You are on page 1of 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang
jenis dan sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin mutu
obat tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih
memperhatikan proses produksi dan penanganan bahan baku.
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh
aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk
menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu
yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk
tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan,
peralatan dan personalia yang menangani.
Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk
menerapkan sistem jaminan mutu yang diakui dunia intemasional. Untuk itu
sistem mutu hendaklah dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga
kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Dengan
demikian penerapan CPOTB merupakan nilai tambah bagi produk obat
Tradisional Indonesia agar dapat bersaing dengan produk sejenis dari negara
lain baik di pasar dalam negeri maupun internasional.
Mengingat pentingnya penerapan CPOTB maka pemerintah secara terus
menerus menfasilitasi industri obat tradisional baik skala besar maupun kecil
untuk dapat menerapkan CPOTB melalui langkah-langkah dan pentahapan
yang terprogram. Manajemen puncak bertanggung jawab untuk pencapaian
tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan
komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para
pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten
dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara

1|Page
menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) termasuk Pengawasan Mutu
dan Manajemen Risiko Mutu.

1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar penulis mengetahui dan
mengerti bagaimana proses produksi obat tradisional sesuai dengan CPOTB
dalam bentuk sediaan sirup, serta mengetahui tugas dan tanggung jawab
apoteker di industri farmasi.

1.3. Rumusan Masalah


1. Bagaimana alur bahan baku obat yang baik di industri ?
2. Bagaimana cara produksi obat tradisional yang baik ?
3. Bagaimana cara produksi sediaan sirup yang baik ?

2|Page
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat Tradisional

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor:


HK.00.05.4.1380, Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik, atau
campuran dari bahan tersebut, yang secara turun menurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman.

Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar
sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum
dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang
membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif.
Manajemen puncak bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu
“Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran
di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor.
Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan
sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara
benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
(CPOTB) termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Unsur dasar
Manajemen Mutu adalah :

a) suatu infrastruktur atau Sistem Mutu yang tepat mencakup struktur


organisasi, prosedur, proses dan sumber daya;
b) tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan
tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan)
yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu.

3|Page
Semua bagian sistem Pemastian Mutu hendaklah didukung dengan ketersediaan
personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan
memadai. Tambahan tanggung jawab legal hendaklah diberikan kepada kepala
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Konsep dasar Pemastian Mutu, CPOTB,
Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu adalah aspek Manajemen Mutu
yang saling terkait. Konsep tersebut diuraikan di sini untuk menekankan hubungan
dan betapa penting konsep tersebut dalam produksi dan pengawasan produk obat
tradisional.

Pemastian Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara
tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat
tradisional yang dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan
yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat tradisional dihasilkan
dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu Pemastian Mutu
mencakup CPOTB ditambah dengan faktor lain di luar Persyaratan Teknis ini,
seperti desain dan pengembangan produk. Sistem Pemastian Mutu yang benar dan
tepat bagi industri obat tradisional hendaklah memastikan bahwa :

a) desain dan pengembangan obat tradisional dilakukan dengan cara yang


memerhatikan persyaratan CPOTB dan Cara Berlaboratorium Pengawasan
Mutu yang Baik;

b) semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan CPOTB
diterapkan;

c) tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan;

d) pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pemasokan dan penggunaan bahan


awal dan pengemas yang benar;

e) semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama-proses


(in-process controls) lain serta validasi;

f) pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses,


pengemasan dan pengujian bets, dilakukan sebelum memberikan pengesahan

4|Page
pelulusan untuk distribusi. Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang
relevan termasuk kondisi pembuatan, hasil pengujian dan/atau pengawasan
selama-proses, pengkajian dokumen produksi termasuk pengemasan,
pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan
persyaratan dari spesifikasi produk jadi dan pemeriksaan produk dalam
kemasan akhir;

g) obat tradisional tidak dijual atau didistribusikan sebelum kepala manajemen


mutu (pemastian mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan
dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan
peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan
pelulusan obat tradisional;

h) tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat


mungkin, obat tradisional disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani
sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar/simpan obat
tradisional;

i) tersedia prosedur inspeksi diri yang secara berkala mengevaluasi efektivitas


dan penerapan sistem pemastian mutu;

j) pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk
memastikan mutu bahan memenuhi Spesifikasi yang telah ditentukan oleh
perusahaan;

k) penyimpangan dilaporkan, diinvestigasi dan dicatat;

l) tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu


produk;

m) prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui; dan

n) evaluasi berkala mutu obat tradisional dilakukan untuk verifikasi konsistensi


proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.

5|Page
2.2 Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
CPOTB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat
tradisional dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu
yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan
Spesifikasi produk.
CPOTB mencakup produksi dan pengawasan mutu. Persyaratan dasar dari CPOTB
adalah:
a) semua proses pembuatan obat tradisional dijabarkan dengan jelas, dikaji secara
sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten
menghasilkan obat tradisional yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi
yang telah ditetapkan;
b) tahap proses yang kritis dalam proses pembuatan, pengawasan dan sarana
penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi;
c) tersedia semua sarana yang diperlukan untuk CPOTB termasuk: personil yang
terkualifikasi dan terlatih; bangunan dan sarana dengan luas yang memadai;
peralatan dan sarana penunjang yang sesuai; bahan, wadah dan label yang benar;
prosedur dan instruksi yang disetujui; dan tempat penyimpanan dan transportasi
yang memadai.
d)prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang jelas,
tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia;
e) operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar;
f) pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama pembuatan
yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur dan
instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk
yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara
lengkap dan diinvestigasi;
g) catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran riwayat
bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk yang mudah
diakses;
h) penyimpanan dan distribusi obat tradisional yang dapat memperkecil risiko
terhadap mutu obat tradisional;

6|Page
i) tersedia sistem penarikan kembali bets obat tradisional mana pun dari peredaran;
dan
j) keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu diinvestigasi
serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan pengulangan
kembali keluhan.

2.2.1 Aspek Manajemen Mutu


Konsep dasar Pemastian Mutu, CPOTB, Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko
Mutu adalah aspek Manajemen Mutu yang saling terkait. Konsep tersebut diuraikan
di sini untuk menekankan hubungan dan betapa penting konsep tersebut dalam
produksi dan pengawasan produk obat tradisional.
Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar
sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum
dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang
membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif.
Manajemen puncak bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu
“Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran
di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor.
Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan
sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara
benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
(CPOTB) termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu.

2.2.2 Aspek Personalia


Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem
pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat tradisional yang benar.
Personalia hendaklah mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan
kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah
yang cukup. Oleh sebab itu industri obat tradisional bertanggung jawab untuk
menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk
melaksanakan semua tugas. Tanggung jawab tiap personil hendaklah dipahami

7|Page
masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOTB
dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi
mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.

