You are on page 1of 21

JURNAL PSIKOLOGI

VOLUME 39, NO. 1, JUNI 2012: 46 – 66

Religiusitas, Koping Religius, dan


Kesejahteraan Subjektif
Muhana Sofiati Utami1
Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada

Abstract

The purpose of this research was to study the variables of religiosity, positive religious coping and
negative religious coping as predictors of student’s subjective well-being. The subjects of this
research were 166 college students. Their subjective well-being was measured by using the SWB-
SLS Scale (Positive Affect, Negative Affect and Life Satisfaction at Campus) and the SWB-PLS
(Positive Affect, Negative Affect and Personal Life Satisfaction). Religiosity Scale and Religious
Coping Scale were used respectively to measure the religiosity and the positive and negative
religious coping. Based on the parametric-statistic analysis with Pearson’s product-moment
correlation indicated that there is a positive relationship between positive religious coping and
student’s subjective well-being and a negative relationship between negative religious coping and
student’s subjective well-being. However, it was not found that religiosity has relationship with
student’s subjective well-being. Based on the multiple regression analysis, this research showed
that the three variables can simultaneously become the predictors of student’s subjective well-
being. The effective contribution of positive and negative religious coping is more significant than
that of religiosity to student’s subjective well-being.
Keywords: religiosity, positive religious coping, negative religious coping, subjective well being

Berbeda1 dengan penelitian psikopa- Pengertian kesejahteraan subjektif


tologi yang berbicara mengenai prevensi, adalah suatu fenomena yang meliputi
dampak afek negatif dan terapi, psikologi evaluasi kognitif dan emosional individu
positif lebih melihat bagaimana cara untuk terhadap kehidupan mereka, seperti apa
meningkatkan kualitas hidup pribadi yang yang disebut orang awam sebagai kebaha-
sehat. Sebagai bagian dari psikologi posi- giaan, ketentraman, berfungsi penuh, dan
tif, tema kesejahteraan subjektif merupa- kepuasan hidup (Diener, Oishi & Lucas,
kan tema yang sudah cukup banyak 2003, Vitterso & Nilsen, 2002). Menurut
dibahas. Tetapi, belum banyak yang mem- Biswar-Diener, Diener dan Tamir (2004)
bahas kesejahteraan subjektif pada maha- kesejahteraan subjektif didefinisikan seba-
siswa, yang tentunya memiliki sumber gai evaluasi individu terhadap kehidup-
kesejahteraan subjektif yang berbeda dari annya yang berkaitan dengan komponen
orang dewasa maupun tingkat usia lain- kognitif dan emosional yang mencakup
nya. tiga komponen utama, yaitu banyaknya
mengalami afek positif atau afek yang
menyenangkan seperti kegembiraan, kele-
1 Korespondensi mengenai isi artikel ini dapat gaan hati, kasih sayang, sedikitnya
melalui: muhana@ugm.ac.id

46 JURNAL PSIKOLOGI
RELIGIUSITAS, KOPING RELIGIUS, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF

mengalami afek negatif atau afek yang bahwa mereka harus segera melepaskan
tidak menyenangkan seperti ketakutan, kehidupan yang bebas saat mereka
kemarahan, dan kesedihan, serta pendapat mencapai status orang dewasa (Hurlock,
pribadi mengenai kepuasan hidup. 2002).
Kesejahteraan merupakan salah satu Sebagai bagian dari psikologi positif,
kualitas hidup individu dan masyarakat, tema kesejahteraan subjektif merupakan
sehingga para ahli filsafat berdebat tema yang sudah cukup banyak dibahas
mengenai kehidupan yang baik, dan satu pada literatur Barat. Meski sudah ada
kesimpulan yang dimunculkan dari debat penelitian kesejahteraan subjektif pada
ini bahwa kehidupan yang baik adalah mahasiswa, yang perlu diperhitungkan
kebahagiaan (Diener, et al., 2003). disini adalah bahwa kultur Indonesia
Kebahagiaan sebagai bagian dari kesejah- mungkin tidak sama dengan kultur Barat.
teraan subjektif dapat memfasilitasi kon- Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
tak sosial, individu yang kebahagiannya terdapat perbedaan sumber kesejahteraan
tinggi memiliki stres yang lebih sedikit subjektif karena perbedaan budaya (Reid,
(Veenhoven, 1988). Selain itu afek positif 2004). Dalam budaya individualistik, eva-
dapat menimbulkan perasaan aktif dan luasi diri yang positif merupakan hal yang
energik, sehingga membuat lebih produk- penting untuk penilaian global atas kese-
tif (Flügel & Johnson, dalam Veenhoven, jahteraan, sedangkan dalam budaya kolek-
1988). tif, kesejahteraan bergantung pada konteks
Kesejahteraan subjektif tentu juga sosial dan hubungan dengan orang lain
memiliki efek positif pada mahasiswa, mi- seperti halnya kesejahteraan bergantung
salnya ada korelasi positif antara kebu- pada penilaian diri. Oleh karena itu, pene-
tuhan kognitif dengan kepuasan hidup litian mengenai kesejahteraan subjektif
pada siswa (Coutinho & Woolery, 2004), pada mahasiswa di budaya Indonesia -
kebutuhan kognisi juga berhubungan yang berbeda dengan budaya Barat - perlu
secara positif dengan performansi dan dilakukan.
peringkat akademis (Leon & Dalton, Beberapa penelitian telah mengkaji
Sadowski & Gulgoz, dalam Coutinho & variabel-variabel psikologis yang menjadi
Woolery, 2004). Padahal penelitian prediktor kesejahteraan. Pada awalnya
(Cummins, 2003, Stewart & Podbury, 2003; para peneliti memfokuskan pada identifi-
Vaez, Kristenson & Laflamme, 2004 kasi kondisi eksternal yang mempenga-
(dalam O’Connor, 2005) menunjukkan ruhi kepuasan hidup, misalnya faktor
bahwa tingkat kepuasan hidup mahasiswa demografi seperti kesehatan, penghasilan,
lebih rendah dibanding orang dewasa dan latar belakang pendidikan (Diener, et
pada populasi secara umum. Kesejahtera- al., 2003). Selain itu jenis kelamin, umur,
an subjektif pada mahasiswa dipengaruhi dan uang juga berpengaruh terhadap
oleh faktor situasi hidup, sumber finansial, kebahagiaan (Suhail & Chaudhry, 2004).
transportasi dan yang terkait, kesehatan Faktor internal yang berpengaruh terha-
fisik, teman lama dan teman baru, dap kesejahteraan subjektif mahasiswa
dukungan, pelayanan, tugas-tugas akade- antara lain keterlibatan mereka dalam
mis, dan dukungan keluarga (O’Connor, kegiatan, seperti kegiatan ekstrakurikuler
2005). Mahasiswa sebagai kelompok (kegiatan di fakultas atau universitas),
remaja akhir akan sering mengalami kegiatan profit, maupun berbagai kegiatan
gangguan pada idealisme yang berlebihan lainnya seperti kegiatan akademik yang

JURNAL PSIKOLOGI 47
UTAMI

diikuti di luar fakultas dan universitas, karena adanya perbedaan definisi opera-
dan kegiatan di waktu luang (Utami, sional dan alat ukur kebahagiaan yang
2009). Selain itu, penelitian Dewi (2008) digunakan, Oxford Happiness Inventory
menunjukkan bahwa dukungan sosial mengukur intensitas kebahagiaan, sedang-
berpengaruh terhadap kesejahteraan sub- kan Depression-Happiness Scale mengukur
jektif mahasiswa. Menurut Myers (dalam frekuensi kebahagiaan.
Suhail & Chaudhry, 2004) laporan pada Penelitian French dan Joseph (1999)
literatur tentang kebahagiaan menunjuk- pada mahasiswa University of Essex me-
kan bahwa faktor individu, seperti nunjukkan adanya korelasi yang positif
kepercayaan agama menjadi prediktor antara religiusitas (diukur dengan Francis
yang baik terhadap kebahagiaan. Scale of Attitude Towards Christianity)
Beberapa penelitian telah menguji dengan semua pengukuran kesejahteraan
hubungan antara agama dan kesejahteraan (diukur dengan Oxford Happiness Inventory,
dengan menggunakan berbagai sampel Depression-Happiness Scale, dan Purpose in
dan pengukuran. Hasil penelitian tersebut Life Test, Index of Self Actualization). St
menunjukkan arah yang tidak konsisten. George dan McNamara pada tahun 1984
Beberapa penelitian pada mahasiswa di (dalam Ellison, Gay & Glass 1989), memfo-
berbagai negara seperti di UK (Robbin & kuskan pada variasi ras dan gender, me-
Francis, 1996, dalam Lewis, 2002), di USA nunjukkan bahwa ada hubungan antara
(Francis & Lester, 1997, dalam Lewis, religiusitas (diukur frekuensi kedatangan
2002), dan di Wales (Francis, Jones & ke gereja dan dalamnya afiliasi) dengan
Wilcox, 2000, dalam Lewis, 2002) menun- delapan indikator kesejahteraan yang
jukkan bahwa ada hubungan antara berbeda. Koenig dan Larson (dalam
religiusitas (diukur dengan Francis Scale of Hackney & Sanders, 2003) telah mereviu
Attitude toward Christianity) dan kebaha- 850 penelitian dan menemukan adanya
giaan (diukur dengan Oxford Happiness hubungan antara religiusitas dan kese-
Inventory). hatan mental, 80% menunjukkan korelasi
Namun demikian beberapa penelitian positif antara keyakinan dan praktek
menunjukkan tidak adanya hubungan agama dengan kepuasan hidup. Selain itu
antara religiusitas (diukur dengan Francis Witter, Stock, Okun, dan Haring (1985)
Scale of Attitude toward Christianity) dan menggunakan meta-analisis terhadap 28
kebahagiaan (diukur dengan Depression penelitian menunjukkan bahwa hubungan
Happiness Scale), misalnya penelitian Lewis antara agama dengan kesejahteraan sub-
et al. pada tahun 1997 (dalam Lewis, 2002) jektif berkisar antara -0,01 sampai dengan
pada mahasiswa Northern Irish, dan +0,58. Hubungan antara agama dan kese-
penelitian Lewis, Maltby dan Burkinshaw jahteraan subjektif lebih kuat pada akti-
(2000) pada pendeta Anglican. Selain itu vitas agama dibanding pengukuran reli-
Lewis (2002) juga menunjukkan tidak giusitas. Selain itu hubungan lebih kuat
adanya hubungan antara religiusitas dan pada subjek yang lebih tua dibanding
kebahagiaan pada mahasiswa University subjek yang muda.
of Ulster, dengan menggunakan kehadiran Biasanya para peneliti mengukur aga-
ke gereja untuk mengukur religiusitas, ma sebagai variabel yang global, menggu-
dan Depression Happiness Scale untuk nakan frekuensi kedatangan ke gereja,
mengukur kebahagiaan. Ketidak konsis- frekuensi berdoa, dan pengetahuan agama
tenan ini menurut Lewis (2002) mungkin sebagai ukuran. Peneliti-peneliti tersebut

