You are on page 1of 8

Faktor resiko PJK

Faktor Yang Tidak Dapat Diintervensi:


a. Umur
Kegemukan yang terjadi pada anak yang masih kecil merupakan pertanda bahwa dia akan menjadi
gemuk di usia dewasa. Kebiasaan merokok dan memakan makanan cepat saji biasanya dimulai pada
waktu remaja. Kebiasaan hidup ini memberi pengaruh yang jelek pada profil lemak, antara lain
konsentrasi yang tinggi terhadap total kolesterol, trigliserida, LDL dan HDL yang rendah. Bila pola hidup
yang salah dikombinasikan pada faktor-faktor genetik yang dapat mempercepat atherosklerosis dan
menjadi potensial meningkatnya terjadinya PKV pada usia dewasa atau tua. Dengan mengetahui bahwa
banyak dari sebab-sebab penyakit di usia tua dapat dideteksi di usia anak-anak atau remaja sehingga
diperlukan usaha mencegahnya di usia anak-anak dengan memilih diet dan nutrisi yang baik bagi tubuh.
Dr. Strong dan Dr. McGill mempelajari hubungan fatty streak (penyusun lemak pada dinding arteri dan
plak pada arteri koroner) terhadap 4737 autopsi antara umur 10-39 tahun menemukan hal-hal berikut:
1) Adanya fatty streak pada arteri koroner amat jarang terjadi sebelum umur 10 tahun dan hampir selalu
ada di atas umur 20 tahun
2) Sebagian fatty streak menjadi fibrous plague (jaringan plak) yang terjadi pada beberapa kasus
sebelum umur 20 tahun dan meningkat drastis selama 2 dekade berikutnya.
3) Penduduk negara-negara maju seperti USA terjadi fatty streak secara luas pada anak-anak, memiliki
lebih banyak terjadi atherosklerosis pada usia tua.
Penelitian tersebut memberikan gambaran bahwa aterosklerosis berawal pada masa anak-anak dan
perlahan-lahan menjadi lebih banyak di usia dewasa, selanjutnya akan mendorong terjadinya
penyumbatan arteri.
b. Jenis kelamin.
Menurut Maximin (1997) dalam buku heart therapy mengatakan laki-laki memiliki faktor risiko alami
untuk terkena PJPD. Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi (dalam periode tertentu) dibandingkan
perempuan. Risiko laki-laki terkena PJPD pada rentang usia remaja sampai umur 50 tahun 2-3 kali lipat
dibandingkan dengan perempuan. Sekitar usia 50 tahun ke atas perempuan dan laki-laki mempunyai
risiko yang sama terkena PJPD. Terjadinya peningkatan risiko perempuan di usia lanjut disebabkan
karena perubahan tubuh yang berkaitan dengan menopause selama bertahun-tahun. Estrogen endogen
melindungi perempuan dari penyakit PJPD. Estrogen dipercaya mencegah terbentuknya plak pada arteri
dengan menaikkan kadar HDL dan menurunkan kadar LDL. Oleh karena itu, perempuan setelah
menopause terlihat memiliki risiko lebih tinggi daripada sebelum menopause.
c. Ras
Perbedaan risiko PJK antara ras didapatkan sangat menyolok, walaupun campur dengan faktor
geografis, sosial dan ekonomi. Di Amerika serikat perbedaan ras antara ras caucasia dengan non
caucasia (tidak termasuk Negro) didapatkan risiko PJK pada non caucasia kira-kira separuhnya. Insiden
kematian dini akibat penyakit jantung pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi dibandingkan
populasi lokal, juga dibandingkan Afro-Karibia.
Faktor Risiko yang Dapat Diintervensi:
a. Hipertensi
Hipertensi adalah peninggian tekanan darah di atas normal. Ini termasuk golongan penyakit yang terjadi
akibat suatu mekanisme kompensasi kardivaskuler untuk mempertahankan metabolisme tubuh agar
berfungsi normal. Mekanisme tersebut terjadi melalui sistem neurohumoral dan kardivaskuler. Apabila
hipertensi tak terkontrol akan menyebabkan kelainan pada organ-organ lain yang berhubungan dengan
sistem-sistem tersebut, misalnya otak, jantung, ginjal, mata, aorta, dan pembuluh darah tepi.
b. Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup panting karena termasuk faktor risiko utama PJK
disamping Hipertensi dan merokok. Kadar kolesterol darah dipengaruhi oleh susunan makanan sehari-
hari yang masuk dalam tubuh (diet). Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol darah
disamping diet adalah keturunan, umur, dan jenis kelamin, obesitas, stres, alkohol, exercise.
c. Kegemukan
Ada keterkaitan antara berat badan, peningkatan tekanan darah, diabetes mellitus tidak tergantung
insulin (non-insulin dependent diabetes mellitus/NIDDM). Pada umumnya orang gemuk memiliki kadar
trigliserida (terdiri dari lemak jenuh, lemak tidak tunggal, dan jenuh ganda) yang tinggi dan disimpan di
bawah kulit. Walaupun trigliserida banyak disimpan di bawah kulit, kadang-kadang trigliserida
ditemukan dalam darah tinggi. Obesitas cenderung menyebabkan kadar total kolesterol LDL (Low
Density Lipiprotein) dan VLDL yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan sebagai faktor risiko terjadinya
penyakit jantung dan pembuluh darah.
Menurut Yang et alkegemukan akan berhubungan dengan gen-gen yang terdapat dalam tubuh. Gen-gen
yang terdapat di dalam tubuh yang berhubungan dengan kegemukan dan mempunyai pengaruh
terhadap penyakit jantung termasuk dalam golongan Adipogenesis.

Gray, H.H. 2002. Lecture Notes Kardiologi; Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Maximin. 1997. Heart Therapy . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Soeharto, I. 2001. Kolesterol dan Lemak Jahat Kolesterol dan Lemak Baik; Proses Terjadinya Serangan
Jantung dan Stroke. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Faktor resiko Infark Miokard


Berdasarkan penelitian berskala luas dalam Interheart Study menunjukkan kadar lipid yang abnormal,
riwayat merokok, hipertensi, DM, obesitas abdominal, faktor psikososial, pola diet, konsumsi alkohol
serta aktivitas fisik secara signifikan berhubungan dengan infark miokard akut baik pada STEMI maupun
NSTEMI. Secara garis besar, faktor risiko tersebut terbagi menjadi dua kelompok berdasarkan dapat atau
tidaknya dimodifikasi:
Non-Modifiable
1) Usia
Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi
sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik.19 Seluruh jenis penyakit jantung koroner termasuk STEMI yang
terjadi pada usia lanjut mempunyai risiko tinggi kematian dan adverse events.
2) Jenis Kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar terkena serangan jantung dan kejadiannyalebih awal dari pada
wanita. Morbiditas penyakit ini pada laki-laki lebih besar daripada wanita dan kondisi ini terjadi dan
kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada wanita.studi lain menyebutkan wanita mengalami
kejadian infark miokard pertama kali 9 tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark
miokard pertama ini diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan
laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause,
dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan
esterogen.
3) Ras
Ras kulit putih lebih sering terjadi serangan jantung daripada ras African American. Kelompok
masyarakat kulit putih maupun kulit berwarna, laki-laki mendominasi kematian, tetapi lebih nyata pada
kulit putih dan lebih sering ditemukan pada usia muda dari pada usia lebih tua. Insidensi kematian dini
akibat penyakit jantung koroner pada orang Asia yang tinggal di Inggrislebih tinggi dibandingkan dengan
populasi lokal dan juga angka yang rendah pada rasAfro-Karibia.
4) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga pada kasus penyakit jantung koroner yaitu keluarga langsung yang berhubungan darah
pada pasien berusia kurang dari 70 tahun merupakan faktor risiko independen. Agregasi PJK keluarga
menandakan adanya predisposisi genetik pada keadaan ini. Terdapat beberapa bukti bahwa riwayat
keluarga yang positif dapat mempengaruhi usia onset PJK pada keluarga dekat. Faktor familial dan
genetika mempunyai peranan bermakna dalam patogenesis PJK, hal tersebut dipakai juga sebagai
pertimbangan penting dalam diagnosis, penatalaksanaan dan juga pencegahan PJK.
2.2.1.2 Modifiable
1) Hipertensi
Risiko serangan jantung secara langsung berhubungan dengan tekanan darah, setiap penurunan tekanan
darah diastolik sebesar 5 mmHg risikonya berkurang sekitar 16 %.25 Hipertensi adalah peningkatan
tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg dan atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg.
