You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

Reaktor kimia adalah sebuah alat industri kimia , dimana terjadi reaksi bahan mentah
menjadi hasil jadi yang lebih berharga. Di Industri kimia, penggunaan reaktor merupakan
“jantung” dari proses kimia untuk mendapatkan produk yang diinginkan. Untuk
perancangan reaktor skala industri tersebut, dibutuhkan data-data kinetika sehingga
dibutuhkan studi awal, seperti melakukan serangkaian percobaan dengan menggunakan
reaktor skala laboratorium yang disesuaikan dengan jenis reaksi yang akan terjadi.
Reaktor adalah suatu alat proses tempat di mana terjadinya suatu reaksi
berlangsung, baik itu reaksi kimia atau nuklir dan bukan secara fisika. Denganterjadinya
reaksi inilah suatu bahan berubah ke bentuk bahan lainnya, perubahannya ada yang terjadi
secara spontan dan terjadi dengan sendirinya atau bisa juga butuh bantuan energi seperti
panas (contoh energi yang paling umum). Perubahan yang dimaksud adalah perubahan
kimia, jadi terjadi perubahan bahan bukan fase misalnya dari air menjadi uap yang
merupakan reaksi fisika.
 Tujuan pemilihan reaktor adalah :
1. Mendapat keuntungan yang besar
2. Biaya produksi rendah
3. Modal kecil/volume reaktor minimum
4. Operasinya sederhana dan murah
5. Keselamatan kerja terjamin
6. Polusi terhadap sekelilingnya (lingkungan) dijaga sekecil-kecilnya
 Pemilihan jenis reaktor dipengaruhi oleh :
1. Fase zat pereaksi dan hasil reaksi
2. Tipe reaksi dan persamaan kecepatan reaksi, serta ada tidaknya reaksi samping
3. Kapasitas produksi
4. Harga alat (reactor) dan biaya instalasinya
5. Kemampuan reactor untuk menyediakan luas permukaan yang cukup untuk
perpindahan panas

Pemilihan keadaan operasi dipengaruhi oleh :


1. Harga Panas reaksi (Reaksi Eksotermis dan Endotermis)
2. Persamaan hubungan antara suhu dengan konstanta kecepatan reaksi dan konstanta
kesetimbangan
3. Harga tenaga aktivasi dari masing-masing reaksi yang berlangsung

Keadaan Operasi yang dipilih berdasarkan :


1. Dapat menghasilkan produk yang sebanyak-banyaknya
2. Mudah/sedrhana cara kerjanya
3. Hemat energy, misalnya dengan mengoperasikan reaktor secara adiabatic
4. Diinginkan reaktor yang bekerja pada volume minimum, konversi yang optimum atau
waktu reaksi yang optimum

Dalam perancangan reaktor pemililhan jenis reaktor dipengaruhi oleh beberapa hal
diantaranya kapasitas produksi, keadaan operasi , sistem proses dan lainnya. Reaktor
isotermal, reaktor adiabatis dan non adiabatis merupakan jenis reaktor berdasarkan keadaan
operasinya. Kondisi dikatakan isotermal jika umpan yang masuk, campuran dalam reaktor,
aliran yang keluar dari reaktor selalu seragam dan bersuhu sama sedangkan kondisi
dikatakan adiabatis jika tidak ada perpindahan panas antara reaktor dan sekelilingnya.
Dalam perancangan reaktor isotermal
BAB II
REAKTOR ISOTERMAL

2.1 Design Struktur Isotermal Reaktor

2.2 Scale up of Liquid phase Batch Reactor Data to the design of a CSTR
2.2.1 Batch Operation
Dalam modeling reactor batch di asumsikan tidak ada inflow ataupun outflow
material dan bercampur didalam reactor tersebut. Untuk reaksi phasa liquid perubahan
density dengan reaksi biasanya sedikit dan dapat di abaikan (i.e., Y = V,). Sebagai tambahan
untuk reksi fase gas dalam rekator batch volume dikurangi konstan, V = Vo mengakibatkan
volume contan V = Vo) (e.g.. closed metal vessels) reactor batch mole balance

(2.1)
Untuk pers konsentrasi

(2.2)
Umumnya dalam percobaan analisa di laboratorium cara terbaik untuk pengukuran
variable data, konsentrasi diukur dalam variable untuk reaksi phasa fluid phasa, secara umum
persamaan keseimbangan mole balance di aplikasikan untuk reaksi dimana tidak ada volume
yang berubah

