You are on page 1of 26

REFERAT

ACUTE KIDNEY INJURY

Pembimbing :
dr. Elizabeth Yasmin ,SpPD

Disusun oleh :
Nurhalimah Aruan
Puspa Antika

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUP FATMAWATI
2015

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas segala nikmat dari Allah SWT, baik
berupa nikmat sehat, ilmu, kesempatan dan waktu dan nikmat iman yang telah
Allah berikan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Acute Kidney Injury”. Sholawat beserta salam tak lupa senantiasa tercurahkan
kepada Nabi Muhmamad SAW yang selalu senantiasa di nantikan syafaatnya di
yaumulqiyamah, Amiin.
Terimakasih kami ucapkankepadadr. Elizabeth Yasmin, SpPD yang
telah memberikan kesempatan dan waktunya untuk menjadi pembimbing kami
dalam menyelesaikan referat ini.
Referat yang berjudul “Acute Kidney Injury” ini kami sadari masih
terlalu jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu
kami sebagai penulis memohon maaf jika terdapat beberapa kesalahan dalam
referat ini,Kritik dan saran yang membangun selalu kami tunggu.
Demikian, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya dan bagi kami, penulis yang sedang menempuh kegiatan
kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUP Fatmawati Jakarta.

Jakarta, 17 Februari 2015

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………….2


DAFTAR ISI ………………………………………….3
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………….4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………….5
2.1 Definisi ……………………………………….....5
2.2 Epidemiologi ………………………………………….5
2.3 Patofisiologi, etiologi ………………………………………….6
2.4 Klasifikasi ………………………………………..13
2.5 Manifestasi klinis, Diagnosis …………………………………….….14
2.6 Penatalaksanaan ……………………………………..….18
2.7 Komplikasi ………………………………………...22
2.8 Prognosis ……………………………………...…24
BAB III KESIMPULAN ...............................................................25
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................26

3
BAB I
PENDAHULUAN

Acute Kidney Injury(AKI) sejak tahun 2002 mulai dikenal sebagai


terminologi baru yang digunakan sebagai pengganti Acute Renal Failure (ARF).
Acute Dialysis Quality Initiative(ADQI) yang beranggotakan para nefrolog di
Amerika sepakat mengganti istilah ARF menjadi AKI. Istilah renal
bergantimenjadi kidney dengan harapan dapat membantu pemahaman awam.
Sedangkan injurymenggantikan failure dianggap lebih tepat dalam
menggambarkan patologi yang terjadi pada ginjal.1
Insidensi AKI dapat digolongkan menjadi AKI yang terjadi pada populasi
(community based) dan AKI yang terjadi dirumah sakit. AKI secara umum baik
terjadi di populasi maupun di rumah sakit diperkirakan terjadi 2-3 kasus per 1000
orang. Sampai saat ini AKI mempunyai angka kematian tinggi dan seringkali
tidak terdiagnosis. Terlebih lagi di negara berkembang jarang dilaporkan
insidensi AKI dalam populasi umum, sehingga diyakini kejadian yang tidak
tercatat jauh lebih besar.2,3
Pemahaman terhadap kriteria diagnosis, diagnosis etiologi, gejala penyakit,
komplikasi serta hal-hal yang mempengaruhi prognosis sangat penting dalam
usaha pengelolaan AKI yang komprehensif. Memilih pengobatan yang tepat pada
saat yang tepat adalah kunci keberhasilan tatalaksana AKI itu sendiri.1

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Definisi AKI berdasarkan berbagai sumber, ialah sebagai berikut:
a) Menurut Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO), AKI ialah
keadaan yang menggambarkan kehilangan mendadak fungsi ginjal, yang
terjadi dalam hitungan jam hingga beberapa hari, sehingga mengakibatkan
retensi produk metabolisme serta gangguan regulasi cairan, elektrolit dan
keseimbangan asam basa.2
b) Menurut the American Family Physician (AFP), AKI didefinisikan sebagai
penurunan mendadak fungsi ginjal didasarkan pada peningkatan kreatinin
serum, penurunan urin output, dan kebutuhan terhadap dialisis.3
c) Penurunan mendadak faal ginjal dalam 48 jam yaitu berupa kenaikan kadar
kreatinin serum >0,3mg/dl presentasi kenaikan kreatnin serum >50% (1.5 x
kenaikan dari nilai dasar). Atau pengurangan produksi urin (oliguria yang
tercatat <0,5ml/kg/jam dalam waktu lebih dari 6 jam)5
Menurut hemat kami, bila disimpulkan dari berbagai referensi tersebut, kata
kunci untuk mendefinisikan AKI adalah, penurunan ginjal, tiba-tiba dan cepat,
reversible, ditandai dengan peningkatan kreatnin serum dan penurunan urin
output, yang berakibat kegagalan eksresi dan menumpuknya sisa metabolisme
disertai gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa.

2.2 Epidemiologi
Insidensi AKI pada beberapa tahun belakangan, baik pada komunitas
maupun rumah sakit ditemukan 2-3 kasus per 1000 orang. 7% terjadi pada pasien
rawat inap di rumah sakit dan diperkiran duapertiga pasien rawat intensif
memiliki kecenderungan mengalami AKI yang sering kali menjadi bagian dari
sindrom disfungsi multiorgan.3
Penelitian di bebrapa rumah sakit di daerah Bandung pada tahun 2002,
melaporkan 53% kasus dari 48 pasien adalah laki-laki, dan 46,5% perempuan.
Etiologi yang dilaporkan adalah hipovolemia (64,5%), septicemia (15,4%),
toksisitas obat (11,5%) dan lain-lain.1

5
Pada AKI yang terjadi di komunitas, dengan sebagian besar etiologinya
adalah penurunan volume cairan, bila dilakukan pengelolaan yang baik, angka
kematiannya <10%. Sedangkan pada >90% kasus fungsi ginjalnya akan kembali
normal.Sementara AKI yang terjadi dirumah sakit, angka kematian AKI adalah
30-50% pada pasien bangsal ruang biasa, dan mencapai 70-80% pada pasien yang
dirawat intensif.