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari
ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan
kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang.
Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen
yang tersedia. Secara sederhana dikatakan peningkatan tekanan darah mempercepat aterosklerosis dan
arteriosclerosis, sehingga rupture dan oklusi vaskuler terjadi 20 tahun lebih cepat daripada orang
normotensi.
2) Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus akan menyebabkan proses penebalan membran basalis dari kapiler dan pembuluh
darah arteri koronaria, sehingga terjadi penyempitan aliran darah ke jantung. Insiden serangan jantung
meningkat 2 hingga 4 kali lebih besar pada pasien yang dengan diabetes melitus. Orang dengan diabetes
cenderung lebih cepat mengalami degenerasi dan disfungsi endotel. Diabetes mellitus berhubungan
dengan perubahan fisik - pathologi pada system kardiovaskuler. Diantaranya dapat berupa disfungsi
endothelial dan gangguan pembuluh darah yang pada akhirnya meningkatkan risiko terjadinya coronary
artery diseases (CAD).
3) Dislipidemia
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia
merupakan peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal. The National
Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit
jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan
kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard.
Dislipidemia diyakini sebagai faktor risiko mayor yang dapat dimodifikasiuntuk perkembangan dan
perubahan secara progresif atas terjadinya PJK. Kolesterol ditranspor dalam darah dalambentuk
lipoprotein, 75 % merupakanlipoprotein densitas rendah (low density liproprotein/LDL) dan 20 %
merupakanlipoprotein densitas tinggi (high density liproprotein/HDL). Kadar kolesterol HDL lahyang
rendah memiliki peran yang baik pada PJK dan terdapat hubungan terbalik antara kadar HDL dan insiden
PJK. Peningkatan kadar lemak berhubungan dengan proses aterosklerosis. Berikut ini faktor risiko dari
faktor lipid darah: total kolesterol plasma > 200 mg/dl, kadar LDL > 130 mg/dl, kadar trigliserid > 150
mg/dl, kadar HDL < 40 mg/dl.
4) Overweight dan Obesitas
Overweight dan Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit
jantung koroner. Sekitar 25-49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan
peningkatan indeks massa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan
obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral atau obesitas abdominal adalah obesitas dengan
kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan
metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi
sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II.
Data dari Framingham menunjukkan bahwa apabilasetiap individu mempunyai berat badan optimal,
akan terjadi penurunan insiden PJK sebanyak 25 % dan stroke/cerebro vascular accident (CVA) sebanyak
3,5 %. Penurunan berat badan diharapkan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki sensitivitas
insulin, pembakaran glukosa dan menurunkan dislipidemia. Hal tersebut dapat ditempuh dengan cara
mengurangi asupan kalori dan menambah aktifitas fisik.
5) Riwayat Merokok
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner sebesar 50%. Orang yang tidak
merokok dan tinggal bersama perokok (perokok pasif) memiliki peningkatan risiko sebesar 20 – 30 %
dibandingkan dengan orang yang tinggal dengan bukan perokok. Di Inggris, sekitar 300.000 kematian
karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok. Penggunaan tembakau berhubungan
dengan kejadian miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan.
Merokok sigaret menaikkan risiko serangan jantung sebanyak 2sampai 3 kali.34 Sekitar 24 % kematian
akibat PJK pada laki-laki dan 11 % padaperempuan disebabkan kebiasaan merokok. Pemeriksaan yang
dilakukan pada usia dewasa muda dibawah usia 34 tahun, dapat diketahui terjadinya atherosklerosis
pada lapisan pembuluh darah (tunika intima) sebesar 50 %.35 Berdasarkan literatur yang ada hal
tersebut banyak disebabkan karena kebiasaan merokok dan penggunaan kokain.
6) Faktor Psikososial
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial, personalitas yang tidak
simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan resiko terkena aterosklerosis.30Stres
merangsang sistem kardiovaskuler dengan dilepasnya catecholamine yang meningkatkan kecepatan
denyut jantung dan pada akhirnya dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah koronaria.
Beberapa ilmuwanmempercayai bahwa stress menghasilkan suatu percepatan dari
prosesatherosklerosis pada arteri koroner. Perilaku yang rentan terhadap terjadinya penyakit koroner
(kepribadian tipeA) antara lain sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, keinginan untuk
dipandang,keinginan untuk mencapai sesuatu, gangguan tidur, kemarahan di jalan, dan lain-lain.Baik
ansietas maupun depresi merupakan predictor penting bagi PJK.