Struktur organisasi industri obat secara umum yaitu:

Gambar 2.1 Struktur Organisasi


Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan
Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi Pasal 10, suatu industri farmasi obat jadi
dan bahan baku obat setidaknya harus mempekerjakan secara tetap minimal tiga
orang apoteker WNI sebagai manager atau penanggung jawab produksi,
pengawasan mutu (Quality Control/QC), dan pemastian mutu (Quality
Assurance/QA). Ketiga bagian ini (produksi, pengawasan mutu, dan pemastian
mutu) harus dipimpin oleh orang yang berbeda yang tidak saling bertanggung jawab
satu terhadap yang lain (indipenden) agar tidak terjadi tumpang tindih tugas dan
perannya. Dari peraturan tersebut, sudah jelas bahwa apoteker diperlukan di
industri farmasi, setidaknya untuk memimpin ketiga bagian tersebut.
Baik manager produksi, QC, maupun QA, ketiganya haruslah merupakan
apoteker yang sudah berpengalaman di industri farmasi dan memenuhi kualifikasi
yang ditentukan. Oleh karena itu, seorang apoteker yang bekerja di industri farmasi

8|Page
tidak serta merta dapat menduduki posisi-posisi tersebut tetapi harus memulai
karirnya dari bawah, misalnya dari level staff.
Produksi hendaknya dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB). CPOB sendiri menjamin produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan
mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Oleh
karena itu, bagian produksi bertugas untuk menjalankan proses produksi sesuai
prosedur yang telah ditetapkan dan sesuai dengan ketentuan CPOB. Bagian
pengawasan mutu (QC) bertanggung jawab penuh dalam seluruh tugas pengawasan
mutu mulai dari bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi.
Sementara bagian pemastian mutu (QA) bertugas untuk memverifikasi seluruh
pelaksanaan proses produksi, pemastian pemenuhan persyaratan seluruh sarana
penunjang produksi, dan pelulusan produk jadi. Dalam hal ini, pemastian mutu
adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal yang akan mempengaruhi mutu
dari obat yang dihasilkan, seperti personel, sanitasi dan higiene, bangunan, sarana
penunjang, dan lain-lain.
Selain ketiga bidang tersebut masih banyak wilayah pekerjaan di industri
farmasi yang juga sebenarnya membutuhkan peran apoteker di dalamnya, antara
lain:
Penelitian dan pengembangan (Research & Development/R&D)
Di bagian penelitian dan pengembangan, baik untuk obat baru ataupun me too
product, farmasis atau apoteker berperan dalam menentukan formula, teknik
pembuatan, dan menentukan spesifikasi bahan baku yang digunakan, produk
antara, dan produk jadi. Pengembangan produk ini dilakukan mulai dari skala
laboratorium, skala pilot, hingga skala produksi. Di beberapa industri, bagian
pengembangan produk juga bertanggung jawab terhadap desain kemasan produk.
PPIC (Production Planning and Inventory Control)
Bagian ini bertugas merencanakan produksi dan mengendalikan keseimbangan
antara persediaan dengan permintaan sehingga tidak
terjadi overstock maupun understock. Bagian PPIC ini biasanya juga bergabung
dengan bagian gudang (gudang bahan baku, bahan kemas, dan produk jadi) dan

9|Page
dikepalai oleh seorang apoteker. Karena apoteker dibekali pengetahuan tentang
manajemen dan juga dibekali pengetahuan mengenai stabilitas bahan baku dan
stabilitas sediaan sehingga penyimpanan dapat dilakukan di tempat yang tepat dan
mutunya tetap terjaga.
Pembelian (Purchasing)
Bagian pembelian melayani pembelian bahan baku dan bahan kemas yang
dibutuhkan baik untuk proses produksi, proses penelitian dan pengembangan
produk, maupun untuk pengujian-pengujian yang dilakukan QC. Kepala atau
manager pembelian sebaiknya seorang apoteker karena apotekerlah yang
mengetahui tentang bahan baku dan bahan kemas itu sendiri beserta dokumen-
dokumen penyertanya sehingga perusahaan tidak salah memilih atau tertipu
oleh supplier (pemasok bahan baku atau bahan kemas).
Registrasi
Dalam registrasi obat ke Badan POM diperlukan dokumen-dokumen yang harus
disiapkan, seperti dokumen bahan aktif, formula, proses pembuatan, data uji
disolusi terbanding, data uji stabilitas, dan lain-lain. Data-data tersebut yang
mengerti adalah seorang farmasis.
Promosi obat kepada tenaga profesional lain (medical representative)
Apoteker dapat mempromosikan obat kepada tenaga profesional lain seperti kepada
dokter karena apotekerlah yang paling mengerti tentang obat sehingga dapat
menjelaskan keunggulan produk yang ditawarkannya dari sisi ilmiah.
PERSONIL KUNCI
Personil kunci mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan Mutu
dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi kunci tersebut
dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) / kepala bagian Pengawasan Mutu harus
independen satu terhadap yang lain.
ORGANISASI, KUALIFIKASI DAN TANGGUNG JAWAB
Struktur organisasi industri obat tradisional hendaklah sedemikian rupa sehingga
bagian produksi, manajemen mutu (pemastian mutu)/pengawasan mutu dipimpin
oleh orang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain.

10 | P a g e
Masing-masing personil hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang
memadai yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif.
Hendaklah personil tersebut tidak mempunyai kepentingan lain di luar organisasi
yang dapat menghambat atau membatasi kewajibannya dalam melaksanakan
tanggung jawab atau yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau
finansial.

 Kepala bagian Produksi hendaklah seorang yang terkualifikasi dan lebih


diutamakan seorang apoteker, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki
pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat
tradisional dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk
melaksanakan tugas secara profesional. Kepala bagian Produksi hendaklah
diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam produksi obat
tradisional, termasuk: a) memastikan bahwa obat tradisional diproduksi dan
disimpan sesuai prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang
ditetapkan; b) memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan
produksi dan memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat; c)
memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani
oleh kepala bagian Produksi sebelum diserahkan kepada kepala bagian M
anajemen Mutu (pemastian mutu); d) memeriksa pemeliharaan bangunan
dan fasilitas serta peralatan di bagian Produksi; e) memastikan bahwa
validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan f) memastikan bahwa pelatihan
awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan
dan diterapkan sesuai kebutuhan.
 Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah seorang terkualifikasi dan
lebih diutamakan seorang apoteker, memperoleh pelatihan yang sesuai,
memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial
sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional.
Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah diberi kewenangan dan
tanggung jawab penuh dalam Pengawasan Mutu, termasuk: a) menyetujui
atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan

11 | P a g e
dan produk jadi; b) memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan
telah dilaksanakan; c) memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk
kerja pengambilan contoh, metode pengujian dan prosedur pengawasan
mutu lain; d) memberi persetujuan dan memantau semua kontrak analisis;
e) memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian
Pengawasan Mutu; f) memastikan bahwa validasi yang sesuai telah
dilaksanakan; dan g) memastikan bahwa pelatihan awal dan
berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan dan
diterapkan sesuai kebutuhan.
 Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang
apoteker yang terdaftar, terkualifikasi dan berfungsi sebagai Apoteker
Penanggung Jawab. Yang bersangkutan hendaklah memperoleh pelatihan
yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan
manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara
professional. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah
diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh untuk melaksanakan tugas
yang berhubungan dengan Sistem Mutu/ Pemastian Mutu, termasuk: a)
memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) Sistem Mutu; b)
ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu perusahaan;
c) memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala; d
melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu; e)
memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit
terhadap pemasok); f) memprakarsai dan berpartisipasi dalam program
validasi; g) memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan
otoritas pengawasan obat tradisional yang berkaitan dengan mutu produk
jadi; h) mengevaluasi/mengkaji catatan bets; dan i) meluluskan atau
menolak produk jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua
faktor terkait.
 Masing-masing kepala bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu) memiliki tanggung jawab bersama dalam
menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan mutu, yang berdasarkan

12 | P a g e
peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) mencakup: a)
otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain, termasuk amandemen; b)
pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan obat tradisional; c)
higiene pabrik; d) validasi proses; e) pelatihan; f) persetujuan dan
pemantauan terhadap pemasok bahan; g) persetujuan dan pemantauan
terhadap pembuat obat tradisional atas dasar kontrak; h) penetapan dan
pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk; i) penyimpanan
catatan; j) pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOTB; k)
inspeksi, penyelidikan dan pengambilan sampel, untuk l) pemantauan faktor
yang mungkin berdampak terhadap mutu produk.
 Dalam bagian Pengawasan Mutu hendaklah tersedia seorang personil yang
mempunyai keahlian khusus di bidang obat tradisional agar dapat
melakukan uji identifikasi dan mendeteksi penambahan atau penggantian
bahan, pertumbuhan kapang/khamir, gangguan hama, ketidakseragaman
dalam pasokan bahan mentah obat tradisional, dll..
PELATIHAN
 Industri obat tradisional hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh
personil yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang
penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan
petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat
berdampak pada mutu produk.
 Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOTB, personil baru
hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan.
Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas
penerapannya hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program
pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing atau, di mana perlu,
bersama-sama. Catatan pelatihan hendaklah disimpan.
 Pelatihan spesifik hendaklah diberikan kepada personil yang bekerja di area
di mana pencemaran merupakan risiko, misalnya area penimbangan,
pengolahan dan lain-lain

13 | P a g e
 Pengunjung atau personil yang tidak mendapat pelatihan sebaiknya tidak
masuk ke area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Bila tidak
dapat dihindarkan, hendaklah mereka diberi penjelasan lebih dahulu,
terutama mengenai higiene perorangan dan pakaian pelindung yang
dipersyaratkan serta diawasi dengan ketat.
 Konsep Pemastian Mutu dan semua tindakan yang tepat untuk
meningkatkan pemahaman dan penerapannya hendaklah dibahas secara
mendalam selama pelatihan.
 Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang yang terkualifikasi.