Pertimbangkan reaksi
Mole baIance Volume Konstan, V = Vo, maka pers batch reactor mole balance

Rate Flow -rA = kCA2 ( 2.3)


stoichiometry untuk Volume constant batch reactor

Kombinasi mole balance. rate law, dan stoichimetry digabungkan menjadi pers

(2.4)
Untuk mengevaluasi kita atur kembali dan di integrasikan

Mula-mula, jika t = 0, kemudian X = 0. Jika reaksi dibawa ke luar secara isothermal k


akan menjadi kontstan, kita dapat integrasikan persamaan ini kedalam konsentrasi reaktan
pada waktu t,

Menjadi Second-order,isothermal constant-volume

(2.5)
Dalam reaction time t (i.e., tR) diperlukan untuk mencapai X konversi untuk reaksi
orde kedua dalam reaktor batch. Hal ini Penting untuk memiliki pemahaman tentang urutan
besaran reaksi limes batch t, untuk mencapai konversi yang diberikan, Misal 90%, untuk
nilai-nilai yang berbeda dari produk laju reaksi spesifik, k, dan inisial konsentrasi, CAo.
Gambar 2.1 menunjukkan aIgorithrn untuk menemukan reaksi batch waktu tR, untuk reaksi
pertama dan kedua yang dilakukan secara isotermal, Kita dapat menaksir estimasi t ini,
dengan mempertimbangkan yang pertama dan Reaksi ireversibel orde kedua dari formula A
B

Gambar 2.1 Algoritma to estimatr reaction times


Untuk reaksi orde pertama, waktu reaksi mencapai konversi 90% (yaitu, X = 0,9)
dalam skala reaktor batch volume konstan sebagai
Waktu yang diperlukan untuk mencapai konversi 90% dalam reaktor batch untuk
-1
ireversibel reaksi orde pertama di mana tingkat reaksi spesifik adalah 10 S-1) adalah 6,4
jam. Untuk reaksi orde kedua, Persamaannya

Jika 99% konversi buruk diperlukan untuk nilai ini kCAO,waktu reaksi tR,. akan naik
ke 27,5 jam. Tabel 4-2 memberikan urutan besarnya waktu untuk mencapai konversi 90%
Reaktor aliran yang digunakan untuk reaksi dengan karakteristik waktu reaksi tR , menit atau
kurang.

Waktu dalam Tabel 4-2 adalah waktu reaksi untuk mencapai konversi 90% (yaitu,
untuk mengurangi konsentrasi dari CAO, menjadi 0,1 CAO). Total waktu siklus setiap operasi
batch jauh lebih lama dari waktu reaksi tR. Satu satu cara menjumlahkan untuk waktu yang
diperlukan untuk mengisi (tf) dan panas (tc) rcactor bersama dengan waktu yang diperlukan
untuk membersihkan reaktor antara batch, tc,. Dalam beberapa kasus. Waktu reaksi dihitung
dari Persamaan (4-5) mungkin hanya sebagian kecil dari total waktu siklus, tt
Cycle time untuk proses polimerisasi batch ditunjukkan pada Tabel 4-3. Diman waktu
reaksi poiimerisasi batch dapat bervariasi antara 5 dan 60 jam. Jelas. mengurangi waktu
reaksi dengan reaksi 60 jam adalah masalah kritikal Sebagai waktu reaksi berkurang
(misalnya 2,5 jam untuk reaksi berantai dengan kCAO = 10 S-1) hal ini penting untuk
menggunakan garis besar dan memompa untuk cepat mencapai transfer dan memanfaatkan
efisien untuk meminimalkan siklus waktu.

Gambar 2.2 Typical cicyle time for a batch Polymerization Process

Example determining k from Batch Data


Diharapkan untuk merancang CSTR untuk menghasilkan 200 juta pon ethyleene
glycol per tahun dengan menghidrolisis etilena oksida. Namun, sebelum desain diperlukan,
untuk melakukan dan menganalisis eksperimen reaktor batch untuk menentukan tingkat
reaksi rate konstan k, karena reaksi dilakukan diluar isothermal dibutuhkan spesifik rate
untuk menentukan reaksi temperature CSTR . Pada suhu yang signifikan tinggi oleh product
formation. Sementara pada suhu di bawah 40O C, reaksi tidak berjalan pada laju alir yang
O
signifikan karena itu. suhu 55 C yang dipilih. Karena biasanya air konsentrasinyamaka
dipertimbangkan konsentrasi tersebut konstan selama bereaksi berlebih. Reaksi adalah orde
pertama dalam etilena oksida.
Dilakukan percobaan 500 mL of a 2 M solution (2 kmol/rn3) ethylene oxide dalam air
yang dicampur 500 mL of water containing 0.9 wt % sulfu acid, sebagai temperature 55'C.
konsentrasi of ethylene glycol dicatat sebagai fungsi waktu