48 JURNAL PSIKOLOGI
RELIGIUSITAS, KOPING RELIGIUS, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF

mengkonseptualisasikan agama secara dah berkorelasi dengan tingginya tingkat


luas sebagai fenomena yang melibatkan stres dan rendahnya tingkat penyesuaian
orientasi secara umum, keyakinan, dan pada remaja. Fabricatore dan Handal
praktek. Beberapa peneliti mengembang- (dalam Kasberger, 2002) menemukan bah-
kan pengukuran agama dengan metode wa spiritualitas seseorang menurunkan
koping religius. Menurut Wong- pengaruh negatif stres pada kepuasan
McDonald dan Gorsuch (2000) koping hidup. Individu yang memiliki hubungan
religius adalah suatu cara individu meng- langsung dengan Tuhan kurang terpenga-
gunakan keyakinannya dalam mengelola ruh oleh stres kehidupan.
stres dan masalah-masalah dalam Agama mempunyai peran penting
kehidupan. dalam mengelola stres, agama dapat mem-
Pargament (dalam Pargament, Olsen, berikan individu pengarahan/bimbingan,
Reilly, Falgout, Ensing & Haitsma, 1992) dukungan, dan harapan, seperti halnya
memiliki pandangan koping religius yang pada dukungan emosi (Pargament, dalam
lebih dinamis dan lebih situasional. Ia Kasberger, 2002). Melalui berdoa, ritual
mengembangkan koping religius model dan keyakinan agama dapat membantu
transaksional Lazarus dan Folkman. seseorang dalam koping pada saat meng-
Menurut Pargament religi dapat menjadi alami stres kehidupan, karena adanya
bagian sentral dari konstruksi koping. pengharapan dan kenyamanan (Rammo-
Misalnya seseorang dapat berbicara ten- han, Rao & Subbakrishna, 2002).
tang peristiwa religius, penilaian religius, Pargament (dalam, Kasberger, 2002)
kegiatan koping religius, dan tujuan reli- dalam penelitiannya mengidentifikasi tiga
gius dalam koping. Sebagai bagian proses strategi koping religius, yaitu collaborative,
koping transaksional, religi mempunyai self-directing, dan deferring. Strategi collabo-
dua arah peran. Pertama, religi dapat rative merupakan strategi koping yang
menyumbang proses koping dan kegiatan paling umum, dalam hal ini individu dan
koping dalam menghadapi peristiwa Tuhan tidak memainkan peran yang pasif
kehidupan. Sebagai contoh beberapa pene- dalam proses pemecahan masalah, tetapi
litian telah menunjukkan unik dan pen- keduanya bekerja bersama-sama meme-
tingnya kontribusi komitmen religius dan cahkan masalah individu. Tuhan membe-
dukungan spiritual terhadap penyesuaian rikan active voice yang mempengaruhi
individu dalam menghadapi stres kehi- keputusan pengikutnya. Pada strategi self-
dupan. Kedua, religi dapat menjadi hasil directing individu dibantu tindakannya
koping, dibentuk oleh elemen-elemen lain dalam memecahkan masalahnya. Individu
yang berproses. Misalnya suatu survei yang menggunakan strategi ini meman-
menunjukkan bahwa peningkatan dalam dang dirinya sebagai orang yang diberi
keyakinan akan terjadi setelah melahirkan Tuhan kemampuan dan sumber-sumber
anak, periode kesendirian, promosi pada untuk memecahkan masalah. Pada strategi
pekerjaan, dan gangguan emosi. deferring Tuhan mengatur strategi dalam
Beberapa penelitian menunjukkan memecahkan masalah individu secara
pengaruh positif agama pada konsekuesi aktual. Individu bergantung pada Tuhan
kehidupan yang negatif seperti tekanan dalam memberikan tanda-tanda/isyarat
psikologis dan stres secara umum. Mosher untuk mengatakan kepada individu pen-
dan Handal (dalam Kasberger, 2002) dekatan pemecahan masalah yang akan
menemukan bahwa religiusitas yang ren- digunakan.

JURNAL PSIKOLOGI 49
UTAMI

Beberapa peneliti mengidentifikasi tual discontent, dan interpersonal religious


lima cara koping religius, yaitu: collabora- discontent (Pargament et al., 2001).
tive, self-directing, deferring, surrender, dan Pargament meneliti koping religius
active surender (Wong-McDonald & dalam berbagai sampel dalam mengha-
Gorsuch, 2000). Selanjutnya menurut dapi sresor kehidupan, dan menemukan
Wong-McDonald dan Gorsuch (2000) per- bahwa pengukuran tersebut merupakan
bedaan strategi koping merefleksikan per- prediktor yang kuat terhadap kesejahte-
bedaan dalam motivasi agama, keyakinan raan dibanding dengan pengukuran tradi-
dogmatif, dan derajad komitmennya. sional yang menggunakan pengukuran
Banyak penelitian yang menunjukkan agama secara global (Pargament, et al.,
bahwa agama dapat menjadi kekuatan 2001). Model koping religius ini lebih baik
positif untuk kesehatan fisik dan mental. dalam menjelaskan hubungan antara
Namun demikian agama dapat juga mem- religiusitas dan kesejahteraan psikologis,
punyai efek yang buruk (Pruyser, dalam sehingga dianggap sebagai faktor mediasi
Pargament, Tarakeshwar, Ellison & Wulf, didalam hubungan antara religiusitas
2001), sehingga mungkin secara potensial dengan kesejahteraan psikologis (Parga-
dapat memperburuk masalah. Oleh karena ment, dalam Lewis, Maltby & Day, 2005).
itu Pargament, Smith, Koenig, dan Perez Ano dan Vasconcelles (2005) telah
(dalam Pargament, et al., 2001, Ano & melakukan studi meta analisis terhadap
Vasconcelles, 2005) menghipotesiskan dua koping religius dalam hubungannya
pola koping religius, yaitu: (1) koping dengan penyesuaian psikologis terhadap
religius positif dan (2) koping religius stres, hasil penelitiannya menunjukkan
negatif. Koping religius positif mereflek- bahwa: (1) ada hubungan positif antara
sikan hubungan yang aman dengan koping religius positif dengan penyesuai-
Tuhan, suatu keyakinan dimana ada an psikologis positif, (2) ada hubungan
sesuatu yang lebih berarti yang ditemukan negatif antara koping religius positif
dalam kehidupan, dan rasa spiritual dengan penyesuaian psikologis negatif, (3)
dalam berhubungan dengan orang lain. ada hubungan negatif antara koping reli-
Sebaliknya koping religius negatif melibat- gius negatif dengan penyesuaian psikolo-
kan ekspresi yang kurang aman dalam gis positif, dan (4) ada hubungan positif
berhubungan dengan Tuhan, pandangan antara koping religius negatif dengan
yang lemah dan tidak menyenangkan penyesuaian psikologis negatif.
terhadap dunia, dan perjuangan religius
Penelitian Pargament, et al. (2001),
untuk menemukan dan berbicara/berdia-
setelah mengontrol variabel demografi,
log dengan orang lain dalam kehidupan.
religius secara global, dan stresor, menun-
Aspek-aspek koping religius positif jukkan bahwa koping religius positif
adalah: benevolent religious reappraisal, berhubungan dengan afek positif yang
collaborative religious coping, seeking spiritual lebih besar, dan juga berhubungan dengan
support, religious purification, spiritual kepuasan religius yang lebih besar untuk
connection, seeking support from clergy or ketiga kelompok subjek (pastur, pengurus
members, religious helping, dan religious gereja, dan jamaah). Penelitian tersebut
forgiving. Aspek-aspek koping religius juga menunjukkan bahwa penggunaan
negatif adalah: punishing God reappraisal, koping religius negatif berhubungan de-
demonic reappraisal, reappraisal of God's ngan penurunan afek positif dan pening-
powers, self-directing religious coping, spiri-