2.2.3 Aspek Bangunan, Fasilitas dan Peralatan


Bangunan, fasilitas dan peralatan untuk pembuatan obat tradisional
hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan
kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang
benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk
memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, dan
memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk
menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak
lain yang dapat menurunkan mutu obat tradisional tradisional. Karena berpotensi
untuk terdegradasi dan terserang hama serta sensitivitasnya terhadap kontaminasi
mikroba maka produksi dan terutama penyimpanan bahan yang berasal dari
tanaman dan binatang memerlukan perhatian khusus. Bangunan dan fasilitas serta
semua peralatan kritis hendaklah dikualifikasi untuk menjamin reprodusibiltas dari
bets-ke-bets.

2.2.4 Aspek Sanitasi dan Higiene


Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek
pembuatan obat tradisional. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala
sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran
potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang

14 | P a g e
menyeluruh dan terpadu. Karena sumbernya, bahan obat tradisional dapat
mengandung cemaran mikrobiologis; di samping itu, proses
pemanenan/pengumpulan dan proses produksi obat tradisional sangat mudah
tercemar oleh mikroba. Untuk menghindarkan perubahan mutu dan mengurangi
kontaminasi, diperlukan penerapan sanitasi dan higiene berstandar tinggi.
Bangunan dan fasilitas serta peralatan hendaklah dibersihkan dan, di mana perlu,
didisinfeksi menurut prosedur tertulis yang rinci dan tervalidasi.
HIGIENE PERORANGAN
 Tiap orang yang masuk ke area pembuatan hendaklah mengenakan pakaian
pelindung untuk menghindarkan bahan yang berpotensi menimbulkan
alergi. Hendaklah mereka mengenakan sarung tangan, penutup kepala,
masker, pakaian dan sepatu kerja selama proses produksi.
 Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan
pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang
memasuki area produksi, baik karyawan purna waktu, paruh waktu maupun
bukan karyawan yang berada di area pabrik, misalnya karyawan kontraktor,
pengunjung, anggota manajemen senior dan inspektur.
 Untuk menjamin perlindungan produk terhadap pencemaran dan untuk
keamanan personil, hendaklah personil mengenakan pakaian pelindung
yang bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Pakaian
kerja kotor dan lap pembersih kotor (yang dapat dipakai ulang) hendaklah
disimpan dalam wadah tertutup hingga saat pencucian.
 Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap
berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah
mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik higiene dan
pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan dipatuhi
secara ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan
pengawasan. Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen
dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan.
 Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat
direkrut. Industri harus bertanggung jawab agar tersedia instruksi yang

15 | P a g e
memastikan bahwa keadaan kesehatan personil yang dapat memengaruhi
mutu produk diberitahukan kepada manajemen industri. Sesudah
pemeriksaan kesehatan awal hendaklah dilakukan pemeriksaan kesehatan
kerja dan kesehatan personil secara berkala.
 Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik.
Hendaklah mereka dilatih mengenai penerapan h igiene perorangan. Semua
personil yang berhubungan dengan proses pembuatan hendaklah
memperhatikan tingkat higiene perorangan yang tinggi.
 Tiap personil yang mengidap infeksi, penyakit kulit atau menderita luka
terbuka yang dapat merugikan mutu produk hendaklah dilarang menangani
bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang diproses dan produk jadi
sampai dia sembuh kembali.
 Semua personil hendaklah diperintahkan dan didorong untuk melaporkan
kepada atasan langsung tiap keadaan (pabrik, peralatan atau personil) yang
menurut penilaian mereka dapat merugikan produk.
 Hendaklah dihindarkan persentuhan langsung antara tangan operator
dengan bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang terbuka dan juga
dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk.
 Personil hendaklah diinstruksikan supaya menggunakan sarana mencuci
tangan dan mencuci tangannya sebelum memasuki area produksi. Untuk
tujuan itu perlu dipasang poster yang sesuai.
 Merokok, makan, minum, mengunyah, memelihara tanaman, menyimpan
makanan, minuman, bahan untuk merokok atau obat pribadi hanya
diperbolehkan di area tertentu dan dilarang dalam area produksi,
laboratorium, area gudang dan area lain yang mungkin berdampak terhadap
mutu produk.
SANITASI BANGUNAN DAN FASILITAS
 Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat tradisional hendaklah
didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang
baik.

16 | P a g e
 Hendaklah tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet dengan ventilasi
yang baik dan tempat cuci bagi personil yang letaknya mudah diakses dari
area pembuatan.
 Hendaklah disediakan sarana yang memadai untuk penyimpanan pakaian
personil dan milik pribadinya di tempat yang tepat.
 Penyiapan, penyimpanan dan konsumsi makanan dan minuman hendaklah
dibatasi di area khusus, misalnya kantin. Sarana ini hendaklah memenuhi
standar saniter.
 Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk. Sampah hendaklah dikumpulkan
di dalam wadah yang sesuai dan diberi penandaan yang jelas untuk
dipindahkan ke tempat penampungan di luar bangunan dan dibuang secara
teratur dan berkala, paling sedikit minimal sekali sehari, dengan cara saniter.
 Rodentisida, insektisida, agens fumigasi dan bahan sanitasi tidak boleh
mencemari peralatan, bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang
diproses atau produk jadi.
 Hendaklah ada prosedur tertulis untuk pemakaian rodentisida, insektisida,
fungisida, agens fumigasi, pembersih dan sanitasi yang tepat. Prosedur
tertulis tersebut hendaklah disusun dan dipatuhi untuk mencegah
pencemaran terhadap peralatan, bahan awal, wadah obat tradisional, tutup
wadah, bahan pengemas dan label atau produk jadi. Rodentisida, insektisida
dan fungisida hendaklah tidak digunakan kecuali yang sudah terdaftar dan
digunakan sesuai peraturan terkait.
 Hendaklah ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab
untuk sanitasi serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal,
metode, peralatan dan bahan pembersih yang harus digunakan untuk
pembersihan sarana dan bangunan. Prosedur tertulis terkait hendaklah
dipatuhi.
 Prosedur sanitasi hendaklah berlaku untuk pekerjaan yang dilaksanakan
oleh kontraktor atau karyawan sementara maupun karyawan purna waktu
selama pekerjaan operasional biasa.