Gambar 2.3 Data konsentrasi


A. Problem statement. Determine the specific reaction rate. k,.
B. Sketch

Gambar 2.4 Sketsa reactor batch


C. Identifity
C I . Relevant theories

C2. Variables
Dependent: concentrations, CA, C,, and Cc
Independent: time, t

C3. Diketahui dan tidak diketahui


Knowns: concentration of ethylene glycol as a function of time
Unknowns:
1. Concentration of ethylene oxide ns a function of time, CA, = ?
2. Specific reaction rate. kA = ?
3. Reactor volume, V = ?

C4. Inputs and outputs: reactant dimasukkan kedalam batch reactor sekaligus

C5. Missing infomation: None: does not appear that other sources need to be sought.

D. Asumsi dan pendekatan


Asumsi :
1. Bercampur dengan baik
2. Semua reaktan dimasukkan dalam waktu yang sama
3. Tidak ada reaksi sampingan
4. Waktu pengisian di abaikan
5. Isothermal opention
Perdekatan :
Air yang berlebihan sehingga konsentrasinya pada dasarnya kontan CB mendekati cBO)-

E Spesifikasi.
Masalah tidak overspesifik ataupun underspesifik
F. Related Material ,
Masalah ini menggunakan keseimbangan mol untuk reaktor batch dan hukum
stoikiometri dan pengembangan hokum laju alir
G. Gunakan pada algorirhln.
Untuk reaksi isotermal, gunakan rekayasa reaksi kimia algoritma ditunjukkan pada
Gambar 4- 1 dan 4-2.

SOLUSI
1. Mole balance dalam reactor batch

(E4.1-1)
2. Rate Flow
(E4.1-2)
3. Stoichiometry. Liquid phase, no volume change, V = V,

Recall O , is the initial number of moles of A to B

4. Kombinasi the rate law and the mole balance.

(E4.1-3)
5. Pada operasi isothermal dapat di integarasikan dengan persamanaan

Kondisi dimana t = 0, CA=CAO kondisi awal konsentrasi A setelah mixing bersama 2


volume 1.0 kmol/m3 (1 mol/L)

Integrating yields

(E4.1-4)
Konsentrasi ethylene oxide pada waktu t

(E4.1-5)
Konsentrasi etilen glikol setiap saat dapat diperoleh dari reaksi stoikiometri

Untuk fasa liquid reaksi V = Vo


(E4.1-6)
Menata ulang maka didapat logaritma maka didapat

(E4.1-7)
Plot ln (CAO-CC)/CAO sebagai fungsi t akan menjadi garis lurus dengan kemiringan –k,
perhitungan ln (CAO-CC)/CAO sebagai fungsi dari t

From the slope of a plot of In ln (CAO-CC)/CAO vs t .

Gambar 2.5 data Plot


Slope = -k = -0.311 rnin-1 maka k = 0.311 rnin-
Rate flow dapat digunakan untuk mendesain dalam industry CSTR

2.3 Design Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR)


Reaktor tangki berpengaduk aliran kontinyu atau CSTR terdiri dari tangki yang
dilengkapi dengan motor pengaduk, seperti terlihat pada Gambar 2.1. Beberapa reaktor dapat
dipasang secara seri maupun paralel. Reaktor stirred tank dianggap sebagai bentuk dasar
CSTR, sebagai model dalam skala besar dari labu di laboratorium. Reaktor stirred tank
digunakan untuk reaksi homogen (liquid-liquid), reaksi heterogen (liquid-gas) dan reaksi
yang melibatkan padatan tersuspensi yang dibantu dengan adanya pengadukan. Kebanyakan
aplikasi dari tangki berpengaduk digunakan pada operasi kontinyu. Pengadukan sempurna
penting agar dapat meningkatkan kinerja sebagai reaktor.