50 JURNAL PSIKOLOGI
RELIGIUSITAS, KOPING RELIGIUS, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF

katan afek depresif pada ketiga kelompok negatif sebagai variabel bebas, sedangkan
subjek. variabel tergantungnya adalah kesejahte-
Berdasarkan teori dan data-data empi- raan subjektif. Bentuk penelitian ini adalah
ris beberapa penelitian yang telah dipapar- survei, yaitu melihat hubungan antara
kan dapat diajukan hipotesis sebagai religiusitas, serta koping religius positif,
berikut: dan koping religius negatif dengan kese-
jahteraan subjektif, baik secara bersama-
1. Ada hubungan positif antara religiu-
sama maupun masing-masing variabel
sitas dengan kesejahteraan subjektif
bebas terhadap kesejahteraan subjektif.
pada mahasiswa. Semakin tinggi reli-
Selain itu juga melihat sejauh mana sum-
giusitas semakin tinggi kesejahteraan
bangan efektif masing-masing variabel
subjektif, sebaliknya semakin rendah
bebas (variabel religiusitas, koping religius
religiusitas semakin rendah kesejahte-
positif, dan koping religius negatif) terha-
raan subjektif mahasiswa.
dap variabel tergantung (kesejahteraan
2. Ada hubungan positif antara koping
subjektif) pada mahasiswa.
religius positif dengan kesejahteraan
subjektif pada mahasiswa. Semakin
Subjek
tinggi koping religius positif semakin
tinggi kesejahteraan subjektif, sebalik- Subjek penelitian ini adalah mahasis-
nya semakin rendah koping religius wa Fakultas ”X” Universitas Gadjah Mada
positif semakin rendah kesejahteraan (UGM) Yogyakarta, beragama Islam dan
subjektif mahasiswa. bersedia terlibat dalam penelitian. Jumlah
3. Ada hubungan negatif antara koping subjek adalah 166 orang.
religius negatif dengan kesejahteraan
subjektif pada mahasiswa. Semakin Prosedur
tinggi koping religius negatif semakin Penelitian ini dilaksanakan dalam
rendah kesejahteraan subjektif, sebalik- tiga tahap, yaitu:
nya semakin rendah koping religius
1. Persiapan alat ukur, dalam hal ini
negatif semakin tinggi kesejahteraan
disusun Skala Religiusitas dan Skala
subjektif mahasiswa.
Koping Religius, sedangkan untuk
4. Secara bersama-sama religiusitas, ko-
Skala Kesejahteraan Subjektif tinggal
ping religius positif, dan koping reli-
menggandakan saja, yaitu mengguna-
gius negatif merupakan prediktor
kan Skala Kesejahteraan Subjektif yang
terhadap kesejahteraan subjektif maha-
disusun oleh Utami (2009).
siswa.
5. Masing-masing variabel bebas (religiu- 2. Uji coba alat ukur, sebelum dipakai
sitas, koping religius positif, dan dalam penelitian Skala Religiusitas dan
koping religius negatif) memiliki peran Skala Koping Religius diuji coba terle-
sebagai prediktor terhadap kesejahte- bih dahulu untuk mengetahui validitas
raan subjektif mahasiswa. dan reliabilitasnya.
3. Pengambilan data penelitian ini dilaku-
Metode kan secara klasikal dengan memberi-
kan tiga alat ukur penelitian.
Desain
Pada penelitian ini, religiusitas, ko-
ping religius positif, dan koping religius

JURNAL PSIKOLOGI 51
UTAMI

Alat Ukur puas), 3 (biasa saja), 4 (puas), dan


tertinggi 5 (sangat puas).
Alat ukur yang dipakai dalam pene-
litian ini adalah sebagai berikut: Penelitian Utami (2009) menunjukkan
bahwa reliabilitas alpha masing-ma-
1. Skala Kesejahteraan Subjektif.
sing subskala afek termasuk tinggi
Skala Kesejahteraan Subjektif diguna- (Subskala Afek Positif=0,930, dan Sub-
kan untuk mengukur kesejahteraan skala Afek Negatif=0,919), sedangkan
subjektif mahasiswa. Skala ini disusun reliabilitas alpha kedua Subskala Ke-
oleh Utami (2009) yang mendasarkan puasan Hidup cukup tinggi (SLS=0,653,
pada teori Diener bahwa kesejahteraan dan PLS=0,833).
subjektif terdiri dari tiga aspek, yaitu
Skor Skala Kesejahteraan Subjektif
afek positif, afek negatif, dan kepuasan
merupakan gabungan dari beberapa
hidup. Skala Kesejahteraan Subjektif
subskala yang komponennya berbeda,
yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu skor Subkala Afek Positif, skor
terdiri dari dua skala, yaitu:
Subkala Afek Negatif, dan skor Sub-
a. Skala SWB–SLS mengukur kesejah- kala Kepuasan Hidup (SLS atau PLS),
teraan subjektif mahasiswa dalam sehingga perlu dilakukan uji reliabili-
kehidupannya di kampus, terdiri tas skor komposit. Tabel 1 menunjuk-
dari Subskala Afek Positif dan Sub- kan reliabilitas yang tinggi pada kedua
skala Afek Negatif, serta Subskala Skala Kesejahteraan Subjektif (Utami,
Kepuasan Hidup di Kampus. 2009).
b. Skala SWB–PLS mengukur kesejah-
teraan subjektif mahasiswa dalam Tabel 1
Reliabilitas Komposit Skala Kesejahteraan
kehidupan personal, terdiri dari
Subjektif
Subskala Afek Positif dan Subskala
Afek Negatif, serta Subskala Ke- Skala Kesejahteraan Koefisien
puasan Hidup Personal. Subjektif Reliabilitas
SWB–SLS (Afek Positif
Subskala Afek Positif terdiri dari 27 0,9353
- Afek Negatif + SLS)
butir, dan Subskala Afek Negatif terdiri SWB–PLS (Afek Positif
0,9187
dari 29 butir, dengan 5 alternatif nilai, - Afek Negatif + PLS)
rentang nilai bergerak dari 1–5. Pada
Subskala Afek Positif dan Subskala 2. Skala Religiusitas
Afek Negatif, nilai terendah 1 (emosi
Skala Religiusitas digunakan untuk
sangat sedikit), 2 (emosi sedikit), 3
mengukur religiusitas. Penyusunan
(emosi normal), 4 (emosi cukup ba-
skala ini menggunakan teori Glock &
nyak), dan tertinggi 5 (emosi sangat
Stark (dalam Ancok & Suroso, 1994;
banyak) dirasakan subjek.
Subandi, 1988) yang menyatakan bah-
Subskala Kepuasan Hidup di Kampus wa religiusitas terdiri dari lima aspek,
terdiri dari enam butir, sedangkan yaitu:
Subskala Kepuasan Hidup Personal
a. Aspek ideologi/keimanan, adalah
terdiri dari 12 butir. Bentuk kedua
sejauh mana keyakinan seseorang
Subskala Kepuasan Hidup ini mengacu
tentang hal-hal yang dogmatis da-
pada metode skala, dengan 5 alternatif
lam ajaran agama yang dianutnya.
nilai yang bergerak dari 1–5. Nilai
Misalnya keyakinan tentang Allah,
terendah 1 (sangat tidak puas), 2 (tidak