17 | P a g e
 Segala praktik tidak higienis di area pembuatan atau area lain yang dapat
berdampak merugikan terhadap mutu produk, hendaklah dilarang.
PEMBERSIHAN DAN SANITASI PERALATAN
 Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar
maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta
dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. T iap kali sebelum dipakai,
kebersihannya diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau
bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan.
 Metode pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih dianjurkan.
Udara bertekanan dan sikat hendaklah digunakan dengan hati-hati dan
sedapat mungkin dihindari karena menambah risiko pencemaran produk.
 Pembersihan dan penyimpanan peralatan yang dapat dipindah-pindahkan
dan penyimpanan bahan pembersih hendaklah dilaksanakan dalam ruangan
yang terpisah dari ruangan pengolahan.
 Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan sanitasi peralatan
serta wadah yang digunakan dalam pembuatan obat tradisional hendaklah
dibuat, divalidasi dan ditaati. Prosedur ini hendaklah dirancang agar
pencemaran peralatan oleh agens pembersih atau sanitasi dapat dicegah.
Prosedur ini setidaknya meliputi penanggung jawab pembersihan, jadwal,
metode, peralatan dan bahan yang dipakai dalam pembersihan serta metode
pembongkaran dan perakitan kembali peralatan yang mungkin diperlukan
untuk memastikan pembersihan yang benar terlaksana. Jika perlu, prosedur
juga meliputi penghilangan identitas bets sebelumnya serta perlindungan
peralatan yang telah bersih terhadap pencemaran sebelum digunakan.
 Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan, sanitasi dan inspeksi sebelum
penggunaan peralatan hendaklah disimpan secara benar.
 Disinfektan dan deterjen hendaklah dipantau terhadap pencemaran
mikroba; enceran disinfektan dan deterjen hendaklah disimpan dalam
wadah yang sebelumnya telah dibersihkan dan hendaklah disimpan untuk
jangka waktu tertentu.

18 | P a g e
2.2.5 Aspek Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur tervalidasi yang
telah ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOTB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan
izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Untuk bahan mentah - baik yang
dibudidayakan maupun yang hidup secara liar, dan yang digunakan baik dalam
bentuk bahan mentah maupun sudah melalui tehnik pengolahan sederhana (misal
perajangan atau penghalusan) - tahap kritis pertama dalam proses produksi, dalam
hal ini di mana persyaratan teknis ini mulai diterapkan, hendaklah ditentukan
dengan jelas. Penjelasan tentang hal tersebut hendaklah dinyatakan dan
didokumentasikan. Petunjuk diberikan seperti berikut. Namun untuk proses seperti
ekstraksi, fermentasi dan pemurnian, penentuannya hendaklah ditetapkan
berdasarkan kasus-perkasus.
a. Pengumpulan/pembudidayaan dan /atau pemanenan, proses pasca panen
termasuk pemotongan pertama dari bahan alamiah hendaklah dijelaskan
secara rinci.
b. Jika diperlukan penghalusan lebih lanjut dalam proses pembuatannya,
hendaklah hal tersebut dilakukan sesuai CPOTB.
c. Dalam hal bahan aktif, sesuai definisi dalam Glosarium, terdiri hanya dari
rajangan atau serbuk, aplikasi dari persyaratan teknis ini dimulai pada
proses fisik yang mengikuti pemotongan awal dan perajangan, dan termasuk
pengemasan.
d. Jika ekstraks digunakan, prinsip-prinsip dari persyaratan teknis ini
hendaklah diberlakukan pada setiap tahap produksi mengikuti proses pasca
panen / pasca pengumpulan.
e. Dalam hal produk jadi diolah secara fermentasi, penerapan CPOTB
hendaklah meliputi seluruh tahap produksi sejak pemotongan awal dan
penghalusan.

19 | P a g e
UMUM
Bahan hendaklah ditangani dengan cara yang tidak mengubah produk. Pada
saat bahan alamiah tiba di pabrik hendaklah langsung diturunkan dan dibongkar.
Selama proses ini berlangsung hendaklah bahan alamiah dihindarkan kontak
langsung dengan tanah. Lebih lanjut, hendaklah juga dihindarkan dari sinar
matahari langsung (kecuali hal tersebut merupakan kebutuhan spesifik, misal
pengeringan dengan sinar matahari) dan hendaklah terlindung dari hujan serta
kontaminasi mikroba. Hendaklah diperhatikan “klasifikasi“ atas kebutuhan area
terkendali dengan mempertimbangkan kemungkinan kontaminasi mikroba.

2.2.6 Aspek Pengawasan Mutu


Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan
Obat Tadisional yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara
konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan
dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan
keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada
distribusi produk jadi.
Ruang lingkup Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi dan
pengujian serta organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan
bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan dilakukan, dan bahwa bahan-bahan
yang tidak diluluskan untuk digunakan, atau produk jadi diluluskan untuk dijual
atau didistribusikan, sampai kualitasnya dinilai memenuhi syarat. Pengawasan
Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam
semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Independensi Pengawasan
Mutu dari Produksi adalah fundamental sehingga Pengawasan Mutu dapat
melakukan kegiatan dengan benar.

2.2.7 Aspek Inspeksi Diri


Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri obat tradisional memenuhi ketentuan Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Program inspeksi diri hendaklah

20 | P a g e
dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOTB dan untuk
menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan
secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Ada
manfaatnya bila juga menggunakan auditor luar yang independen. Inspeksi diri
hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya
dalam hal terjadi penarikan kembali produk jadi atau terjadi penolakan yang
berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur
dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak
lanjut yang efektif. Hal-hal mengenai personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan,
dokumentasi, produksi, pengawasan mutu, distribusi produk jadi, penanganan
keluhan dan penarikan produk jadi dan inspeksi diri hendaklah diinspeksi secara
berkala mengikuti program yang telah disusun sebelumnya untuk memverifikasi
pemenuhan terhadap prinsip pemastian mutu. Semua inspeksi diri hendaklah
dicatat. Laporan hendaklah mencantumkan semua observasi selama inspeksi dan
usul untuk tindakan korektif yang diperlukan. Laporan tindak lanjut hendaklah
dicatat juga.

2.2.8 Cara Penyimpanan Dan Pengiriman Obat Tradisional Yang Baik


Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam kegiatan
dan manajemen rantai pemasokan produk yang terintegrasi. Dokumen ini
menetapkan langkah yang tepat untuk membantu pemenuhan tanggung jawab bagi
semua yang terlibat dalam kegiatan pengiriman dan penyimpanan produk.
Dokumen ini memberikan pedoman bagi penyimpanan dan pengiriman produk jadi
dari pabrik ke distributor.

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk


Dan Produk Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur
tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu

21 | P a g e
sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga
cacat dari peredaran secara cepat dan efektif.

2.2.10 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil
menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil
risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya
mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula
Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari
kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat
penting.

2.2.11 Aspek Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak
tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas
menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus
menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang
menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)
ssCatatan: Bab ini meliputi tanggung jawab industri obat tradisional terhadap
Badan POM dalam hal pemberian izin edar dan pembuatan obat. Hal ini tidak
dimaksudkan untuk memengaruhi tanggung jawab legal dari Penerima Kontrak dan
Pemberi Kontrak terhadap konsumen.