Gambar 2.6 Tipe Reaktor CSTR (Levenspiel, 1999)

Dalam CSTR, aliran reaktan dan aliran produk akan terus mengalir. Selama proses
bahan baku dimasukkan terus menerus demikian juga dengan produk reaksi akan dikeluarkan
secara terus menerus atau kontinyu. Dalam pengoperasian CSTR diperlukan pengadukan
mekanik atau hidrolik untuk mencapai komposisi dan suhu yang seragam. Deskripsi reaktor
ideal untuk reaktor tangki berpengaduk akan dicapai dengan kondisi pengaduk menghasilkan
campuran reaksi teraduk secara sempurna atau well mixing. Pengadukan sempurna diperlukan
untuk memberikan tingkat homogenitas yang tinggi sehingga komposisi dan temperatur di
seluruh titik seragam, dengan asumsi tidak ada perubahan densitas (perubahan densitas
diabaikan) karena tidak ada perubahan volume.
Komposisi campuran yang meninggalkan CSTR adalah sama dengan yang berada
dalam reaktor dan driving force dari reaksi adalah konsentrasi dari reaktan karena konsentrasi
reaktan berubah dengan waktu yaitu semakin berkurang. Untuk mendapatkan konversi yang
diinginkan dibutuhkan CSTR dengan volume yang besar. Ketika konversi tinggi diperlukan,
bebarapa CSTR dapat dirangkai secara seri.
Komposisi sama di seluruh titik dalam reaktor baik itu di dalam reaktor dan produk
hasil reaksi serta aliran keluaran produk hasil reaksi memiliki komposisi yang sama dengan
komposisi campuran reaksi di dalam reaktor (Levenspiel, 1999)
Beberapa hal penting mengenai CSTR:
 Reaktor berlangsung secara ajeg, sehingga jumlah yang masuk setara dengan jumlah
yang ke luar reaktor, jika tidak tentu reaktor akan berkurang atau bertambah isinya.
 Perhitungan CSTR mengasumsikan pengadukan terjadi secara sempurna sehingga
semua titik dalam reaktor memiliki komposisi yang sama. Dengan asumsi ini,
komposisi keluar reaktor selalu sama dengan bahan di dalam reaktor.
 Seringkali, untuk menghemat digunakan banyak reaktor yang disusun secara seri
daripada menggunakan reaktor tunggal yang besar. Sehingga reaktor yang di belakang
akan memiliki komposisi produk yang lebih besar dibanding di depannya.

Dalam perancangan CSTR, tahap awal yang digunakan untuk mendesign reaktor
adalah menentukan volume reaktor yang diperoleh . Volume CSTR diperoleh dari mole
balance, yaitu dengan penurunan rumus seperti berikut:
𝑣 𝑑𝑁𝑗
𝐹𝑗0− 𝐹𝑗 + ∫ 𝑟𝑗 𝑑𝑉 =
0 𝑑𝑡
𝑑𝑁𝑗
Dimana = 0 karena berlangsung steady state sehingga:
𝑑𝑡
𝑣
∫0 𝑟𝑗 𝑑𝑉 = 𝑉𝑟𝑗
Selanjutnya persamaan mole balance menjadi :
𝐹𝑗0− 𝐹𝑗 + 𝑉𝑟𝑗 = 0
𝐹𝑗0− 𝐹𝑗
𝑉=
−𝑟𝑗
Subsitusikan 𝐹𝑗 = 𝐹𝑗0 + 𝐹𝑗0 X , sehingga:

𝐹𝑗0− 𝐹𝑗0 + 𝐹𝑗0 𝑋


𝑣=
−𝑟𝑗
atau untuk persamaan A+BC+D, penurunan rumus Volume reaktor menjadi :
𝐹𝐴0 𝑋
𝑉=
−𝑟𝐴
Konsentrasi CA adalah sebagai berikut : C  FA
A
𝐶𝐴0 𝑣0 𝑋 
Sehingga 𝑉 = −𝑟𝐴

Selanjutya dibagi dengan vo, sehingga diperoleh spacetime Ʈ


𝑉 𝐶𝐴0 𝑋
Ʈ=𝑣 =
0 −𝑟𝐴

Langkah selanjutnya adalah menentukan rate law,stoikiometri, lalu kombinasi rate


law, stoikiometri dan mole balance yang akan diaplikasikan pada reaktor single orde 1 CSTR,
Reaktor Seri dan reaktor Paralel.