2.3 Patofisiologi
Secara patogenesis, penyebab utama AKI dibagi dalam 3 kelompok, 1)
prerenal, disebabkan hipoperfusi ginjal yang sering terjadi karena deplesi cairan,
2) instrinstik/renal, disebabkan proses di dalam ginjal, dan 3) pasca renal,
disebabkan karena drainase urin setelah ginjal yang tidak adekuat. Pada pasien
yang telah memiliki penyakit ginjal kronik, ketiga sebab diatas dapat
menyebabkan AKI pada kerusakan fungsi ginjal yang telah kronik.
a) AKI prerenal
AKI prerenal merupakan penyebab pada hampir 70% kasus AKI yang
ditemukan dalam populasi, dan penyebab terjadinya 40% kasus AKI di
rumahsakit. Pada kasus AKI ini, fungsi ginjal mungkin normal, namun terjadi
penurunan perfusi renal yang berkaitan dengan kurangnya volume intravascular
atau penurunan tekanan arteri. Kedua hal tersebut mengakibatkan Glomerular
Filtration Rate (GFR) menurun. Pada fase awal, mekanisme autoregulator ginjal
dapat mengkompensasi beberapa derajat penurunan perfusi untuk
mempertahankan GFR, hingga pada akhirnya timbullah AKI. Pada pasien yang
telah memiliki riwayat penyakit ginjal kronik resiko untuk terjadinya kondisi akut
pada gagal ginjal kronik meningkat lebih tinggi.1,3
Beberapa pengobatan dapat menjadi sebab prerenal pada kejadian AKI.
Obat-obatan seperti ACE-inhibitor dan angiotensin receptor blocker dapat
mengganggu perfusi renal dengan cara membuat arteriol eferen berdilatasi dan
menurunkan tekanan intraglomerular. NSAID juga dapat menyebabkan penurunan
GFRdengan mengubah keseimbangan agen vasodilator/vasokonstriktor pada
mikrosirkulasi renal. 3
AKI prerenal yang terjadi dikomunitas lebih sering terjadi, penyebabnya
terutama diare, muntah-muntah, demam tinggi, atau intake yang kurang.

6
Sementara itu AKI terjadi dirumah sakit disebabkan paling sering akibat gagal
jantung, sepsis, pasca bedah serta tindakan anastesi.1,3
Etiologi yang dapat menyebabkan AKI prerenal dapat dilihat pada tabel
dibawah:1
Tabel 1. Etiologi yang dapat menyebabkan AKI prerenal1
Penurunan volume efektif pembuluh
Kehilangan volume cairan tubuh
darah (cardiac output)
- Dehidrasi : apapun sebabnya - Infark miokard
- Perdarahan : apapun sebabnya - Kardiomiopati
- Gastrointestinal : diare, - Perikarditis
muntah, cairan NGT, dll - Aritmia
- Ginjal : diuretic, osmotic, - Disfungsi katup
insuffisiensi adrenal, dll - Gagal jantung
- Kulit : luka bakar, diaphoresis - Emboli paru, Hipertensi pulmonal
- Peritoneum : drain pasca- - Penggunaan ventilator
operasi
Obstruksi renovascular Redistribusi cairan

- Arteri renalis (stenosis - Hipoalbuminemi (sindroma nefrotik,


intravaskuler, embolus, sirosis hepatis, malnutrisi)
laserasi thrombus) - Syok vasodilator (sepsis, gagal hati)
- Vena renalis (thrombosis - Asites, Peritonitis
intravaskuler. Infiltrasi tumor) - Pancreatitis
- Rhabdomiolisis (crush injury)
- Obat-obat vasodilator
Vasokonstriksi intra-renal prime

- NSAID, siklosporin, sindrom hepatorenal


- Hipertensi maligna, pre-eklampsia, scleroderma
(dikutip dari : Rully M.A Roesli. Diagnosis dan Pengelolaan: Gangguan Ginjal Akut (“Acute
Kidney Injury”), 2011)

7
Gambar 1. Patofisiologi AKI Pre-renal

Berdasarkan bagan patofisiologi AKI prerenal diatas, berkurangnya


perfusi ginjal dan volume efektif arterial akan menimbulkan perangsangan
aktivitas sistem saraf simpatis dan juga sistem renin angiotensin aldosteron
(SRAA). Perangsangan SRAA akan mengakibatkan peningkatan kadar
angiotensin II yang akan menimbulkan vasokonstriksi arteriol aferen
glomerulus ginjal (pre-glomerulus), tetapi efeknya akan meningkatkan
hormon-hormon vasodilator prostaglandin sebagai upaya kontraregulasi.
Perangsangan angiotensin II merangsang juga sistem saraf simpatis
sehingga terjadi reabsorpsi air dan garam di tubulus proximal ginjal.
Sehingga terjadi retensi urin dan natrium, urea, serta air. 1,2

b) AKI renal/instrinstik
Proses intrinstik juga penyebab penting terjadinya AKI. Penyebab AKI
intrinstik dapat dikategorikan sesuai dengan komponen ginjal yang terkena, dibagi
menjadi 1) gangguan glomerulus, 2) gangguan intersisial, 3) gangguan tubulus,
dan 4) gangguan vascular. Perbedaan utama AKI intrinstik dibandingkan AKI