52 JURNAL PSIKOLOGI
RELIGIUSITAS, KOPING RELIGIUS, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF

para malaikat, surga neraka, qadha kitab sucinya. Dalam agama Islam,
dan qadar, dan hukum-hukum aspek intelektual ini berisi tentang
Allah terhadap perilaku manusia. kandungan Al-Qur’an dan dasar-
b. Aspek ritualistik/ibadah, yaitu dasar ajaran yang harus dipercaya
aktivitas-aktivitas tertentu dalam dan dilaksanakan, hukum dan
agama yang diwajibkan dan dian- sejarah Islam.
jurkan untuk dilakukan oleh penga- Skala Religiusitas teridiri dari dua
nutnya. Misalnya shalat, zakat, subskala, yaitu Subskala Religiusitas I
puasa, membaca/mendalami Al- dan Subskala Religiusitas II. Subskala
Qur’an. Religiusitas I terdiri dari 24 butir untuk
c. Aspek eksperiensial/penghayatan, mengukur aspek keimanan, ibadah,
adalah pengalaman religius yang penghayatan, dan pengamalan, se-
berupa perasaan-perasaan atau dangkan Subskala Religiusitas II terdiri
emosi, sensasi, dan persepsi yang dari 21 butir untuk mengukur aspek
dialami individu sabagai suatu keilmuan.
komunikasi dengan hakikat ketu- Bentuk Subskala Religiusitas I meng-
hanan atau Tuhan. Misalnya pera- acu pada metode skala, dengan 5
saan terhadap kebesaran Allah, alternatif nilai, rentang nilai bergerak
perasaan dekat dengan Allah, pera- dari 1–5. Pada butir-butir favorable, nilai
saan khusuk dan tenteram ketika terendah 1 (STS=sangat tidak sesuai), 2
sholat, dan perasaan bergetar ketika (TS=tidak sesuai), 3 (R=ragu-ragu), 4
mendengar bacaan ayat-ayat suci (S=sesuai), dan tertinggi 5 (SS=sangat
Al-Qur’an. sesuai). Demikian pula sebailknya,
d. Aspek pengamalan/konsekuensial, pada butir-butir unfavorable, nilai teren-
merupakan konsekuensi-konse- dah 1, (SS=sangat sesuai), 2 (S=sesuai),
kuensi duniawi daripada keyakin- 3 (R=ragu-ragu), 4 (TS=tidak sesuai),
an, tindakan pengalaman dan dan tertinggi 5 (STS=sangat tidak
pengetahuan keagamaan individu, sesuai). Bentuk Subskala Religiusitas II
yang meliputi apa yang harus dila- mengacu pada penilaian 1 dan 0, nilai 1
kukan dan bagaimana sikap yang (sesuai dengan kunci jawaban), dan 0
harus dipegang individu sebagai (tidak sesuai dengan kunci jawaban).
konsekuensi daripada agama yang Berdasarkan hasil uji coba yang dilaku-
dianutnya. Disamping itu konse- kan pada penelitian ini terhadap maha-
kuensi ini juga memberikan kerang- siswa Fakulas ”X” UGM (N=37 orang)
ka acuan untuk mempelajari dan menunjukkan bahwa reliabilitas alpha
menafsirkan agama yang dianut. Skala Religiusitas I pada aspek
Dalam agama Islam aspek itu berisi keimanan sebesar 0,758, aspek ibadah
tentang amalan-amalan yang ba- 0,781, aspek penghayatan 0,610, dan
nyak berhubungan dengan orang aspek pengamalan 0,584. sedangkan
lain atau alam semesta seperti, koefisien reliabilitas alpha Skala Reli-
menolong, mudah memaafkan, dan giusitas II (aspek keilmuan) sebesar
menjaga lingkungan. 0, 818.
e. Aspek keilmuan/intelektual, adalah Pada Skala Religiusitas, skor subjek
pengetahuan dan pemahaman ten- tidak berasal hanya dari satu sumber
tang ajaran-ajaran dasar agama dan saja melainkan ditentukan oleh ga-

JURNAL PSIKOLOGI 53
UTAMI

bungan dari beberapa skor yang sayang saudara seiman dan alim
komponennya berbeda, yaitu gabung- ulama.
an skor Skala Religiusitas I (aspek g. Religious helping: usaha untuk me-
keimanan, ibadah, penghayatan, dan ningkatkan dukungan spiritual dan
pengamalan) dan skor Skala Religiu- kenyamanan pada sesama.
sitas II (aspek keilmuan), sehingga
h. Religious forgiving: mencari perto-
perlu dilakukan uji reliabilitas skor
longan agama dengan membiarkan
komposit. Hasil analisis reliabilitas
pergi setiap kemarahan, rasa sakit
komposit Skala Religiusitas menun-
dan ketakutan yang berkaitan
jukkan koefisien sebesar 0,899.
dengan sakit hati.
3. Skala Koping Religius.
Subskala Koping Religius Negatif
Skala Koping Religius ini terdiri dari terdiri dari 14 butir, aspeknya yaitu:
dua subskala, yaitu: (1) Subskala Ko-
a. Punishing God reappraisal: meng-
ping Religius Positif untuk mengukur
gambarkan kembali stressor sebagai
koping religius positif dan (2) Subskala
sebuah hukuman dari Allah atas
Koping Religius Negatif untuk meng-
dosa-dosa yang telah dilakukan
ukur koping religius negatif maha-
oleh individu.
siswa. Skala ini disusun oleh penulis
dengan mendasarkan pada aspek-apek b. Demonic reappraisal: menggambar-
koping religius yang dikemukakan kan kembali stressor sebagai sebuah
oleh Pargament et al., (2001). Subskala tindakan yang dilakukan oleh
Koping Religius Positif terdiri dari 27 kekuatan jahat/setan.
butir, aspeknya yaitu: c. Reappraisal of God's powers: meng-
a. Benevolent religious reappraisal: gambarkan kekuatan Allah untuk
menggambarkan kembali stresor mempengaruhi situasi stres.
melalui agama secara baik dan d. Self-directing religius coping: mencari
menguntungkan. kontrol melalui inisiatif individu
b. Collaborative religious coping: men- dibandingkan meminta bantuan
cari kontrol melalui hubungan pada Tuhan.
kerjasama dengan Allah dalam e. Spiritual discontent: ekspresi kece-
pemecahan masalah. masan dan ketidakpuasan terha-
c. Seeking spiritual support: mencari dap Tuhan.
kenyamanan dan keamanan mela- f. Interpersonal religious discontent:
lui cinta dan kasih sayang Allah. ekspresi kecemasan dan ketidak-
d. Religious purification: mencari pem- puasan terhadap alim ulama atau-
bersihan spiritual melalui amalan pun saudara seiman.
religius. Bentuk Skala Koping Religius ini
e. Spiritual connection: mencari rasa mengacu pada metode skala, dengan 5
keterhubungan dengan kekuatan alternatif nilai, rentang nilai bergerak
transenden. dari 1–5. Nilai terendah 1 (STS=sangat
f. Seeking support from clergy or mem- tidak sesuai), 2 (TS=tidak sesuai), 3
bers: mencari kenyamanan dan (R=ragu-ragu), 4 (S=sesuai), dan ter-
keamanan melalui cinta dan kasih tinggi 5 (SS=sangat sesuai). Berdasar-
kan hasil uji coba pada penelitian ini

54 JURNAL PSIKOLOGI
RELIGIUSITAS, KOPING RELIGIUS, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF

terhadap mahasiswa Fakulas ”X” UGM Hasil


(N=40 orang) menunjukkan bahwa
reliabilitas alpha Subskala Koping Reli- Hipotesis pertama yang berbunyi:
gius Positif sebesar 0,914, sedangkan “Ada hubungan positif antara religiusitas
koefisien reliabilitas alpha Subskala dengan kesejahteraan subjektif pada
Koping Religius Negatif sebesar 0,806. mahasiswa” diuji dengan menggunakan
analisis product moment dari Pearson. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
Analis Data
korelasi antara religiusitas dengan kese-
Data penelitian ini dianalisis dengan jahteraan subjektif pada mahasiswa dalam
menggunakan metode statistik, dengan kehidupannya di kampus (r=0,109; p>0,05).
teknik korelasi product moment dari Hal ini berarti tinggi rendahnya religiusi-
Pearson dan teknik regresi ganda. Peng- tas tidak diikuti dengan tinggi rendahnya
hitungannya dilakukan dengan menggu- kesejahteraan subjektif dalam kehidupan-
nakan SPSS versi 15. nya di kampus. Hasil penelitian ini tidak
mendukung hipotesis pertama yang diaju-
Pada penelitian ini, untuk menghi-
kan. Namun demikian hasil analisis
tung skor kesejahteraan subjektif diguna-
product moment menunjukkan bahwa ada
kan penjumlahan skor standar dari ketiga
korelasi antara religiusitas dengan kesejah-
aspek masing-masing Skala Kesejahteraan
teraan subjektif pada mahasiswa dalam
Subjektif, dengan menggunakan Z score,
kehidupan personalnya (r=0,167; p<0,05).
karena masing-masing subskala kesejah-
Hal ini berarti semakin tinggi religiusitas
teraan subjektif mengukur aspek-aspek
semakin tinggi kesejahteraan subjektif, se-
yang berbeda dan memiliki jumlah butir
makin rendah religiusitas semakin rendah
yang berbeda pula. Oleh karena itu skor
kesejahteraan subjektif dalam kehidupan
kesejahteraan subjektif dihitung berda-
personalnya. Hasil penelitian ini mendu-
sarkan formulasi sebagai berikut: (1) Skor
kung hipotesis pertama yang diajukan.
kesejahteraan subjektif mahasiswa dalam
Nilai koefisien determinan yang didapat
kehidupan di kampus = Skor SWB–SLS =
dari hasil analisis data adalah 0,0278,
Skor Afek Positif - Skor Afek Negatif +
angka tersebut mengandung makna bah-
Skor SLS; (2) Skor kesejahteraan subjektif
wa relegiusitas memiliki pengaruh
mahasiswa dalam kehidupan personal=
terhadap kesejahteraan subjektif pada
Skor SWB–PLS = Skor Afek Positif - Skor
mahasiswa dalam kehidupan personalnya
Afek Negatif + Skor PLS.
sebesar 2,78%.
Demikian pula, dalam menghitung
Hipotesis kedua yang berbunyi: “Ada
skor religiusitas digunakan penjumlahan
hubungan positif antara koping religius
skor standar (dengan menggunakan Z
positif dengan kesejahteraan subjektif
score) dari Subskala Religiusitas I (aspek
pada mahasiswa” diuji dengan menggu-
keimanan, ibadah, penghayatan, dan
nakan analisis product moment dari Pearson.
pengamalan) dan Subskala Religiusitas II
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
(aspek keilmuan), karena kedua subskala
korelasi positif antara koping religius
tersebut mengukur aspek-aspek yang
positif dengan kesejahteraan subjektif
berbeda dan memiliki jumlah butir yang
pada mahasiswa dalam kehidupannya di
berbeda pula.
kampus (r=0,276; p<0,01). Hal ini menun-
jukkan bahwa semakin tinggi koping
religius positif, maka semakin tinggi

