You are on page 1of 32

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN LANSIA DENGAN DEMENSIA

YANG MENGALAMI GANGGUAN DISORIENTASI WAKTU

DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDA

BANYUWANGI

Di Susun Oleh

DAYU AGENG SAFITRI

14.401.15.021

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

PRODI DIII KEPERAWATAN

TAHUN 2017/2018
BAB I

PENDAHULUAN

a) Konsep Lansia
1. Definisi Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998
tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).
Lansia adalah periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang dan
merupakan tahap perkembangan psikososial yang terakhir (ke delapan) menurut
Erikson.Perkembangan psikososial lansia adalah tercapainya integritas diri yang
utuh (Keliat, 2011).
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-perlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Pranaka, 2011).
2. Batasan Lansia
Menurut (Maryam, 2008) Batasan Lansia, Sebagai berikut :
a. Pra usia lanjut
Seseorang yan berusia antara 45-59 tahun.
b. Usia lanjut
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.Usia lanjut adalah tahap masa tua
dalam perkembangan individu (usia 60 tahun keatas). Sedangkan lanjut usia
adalah sudah berumur atau tua.
c. Usia lanjut resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Usia lanjut potensial
Usia lanjut yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang
dapat menghasilkan baran atau jasa.
e. Usia lanjut tidak potensial
Usia lanjut yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya tergantung
pada bantuan orang lain.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam (Nugroho, 2000) lanjut usia
meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun
b. Usia lanjut (eldery) antara 60-74 tahun.
c. Usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
3. Permasalahan Lansia
Proses menua dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal yang
wajar akan dialami semua orang yang dikaruniai umur panjang. Hanya lambat
cepatnya proses tersebut bergantung pada masing-masing individu yan
bersangkutan. (Fatimah, 2010)
Adapun permasalahan yang berkaitan dengan lanjut usia antara lain:
a. Secara individu, Pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai
masalah baik fisik,-biologik, mental maupun sosial ekonomis. Dengan
demikian lanjut usia seseorang, mereka akan menalami kemunduran
terutama dibidang kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan
penurunan pada peranan-peranan sosialnya. Hal ini mengakibatkan pula
timbulnya gangguan di dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya
sehingga dapat meningkatkan ketergantungan yan memerlukan bantuan
orang lain.
b. Lanjut usia tidak saja ditandai dengan kemunduran fisik, tetapi dapat pula
berpengaruh terhadap kondisi mental. Semakin lanjut seseorang,
kesibukan sosialnya akan semakin berkurang hal mana akan dapat
menakibatkan berkurangnya interitas dengan lingkungannya. Hal ini dapat
memberikan dampak pada kebahagiaan seseorang.
c. Pada usia mereka yang telah lanjut, Sebagian dari para lanjut usia tersebut
masih mempunyai kemampuan untuk bekerja. Permasalahan yang
mungkin timbul adalah bagaimana memfungsikan tenaga dan kemampuan
mereka tersebut didalan situasi keterbatasan kesempatan kerja.
d. Disamping itu, masih ada sebagian dari lanjut usia dalam keadaan
terlantar, selain tidak mempunyai bekal hidup dan pekerjaan atau
penghasilan, mereka juga tidak mempunyai keluarga atau sebatang kara.
e. Dalam masyarakat tradisional biasanya lansia di hargai dan di hormati,
sehingga mereka masih dapat berperan dan berguna bagi masyarakat.
Akan tetapi dalam masyarakat industri ada kecenderungan mereka kurang
dihargai sehingga mereka terisolir dari kehidupan masyarakat.
f. Di dasarkan pada sistem kultural yang berlaku maka mengharuskan
generasi tua atau lanjut usia masih dibutuhkan sebagai pembina agar jati
diri budaya dan ciri-ciri khas indonesia tetap terpelihara kelestariannya.
g. Karena kondisinya, lansia memerlukan tempat tinggal atau fasilitas
perumahan yang khusus. (Fatimah, 2010)

