You are on page 1of 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Malaria masih merupakan penyakit yang belum bisa diberantas tuntas


sampai saat ini, bahkan merupakan penyakit infeksi parasit yang paling penting.
Diperkirakan sebanyak 216 juta kasus malaria di seluruh dunia dimana 91 persen
kasus disebabkan infeksi Plasmodium falciparum. Sebagian besar kasus terjadi di
Afrika (81%) dan disusul Asia Tenggara di tempat kedua (13%). Angka kematian
akibat malaria yang masih tinggi yaitu 655.000 pada tahun 2010, dimana 85
persen diantaranya adalah anak usia <5 tahun menyebabkan malaria menjadi
masalah kesehatan yang penting bagi dunia (World Health Organization, 2011).
Morbiditas dan mortalitas akibat malaria yang tinggi pada anak terutama terjadi di
daerah sub-Saharan Afrika (Summer et al., 2005). Dua komplikasi terpenting
pada malaria adalah malaria serebral dan anemia berat.

Di Indonesia angka kesakitan malaria selama tahun 2000-2009 cenderung


menurun yaitu dari 3,62 pada tahun 2000 menjadi 1,85 per 1.000 penduduk pada
tahun 2009. Propinsi dengan API (Annual Parasite Incidence) yang tertinggi
adalah Papua (31,4) dan Papua barat (25,5) (Badan Perencanaan dan
Pembangunan Nasional, 2010). Berdasarkan karakteristik usia, point prevalence
tertinggi adalah pada usia 5-9 tahun (0,9%), kemudian kelompok usia 1-4 tahun
(0,8%) dan terendah pada usia <1 tahun (0,3%). Sedangkan menurut period
prevalence, prevalens tertinggi adalah pada kelompok usia >15 tahun (10,8%),
kemudian kelompok usia 1-4 tahun (10,7%) dan yang terendah tetap pada usia <1
tahun (8,2%). Dari data di atas tampak kecenderungan kelompok yang berisiko
tinggi terkena malaria mulai bergeser dari usia >15 tahun ke usia 1-4 tahun.
Intervensi pencegahan malaria pada anak 1-4 tahun perlu dilakukan. Promosi agar
anak di bawah lima tahun tidur di bawah kelambu berinsektisida perlu diperkuat
dan harus didukung dengan penyediakan obat malaria yang sesuai dengan usia
balita (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

1
Secara umum terjadi penurunan angka lekosit pada infeksi Plasmodium.
Menurut McKenzie et al. (2005) dan Erhart et al. (2004), angka lekosit lebih
rendah terjadi pada individu yang terinfeksi Plasmodium falciparum dibandingkan
dengan individu yang terifeksi Plasmodium vivax. Namun pada infeksi malaria
dapat juga terjadi lekositosis. Lekositosis lebih sering terjadi pada pasien malaria
falciparum sedangkan lekopenia lebih sering pada malaria vivax untuk usia
dewasa (Jandhav,U.M., Singhvi,R., Shah, 2003). Adedapo et al. (2007)
menyimpulkan trombositopenia, anemia dan lekositosis lebih sering terdapat pada
anak dibawah lima tahun dengan malaria falciparum tanpa komplikasi.
Lekositosis pada malaria falciparum berhubungan dengan kejadian anemia berat,
distres napas, hipoglikemia dan peningkatan mortalitas (Modiano et al., 2001).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan pada pasien anak oleh Ladhani et
al. (2002) bahwa lekositosis pada malaria falciparum berhubungan dengan distres
napas, anemia berat, trombositopenia dan kematian. Sebuah penelitian pada
pasien dewasa menunjukkan bahwa lekopenia berhubungan dengan keparahan
penyakit malaria pada infeksi Plasmodium vivax. Adanya lekopenia khususnya
pada malaria vivax juga berhubungan dengan anemia dan trombositopenia (Shetty
& Bhandary, 2012). Namun kita belum bisa menggunakan penelitian ini untuk
mengatakan bahwa angka lekosit berhubungan dengan keparahan malaria
sehubungan dengan jumlah sampel yang kecil.