JURNAL PSIKOLOGI 55
UTAMI

kesejahteraan subjektif, sebaliknya sema- kesejahteraan subjektif, sebaliknya sema-


kin rendah koping religius positif maka kin rendah koping religius negatif maka
semakin rendah kesejahteraan subjektif semakin tinggi kesejahteraan subjektif
mahasiswa dalam kehidupannya di kam- pada mahasiswa dalam kehidupannya di
pus. Hasil penelitian ini mendukung kampus. Hasil penelitian ini mendukung
hipotesis kedua yang diajukan. Nilai hipotesis ketiga yang diajukan. Nilai
koefisien determinan yang didapat dari koefisien determinan yang didapat dari
hasil analisis data adalah 0,0762, angka hasil analisis data adalah 0,0718, angka
tersebut mengandung makna bahwa tersebut mengandung makna bahwa
koping religius positif memiliki pengaruh koping religius negatif memiliki pengaruh
terhadap kesejahteraan subjektif pada terhadap kesejahteraan subjektif pada
mahasiswa dalam kehidupannya di kam- mahasiswa dalam kehidupannya di kam-
pus sebesar 7,62%. Selain itu hasil analisis pus sebesar 7,18%. Demikian pula hasil
product moment juga menunjukkan bahwa analisis product moment juga menunjukkan
ada korelasi positif antara koping religius bahwa ada korelasi negatif antara koping
positif dengan kesejahteraan subjektif religius negatif dengan kesejahteraan sub-
pada mahasiswa dalam kehidupan perso- jektif pada mahasiswa dalam kehidupan
nalnya (r=0,354; p<0,01). Hal ini menunjuk- personalnya (r=-0,318; p<0,01). Hal ini
kan bahwa semakin tinggi koping religius menunjukkan bahwa semakin tinggi ko-
positif, maka semakin tinggi kesejahteraan ping religius negatif maka semakin rendah
subjektif, sebaliknya semakin rendah kesejahteraan subjektif, sebaliknya sema-
koping religius positif maka semakin kin rendah koping religius negatif maka
rendah kesejahteraan subjektif pada semakin tinggi kesejahteraan subjektif pa-
mahasiswa dalam kehidupan personalnya. da mahasiswa dalam kehidupan perso-
Hasil penelitian ini mendukung hipotesis nalnya. Hasil penelitian ini mendukung
kedua yang diajukan. Nilai koefisien hipotesis ketiga yang diajukan. Nilai
determinan yang didapat dari hasil ana- koefisien determinan yang didapat dari
lisis data adalah 0,1253, angka tersebut hasil analisis data adalah 0,1011, angka
mengandung makna bahwa koping reli- tersebut mengandung makna bahwa
gius positif memiliki pengaruh terhadap koping religius negatif memiliki pengaruh
kesejahteraan subjektif pada mahasiswa terhadap kesejahteraan subjektif pada
dalam kehidupan personalnya sebesar mahasiswa dalam kehidupan personalnya
12,53%. sebesar 10,11%.
Hipotesis ketiga yang berbunyi: “Ada Hipotesis keempat yang berbunyi:
hubungan negatif antara koping religius “Secara bersama-sama religiusitas, koping
negatif dengan kesejahteraan subjektif religius positif, dan koping religius negatif
pada mahasiswa” diuji dengan menggu- merupakan prediktor terhadap kesejah-
nakan analisis product moment dari Pearson. teraan subjektif mahasiswa” diuji dengan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada menggunakan teknik analisis regresi
korelasi negatif antara koping religius ganda. Berdasarkan analisis data dapat
negatif dengan kesejahteraan subjektif diketahui bahwa nilai F regresi=5,609
pada mahasiswa dalam kehidupannya di (p<0,01). Hal ini berarti model regresi
kampus (r=-0,268; p<0,01). Hal ini menun- dapat dipakai untuk memprediksi kesejah-
jukkan bahwa semakin tinggi koping teraan subjektif pada mahasiswa dalam
religius negatif maka semakin rendah kehidupannya di kampus, atau secara

56 JURNAL PSIKOLOGI
RELIGIUSITAS, KOPING RELIGIUS, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF

bersama-sama religiusitas, koping religius oleh variabel lain. Sumbangan efektif


positif, dan koping religius negatif ber- variabel religiusitas terhadap kesejahtera-
peran sebagai prediktor terhadap kesejah- an subjektif mahasiswa dalam kehidupan
teraan subjektif pada mahasiswa dalam personalnya=1,761%, sedangkan koping
kehidupannya di kampus. Hasil analisis religius positif=7,247% dan koping religius
data ini mendukung hipotesis keempat negatif=5,926%.
yang diajukan. Koefisien determinasi Hipotesis kelima berbunyi: “Masing-
ganda konstanta kesejahteraan subjektif masing variabel bebas (religiusitas, koping
dalam kehidupannya di kampus adalah religius positif, dan koping religius nega-
0,094 (dilihat dari R Square), yang berarti tif) memiliki peran sebagai prediktor
9,4% variansi kesejahteraan subjektif terhadap kesejahteraan subjektif maha-
dalam kehidupannya di kampus yang siswa”. Untuk melihat peran prediktor
dimiliki mahasiswa dalam penelitian ini secara sendiri-sendiri (religiusitas, koping
dipengaruhi oleh religiusitas, koping reli- religius positif dan koping religius negatif)
gius positif, dan koping religius negatif, terhadap kriteria (kesejahteraan subjektif)
sedangkan 90,6% dipengaruhi oleh varia- pada mahasiswa baik dalam kehidupan-
bel lain. Sumbangan efektif variabel reli- nya di kampus maupun dalam kehidupan
giusitas terhadap kesejahte-raan subjektif personalnya, maka dilihat koefisien beta
mahasiswa dalam kehi-dupannya di kam- masing-masing prediktor. Berdasarkan
pus=0,714%, sedangkan koping religius analisis data penelitian tersebut ternyata
positif=4,012% dan koping religius nega- peran prediktor secara sendiri-sendiri
tif=4,682%. terhadap kriteria, hanya variabel koping
Demikian pula berdasarkan analisis religius negatif saja yang mempunyai
data dengan regresi ganda juga dapat peran sebagai prediktor terhadap kesejah-
diketahui bahwa nilai F regresi=9,480 teraan subjektif mahasiswa dalam kehi-
(p<0,01). Hal ini berarti model regresi dupannya di kampus (Beta=-0,336; p<0,05).
dapat dipakai untuk memprediksi kesejah- Namun demikian variabel religiusitas
teraan subjektif pada mahasiswa dalam tidak memiliki peran sebagai prediktor
kehidupan personalnya, atau secara terhadap kesejahteraan subjektif pada
bersama-sama religiusitas, koping religius mahasiswa dalam kehidupannya di
positif, dan koping religius negatif ber- kampus (Beta=0,040; p>0,05). Demikian
peran sebagai prediktor terhadap kesejah- pula variabel koping religius positif tidak
teraan subjektif pada mahasiswa dalam memiliki peran sebagai prediktor terhadap
kehidupan personalnya. Hasil analisis kesejahteraan subjektif mahasiswa dalam
data ini mendukung hipotesis keempat kehidupannya di kampus (Beta=0,280;
yang diajukan. Koefisien deter-minasi p>0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan
ganda konstanta kesejahteraan subjektif bahwa hipotesis penelitian yang menya-
dalam kehidupan personalnya takan bahwa koping religius negatif
adalah 0,149 (dilihat dari R Square), yang berperan sebagai prediktor terhadap
berarti 14,9% variansi kesejahteraan kesejahteraan subjektif diterima. Namun
subjektif dalam kehidupan personalnya demikian hipotesis yang menyatakan
yang dimiliki mahasiswa dalam penelitian bahwa religiusitas berperan sebagai
ini dipengaruhi oleh religiusitas, koping prediktor terhadap kesejahteraan subjektif
religius positif, dan koping religius mahasiswa, dan koping religius positif
negatif, sedangkan 85,1% dipengaruhi

