ANALISIS HUBUNGAN PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA TENTANG
FUNGSI PENGAWASAN KEPALA RUANGAN DENGAN
PELAKSANAAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL TIMBANG TERIMA * Ifa Roifah, Susanti Dwi Anggraini *STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto
Abstract
Communication of various information provided by nurses in exchange shift
(handover) was helpful for caring patient. The successful implementation handover patients was associated with controlled function. Research purpose was to analyze the relationship perception of nurses about the controlling function of head room with the handover standard operating procedures. Design research used correlational analytic with cross sectional approach. The population was all nurses who work in patient care room of Reksa Waluya Hospital which amounted to 41 peoples with a total sampling technique to obtain a sample that about the same with the number of population that are 41 peoples. Data retrieval used questionnaire and observation sheet and analyze by percentile and cross-tabulation. The results showed that from 23 respondents who have good perception are about 10 respondents they’re well behave, 3 respondents a bit unwell behave while doing handoverphase, and 10 respondents did not behave well. In conclusion there is no relationship perception of nurse head control room with execution standard operating procedure handover. Handover can work well if the supervision of the principal or the head of the room held a continuous basis, and based on standard operating procedures that have been agreed as a guideline in carrying out a job. Head room is expected to further improve supervision in accordance with standard procedures in order to improve the behavior of nurses in the implementation of standard procedures handover.
Keywords: Perception, controlling, handover
PENDAHULUAN kematian atau cedera yang serius di
Komunikasi terhadap berbagai rumah sakit disebabkan karena informasi mengenai perkembangan buruknya komunikasi. Alvarado, et all pasien antar profesi kesehatan di rumah (2006) menginformasikan bahwa sakit merupakan komponen yang komunikasi berbagai informasi yang fundamental dalam perawatan pasien diberikan oleh perawat dalam (Riesenberg, 2010). Alvarado, et all. pertukaran shift, yang lebih dikenal (2006) mengungkapkan bahwa dengan timbang terima (handover) ketidakakuratan informasi dapat sangat membantu dalam perawatan menimbulkan dampak yang serius pada pasien. Timbang terima harus pasien, hampir 70% kejadian sentinel dilakukan karena merupakan bagian yaitu kejadian yang mengakibatkan dari salah satu aplikasi MAKP (Model Asuhan Keperawatan Profesional) tanpa melihat langsung kondisi klien (Nursalam, 2011). Green (1986 dalam saat dilakukannya proses timbang Green dan Kreuter, 2000) terima. Pelaksanaan timbang terima mengemukakan perilaku individu dapat yang tidak sesuai dengan prosedur ini dipengaruhi oleh 3 faktor antara lain mengakibatkan banyak kejadian- faktor predisposisi (predisposisi kejadian yang tidak diduga terjadi pada faktor), faktor pemungkin (enabling pasien. Laporan dari Institute of faktor) dan faktor penguat (reinforcing Medicine Amerika pada tahun 2000, faktor). Faktor penguat yang bisa bahwa di Utah dan Colorado mempengaruhi perilaku pengaruh ditemukan kejadian tidak diharapkan keluarga, pimpinan, ataupun teman sebesar 2,9% dan 6,6% di antaranya sejawat (Green, 2000 dalam Winani, meninggal dunia, padahal 53% dari 2012). Keberhasilan pelaksanaan serah jumlah KTD tersebut dapat dicegah terima pasien sangat berkaitan dengan (Preventable adverse events) salah fungsi manajemen keperawatan (Budihardjo, 2008). Di Indonesia yang harus dilaksanakan yaitu fungsi menurut Utarini (2011) menyatakan pengawasan. (Suarli & Bahtiar, 2009). bahwa dari 15 rumah sakit dengan Pelaksanaan serah terima pasien dapat 4.500 rekam medis menunjukkan berjalan dengan baik apabila angka kejadian tidak diharapkan yaitu pengawasan dari pimpinan atau kepala 8,0-98,2 untuk diagnostic error dan ruangan dilaksanakan