8
prerenal dan postrenal ialah telah terjadinya gangguan struktur ginjal. Perbaikan
yang dilakukan terhadap etiologi penyakit tidak selalu diikuti oleh perbaikan
structural maupun fungsi ginjal dengan segera.1,2

Tabel 2. Etiologi yang dapat menyebabkan AKI instrinstik


Tubular necrosis akut Nefritis intersisial akut
- Obat-obatan : aminoglikosida, - Obat-obatan : penisilin, NSAID, ACE-
cisplatin, amphotericin B inhibitor, allopurinol, cimetidine, H2
- Iskemia : appaun sebabnya blocker, PPI
- Syok septik : apapun sebabnya - Infeksi : streptococcus, difteri,
- Obstruksi intratubuler : leptospirosis
rhabdomiolisis, hemolisis, - Metabolik : hiperurikemia,
multiple myeloma, asam urat, nefrokalsinosis
oksalat - Toksin : etilene glikol, kalsium oksalat
- Toksin : zat kontras radiologi, - Autoimun : SLE, cryoglobulinemia
karbon tetraklorid, etilen glikol,
logam berat
Glomerulonefritis akut Oklusi mikrokapiler/glomerular

- Pasca-infeksi : streptococcus, - Trombhotic thrombocytopenia purpura


bacteria, hepatitis B, HIV, abses - Hemolytic uremic,
visceral - Syndrome disseminated intravascular
- Vaskulitis sistemik : SLE, coagulation, cryoglobulinemia, emboli
Wegener’s granulomatous, kolesterol
poliathritis, poliarthritis
nodussa, HSP, IgA nefritis,
sindrom Goodpasture
- Glomerulonefritis
membranoproliferative
- Idiopatik
Nekrosis kortikal akut

(dikutip dari : Rully M.A Roesli. Diagnosis dan Pengelolaan: Gangguan Ginjal Akut (“Acute
Kidney Injury”), 2011)

9
Penyebab paling sering AKI intrinstik pada pasien rumah sakit adalah
acute tubular necrosis (ATN). Kerusakan ginjal pada ATN disebabkan oleh
proses iskemik (akibat hipotensi yang berkepanjangan) dan proses nefrotoksik
(akibat agen-agen nefrotoksik pada sel-sel tubulus).1,5
Respon ginjal terhadap keadaan hipoperfusi biasanya berakhir pada AKI
pre-renal atau terjadi gangguan iskemik. ATN-iskemik terjadi pada hipoperfusi
yang bertambah berat atau berkelanjutan, yang menyebabkan terjadinya
gangguan sel sel tubulus disertai gangguan fungsi ginjal. Kerusakan akibat
iskemik ditandai dengan ditemukannnya sel-sel tubulus yang nekrosis dan
apoptosis. Selain epitel, terjadi juga kerusakan pada endotel pembuluh darah
serta aktivasi sel-sel inflamasi dan mediator humoral.1,5

Gambar 2. Mekanisme penurunan GFR pada AKI intrinsik


(sumber : Gary Abuelo. normothensive ischemic acute renal failure. N Engl J Med 2007;357;7;9-
805. Downloaded from www.nejm.org)

Tahapan pada ATN-iskemik dimulai pada fase prerenal yang berlanjut


menjadi fase inisiasi, dimana terjadi hipoperfusi berkepanjangan atau memberat,
tahap ini diikuti fase ekstensi dimana selain gangguan iskemik, telah terjadi
kerusakan endotel mikrovaskular dan aktivasi jalur inflamasi. Selanjutnya fase
ekstensi diikuti oleh fase pemeliharaan, dimana epitel dan endotel mengalami
perbaikan dan redifferentiation sehingga fungsi ginjal membaik, hingga fase
perbaikan.1

10
Secara histopatologis terjadinya iskemik tingkat sel, tahap pertama ialah
terjadinya pereganggan dan hilangnya brush border tubulus proksimal disertai
penurunan polaritas. Bila gangguan ginjal diperbaiki, tahap ini akan terjadi
penyembuhan sempurna, bila tidak maka berlanjut pada tahap ekstensi. Proses
apoptosis, nekrosis , dan deskuamasi sel berlangsung pada tahap ini,
mengakibatkan sumbatan luminar dan respon inflamasi. Kehilangan sel tubulus
disertai penggundulan membrane basalis, dilatasi tubulus proksimal, diikuti
pembentukan cast dari sisa sel rusak, akhirnya diikuti regenerasi dari sel-sel
pada tahap perbaikan.1
Mekanisme penurunan LFG pada ATN ialah, 1) sumbatan akibat sel-sel
mati dan rusak, 2) vasokonstriksi yang dimediasi secara langsung oleh kerusakan
endotel dan secara tidak langsung akibat tubuloglomerular feedback dan 3) akibat
penggundulan membrane basalis yang akhirnya membentuk east intralumen dan
menimbulkn obstruksi.1,6
Disebutkan sebelumnya, selain ATN-iskemik, penyebab ATN yang lain
ialah proses nefrotoksik. Toksin penyebabnya dapat berupa toksin endogen
maupun eksogen. Pada hemolisis intravascular berat atau rhabdomiolisis dapat
terjaid ATN akibat sumbatan dari pigmen heme endogen dari hemoglobin ataupun
mioglobin. Toksin eksogen jarang menimbulkan ATN, biasanya timbul akibat
penggunaan antibiotika golongan aminoglukosida atau amphotericine,
radiokontras, serta obat khemoterapi seperti cisplatin dan ciprofosfamid.2