7) Aktivitas Fisik
Olah raga secara teratur akan menurunkantekanan darah sistolik, menurunkan kadar katekolamin di
sirkulasi, menurunkan kadarkolesterol dan lemak darah, meningkatkan kadar HDL lipoprotein,
memperbaikisirkulasi koroner dan meningkatkan percaya diri.38Diperkirakan sepertiga laki-laki dan dua
per tiga perempuan tidak dapatmempertahankan irama langkah yang normal pada kemiringan gradual
(3 mph padagradient 5 %). Olah raga yang teratur berkaitan dengan penurunan insiden PJK sebesar 20 –
40 %. Olah raga secara teratur sangat bermanfaat untukmenurunkan faktor risiko seperti kenaikan HDL-
kolesterol dan sensitivitas insulin sertamenurunkan berat badan dan kadar LDL-kolesterol.39Pada
latihan fisik akan terjadi dua perubahan pada sistem kardiovaskuler,yaitu peningkatan curah jantung dan
redistribusi aliran darah dari organ yang kurangaktif ke organ yang aktif.
8) Gaya Hidup
Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet yang rendah serat,
kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil
per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infark miokard. Namun tidak semua literatur
mendukung konsep ini, apabila mengkonsumsi alkohol berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per
hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit. Studi Epidemiologi yang dilakukan terhadap
beberapa orang telah diketahui bahwa konsumsi alkohol dosis sedang berhubungan dengan penurunan
mortalitas penyakit kardiovaskuler pada usia pertengahan dan pada individu yang lebih tua, tetapi
konsumsi alkohol dosis tinggi berhubungan dengan peningkatan mortalitas penyakit kardiovaskuler.
Peningkatan dosis alkohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas kardivaskuler karena aritmia,
hipertensi sistemik, dan kardiomiopati dilatasi.
Muhammad G.R., and Ardhianto, Pipin m. PROFIL FAKTOR RISIKO ATHEROSKLEROSIS PADA KEJADIAN
INFARK MIOKARD AKUT DENGAN ST-SEGMENT ELEVASI DI RSUP DR. KARIADI. Undergraduate thesis,
Faculty of Medicine. 2015

Faktor-faktor resiko Penyakit Jantung Iskemia (PJI)


Penyakit Jantung Iskemia (PJI) bukanlah penyakit manusia lanjut usia
(manula) atau nasib buruk yang tidak dapat dihindari. Pola hidup atau tingkah laku seseorang (personal
behavior) memegang peran yang sangat penting dalam hal ini dikenal adanya faktor risiko Penyakit
Jantung Iskemia (PJI), yaitu kondisi yang berkaitan dengan meningkatnya risiko timbulnya Penyakit
Jantung Iskemia (PJI).
Faktor-faktor risiko dibagi menjadi 2, yaitu faktor yang dapat dirubah dan tidak dapat diubah.
1) Faktor resiko yang dapat diubah:
(a) Bentuk badan
Hasil riset ukuran tubuh yang tidak proporsional menurut ahli kesehatan masyarakat di Universitas
Bristol, Inggris Davey Smith, bahwa responden yang memiliki bentuk badan yang tidak proporsional
mempunyai kandungan lemak darah, kolesterol dan trigliserida yang relatif tinggi sehingga berkaitan
dengan resiko penyakit jantung koroner.
Berat badan dikatakan normal bila berat badan untuk tinggi badan tertentu yang secara stastistik
dianggap paling baik untuk menjamin kesehatan dan umur panjang.
(b) Merokok
Peranan merokok terhadap penyakit jantung koroner dan penyakit kardiovaskuler yang lain dapat
ditelusuri dari kenyataan-kenyataan sebagai berikut.
(1) Asap rokok mengandung nikotin yang memacu pengeluaran zat-zat seperti andrenalin. Zat ini
merangsang denyutan jantung dan tekanan darah.
(2)Asap rokok mengandung karbon monoksida (CO) yang memiliki kemampuan jauh lebih kuat daripada
sel darah merah (hemoglobin) untuk menarik atau menyerap oksigen ke jaringan-jaringan termasuk
jantung.