2.1.1 A single, First Order CSTR


Setelah dari tahap awal penurunan rumus mole balance menghasilkan nilai V dan Ʈ,
langkah selanjutnya adalah write the rate law. Untuk reaksi orde 1 reaksi irreversible,
persamaannya adalah sebagai berikut :
−𝑟𝐴 = 𝑘𝐶𝐴
Untuk reaksi fasa liquid, tidak terjadi perubahan volume selama reaksi (V=𝑣0 ), sehingga
stoikiometri kosentrasi CA sebagai berikut :
𝐹𝐴 = 𝐹𝐴0 − 𝐹𝐴0 X
𝐹𝐴 = 𝐹𝐴0 (1-X)
𝐶𝐴 𝑣 = 𝐶𝐴0 𝑣0 (1-X)
𝐶𝐴 = 𝐶𝐴0 (1-X)

Selanjutnya combine rate law with mole balance,


𝐶𝐴0 𝑋
Ʈ = 𝑘𝐶𝐴
𝐶𝐴0 𝑋
Ʈ = 𝑘𝐶𝐴0 (1−𝑋)
1 𝑋
Ʈ = 𝑘 1−𝑋

Ʈk = x + Ʈkx
Ʈk = x ( 1+ Ʈk )
Ʈk
x = 1+ Ʈk

sehingga diperoleh persamaan concentrasi CA dengan mensubsitusikan CA dengan nilai


X:
𝐶𝐴 = 𝐶𝐴0 (1-X)
Ʈ𝑘
𝐶𝐴 = 𝐶𝐴0 (1 − )
1 + Ʈ𝑘
1 + Ʈ𝑘 Ʈ𝑘
𝐶𝐴 = 𝐶𝐴0 ( − )
1 + Ʈ𝑘 1 + Ʈ𝑘
1
𝐶𝐴 = 𝐶𝐴0 ( )
1 + Ʈ𝑘
𝐶𝐴0
𝐶𝐴 = ( )
1 + Ʈ𝑘

Selanjutnya untuk mengestimasi nilai degree of conversion , bisa menggunakan


damkohler Number, Da. Dimana Damkohler number adalah rasio laju reaksi masuk ke
dalam reator dibanding flowrate konvektiv trasnport A memasuki reaktor.
−𝑟𝐴0 𝑉 𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑟𝑒𝑎𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑎𝑡 𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑛𝑐𝑒
𝐷𝑎 = ( )=
𝐹𝐴0 𝑒𝑛𝑡𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑓𝑙𝑜𝑤 𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝐴

Untuk reaksi orde 1 reaksi irreversible, persamaann damkohler adalah sebagai berikut :

Untuk reaksi orde 2 irreversible, persamaann damkohler adalah sebagai berikut

Penting untuk diketahui, nilai Da menentukan tinggi rendahnya konversi pada reaktor
CSTR. Nilai Da yang kecil dari 0,1 memberikan nilai konversi kecil dari 10%, sedangkan
nilai Da 10 atau lebih besar memberikan nilai konversi besar dari 90%. Berikut rule of thumb

Dan nilai X untuk reaksi orde 1 dapat dituliskan :

2.1.2 CSTR in Series


Salah satu kerugian dari penggunaan reaktor tangki (CSTR) adalah bahwa reaksi
berlangsung pada konsentrasi yang relatif rendah , yaitu sama dengan konsentrasi di
dalam campuran yang meninggalkan reaktor. Akibatnya untuk reaksi reaksi berorde Positif
volume Reaktor yang diperlukan menjadi besar, Salah satu cara untuk menghindari kerugian
ini adalah dengan mempergunakan beberapa reaktor tangki yang dipasang seri ,
sehingga konsentrasi reaktan tidak turun secara drastis tetapi bertahap dari satu tangki ke
tangki yang berikutnya (Gambar 2.17)Dengan cara ini maka kecepatan reaksi di masing-
masing tangki akan turun menurun secara bertahap pula, sehingga volume total seluruh
reaktor untuk mendapatkan besarnya konversi tertentu akan lebih kecil dibandingkan
dengan sistim reaktor tunggal.