c) AKI pascarenal
Obstruksi pada tractus urinarius dibawah ginjal, akan menyebabkan tekanan
yang tinggi didalam kapsula bowman yang menurunkan LFG akibat tekanan
hidrostatik rendah. Obstruksi vesika urinaria dan uretra disebut obstruksi tingkat
bawah, sedangkan obstuksi tingkat ureter dan pelvis renal disebut obstruksi
tingkat atas, pada obstruksi jenis ini akan muncul AKI apabila telah terjadi
bilateral.1,4
Etiologi AKI post renal pada anak biasanya diakibatkan striktr uretra
congenital, atau striktur katup katup ureter. Sedangkan pada laki laki dewasa tua

11
disebabkan oleh pembesaran atau keganasan prostat. Untuk lebih jelas dapat
dilihat pada tabel dibawah.1,4

Tabel 3. Etiologi yang dapat menyebabkan AKI pascarenal


Obstruksi ureter
Ekstrinstik Instrinstik
- Tumor (endometrium, serviks, limpoma, - Batu,
metastase ,perdarahan/fibrosis - Tumor
retroperitoneum - Bekuan darah
- Ligasi ureter secara tidak sengaja saat bedah - Nekrosis papilla ginjal
Obstruksi kantung kemih atau uretra

- Tumor/hipertrofi fosfat, Tumor vesika urinaria


- Prolaps uteri
- Batu bekuan darah, sloughed papilliae
- Obstruksi kateter foley
(dikutip dari : Rully M.A Roesli. Diagnosis dan Pengelolaan: Gangguan Ginjal Akut (“Acute Kidney
Injury”), 2011)

2.4 Klasifikasi

a. Berdasarkan Kriteria RIFLE


Tabel 4. Kriteria RIFLE5
Kategori Peningkatan kadar Cr Penurunan LFG Kriteria UO
serum

Risk ≥1,5 kali nilai dasar >25% nilai dasar 0,5 mL/kg/jam,
≥6 jam
Injury ≥2,0 kali nilai dasar >50% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
≥12 jam
Failure ≥3,0 kali nilai dasar >75% nilai dasar <0,3 mL/kg/jam,
atau ≥4 mg/dL dengan ≥24 jam
kenaikan akut > 0,5 atau anuria ≥12 jam
mg//dl
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4
Minggu
End stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3bulan

12
Gambar 3. Kriteria RIFLE

b. Stadium Gangguan Ginjal Akut Berdasarkan Acute Kidney Injury Network


(AKIN).5

Tabel 4. Stadium Gangguan Ginjal Berdasarkan AKIN6


Tahap Peningkatan kadar Cr serum Kriteria UO

1 1,5-1.9 kali nilai dasar atau peningkatan ≥0,3 <0,5 mL/kg/jam selama 6-
mg/Dl 12 jam

2 2,0-2.9 kali nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, selama


≥12 jam

3 3,0 kali nilai dasar atau peningkatan kreatinin <0,3 mL/kg/jam, ≥24 jam
serum mencapai ≥4 mg/dL atau inisiasi terapi atau anuria ≥12 jam
pengganti ginjal, atau pada pasien <18 tahun
dengan penurunan laju filtrasi glomerulus <35
ml/menit per 1,7 m2.

13
Klasifikasi ini menilai tahap gagal ginjal akut dari nilai kreatinin serum
dan diuresis. Kemudian ada upaya dari kelompok Acute Kidney Injury Network
(AKIN) untuk mempertajam kriteria RIFLE sehingga pasien GGA dapat dikenali
lebih awal. Klasifikasi ini lebih sederhana dan memakai batasan waktu 48 jam.
Disadari bahwa GGA merupakan kelainan yang kompleks, sehingga perlu suatu
standar baku untuk menegakkan diagnosis dan klasifikasi dengan berdasarkan
kriteria RIFLE.4

2.5 Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Penegakan diagnosis gangguan ginjal akut dilakukan melalui anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dan penunjang
pada gangguan ginjal akut juga bertujuan membedakan AKI pre-renal, renal dan
post renal.5,6
a. Anamnesis, untuk mencari etiologi gangguan ginjal akut, yakni meliputi
riwayat operasi kardiovaskular, angiografi, riwayat infeksi (infeksi
tenggorokan, infeksi kulit, infeksi saluran kemih), riwayat bengkak, riwayat
kencing batu, dan riwayat penggunaan obat-obatan termasuk ramuan herbal. 5,6
b. Pemeriksaan fisik, meliputi evaluasi status hidrasi, tanda gagal jantung akut dan
kronik, dan tanda-tanda infeksi.6

Tabel 5. Manifestasi Klinis AKI Pre-renal, Renal dan Post Renal1


Gejala Berdasarkan Anamnesis Tanda

AKI pre-renal

 Kehilangan volume cairan tubuh Tanda kehilangan volume cairan tubuh


Gejala dehidrasi, perdarahan, dan seperti lemah badan, rasa haus, hipotensi
luka bakar ortostatik, nadi cepat dangkal, bibir kering,
turgor buruk, oliguria dan anuria.

Hipertensi (gagal jantung), peningkatan


 Penurunan cardiac output JVP, takikardia, murmur, nadi ireguler.
Gejala kardiovasular seperti pada
infark miokard, kardiomiopati,
pericarditis, aritmia, maupun gagal
jantung.