Secara umum menjadi tua atau menua (ageing process), ditandai oleh
kemunduran-kemunduran biologis yang terlihat sebaai ejala-gejala kemunduran
fisik antara lain:
a. Kulit mulai menendur dan wajah mulai timbul keriput serta garis-garis
yang menetap
b. Rambut kepala mulai memutih dan beruban
c. Gigi mulai lepas atau ompong
d. Penglihatan dan pendengaran berkurang
e. Mudah lelah dan mudah jatuh
f. Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah. (Sofita, 2014)
4. Tipe-Tipe Lansia
Dalam Maryam (2008), banyak ditemukan bermacam-macam tipe lansia.
Beberapa yang menonjol diantaranya:
a. Tipe arif bijaksana
Lansia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Lansia kini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan yang
baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi
undangan.
c. Tipe tidak puas
Lansia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses penuaan
yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani,
kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar,
mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah
Lansia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan
beribadat, ringan kaki, malakukan berbagai jenis pekerjaan.
e. Tipe bingung
Lansia yang sering kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa
minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.
Lansia dapat pula dikelompokkan dalam beberapa tipe yang bergantung pada
karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, soaial dan
ekonominya. Tipe ini antara lain:
a) Tipe optimis
Lansia santai dan periang, penyesuaian cukup baik, memandang lansia
dalam bentuk bebas dari tanggung jawab dan sebaai kesempatan untuk
menuruti kebutuhan pasifnya.
b) Tipe konstruktif
Mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidup, mempunyai toleransi
tinggi, humoris, fleksibel dan sadar diri.Biasanya sifat ini terlihat sejak
muda.
c) Tipe ketergantungan
Lansia ini masih dapat diterima di tenah masyarakat, tetapi selalu pasif,
tidak berambisi, masih sadar diri, tidak mempunyai inisiatif, dan tidak
praktis dalam bertindak.
d) Tipe defensif
Sebelumnya mempunyai riwayat pekerjaan atau jabatan yang tidak stabil,
selalu menolak bantuan, emosi serin tidak terkontrol, memegan teguh
kebiasaan, bersifat kompulsif aktif, takut mengahadi “menjadi tua” dan
menyenangi masa pensiun.
e) Tipe militan dan serius
Lansia yang tidak mudah menyerah, serius, senang berjuang dan bisa
menjadi panutan.
f) Tipe pemarah frustasi.
Lansia yang pemarah, tidak sabar, mudah tersingung, selalu menyalahkan
orang lain, menunjukkan penyesuaian yang buruk, dan sering
mengekspresikan kepahitan hidupnya.
g) Tipe bermusuhan
Lansia yang selalu menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalan,
selalu meneluh, bersifat agresif dan curiga. Umumnya memiliki pekerjaan
yang tidak stabil di saat muda, menganggap menjadi tua sebagai hal yang
tidak baik, takut mati, iri hati pada orang yang masih muda, senang
mengadu untung pekerjaan, dan aktif menghindari masa yang buruk.
h) Tipe putus asa, membenci dan menyalahkan diri sendiri
Bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak memiliki ambisi,
mengalami penurunan sosio-ekonomi, tidak dapat menyesuaikan diri,
lansia tidak hanya mengalami kemarahan, tetapi juga depresi, menganggap
usia lanjut sebagai masa yang tidak menarik dan berguna. (Keliat, 2011)
b) Perubahan Fisik dan Psikososial pada Lansia
1. Perubahan Fisik pada Lansia
Menurut Maryam (2008), perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada
lanjut usia adalah :
a. Sel
Perubahan sel pada lanjut usia meliputi: terjadinya penurunan jumlah
sel, terjadi perubahan ukuran sel, berkurangnya jumlah cairan dalam
tubuh dan berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi
protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, penurunan jumlah sel pada
otak, terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak menjadi atrofis
beratnya berkurang 5-10%.
b. Sistem Persyarafan
Perubahan persyarafan meliputi : berat otak yang menurun 10-20%
(setiap orang berkurang sel syaraf otaknya dalam setiap harinya),
cepat menurunnya hubungan persyarafan, lambat dalam respon dan
waktu untuk bereaksi khususnya dengan stress, mengecilnya syaraf
panca indra, berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
mengecilnya syaraf
c. Penciuman dan perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu
dengan ketahanan terhadap sentuhan, serta kurang sensitif terhadap
sentuan.
d. Sistem Pendengaran
Perubahan pada sistem pendengaran meliputi: terjadinya presbiakusis
(gangguan dalam pendengaran) yaitu gangguan dalam pendengaran
pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara, nada-nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kta, 50% terjadi pada
umur diatas 65 tahun. Terjadinya otosklerosis akibat atropi membran
timpani. Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena
meningkatnya keratinin. Terjadinya perubahan penurunan
pendengaran pada lansia yang mengalami ketegangan jiwa atau stress.
e. Sistem Penglihatan
Perubahan pada sistem penglihatan meliputi: timbulnya sklerosis
dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis
(bola), terjadi kekeruhan pada lensa yang menyebabkan katarak,
meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat dan susah melihat pada cahaya gelap,
hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, serta
menurunnya daya untuk membedakan warna biru atau hijau. Pada
mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil
menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap
akomodasi, lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih buram
mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan untuk
menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna gelap
seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan dalam area
yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang (sulit
melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko cedera.
Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan
membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan jelas,
semua hal itu dapat mempengaruhi kemampuan fungsional para
lansia sehingga dapat menyebabkan lansia terjatuh.
Sistem Kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler meliputi: terjadinya
penurunan elastisitas dinding aorta, katup jantung menebal dan
menjadi kaku, menurunnya kemampuan jantung untuk memompa
darah yang menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya,
kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh
darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi yang dapat
mengakibatkan tekanan darah menurun (dari tidur ke duduk dan
dari duduk ke berdiri) yang mengakibatkan resistensi pembuluh darah
perifer.
f. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Perubahan pada sistem pengaturan tempertur tubuh meliputi: pada
pengaturan sistem tubuh, hipotalamus dianggap bekerja sebagai
thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran
terjadi berbagai faktor yang mempengaruhinya, perubahan yang sering
ditemui antara lain temperatur suhu tubuh menurun (hipotermia) secara