JURNAL PSIKOLOGI 57
UTAMI

berperan sebagai prediktor terhadap kese- mahasiswa dalam kehidupannya di kam-


jahteraan subjektif mahasiswa ditolak. pus, maupun dalam kehidupan personal-
Berdasarkan analisis data penelitian nya. Dengan demikian secara bersama-
ini dengan melihat koefisien beta masing- sama religiusitas, koping religius positif,
masing prediktor, ternyata peran predik- dan koping religius negatif berperan
tor secara sendiri-sendiri terhadap kriteria sebagai prediktor terhadap kesejahteraan
menunjukkan bahwa variabel koping subjektif pada mahasiswa, baik dalam
religius positif memiliki peran sebagai kehidupannya di kampus maupun dalam
prediktor terhadap kesejahteraan subjektif kehidupan personalnya. Hasil analisis
mahasiswa dalam kehidupan personalnya data ini mendukung hipotesis yang diaju-
(Beta=0,413; p<0,05). Demikian pula varia- kan bahwa secara bersama-sama religiu-
bel koping religius negatif juga memiliki sitas, koping religius positf dan koping
peran sebagai prediktor terhadap kesejah- religius negatif berperan sebagai prediktor
teraan subjektif pada mahasiswa dalam terhadap kesejahteraan subjektif pada
kehidupan personalnya (Beta=-0,376; mahasiswa. Dengan demikian semakin
p<0,05). Namun demikian variabel religiu- tinggi religiusitas, semakin tinggi koping
sitas tidak memiliki peran sebagai religius positif, dan semakin rendah
prediktor terhadap kesejahteraan subjektif koping religius negatif mahasiswa, maka
mahasiswa dalam kehidupan personalnya akan semakin tinggi kesejahteraan
(Beta=0,068; p>0,05). Hasil penelitian ini subjektifnya. Demikian sebaliknya semakin
menunjukkan bahwa hipotesis penelitian rendah religiusitas, semakin rendah koping
yang menyatakan bahwa koping religius religius positif dan semakin tinggi koping
positif berperan sebagai prediktor terha- religius negatif akan semakin rendah
dap kesejahteraan subjektif diterima. kesejahteraan subjektif mahasiswa.
Demikian pula koping religius negatif Apabila dilihat lebih lanjut hasil
berperan sebagai prediktor terhadap analisis data penelitian ini tampak bahwa
kesejahteraan subjektif diterima. Namun koefisien determinasi ganda konstanta
demikian hipotesis yang menyatakan bah- kesejahteraan subjektif dalam kehidupan-
wa religiusitas berperan sebagai prediktor nya di kampus adalah 0,094 (dilihat dari R
terhadap kesejahteraan subjektif maha- Square), yang berarti 9,4% variansi kesejah-
siswa ditolak. teraan subjektif dalam kehidupannya di
kampus yang dimiliki mahasiswa dalam
penelitian ini dipengaruhi oleh religiusi-
Diskusi
tas, koping religius positif, dan koping
Berdasarkan hasil analisis data meng- religius negatif, sedangkan 90,6% dipenga-
gunakan regresi ganda menunjukkan ruhi oleh variabel lain. Sumbangan efektif
bahwa secara bersama-sama religiusitas, variabel religiusitas terhadap kesejahte-
koping religius positif, dan koping religius raan subjektif mahasiswa dalam kehi-
negatif merupakan prediktor terhadap dupannya di kampus=0,714%, sedangkan
kesejahteraan subjektif mahasiswa dalam koping religius positif=4,012% dan koping
kehidupannya di kampus (F regresi=5,609; religius negatif=4,682%. Selain itu hasil
p<0,01), maupun dalam kehidupan perso- penelitian ini juga menunjukkan bahwa
nalnya (F regresi=9,480; p<0,01). Hal ini koefisien determinasi ganda konstanta
berarti model regresi dapat dipakai untuk kesejahteraan subjektif dalam kehidupan
memprediksi kesejahteraan subjektif pada personalnya adalah 0,149 (dilihat dari R

58 JURNAL PSIKOLOGI
RELIGIUSITAS, KOPING RELIGIUS, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF

Square), yang berarti 14,9% variansi kese- nya=1,761%, sedangkan dalam kehidupan-
jahteraan subjektif dalam kehidupan per- nya di kampus=0,714%.
sonalnya yang dimiliki mahasiswa dalam Hasil penelitian tersebut sesuai de-
penelitian ini dipengaruhi oleh religiusi- ngan penelitian yang dilakukan oleh
tas, koping religius positif, dan koping Lewis et al., (1997, dalam Lewis, 2002)
religius negatif, sedangkan 85,1% dipenga- pada mahasiswa Northern Irish bahwa
ruhi oleh variabel lain. Sumbangan efektif tidak ada hubungan antara religiusitas
variabel religiusitas terhadap kesejahtera- (diukur dengan Francis Scale of Attitude
an subjektif mahasiswa dalam kehidupan toward Christianity) dengan kebahagiaan
personalnya=1,761%, sedangkan koping (diukur dengan Deppression Happiness
religius positif=7,246% dan koping religius Scale). Selain itu juga penelitian yang
negatif=5,926%. dilakukan oleh Lewis, Maltby dan
Berdasarkan hasil analisis data de- Burkinshaw (2000) pada pendeta
ngan teknik korelasi product moment yang Anglican, dan penelitian Lewis (2002)
dilakukan dalam penelitian ini menun- pada mahasiswa University of Ulster yang
jukkan bahwa tidak ada hubungan antara menunjukkan tidak adanya hubungan
religiusitas dengan kesejahteraan subjektif antara religiusitas dan kebahagiaan
pada mahasiswa dalam kehidupannya di dengan menggunakan kehadiran ke gereja
kampus (r=0,109; p>0,05), tetapi religiusitas untuk mengukur religiusitas, dan
berhubungan dengan kesejahteraan sub- Depression Happiness Scale untuk mengu-
jektif pada mahasiswa dalam kehidupan kur kebahagiaan. Tidak adanya hubungan
personalnya (r=0,167; p<0,05). Hal ini berarti antara religiusitas dengan kesejahteraan
semakin tinggi religiusitas belum tentu subjektif dalam penelitian tersebut dan
diikuti dengan tingginya kesejahteraan dalam penelitian ini mungkin karena skala
subjektif mahasiswa dalam kehidupannya religiusitas yang dipakai mengukur aspek
di kampus, tetapi semakin tinggi religiusitas agama secara luas sebagai fenomena yang
maka semakin tinggi kesejahteraan subjektif melibatkan orientasi secara umum, keya-
mahasiswa dalam kehidupan personalnya. kinan, dan praktek, misalnya mengukur
Meskipun religiusitas berhubungan de- frekuensi berdoa, pengetahuan agama,
ngan kesejahteraan subjektif pada maha- penghayatan, dan pengamalan agama.
siswa dalam kehidupan personalnya, Berbeda dengan variabel religiusitas
namun sumbangan efektif variabel reli- yang tidak memiliki hubungan dengan
giusitas terhadap kesejahteraan subjektif kesejahteraan subjektif mahasiswa, meng-
mahasiswa dalam kehidupan personalnya gunakan teknik korelasi product moment
hanya 2,78%. Bahkan apabila dilihat peran dalam menganalisis datanya dapat dike-
prediktor secara sendiri-sendiri terhadap tahui bahwa variabel koping religius posi-
kriteria, memang variabel religiusitas tif memiliki hubungan yang positif dengan
tidak memiliki peran sebagai prediktor kesejahteraan subjektif mahasiswa, baik
terhadap kesejahteraan subjektif pada dalam kehidupannya di kampus maupun
mahasiswa dalam kehidupan personalnya kehidupan personalnya. Berdasarkan hasil
(Beta=0,068; p>0,05), demikian pula pada analisis data tersebut menunjukkan koe-
kehidupannya di kampus (Beta=0,040; fisien korelasi antara koping religius posi-
p>0,05). Sumbangan efektif variabel reli- tif dengan kesejahteraan subjektif pada
giusitas terhadap kesejahteraan subjektif mahasiswa dalam kehidupannya di kam-
mahasiswa dalam kehidupan personal- pus sebesar r=0,276 (p<0,01), sedangkan

