklampsi adalah
6%-8% diantara seluruh wanita hamil di Indonesia (Dede,2014).
Berdasarkan survey demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012, rata rata angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai 359 per
100.000 kelahiran hidup, rata-rata kematian ibu jauh menjolak dibanding
hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 10.000 (Agung, 2013)
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala
preeklampsia berat selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilan
dibagi menjadi 2 yaitu : perawatan aktif dan perawatan konservatif.
perawatan konservatif adalah kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian pengobatan medikamentosa. Sedangkan Perawatan
aktif adalah kehamilan segera diakhiri / diterminasi bersamaan dengan
pemberian pengobatan medikamentosa. Cara mengakhiri kehamilan
(terminasi kehamilan) dilakukan berdasarka keadaan obsetrik pada waktu
itu, apakah sudah inpartu atau belum,tindakan yang dilakukan salah
satunya adalah sectio caesarea(Prawirohardjo, 2013).
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500gram
(Prawirohardjo, 2011).
Komplikasi yang dapat ditemukan dalam persalinan sectio
caesareaterhadap ibu adalah infeksi puerpurium, perdarahan, komplikasi-
komplikasi lain seperti luka kandung kencing, emboli paru-paru
(Prawirohardjo, 2013).
Berdasarkan data pasien rawat inap yang dilakukan operasi secti
caesareadari ruang kebidanan tercatat 747 ibu dilakukan operasi section
caesarea pada tahun 2017(SMF Kebidanan dan Penyakit kandungan,
2017).Mengingat sectio caesarea merupakan masalah yang dapat
meningkatkan mortalitas baik pada ibu maupun pada bayi, maka peran
perawat sangat dituntut kemampuannya untuk melakukan perawatan post
sectio caesarea.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan perawatan pasien dengan post op section caesar
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian secara langsung terhadap perawatan
pasien post op section caesar
b. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu
mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada perawatan pasien
dengan post op section caesar

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit
Dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan pengembangan
asuhan keperawatan yang diberikan, khususnya dalam asuhan
keperawatan maternitas dengan section caesar
2. Bagi Stikes Rajawali
Dapat menambah sumber bacaan atau referensi tentang asuhan
keperawatan maternitas dengan section Caesar di perpustakaan Stikes
Rajawali
3. Bagi Peneliti/ Penulis
Dapat menambah pengetahuan penulis tentang asuhan keperawatan
dengan section Caesar

D. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan : Latar belakang, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan
dan Sistematika Penulisan
Bab II Konsep Dasar teori : Konsep medic dan Konsep Askep
Bab III Tinjauan Kasus : Resemu Keperawatan dan Pembahasan
Bab IV Penutup : Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep dasar penyakit


1.1. Definisi
1.1.1. Sectio caesar
Post adalah sesudah (Tiran, Denis, 2011). Sectio caesariaadalah
cara melahirkan janin dengan menggunakan insisi pada perut dan
uterus (Bobak, 2009) . Sectio caesariaadalah pembedahan untuk
melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding
uterus (Wiknjosastro, 2012).Jadi post Sectio Caesariadengan
indikasi preeklamsiaberat adalah masa setelah proses pengeluaran
janin yang dapat hidup di luar kandungan dari dalam uteruske
dunia luar dengan menggunakan insisipada perut dan uteruskarena
adanya hipertensi,edema dan proteinuria.
Ada beberapa jenis operasi sectio caesariayang terdiri dari:
1.1.1.1. Sectio Caesaria Abdominalis, ada dua macam yaitu sectio
caesaria transperitonealisasi dansectio caesaria
ekstraperitonealisasi. Sectio caesaria
transperitonealisasisendiri terdiri dari dua cara. Pertama
sectio caesariaklasik dengan insisimemanjang pada korpus
uteriyang mempunyai kelebihan mengeluarkan janin lebih
cepat,tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
tertarik, dan sayatan bisa diperpanjang proksimalatau
distal. Sedangkan kekurangan dari cara ini adalah
infeksimudah menyebar secara intraabdominalkarena tidak
ada reperitonealisasiyang baik dan untuk persalinan
berikutnya lebih sering terjadi ruptura uterispontan. Yang
kedua sectio caesaria ismikaatau profundadengan
insisipada segmen bawah rahim dengan kelebihan
penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan
reperitonealisasiyang baik, perdarahan kurang dan
kemungkinan ruptura uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan
memiliki kekurangan luka dapat melebar ke kiri, bawah
dan kanan sehingga mengakibatkan perdarahan yang
banyak serta keluhan pada kandung kemih post operatif
tinggi. Sedangkan sectio caesaria ekstraperitonealisasi,
yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan
demikian tidak membuka kavum abdominal.
1.1.1.2. Sectio caesaria vaginalis, menurut arah sayatan pada
rahim, sectio caesaria dapat dilakukan dengan sayatan
memanjang (longitudinal), sayatan melintang (transversal)
dan sayatan huruf T (T-incision).
Kemungkinan komplikasi dilakukannya pembedahan SC menurut
Wiknjosastro (2012).
1.1.1.3. Infeksi puerperal,komplikasi yang bersifat ringan seperti
kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari dalam masa
nifas yang bersifat beratseperti peritonitis sepsis.
1.1.1.4. Perdarahan, banyak bisa timbul pada waktu
pembedahanjika cabang arteria uterineikut terbuka atau
karena atonia uteri.
1.1.1.5. Komplikasi lain seperti luka kandung kemih, kurang
kuatnya jaringan parut pada dinding uterussehingga bisa
terjadi ruptur uteripada kehamilan berikutnya.