Gambar 2.7 Dua Reaktor CSTR yang dipasang seri

Reaksi Isotermal orde 1 dengan tidak ada perubahan laju volumetric (v=vo) dapat
terjadi pada reactor CSTR yang dipasang seri. Jika waktu ruang atau space time (Ʈ)untuk
reaktor –reaktor 1 dan 2 masing-masing adalah Ʈ1 dan Ʈ2 , maka berdasarkan neraca
massa komponen A di dalam setiap tangki akan berlaku persamaan berikut :

Mol balance reactor 1 :


𝐹𝐴0− 𝐹𝐴1 + 𝑉1𝑟𝐴1 = 0
𝐹𝐴0 𝑋
diperoleh 𝑉1 = (penurunan persamaan pada bab 2.1)
−𝑟𝐴

Mol balance reactor 2 :


𝐹𝐴1− 𝐹𝐴2 + 𝑉2𝑟𝐴2 = 0
𝐹𝐴1− 𝐹𝐴2
diperoleh 𝑉2 = −𝑟𝐴2

dimana tidak ada perubahan laju volumetric (v=vo) sehingga volume reactor 2 menjadi :
𝑣𝑜(𝐶𝐴1− 𝐶𝐴2 )
𝑉2 =
−𝐾𝐶𝐴2
𝑉2
Space time reactor 2, Ʈ2 = 𝑣0
𝑣𝑜(𝐶𝐴1− 𝐶𝐴2 )
−𝐾𝐶𝐴2
Ʈ2 = 𝑣0
(𝐶𝐴1− 𝐶𝐴2 )
Ʈ2 = 𝐾2 𝐶𝐴2

Ʈ2𝐾2 𝐶𝐴2 = 𝐶𝐴1− 𝐶𝐴2


Ʈ2𝐾2 𝐶𝐴2 + 𝐶𝐴2 = 𝐶𝐴1
𝐶𝐴2 (1+ Ʈ2K2)= 𝐶𝐴1
𝐶𝐴1
𝐶𝐴2 =1+ Ʈ2K2

Subsitusikan dengan persamaan …… , sehingga menghasilkan :


𝐴0𝐶
𝐶𝐴2 =(1+ Ʈ2K2)(1+ Ʈ1K1)

Jika ukuran kedua reactor sama, maka Ʈ2= Ʈ1= Ʈ dan jika temperature kedua reactor juga
sama maka K1=K2=K
Maka diperoleh persamaan :
𝐶
𝐶𝐴2 =(1+ 𝐴0
ƮK)2

Untuk jumlah reactor n dengan ukuran dan temperature sama, dan menggunakan
persamaan orde reaksi 1 maka persamaan menjadi:
𝐶 𝐶
𝐶𝐴𝑛 = (1+ 𝐴0 = 𝐴0
ƮK)n (1+ Da)n

Subssitusikan nilai konversi Can = CA0 (1-X) Sehingga diperoleh :

Sehingga diperoleh nilai konversi untuk n reactor seri :

Plot conversi sebagai fungsi dari jumlah reactor seri untuk reaksi orde I dapat dilihat pada
grafik dibawah dengan variasi damkohler number (Da). Dapat dilihat pada grafik Da > 1,
konversi diatas 90% diperoleh dari 2 atau 3 reaktor seri. Sehingga laju reaksi A pada n
reactor adalah :
Keuntungan dan Kekurangan dari rangkaian seri
Berikut adalah keuntungan dari penyusunan reaktor rangkaian seri :
- Menghasilkan produk yang sempurna
- Feed ( umpan ) diteruskan secara kontinyu
- Memberikan konversi produk yang lebih tinggi
Berikut adalah kerugian dari penyusunan reaktor rangkaian seri :
- Kapasitas produk yang dihasilkan sedikit
- Membutuhkan waktu lama untuk operasi

2.1.3 CSTR in Parallel


Untuk sebuah sistem paralel CSTR, konversi keseluran tertinggi didapat ketika
konversi dimana pada masing-masing reaktor. Dengan kata lain, total nilai aliran dibagi
berdasarkan reaktor-reaktor menurut volume yang ada. Sebuah sistem N paralel CSTR pada
ruang dan waktu yang sama, akan memberikan konversi keseluran sama sebagai sebuah
CSTR tunggal dengan sebuah volume (Vt) sama untuk sejumlah volume total.
Keuntungan dan kerugian dari rangkaian paralel
o Keuntungan
- Menghasilkan produk homogen
- Memperbesar kapasitas produk
- Waktu pengoperasiannya lebih cepat
o Kerugian
- Produk yang dihasilkan belum begitu sempurna
- Menghasilkan konversi produk yang sama
Individual reactor volume :

jika reactor memiliki ukuran yang sama, dioperasikan pada temperature yang sama, identical
feed rate, nilai konversi akan sama pada tiap reactor.

