You are on page 1of 7

PEMANFAATAN SAMPAH DAUN ECENG GONDOK (Eichhornia

crassipes) MENJADI BIOETANOL DENGAN PROSES FERMENTASI


SEBAGAI SOLUSI ENERGI ALTERNATIF

Carlito Amaral
ABSTRACT

Water hyacinth actually contains lignocellulose, while cellulose is a material for making paper,
in addition to the content of cellulose, water hyacinth can also be used as materials for current
bioethanol are necessary to address the decline of world oil production. Utilization of water
hyacinth leaves of Swamp Dizziness aims to pile reduce and solids sediment as farmers or
craftsmen utilizing water hyacinth rod as materials for furniture, where the leaves are directly
discharged into the swamp so that will be a factor causing the silting marsh. Process
manufacture of bioethanol through Phase Pretreatment (smoothing, filtering, hydrolysis (HCl
7%), heating and neutralization (NaOH 7%)), fermentation (Saccharomyces cerevisiae) and
Distillation. Water hyacinth leaf litter samples containing ethanol after fermentation by yeast
through the tape with a variety of yeast and fermentation time different levels of bioethanol
produced after distillation to variations in the amount of yeast / yeast and fermentation duration
variation sesbesar 41.07% in 9 days time variations with variations 20 grams of yeast, From the
obtained results it can be concluded that the presence of variations in the number and length of
fermentation yeast affect the levels of bioethanol produced. Elevated levels Best bioethanol
fermentation occurs in 5-10 days with yeast added is 5% of the sample volume.

Keywords: Bioethanol, water hyacinth, hydrolysis, fermentation, distillation, Saccharomyces