22 | P a g e
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Alur Bahan Baku yang Baik

Dalam proses pembuatan obat, terdapat berbagai bagian yang menyokong


keberhasilan suatu proses pembuatan obat, mulai dari kedatangan bahan baku
hingga obat lulus untuk dipasarkan. Setiap tahapan sangat berkorelasi dengan tahap
selanjutnya, oleh karena itu dalam industri farmasi seluruh bagian memiliki
pengaruh yang besar terhadap mutu obat yang dihasilkan. Secara umum, tahapan
pembuatan obat di industri herbal terstandar adalah penerimaan bahan–
penyimpanan-kontrol kualias di seluruh aspek-produksi hingga produk jadi-
penyimpanan produk jadi-release produk-pemantauan pasca release.
Dalam sebuah industri, bagian R&D akan melakukan kajian suatu produk yang
akan diproduksi yaitu bahan-bahan apa saja yang akan digunakan, bagaimana cara
pembuatannya, mencari literatur dan jurnal yang berhubungan, bahan aktif apa
yang akan digunakan, sebesar apa kadar bahan aktif yang harus dicapai,
menentukan spesifikasi seluruh bahan yang digunakan, bagaimana metode uji yang
digunakan, bagaimana metode pembuatan yang akan digunakan, dan lain-lain.
Sesuai dengan peraturan BPOM dalam CPOB, persyaratan akan terjaminnya
mutu obat tersebut menjadi hal penting dalam penentuan layak atau tidaknya suatu
obat bisa dipasarkan demi upaya memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna
kepada masyarakat. Mutu obat yang baik tersebut sangat dipengaruhi oleh kualitas
dari bahan baku obat yang mencakup zat aktif dan eksipien serta proses
produksinya.
Dalam sebuah industri, bagian R&D akan melakukan kajian suatu produk yang
akan diproduksi yaitu bahan-bahan apa saja yang akan digunakan, bagaimana cara
pembuatannya, mencari literatur dan jurnal yang berhubungan, bahan aktif apa
yang akan digunakan, sebesar apa kadar bahan aktif yang harus dicapai,
menentukan spesifikasi seluruh bahan yang digunakan, bagaimana metode uji yang
digunakan, bagaimana metode pembuatan yang akan digunakan, dan lain-lain.

23 | P a g e
Pemesanan dan kedatangan bahan baku. Pemilihan dan perlakuan terhadap
bahan baku harus dilakukan dengan baik, karena setiap bahan baku yang berasal
dari suplier yang berbeda memiliki ciri khas masing-masing. Bahan baku
merupakan input dan harus dipastikan kualitasnya terjaga. Quality Control akan
menguji apakah bahan baku sesuai spesifikasi. Jika tidak, maka bahan baku akan
ditolak. Pemilihan suplier bahan baku juga jadi tantangan tersendiri, karena tidak
semua suplier mau berkerja sama secara total (dengan memberikan dokumen-
dokumen penting) dan lain sebagainya, juga harga dan kualitasnya. Biasanya
departemen Quality Assurance akan mengadakan kajian tahunan untuk beberapa
suplier, dengan tujuan menilai apakah suplier tersebut dapat mensuplai bahan baku
dengan baik dan tidak ada masalah.
Setelah bahan baku datang, bagian gudang memiliki tugas yang penting untuk
menyimpan bahan baku. Penyimpanan bahan baku tidak sesederhana yang
dibayangkan, karena bahan baku memiliki spesifikasi penyimpanan tersendiri.
Lingkungan penyimpanan juga harus dijaga dengan baik. Ada bahan yang bisa
disimpan dalam suhu ruang biasa, ada yang harus disimpan dalam suhu sejuk, dan
ada juga yang harus disimpan dalam lemari es. Semakin besar perusahaan, semakin
besar pula kapasitas produksi, artinya kapasitas gudang bahan baku juga semakin
besar (tergantung kebijakan perusahaan, apakah memperbesar kapasitas atau
memperbanyak gudang). Hal yang menjadi tantangan adalah, menjaga lingkungan
penyimpanan tersebut pada suhu terkendali dan hewan-hewan pengganggu. Selain
itu, semakin besar kapasitas juga memberikan andil terhadap semakin baik pula
manajemen arus keluar-masuk barang yang harus didokumentasikan,
pengoptimalan jumlah personil, beban kerja, serta perawatan di bagian gudang.
Setelah melalui penyimpanan di bagian gudang (warehouse) bahan baku,
kembali dengan izin Quality Control, bahan yang tidak memenuhi spesifikasi akan
dikembalikan ke pemasok/suplier, sedangkan bahan yang memenuhi spesifikasi
akan dirubah labelnya dari quarantine menjadi released. Bahan ini kemudian akan
digunakan untuk berbagai macam keperluan, baik untuk produksi, riset dan
sebagainya. Untuk proses produksi, bahan tersebut akan diminta melalui form
permintaan bahan, untuk kemudian ditimbang dan dilanjutkan ke bagian produksi.

24 | P a g e
Transfer bahan baku dari gudang ke area produksi juga jadi aspek penting
tersendiri. Karena spesifikasi ruang gudang dengan spesifikasi ruang produksi
berbeda.
Bahan baku pembuatan Obat Tradisional disebut sebagai simplisia. Simplisia
yang digunakan adalah dalam bentuk rimpang kering sehingga tidak diperlukan
proses pencucian dan pengeringan lagi. Dengan demikian, tidak diperlukan bak
penampungan air.
Kualitas bahan baku/simplisia akan sangat menentukan kualitas Obat
Tradisional yang dihasilkan. Oleh karena itu, pemilihan bahan baku yang
berkualitas baik harga yang murah. Secara umum, kualitas simplisia yang baik
dapat dilihat dari parameter/kriteria tingkat kebersihan, tingkat kekeringan, warna,
tingkat ketebalan, dan keseragaman ukurannya.
Pengadaan bahan awal dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi
spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa
dicatat. Catatan berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot/QC, tanggal
penerimaan atau penyerahan, tanggal pelulusan dan tanggal daluwarsa bila ada.
Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan
untuk pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu (Quality Control).

25 | P a g e
Pemilihan suplier Quality Assurance
(Apoteker)
Staff purchase order
(Minimal D3) Pesan bahan baku
Penanggung jawab
Apoteker (Manager)

Staff gudang
Penerimaan Bahan baku (Minimal D3)

Karantina bahan baku


Quality Control
(Apoteker)

Staff gudang
Penyimpanan bahan baku
(Minimal D3)

Quality Control
Karantina bahan baku
(Apoteker)

Sesuai spesifikasi Tidak sesuai spesifikasi

Quality Control Terima Tolak


(Apoteker)

Pemindahan bahan baku dari gudang ke area produksi

Gambar 3.1 Alur Bahan Baku

3.2. Cara Produksi yang Baik

Merupakan sebuah keharusan bagi industri farmasi untuk mematuhi peraturan


BPOM dalam memenuhi persyaratan obat yang diproduksi sesuai dengan CPOB
atau Cara Pembuatan Obat yang Baik. Secara garis besar, alur produksi sediaan

26 | P a g e
obat di industri farmasi adalah sama, yakni mulai dari penimbangan bahan baku,
diolah pada proses produksi, hingga akhirnya menjadi produk jadi dan dikemas lalu
siap diedarkan.

Bagian produksi dipimpin oleh seorang Manajer Produksi yang membawahi 4


Asisten Manajer yaitu Produksi I, Produksi II, Produksi III dan Pengemasan. Alur
proses produksi pada pada tiap bagian produksi ini dimulai dari bagian PPPI
memberikan Surat Perintah Kerja (SPK) kepada masing-masing bagian produksi
untuk produksi, yang disertai dengan Bon Penyerahan Bahan Baku (BPBB).

Bon Penyerahan Bahan Kemas (BPBK), Man Hour (MH), Machine Hour
(MCH), dan Berita Acara Produksi (BAP). Pengembangan produk akan
memberikan Catatan Pengolahan Bets (CPB) dan Catatan Pengemasan Bets
(CPSB). BPBK akan diteruskan ke gudang kemas, sedangkan BPBB serta CPB
akan dikirimkan ke penimbangan sentral. Kemudian bahan baku yang telah
ditimbang akan dikirim ke masing-masing bagian produksi untuk melakukan
kegiatan produksi.