(3) Merokok dapat menyembunyikan angina,yaitu sakit di dada yang dapat memberi sinyal adanya sakit
jantung tanpa adanya sinyal tersebut penderita tidak sadar bahwa ada penyakit berbahaya yang sedang
menyerangnya, sehingga tidak mengambil tindakan yang diperlukan.
(c) Dislipedemia
Suatu kelainan kadar lemak dalam darah, seperti kenaikan kadar kolesterol
total, kolesterol HDL. Konsumsi lemak dan kolestrol yang tinggi akan menaikan kadarnya di dalam darah,
pada akhirnya berdampak terjadinya aterosklerosis.
(d) Peningkatan oksidasi LDL
Low Density Lipoprotein Cholesterol (LDL) di dalam darah dapat mengendap di dinding arteri menjadi
padat yang terdiri dari campuran kalsium, fibers dan zat-zat lain yang kesemuanya disebut plak (plaque).
Terbentuknya plak tersebut menyebabkan aterosklerosis. Makin besar kadar LDL di dalam darah, resiko
penyakit jantung koroner semakin tinggi.
(e) Obesitas
Pada prinsipnya obesitas disebabkan oleh kalori yang dimasukan ke dalam
tubuh lebih banyak dari pada kalori yang dikeluarkan, sehingga tidak seimbang. Kelebihan kalori
tersebut akan disimpan dalam bentuk lemak, dan cadangan lemak digunakan bila diperlukan. Namun,
bila kelebihan kalori yang masuk terjadi terus-menurus, maka lemak akan menumpuk dan akibatnya
tubuh menjadi gemuk. Penyebab kegemukan bias karena kebiasaan makan yang keliru (jumlah berlebih,
komposisi yang tidak tepat), kurang olah raga/aktivitas fisik, kelainan hormon atau metabolisme, faktor
kejiwaan, atau lingkungan.
(f) Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Hipertensi merupakan faktor resiko yang berperanan penting terhadap
Penyakit Jantung Iskemia (PJI), dan proses aterosklerosis akan dialami sekitar 30% penderita hipertensi.
Tekanan darah tinggi terus-menerus dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah arteri, dan lama-
kelamaan di arteri terjadi proses pengerasan. Proses pengerasan dan penyempitan di dalam pembuluh
darah menyebabkan aliran darah terhalang, dan resistensi untuk memompa darah menjadi besar.
(g) Kurang aktivitas fisik
Melakukan aktivitas fisik teratur memang sangat bermanfaat dalam memelihara kesehatan jantung,
namun bagaimana mekanisme langsung penurunan insidens Penyakit Jantung Iskemia (PJI) dan
aterosklerosis melalui latihan fisik belum diketahui secara pasti. Namun, manfaat yang diperoleh dari
latihan fisik teratur antara lain adalah pengendalian kadar kolesterol dan peningkatan pengeluaran
energi. Kadar kolesterol total, LDL dan trigliserida dalam darah menurun, sedangkan HDL meningkat
secara bermakna bila melakukan aktivitas fisik/olah raga secara teratur. Selain itu, pada seseorang yang
biasa melakukan olah raga secara teratur, diameter pembuluh darah jantung tetap terjaga, sehingga
kesempatan terjadinya pengendapan kolesterol pada pembuluh darah dapat dihindari.
(h) Hiperglikemia dan diabetes mellitus
Angka kematian karena Penyakit Jantung Iskemia (PJI) meningkat 40–70% pada penderita penderita
diabetes, dan diabetes menyebabkan terjadinya aterosklerosis lebih dini. Penderita diabetes wanita,
memiliki risiko terkena Penyakit Jantung Iskemia (PJI) 3–7 kali dibandingkan dibandingkan dengan
wanita yang tidak menderita diabetes. Sedangkan wanita penderita diabetes memiliki risiko terkena
Penyakit Jantung Iskemia (PJI) 2 kali dibandingkan pria penderita diabetes, dan penderita diabetes
wanita yang menderita Penyakit Jantung Iskemia (PJI) memiliki prognosis yang lebih buruk dari pada
pria. Penyakit diabetes mellitus (kencing manis) disebabkan oleh ganguan produksi insulin, yang
diproduksi oleh kelenjar pankreas. Apabila kadar insulin berkurang dalam darah, gula darah tidak dapat
diubah menjadi energi dan tidak dapat digunakan oleh jaringan di dalam tubuh. Karena gula darah tidak
dapat diproses menjadi energi, maka pada penderita diabetes mellitus, energi diproses melalui
metabolisme lemak dan protein. Akibatnya, dari metabolisme lemak dan protein, kolesterol yang
terbentuk dapat menumpuk di pembuluh darah tepi. Kontrol gula darah melalui obat, diet, dan olah
raga dapat membantu menekan risiko terkena Penyakit Jantung Iskemia (PJI) pada penderita diabetes.