secara terus 4,1-91,6% untuk medication error. Hasil studi pendahuluan di RS menerus, dan berdasarkan SPO yang Reksa Waluya Mojokerto di ruang telah disepakati yang merupakan Tribuana pada bulan februari 2014 pedoman dalam melaksanakan suatu berkaitan dengan pelaksanaan timbang pekerjaan (Elisabet, 2008 dalam terima adalah setelah dilakukan Winani, 2012). Kenyataan yang terjadi observasi, timbang terima saat dilapangan, masih banyak perawat pergantian shift pagi hanya kepala yang melakukan timbang terima ruangan dan kepala jaga yang dengan tidak memperhatikan prosedur melakukan validasi terhadap kondisi yang telah ada. Sebagian besar pasien sedangkan perawat pelaksana perawat melakukan timbang terima yang lain melakukan timbang terima hanya berpusat pada ruangan perawat hanya berpusat di nurse station. Pelaksanaan timbang terima saat Sampling yang digunakan dalam pergantian shift pagi ke sore dan sore penelitian ini adalah nonprobability ke malam, perawat tidak melakukan sampling dengan teknik sampling validasi kondisi pasien secara jenuh. Instrumen penelitian langsung. Hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner dan cheklis, kepala ruangan Tribuana bahwa kepala waktu pengambilan data mulai tanggal ruangan melakukan pengawasan 18 – 31 Mei 2014. Analisa data terhadap pelaksanaan timbang terima menggunakan percentil dan dilakukan namun SPO pelaksanaan timbang cross tabulation. terima belum ada diruangan sehingga pelaksanaan pengawasan belum dapat HASIL PENELITIAN berjalan maksimal. Kejadian nyaris Tabel 1. Frekuensi data umum responden di RS Reksa jatuh terjadi satu kali dalam tiga bulan Waluya Mojokerto pada terakhir. Tujuan penelitian ini untuk tanggal 18 – 31 Mei 2014. No Uraian Frekuensi % menganalisis hubungan persepsi Usia perawat pelaksana tentang fungsi 1. 21-30 tahun 19 46,3 2. 31-40 tahun 18 44,9 pengawasan kepala ruangan dengan 3. 41-50 tahun 3 7,3 4. > 50 tahun 1 2,4 pelaksanaan standar prosedur Total 41 100 operasional timbang terima. Jenis Kelamin 1. Perempuan 40 97,4 METODE PENELITIAN 2. Laki-laki 1 2,4 Total 41 100 Desain penelitian menggunakan TK pendidikan penelitian analitik korelasional dengan 1. SPK 1 2,4 AKPER 37 90,3 pendekatan cross sectional. Penelitian SI Kep 3 7,3 cross sectional adalah jenis penelitian Total 41 100 yang menekankan waktu pengukuran Lama kerja atau observasi data variabel independen 1. 0-5 tahun 20 48,8 2. 5-10 tahun 3 7,3 dan dependen hanya satu kali pada satu 3. > 10 tahun 18 43,9 saat (Nursalam, 2013). Populasi dalam Total 41 100 Tabel 1 menunjukkan bahwa pada usia penelitian ini adalah seluruh perawat sebagian besar responden berusia 21-30 pelaksana yang bekerja di ruang rawat tahun (46,3%). Jenis kelamin sebagian inap RS Reksa Waluya Mojokerto yang besar perempuan (97,6%.) Tingkat berjumlah 41 perawat. pendidikan sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan D3 tentang fungsi pengawasan kepala ruangan dengan (90,2%). Lama kerja sebagian besar pelaksanaan standar prosedur responden bekerja selama 0-5 tahun operasional (SPO) timbang terima. (48,8%). Tabel 2 Persepsi perawat pelaksana tentang fungsi pengawasan kepala ruangan dan pelaksanaan SPO Timbang terima di RS Reksa Waluya Mojokerto pada tanggal 18 – 31 Mei 2014 No Uraian Frekuensi % Hasil tabulasi silang pada tabel Persepsi 1. Baik 23 56,1 3 menunjukkan bahwa persepsi 2. Tidak baik 18 43,9 perawat tentang fungsi pengawasan Total 41 100 kepala ruangan termasuk kategori baik Pelaksanaan SPO 15 36,6 dari 23 responden (56,1%), didapatkan 1. Baik 2. Kurang baik 7 17,1 data bahwa perawat melaksanakan 3. Tidak baik 19 46,3 timbang terima dengan baik adalah Total 41 100 sebanyak 10 responden (43,5%), perawat yang melaksanakan timbang Hasil frekuensi yang disajikan dalam terima dengan kurang baik adalah tabel 2 menunjukkan bahwa persepsi sebanyak 3 responden (13,0%), perawat pelaksana tentang fungsi perawat melaksanakan timbang terima pengawasan kepala ruangan adalah dengan tidak baik adalah sebanyak 10 baik (56,1%). Pelaksanaan timbang responden (43,5%). terima menunjukkan bahwa Persepsi perawat tentang fungsi Pelaksanaan standar prosedur pengawasan kepala ruangan termasuk operasional (SPO) timbang terima kategori tidak baik dari 18 responden adalah tidak baik (46,3%). (43,9%), didapatkan data bahwa perawat melaksanakan timbang terima dengan baik adalah sebanyak 5 responden (27,8%), perawat yang melaksanakan timbang terima dengan