Staff Operator Produksi ialah sebuah jabatan didalam sebuah perusahaan yang
memiliki tanggung jawab dalam mengelola atau memproses suatu barang dari
bahan baku menjadi bahan jadi seperti yang diperlukan oleh perusahaan yang
bersangkutan.

a. Produksi I
Asisten manajer produksi I adalah seorang apoteker, yang bertanggung jawab
terhadap kegiatan produksi I, yaitu produksi tablet non betalaktam dan Anti Retro
Viral (ARV). Rifampicin memiliki ruangan khusus untuk produksi mulai dari
proses mixing sampai akhir pencetakan, sedangkan produksi ARV dilakukan di
gedung terpisah dari produksi 1. Asisten manajer dibantu oleh 4 supervisor, yaitu
Spv. Granulasi, Spv. Pencetakan 40 tablet, dan Spv. Penyalutan tablet dan Spv.
Produksi dan Pengemasan ARV.

b. Produksi II

27 | P a g e
Produksi II berada di bawah tanggung jawab Asisten Manajer Produksi II untuk
menangani produk kapsul, krim, cairan dan sirup kering non betalaktam dan produk
steril (injeksi). Asisten manajer dibantu oleh empat supervisor, yaitu: Spv. Kapsul,
Spv, Krim, Spv. Cairan dan sirup kering non betalaktam, Spv. Sediaan steril
(injeksi).
1. Pembuatan sediaan cairan
Bahan aktif dan bahan tambahan di lakukan mixing dalam sebuah tangki sampai
homogen. Bagian KIP akan melakukan sampling ke produksi cairan untuk di
lakukan pemeriksaan oleh IPC. Setelah memenuhi syarat, di lakukan filling ke
botol. Selama proses filling di lakukan pengecekan keseragaman volume setiap 30
menit, kemudian dilakukan capping.
c. Produksi III
Produksi III khusus memproduksi antibiotik turunan penisilin (betalaktam)
yaitu Ampicilin dan Amokcilin. Gedung betalaktam menurut CPOB harus
dipisahkan dengan gedung yang lain karena sifat kontaminasi dari produk
betalaktam terhadap sediaan obat lain (berhubungan dengan reaksi
alergi/anafilaksis). Produk betalaktam ini diformulasi menjadi tiga bentuk sediaan
yaitu tablet, kapsul dan sirup kering. Plant Jakarta memproduksi kapsul dan sirup
kering hanya sampai pencampuran sedangkan pengisian dimakloonkan. Proses
produksi betalaktam pada dasarnya sama dengan produksi sediaan non betalaktam,
proses pembuatan tablet dilakukan dengan granulasi kering.

d. Narkotika dan Psikotropika


PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta memiliki hak khusus untuk
mengimpor, memproduksi dan mendistribusikan obat-obatan golongan narkotika di
Indonesia sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No 199/Menkes/SK/III/1996.
e. Pengemasan
Bagian pengemasan yang dipimpin oleh Asisten Manajer dibantu oleh 5
Supervisor (Spv.) yaitu Supervisor KIP (Karantina In Process); Spv. pengemasan
primer; Spv. pengemasan sekunder sediaan tablet dan kapsul; Spv. pengemasan

28 | P a g e
sekunder sediaan liquid, krim, injeksi, sirup kering narkotik/psikotropik; dan Spv.
Penandaan.
Proses pengemasan dimulai setelah produk ruahan diluluskan oleh QC. Semua
produk dikemas sesuai dengan bahan kemasan yang telah ditentukan. Produk yang
telah melalui pengemasan primer kemudian dimasukkan ke jalur
pengemasan sekunder sesuai dengan bentuk sediaannya.
1) KIP (Karantina In Process)
Supervisor KIP bertugas menerima, menyimpan dan mengeluarkan
produk massa (kecuali sirup dan injeksi), produk antara (krim, cairan,
granul dan lain-lain) dan produk ruahan sampai produk jadi (untuk
semua produk, termasuk sediaan injeksi dan sirup) untuk dilakukan
pemeriksaan laboratorium oleh IPC.
Ada 5 jenis bon penyerahan :
 Bon I : Penyerahan produk antara dari bagian produksi ke KIP.
 Bon II : Penyerahan produk antara yang telah diperiksa dari KIP
kebagian produksi untuk melanjutkan proses.
 Bon III : Penyerahan produk ruahan dari bagian produksi ke KIP
 Bon IV : Penyerahan produk ruahan dari KIP ke bagian
pengemasan.
 Bon V : Penyerahan produk jadi dari bagian pengemasan ke
gudang produk jadi.
2) Pengemasan primer
Pengemasan primer dikhususkan untuk sediaan padat, yaitu tablet dan
kapsul. Pengemasannya dimulai dari proses stripping, blistering atau
counting (dimasukkan dalam botol).
a) Strip
Bahan yang digunakan untuk stripping adalah polycellonium.
Alat stripping yang digunakan contohnya adalah Forecma.
b) Blister
Bahan blister yang digunakan adalah Aluminium foil. Alat
blisterring yang digunakan ada Duankwei.

29 | P a g e
c) Counting ke dalam botol
Biasanya digunakan untuk obat yang murah atau tablet salut gula.
Alat yang digunakan adalah chi new.
3) Pengemasan sekunder sediaaan tablet dan kapsul
Bertanggung jawab terhadap pengemasan sekunder dari produk yang
telah dikemas pada pengemasan primer tablet dan kapsul. Hasil strip
dan blister yang lulus tes kebocoran dilanjutkan ke pengemasan
sekunder yaitu dengan memasukkannya ke dalam dus dan box.
4) Pengemasan sekunder sediaan liquid, krim, injeksi, sirup kering
narkotik/psikotropik
Pada pengemasan sekunder ada 12 jalur pengemasan dimana jalur 1-
8 untuk jalur pengemasan sekunder untuk produk tablet dan kapsul,
jalur 9-10 adalah jalur pengemasan sekunder untuk sediaan cair dan
semisolid, jalur 11-12 terletak pada ruangan tertutup yang merupakan
jalur pengemasan sekunder narkotika dan psikotropika.
5) Penandaan
Supervisor penandaan mendapat Rencana Harian dari bagian
pengemasan sehari sebelumnya dan memiliki tugas memberikan
penandaan pada leaflet, etiket dan box yang berupa expired date,
manufacturing date, No. Batch dan Harga Eceran Tertinggi (HET).

30 | P a g e
Bahan Baku

Penerimaan dan Karantina

Bahan Baku
G

Penimbangan dan
Pencampuran

Bahan Setengah Jadi

Karantina

Bahan Setengah Jadi

Pengisian

produk dalam jumlah banyak

Karantina

produk dalam jumlah banyak

Pengemasan
n
Produk Jadi

Karantina

Produk Jadi
Gambar 3.2. Alur Produksi Obat

Pada proses produksi, bahan baku yang telah disetujui untuk digunakan
akan diminta melalui form permintaan bahan, untuk kemudian ditimbang dan
dilanjutkan ke bagian produksi. Transfer bahan baku dari gudang ke area

31 | P a g e
produksi menjadi aspek penting, karena spesifikasi di ruang gudang dengan
spesifikasi di ruang produksi berbeda.
Penimbangan biasanya dilakukan oleh personil PPIC, atau operator
produksi khusus penimbangan, dengan disaksikan oleh supervisor. Setiap
bahan juga memilki prioritas penimbangan dan pengawasan masing-masing.
Pada bahan baku prekursor biasanya langsung diawasi oleh Asisten Manager
(satu tingkat di atas supervisor), bahan baku yang sudah kemudian ditransfer
ke bagian produksi.
Bahan baku yang sudah ditransfer kemudian ditimbang ulang (diverifikasi).
Selesai ditimbang, bahan baku disimpan sementara sebelum memulai proses
produksi. Penyimpanan tergantung pada kelancaran proses produksi. Jika
proses bermasalah, bahan baku akan disimpan dulu. Proses ini disebut staging
bahan baku. Selanjutnya pihak produksi akan melakukan persiapan produksi,
membawa Prosedur Pengolahan Induk dan Pengemasan Induk dari suatu
produk, kemudian dokumen akan bertambah seiring berjalannya proses
produksi, hingga tersusun Catatan Pengolahan Bets (CPB) secara lengkap
sebagai bahan evaluasi QA dalam merelease suatu batch. Proses persiapan juga
meliputi penyiapan ruangan, checklist kesiapan lini produksi, kebersihan alat,
kalibrasi alat dan lain-lain.
Bahan baku, dan bahan lain yang sudah siap (setelah proses staging),
kemudian diambil dan ditransfer ke ruang produksi tertentu. Sebagai
informasi, produksi sediaan farmasi tidak sesederhana produksi kerupuk, atau
makanan camilan. Setiap bahan memiliki spesifikasi ruang tersendiri, ada yang
memerlukan Rh (kelembaban) tinggi dan ada juga yang tidak. Kemudian, jika
bahan baku berbentuk serbuk, harus diperhatikan juga agar tidak mencemari
ruang produksi lain. Karena itu, idealnya setiap proses produksi berjalan, pintu
antara ruangan satu dan lainnya harus tertutup.
Bahan baku akan melewati proses produksi tertentu, tergantung cara
pengolahannya. Bisa melewati granulasi, ayak, cetak, coating, dan lain
sebagainya. Banyak tahapan yang akan dilalui, dan dalam hal ini biasanya
dilakukan validasi proses, juga dilakukan In Process Control untuk