JURNAL PSIKOLOGI 59
UTAMI

koefisien korelasi antara koping religius ini, penggunaan koping religius positif
positif dengan kesejahteraan subjektif mampu menjelaskan pengaruhnya terha-
pada mahasiswa dalam kehidupan perso- dap mahasiswa dalam menghadapi situasi
nalnya sebesar r=0,354 (p<0,01). Sumbang- yang tidak menyenangkan dalam kehi-
an efektif koping religius positif terhadap dupan personalnya, misalnya hal-hal yang
kesejahteraan subjektif pada mahasiswa berkaitan dengan makanan, tempat ting-
dalam kehidupannya di kampus sebesar gal, kesehatan, pekerjaan, pendidikan,
7,6% dan dalam kehidupan personalnya keamanan fisik, hubungan dengan teman-
12,53%. teman, pacar, dan komunitasnya.
Apabila dilihat peran prediktor secara Berbeda dengan variabel religiusitas
sendiri-sendiri terhadap kriteria, maka yang tidak memiliki hubungan dengan
variabel koping religius positif tidak kesejahteraan subjektif mahasiswa, meng-
memiliki peran sebagai prediktor terhadap gunakan teknik korelasi product moment
kesejahteraan subjektif mahasiswa dalam dalam menganalisis datanya dapat diketa-
kehidupannya di kampus (Beta=0,280; hui bahwa variabel koping religius negatif
p>0,05). Hal ini berarti tinggi rendahnya memiliki hubungan yang negatif dengan
koping religius positif tidak diikuti kesejahteraan subjektif mahasiswa, baik
dengan tinggi rendahnya kesejahteraan dalam kehidupannya di kampus maupun
subjektif pada mahasiswa dalam kehi- kehidupan personalnya. Berdasarkan hasil
dupannya di kampus. Dalam konteks ini, analisis data tersebut menunjukkan koe-
penggunaan koping religius positif tidak fisien korelasi negatif antara koping reli-
dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap gius negatif dengan kesejahteraan subjek-
mahasiswa dalam menghadapi situasi tif pada mahasiswa dalam kehidupannya
yang tidak menyenangkan khususnya di kampus sebesar r=-0,268 (p<0,01), demi-
dalam hubungannya dengan masalah- kian pula koefisien korelasi negatif antara
masalah yang berkaitan dengan kehidup- koping religius negatif dengan kesejah-
annya di kampus, misalnya dalam hu- teraan subjektif pada mahasiswa dalam
bungannya dengan situasi kehidupan di kehidupan personalnya sebesar r=-0,318
kampus, transportasi dan parkir di (p<0,01). Sumbangan efektif koping reli-
kampus, teman-teman baru yang dipunyai gius negatif terhadap kesejahteraan sub-
di kampus, dukungan keluarga saat di jektif pada mahasiswa dalam kehidupan-
kampus, dan dukungan teman-teman nya di kampus sebesar 7,18% dan dalam
lama di kampus. Namun demikian varia- kehidupan personalnya 10,11%.
bel koping religius positif memiliki peran Apabila dilihat peran prediktor secara
sebagai prediktor terhadap kesejahteraan sendiri-sendiri terhadap kriteria, maka
subjektif mahasiswa dalam kehidupan variabel koping religius negatif memiliki
personalnya (Beta=0,413; p<0,05). Sum- peran sebagai prediktor terhadap kesejah-
bangan efektif variabel koping religius teraan subjektif mahasiswa dalam kehi-
positif terhadap kesejahteraan subjektif dupannya di kampus (Beta=-0,336; p<0,05).
mahasiswa dalam kehidupan personal- Sumbangan efektif variabel koping
nya=7,246%. Hal ini berarti tinggi religius negatif terhadap kesejahteraan
rendahnya koping religius positif dapat subjektif mahasiswa dalam kehidupannya
diikuti dengan tinggi rendahnya kesejah- di kampus=4,682%. Hal ini berarti tinggi
teraan subjektif pada mahasiswa dalam rendahnya koping religius negatif diikuti
kehidupan personalnya. Dalam konteks dengan tinggi rendahnya kesejahteraan

60 JURNAL PSIKOLOGI
RELIGIUSITAS, KOPING RELIGIUS, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF

subjektif pada mahasiswa dalam kehidup- kehidupan. Koping religius, sebagaimana


annya di kampus. Dalam konteks ini, agama secara umum, bersifat multidi-
penggunaan koping religius negatif mam- mensional, koping religius ini didesain
pu menjelaskan pengaruhnya terhadap untuk membantu individu dalam mencari
mahasiswa dalam menghadapi situasi akhir yang penting dalam menghadapi
yang tidak menyenangkan dalam hu- tekanan, suatu perasaan yang berarti dan
bungannya dengan masalah-masalah yang bertujuan, kenyamanan emosional, kontrol
berkaitan dengan kehidupannya di kam- diri, kedekatan dengan orang lain, kese-
pus, misalnya dalam hubungannya hatan fisik, dan spiritual (Pargament, et al.,
dengan situasi kehidupan di kampus, 1998).
transportasi dan parkir di kampus, teman- Agama mempunyai peran penting
teman baru yang dipunyai di kampus, dalam mengelola stres, agama dapat mem-
dukungan keluarga saat di kampus, dan berikan individu pengarahan/bimbingan,
dukungan teman-teman lama di kampus. dukungan, dan harapan, seperti halnya
Demikian pula variabel koping religius pada dukungan emosi (Pargament, dalam
negatif memiliki peran sebagai prediktor Kasberger, 2002). Melalui berdoa, ritual
terhadap kesejahteraan subjektif mahasis- dan keyakinan agama dapat membantu
wa dalam kehidupan personalnya (Beta=- seseorang dalam koping pada saat meng-
0,376; p<0,05). Sumbangan efektif variabel alami stres kehidupan, karena adanya
koping religius negatif terhadap kesejah- pengharapan dan kenyamanan (Rammo-
teraan subjektif mahasiswa dalam kehi- han, Rao & Subbakrishna, 2002). Di hadap-
dupan personalnya=5,926%. Hal ini berarti an peristiwa yang menekan, kepercayaan
tinggi rendahnya koping religius negatif umum dalam beragama dan pengamalan-
dapat diikuti dengan tinggi rendahnya nya harus diubah menjadi bentuk koping
kesejahteraan subjektif pada mahasiswa yang spesifik. bentuk koping yang spesifik
dalam kehidupan personalnya. Dalam inilah yang tampak memiliki implikasi
konteks ini, penggunaan koping religius langsung terhadap kesehatan individu
positif mampu menjelaskan pengaruhnya dalam masa-masa sulit (Pargament, et al.,
terhadap mahasiswa dalam menghadapi 1998).
situasi yang tidak menyenangkan dalam
Dalam penelitian ini koping religius
kehidupan personalnya, misalnya hal-hal
positif diidentifikasi menjadi beberapa
yang berkaitan dengan makanan, tempat
aspek yaitu:
tinggal, kesehatan, pekerjaan, pendidikan,
keamanan fisik, hubungan dengan teman- 1. Benevolent religious reappraisal: meng-
teman, pacar, dan komunitasnya. gambarkan kembali stresor melalui
agama secara baik dan menguntung-
Berdasarkan hasil penelitian yang
kan. Misalnya adanya anggapan bah-
telah dipaparkan dapat disimpulkan bah-
wa apa yang didapatkan saat ini ada-
wa dibandingkan dengan variabel reli-
lah balasan Allah atas amal baik yang
giusitas, maka variabel koping religius
telah mereka lakukan. Mereka dapat
lebih berpengaruh terhadap kesejahteraan
mengambil hikmah atas cobaan yang
subjektif pada mahasiswa. Menurut
dialaminya. Ketika harapannya tidak
Wong-McDonald dan Gorsuch (2000)
tercapai, mereka tetap berpikir bahwa
koping religius adalah suatu cara individu
Allah memberikan yang terbaik untuk-
menggunakan keyakinannya dalam me-
nya.
ngelola stres dan masalah-masalah dalam

JURNAL PSIKOLOGI 61
UTAMI

2. Collaborative religious coping: mencari akan teman agar mereka dapat diberi
kontrol melalui hubungan kerjasama kekuatan Allah untuk mengatasi
dengan Allah dalam pemecahan ma- masalahnya.
salah. Ketika sedang menghadapi 8. Religious forgiving: mencari pertolongan
masalah individu mampu berusaha, agama dengan membiarkan pergi
berdoa, dan merasa mendapatkan setiap kemarahan, rasa sakit dan
bimbingan dari Allah. Mereka merasa ketakutan yang berkaitan dengan sakit
ditemani Allah saat menghadapi kesu- hati. Misalnya untuk mengurangi rasa
litan. marah, dan menghilangkan rasa takut
3. Seeking spiritual support: mencari kenya- berusaha mohon bimbingan dan mo-
manan dan keamanan melalui cinta hon pertolongan Allah. Dengan meng-
dan kasih sayang Allah. Ketika meng- ingat Allah mereka mudah ikhlas
hadapi musibah individu mengang- menerima kejadian yang tidak menye-
gapnya sebagai ujian karena ia disa- nangkan.
yang Allah. Ia akan berusaha ikhlas Jadi, dapat dikatakan bahwa mahasis-
dalam menghadapai cobaan. Ia juga wa dengan memiliki koping religius
akan berusaha mengingat Allah untuk positif yang tinggi, dapat ditunjukkan
menghilangkan ketakutan yang dirasa- dengan adanya kemampuan memberikan
kan. penilaian secara religius, memiliki tujuan
4. Religious purification: mencari pember- religius dalam koping, dan melakukan
sihan spiritual melalui amalan religius, aktivitas koping secara religius. Dalam
misalnya mengakui dosa-dosa yang konteks ini, mahasiswa dalam mengha-
telah diperbuat dan memohon ampun dapi situasi yang tidak menyenangkan,
kepada Allah. Untuk mengurangi do- mereka dapat memaknainya secara positif,
sanya, mereka perbanyak melakukan dan mampu ikhlas menerima kenyataan.
amal/kebaikan. Mereka mampu menenangkan emosi dan
5. Spiritual connection: mencari rasa keter- kecemasan yang ada dengan melakukan
hubungan dengan kekuatan transen- amalan religius, yakni dengan ibadah-
den. Misalnya adanya anggapan bah- ibadah baik wajib maupun sunnah, men-
wa segala sesuatu yang dialami sudah jauhi perbuatan-perbuatan maksiat dan
menjadi kehendak Allah. Dengan senantiasa mematuhi ajaran Allah. Mereka
melihat ciptaan Allah, mereka semakin akan mendekat kepada Allah, meminta
yakin bahwa Allah itu ada, dan merasa dukungan, pertolongan, dan kekuatan
doa-doanya dikabulkan Allah. kepada-Nya. sehingga mereka mampu
menahan amarah dan mengatasi kesedih-
6. Seeking support from clergy or members:
an yang muncul. Hal ini akan mening-
mencari kenyamanan dan keamanan
katkan kesejahteraan subjektif mereka.
melalui cinta dan kasih sayang saudara
Hasil penelitian ini sejalan dengan
seiman dan alim ulama, misalnya
penelitian Pargament, et al. (2001), setelah
ketika menghadapi cobaan individu
mengontrol variabel demografi, religius
akan mencari dukungan spiritual dari
secara global, dan stressor, menunjukkan
ustad.
bahwa koping religius positif berhu-
7. Religious helping: usaha untuk mening- bungan dengan afek positif yang lebih
katkan dukungan spiritual dan kenya- besar, dan juga berhubungan dengan
manan pada sesama, misalnya mendo- kepuasan religius yang lebih besar untuk