cerevisiae

PENDAHULUAN Karakteristik bioetanol sebagai biofuel adalah


sebagai berikut (Nurfiana et al., 2009):
Enceng gondok merupakan salah satu
tumbuhan air yang mengapung di permukaan a. Memiliki angka oktan yang tinggi
air. Enceng gondok memiliki nama latin b. Manpu menurunkan tingkat emisi
Eichhornia crassipes. Enceng gondok partikulat yang membahayakan kesehatan
memiliki kecepatan tumbuh yang pesat dan dan CO serta CO2.
penyebarannya. Enceng gondok dapat tumbuh c. Mirip dengan bensin sehingga
di kolam-kolam, sungai, danau tempat penggunaannya tidak memerlukan
penampungan air serta daerah rawa. Enceng modifikasi mesin
gondok memiliki kemampuan untuk d. Tidak mengandung senyawa timbal.
beradaptasi dari perubahan ekstrim laju air, Salah satu metode pembuatan bioetanol yang
perubahan kadar nutrisi, pH (derajat keasaman sering dijumpai adalah fermentasi dengan
tanah), temperatur, ketinggian air dan racun ragi. Dalam ragi terkandung khamir yang
yang terdapat dalam air. Enceng gondok dapat dapat digunakan dalam proses fermentasi
berkembang pesat dalam kondisi air yang bioetanolsalah satunya adalah Saccaromyces
mengandung nutrien yang tinggi, terutama di cerivisiae. Bahan baku untuk proses
daerah yang memilki kadar nitrogen, fermentasi berupa:
potassium dan posphat.
a. Mono/disakarida seperti gula, tetes Hidrolisis dan Netralisasi
tebu, gula tebu
b. Bahan berpati seperti beras, kentang, Hidrolisis dimulai dengan memasukkan
jagung dan lain-lain larutan HCl 7% kedalam cairan sampah yang
c. Bahan yang mengandung selulosa berfungsi untuk meningkatkan kereaktifan air
seperti limbah pertanian, kayu dan dan sebagai katalis untuk mempercepat reaksi.
lain-lain. HCl kemudian dimasukkan kedalam sampel
Proses fermentasi ini menghasilkan bioetanol hingga pH 1 - 2 (Tjokroadikoesoemo, 1986)
yang cukup rendah sehingga kadar bioetanol kemudian dipanaskan dengan mengunakan
dapat ditingkatkan dengan cara destilasi agar panci tertutup pada suhu 100˚C hingga
kadar bioetanol yang dihasilkan dapat mendidih.
mencapai 96,5% dan H2O akan membentuk
Filtrat yang telah dipanaskan kemudian
suatu larutan azeotrop (campuran dua atau didinginkan dan ditambahkan NaOH 10%
lebih komponen yang sulit dipisahkan hingga pH mencapai 4 – 4,5 karena pH
(Riawan, 1990). tersebut merupakan pH optimum untuk
Pada proses hidrolisis ini terjadi pemecahani pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae.
ikatan ɑ-D-glukosa dari molekul pati serta
Tujuan dilakukan Proses hidrolisis untuk
terjadi pelemahan struktur granula pati
mendapatkan gula sederhana yang kemudian
sehingga akan mengubah keketalannya. Pati
difermentasi oleh khamir untuk menghasilkan
yang dimodofikasi dengan metode ini etanol. Pada hidrolisis enzimatis, proses
mempunyai kekentalan dalam keadaan panas
didahului dengan delignifkasi yaitu
yang rendah dan daya lekatnya tinggi (Smith penghilangan lignin. Proses penghilangan
dan Bell, 1996). Mekanisme kerja katalis
lignin dilakukan dengan penambahan NaOH
asam dalam proses hidrolisis molekul pati yang bertujuan untuk memecah ikatan lignin.
bersifat acak (Judoamidjojo, 1989). Menurut Selulosa kemudian dihidrolisis dengan
Putrid an Sukandar, 2008 hasil konversi sulit menambahkan enzim selulase yang berfungsi
diprediksikan. Selama proses hidrolisis, kedua
untuk merombak selulosa menjadi glukosa.
ikatan 1,4-glikosidik dan 1,6-glikosodik Hidrolisat berupa produk gula yang dihasilkan
meregang, sehingga mengkonversi molekul dari hidrolisis enzimatis kemudian
pati menjadi lebih banyak produk molekul difermentasi dalam fermentor.
yang ringan. Pengolahan dengan asam encer
dapat mengurangi berat molekul pada pati Hidrolisis adalah salah satu tahapan dalam
yang tidak pecah (BeMiller dan Whister, pembuatan bioetanol berbahan baku
2009). lignoselulosa. Hidrolisis bertujuan untuk
memecah selulosa dan hemiselulosa menjadi
METODE PENELITIAN monosakarida (glukosa & xylosa) yang
Penghalusan dan Penyaringan Sampah selanjutnya akan difermentasi menjadi etanol.
Secara umum teknik hidrolisis dibagi menjadi
Tujuan dari dari tahap ini adalah untuk dua, yaitu: hidrolisis berbasis asam dan
mendapatkan ekstrak sehingga dapat hidrolisis dengan enzym. Hidrolisis dengan
dilakukan proses penyaringan dengan mudah. asam sudah berkembang sangat lama.
Penyaringan sendiri bertujuan padatan atau
yang masih berukuran besar tidak lolos Sedangkan tujuan dari Netralisasi adalah
sehingga tidak mempengaruhi proses untuk mengoptimalkan nilai pH sehingga saat
hidrolisis dan fermentasi. proses fermentasi dapat berjalan dengan baik