fisiologik kurang lebih 35°C, ini akan mengakibatkan metabolisme yang
menurun. Keterbatasan refleks mengigil dan tidak dapat memproduksi
panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
g. Sistem Respirasi
Perubahan sistem respirasi meliputi: otot pernapasan mengalami
kelemahan akibat atropi, aktivitas silia menurun, paru kehilangan
elastisitas, berkurangnya elastisitas bronkus, oksigen pada arteri
menurun, karbon dioksida pada arteri tidak berganti, reflek dan
kemampuan batuk berkurang, sensitivitas terhadap hipoksia dan
hiperkarbia menurun, sering terjadi emfisema senilis, kemampuan
pegas dinding dada dan kekuatan otot pernapasan menurun seiring
pertambahan usia.
h. Sistem Pencernaan
Perubahan pada sistem pecernaan, meliputi: kehilangan gigi,
penyebab utama periodontal disease yang bisa terjadi setelah umur 30
tahun, indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecap
terhadap rasa asin, asam dan pahit, esofagus melebar, rasa lapar
nenurun, asam lambung menurun, motilitas dan waktu pengosongan
lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi,
fungsi absorpsi melemah, hati semakin mengecil dan tempat
penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.
i. Sistem Perkemihan
Perubahan pada sistem perkemihan antara lain ginjal yang merupakan
alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urine, darah
masuk keginjal disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang
disebut nefron (tempatnya di glomerulus), kemudian mengecil dan
nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%
sehingga fungsi tubulus berkurang, akibatnya, kemampuan
mengkonsentrasi urine menurun, berat jenis urine menurun. Otot-otot
vesika urinaria menjadi lemah, sehingga kapasitasnya menurun
sampai 200 ml atau menyebabkan buang air seni meningkat. Vesika
urinaria sulit dikosongkan sehingga terkadang menyebabkan retensi
urine.
j. Sistem Endokrin
Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin meliputi: produksi semua
hormon turun, aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate), dan
daya pertukaran zat menurun. Produksi aldosteron menurun, Sekresi
hormon kelamin, misalnya progesterone, estrogen, dan testoteron
menurun.
k. Sistem Integumen
Perubahan pada sistem integumen, meliputi: kulit mengerut atau keriput
akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit cenderung
kusam, kasar, dan bersisi. Timbul bercak pigmentasi, kulit kepala
dan rambut menipis dan berwarna kelabu, berkurangnya elestisitas
akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan
rapuh, jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.
l. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan pada sistem muskuloskeletal meliputi: tulang kehilangan
densitas (cairan) dan semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas tulang
menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya berjalan, tendon mengerut dan
mengalami sklerosis, atrofi serabut otot, serabut otot mengecil sehingga
gerakan menjadi lamban, otot kram, dan menjadi tremor, aliran darah ke
otot berkurang sejalan dengan proses menua. Semua perubahan tersebut
dapat mengakibatkan kelambanan dalam gerak, langkah kaki yang
pendek, penurunan irama. Kaki yang tidak dapat menapak dengan kuat
dan lebih cenderung gampang goyah, perlambatan reaksi
mengakibatkan seorang lansia susah atau terlambatmengantisipasi bila
terjadi gangguan terpeleset, tersandung, kejadian tiba-tiba sehingga
memudahkan jatuh.
2. Perubahan Psikososial pada Lansia
Berdasarkan beberapa evidence based yang telah dilakukan terdapat
perubahan psikososial yang dapat terjadi pada lansia antara lain:
a. Kesepian
Septiningsih dan Na’imah (2012) menjelaskan dalam studinya bahwa
lansia rentan sekali mengalami kesepian. Kesepian yang dialami
dapat berupa kesepian emosional, situasional, kesep ian sosial atau
gabungan ketiga-tiganya. Berdasarkan penelitian tersebut beberapa hal
yang dapat memengaruhi perasaan kesepian pada lansia diantaranya:
1) Merasa tidak adanya figur kasih sayang yang diterima seperti dari
suami atau istri, dan atau anaknya
2) Kehilangan integrasi secara sosial atau tidak terintegrasi dalam
suatu komunikasi seperti yang dapat diberikan oleh sekumpulan
teman, atau masyarakat di lingkungan sekitar. Hal itu disebabkan
karena tidak mengikuti pertemuan-pertemuan yang dilakukan di
kompleks hidupnya
3) Mengalami perubahan situasi, yaitu ditinggal wafat pasangan hidup
(suami dan atau istri), dan hidup sendirian karena anaknya
tidak tinggal satu rumah.
b. Kecemasan Menghadapi Kematian
Ermawati dan Sudarji (2013) menyimpulkan dalam hasil penelitiannya
bahwa terdapat 2 tipe lansia memandang kematian. Tipe pertama lansia
yang cemas ringan hingga sedang dalam menghadapi kematian ternyata
memiliki tingkat religiusitas yang cukup tinggi. Sementara tipe yang kedua
adalah lansia yang cemas berat menghadapi kematian dikarenakan takut
akan kematian itu sendiri, takut mati karena banyak tujuan hidup
yang belum tercapai, juga merasa cemas karena sendirian dan tidak akan
ada yang menolong saat sekarat nantinya.
c. Depresi
Lansia merupakan agregat yang cenderung depresi. Menurut Jayanti,
Sedyowinarso, dan Madyaningrum (2008) beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya depresi lansia adalah
1) Jenis kelamin, dimana angka lansia perempuan lebih tinggi terjadi
depresi dibandingkan lansia laki-laki, hal tersebut dikarenakan
adanya perbedaan hormonal, perbedaan stressor psikososial bagi
wanita dan laki-laki, serta model perilaku tentang keputusasaan
yang dipelajari.
2) Status perkawinan, dimana lansia yang tidak menikah/tidak
pernah menikah lebih tinggi berisiko mengalami depresi, hal
tersebut dikarenakan orang lanjut usia yang berstatus tidak
kawin sering kehilangan dukungan yang cukup besar (dalam hal ini
dari orang terdekat yaitu pasangan) yang menyebabkan suatu
keadaan yang tidak menyenangkan dan kesendiria n; dan c)
rendahnya dukungan sosial. Berdasarkan konsep lansia dan proses
penuaan yang telah dijabarkan, maka lansia rentan sekali
menghadapi berbagai permasalahan baik secara fisik maupun
psikologis. Kane, Ouslander, dan Abrass (1999) menjabarkan
permasalahan yang sering dihadapi lansia ke dalam 14 masalah
atau yang sering disebut 14i Sindrom Geriatri (Geriatric
Syndrome).
Keempat belas masalah tersebut adalah:
a) Immobility (penurunan/ketidakmampuan mobilisasi)
b) Instability (ketidakseimbangan, risiko jatuh)
c) Incontinence (inkontinensia urin/alvi, tidak mampu
menahan buang air kecil/besar)
d) Intelectual Impairment (penurunan fungsi kognitif,
demensia);
e) Infection (rentan mengalami infeksi)
f) Impairment of Sensory/Vision (penurunan penglihatan,
pendengaran)
g) Impaction (sulit buang air besar)
h) Isolation (rentan depresi/stres sehingga lebih sering
menyendiri);
i) Inanition (kurang gizi)
j) Impecunity (penurunan penghasilan)
k) Atrogenesis (efek samping obat-obatan)
l) Insomnia (sulit tidur)
m) Immunedeficiency (penurunan daya tahan tubu)
n) Impotence (impotensi).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi dan Fisiologi Otak