Malaria berat terutama disebabkan oleh Plasmodium falciparum sehingga


pasien malaria yang dirawat di rumah sakit kebanyakan menderita malaria
falciparum. Namun pada sebuah penelitian didapatkan bahwa proporsi anak di
bawah 1 tahun yang dirawat di rumah sakit dengan malaria vivax juga cukup
besar yaitu sekitar 47% (Tjitra et al., 2008). Di Timika Papua, yang merupakan
daerah holoendemis malaria, morbiditas malaria vivax lebih tinggi dibanding
malaria falciparum pada bayi usia kurang dari 3 bulan dengan case fatality rate
yang hampir sama (1% vs 2,2%). Pada bayi usia muda risiko terjadinya anemia
berat lebih besar pada infeksi Plasmodium vivax dibandingkan Plasmodium
falciparum (Poespoprodjo et al., 2009).

2
Angka lekosit merupakan salah satu hal yang menjadi perhatian para klinisi
dalam mengidentifikasi adanya suatu proses inflamasi yang terjadi dalam tubuh
yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Hal ini berhubungan dengan peran
lekosit dalam sistem kekebalan tubuh. Angka lekosit yang terlalu tinggi atau
terlalu rendah pada infeksi mengindikasikan beratnya suatu penyakit. Namun
angka lekosit tidak termasuk dalam kriteria malaria berat sehingga parameter
angka lekosit sering terabaikan dalam menejemen malaria. Meskipun demikian
angka lekosit >12.000/ l dianggap mempunyai prognosis yang jelek (White,
2009).

Limfosit, terutama sel T memegang peran yang penting dalam imunitas


terhadap malaria dengan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF-
(Tumour Necrosis Factor- ) dan interferon- serta mengaktifkan sel-sel inflamasi
yang lain. Monosit juga penting dalam melawan parasit melalui beberapa
mekanisme yaitu fagositosis eritrosit yang terinfeksi dan pengeluaran sitokin
seperti TNF- serta bentuk oksigen reaktif seperti nitrit oxide dan superoxide.
Penelitian yang dilakukan Ladhani et al. (2002) menyimpulkan peningkatan
limfosit dan neutrofil serta penurunan jumlah monosit berhubungan dengan
terjadinya komplikasi yang berat pada malaria.

Malaria serebral adalah salah satu komplikasi malaria yang paling


berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Case fatality rate untuk malaria
serebral pada anak berkisar antara 6-50% dan sekitar 11,9% di Papua New Guinea
(Genton et al., 1997). Terjadinya malaria serebral tergantung banyak faktor antara
lain spesies penyebab malaria, imunitas penderita, usia penderita yang
berhubungan juga dengan imunitas yang didapat, serta yang paling penting yaitu
ada atau tidaknya sekuestrasi parasit pada mikrosirkulasi otak. Infeksi
Plasmodium falciparum merupakan jenis infeksi malaria yang paling banyak
menimbulkan komplikasi ini.

Data mengenai profil lekosit pada infeksi malaria di Indonesia masih


kurang terutama pada anak. Penelitian ini akan memberikan data profil lekosit

3
pada anak yang terinfeksi malaria. Di samping itu, pentingnya angka lekosit
dalam infeksi malaria sehubungan dengan keparahan penyakit perlu diteliti lebih
lanjut.

Mimika, merupakan salah satu kabupaten di Papua seluas 21.522 km2 yang
terdiri dari daerah dataran tinggi dan dataran rendah. Insiden malaria di daerah
tersebut sekitar 876 kasus per 1000 penduduk per tahun (Karyana et al., 2008).
Transmisi malaria lebih banyak terjadi di daerah dataran rendah. Rumah Sakit
Mitra Masyarakat merupakan satu-satunya rumah sakit yang ada di daerah
Mimika sampai tahun 2008, kemudian berdiri Rumah Sakit Umum Daerah
Mimika yang mulai beroperasi sejak tahun itu.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka permasalahan yang muncul


adalah belum ada data yang jelas tentang kejadian lekositosis atau lekopenia pada
infeksi Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax dan infeksi campuran kedua
Plasmodium tersebut pada anak di Indonesia khususnya di daerah Timika, Papua
yang merupakan salah satu daerah dengan angka kejadian malaria yang tinggi
pada anak. Salah satu komplikasi infeksi Plasmodium adalah malaria serebral.
Karena lekositosis atau lekopenia yang terjadi pada keadaan infeksi secara umum
menunjukkan beratnya keadaan infeksi tersebut, maka data tentang profil lekosit
akibat infeksi Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax atau campuran perlu
diketahui untuk menilai hubungannya dengan terjadinya malaria serebral pada
anak.