karena pH yang tepat adalah pada kisaran 4 – Pemisahan campuran dengan cara ini
4.5 (Budiyanto 2003). Tujuan lain dari didasarkan pada perbedaan titik didih. Cara
netralisasi adalah untuk menetralkan pH dan ini dapat digunakan untuk memisahkan
menghilangkan senyawa racun dalam campuran yang mempunyai titik didih
campuran. Hidrolisat yang sudah netral berbeda. Proses destilasi menggunakan
tersebut siap untuk difermentasi menjadi sumber panas untuk menguapkan air. Tujuan
etanol. dari destilasi adalah memisahkan molekul air
murni dari kontaminan yang punya titik didih
Fermentasi lebih tinggi dari air.
Fermentasi merupakan proses Distilasi adalah proses pemisahan etanol
mikrobiologi yang dikendalikan oleh manusia dengan air. Proses pemisahan ini didasarkan
untuk memperoleh produk yang berguna, pada perbedaan titik didih etanol dan air.
dimana terjadi pemecahan karbohidrat dan Etanol mendidih dan menguap pada suhu
asam amino secara anaerob. Peruraian dari 79˚C, sedangkan air mendidih pada suhu
kompleks menjadi sederhana dengan bantuan 100˚C. Alat yang digunakan untuk proses
mikroorganisme sehingga menghasilkan distilasi disebut distilator.
energi. (Perry, 1999)
Pada saat cairan fermentasi dipanaskan, etanol
Ragi dengan variasi 15 gram, 20 gram dan 25 dan airnya menguap. Ketika melewati kolom
gram dimasukkan pada tiap-tiap botol sampel kondensor pertama, suhu dipertahankan pada
dengan volume sampel 400 ml kemudian suhu 80˚C. Caranya dengan mengatur
diaduk-aduk. Setelah itu botol ditutup dengan pemanas dan mengatur debit air
plastic dan karet penutup dan dilanjutkan pendinginnya. Pada kondisi ini uap air akan
fermentase selama 3 hari, 6 hari, 9 hari dan 12 mengembun dan uap etanol akan tetap
hari. Fermentasi dilakukan pada suhu 28˚C menguap. Kolom kondensor didesain
dengan mengunakan incubator (Suhu sedemikian rupa sehingga uap air yang lebih
Ruangan). berat dari uap etanol akan tertahan dan
Tujuan dari tahap ini, enceng gondok telah mengembun. Tetesan air akan kembali ke
dalam labu evaporator.
sampai pada titik telah berubah menjadi gula
sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) Uap etanol akan menuju ke kondensor yang
dimana proses selanjutnya melibatkan kedua. Di dalam kolom pendingin ini suhu
penambahan enzim yang diletakkan pada ragi diturunkan sedingin-dinginnya, sehingga uap
(yeast) agar dapat bekerja pada suhu etanol akan mengembun. Tetesan etanol yang
optimum. Proses fermentasi ini akan mencair ditampung di dalam labu penampung.
menghasilkan etanol dan CO2. Pada proses Kadar bioetanol di dalam cairan hasil distilasi
fermantasi ragi yang digunakan sebenyak 5 % kurang lebih 90-96%. Masih ada sedikit air
(b/v) dari hidrosilat enceng gondok yang telah yang terikut setelah proses distilasi. Bioetanol
di netralkan. dengan kadar ini bisa digunakan sebagai
bahan bakar kompor bioetanol. Kadar
Destilasi
bioetanolnya bisa diturunkan hingga kadar
Setelah sampel selesai difermentasi dan diuji sekitar 70% dengan menambahkan air.
kandungan bioethanol yang terkandung
didalamnya, sampel kemudian didestilasi
dilaboratorium pada suhu ±80˚C yang
merupakan titik didih dari bioethanol.
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN sampel. Hal ini menunjukkan bahwa waktu
fermentasi masih dapat ditambahkan sehingga
1. Analisis Kadar Glukosa dan pH setelah dapat diketahui pada hari keberapakah kadar
Fermentasi dengan Variasi Ragi dan glukosa akan habis.
Waktu Fermentasi Untuk setiap variasi jumlah ragi, penurunan
Sampel yang telah melalui proses fermetasi kadar glukosa paling rendah dialami oleh
diambil sesuai dengan waktu pengambilannya variasi jumlah ragi 15 gram pada hari
(3 hari, 6 hari, 9 hari dan 12 hari). Kemudian fermentasi ketiga. Hal ini dikarenakan jumlah
dilakukan pengujian kadar gula setelah ragi yang cukup sedikit dan waktu fermentasi
fermentasi. yang singkat dibandingkan dengan variasi lain
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk sehingga pertumbuhan sel yeast yang belum
mengetahui perubahan kadar glukosa yang optimal sehingga belum mampu memecah
terkandung didalam sampel setelah glukosa dengan optimal. Sedangkan pada
mengalami proses fermentasi oleh ragi. variasi lain, kadar glukosa cenderung
Pengukuran kadar glukosa dilakukan di menurun seiring penambahan jumlah ragi dan
laboratorium TL UNDIP. Tabel nilai kadar waktu fermentasi dikarenakan pertumbuhan
gula untuk masing-masing variasi ragi dan khamir yang semakin besar dan besar pula
waktu fermentasi dan grafik waktu fermentasi glukosa yang diubah menjadi bioetanol
dengan kadar glukosa. (Tarigan, 1988).