Adaptasi Post Sectio Caesaria


Adaptasi Fisiologi
Perubahan fisiologis pada masa post partum menurut Bobak,
Lowdermik, Jensen (2009) meliputi :
1.1.1.6. Involusi. Yaitu suatu proses fisiologi pulihnya kembali alat
kandungan ke keadaan sebelum hamil, terjadi karena
masing-masingsel menjadi lebih kecil karena
cytoplasmanya yang berlebihan dibuang.
1.1.1.7. Involusi uterus. Terjadi setelah placenta lahir, uterus akan
mengeras karena kontraksi dan reaksi pada otot-ototnya,
dapat diamati dengan pemeriksaan tinggi fundus uteri:
Setelah placenta lahir hingga 12 jam pertama TFU1 - 2 jari
dibawah pusat. Pada hari ke-6 TFU normalnya berada
dipertengahan simphisis pubisdan pusat. Pada hari ke-9 /
12 TFU sudah tidak teraba.
1.1.1.8. Involusitempat melekatnya placenta Setelah placenta
dilahirkan, tempat melekatnya placenta menjadi tidak
beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang kontraksi serta
trombosis pada endometrium terjadi pembentukan scar
sebagai proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan
luka pada endometrium ini memungkinkan untuk
implantasidan pembentukan placenta pada kehamilan yang
akan datang.
Lochea
Yaitu kotoran yang keluar dari liang senggama dan terdiri dari
jaringan-jaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan liang
senggama. Menurut pembagiannya sebagai berikut :
1.1.1.9. Lochea rubra. Berwarna merah, terdiri dari lendir dan
darah, terdapat pada hari kesatu dan kedua.
1.1.1.10. Lochea sanguinolenta. Berwarna coklat, terdiri dari cairan
bercampur darah dan pada hari ke- 3-6 post partum.
1.1.1.11. Lochea serosa. Berwarna merah muda agak kekuningan,
mengandung serum, selaput lendir, leucocyt dan jaringan
yang telah mati, pada hari ke- 7-10.
1.1.1.12. Lochea alba. Berwarna putih / jernih, berisi leucocyt, sel
epitel, mukosa serviks dan bakteri atau kuman yang telah
mati, pada hari ke- 1-2 minggu setelah melahirkan.
Adaptasi psikososial
Ada 3 fase perilaku pada ibu post partum menurut Bobak,
Lowdermik,Jensen (2009) yaitu :
1.1.1.13. Fase taking in (Fase Dependen). Selama 1 - 2 hari
pertama, dependensi sangat dominan pada ibu dan ibu
lebih memfokuskan pada dirinya sendiri. Beberapa hari
setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya
dalam tanggung jawab sebagai seorang ibu dan ia lebih
mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan lebih
meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahat.
Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya
menceritakan tentang pengalaman kehamilan,
melahirkan dan rasa ketidaknyamanan.
1.1.1.14. Fase taking hold (Fase Independen). Ibu sudah mau
menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu
dengan memperlihatkan bayinya. Ibu mulai tertarik
melakukan pemeliharaan pada bayinya. Ibu mulai
terbuka untukmenerima pendidikan kesehatan bagi diri
dan bayinya.
1.1.1.15. Fase letting go (Fase Interdependen). Fase ini
merupakan suatu kemajuan menuju peran baru.
Ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya
lebih meningkat. Mengenal bahwa bayi terpisah dari
dirinya

1.1.2. Pre Eklampsia Berat


Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita
hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan
protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler
atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul
setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih (Rustam Muctar,
2009).
Pre eklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini
umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat
terjadi sebelumnya, misalnya pada molahidatidosa (Wiknjosastro,
2012).
Preeklamsiaberat adalah suatu keadaan pada kehamilan dimana
tekanan darah sistoliklebih dari 160 mmHg atau diastoliklebih dari
110 mmHg pada dua kali pemeriksaan yang setidaknya berjarak 6
jam dengan ibu posisi tirah baring (Bobak,2009).
Tekanan darah sistolik/diastolik > 160/110 mmHg sedikitnya enam
jam pada dua kali pemeriksaan. Tekanan darah ini tidak menurun
meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan telah
menjalani tirah baring.

1.2. Etiologi
1.2.1. Sectio Caesare
Manuaba (2012) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah
ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.
Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar
melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas
dapat diuraikan beberapa penyebab dilakukan sectio caesarea :
1.2.1.1. Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran
lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar
kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul
merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk
rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui
oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul
yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga
dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan
alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga
panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang
panggul menjadi abnormal.
1.2.1.2. Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit
yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab
terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan
infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam
ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah
penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar
tidak berlanjut menjadi eklamsi.
1.2.1.3. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum
terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum
terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah
hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36
minggu.
1.2.1.4. Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar.
Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi
komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi.
Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang
atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan
secara normal.
1.2.1.5. Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir
yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya
tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek dan ibu sulit bernafas.
1.2.1.6. Kelainan Letak Janin: Kelainan pada letak kepala dan
kelainan sungsang. Letak kepala tengadah yaitu bagian
terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau
mati, kerusakan dasar panggul; Presentasi muka, letak
kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi,
kira-kira 0,27-0,5 %; Presentasi dahi, posisi kepala antara
fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan
tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau
letak belakang kepala; Letak Sungsang, letak sungsang
merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak
sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong
kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki(Saifuddin, 2002).

1.2.2. Pre Eklampsia Berat


Penyebab pre eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Telah
terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab musabab
penyakit tersebut, teori yang dapat diterima menerangkan: sering
terjadi pada primigravida, gamelly, hidramnion, dan
molahidatidosa, sebab bertambahnya frekuensi dengan makin
tuanya kehamilan, sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan ibu
dengan kematian janin dalam uterus, sebab jarangnya terjadi
eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya, sebab timbul
hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab pre
eklampsia adalah iskemia plasenta. Faktor risiko pre eklampsia
sebagai berikut:
1.2.2.1. Primigravida, terutama primigravida tua dan muda
1.2.2.2. Kelompok sosial ekonomi rendah
1.2.2.3. Hipertensi esensial
1.2.2.4. Penyakit ginjal kronis (menahun/terus-menerus)
1.2.2.5. Diabetes Melitus
1.2.2.6. Multipara
1.2.2.7. Polihidramnion
1.2.2.8. Obesitas
1.2.2.9. Riwayat pre eklampsia pada kehamilan yang lalu.

1.3. Patofisiologi dan Pathway


Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi
ke organ , termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan
dasar dari timbulnya proses pre eklampsia. Konstriksi vaskuler
menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial.
Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas
dari sirculating pressors. Pre eklampsia yang berat dapat mengakibatkan
kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat
sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat
berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum
diketahui sebabnya, ada yang mengatakan disebabkan oleh retensi air dan
garam. Proteinuria mungkin disebabkan oleh spasme arteriola, sehingga
terjadi perubahan pada glomerulus (Mochtar, 2009).

1.4. Manifestasi Klinis


1.4.1. Tekanan darah
Peningkatan tekanan darah merupakan tanda peningkatan awal
yang penting pada preeklampsia. Tekanan distolik merupakan
tanda prognostik yang lebih andal dibandingkan tekanan sistolik.
Tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih yang terjadi secara
terus-menerus menunjukkan keadaan abnormal.
1.4.2. Kenaikan berat badan
Peningkatan berat badan yang tiba-tiba mendahului serangan
preeklampsia dan bahkan kenaikan BB yang berlebihan merupakan
tanda pertama pre eklampsia pada sebagian wanita. Pertambahan
BB yang tiba-tiba lebih dari 1 kg/minggu dapat mengindikasi
komplikasi. Hal ini disebabkan oleh retensi cairan.
Peningkatan BB normal adalah 0,5 kg/minggu.
1.4.3. Proteinuria
Dapat ditemukan protein dalam urine mencapai 10 g/dL.
Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan hipertensi
dan kenaikan BB yang berlebihan.
Gejala-gejala subjektif yang dirasakan pada pre eklampsia adalah:
1.4.4. Nyeri kepala
Nyeri kepala sering ditemukan pada kasus berat, nyeri terjadi pada
daerah frontal dan oksipital, serta tidak sembuh dengan pemberian
analgetik biasa.
1.4.5. Nyeri epigastrium
Merupakan keluhan yang sering ditemukan pada pre eklampsia
berat. Keluhan ini disebabkan karena tekanan pada kapsula hepar
akibat edema atau perdarahan.
1.4.6. Gangguan penglihatan
Keluhan penglihatan tertentu dapat disebabkan oleh spasme
arterial, iskemia, dan edema retina. Pada kasus-kasus yang langka
disebabkan oleh ablasio retina. (Cunningham, 1995).