Dengan demikian ada dua masalah utama yang akan diteliti. Masalah
pertama adalah proporsi kejadian lekositosis dan lekopenia pada infeksi
Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax dan campuran pada anak usia 0-18
tahun di Indonesia belum diketahui secara pasti. Masalah kedua adalah hubungan
antara profil lekosit dengan kejadian malaria serebral belum diketahui, padahal
angka lekosit merupakan pemeriksaan darah rutin yang mudah dan selalu
dilakukan.

4
C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimanakah gambaran angka lekosit pada infeksi Plamodium falciparum,


Plasmodium vivax dan campuran pada anak usia 0 bulan-18 tahun di Timika?
2. Apakah lekositosis berhubungan dengan kejadian malaria serebral pada anak usia
0 bulan -18 tahun?

D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui gambaran angka lekosit pada infeksi Plasmodium falciparum,
Plasmodium vivax dan campuran pada anak usia 0 bulan-18 tahun di Timika.
2. Untuk mengetahui apakah lekositosis berhubungan dengan kejadian malaria
serebral pada anak usia 0 bulan -18 tahun.

E. Manfaat Penelitian
1. Bidang Ilmiah
Hasil peneltian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran
angka lekosit pada anak dengan infeksi malaria berdasarkan jenis
Plasmodiumnya. Penelitian ini sekaligus mencoba memberikan data serta analisis
tentang perlu tidaknya melihat angka lekosit dalam setiap kasus malaria terutama
lekositosis.
2. Bidang Pengabdian Masyarakat
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petugas kesehatan
dalam memberikan penatalaksanaan penyakit serta edukasi yang tepat kepada
pasien dan orang tua.
3. Bidang Pengembangan Penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu pertimbangan untuk melakukan
penelitian yang lain yang berhubungan dengan peran lekosit sebagai faktor risiko
terjadinya malaria serebral pada anak.

5
F. Keaslian Penelitian
Adapun beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai malaria dan
lekosit adalah sebagai berikut:

Table 1. Penelitian-penelitian mengenai malaria dan lekosit


No. Pengarang Metodologi Hasil
(Tahun)
1. Shetty,G.M Cross Lekopenia berhubungan dengan kejadian
and Sectional anemia (p<0,001) dan trombositopenia
Bhandary,N. (p<0.0027) pada pasien malaria vivax usia >
(2012) 18 tahun

2. Ladhani et al. Case Pasien malaria falciparum dengan angka


(2002) control lekosit > 16.500/ l mempunyai risiko 7,4
kali lebih besar mengalami kematian (95%
CI, 3,04-17,64).

3. McKenzie et Cross Angka lekosit pasien dengan infeksi


al. (2005) Sectional Plasmodium falciparum lebih rendah dari
pada pasien dengan infeksi Plasmodium
vivax.(p<0,00001).

4. Taha et al. Cohort Angka netrofil pada infeksi campuran lebih


(2007) tinggi dari pada infeksi Plasmodium
falciparum dan Plasmodium vivax (p<0,01)
sedangkan untuk jumlah limfosit yang
tertinggi adalah kelompok dengan infeksi
Plasmodium falciparum.

5. Modiano et al. Cohort Lekositosis mempunyai hubungan dengan


kejadian anemia berat (p<0,001) dan
(2001) hipoglikemia (p<0,001) serta meningkatkan
risiko kematian sebanyak 3,51 kali
(p<0,001)

Perbedaan penelitian ini dibanding penelitian sebelumnya adalah peneliti


mengamati subyek dengan usia dan karakteristik yang berbeda. Tempat penelitian
yang merupakan daerah holoendemis dimana transmisi malaria terjadi sepanjang
tahun juga menjadi perbedaan dengan penelitian sebelumnya.

You might also like