Semakin besar jumlah ragi dan semakin lama


Variasi Ragi Kadar Glukosa setelah Fermentasi (%) waktu fermentasi, maka semakin besar pula
jumlah Saccaromyces cerevisiae yang
3 6 9 12
terdapat dalam sampel sehingga semakin
Ragi 15 Gram 4,07 3,10 1,52 1,07
banyak pula gula yang diubah menjadi alcohol
Ragi 20 Gram 3,97 3,02 2,03 0,50
sehingga terjadi penurunan kadar gula.
Ragi 25 Gram 3,90 3,00 2,15 0,30
Namun penambahan jumlah ragi jangan
Dari data yang didapatkan pada grafik diatas, terlalu banyak (melebihi 5% dari volume
dapat diketahui bahwa kadar glukosa yang sampel) karena menyebabkan kelebihan
terukur menunjukkan penurunan dari hari ke nutrisi sehingga Saccaromyces cerevisiae
hari. Glukosa digunakan sebagai nutrisi untuk tidak mampu memproduksi Alkohol dengan
pertumbuhan mikroba dan pembentukkan stabil.
bioetanol sebagai produk fermentasi. Menurut
2. Analisis pH Hasil Fermentasi
Setyohadi (2006) pada proses fermentasi
karbohidrat terlebih dahulu dipecah menjadi Sampel yang telah melalui proses fermentasi
glukosa, kemudian glukosa dipecah menjadi diambil sesuai dengan pengambilannya (3
lagi menjadi alkohol, asam asetat dan hari, 6 hari, 9 hari dan 12 hari) kemudian
senyawa organik lainnya. Menurut Tarigan dilakukan pengujian pH. Tujuan dari
(1988) pertumbuhan Saccaromyces cerevisiae pengujian ini adalah untuk mengetahui
akan mengubah gugus glukosa yang terdapat perubahan pH yang terjadi didalam sampel
pada tiap sampel menjadi bioetanol setelah mengalami proses fermentasi oleh
(C2H5OH). ragi. Pengukuran pH dilakukan di
laboratorium Teknik Lingkungan. Hasil
Dari diatas dapat dilihat pula bahwa waktu pengukuran pH yang diperoleh berkisar antara
fermentasi pada hari keduabelas masih
terdapat sedikit kandungan glukosa dalam
3-6, seperti dalam table pengukuran pH yaitu 5,00%, hal ini sesuai dengan pendapat
berikut ini. Buckle (1985) konsentrasi inokolum yang

Kadar pH setelah Fermentasi


Dari hasil pengukuran pH, didapatkan pH Variasi Ragi
(%)
pada kisaran 3-6. pH yang didapatkan dari
0 3 6 9 12
pengukuran menunjukkan bahwa proses
Ragi 15 Gram 4,50 5,45 5,67 3,74 3,07
fermentasi berjalan dengan cukup baik karena
Ragi 20 Gram 4,50 5,97 5,58 4,06 3,07
pertumbuhan khamir yang baik adalah anrata
Ragi 25 Gram 4,50 5,70 5,67 3,99 3,10
pH 3-6 (Budiyanto, 2003). Pada fermentasi
hari ke-12 untuk semua variasi berkisar antara ditambahkan ke dalam medium fermentasi
pH 3. Dari data ini menunjukkan waktu medium fermentasi adalah 5% dari volume
fermentasi yang baik adalah 5-10 hari karena keseluruhan dan Yunita, (2009) bahwa lama
apabila diteruskan waktu fermentasi nilai pH waktu fermentasi pembuatan alcohol pada
akan semakin menurun yang tidak untuk yaitu kurun waktu 5-10 hari.
pertumbuhan mikroorganisme karena pH yang
4. Uji Kadar Bioetanol setelah Destilasi
lebih rendah dari batas minimum yaitu pH 3.
Setelah melalui tahap destilasi, sampel
3. Analisis Kadar Bioetanol Setelah kemudian diuji melalui pengujian sifat-sift
Fermentasi dengan Variasi Ragi dan fisiknya, yaitu bioetanol mempunyai sifat
Waktu Fermentasi jernih, tidak berwarna, beraroma khas alcohol
yang dapat diterima oleh indera penciuman
Variasi Ragi Kadar Bioetanol setelah Fermentasi (%)
dan berfasa cair pada suhu kamar. Sifat
3 6 9 12
bioetanol juga mudah terbakar denga nyala
api berwarna biru dan tidak berasap
Ragi 15 Gram 0,63 1,68 3,83 3,17
(Yudiarto, 2007). Berikut ini adalah visulisasi
Ragi 20 Gram 1,02 1,70 4,70 3,54
sampel yng mengandung bioetanol.
Ragi 25 Gram 1,18 2,33 4,37 3,43