1.5. Pemeriksaan Penunjang


1.5.1. Laboratorium
1.5.1.1. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah:
penurunan hemoglobin (Hb), hematokrit meningkat,
trombosit menurun.
1.5.1.2. Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
1.5.1.3. Fungsi hati
Bilirubin meningkat, laktat dehidrogenase (LDH)
meningkat, aspartat aminomtransferase (AST) > 60 ul,
serum glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat,
serum glutamat oxaloacetic transaminase (SGOT)
meningkat, total protein serum menurun.
1.5.1.4. Tes kimia darah
Asam urat meningkat
1.5.2. Radiologi
1.5.2.1. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intrauterus,
volume cairan ketuban sedikit
1.5.2.2. Kardiotografi
DJJ lemah

1.6. Terapi atau Pengobatan


1.6.1. Pemberian cairan. Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca
operasi, maka pemberian cairan perintavena harus cukup banyak
dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi,
atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara
bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb
rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
1.6.2. Diet. Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah
penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan
peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah
boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan
air teh.
1.6.3. Mobilisasi. Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi: miring
kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi;
latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar; hari kedua post operasi, penderita
dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas
dalam lalu menghembuskannya; kemudian posisi tidur telentang
dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler);
selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian
berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
1.6.4. Kateterisasi. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri
dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam /
lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
1.6.5. Pemberian obat-obatan. Pada pasien preeklampsia berat segera
harus diberi obat sedatif kuat untuk mencegah timbulnya kejang.
Apabila sesudah 12–24 jam bahaya akut sudah diatasi, tindakan
terbaik adalah menghentikan kehamilan. Sebagai pengobatan
mencegah timbulnya kejang, dapat diberikan larutan magnesium
sulfat (MgSO4) 20% dengan dosis 4 gram secara intravena loading
dose dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4 40%
sebanyak 12 gram dalam 500 cc ringer laktat (RL) atau sekitar 14
tetes/menit.Tambahan magnesium sulfat hanya dapat diberikan jika
diuresis pasien baik, refleks patella positif dan frekuensi pernafasan
lebih dari 16 kali/menit. Obat ini memiliki efek menenangkan,
menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis. Selain
magnesium sulfat, pasien dengan preeklampsia dapat juga
diberikan klorpromazin dengan dosis 50 mg secara intramuskular
ataupun diazepam 20 mg secara intramuskular (Wiknjosastro,
2012).

1.7. Prognosis
Morbiditas maternal (ditandai dengan hipertensi berat atau keterlibatan
multi sistem) dan potensi kematian meningkat pada kehamilan dengan
hipertensi. Sekitar 16% dari nulligravida dengan hipertensi dalam
kehamilan namun tidak dijumpai proteinuria menyebabkan hipertensi
yang berat atau keterlibatan multi sistem. Pada hipertensi gestasional dan
proteinuria positif 1, komplikasi ibu yang berat dapat terjadi sampai 42%
dari semua nulligravida (secara total, hipertensi berat sekitar 80%, dan
penyakit multi sistem 20%). Penampilan pasien dengan preeklamsia
adalah secara fisik buruk, dengan hampir dua pertiga dari nulligravida
terjadi hipertensi berat (33%) atau gangguan multi sistem (67%).
Kematian karena preeklamsia sekitar <0,1%. Jika terjadi kejang pada
eklampsia berkembang, sekitar 5 - 7% dari pasien ini akan meninggal
dunia. Penyebab kematian biasanya disebabkan oleh perdarahan
intrakranial, shock, gagal ginjal, pemisahan prematur plasenta, dan
pneumonia aspirasi. Selain itu, hipertensi kronis mungkin merupakan
sekuel dari eklampsia. Meskipun jumlah trombosit meningkat secara
signifikan setelah postpartum kehamilan normotensif, sekitar ada 2 – 3
kali lipat meningkat pada pasien preeklampsia. Nilai puncak terjadi pada
6 – 14 hari setelah persalinan. kebanyakan merekomendasikan evaluasi
yang lengkap 6 minggu sampai 6 bulan.

1.8. Komplikasi
1.8.1. Perdarahan subkapsula hepar
1.8.2. Kelainan pembekuan darah (DIC)
1.8.3. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated, liver, enzymes dan low
platelet count).
1.8.4. Ablasio retina
1.8.5. Gagal jantung hingga syok dan kematian

B. Konsep Dasar asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada wanita pasca partum Sectio caesaria meliputi:
a. Identitas Pasien dan penanggung jawab/suami
b. Yang terdiri atas: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
agama, suku, alamat, No. CM, tanggal MRS, Tanggal pengkajian, sumber
informasi.
c. Penanggung jawab/suami
d. Yang terdiri atas: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat.
e. Alasan dirawat
f. Yang terdiri atas: alasan MRS dan keluhan saat dikaji
g. Riwayat Masuk Rumah Sakit
h. Yang terdiri atas: keluhan utama (saat MRS dan sekarang), riwayat
persalinan sekarang (diuraikan kala I sampai dengan kala IV dan keadaan
bayi saat lahir: APGAR score, BB, Lingkar kepala,lingkar dada, lingkar
perut, dan lain-lain).
i. Riwayat Obstetri dan Ginekologi
1) Riwayat menstruasi
2) Yang terdiri atas: umur menarche dan siklusnya, banyak darah, lama
menstuasi, keluhan saat menstruasi, dan HPHT).
3) Riwayat pernikahan
4) Yang terdiri atas: banyak pernikahan yang dilakukan dan lama
pernikahan berapa tahun
5) Riwayat kelahiran, persalinan, nifas yang lalu
6) Riwayat keluarga berencana
7) Yang terdiri atas: jenis KB yang digunakan dan lama pemakaian,
masalah selama penggunaan KB, rencana KB yang akan digunakan
berikutnya
j. Pola Fungsional Kesehatan
k. Yang terdiri atas:
1) Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
2) Pola metabolik-nutrisi
3) Pola eliminasi
4) Pola aktivitas-latihan
5) Pola istirahat tidur
6) Pola persepsi-kognitif
7) Pola konsep diri-persepsi diri
8) Pola hubungan peran
9) Pola reproduktif-seksualitas
10) Pola toleransi terhadap stres-koping
11) Pola keyakinan-nilai
l. Pemeriksaan Fisik
Yang terdiri atas: Keadaan umum (GCS, tingkat kesadaran, TTV, BB), head
to toe,
m. Data Penunjang
Yang terdiri atas: pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.
n. Diagnosa Medis
o. Pengobatan