32 | P a g e
mengetahui keadaan atau kelayakan bahan selama proses, dengan tujuan untuk
dapat mengetahui setiap tahap produksinya guna mengantisipasi kemungkinan
yang sewaktu-waktu bisa terjadi, misalnya jika terjadi kesalahan akan dapat
segera diperbaiki. Sebagai informasi, mesin produksi juga merupakan suatu
hal yang unik. Mesin produksi yang dimiliki setiap industri, bisa berbeda satu
sama lain. Semakin canggih suatu mesin, maka faktor Man akan semakin
berkurang. Namun jika mesin yang digunakan adalah mesin konvensional atau
manual, maka faktor operator yang menggunakan akan sangat berpengaruh
terhadap produk. Operator biasanya sudah mengetahui trik dan cara-cara
pengatasan masalah atau berbagai hal yang dapat berpengaruh pada produk.
Karena itulah, mesin yang masih sederhana akan sangat dipengaruhi oleh skill
dan art dari operator.
Tanggung jawab dari departemen produksi ini ialah menyangkut kegiatan
proses pengolahan obat sejak bahan baku mulai ditimbang dari departemen
gudang hingga pengemasan produk ruahan yang kemudian akan disimpan ke
gudang finished good. Proses pengolahan ini dilaksanakan sesuai dengan
jadwal produksi bulanan yang telah disusun oleh departemen PPIC. Jika jadwal
tersebut telah disetujui oleh departemen produksi, maka jadwal itu akan
dipecah menjadi jadwal produksi perminggu.

3.3 Alur / Cara Pembuatan Sediaan Sirup Tradisional yang Baik pada
Minuman Jahe
Serupa dengan pembuatan sediaan tablet, dalam pembuatan / produksi
sediaan obat berbentuk sirup dilakukan di sebuah unit ruang yang dipimpin
oleh seorang Apoteker kepala unit produksi. Pelaksanaan produksinya
berdasarkan Surat Perintah Kerja dan sesuai dengan “Batch Record”.

Alur pembuatan sirup dimulai dengan penimbangan bahan baku, kemudian


dilakukan pembuatan sirupus simplek dan pemanasan air untuk melarutkan
bahan. Sirupus smplek didinginkan terlebih dahulu kemudian dicampur
dengan bahan lainnya kecuali bahan peningkat aroma yang ditambahkan

33 | P a g e
terakhir. Sirupus simplek disaring terlebih dahulu sebelum dicampur dengan
menggunakan mixer. Sirup yang dihasilkan diuji dengan pemeriksaan
organoleptik, pH, kelarutan, kadar zat aktif. Sirup yang sudah memenuhi syarat
dipindahkan ke dalam kontainer untuk diisikan ke dalam botol. Botol yang
digunakan sebelumnya dicuci terlebih dahulu dan dikeringkan di dalam oven.
Proses pengisian sirup menggunakan mesin pengisi sirup kemudian
dilanjutkan dengan penutupan botol menggunakan mesin penutup botol. Botol
yang telah berisi sirup diberi etiket dan dilakukan pengemasan sekunder. Alur
kegiatan produksi sirup dapat dilihat pada gambar 3.4.

34 | P a g e
Penimbangan

Bahan aktif Bahan pembantu Bahan sirupus simplek

Aqua DM

Pelarutan Pembuatan sirupus simplek

Pencampuran

Pengadukan

QC - homogenitas
Penyaringan

Wadah Organoleptik

QC pH

Pencucian Kelarutan

Kadar zat aktif

Pengeringan Pengisian

Penutupan

QC - pemeriksaan visual

Pengemasan

Obat Jadi

Gambar 3.3. Alur / cara pembuatan sirup

35 | P a g e
Setelah proses pengolahan berhasil dilalui dengan baik, masuk pada proses
cetak atau lainnya. Setelah melalui berbagai macam proses pengolahan, suatu
produk akan sampai pada tahap produk ruahan. Produk ruahan adalah produk
yang hanya memerlukan satu tahap lagi sehingga menjadi produk jadi. Produk
ruahan adalah cairan siap filling yang belum dikemas. Produk ruahan ini
kemudian akan memasuki tahap pengemasan. Jika pada saat pengolahan,
digunakan Prosedur Pengolahan Induk, kali ini akan digunakan Prosedur
Pengemasan Induk. Kemasan sendiri terdiri dari kemasan primer berupa botol
kaca berlangsung di grey area, kemasan sekunder berupa box berlangsung di
black area, dan tersier berupa karton. Produk jadi yang sudah ditransfer, tidak
langsung dikemas secara sekunder. Produk ini akan melalui serangkaian uji
terlebih dahulu sehingga dinyatakan memenuhi syarat dan
mendapat release dari Quality Control Department. Jika produk sudah
mendapat release dari Quality Control Department kemudian dikemas
menurut Prosedur Pengemasan Induk.

Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum


penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan
untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan
untuk memastikan produk dan Catatan Pengemasan Bets memenuhi semua
spesifikasi yang ditentukan. Label, karton, bahan pengemas dan bahan cetak
lain diperiksa nomor bets/lot, tanggal kadaluwarsa dan informasi lain sesuai
dengan perintah pengemasan hendaklah diawasi dengan ketat pada tiap tahap
proses sejak diterima dari gudang sampai menjadi bagian dari produk atau
dimusnahkan.

Tabel 3.1 Peralatan yang digunakan


No. Jenis Peralatan Satuan Jumlah

1 Timbangan duduk Buah 2

2 Mesin penggerak Buah 2

36 | P a g e
3 Mesin penggiling Buah 4

4 Mesin penyaring Buah 2

5 Mesin pengisian Buah 5

7 Alat pengukur kadar air Buah 1

8 Alat sortir Buah 2

9 Alat sortir/tampah Buah 6

10 Rak besar Buah 7

11 Tong Buah 10

12 Ember besar/wadah Buah 10

13 Tampah penyimpanan Buah 30

Tabel 3.2 Bahan yang digunakan

No. Bahan

1 Jahe

2 Pelarut : air murni

3 Pemanis : sirupus simplek

37 | P a g e
BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Alur Bahan Baku