Tabel 3 Tabulasi silang hubungan kurang baik adalah sebanyak 4
persepsi perawat pelaksana responden (22,2%), dan perawat melaksanakan timbang terima dengan yang telah dilaksanakan oleh sumber tidak baik adalah sebanyak 9 responden daya secara efektif dan efisien sesuai (50,0%). standar yang ditetapkan. Pengawasan yang sistematis akan berdampak PEMBAHASAN pelaksanaan asuhan keperawatan yang 1. Persepsi perawat pelaksana tentang sesuai standar sehingga pelayanan yang fungsi pengawasan kepala ruangan diberikan akan lebih efektif. Hal ini Hasil penyajian data sesuai dengan penelitian yang menunjukkan bahwa persepsi perawat dilakukan oleh Parmin (2009) bahwa pelaksana tentang fungsi pengawasan terdapat hubungan yang signifikan kepala ruangan adalah baik. Hasil antara fungsi manajemen pengawasan penelitian ini tidak sejalan dengan kepala ruangan dengan motivasi penelitian Winani dimana persepsi perawat pelaksana. Kepala ruangan perawat pelaksana tentang fungsi yang terlalu dominan dalam pengawasan kepala ruangan cenderung menjalankan fungsinya juga dapat tidak baik (55,8%). menyebabkan perawat tidak Persepsi perawat pelaksana termotivasi dan cenderung pasif terhadap fungsi pengawasan kepala (Nursalam, 2011). ruangan sangat dipengaruhi oleh nilai Pengawasan yang dilakukan yang terdapat pada diri seorang oleh kepala ruangan adalah mengawasi perawat pelaksana dimana peran dan berkomunikasi secara langsung seorang kepala ruangan dalam dengan ketua tim atau perawat menjalankan fungsi pengawasan dapat pelaksana mengenai asuhan dinilai dari kemampuan dalam keperawatan (Suarli & Bahtiar, 2009). memotivasi dan meningkatkan Kepala ruangan dalam menjalankan kepuasan staf (Nursalam, 2010 dalam fungsinya sebagai pengawas harus Winani, 2012). Marquis & Hounston selalu kreatif, inovatif, cakap dan (2000) dalam Winani (2012) berani mengambil keputusan terhadap mengemukakan bahwa pengawasan aktivitas di ruangan yang dipimpinnya yang efektif akan meningkatkan (Hasibuan, 2006). Persepsi perawat kepuasan kerja, motivasi, inovasi, dan tentang fungsi pengawasan kepala hasil yang berkualitas. Dengan ruangan di RS Reksa Waluya dinilai pengawasan memungkinkan rencana baik mungkin dipengaruhi oleh kepala ruangan yang selalu komunikatif dan respon merupakan faktor yang dengan seluruh perawat pelaksana di berasal dari dalam diri individu atau ruangan yang dipimpinnya. Faktor lain disebut faktor internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi perawat atau stimulus merupakan faktor dinilai baik karena kepala ruangan lingkungan baik fisik maupun nonfisik menjalankan fungsi pengawasan dapat dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, memberikan motivasi dan politik, dan sebagainya. Faktor meningkatkan kepuasan stafnya serta eksternal yang paling banyak berperan memberikan kesempatan kepada dalam perilaku manusia adalah faktor stafnya untuk melaksanakan tugas sosial dan budaya di lingkungan sebaik-baiknya. seseorang tersebut berada. Faktor 2. Pelaksanaan standar prosedur internal yang menentukan respon operasional (SPO) timbang terima. seseorang terhadap stimulus dari luar Hasil penyajian data adalah perhatian, pengamatan, persepsi, menunjukkan bahwa pelaksanaan SPO motivasi, fantasi, sugesti, dan timbang terima adalah tidak baik. Hasil sebagainya (Notoatmodjo, 2007). penelitian ini sejalan dengan penelitian Pelaksanaan timbang terima di yang dilakukan Winani bahwa persepsi ruang rawat inap RS Reksa Waluya perawat pelaksana dalam pelaksanaan termasuk dalam kategori tidak baik. timbang terima kurang baik (58,7%). Penilaian pelaksanaan timbang terima Timbang terima yang ini berdasarkan pada penelitian yang dilaksanakan tiap pergantian shift harus telah