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan (mukus dalam
jumlah berlebihan), jalan nafas alergik (respon obat anastesi)
b. Nyeri akut b.d agen injuri fisik (pembedahan, trauma jalan lahir, episiotomi)
c. Ketidakefektifan pemberian ASI b.d kurang pengetahuan ibu, terhentinya
proses menyusui
d. Gangguan eliminasi urine
e. Gangguan pola tidur b.d kelemahan
f. Resiko Infeksi b.d faktor risiko: episiotomi, laserasi jalan lahir, bantuan
pertolongan persalinan
g. Defisit perawatan diri mandi, makan, eliminasi b.d kelelahan postpartum.
h. Konstipasi
i. Resiko syok (hipovolemik)
j. Defisiensi pengetahuan: perawatan post partum b.d kurangnya informasi
tentang penanganan post partum
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan NOC NIC
nafas 1. Respiratory status : Airway Suction
Definisi : Ketidakmampuan untuk Ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
membersihkan sekresi atau 2. Respiratory status : suctioning
obstruksi dari saluran pernafasan airway patency 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan
untuk mepertahankan kebersihan Kriteria Hasil sesudah suctioning
jalan nafas 1. Mendemonstrasikan 3. Informasikan pada klien dan
Faktor yang berhubungan: batuk efektif dan keluaraga tentang suction
1. Lingkungan suara napas yang 4. Minta klien nafas dalam sebelum
a. Perokok pasif bersih, tidak ada suction dilakukan
b. Menghisap asap sianosis dan dyspneu 5. Berikan Oksigen dengan
c. Merokok (mampu menggunakan nasal untuk
2. Obstruksi jalan napas mengeluarkan memfasilitasi suction nasotrakeal
a. Spasme jalan napas sputum, mampu 6. Gunakan alat yang steril setiap
b. Mokus dalam jumlah bernapas dengan melakukan tindakan
berlebihan mudah, tidak ada 7. Anjurkan px untuk istirajat dan
c. Eksudat dalam jalan alveoli pursed lips) nafas dalam setelah kateter
d. Materi asing dalam jalan 2. Menunjukkan jalan dikeluarkan dari nasotrakeal
napas napas yang paten 8. Monitor status oksigen
e. Adanya jalan napas buatan (klien tidak merasa 9. Ajarkan px bagaimana cara
f. Sekresi tertahan/sisa sekresi tercekik, irama nafas menggunakan suction
g. Sekresi dalam bronki dan frekuensi napas 10. Hentikan suction dan berikan
3. Fisiologis dalam rentang oksigen apabila px menunjukkan
a. Jalan napas alergik normal, tidak ada bradikardi, peningkatan saturasi
b. Asma suara napas oksigen dll.
c. PPOK abnormal)
d. Hiperplasi dinding bronkial 3. Mampu Airway management
e. Infeksi mengidentifikasi dan 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik
f. Disfungsi neuromuskular mencegah faktor chin lift atau jaw thrust bila perlu
yang dapat 2. Posisikan px utk memaksimalkan
menghambat jalan ventilasi
napas 3. Identifikasikan px perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
7. auskultasi suara nafas,catat adanya
suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10 berikan pelembab udara kassa
basah NaCl lembab
11 Atur intake untuk ciran
mengoptimalkan keseimbangan
12. Monitor respirasi dalam status
oksigen
2. Nyeri akut NOC NIC
Definisi: Pengalaman sensori dan 1. Pain level Pain Management
emosional yang tidak 2. Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
menyenangkan yang muncul 3. Comfort level komprehensif termasuk lokasi
akibat kerusakan jaringan yang Kriteria Hasil: karakteristik, durasi, frekuensi,
aktual atau potensial atau 1. Mampu mengontrol kualitas, dan faktor presipitasi
digambarkan dalam hal kerusakan nyeri (tahu penyebab 2. Observasi reaksi nonverbal dari
sedemikian rupa (International nyeri, mampu ketidaknyamanan
Association for the study of pain): menggunakan teknik 3. Gunakan teknik komunikasi
awitan yang tiba-tiba atau lambat nonfarmakologi terapeutik untuk mengetahui
dari intensitas ringan hingga berat untuk mengurangi pengalaman nyeri pasien
dengan akhir yang dapat nyeri, mencari 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
diantisipasi atau diprediksi dan bantuan) respon nyeri
berlangsung <6 bulan. 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
Faktor yang berhubungan: 2. Melaporkan bahwa lampau
1. Agen cedera (mis. biologis, zat nyeri berkurang 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
kimia, fisik, psikologis) dengan menggunakan kesehatan lain tentang
manajemen nyeri ketidakefekstifan kontrol nyeri
masa lampau
3. Mampu mengenali 7. Bantu pasien dan keluarga untuk
nyeri (skala, mencari dan menemukan
intensitas, frekuensi, dukungan
dan tanda nyeri) 8. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
4. Mampu menyatakan ruangan, pencahayaan, dan
rasa nyaman setelah kebisingan
nyeri berkurang 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi,
nonfarmakologi, dan interpersonal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifak kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajta nyeri
sebelum pemberian obat
2. Cek intruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV,
IM, untuk pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital signsebekum dna
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala
BAB III

TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Tinjauan Kasus

1. Pengkajian

Pengkajian tanggal : 16 Januari 2018

Dikaji oleh : Innu Kania Pahlesa

a. Identitas klien

1. Data pasien

Nama : Ny. L

Umur : 22 tahun

Jenis Kelamin : perempuan

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Alamat : Kp. Pangglingan Rt 11/ 05

Kec. Gekbrong. Kab. Cianjur

No Rm : R00087498

Diagnosa : P1A0 post section cesaria indikasi

PEB

Tanggal Masuk Rumah Sakit : 14 Januari 2018


2. Penanggung Jawab

Nama : Tn. C

Umur : 25 tahun

Jenis Kelamin : Laki – laki

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : wiraswasta

Bangsa/suku : Indonesia/ Sunda

Alamat : Kp. Panggilingan RT 011/05

Kec. Gebrong, Kab. Cianjur

Agama : Islam

Hubungan dengan klien : suami

b. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan Utama

Klien mengeluh nyeri pada luka operasi

2. Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien mengatakan nyeri seperti disayat pada daerah luka

operasi klien, luka dirasakan klien setiap saat, bertambah saat

klien bergerak dan batuk, berkurang saat klien diistirahatkan,

skala nyeri 5(0-10).

3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Klien mengatakan ini adalah operasi sesar pertama klien dan

persalinan pertama klien. Klien mengatakan baru menderita

hipertensi saat hamil sebelum hamil tekanandarah klien normal.