14
 Redistribusi cairan
Gejala sindrom nefrotik, gejala
Sesak nafas, hipotensi, edema paru, edema
sirosis hepatis, riwayat penggunaan
tungkai, stigmata sirosis, tanda peritonitis
vasodilator, gejala peritonitis.

 Obstruksi renovaskular
Penyakit arteri renalis (stenosis Biasanya urin output normal. Jika terjadi
intravaskuler, embolus, laserasi oligo-anuri dapat timbul tanda edema paru
thrombus, dan vena renalis dan edema tungkai.
(trombosis intravaskuler, infiltrasi
tumor).

 Vasokonstriksi intra-renal primer


Riwayat pengggunaan NSAID atau
siklosporin, gejala sindrom
hepatorenal, riwayat hipertensi
maligna maupun preeklampsia.

Diagnosis Klinik GnGA dengan


Etiologi Renal

 Pada nefrotoksik acute tubular


Terdapat hipertensi (gagal jantung),
necrosis (ATN) nefrotoksik atau
hipotensi (syok), peningkatan suhu, butterfly
nefritis interstitial terdapat riwayat
rash, purpura.
konsumsi obat-obatan, penggunaan
radiokontras.
 Pada iskemik ATN terdapat
keluhan panas (akibat
infeksi/sepsis) atau sesak nafas
 Pada Glomerulonefritis akut
terdapat riwayat demam, ISPA,
infeksi kulit akibat infeksi
steptokokus.
 Gejala SLE, seperti kemerahan
pada kulit, nyeri persendian,
gangguan neurologis (kejang atau
psikosis).
 Pada hemolisis terdapat riwayat
transfusi darah.
Diagnosis Klinik GnGA dengan
Etiologi Post Renal

 Pada obstruksi ureter misalnya


Pada pemeriksaan fisik didapatkan
pada tumor, batu, bekuan darah,
pembesaran ginjal, dan pembesaran prostat.
pada anamnesis terdapat gejala
nyeri kolik abdomen, disuria, dan

15
obstruksi urin.
 Pada obstruksi vesika urinaria atau
uretra pada tumor, hipertrofi
protat, neurogenic bladder, batu,
dapat muncul gejala demam.

c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan penunjang, meliputi kadar kreatinin, BUN, elektrolit,
pemeriksaan darah lengkap, hitung jenis, analisis urin dan pemeriksaan
mikroskopis urin. Berdasarkan Acute Kidney Injury Network (AKIN) kriteria
diagnosis AKI yaitu penurunan mendadak fungsi ginjal (dalam 48 jam) yang
ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin serum sebesar ≥0,3 mg/dl
(≥26.5 μmol/l) atau kenaikan kadar kreatinin serum ≥1,5 kali (>50%) bila
dibandingkan dengan kadar sebelumnya atau penurunan urine output menjadi
<0,5 ml/jam selama lebih dari 6 jam.
Berdasarkan Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO)
kriteria diagnosis gangguan ginjal akut meliputi : Peningkatan kadar kreatinin
serum sebesar ≥0.3 mg/dl (≥26.5 μmol/l) dalam 48 jam atau peningkatan kadar
kreatinin serum ≥ 1,5 kali (>50%) dari baseline (kadar referensi), yang diduga
telah terjadi selama 7 hari, atau volume urin <0.5 ml/kg/jam selama 6 jam.
Kadar kreatinin darah referensi yaitu kadar kreatinin terendah dalam 3 bulan
terakhir, atau dilakukan pengulangan pemeriksaan dalam 24 jam (jika kadar
kreatinin darah saat masuk perawatan tidak diketahui).1
Pemeriksaan darah yang menunjukan anemia dapat membedakan antara
gangguan ginjal akut dengan gangguan ginjal kronik. Dalam mendiagnosis
gangguan ginjal akut diperlukan pemeriksaan berulang fungsi ginjal yakni
kadar ureum, kreatinin dan laju filtrasi glomerulus.
Dengan demikian, penilaian pasien gangguan ginjal akut meliputi kadar
kreatinin serum, kadar cystatin C serum, volume urin, kelainan analisis urin,
dan penanda biologis (biomarker). Biomarker ini adalah zat-zat yang
dikeluarkan oleh tubulus ginjal yang rusak, seperti IL 18, enzim tubular, N-
acetyl-b-glucosamidase, alanine aminopeptidase, kidney injury molecule I.5

16
d. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis digunakan untuk mengetahui anatomi ginjal melalui
pemeriksaan ultrasonografi (USG). Pada gangguan ginjal akut pre-renal dan
renal anatomi ginjal biasanya normal, kecuali jika sebelumnya telah ada
penyakit ginjal kronis (ginjal tampak mengecil).5

Tabel 6. Evaluasi pada Pasien AKI5


Prosedur Informasi

Anamnesis dan pemeriksaan Tanda-tanda untuk menyebabkan gangguan ginjal


fisik akut, indikasi beratnya gangguan metabolik,
perkiraan status hidrasi.

Mikroskopik urin Petanda inflamasi glomerulus atau tubulus. Infeksi


saluran kemih atau uropati kristal.

Pemeriksaan biokimia darah Mengukur pengurangan laju filtrasi glomerulus dan


gangguan metabolik yang diakibatkan

Pemeriksaan biokimia urin Membedakan gangguan ginjal pra-renal dan renal.

Darah perifer lengkap Menentukan ada tidaknya anemia, leukositosis, dan


trombositopenia.

USG ginjal Menentukan ukuran ginjal, ada tidaknya obstruksi,


parenkim ginjal yang abnormal.