Volume masing-masing reactor berhubungan , Vi dengan volume total reaktor. Sehingga


volume reactor Vi adalah sebagai berikut :

Begitu juga dengan Flow molar rate, berhubungan dengan flow rate total reactor. Sehingga
flow rate i reactor adalah sebagai berikut :

Sehingga disubsitusikan,
2.1.4 A second, Order Reaction in CSTR

Untuk reaksi Orde 2 phasa liquid pada CSTR, kombinasi rate law dan persamaan
design menjadi sebagai berikut :

Dengan menggunakan table stoikiometri untuk densitas konstan


v = vo, CA= CA0(1-X), dan FA0X = v0CA0X
kemudian ,

dibagi dengan vo, sehingga :

Sehingga diperoleh nilai konversi sebagai berikut :


Gambar4.6 menunjukkan plot conversi sebagai fungsi dari Damkohler parameter,
ƮkCA0 . Pada grafik conversi tinggi dicapai pada 67%
BAB III
KESIMPULAN

Reaktor Tangki Alir Berpengaduk atau yang biasa dikenal sebagai Continuous Stirred
Tank Reactor (CSTR) merupakan jenis reactor dengan model berupa tangki
berpengaduk dan diasumsikan pengaduk yang bekerja dalam tangki sangat sempurna
sehingga konsentrasi tiap komponen dalam reactor seragam sebesar konsentrasi aliran
yang keluar dari reactor. Reaktor jenis ini merupakan reactor yang umum digunakan
dalam suatu industry. Dalam operasinya, reactor ini sering digunakan dalam jumlah
lebih dari satu dengan rangkaian reactor disusun secara seri maupun paralel.

Pemilihan susunan rangkaian reactor dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan,


tergantung keperluan dan maksud dari operasinya. Masing-masing rangkaian
memiliki kelebihan dan kekurangan, karena di dunia ini tidak ada yang sempurna.
Semua yang ada didunia ini saling melengkapi satu sama lainnya. Secara umum,
rangkaian reactor yang disusun secara seri itu lebih baik dibanding secara parallel.
Setidaknya ada 2 sisi yang dapat menjelaskan kenapa rangkaian reactor secara seri itu
lebih baik. Pertama, ditinjau dari konversi reaksi yang dihasilkan dan yang kedua
ditinjau dari sisi ekonomisnya.

Pertama, ditinjau dari konversi reaksinya. Feed yang masuk ke reactor pertama dalam
suatu rangkaian reactor susunan seri akan bereaksi membentuk produk yang mana
pada saat pertama ini masih banyak reaktan yang belum bereaksi membentuk produk
di reactor pertama, sehingga reactor selanjutnya berfungsi untuk mereaksikan kembali
reaktan yang belum bereaksi dan seterusnya sampai mendapatkan konversi yang
optimum. Secara sederhana, reaksi yang berlangsung itu dapat dikatakan berkali-kali
sampai konversinya optimum. Konversi yang optimum merupakan maksud dari suatu
proses produksi. Sementara itu jika dengan reactor susunan parallel, dengan jumlah
feed yang sama, maka reaksi yang terjadi itu hanya sekali sehingga dimungkinkan
masih banyak reaktan yang belum bereaksi. Walaupun pada outletnya nanti akan
dijumlahkan dari masing-masing reactor, namun tetap saja konversinya lebih kecil,
sebagai akibat dari reaksi yang hanya terjadi satu kali.

Kedua, tinjauan ekonomisnya. Dalam pengadaan alat yg lain, misal jika seri hanya
memerlukan satu wadah untuk bahan baku (baik dari beton ataupun stainless steel),
dan konveyor yang digunakan juga cukup satu. Namun jika paralel mungkin
memerlukan wadah lebih dari satu ataupun konveyor yang lebih dari satu untuk
memasukkan feed ke masing-masing reactor. Konsekuensi yang lain dari suatu
reactor rangkain parallel adalah karena masih ada reaktan yang banyak belum
bereaksi maka dibutuhkan lah suatu recycle yang berakibat pada bertambahnya alat
untuk menampungnya, sehingga lebih mahal untuk mendapatkan konversi yang lebih
besar.

You might also like