4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Di keluarga tidak ada yang menderita penyakit keturunan

seperti TBC, jantung, dan sebagainya.

c. Pola Kebiasaan Klien

No Kebiasaan Sehari- Sebelum Sakit Saat Sakit


hari
1 Pola nutrisi
a. Makan
Frekuensi 3x1 3x1
Jenis Nasi, lauk pauk, sayur Nasi, luak pauk, sayur
mayur mayur
Jumlah 1 porsi makan 1 porsi makan
Keluhan -
b. Minum
Frekuensi 7-8 gelas setiap hari 8-10 gelas setiap hari
Jenis Air putih Air putih
Jumlah 2000 cc 3000 cc
Keluhan Tidak ada Tidak ada
2 Pola Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 1x/hari 1x/hari
Konsistensi Lembek lembek
Warna Kuning Kuning
Keluhan Tidak ada Tidak ada
b. BAK
Frekuensi 4 – 5 kali 4-5 kali
Warna Kuning jernih Kuning jernih
Jumlah Tidak dapat dihitung Tidak dapat dhitung
Keluhan Tidak ada Tidak ada
3 Pola Istirahat Tidur
a. Tidur siang 1-2 jam 2 jam
b. Tidur malam 7-8 jam 6-7 jam
c. Keluhan Tidak ada Tidak ada
4 Pola personal hygiene
a. Mandi 2x/hari 1x/hari
b. Gosok gigi - -
c. Mencuci 2x/minggu Belum mencuci
rambut rambut
d. Gunting kuku 1x/minggu Sudah menggunting
kuku
d. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umun : sedang

2. Kesadaran : Compos Mentis GCS 15 E4M6V5

3. Tanda-tanda vital :

Tekanan Darah : 110/80 mmHg ( N : 110/70 mmHg –

120/80mmHg)

Nadi : 88 x/menit (N : 80 – 100 x/menit)

Suhu : 36,9˚C (N : 36,5˚C – 37,5˚C)

Respirasi : 20 x/menit (N : 20 – 30 x/menit)

4. Pemeriksaan Per Head To Toe

a. Kepala

Bentuk simetris, rambut klien berwarna hitam, distribusi rambut

merata, tidak terdapat luka atau lesi pada kulit kepala.

b. Mata

Bentuk kedua mata simetris, sclera tidak ikterik, reflex pupil

terhadap cahaya positif, konjungtiva anemis, tidak ada oedema

pada kedua kelopak mata, klien tampak pucat

c. Hidung

Bentuk simetris, lubang hidung nampak bersih, septum nasal

ditengah, tidak ada pengeluaran secret, ada pernapasan cuping

hidung.

d. Mulut
Bibir simetris, bibir berwarna merah muda, tidak ada sianosis di

bibir, mukosa bibir lembab, belum ada pertumbuhan gigi, gusi

berwarna merah muda,

e. Leher

Bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, maupun

kelenjar getah bening, gerakan leher baik, tidak ada kaku kuduk,

tidak terdapat kotoran pada lipatan leher.

f. Dada

Gerakan dada simetrs, suara vesikuker pada kedua lapang paru,

sonor pada kedua lapang paru saat diperkusi, pekak saat perkusi

jantung, bunyi jantung S1 S2, tidak ada luka pada daerah dada,

bentuk kedua payudara simetris puting susu sudah keluar, ASI

berwarna jernih, tidak teraba adanya bendungan susu, tidak ada

nyeri pada kedua payudara

g. Abdomen

TFU 2 jari dibawah pusar, kontraksi uterus kuat,terdapat luka post

operas secar dengan luka post op vertical, luka tampak rembes,

tidak ada pus, tidak ada kemerahan, tidak ada bengkak, nyeri saat

abdomen klien ditekan.

h. Genetalia dan Anus

Pendarahan berjumlah 2 kali ganti softex, warna kehitaman, jumlah

± 500 cc, tercium bau darah, tidak ada nyeri pada daerah vagina,
daerah vagina tampak kotor, tidak ada luka episiotomy, tidak

terpasang kateter

i. Ekstremitas

Ekstermitas atas : klein terpasang infus disebelah tangan kanan

klien, CRT > 3 detik

Ekstermitas bawah : tampak edema pada kedua kaki klien, piting

edema +2

e. Pemenuhan Kebutuhan Seksual

Klein belum pernah menggunakan KB semenjak menikah karena ini adalah

kehamilan pertama bagi klien dan memang setelah menikah ingin memiliki

seorang anak.

f. Psikososial

1) Status Emosional : Klien emosinya tampak stabil, terlihat dari

ketenangan klien walaupun klien merasa nyeri pada luka operasi

2) Body image : Klien mengatakan ini adalah operasi pertama bagi klien,

klien masih merasa cemas, klien merasa bahagia dengan kehamilan

pertama klien, untuk kebutuhan sehari-hari klien cukup, klien

mengatakan masih belum memberikan ASI kepada bayinya karena klien

masih mengeluh lemas dan pusing

3) Peran Diri : Klien merasa perannya sebagai istri dan seorang

ibu sudah sempurna karena sudah melahirkan seorang anak


4) Harga Diri : Klien merasa tidak malu dengan kondisinya

sekarang

5) Identitas Diri : Klien menyadari bahwa dirinya adalah seorang istri dan

ibu bagi anaknya

6) Ideal Diri : Klien mengatakan ingin cepat pulang dan sehat

kembali

g. Pengetahuan tentang perawatan diri/ luka/ penyakit

Klien mengatakan walaupun nyeri pada luka operasi klien harus selalu

menjaga kebersihan diri klien terutama daerah vagina klien, jika keadaan

softex sudah penuh klien harusn segera mengganti softexnya dengan

melakukan perawatan vulva hygiene setiap saat. Tetapi klien masih pusing dan

lemas jad untuk bergerak saja belum bisa sehingga untuk mengganti softex

harus dibantu, kemudian klien masih bingung bagaimana cara perawatan luka

di rumah

h. Data Penunjang

1. Laboratorium

Tanggal 15 januari 2018

No. Pemeriksaan Hasil Normal

1. Hemoglobin 11 g/dl 12-14 g/dl

2. Leukosit 10.000 4.000-9.000


3. Trombosit 321.000 µl 150.000 – 450.000 µl
4. HIV kualitatif Non reaktif Non reaktif
5. Urine Warna : kuning
jernih
Leukosit ; negative
Protein : pos (+/30)
Glukosa : negative

6. Gula darah 98 mg/dl < 140 mg/dl


ssewaktu

Tanggal 15 Januari 2018

No. Pemeriksaan Hasil Normal

1. Hemoglobin 7,3 g/dl 12-14 g/dl

2. Leukosit 11.300 4.000-9.000


3. Trombosit 288.000 µl 150.000 – 450.000 µl

i. Data persalinan dan kehamilan

G1P0A0, dengan kehamilan yang direncanakan, dengan HPHT tanggal

7 April 2017 dan tanggal taksiran persalinan 4 Januari 2018, klien selau

memeriksakan kehamilannya secara teratur ke bidan, klien mulai

memeriksakan kehamilannya saaut usia kehamlan sudah 4 bulan

RIWAYAT OBSTETRI

No Cara Lahir BB/PB Lahir Keadaan Lahir Usia

1. Hamil ini - - -

j. Laporan Persalinan

Jam masuk :19.30 tanggal : 14-01-2018

Riwayat Persalinan

1. Pada Ibu
TD : 160/100, nadi : 108x/menit, respirasi ; 21x/menit, suhu

36,6 C

BB : 69 kg TB : 159 cm

Leoplod I : bokong

Leopold II : Punggung kanan

Leopold III : kepala

Leopold IV : divergen

TFU : 32 cm, DJJ : 155 x/menit, irama reguler

HIS : 2z/10 menit, kekuatan 40x/detik

Periksa Dalam : portio tebal lunak, presentsi kepala, pembukaan

3 cm

Ekstremitas : reflek patella positif, edema tidak ada

Genitalia : ada keluaran air dan lendir darah

2. Pada janin

DJJ 1 : 155 x/menit, irama reguler

Presentasi kepala dibawah

k. Pindah Kamar Bersalin

Tanggal : 14-1-2018

Jam : 19.30

Dilakukan tindakan operasi section Caesar di ruang operasi

Anak

Lahir tanggal : 14-1-2018 jam : 04.20

Jenis kelamin : perempuan


LENGKAPI DATA BAYI DENGAN PENDOKUMENTASIAN

SECARA HAD TOE TO

PENDOKUMENTASIAN IBU SECARA PERSISTEM

BB : 3540 gram

TB : 50 cm

Apgar skor : 7,9

l. Analisa Data

No Simptom Etiologi Problem

1. DS : post operasi Ketdakefektifan


- Klien mengeluh perfusi jaringan
lemas dan pusing perifer
DO : masa nifas
- Klien tampak pucat
- Konjungtiva anemis
- Pendarahan ±500 cc adanya pendarahan
- Lokhea berwarna
kehitaman
- Hb: 7,3
- CRT > 3 detik
penurunan kadar HB

ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer

1. DS : luka post operasi Nyeri


- Klien mengeluh nyeri
pada daerah luka
operasi jaringan terputus
DO :
- Klien tampak
meringis merangsang gangguan
- Skala nyeri 5 (0-10) sensorik
- Tampak luka operasi
pada daerah abdomen
gangguan rasa nyaman
klien
- Ada rembesan pada
luka klien
- Leukosit 11.000 nyeri

2. DS : Luka post operasi Resti infeksi


- Klien mengatakan
ada luka operasi
section caesar Jaringan terbuka
DO :
- Tampak luka operasi
Caesar pada abdomen mudah masuknya bakteri
klien
- Ada rembesan pada resti infeksi
daerah luka klien
- Tidak ada kemerahan
di sekitar luka
- Leukosit 11.000
3. DS : Operasi sectio caesar Ketidakefektifa
- Klien mengatakan n pemberian
ASI masih sedikit ASI
keluaran Post partum nifas
- Klien mengatakan
masih belum
memberikan ASI penurunan progesterone dan
pada bayinya karena estrogen
lemas dan masih
pusing
DO :
- Keluaran ASI cairan peningkatan hormone
jernih prolaktin
- Kedua payudara tidak
teraba ada bengkak merangsang laktasi oksitoksin
- Tampak ibu tidak
segera memberikan ejeksi ASI
ASI pada bayinya saat
bayinya terlihat ingin
diberikan ASI
penurunan motivasi ibu untuk
memberikan ASI

ketidakefektifan pemberian
ASI

4. DS : Tampak luka operasi caesar Kurang


- Klien mengatakan dan produksi ASI yang sedikit pengetahuan
ingin tahu tentang
perawatan luka
operasi Kurang terpapar klein tentang
DO : perawatan luka di rumah
- Klien tampak
bertanya-tanya
tentang perawatan Kurang pengetahuan
luka di rumah

2. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

penurunan kadar HB

2. Nyeri berhubungan dengan peningkatan sensorik tubuh

3. Resti infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat

4. Ketidakefektifan pemberan ASI berhubungan dengan kegagalan

menyusui sebelumnya? APA PERNAH MENYUSUI?ADA

DATA?

5. Kurang pengetahuan : perawatan luka operasi di rumah dan

massage payudara berhubungan kurang terpaparnya informasi

tentang perawatan luka di rumah dan manfaat massage payudara?

PERAWATAN PAYUDARA TDK DIANJURKAN


4. Implementasi Keperawatan

Tanggal/ Dx Implementasi Respon Paraf &


jam Nama
16 Januari
2018

Pkl. 14.30 Dx 2 1. Mengkaji skala nyeri, R/ skala nyeri 5 (0-


frekuensi, waktu dan 10), nyeri pada luka
lokasi nyeri operasi, nyeri Innu
dirasakan setiap
beraktivitas,
Pkl. 14.40 Dx 3 2. Mengkajinkeadaan R/ luka tampak
luka rembes
Pkl. 14.45 Dx 3 3. Mengkaji adanya R/ tidak tampak
tanda-tanda infeksi kmerahan dan
bengkak pada luka
klien
Pkl. 15.00 Dx 4
4. Mengkaji adanya
R/ tidak teraba adanya
bendungan ASI pada
bendungan ASI
payudara ibu
Pkl. 15.05 Dx5 5. Mengkaji tingkat R/ klien bertanya
pengetahuan klien tentang perawatan
luka di rumah dan
cara massage
payudara

Pkl. 15.20 Dx 2
6. Mengajarkan teknik R/ nyeri dirasakan
relaksasi napas dalam berkurang jika klien
akan beraktivitas
Pkl. 16.30 Dx 3,4 7. Berikan nutrisi tinggi R/ klien makan habis
protein dan tinggi ¾ porsi
kalori
8. Anjurkan klien untuk R/ klien sudah dapat
Pkl. 17.30 Dx 3 secara mandiri pergi
mobilisasi bertahap
kekamar mandi
R/ membatasi jumlah
Pkl. 19.00 Dx 2 9. Ciptakan lingkungan
pengunjung
yang nyaman
17 Januari
2018

Pkl. 08.30 Dx 2 1. Mengkaji skala nyeri, R/ skala nyeri 3 (0-


frekuensi, waktu dan 10), nyeri pada luka
lokasi nyeri operasi, nyeri Innu
dirasakan setiap
beraktivitas,
Pkl. 08.35 Dx 3 2. Mengkajinkeadaan R/ luka tampak
luka rembes
Pkl. 08.37 Dx 3 3. Mengkaji adanya R/ tidak tampak
tanda-tanda infeksi kmerahan dan
bengkak pada luka
klien

R/ tidak teraba adanya


4. Mengkaji adanya bendungan ASI
Pkl. 08.40 Dx 4
bendungan ASI pada
R/ pus tidak ada, ada
payudara ibu
Pkl. 09.00 Dx3 keluaran cairan
5. Melakukan perawatan
berwarna merah,
luka dengan teknik
septik dan antseptik
R/ klien merasa
Pkl. 09.30 Dx 1 6. Memberikan tranfusi
nyaman
darah pada klien
R/ klien paham dan
Pkl. 09.50 Dx 4 7. Memberikan pijatan
dapat
oksitoksin mendemostrasikan
8. Memberikan cara perawatan luka di
informasi tentang cara rumah
Pkl. 10.20
perawatan luka di R/ klien dapat
Dx 4
rumah mendemonstrasikan
9. Memberkan nformasi cara massage payudara
R/ klien paham
Pkl. 11.00 Dx 3 tentang cara massage
tentang manfaat ASI
payudara ekslusif
10. Memberikan
informasi tentang R/ klien paham
manfaat pemberian tentang cara
Pkl. 11.15 Dx 3
ASI ekslusif penyimpanan ASI
11. Memberikan
informasi tentang cara
penyimpanan ASI,
dan cara melakukan R/ klen sudah
pemompaan payudara mobilisasi secara
Pkl. 11.30 Dx 2
yang benar mandiri
12. Anjurkan klien untuk
R/ batasi pengunjung
Pkl. 12.00 Dx 1 mobilisasi bertahap
13. Ciptakan lingkungan
yang nyaman