Bila diperlukan :

CT scan abdomen Mengetahui struktur abnormal ginjal dan traktus


urinarius.
Pemindaian radionuklir
Mengetahui perfusi ginjal yang abnormal.
Pielogram
Evaluasi perbaikan dari obstruksi traktus urinarius.
Biopsi Ginjal
Menentukan etiologi AKI berdasarkan pemeriksaan
patologi penyakit ginjal, jika pada anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium
tidak ditemukan etiologi yang jelas.

17
2.6 Tatalaksana
Tujuan tatalaksana AKI yaitu mencegah terjadinya kerusakan ginjal,
mempertahankan homeostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi
metabolik dan infeksi, serta menstabilkan pasien sampai fungsi ginjalnya kembali
normal secara spontan. Prinsip tatalaksana AKI yaitu :
 Mencari dan memperbaiki faktor prerenal dan pasca renal.
 Evaluasi obat-obatan yang diberikan
 Mengoptimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal
 Memperbaiki aliran urin
 Monitor asupan cairan dan pengeluaran cairan. Menimbang berat badan
setiap hari.
 Menangani komplikasi akut seperti hiperkalemia, hipernatremia, asidosis,
hiperfosfatemia, dan edema paru.
 Pemberian nutrisi yang adekuat.
 Mencari fokus infeksi dan mengatasinya secara agresif
 Perawatan menyeluruh yang baik (kateter, kulit, psikologis)
 Memulai terapi dialisis dengan segara sebelum muncul komplikasi
 Pemberian obat tepat dosis sesuai kapasitas bersihan ginjal.5

a. Terapi sesuai etiologi penyakit


 Penanganan prarenal azotemia
Pemberian cairan pengganti disesuaikan dengan tipe kehilangan cairan.
Kehilangan darah akut perlu diberikan packed red blood cells (PRC). Cairan
kristaloid isotonis dan/atau koloid dapat diberikan perdarahan akut yang
lebih ringan atau kehilangan plasma pada kasus luka bakar dan pankreatitis.
Cairan isotonis kristaloid atau koloid juga dapat digunakan dalam resusitasi
cairan pada hipovolemia berat. Pemberian larutan yang mengandung
bikarbonat dapat digunakan untuk menangani asidosis metabolik.
Peningkatan fungsi jantung pada sindrom kardiorenal (misalnya pada
hipoperfusi renal akibat curah jantung yang menurun) dapat diberikan agen
inotropik, agen yang menurunkan preload dan afterload, dan antiaritmia.

18
 Penanganan AKI renal
Penaganan AKI renal disesuaikan dengan etiologi yang mendasarinya.. AKI
akibat glomerulonefritis dapat berespon terhadap agen imunosupresif. Obat-
obat yang menyebabkan nefritis alergik interstisial perlu dihentikan. AKI
akibat scleroderma perlu ditatalaksana dengan ACE inhibitor. Pada
rhabdiomiolosis perlu diberikan cairan 10 L per hari, cairan alkalis dapat
digunakan untuk mencegah tubular injury, dan monitoring kadar kalsium
dan fosfat.
 Postrenal AKI
Obstruksi yang mendasari AKI memerlukan penanganan, seperti katerisasi
transurethral atau suprapubis diperlukan dalam penangan striktur uretral atau
gangguan fungsi vesica urinaria.

b. Terapi suportif
 Managemen volume
Hipervolemia pada pasien AKI oliguria atau anuria dapat mengancam
nyawa akibat edema pulmoner akut, sehingga cairan dan natrium perlu
dibatasi, dan penggunaan diuretic dapat digunakan untuk meningkatkan
aliran keluar urin. Meskipun peningkatan urine output tidak memperbaiki
kondisi AKI, namun diuretik dapat mengurangi kebutuhan dialisis pada
beberapa kasus Pada kasus overload yang berat, furosemide dapat diberikan
sebagai bolus (200 mg) diikuti dengan drip intravena (10-40 mg jam),
dengan atau tanpa tiazid. Terapi diuretik dapat diberhentikam jika tidak
berespon. Dopamine pada dosis rendah dapat meningkatkan sementara
ekskresi garam dan air oleh ginjal pada etiologi prerenal
 Elektrolit dan abnormalitas asam basa
Asidosis metabolik umumnya tidak diterapi kecuali asidosis metabolik berat
(pH <7.20 dan bikarbonat serum <15 mmol/L.. Asidosis dapat diterapi
dengan sodium bikarbonat oral maupun intravena, namun koreksi yang
berlebihan perlu dihindari karena dapat menyebabkan alkalosis metabolik,
hipokalsemia, hypokalemia, dan overload volume. Hiperfosfatemia
ditangani dengan membatasi absorpsi fosfat dengan pengikat fosfat seperti

19
kalsium bikarbonat, kalsium asetat, atau aluminum hidroksida.
Hipokalsemia biasanya tidak diterapi kecuali jika muncul gejala

 Malnutrisi
Kekurangan energi protein umumnya terjadi pada AKI, umumnya terjadi
pada kegagalan organ multipel. Nutrisi inadekuat dapat menyebabkan
ketoasidosis dan katabolisme protein.. Namun, pemberian nutrisi yang
berlebihan dapat meningkatkan pembentukan produk nitrogen dan
menyebabkan perburukan azotemia. Oleh karena itu, kebutuhan nutrisi
pasien AKI bervariasi sesuai penyakit dasarnya dan kondisi komorbid.
Nutrisi pada AKI disesuaikan dengan proses katabolisme yang terjadi.4