Variasi Ragi Kadar Bioetanol (ml)

Dari data kadar bioetanol setelah fermentasi 3 6 9 12


diatas, dengan pemberian jumlah ragi yang
Ragi 15 Gram 4,39 18,03 33,00 33,67
tepat maka akan meningkatkan
Ragi 20 Gram 11,50 20,50 41,07 39,60
kadar/prosentasi bioetanol yang dihasilkan
Ragi 25 Gram 14,10 22,57 36,07 38,00
namun peningkatan ini akan menurun pada
waktu fermentasi yang lebih lama yakni untuk Dapat dilihat dari data diatas bahwa semakin
hari ke-12. Pada variasi jumlah ragi 15 gram, banyak jumlah ragi dan semakin lama waktu
kadar bioetanol tertinggi yaitu pada fermetasi fermentasi maka kadar bioetanol hasil
9 hari sebesar 4,50%. Untuk ragi 20 gram, destilasi akan semakin tinggi. Pada variasi
kadar bioetanol tertinggi pada hari fermentasi Ragi 15 gram, kadar bioetanol paling besar
9 hari yaitu 5,00% dan untuk variasi 25 gram, setelah proses destilasi adalah 33,67% yang
kadar bioetanol tertinggi yaitu saat fermentasi dicapai oleh sampel dengan waktu fermentasi
9 hari sebesar 4,60%. Kadar bioetanol paling 12 hari. Untuk variasi Ragi 20 gram, kadar
tinggi pada waktu fermentasi 3 sampai 12 hari bioetanol paling besar setelah proses destilasi
untuk masing-masing variasi ragi diperoleh adalah 41,07% yang dicapai oleh sampel
pada waktu fermentasi 9 hari. Dari penelitian dengan waktu fermentasi 9 hari, sedangkan
ini diperoleh kadar bioetanol tertinggi pada variasi Ragi 25 gram, kadar bioetanol paling
waktu fermentasi 9 hari dengan ragi 20 gram, besar setelah proses destilasi adalah 38,00%
yang dicapai oleh sampel dengan waktu PUSTAKA
fermentasi 12 hari. Hal ini menunjukkan
bahwa lama waktu fermentasi dan jumlah ragi Basis Data dan Peraturan Perundang-
mempengaruhi pembentukaan bioetanol. undangan. 2006. Instruksi Presiden Republik
Waktu fermentasi pada penelitian ini adalah Indonesia. Legal Open Source Software.
dicapai pada hari ke-9 dan pada jumlah ragi Jakarta.
20 gram masih menunjukkan kecenderungan Bisaria, V.S. 1998. Bioprocessing of Argo-
peningkatan kadar bioetanol. residues to Value Added Products. In Martin,
A.M. (ed). Bioconversion of Waste Materials
PENUTUP to Industrial Product. London: Blackie
Academic and Proffesional.
Kesimpulan
Boominathan, K and C. Adinarayana. 1991.
1. Sampel sampah daun enceng gondok
Fungal Degradation of Lignin:
memiliki potensi untuk menghasilkan
Biotecnological Application. In: Arora, D.K.,
bioetanol setelah melaui proses
B. Raj, K.G Mukerji and G. Khudnsen (eds).
fermentasi oleh ragi tape dengan variasi
Handbook of Applied Micology (Soil and
ragi dan waktu fermentasi.
Plant). Vol 1. New York: Marcell Dekker,
2. Perlakuan dengan Variasi Jumlah Ragi
Inc.
dan Waktu Fermentasi berpengaruh
terhadap Kadar bioetanol yang Carlile, J.M. and S.C. Watkinson. 1995. The
dihasilkan yakni 41.07% yang terjadi Fungi. London: Academic Press.
pada variasi waktu 9 hari dengan variasi Djauhari, M. 2005. Respon Rakyat Atas
ragi 20 gram. Krisis Energi.
Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat
disimpulkan bahwa dengan adanya variasi Focher, B., A. Marzetti., P.L. Beltrame., and
jumlah ragi dan lama waktu fermentasi P. Carniti. 1991. Structural features of
mempengaruhi kadar bioetanol yang cellulose and cellulose derivative, and their
dihasilkan. Peningkatan kadar bioetanol effect on enzymatic hydrolysis. In Haigler,
terbaik terjadi pada lama fermentasi 9 hari C.H. and P.T. Weimer (eds). Biosynthesis and
dengan ragi yang ditambahkan adalah 20 Biodegradation of Cellulose. New York:
gram atau 5% dari volume sampel. Marcel Dekker, Inc.
Gunawan A., Suminar SA., Laksmi A. 2008.
Saran Pedoman Penyajian Karya Ilmiah. Edisi
1. Untuk proses hidrolisis disarankan Kedua. Bogor: IPB Press.