18 Januari
2018

Pkl. 14.30 Dx 2 1. Mengkaji skala nyeri, R/ skala nyeri 1 (0-


frekuensi, waktu dan 10), nyeri pada luka
lokasi nyeri operasi, nyeri Innu
dirasakan berkurang
Dx 1
Pkl. 14.40 2. Mengobservasi R/ pendarahan
Dx 1 pendarahan minimal
3. Mengkaji perifer klien R/ konjungtiva merah
muda, CRT < 3 detik,
Pkl. 14.45 Dx 3 klen tamapk segar
4. Mengkajin keadaan R/ luka tampak
Dx 3 luka rembes
5. Mengkaji adanya R/ tidak tampak
tanda-tanda infeksi kmerahan dan
bengkak pada luka
Pkl. 15.00 Dx 4 klien
6. Mengkaji adanya
R/ tidak teraba adanya
bendungan ASI pada
bendungan ASI
Pkl. 15.05 Dx5 payudara ibu
7. Mengkaji tingkat R/ klien sudah paham
pengetahuan klien tentang perawatan di
luka dirumah

5. Evaluasi keperawatan

Tanggal / jam No DX Evaluasi Keperawatan Nama /


Paraf
16 januari 1. S: Innu
2018 Klien mengatakan masih lemas dan pusing
Pkl. 18.30 O:
- Konjungtiva anemis
- Hb : 7,3 gr/dl
- Klien tampak pucat
- CRT > 3detik
- A:
- Masalah ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer belum teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan

S:
2. Klien mengatakan nyeri berkurang
O:
- Skala nyeri 4 (0-10 Innu
- Nyeri masih dirasakan klien setiap saat
- Nyeri bertambah jika bergerak
- A:
- Masalah nyeri belum teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan

3. S:
Klien mengatakan ada luka operasi pada perut klen
O:
- Luka tampak rembes
Innu
- Tidak ada tanda kemerahan dan bengkak pada
sekitar luka klien
- A:
- Masalah resti infeksi belum teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan

4. S:
Klien mengatakan produksi ASInya masih sedikit
O:
- Jarangnya klien merespon segera jika banyinya Innu
ingin diberikan ASI
- Tidak teraba danya bendungan ASI
- Tidak ada keluaran ASi saat putting payudara klien
dipijit
- A:
- Masalah ketidakefektifan pemberian ASI belum
teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan

5. S:
Klien mengatakan tidak tahu cara perawatan luka
di rumah
O: Innu
- Tampak ibu sering bertanya- Tanya tentang cara
perawatan luka di rumah
- A:
- Masalah kurang pengetahuan belum teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan
17 januari 1. S: Innu
2018 Klien mengatakan masih lemas dan pusing
Pkl. 12.00 O:
- Konjungtiva anemis
- Hb : 7,3 gr/dl
- Klien tampak pucat
- CRT > 3detik
- Klien sudag tranfusi PRC 250 cc
- A:
- Masalah ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer teratasi sebagian
P:
- Intervensi dilanjutkan

S:
2. Klien mengatakan nyeri berkurang
O:
- Skala nyeri 2 (0-10 Innu
- Nyeri sudah mulai tidak sering terasa
- Nyeri berkurang jika bergerak
- A:
- Masalah nyeri teratasi sebagian
P:
- Intervensi dilanjutkan

3. S:
Klien mengatakan ada luka operasi pada perut klen
O:
- Remebsan pada luka masih ada berupa cairan
Innu
kemerahan
- Tidak ada tanda kemerahan dan bengkak pada
sekitar luka klien
- A:
- Masalah resti infeksi teratasi sebagian
P:
- Intervensi dilanjutkan

4. S:
Klien mengatakan produksi ASInya masih sedikit
O: Innu
- Masih Jarangnya klien merespon segera jika
banyinya ingin diberikan ASI
- Tidak teraba danya bendungan ASI
- Tidak ada keluaran ASi saat putting payudara klien
dipijit
- A:
- Masalah ketidakefektifan pemberian ASI belum
teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan

5. S:
Klien mengatakan sudah paham tentang cara
perawatan luka di rumah
O : Tampak klien dapat menjelaskan tentang manfaat Innu
dan cara perwatan luka di rumah
- A:
- kurang pengetahuan teratasi sebagian
P:
- Intervensi dihentikan

18 januari 1. S: Innu
2018 Klien mengatakan sudah tidak lemas dan pusing
Pkl. 16.00 O:
- Konjungtiva merah muda
- Hb : 9,3 gr/dl
- Klien tampak cerah
- CRT <3detik
- Pendarahan 100 cc
- A:
- Masalah ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan

S: Innu
2. Klien mengatakan nyeri berkurang
O:
- Skala nyeri 1 (0-10
- Nyeri sudah mulai tidak sering terasa
- Nyeri berkurang jika bergerak
- A:
- Masalah nyeri teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan
3. S: Innu
Klien mengatakan ada luka operasi pada perut klen
O:
- Luka kering
- Tidak ada tanda kemerahan dan bengkak pada
sekitar luka klien
- A:
- Masalah resti infeksi teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan

4. S: Innu
Klien mengatakan produksi ASInya masih sedikit
O:
- Klien sudah mulai menyusi bayinya
- Tidak teraba danya bendungan ASI
- Tidak ada keluaran ASi saat putting payudara klien
dipijit
- A:
- Masalah ketidakefektifan pemberian ASI
teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan

5. S:
Klien mengatakan sudah paham tentang cara
perawatan luka di rumah
Innu
O:
- Tampak klien dapat menjelaskan tentang manfaat
dan cara perwatan luka di rumah
- A:
- kurang pengetahuan teratasi
P:
- Intervensi dihentikan

1.2 Pembahasan

Setelah melakukan asuhan keperawatan penulis akan membahas tentang

kesenjangan antara teori dengan masalah yang ditemukan selama melakukan

asuhan keperawatan pada Ny. L P1A0 post SC atas indikasi PEB di ruang
Mawar Merah RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi, penulis memberikan

asuhan pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan

secara komprehensif kepada Ny. L.

Pada bagan ini juga akan diuraikan mengenai kesulitan-kesulitan yang

ditemukan penulis selama melakukan asuhan keperawatan pada Ny L dan

cara mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut melalui tahapan-tahapan sebagai

berikut :

1. Pengkajian

a. Pengumpulan data

Dalam melakukan pengumpulan data, teknik yang dilakukan

penulis yaitu dengan cara wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik.

Penulis melakukan wawancara dengan klien dan keluarga sehingga

terjalin hubungan saling percaya.Pengkajian pada Ny. L difokuskan

pada riwayat kesehatan, data biologis dan fisologis, pemeriksaan fisik

serta data penunjang.