Tabel 8. Kebutuhan Nutrisi Pada AKI4

Variabel Katabolisme
Ringan Sedang Berat
Keadaan Toksik karena obat Pembedahan, infeksi Sepsis, ARDS, MODS
Klinis
Mortalitas 20% 60% >60%
Dialisis Jarang Sesuai Kebutuhan Sering
Pemberian Oral Enteral +/- Enteral +/-
Makanan Parenteral Parenteral
Rekomendasi 20-25 25-30 kkal/KgBB/hari 25-30 kkal/KgBB/hari
Energi kkal/KgBB/hari
Sumber Glukosa 3-5 Glukosa 3-5 Glukosa 3-5
Energi g/KgBB/hari g/KgBB/hari g/KgBB/hari

Lemak 0,5-1 Lemak 0,8-1,2


g/KgBB/hari g/KgBB/hari
Kebutuhan 0,6-1 g/KgBB/hari 0,8-1,2 g/KgBB/hari 1,0-1,5 g/KgBB/hari
Protein
Pemberian Makanan Formula enteral Formula enteral
Nutrisi Glukosa 50-70% Glukosa 50-70%
Lemak 10-20% Lemak 10-20%
AA 6,5-10% AA 6,5-10%
Mikronutrien Mikronutrien

20
 Anemia
Anemia yang terjadi pada AKI umumnya bersifat multifactorial dan tidak
membaik dengan agen penstimulasi eritropoeisis karena onset yang
terlambat. Perdarahan uremik dapat berespon terhadap desmopresin atau
estrogen, namun memerlukan dialisis pada beberapa kasus dengan uremia
berat yang berkepanjangan. Profilaksis gastrointestinal dengan proton pump
inhibitors (PPI) atau antihistamin (H2 receptor blockers), diperlukan.
Profilaksis tromboemboli vena perlu dilakukan,, namun pemberian low-
molecular-weight heparins dan factor Xa inhibitor pada AKI yang parah
harus dihindari7

c. Terapi komplikasi
Penanganan komplikasi pada AKI dapat dilakukan secara konservatif,
maupun dengan terapi pengganti ginjal yang diindikasikan pada keadaan
oligouria, anuria, asidosis berat (pH<7,1), azotemia (ureum>200 mg/dl), dan
edema paru, ensefalopati uremikum, perikarditis uremikum, neuropati atau
miopati uremikum, disnatremia berat (Na>160 mEq/l atau <115 mEq/l),
hiperkalemia (K>6,5 mEq/l), dan hipertermia
Tabel 7. Terapi konsevatif komplikasi AKI5

21
Terapi dialisa diindikasikan ketika terapi medis gagal dalam mengatasi
volume overload, hyperkalemia, asidosis, dan pada komplikasi uremia yang parah
(ensefalopati, perdarahan uremia, dan efusi perikard).

2.7 Komplikasi
Ginjal memiliki peran dalam mengontrol homeostasis dari status volume,
tekanan darah, komposisi plasma elektrolit, dan keseimbangan asam basa, serta
ekskresi dari nitrogen dan produk sisa lainnya. Komplikasi AKI tergantung pada
keparahan AKI dan kondisi lain yang mmeperberat.. AKI ringan sampai berat
biasanya asimptomatik, umumnya pada onset awal.
 Uremia
Gangguan ginjal menyebabkan fungsi ekskresi dari nitrogen terganggu,
sehingga terjadi peningkatan produk nitogen yang bermanifestasi sebagai
peningkatan konsentrasi BUN (Blood Urea Nitrogen). BUN memiliki
toksisitas yang sedikit pada kadar di bawah 100 mg/dl. Pada kadar yang lebih
tinggi, dapat terjadi perubahan status mental dan resiko komplikasi perdarahan
dapat meningkat. Toksin lain yang secara normal diekskresi melalui ginjal
dapat meneyabakan kompleks gejala yang disebut uremia (sindrom uremik).
 Hipervolemia and Hipovolemia
Ekstravasasi volume cairan ekstraseluler merupakan komplikasi mayor dari
AKI oliguria dan anuria, akibat gangguan ekskresi garam dan air. Hal ini
dapat menyebabkan edema, peningkatan JVP, dan edema pulmoner. Edema
pulmoner juga dapat terjadi akibat volume overload dan perdarahan pada
sindrom renal pulmoner. AKI juga dapat menyebabkan eksaserbasi acute lung
injury yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas vaskular dan infiltrasi
sel inflamatorik pada parenkim paru. AKI yang mengalamin perbaikan
kadang-kadang disertai dengan poliuria, yang jika tidak tertangani dapat
menyebabkan kehilangan volume. Hal ini diakibatkan diuresis osmotik yang
disebabkan oleh retensi urea dan produk sisa lainnya bersamaan dengan
perlambatan pemulihan fungsi reabsorpsi tubular.