Sistem persyarafan mengatur kebanyakan aktivitas sistem-sistem tubuh,
pengaturan saraf tersebut memungkinkan terjalinnya komunikasi antara berbagai
sistem tubuh sehingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang
harmonis.Dalam sitem inilah terdapat segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan,
bahasa, sensasi, dan gerakan (Corwin, 2009).

Sistem persyarafan dibagi menjadi dua bagian, yaitu :


a. Sistem Saraf Pusat (SPP)
1) Otak
Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam
seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme
oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan dan kebutuhan akan oksigen
dan glukosa melalui aliran darah. Bila aliran darah berhenti selama 10
detik, maka kesadaran mungkin akan hilang.
Pada Lansia, akibat penuaan, otak kehilangan 100.000 neuron/tahun.
Terjadi penebalan atropi cerebral (berat otak menurun 10%) antar usia
30-70 tahun.(Corwin, 2009).
2) Medula spinalis
Bagian medula spinalis terditi atas pons dan medula oblongata :
a) Pons merupakan serabut yang menghubungkan kedua hemisfer
serebelum serta menghubungkan mesensefalon di sebelah atas
dengan medulla oblongata.
b) Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk
jantung,vasokonstriktor, pernapasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur,dan muntah.(Corwin, 2009).
b. Sistem Saraf Tepi (SST)
1) Saraf otonom
Sistem saraf otonom (SSO) merupakan sistem persyarafan campuran,
serabut-serabut eferennya membawa masukan dari organ-organ viseral
berkaitan dengan pengaturan denyut jantung, diameter pembuluh darah,
pernafasan, pencernaan makanan, rasa lapar, mual, dan pembuangan.Saraf
eferen motorik mempersarafi otot polos, otot jantung, dan kelenjar-
kelenjar viseral.Sistem saraf otonom terdiri atas dua bagian yaitu sistem
saraf simpatis dan parasimpatis.(Corwin, 2009).
2. Konsep Penyakit
A. Definisi
Demensia adalah suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang
biasanya bersifat kronik-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi luhur
kortikel yang multiple (Prabowo, 2014, hal. 13).

Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan hilangnya


independensi sosial. (William F. Ganong, 2010)

Sedangkan menurut (Atun, 2010) demensia atau pikun adalah penurunan


fungsi intelektual dan daya ingat secara perlahan-lahan akibat menurunya fungsi
bagian luar jaringan otak, sehingga memengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari
seperti menurunya kemampuan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari, kemampuan dalam berkomunikasi dan berbahasa,
serta dalam pengendalian emosi.

B. Etiologi

1. Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer, yang


penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit
Alzheimer disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya
kelainan gen tertentu. Pada penyakit alzheimer, beberapa bagian otak
mengalami kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya
respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di
dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut
saraf yang semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi.
2. Penyebab kedua dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-turut.
Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang
ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara
bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami
kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah yang disebut dengan infark.
Demensia yang disebabkan oleh stroke kecil disebut demensia multi-infark.
Sebagian penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis,
yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3
golongan besar :
a). Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi
pada sistem enzim, atau pada metabolisme
b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat
diobati, penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
1). Penyakit degenerasi spino-serebelar.
2). Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
3). Khorea Huntington
4). Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam
golongan ini diantaranya :
 Penyakit cerebro kardiofaskuler
 penyakit- penyakit metabolik
 Gangguan nutrisi
 Akibat intoksikasi menahun