dilakukan yaitu timbang terima sesuai dengan standar prosedur memang telah dilakukan tiap operasional yang telah ditentukan. pergantian shift namun dalam Standar prosedur operasional pelaksanaannya hanya ketua tim saja merupakan tata cara atau tahapan yang yang melakukan kunjungan langsung dibakukan dan haru dilalui untuk ke kamar pasien. Perawat pelaksana menyelesaikan suatu proses kerja yang lain melakukan timbang terima tertentu (Perry & Potter, 2005). hanya dengan membaca buku operan Perilaku yang terbentuk di dalam diri yang telah dituliskan Kunjungan ke seseorang terdiri dari dua faktor utama kamar pasien lebih sering dilakukan yaitu stimulus yang merupakan faktor pada pergantian shift malam ke pagi dari luar individu atau faktor eksternal dan pagi ke sore. Timbang terima dari sore ke malam lebih banyak dilakukan responden (43,5%) berperilaku tidak di ruangan perawat. baik dalam pelaksanaan timbang Green dan Kreuter (2000) terima. 18 responden (43,9%) perawat mengemukakan bahwa pengetahuan memiliki persepsi tidak baik tentang merupakan salah satu faktor pengawasan kepala ruangan predisposisi yang mempengaruhi diantaranya 5 responden (12,2%) perilaku seseorang atau individu. berperilaku baik dalam pelaksanaan Pelaksanaan timbang terima dinilai timbang terima, 3 responden (7,3%) tidak baik bisa karena faktor tingkat berperilaku kurang baik dalam pendidikan perawat yang sebagian pelaksanaan timbang terima, dan 10 besar atau 27 responden (65,9%) responden (24,4%) berperilaku tidak memiliki tingkat pendidikan D3 baik dalam pelaksanaan timbang keperawatan. Faktor lain yang terima. Hal ini menunjukkan terjadi mempengaruhi bisa disebabkan karena ketidaksesuaian antara persepsi kondisi ruangan, beban kerja perawat perawat yang baik namun pelaksanaan yang terlalu berat dan banyaknya timbang terima yang cenderung tidak masalah klien yang harus segera baik. Kesimpulan yang dapat diambil ditangani. adalah tidak ada hubungan antara 3. Hubungan Persepsi perawat persepsi perawat pelaksana tentang pelaksana tentang fungsi fungsi kepala ruangan dengan pengawasan kepala ruangan pelaksanaan standar prosedur dengan pelaksanaan standar operasional timbang terima. operasional prosedur (SPO) Penelitian ini sejalan dengan timbang terima. penelitian yang dilakukan Winani Hasil penyajian tabulasi silang (2012) bahwa persepsi perawat tentang menunjukkan bahwa dari 23 responden fungsi pengawasan kurang baik juga yang memiliki persepsi baik tentang mempunyai persepsi kurang baik pengawasan kepala ruangan tentang pelaksanaan timbang terima diantaranya 10 responden (43,5%) jadi diambil kesimpulan bahwa tidak berperilaku baik dalam pelaksanaan ada hubungan antara persepsi perawat timbang terima, 3 responden (13,0%) pelaksana tentang fungsi pengawasan berperilaku kurang baik dalam dengan persepsi perawat pelaksana pelaksanaan timbang terima dan 10 tentang pelaksanaan timbang terima. Green dan Kreuter (2000) Handoko (2003) mengemukakan mengemukakan bahwa faktor penguat bahwa peran kepala ruangan dalam yang mempengaruhi perilaku individu melaksanakan fungsi pengawasan antara lain pengaruh keluarga, harus dapat mendeteksi perubahan pimpinan dan teman sejawat. Perilaku yang dapat berpengaruh dalam asuhan yang kurang baik dan tidak baik dalam keperawatan, sehingga mampu pelaksanaan timbang terima dapat menghadapi tantangan atau dirubah jika pengawasan kepala memanfaatkan kesempatan. Asuhan ruangan dilakukan dengan baik pula. keperawatan yang diberikan kepada Pengawasan yang dilakukan kepala pasien harus tetap berkualitas dan ruangan harus melalui beberapa proses. berkesinambungan. Pengawasan yang Proses pengawasan menurut Handoko rutin diharapkan dapat meningkatkan (2003) yaitu: Pertama Penetapan mutu asuhan keperawatan. standar pelaksanaan. Pelaksanaan Persepsi perawat tentang fungsi timbang terima harus berdasarkan pengawasan kepala ruangan dinilai standar yang telah disetujui oleh baik mungkin dipengaruhi oleh kepala penentu kebijakan. Standar yang dibuat ruangan yang selalu komunikatif harus terlebih dahulu disosialisasikan