22
 Hiponatremia
Pemberian kristaloid hipotonis yang berlebihan atau pemberian cairan
dextrose isotonic dapat menyebabkan hipoosmolaritas dan hiponatremia,
sehingga dapat terjadi gangguan neurologis termasuk. kejang.
 Hiperkalemia
Salah satu komplikasi gangguan elektrolit pada AKI adalah hiperkalemia.
Hiperkalemia dapat menyebabkan rhabdomiolosis, hemolysis, dan tumor lysis
syndrome, yang terjadi akibat pengeluaran kalium intraseluler dari sel-sel yang
rusak. Kalium dapat berperan pada potensial membrane jaringan
kardiovaskular dan neuromuskular, sehingga dapat menyebabkan kelemahan
otot dan aritmia.
 Asidosis
Pada AKI umumnya terjadi asidosis metabolik dengan peningkatan anion gap,
dan selanjutnya dapat mempengaruhi keseimbangan asam basa dan
keseimbangan kalium pada pasien dengan penyebab asidosis lain seperti sepsis,
ketoasidosis diabetik atau asidosis respiratorik.
 Hiperfosfatemia dan Hipokalsemia
AKI dapat menyebabkan hiperfosfatemia, umumnya pada pasien dengan
hiperkatabolisme akibat rhabdomiolisis, hemolysis dan tumor lysis syndrome.
Selain itu AKI dapat menyebabkan hipokalemia akibat perubahan aksis vitamin
D-paratiroid, biasanya bersifat asimptomatik, namun dapat menyebabakan
parestesia perioral, kaku otot, kejang, spasme dan perpanjangan interval QT
pada EKG.
 Perdarahan
Komplikasi hematologik pada AKI yakni anemia dan perdarahan, yang
dieksaserbasi oleh penyakit penyerta seperti sepsis, penyakit hati, dan
disseminated intravascular coagulation (DIC). Efek hematologis langsung dari
AKI yang berhubungan dengan uremia, yakni penurunan eritopoesis dan
disfungsi platelet.
 Infeksi

23
Infeksi merupakan salah satu penyebab AKI dan juga merupakan komplikasi
AKI akibat penurunan imunitas pejamu. Penurunan imunitas ini terjadi pada
penyakit ginjal end-stage.
 Komplikasi jantung
Komplikasi AKI pada jantung meliputi aritmia, pericarditis, dan efusi
perikardial.
 Malnutrisi
AKI sering menyebabkan keadaan hiperkatabolik parah, sehingga malnutrisi
dapat menjadi komplikasi.7

2.8 Prognosis

Perkembangan keparahan AKI berhubungan dengan peningkatan resiko


mortalitas, peningkatan waktu perawatan di rumah sakit dan biaya. Azotemia
prerenal tanpa disertai sindrom kardiorenal maupun hepatorenal dan postrenal
azotemia, memiliki prognosis yang lebih baik. Ginjal dapat membaik setelah AKI
yang parah maupun yang membutuhkan dialysis. Pada AKI yang memerlukan
dialysis sementara, merupakan resiko tinggi mengalami CKD progesif, dan
sebesar 10% dapat berkembang menjadi gagal ginjal end-stage. Pasien dengan
AKI umumnya dapat meninggal lebih cepat setelah keluar rumah sakit meskipun
fungsi ginjal telah pulih.7

24
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan Ginjal akut, Acute Kidney Injury (AKI) adalah Penurunan mendadak
faal ginjal dalam 48 jam yaitu berupa kenaikan kadar kreatinin serum >0,3mg/dl
presentasi kenaikan kreatnin serum >50% (1.5 x kenaikan dari nilai dasar). Atau
pengurangan produksi urin (oliguria yang tercatat <0,5ml/kg/jam dalam waktu
lebih dari 6 jam)
Klasifikasi AKI terdiri atas kriteria RIFLE (risk, injury, failure, loss dan end
stage) dan stadium gangguan ginjal akut berdasarkan AKIN (stadium 1,2 dan 3)
Penegakan diagnosis gangguan ginjal akut dilakukan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, yang bertujuan membedakan AKI
pre-renal, renal dan post renal.

Tatalaksana AKI meliputi tatalaksana penyakit yang mendasari (prerenal,, renal


dan post renal), terapi suportif meliputi managemen volume, ektrolit, asam basa,
nutrisi dan anemia, serta dan tatalaksana komplikasi yang terjadi

Komplikasi AKI dapat berupa uremia, hypervolemia, hipovolemia, hiponatremia,


hyperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia, perdarahan, infeksi,
komplikasi jantung, dan malnutrisi

Perkembangan keparahan AKI berhubungan dengan peningkatan resiko


mortalitas,dan azotemia prerenal tanpa disertai sindrom kardiorenal maupun
hepatorenal dan postrenal azotemia, memiliki prognosis yang lebih baik.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Rully M.A Roesli. Diagnosis dan Pengelolaan: Gangguan Ginjal Akut


(“Acute Kidney Injury”). Pusat Penerbitan Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FK UNPAD/ RS. Dr. Hasan Sadikin.2011
2. Paul M. Palevsky, Lakhmir S. Chawla, Charuhas V. Thakar, Ashita J.
Tolwani. KDOQI US Commentary on the 2012 KDIGO Clinical Practice
Guideline for Acute Kidney Injury. Am J Kidney Dis. 61(5):649-672
3. Mahboob Rahman,Fariha Shad, Michael C. Smith. Acute Kidney Injury:
A Guide to Diagnosis and Management. Downloaded from the American
Family Physician Website at ww.aafp.org/afp. Copyright © 2012
American Academy of Family Physicians.
4. Robert Sinto, Ginova Nainggolan. Acute Kidney Injury:Pendekatan Klinis
dan Tata Laksana. Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta. Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 2,
Pebruari 2010
5. Sudoyo, AruW Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV.Jilid 2. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam.. FKUI: Jakarta..2006
6. John A Kellum1 Norbert Lameire Diagnosis, evaluation, and management
of acute kidney injury: a KDIGO summary. Critical Care 2013, 17:204.
7. Dan L. Longo, Dennis L. Kasper, J. Larry Jameson, Anthony S. Fauci,
Stephen L. Hauser, Joseph Loscalzo. Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 18th ed. USA: McGraw Hill; 2012.

26

You might also like