C. Patofisiologi
Banyak faktor penyakit yang dapat menyebabkan demensia.Beberapa
faktor diantaranya penyakit alzheimer (Prabowo, 2014, hal. 14). Dimana
penyakit alzheimer ini dapat mengenai lansia terutama berusia lebih dari 65
tahun namun tidak menuntut kemungkinan dapat ditemukan pada usia yang
lebih muda (PERDOSSI, 2015, hal. 3). Dimensia alzheimer ini terdapat
degeneratif korteks yang difus pada otak dilapisan-lapisan luar, terutama di
daerah frontal dan temporal.Penyakit ini mulai pelan-pelan sekali, tidak ada
ciri-ciri yang khas pada gangguan intelegensi atau pada kelainan
perilaku.Terdapat disorientasi, gangguan ingatan, emosi yang labil, kekeliruan
mengenai hitungan dan mengenai pembicaraan sehari-hari.Terjadi afasi sering
juga terdapat perseverasi, pembicaraan logoklonia dan bila sudah berat maka
penderita tidak dapat dimengerti lagi, ada yang menjadi gelisah dan hiperaktif.
(Prabowo, 2014, hal. 16)selain itu dapat terjadi gangguan ketergantungan
dalam aktivitas hidup keseharian (PERDOSSI, 2015, hal. 3). Sedangkan
demensia akibat penyakit vaskuler disebabkan adanya patologi vaskuler yang
luas termasuk infark tunggal strategi, demensia multi-infark, lesi kortikal
iskemik, stroke perdarahan, gangguan hipoperfusi, gangguan hipoksik dan
demensia tipe campuran (PA dan stroke/ lesi vaskuler).Faktor risiko mayor
kardiovaskuler berhubungan dengan kejadian ateroskerosis dan DV
(PERDOSSI, 2015, hal. 3).Ketiga adalah Demensia Lewy Body (DLB) adalah
jenis demensia yang sering ditemukan.Gejala inti demensia ini berupa
demensia dengan fluktuasi kognisi, halusinasi visual yang nyata.Keempat DPP
gangguan fungsi motorik terjadi bertahun-tahun sebelum demensia.Kelima
Demensia Frontotemporal (DFT) karakteristik klinis berupa perburukan
progresif perilaku dan atau kognisi pada observasi atau riwayat penyakit.
Gejala yang menyokong yaitu pada tahap dini (3 tahun pertama) terjadi
perilaku disinhibisi, apatis atau inersia, kehilangan simpati/empati,
perseverasi, steriotipi atau perilaku kompulsif/ ritual, hiperoralitas/perubahan
diet dan gangguan fungsi eksekutif tanpa gangguan memori dan visuospasial.
Keenam Demensia Tipe Campuran terjadi pada demensia DLB dan PA.
(PERDOSSI, 2015, hal. 4-5)
Faktor lain penyebab demensia adalah faktor genetik, penggunaan
alkohol, cedera kepala, gangguan neurotansmiter (asetilkolin, norepinefrin,
glutamat). (Keliat, Wiyono, & Susanti, 2011, hal. 27)
D. Manifestasi Klinis
a. Sulit melaksanakan kegiatan sehari-hari
b. Daya ingat menurun atau hilang
c. Tidak mengenal waktu, tempat, dan orang
d. Sulit belajar dan mengingat informasi baru
e. Pelupa (lupa barang miliknya, atu kejadian masa lalu)
f. Cepat marah dan sulit diatur
g. Sering mengulang kata-kata
h. Kurang konsentrasi
i. Kurang kebersihan diri
j. Tremor
k. Kurang koordinasi gerakan
l. Gangguan keseimbangan (misalnya jatuh). (Keliat, Wiyono, & Susanti,
2011, hal. 27)
E. Komplikasi
a. Terganggunya kemampuan intelektual, meliputi: daya ingat dan
kemampuan berpikir, berhitung, berbahasa dan orientai geografis.(Untari,
2014-2015, hal. 22)
b. Penderita demensia juga kehilangan kemampuan untuk memecahkan
masalah, mengontrol emosi, bahkan bisa mengalami perubahan
kepribadian dan masalah tingkah laku seperti mudah marah dan mengalami
masalah kejiwaan seperti berhalusinasi atau delusi.(Adha & Nurhasanah,
2016, hal. 2)
c. Orang dengan demensia berat tidak bisa memahami atau berkomunikasi
dengan orang lain, tidak bisa mengenali anggota keluarga, tidak bisa
melakukan kegiatan biasa sehari-hari, kehilangan kendali usus dan
kandung kemih, mengalami kesulitan (menelan, berjalan, bahkan hanya
bisa terbaring di tempat tidur)(Adha & Nurhasanah, 2016, hal. 2)
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan MMSE
NO ITEM PENILAIAN BENAR SALAH
(1) (0)
1 ORIENTASI
1. Tahun berapa sekarang ? S
2. Musim apa sekarang ? S
3. Tanggal berapa sekarang ? S
4. Hari apa sekarang ? S
5. Bulan apa sekarang ? S
6. Di negara mana anda tinggal ? B
7. Di provinsi mana anda tinggal ? B
8. Di kabupaten mana anda tingga ? B
9. Di kecamatan mana anda tinggal ? B
10. Di desa mana anda tingga ? B
2 REGISTRASI
Minta klien menyebutkan tiga objek
11. Jendela B
12. Pintu B
13. Kaca B
3 PERHATIAN DAN KALKULASI
Minta klien mengeja 5 kata dari belakang,
misal “MOBIL”
14. M S
15. O S
16. B S
17. I S
18. L S
4 MENGINGAT
Minta klien untuk mengulang 3 objek diatas
19. BUKU S
20. MOBIL S
21. KACA B
5 BAHASA
a. Penamaan
Tunjukkan 2 benda minta klien menyebutkan
:
22. Baju B
23. Makan S
b. Pengulangan
Minta klien mengulangi tiga klaimat
berikut
24. Tidak ada jika dan atau tetapi S
c. Perintah tiga langkah
25. Ambilah kertas ! S
26. Lipat dua ! S
27. Taruh dilantai ! S
d. Turuti hal berikut
28. Tutup mata B
29. Tulis satu kalimat S
30. Salin gambar S