menggunakan Asam Sulfat sehingga dapat Hambali et al. 2007. Teknologi Bioenergi.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
memecah Karbohidrat menjadi Gula
Pancasning, P., (2008), Produksi Etanol
sederhana (Glukosa) dengan lebih baik. Menggunakan Zymomonas mobilis yang
2. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan Diamobilisasi dengan Agarosa, Skripsi,
variasi dan jenis mikroorganisme Jurusan Kimia, FMIPA ITS, Surabaya.

Aspergillus niger atau mikroorganisme Purwantari, Susanti Eni, Ari Susilowati dan
Ratna Setyaningsih, (2004), Fermentasi
lainnya untuk mengetahui perlakuan
Tepung Ganyong (Canna edulis Ker.) untuk
terbaik yang dapat menghasilkan etanol Produksi Etanol oleh Aspergillus niger dan
murni.
Zymomonas Mobilis, Bioteknologi, Jurusan Brandberg, T. 2005. Fermentation of
Biologi, FMIPA UNS, Surakarta. undetoxified dilute acid lignocellulose
hydrolyzate for fuel ethanol production.
Standar Industri Indonesia. 1981. Cara Uji
Chemical Reaction Engineering, Chalmers
Kadar Lignin dalam Pulp Metode Klason).
University of Technology,Goteborg,Sweden.
SII. 0532-81. Jakarta: Departemen
Perindustrian. Hadimimotlagh, R., Nahvi, I., Emtiazi, G.,
Abedinifar, S. 2007. Mixed Sugar
Standar Industri Indonesia. 1981. Cara Uji
Fermentation by Pichia stipitis, Sacharomyces
Kadar Selulosa α, β dan γ dalam Pulp. SII.
cerevisae, and an Isolated Xylose Fermenting
0443-81. Jakarta: Departemen Perindustrian.
Kluyveromyces marxianus and their
Taherzadeh, M. J. dan Karimi, Keikhosro, Cocultures.
(2008), Pretreatment of Lignocellulosic
Han, K., and Levenspiel, O. 1988. Extended
Wastes to Improve Ethanol and Biogas
Monod Kinetics for Substrate, Product, and
production: A Review, International Journal
Cell Inhibition. Biotechnol Bioeng. 32:430-
of Molecular Sciences, Vol. 9, Hal. 1621-
437.
1651

You might also like