Pada saat dilakukan pengkajian, data yang didapat dari Ny. L

tidak semua ada seperti dalam teori. Semua data sesuai dengan teori

yaitu selama proses persalinan tekanan darah klien tinggi yaitu 160/100,

setelah operasi tampal luka operasi section caesarea pada abdomen

klien, klien ada mengeluh nyeri pada luka operasi, ada edema pada

ekstremitas bawah

b. Analisa data
Pada tahap pengkajian terakhir adalah analisa data untuk

menemukan diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. S. adalah :

1. Ketidakefektiifan perfusi jaringan perifer ditandai dengan Hb

7,3 gr/dl, konjungtiva anemis, CRT > 3 detik, klien tampak

pucat

2. Nyeri yang ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada daerah

luka operasi, skala nyeri 5 (0-10), nyeri drasakan setiap saat,

bertambah jika bergerak, nyeri seperti disayat-sayat

3. Resti infeksi yang ditandai dengan adanya luka operasi

4. Ketidakefektifan pemberian ASI ditandai dengan klien belum

memberikan ASI pada bayinya karena lemas

5. Kurang pengetahuan ditandai dengan klien serng bertanya

tentang perawatan luka di rumah

5.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny. L

berdasarkan masalah yang sesuai dengan teori yaitu :

a. Nyeri

b. Resti infeksi

c. Ketidakefektifan pemberian ASI

d. Kurang pengetahuan

Dari hasil pengkajian terdapat kesenjangan antara teori

dengan data yang didapat karena pada kasus ini muncul diagnosa

keperawatan ketidakefektifan perfusi jarinngan perifer.


5.2.3 Perencanaan

Pada tahap perencanaan penulis menyusun rencana

tindakan keperawatan sesuai dengan permasalahan yang ada,

kemampuan klien, situasi dan kondisi yang ada. Pada

perencanaan penulis lebh memfokuskan kepada pemberian

tranfusi darah dan pemberian cairan sesuai kebutuhan kepada Ny.

5.2.4 Implementasi

Implementasi mengacu pada rencana yang telah disusun

bagi Ny. L selama 3 hari di ruang Mawar Merah RSUD R

Syamsudin SH Kota Sukabumi yaitu dari tanggal 16 sampai 18

januari 2018. Dalam memberikan asuhan keperawatan secara

komprehensif penulis bekerja sama dengan perawat ruangan yaitu

dengan adanya pergantian dinas sehingga penulis dapat

melimpahkan rencana tindakan kepada perawat yang dinas

selanjutnya untuk melanjutkan intervensi.

Pada tahap pelaksanaan, selama penulis melaksanakan

asuhan keperawatan berjalan dengan baik, karena klien dan

keluarga dapat bekerja sama dengan baik dengan penulis,

sehingga memudahkan dalam pelaksanaan dan kerja sama

perawat ruangan cukup baik yaitu dengan adanya pergantian

dinas.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
PenulismelakukanasuhankeperawatanpadaNy. L dengan P1A0 post
op ssectio caesarea atas indikasi PEB di ruang Mawar merah RSUD R
Syamsudin SH Kota Sukabumiselama3 haridaritanggal 16 –18 januari
2018. Penulismenyimpulkan proses
asuhankeperawatandenganmenggunakanpendekatanasuhankeperawatanyai
tu :
a. Pengkajian
Padasaatpengkajian yang dilakukanpadatanggal 16 Januari 2018
danhariberikutnyaselamamelaksanakanasuhankeperawatandenganmenggu
nakanpendekatansecara bio-psiko-sosialdan spiritual,
ditemukantandadangejalaseperti : konjungtivaanemis, CRT > 3 detik,
klienpucat, klien mengeluh nyeri pada luka operasi dengan skala nyeri 5
(0-10), klien mengatkan masih belum memberikan ASI bagi bayinya
karena merasa lemas, klien mengtakan ingin tahu tentang cara erawatan
luka di rumah, tampak luka operasi section caesarea pada abdomen klien,
luka tampak rembes
b. Diagnosakeperawatan
Setelahmelakukanpengkajiandananalisadata,
penulismenemukandiagnosekeperawatan yang munculpadaNy. Lyaitu :
1. Ketidakefektifanperfusijaringanperifer
2. Nyeri
3. Resti infeksi
4. Ketidakefektifan pemberian ASI
5. Kurang pengetahuan
c. Perencanaan
Padatahapperencanaan,
penulismenyusunrencanatindakankeperawatan yang
berorientasipadatujuan yang disesuaikandenganpermasalahanklien,
kemampuanklien, kondisidansarana yang
ada.Tujuandariperencanaanyaitukadar hemoglobin dalam batas normal,
pendarahan minimal, CRT < 3 detik, konungtva merah muda, nyeri
dirasakan berkurang, skala nyeri 1 (0-10), klien sudah dapat mobilisas,
luka kering, tidak ada tanda-tanda infeksi, klien sudah memberikan ASI
pada bayinya, produksi ASi banyak, klien paham tentang cara perawatan
luka di rumah.
d. Implementasikeperawatan
Padatahapimplementasikeperawatanpenulistidakdapatmemberikana
suhankeperawatanselama 24 jam,
sehinggasolusinyapenulisbekerjasamadenganperawatruanganuntukmelaks
anakanrencanatindakankeperawatan.
Pelaksanaandilakukansesuaiperencanaanyang dibuat,
penulismelakukantindakankeperawatanselama 3 haridengan focus
mengobservasipendarahan, mempertahakanpemberiancairan parenteral,
memberikantranfusidarah, mengkaji tingkat nyeri, mengajarkan teknik
relaksasi napasa dalam, mengkaji keadaan luka, mengkaji adanya tanda-
tanda penyebaran infeksi, melakukanperawatan luka, melakukan
pemijatan oksitosin, mengajarakan klien cara menyusui yang tepat,
memberika pendidikan kesehatan tentang cara perawatan luka di rumah.
e. Evaluasi
Semuadiagnosekeperawatan yang dicantumkanolehpenulisterdapat
1 diagnosakeperawatan yang tidaksesuaidengandiagnosekeperawatan
yang ada di teori, yang menurutteoriterdapat 4
diagnosakeperawatanpadaasuhankeperawatanpasiendengan post section
caesarea adalah
1. Nyeri
2. Resti infeksi
3. Ketidakefektifan pemberian ASI
4. Kurang pengetahuan

4.2 Saran

SetelahpenulismelakukanasuhankeperawatanpadaNy. L dengan post


operasi section caesarea, penulismemberikan saran sebagaiberikut :

1. PihakRumahSakit
Diharapkankepadapihak RSUD R Syamsudin SH
untukmempertahakanpelayanankesehatan yang
sudahberjalandenganbaikdanuntukahligiziuntukselalumemantauperkemb
angankebutuhannutrisibagi ibu post partum
DAFTAR PUSTAKA

Bobak Irene, Lowdermik Deitra Leonard, Jensen Margaret Duncan. 2009.


Keperawatan Maternitas.Jakarta: EGC
Mansjoer, Arief. 2012. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta:Salemba
Medika.

Manuaba, I.B. 2012. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi


dan KB. Jakarta: EGC.

Mitayani. 2012. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

Intansari, Nurjannah. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NIC & NOC.


Yogyakarta: mocaMedia

Reeder, SJ. 2011. Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi dan


Keluarga. Jakarta: EGC

You might also like