Analisa hasil : nilai 11


KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas

Indentias klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar belakang
kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat.

2. Keluhan utama

Keluhan utama atau sebab utama yang menyebbkan klien datang berobat
(menurut klien dan atau keluarga).Gejala utama adalah kesadaran menurun.

3. Pemeriksaan fisik perbaikan

Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia.Tensi menurun,


takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan yang menurun dan tidak mau
makan.

4. Spiritual

Keyakina klien terhadapa agama dan keyakinannya masih kuat.a tetapi tidak atau
kurang mampu dalam melaksnakan ibadatnmya sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.

5. Status mental

1) Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu utnuk merawat dirinya
sendiri.

2) Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren.

3) Aktivitas motorik, Perubahan motorik dapat dinmanifestasikan adanya


peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsif, manerisme, otomatis,
steriotipi.

6. Alam perasaan

Klien nampak ketakutan dan putus asa

7. Afek dan emosi.


Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak dengan perasaan
tertentu karena jika langsung mengalami perasaa tersebut dapat menimbulkan
ansietas.Keadaan ini menimbulkan perubahan afek yang digunakan klien untukj
melindungi dirinya, karena afek yang telah berubahn memampukan kien
mengingkari dampak emosional yang menyakitkan dari lingkungan
eksternal.Respon emosional klien mungkin tampak bizar dan tidak sesuai karena
datang dari kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan afek adalah tumpul,
datar, tidak sesuai, berlebihan dan ambivalen

8. Interaksi selama wawancara

Sikap klien terhadap pemeriksa kurawng kooperatif, kontak mata kurang.

9. Persepsi

Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosional terhadap suatu


obyek. Perubahan persepsi dapat terjadi pada satu atau kebiuh panca indera yaitu
penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan.Perubahan
persepsi dapat ringan, sedang dan berat atau berkepanjangan.Perubahan persepsi
yang paling sering ditemukan adalah halusinasi.

10. Proses berpikir

Klien yang terganggu pikirannya sukar berperilaku kohern, tindakannya


cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap realitas yang tidak
sesuai dengan penilaian yang umum diterima.

Penilaian realitas secara pribadi oleh klien merupakan penilaian subyektif yang
dikaitkan dengan orang, benda atau kejadian yang tidak logis.(Pemikiran
autistik). Klien tidak menelaah ulang kebenaran realitas. Pemikiran autistik
dasar perubahan proses pikir yang dapat dimanifestasikan dengan pemikian
primitf, hilangnya asosiasi, pemikiran magis, delusi (waham), perubahan
linguistik (memperlihatkan gangguan pola pikir abstrak sehingga tampak klien
regresi dan pola pikir yang sempit misalnya ekholali, clang asosiasi dan
neologisme.

11. Tingkat kesadaran


Kesadaran yang menurun, bingung. Disorientasi waktu, tempat dan orang

1) Memori: Gangguan daya ingat sudah lama terjadi (kejadian beberapa


tahun yang lalu).

2) Tingkat konsentrasi: Klien tidak mampu berkonsentrasi

3) Kemampuan penilaian: Gangguan berat dalam penilaian atau keputusan.

12. Kebutuhan klien sehari-hari

1) Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan
gelisah . Kadang-kadang terbangun tengah malam dan sukar tidur
kemabali. Tidurnya mungkin terganggu sepanjang malam, sehingga tidak
merasa segar di pagi hari.

2) Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan atau makannya hanya
sedikit, karea putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas terbatas
sehingga bisa terjadi penurunan berat badan.

3) Eliminasi

Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kdang lebih sering


dari biasanya, karena sukar tidur dan stres.Kadang-kadang dapat terjadi
konstipasi, akibat terganggu pola makan.

13. Mekanisme koping

Apabila klien merasa tridak berhasil, kegagalan maka ia akan menetralisir,


mengingkari atau meniadakannya dengan mengembangkan berbagai pola
koping mekanisme. Ketidak mampuan mengatasi secara konstruktif merupakan
faktor penyebab primer terbentuknya pola tiungkah laku patologis.Koping
mekanisme yang digunakan seseorang dalam keadaan delerium adalah
mengurangi kontak mata, memakai kata-kata yang cepat dan keras (ngomel-
ngomel) dan menutup diri.
B. Diagnosa Keperawatan
A. Gangguan Presepsi Sensori
Definisi :
Perubahan presepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang
disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan atau terdistori.
Penyebab :
a. Gangguan penglihatan
b. Gangguan pendengaran
c. Gangguan penghiduan
d. Hipoksia serebral
e. Penyalahgunaan zat
f. Usia lanjut
g. Pemajanan toksin lingkungan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :
a. Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan.
b. Merasakan sesuatu melalui indera perabaan, penciuman, perabaan, atau
pengecapan.