Dalam proses pembuatan obat, terdapat berbagai bagian yang mendukung
keberhasilan suatu proses pembuatan obat, mulai dari kedatangan bahan baku
hingga obat lulus untuk dipasarkan. Setiap tahapan sangat berhubungan dengan
tahap selanjutnya, oleh karena itu dalam industri obat herbal terstandar seluruh
bagian memiliki pengaruh yang besar terhadap mutu obat yang dihasilkan. Dalam
sebuah industri, bagian R&D akan melakukan kajian suatu produk yang akan
diproduksi yaitu bahan-bahan apa saja yang akan digunakan, bagaimana cara
pembuatannya, mencari literatur dan jurnal yang berhubungan, bahan aktif apa
yang akan digunakan, sebesar apa kadar bahan aktif yang harus dicapai,
menentukan spesifikasi seluruh bahan yang digunakan, bagaimana metode uji yang
digunakan, bagaimana metode pembuatan yang akan digunakan, dan lain-lain.
Pemesanan dan kedatangan bahan baku. Pemilihan dan perlakuan terhadap bahan
baku harus dilakukan dengan baik, karena setiap bahan baku yang berasal dari
suplier yang berbeda memiliki ciri khas masing-masing. Bahan baku merupakan
input dan harus dipastikan kualitasnya supaya terjaga. Quality Control akan
menguji apakah bahan baku sesuai spesifikasi.
Setelah melalui penyimpanan di bagian gudang (warehouse) bahan baku,
dengan izin Quality Control, bahan yang tidak memenuhi spesifikasi akan
dikembalikan ke pemasok/suplier, bahan yang memenuhi spesifikasi akan dirubah
labelnya dari karantina menjadi released. Pengadaan bahan awal dari pemasok yang
telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan,
pengeluaran dan jumlah bahan tersisa dicatat. Catatan berisi keterangan mengenai
pasokan, nomor bets/lot/QC, tanggal penerimaan atau penyerahan, tanggal
pelulusan dan tanggal daluwarsa bila ada. Bahan awal yang diterima hendaklah

38 | P a g e
dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian
pengawasan mutu (Quality Control).
4.2 Alur Produksi
Proses produksi obat yang pertama kali dilakukan adalah penerimaan bahan
baku, lalu segera dicek atau di validasi oleh Tim Quality Control (QC) setelah
terbukti memenuhi standar penerimaan dan standar penggunaan kemudian bahan
baku dimasukkan ke dalam gudang penyimpanan bahan baku. Bahan baku yang
akan dipakai diambil dari gudang penyimpanan.

Bahan baku yang datang dan diterima akan disimpan oleh petugas bagian
gudang, Setelah melalui penyimpanan di bagian gudang bahan baku, kembali
dengan izin Quality Control, bahan yang tidak memenuhi spesifikasi akan
dikembalikan ke pemasok/suplier, sedangkan bahan yang memenuhi spesifikasi
akan dirubah labelnya dari quarantine menjadi released. Bahan ini kemudian akan
digunakan untuk produksi obat.

Kemudian pada proses produksi, bahan baku ditimbang oleh personil PPIC
atau operator produksi yang bertugas khusus penimbangan dan disaksikan oleh
supervisor, bahan baku yang sudah ditimbang kemudian dipindahkan kebagian
produksi kemudian ditimbang ulang atau diverifikasi, selanjutnya bahan baku
disimpan dahulu sebelum memulai proses produksi.

Bagian produksi dipimpin oleh seorang Manajer Produksi yang membawahi 4


Asisten Manajer yaitu Produksi I, Produksi II, Produksi III dan Pengemasan. Alur
proses produksi pada pada tiap bagian produksi ini dimulai dari bagian PPPI
memberikan Surat Perintah Kerja (SPK) kepada masing-masing bagian produksi
untuk produksi, yang disertai dengan Bon Penyerahan Bahan Baku (BPBB).

Bon Penyerahan Bahan Kemas (BPBK), Man Hour (MH), Machine Hour
(MCH), dan Berita Acara Produksi (BAP). Pengembangan produk akan
memberikan Catatan Pengolahan Bets (CPB) dan Catatan Pengemasan Bets
(CPSB). BPBK akan diteruskan ke gudang kemas, sedangkan BPBB serta CPB
akan dikirimkan ke penimbangan sentral. Kemudian bahan baku yang telah

39 | P a g e
ditimbang akan dikirim ke masing-masing bagian produksi untuk melakukan
kegiatan produksi.

Staff Operator Produksi ialah sebuah jabatan didalam sebuah perusahaan yang
memiliki tanggung jawab dalam mengelola atau memproses suatu barang dari
bahan baku menjadi bahan jadi seperti yang diperlukan oleh perusahaan yang
bersangkutan.

4.3 Alur Produksi Sirup Jahe


Dalam proses produksi obat dengan bentuk sediaan sirup, dilakukan di ruangan
produksi I yang dikepalai oleh seorang Apoteker manager produksi, dimulai dari
proses menimbang, mencampur, hingga pengemasan sampai menjadi produk akhir,
untuk selanjutnya di karantia di gudang.

Pada pembuatan sirup dimulai dengan penimbangan bahan baku, kemudian


dilakukan pembuatan sirupus simplek dan pemanasan air untuk melarutkan bahan.
Sirupus simplek didinginkan terlebih dahulu kemudian dicampur dengan bahan
lainnya kecuali bahan peningkat aroma yang ditambahkan terakhir. Sirupus simplek
disaring terlebih dahulu sebelum dicampur dengan menggunakan mixer. Sirup yang
dihasilkan diuji dengan pemeriksaan organoleptik, pH, kelarutan, kadar zat aktif.
Sirup yang sudah memenuhi syarat dipindahkan ke dalam kontainer untuk diisikan
ke dalam botol. Botol yang digunakan sebelumnya dicuci terlebih dahulu dan
dikeringkan di dalam oven. Proses pengisian sirup menggunakan mesin pengisi
sirup kemudian dilanjutkan dengan penutupan botol menggunakan mesin penutup
botol. Botol yang telah berisi sirup di Penimbangan bahan untuk sediaan injeksi dan
mixing dilakukan di grey area di bawah LAF. Proses mixing terdiri dari proses
pelarutan dan pencampuran bahan obat yang telah ditimbang. Setelah itu dilakukan
filtrasi dengan prefilter 0,45 μm dan absolut filter 0,2 μm. Kemudian dilakukan
sampling oleh QC untuk pemeriksaan pemerian, pH, dan kadar zat aktif. Setelah
released, dilanjutkan dengan proses filling pada white area (kelas 100) di bawah
LAF, yaitu pengisian larutan ke dalam wadah kemasan primer steril. Untuk

40 | P a g e
pengisian dry injection dilakukan di ruang isolator dalam ruang steril dengan RH
rendah (< 30%) dan suhu ruang steril < 25oC.

Uji sterilitas dilakukan oleh QC untuk produk yang membutuhkan proses


sterilisasi akhir dan untuk sediaan aseptis. Proses selanjutnya adalah inspeksi, yang
dilakukan secara manual dengan melihat partikel-partikel pengotor berupa benang,
pecahan kaca dan kotoran hitam. Inspeksi lain berupa penyeleksian terhadap seal-
cap yang rusak, bocor, mulut vial yang pecah ketika di-seal cap dan vial yang kotor
sebelum dilakukan pengemasan sekunder.beri etiket dan dilakukan pengemasan
sekunder.

41 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

1. Badan POM. 2011. “Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional


Yang Baik (CPOTB)”. Jakarta: Depkes RI.

2. Fauzi. 2014. “Bagian produksi di Industri Farmasi”.


http://ilmu-kefarmasian.blogspot.co.id/2014/02/bagian-produksi-di-
industri-farmasi.html (diakses tanggal 17 November 2017).

3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 245/Menkes/ SK/V/1990


tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha
Industri Farmasi. Jakarta
https://apotekerbercerita.wordpress.com/2011/03/23/pekerjaan-
apoteker-di-industri/ (diakses tanggal 17 November 2017).

4. Yudhawan, Indra. 2015. “Mengenal Industri Farmasi – Tinjauan dari


Sudut Pandang sangat Sederhana”.
https://medindra.wordpress.com/2015/10/08/mengenal-industri-
farmasi-tinjauan-dari-sudut-pandang-sangat-sederhana-bagian-1-
pendahuluan/ (diakses tanggal 11 November 2017).

42 | P a g e

You might also like