(i) Peningkatan trombosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya trombosis antara lain yaitu
beratnya kerusakan plak, perubahan pada bentuk, plak kaya lemak, penyempitan pembuluh darah, mer
okok, stres, peningkatan lipoprotein (a) dan kolesterol, peningkatan homosistein, trombosit dan
pembekuan yang teraktivasi. Terjadinya trombosis diawali dengan proses aterosklerosis. Plak
aterosklerosis yang menyempit, lalu bila terjadi trauma pada plak akan terjadi erosi/ruptur yang diikuti
oleh respons penggumpalan darah (koagulasi) dan trombosist.
(j) Kadarhomosisteinyangtinggi
Mutasi dari enzim yang berperanan pada akumulasi homosistein dalam darah
berkaitan erat dengan trombosis sebagai salah satu risiko terjadinya Penyakit Jantung Iskemia (PJI)
Walaupun mekanisme secara pasti yang menerangkan peranan homosistein terhadap risiko Penyakit
Jantung Iskemia (PJI) belum jelas, namun suatu penelitian mengungkapkan bahwa seorang dengan
dengan hiperhopmosistemia memiliki risiko 30 kali lebih besar menderita Penyakit Jantung Iskemia (PJI)
dini dibandingkan dengan seorang dengan kadar homosisteinyang normal.
2) Faktor yang tidak dapat diubah :
(a) Jenis kelamin
Perbandingan pria dan wanita, pria lebih besar terkena penyakit jantung koroner dibandingkan wanita.
Namun pada masa menopause wanita risiko terkena penyakit jantung koroner meningkat. Hal ini
berkaitan dengan hormon estrogen yang berperan penting dalam melindungi pembuluh darah dari
kerusakan yang memicu terjadinya aterosklerosis.
(b) Usia
Semakin bertambah usia, risiko terkena PJK semakin tinggi, yang pada umumnya dimulai pada usia 40
tahun ke atas.
(c) Keturunan (genetik)
Riwayat penyakit jantung di dalam keluarga pada usia di bawah 55 tahun, merupakan salah satu faktor
risiko yang perlu dipertimbangkan. Dilaporkan bahwa faktor-faktor risiko Penyakit Jantung Iskemia (PJI)
yang diturunkan seperti hiperkolesterolemia, penyakit darah tinggi, atau kencing manis (diabetes). Gaya
hidup dan kebiasaan didalam keluarga juga berperanan, seperti pola makan sejak kecil, atau merokok
sejak usia muda, sehingga pada masa dewasa menjadi faktor risiko terkena penyakit jantung koroner.
Selain faktor keturunan yang meningkatkan risiko Penyakit Jantung Iskemia (PJI), beberapa faktor
genetik dari keluarga justru memberi perlindungan seperti HDL dan lipoprotein.
3) Faktor psikososial
(a) Status sosial ekonomi yang rendah
Tekanan psikologis atau lingkungan kehidupan yang tidak menguntungkan, dapat mengubah
kepribadian seseorang sehingga dapat memberikan gangguan emosional yang terwujud dalam konsumsi
makan yang berlebihan dan stres.
(b) Stres
Stres dan kecemasan mempengaruhi fungsi biologis tubuh. Pada saat stres, peningkatan respons saraf
simpatik, memicu peningkatan tekanan darah dan terkadang disertai dengan peningkatan kolesterol
darah, sehingga orang yang mudah stres akan berisiko terkena penyakit jantung koroner dibandingkan
dengan yang tidak mudah mengalami stres.
(c) Tipe kepribadian A
Tipe kepribadian A lebih rentan terhadap stres karena mereka lebih
agresif,ambisius, terburu-buru, perfeksionis, selalu tidak puas dan gila kerja (workaholic). Terkadang
seorang dengan tipe A sulit untuk bersikap santai, dan cenderung cepat marah sehingga mudah terkena
tekanan darah tinggi dan berdampak buruk bagi jantung.