Objektif :

a. Distori sensori
b. Respons tidak sesuai
c. Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba, atau mencium
sesuatu.

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif :
a. Menyatakan kesal.
Objektif :
a. Menyendiri
b. Kosentrasi buruk
c. Disorientasi waktu, tempat, orang atau situasi
d. Melihat ke satu arah
e. Mondar mandir
f. Bicara sendiri
Kondisi Klinis Terkait :
a. Glaukoma
b. Katarak
c. Trauma okuler
d. Gangguan refraksi
e. Trauma pada saraf kranialis II, III, IV dan VI akibat stroke
f. Infeksi okuler
g. Demensia
h. Malfungsi alat bantu dengar.(SDKI, 2016 : 264-190-191)
B. Risiko Jatuh
Definisi :
Berisiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan kesehatan akibat terjatuh.
Faktor Resiko :
a. Usia ≥65 tahun (pada dewasa) atau ≤2 tahun (pada anak)
b. Riwayat jatuh
c. Penggunaan alat bantu berjalan
d. Perubahan fungsi kognitif
e. Lingkungan tidak aman (mis. Licin, gelapa, lingkungan asing)
f. Kondisi pasca operasi
g. Penggunaan alat bantu jalan
h. Gangguan pendengaran
i. Gangguan keseimbangan
j. Gangguan penglihatan

Kondisi Klinis Terkait :

a. Osteoporosis
b. Kejang
c. Katarak
d. Glaukoma
e. Demensia
f. Amputasi.(SDKI, 2016 : 264-264)
C. Gangguan Komunikasi Verbal

Definisi :

Penurunan, atau ketidak kemampuan untuk menerima, memeperoses, mengirim,


dan atau menggunakan simbol.

Penyebab :

1) Penurunan sirkulasi serebral


2) Gangguan neuromuskuler
3) Gangguan pendengaran
4) Gangguan muskuloskeletal
5) Kelainan platum
6) Hambatan fisik
7) Hambatan individu ( mis. Ketakutan, kecemasan, merasa malu, emosional,
kurang privasi ).
8) Hambatan psikologis (mis. Gangguan psikotik, gangguan konsep diri, harga
diri rendah, gangguan emosi.)
9) Hambatan lingkungan (mis. Ketidakcukupan informasi, ketiadaan orang
terdekat, ketidak sesuaian budaya, bahasa asing ).

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif
( tidak tersedia )
Objektif
1) Tidak mampu berbicara atau mendengar
2) Menunjukkan respon tidak sesuai

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
( tidak tersedia )
Objektif
1) Afasia
2) Disfasia
3) Apraksia
4) Disleksia
5) Distrasia
6) Afonia
7) Dislalia
8) Pelo
9) Gagap
10) Tidak ada kontak mata
11) Sulit memahami komunikasi
12) Sulit mempertahankan komunikasi
13) Sulit menggunakan ekspresi wajah atau tubuh
14) Tidak mampu menggunakan ekspresi wajah atau tubuh
15) Sulit menyusun kalimat
16) Verbalisasi tidak tepat
17) Sulit menggunakan kata-kata
18) Disorientasi orang, ruang, waktu
19) Defisit penglihatan
20) Delusi
Kondisi Klinis Terkait
1. Stroke
2. Cedera kepala
3. Trauma wajah
4. Peningkatan tekanan intrakranial
5. Hipoksia kronis
6. Tumor
7. Miastenia gravis
8. Sklerosis multipel
9. Distropi muskuler
10. Penyakit alzheimer
11. Kuadriplegia
12. Labiopalatokskizs
13. Infeksi laring
14. Fraktur rahang
15. Skizofrenia
16. Delusi
17. Paranoid
18. Autisme (SDKI, 2016 : 264-265)

D. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan Presepsi Sensori
a. Aktivitas Keperawatan
Pengkajian :
1) Kaji lingkungan terhadap kemungkinan bahaya terhadap keamanan.
2) Identifikasi faktor yang menimbulkan gangguan presepsi sensori,
seperti deprivasi tidur.
3) Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaiman hal tersebut
mempengaruhi klien termasuk penurunan penglihatan atau
pendengaran.
4) Ajarkan strategi untuk mengurangi stress.
5) Ajak piknik sederhana, jalan-jalan keliling rumah sakit. Pantau
aktivitas.