dengan seluruh perawat pelaksana di kepada seluruh perawat pelaksana. ruangan yang dipimpinnya. Hasil Kedua penentuan pengukuran wawancara yang dilakukan kepada tiap pelaksanaan kegiatan secara tepat., kepala ruangan di ruang rawat inap di dalam hali ini berapakali pengawasan RS Reksa Waluya bahwa di ruang dilakukan, kemudian dalam bentuk apa rawat inap belum ada standar prosedur pengukuran dilakukan. Ketiga operasional timbang terima. Standar pengukuran pelaksanaan kegiatan. prosedur operasional timbang terima Caranya yaitu dengan pengamatan, harusnya dimiliki tiap ruangan rawat laporan lisan dan tertulis serta ujian. inap sehingga dapat menjadi acuan atau Keempat membandingkan pelaksanaan tolak ukur dalam pelaksanaan dengan standar yang telah ditetapkan. pengawasan terhadap pelaksanaan Penyimpangan yang terjadi harus timbang terima sehingga dianalisa untuk menentukan mengapa pengawasannya bisa dilakukan dengan standar yang telah ditetapka tidak dapat baik dan maksimal. Pengawasan kepala dicapai. ruangan yang disesuaikan dengan standar prosedur operasional juga dapat Alvarado, K., et all. 2006. Transfer of acountability : Transforming shift merubah perilaku pelaksanaan timbang handover to enhance patient terima yang tidak baik atau kurang baik safety. Health Care Quarterly. Special Issue. Longwoods menjadi baik. Publishing. Diakses tanggal 15 januari 2014 KESIMPULAN Budiharjo, A. 2008. Pentingnya Safety 1. Persepsi perawat pelaksana tentang Culture di rumah sakit: Upaya meminimalkan adverse events. fungsi pengawasan kepala ruangan Jurnal Manajemen bisnis vol. 1 diruang rawat inap RS Reksa No. 1. Prasetiya Mulya Business School. Di akses tanggal 15 Waluya adalah baik februari 2014 2. Pelaksanaan standar prosedur timbang terima di ruang rawat inap Green, L.W.,& Kreuter, M.W. 2000. Health promotion planning an RS Reksa Waluya adalah tidak baik educational and environmental 3. Tidak ada hubungan antara persepsi approach. (2 nd ed.) Mountain perawat pelaksana tentang fungsi view: Mayfield Publishing Company pengawasan kepala ruangan dengan pelaksanaan standar prosedur Handoko, T.H. 2003. Manajemen. Yogakarta: BPFE- Yogyakarta operasional timbang terima. Hasibuan, M.S.P. 2006. Manajemen : SARAN dasar, pengertian dan masalah. Jakarta: Bumi Aksara 1. Mengadakan pelatihan dan sosialisasi tentang pelaksanaan Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan timbang terima yang sesuai dengan Seni.Jakarta: Rineka Cipta standar prosedur operasional yang Nursalam, 2011. Manajemen telah ditetapkan. Keperawatan: Aplikasi dalam 2. Melakukan supervisi secara Praktik Keperawatan Profesional. bertahap terkait pelaksanaan Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika Nursalam. 2013. Metodelogi penelitian timbang terima sesuai dengan ilmu keperawatan: pendekatan standar prosedur operasional yg praktis. Edisi 3. Jakarta:Salemba Medika telah ditetapkan. 3. Meningkatkan penelitian lanjutan Parmin. 2009. Hubungan pelaksanaan tentang pelaksanaan supervisi fungsi manajemen kepala ruang dengan motivasi perawat pelaksanaan timbang terima. pelaksana di ruang rawat inap RSUP Undata Palu. Depok: DAFTAR PUSTAKA Lontar Ui. Diakses tanggal 10 juni Pendekatan Praktis. Jakarta: 2014 Universitas Terbuka
Potter, P. A & Perry, A. G. 2005. Buku Utarini, A. 2011. Pengembangan
ajar fundamental Keperawatan: sistem regulasi mutu pelayanan Konsep, proses dan praktik. Edisi dan keselamatan pasien kunci 4. (Y. Asih et al, penerjemah). pelayanan kesehatan yang optimal Jakarta: EGC dan responsive. ugm.ac.id . diakses tanggal 15 Februari 2014 Riesenberg, A, L., Leitzsch, J., & Cunningham, M. 2010. Nursing Winani. 2012. Hubungan Persepsi handoffs : A systemic review of the Perawat Pelaksana Tentang literature : surprisingly little is Fungsi Pengawasan Kepala known about what constitutes best Ruang dan Pelaksanaan Serah practice. American Journal of Terima Pasien di RSUD Gunung Nursing. 15 januari2014 Jati Cirebon. Jakarta: Lontar UI. diakses tanggal 14 februari 2014 Suarli, S & Bahtiar, Y. 2009. Manajemen Keperawatan dengan