4) Faktor geografik
(a) Iklim dan musim
Kadar kolesterol pada musim dingin menunjukan peningkatan akibat pola konsumsi makan yang banyak
mengandung lemak, karbohidrat, protein berlebih dan diimbangi kurnganya aktivitas.
(b) Pengkonsumsi minuman ringan
Masukan minuman ringan berlebih menyebabkan peningkatan trigliserida dalam plasma, hati dan
meningkatkan tekanan darah.

Wibowo, Agung.PROFIL PENGOBATAN PENYAKIT JANTUNG ISKEMIA DI RUMAH SAKIT ISLAM


SURAKARTA TAHUN 2003. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta ; 2013

Mekanisme nyeri dada yang akan dibahas hanyalah mekanisme untuk nyeri karena penyakit
kardiovaskuler karena kemungkinan besar nyeri dada yang dialami pasien tersebut disebabkan oleh
penyakit kardiovaskuler.
Apabila terjadi aterosklerosis pada pembuluh darah, semakin banyak akan menyebabkan ruptur pada
plak akibatnya terbentuk trombus. Apabila trombus ini berkumpul semakin banyak, maka dapat
menyebabkan obstruksi pada arteri koroner. Apabila terjadi obstruksi, maka darah kekurangan suplai
oksigen yang akan menyebabkan iskemik. Iskemik inilah yang akan menimbulkan rasa nyeri pada daerah
dada.
Apabila terjadi gangguan hemodinamik pada jantung, akan menimbulkan vasokonstriksi pada pembuluh
darah yang lama kelamaan menyebabkan trombus. Trombus yang terbentuk dan bertambah besar, akan
menyebabkan obstruksi pada arteri koroner sehingga dapat terjadi penyempitan. Akibatnya, suplai
oksigen untuk jaringan dan arteri koroner khususnya akan berkurang. Hal ini mengakibatkan mekanisme
anaerob meningkat sebagai mekanisme kompensasi dari tubuh. Namun, akibatnya akan terbentuk asam
laktat yang sangat banyak sehingga menekan ujung-ujung saraf atau reseptor nyeri pada daerah dada
yang akan menimbulkan respon nyeri.
Nyeri sebenarnya adalah mekanisme protektif yang dimaksudkan untuk menimbulkan kesadaran bahwa
telah atau akan terjadi kerusakan jaringan. Terdapat tiga kategori reseptor nyeri yaitu nosiseptor
mekanis, yang berespon terhadap kerusakan mekanis misalnya tusukan, benturan, atau cubitan;
nosiseptor termal yang berespon terhadap suhu yang berlebihan terutama panas; dan nosiseptor
polimodal yang berespon setara terhadap semua jenis rangsangan yang merusak, termasuk iritasi zat
kimia yang dikeluarkan dari jaringan yang cedera. Ketiga nosiseptor ini adalah ujung saraf telanjang
yang tidak beradaptasi terhadap rangsangan yang menetap atau repetitive.
Sinyal-sinyal yang berasal dari nosiseptor mekanis dan termal disalurkan melalui serat A-delta yang
berukuran besar dan bermielin dengan kecepatan sampai 30 meter/detik (jalur nyeri cepat). Impuls dari
nosiseptor polimodal diangkut oleh serat C yang kecil dan tidak bermielin dengan kecepatan yang jauh
lebih lambat sekitar 12 meter/detik (jalur nyeri lambat).
Salah satu neurotransmitter yang dikeluarkan dari ujung-ujung aferen nyeri ini adalah subtansi P yang
diperkirakan khas untuk serat-serat nyeri. Jalur nyeri asenden memiliki tujuan di korteks
somatosensorik, thalamus dan formasio retikularis.
Jadi penyebab nyeri yaitu tersensitisasinya nosiseptor-nosi septor yang ada pada tubuh juga bias
disebabkan oleh kerusakan di dalam jalur-jalur nyeri walaupun tidak terdapat cedera perifer atau
rangsang nyeri. Sebagai contoh, stroke yang merusak jalur-jalur asendens dapat menimbulkan sensasi
nyeri yang abnormal dan menetap.

Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Ed. 3. Jakarta: EGC, 2009

You might also like