Manajemen Sensasi Perifer (NIC) :

1) Pantau kemampuan untuk membedakan sensasi tajam atau tumpul


dan panas atau dingin.
2) Pantau tehadap parestesia : kebas, kesemutan, dan hipostesia
3) Keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang bersifat asimetris
menyebabkan klien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi
tubuh.
4) Untuk menurunkan kebutuhan akan halusinasi.
5) Piknik menunjukkan realita dan memberikan stimulasi sensori yang
menurunkan perasaan curiga dan halusinasi yang disebabkan
perasaan terkekang.
Manajemen Lingkungan (NIC) :

1) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, berdasarkan tingkat fungsi


fisik dan fungsi kognitif serta riwayat perilaku pasien.
b. Aktivitas Lain
1) Pastikan akses terhadap dan penggunaan alat bantu seperti
kacamata.
2) Orientasikan pada pasien tempat, waktu, dan situasi dalam setiap
interaksi.
3) Tingkatkan jumlah stimulus untuk mencapai input sensori yang
sesuai (mis. Lampu yang redup, batasi pengunjung,
c. Aktivitas Kolaboratif
1) Melakukan perujukan terapi okupasi, jika perlu.
(NANDA-NIC-NOC, 2015 :687-695).
2 Resiko Jatuh
a. Aktivitas keperawatan :
1) Identifikasi faktor Yng mempengaruhi kebutuhan keamanan,
sebagai contoh, perubahan status mental.
2) Identifkasi karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan
potensi jatuh. (mis. Lantai licin, tangga tanpa pengaman)
3) Pantau cara berjalan, keseimbangan, dan tingkat keletihan pada saat
ambulasi.
b. Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1) Instruksikan pasien untuk menggunakan kacamata yang diresepkan,
jika perlu
2) Aktivitas lain
3) Sediakan alat bantu untuk berjalan
4) Jika pasien berisko jatuh, tempatkan pasien di ruangan dekat dengan
meja perawat (NANDA-NIC-NOC, 2015 :272-278).
3. Hambatan Komunikasi Verbal
Tujuan / Kriteria Evaluasi
Pasien menjukkan :
a) Menggunakan bahasa tertulis, lisan, atau nonverbal
b) Menggunakan bahasa isyarat
c) Menggunakan gambaran dan foto
d) Pengenalan terhadap pesan yang diterima
e) Bertukaran pesan secara akurat dengan orang lain
Intervensi NIC
a) Mendengaran Aktif : hadir secar dekat dengan dan terikat secara
bermakna dengan pesan verbal dan nonverbal pasien.
b) Penurunan Ansietas : meminimalkan rasa kawatir, takut, prasangka, atau
kesulitan yang berhubungan dengan sumber bahaya yang diantisipasi dan
tidak jelas
c) Peningkatan komunikasi, defisit pendengaran : membantu menerima dan
mempelajari metode alternatif untuk hidup dengan penurunan
pendengaran.
d) Peningkatan komunikasi, defisit wicara : membantu menerima dan
mempelajari metode alternatif untuk hidup dengan gangguan bicara
e) Peningkatan komunikasi defisit penglihatan : membantu menerima dan
mempelajari metode alternatif untuk hidup dengan gangguan penglihatan
f) Pelatihan memori : memfasilitasi daya ingat
Pengakjian
a) Kaji dan dokumentasikan kemampuan untuk berbicara, mendengaran,
menulis, membaca, dan memahmi.
b) Kemampuan untuk melakukan komunikasi dengan staf dan keluarga
c) Berespon terhadap sentuhan jarak sepasi, budaya, peran pria dan wanita
yang dapat memepengaruhi komunikasi.
Penyuluhan untuk pasien dan kelurga
a) Jelaskan kepada pasien mengapa ia tidak dapat berbicara atau
memahami jika perlu.
b) Jelaskan kepada pasien yang mengalami penurunan pendengaran
bahwa suara akan terdengar berbeda bila menggunakan alat bantu
dengar
c) Peningkatan komunitas : defisit wicara
d) Beri anjuran kepada pasien dan keluarga tentang pengunaan alat bantu
bicara
Aktivitas Kolaborasi :
a) Konsultasi dengan dokter tentang kebutuhan terapi bicara
b) Bantu pasien atau kelurga untuk mencari sumber bantuan untuk
memperoleh alat bantu dengar
c) Peningkatan komunikasi : defisit wicara
d) Gunaka penerjemah sesuai kebutuhan.
Aktivitas lain
a) Ajarkan kehadiran pada pertemuan kelompok untuk
melakukan kontak interpersonal, sebutkan kelompok
b) Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberi
stimulasi komunikasi
c) Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan
untukmengulangi permintaan atau kata-kata yang kita sebut
d) Gunakan kartu , kertas, pensil, bahasa tubuh, gambar, daftar
kota kasa asing, kompiuter dan lain-lain untuk memfasilitasi
komunikasi dua arah yang optimal
e) Bicara perlahan, jelas, dan tenang, menghadap ke arah pasien
f) ( NANDA-NIN-NOC, 2012 : 131 ).

DAFTAR PUSTAKA

Dewi Sofia Roshma. (2014) Buku Ajar Keperawatan Gerontik.yogyakarta: penerbit dipublish

Huda Amin & Kusuma Hardi. (2013)Jakarta : Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarakan
Diagnosa Medis Nanda & NIC NOC : Media Action Publishing

Ilyas, (2006)Jakarta : Penuntun Ilmu Penyakit Mata : Fakultas Kedokteran Universitas

Keliyat (2011).keperawatan kesehatan jiwa komunitas : Jakarta.

Pearce Efelin. C (2006).Anatomi dan FisiologisUntuk Paramedi :Cetakan ke 29, Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama

Wilkinson Judith, 2011, Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9.Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Jakarta
Selatan : Dewan Pengurus Pusat

You might also like