62 JURNAL PSIKOLOGI
RELIGIUSITAS, KOPING RELIGIUS, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF

ketiga kelompok subjek (pastur, pengurus berhubungan dengan Allah, pandangan


gereja, dan jamaah). yang lemah dan tidak menyenangkan
Dalam penelitian ini beberapa aspek terhadap dunia, dan perjuangan religius
koping religius negatif, yaitu: untuk menemukan dan berbicara/berdia-
log dengan orang lain dalam kehidupan.
1. Punishing God reappraisal: menggam-
Dalam konteks ini, mahasiswa dalam
barkan kembali stresor sebagai sebuah
menghadapi situasi yang tidak menye-
hukuman dari Allah atas dosa-dosa
nangkan mereka melibatkan ekspresi yang
yang telah dilakukan oleh individu.
kurang aman dalam berhubungan dengan
Misalnya individu merasa diabaikan,
Allah, memiliki pandangan yang tidak
ditinggalkan, atau dihukum oleh Allah.
menyenangkan terhadap dunia, sehingga
2. Demonic reappraisal: menggambarkan hal ini akan menurunkan kesejahteraan
kembali stresor sebagai sebuah tindak- subjektif mereka. Hasil penelitian ini
an yang dilakukan oleh kekuatan sejalan dengan penelitian Pargament et al.
jahat/setan. Misalnya individu percaya (2001) yang menunjukkan bahwa penggu-
bahwa kejadian buruk yang pernah naan koping religius negatif berhubungan
dialami karena pengaruh santet. dengan penurunan afek positif dan
3. Reappraisal of God's powers: menggam- peningkatan afek depresif pada ketiga
barkan kekuatan Allah untuk mempe- kelompok subjek (pastur, pengurus gereja,
ngaruhi situasi stres. Misalnya indivi- dan jamaah).
du mendoakan supaya Allah memba-
las orang yang pernah menyakitinya. Kesimpulan
4. Self-directing religious coping: mencari
kontrol melalui inisiatif individu Berdasarkan hasil penelitian dan pem-
dibandingkan meminta bantuan pada bahasan dapat disimpulkan sebagai
Tuhan. Misalnya individu mencoba berikut:
mengatasi masalah sendiri tanpa me- 1. Secara bersama-sama religiusitas, ko-
mohon pertolongan Allah, ia percaya ping religius positif, dan koping reli-
bahwa tanpa bantuan Allah sudah gius negatif dapat menjadi prediktor
dapat mengatasinya. terhadap kesejahteraan subjektif maha-
5. Spiritual discontent: ekspresi kecemasan siswa dalam kehidupannya di kampus
dan ketidakpuasan terhadap Tuhan. dan kehidupan personalnya. Hal ini
Misalnya individu merasa kecewa, berarti semakin tinggi religiusitas,
marah karena tidak diperhatikan Allah. semakin tinggi koping religius positif,
dan semakin rendah koping religius
6. Interpersonal religious discontent: ekspre-
negatif akan semakin tinggi kesejah-
si kecemasan dan ketidakpuasan terha-
teraan subjektif mahasiswa. Demikian
dap alim ulama ataupun saudara sei-
sebaliknya semakin rendah religiusitas,
man. Misalnya individu merasa tidak
semakin rendah koping religius positif,
puas dengan saran ustad dalam mena-
dan semakin tinggi koping religius
ngani masalahnya.
negatif akan semakin rendah kesejah-
Jadi, dapat dikatakan bahwa maha- teraan subjektif mahasiswa.
siswa dengan memiliki koping religius
2. Tidak ada korelasi antara religiusitas
negatif yang tinggi, dapat ditunjukkan
dengan kesejahteraan subjektif pada
dengan adanya kemampuan melibatkan
mahasiswa dalam kehidupannya di
ekspresi yang kurang aman dalam

JURNAL PSIKOLOGI 63
UTAMI

kampus, tetapi ada korelasi positif dengan variabel religiusitas terhadap


antara religiusitas dengan kesejahtera- kesejahteraan subjektif pada maha-
an subjektif pada mahasiswa dalam siswa.
kehidupan personalnya. Sumbangan
efektif variabel religiusitas terhadap
Saran
kesejahteraan subjektif mahasiswa da-
lam kehidupan personalnya hanya Berdasarkan hasil penelitian ini
kecil saja (2,78%). Bahkan apabila dili- disarankan bahwa variabel koping religius
hat peran prediktor secara sendiri- dapat dipertimbangkan menjadi landasan
sendiri terhadap kriteria, memang dalam menyusun program penanganan
variabel religiusitas tidak memiliki maupun prevensi untuk meningkatkan
peran sebagai prediktor terhadap kese- kesejahteraan subjektif mahasiswa.
jahteraan subjektif pada mahasiswa
dalam kehidupan personalnya dan
Kepustakaan
kehidupannya di kampus.
3. Ada korelasi positif antara koping Ancok, D., & Suroso, N.S. (1994). Psikologi
religius positif dengan kesejahteraan islami. Jakarta: Pustaka Pelajar.
subjektif mahasiswa, baik dalam kehi- Ano, G.G. & Vasconcelles, E.B. (2005).
dupannya di kampus maupun kehi- Religious coping and psychological
dupan personalnya. Apabila dilihat adjustment to stress: a meta–analysis.
peran prediktor secara sendiri-sendiri Journal of Clinical Psychology, 61(4), 461-
terhadap kriteria, maka koping religius 480.
positif memiliki peran sebagai predik-
Biswas-Diener, R., Diener, E., & Tamir, M.
tor terhadap kesejahteraan subjektif
(2004). Psychology of subjective well
mahasiswa dalam kehidupan personal-
being. Diunduh dari: http://personal.
nya. Namun demikian koping religius
tcu.edu/cscollon/king_scollon_ramsey
positif tidak memiliki peran sebagai
_william.pdf. tanggal 4 Maret 2007.
prediktor terhadap kesejahteraan sub-
jektif mahasiswa dalam kehidupannya Coutinho, S.A., & Woolery, L.M. (2004).
di kampus. The need for cognition and life
satisfaction among college students.
4. Ada korelasi negatif antara koping
College Student Journal, Diunduh dari:
religius negatif dengan kesejahteraan
http://www.findarticles.com/p/articles
subjektif mahasiswa, baik dalam kehi-
/mim0FCR/is_2_38/ai_n6130140
dupannya di kampus maupun kehi-
tanggal 4 Maret 2007.
dupan personalnya. Apabila dilihat
peran prediktor secara sendiri-sendiri Dewi, A.A. (2008). Hubungan antara
terhadap kriteria, maka koping religius dukungan sosial dengan subjective
negatif memiliki peran sebagai predik- well being pada mahasiswa. Skripsi.
tor terhadap kesejahteraan subjektif (Tidak dipublikasikan) Fakultas
mahasiswa dalam kehidupannya di Psikologi Universitas Gadjah Mada.
kampus, dan dalam kehidupan perso- Diener, E., Oishi, S., & Lucas, R.E. (2003).
nalnya. Personality culture, and subjective
5. Sumbangan efektif variabel koping well- being: emotional and cognitive
religius, baik yang positif maupun evaluation of life. Annual Review of
negatif, lebih bermakna dibandingkan Psychology, 54, 403 – 425.

64 JURNAL PSIKOLOGI
RELIGIUSITAS, KOPING RELIGIUS, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF

Ellison, C.G., Gay, D.A., & Glass, T.A. O’ Connor, E. (2005). Student well-being: a
(1989). Does religious commitment dimension of subjective well-being?
contribute to individual life satis- School of Psychology: Burwood
faction? Social Forces, 68(1), 100-123. Campus. Diunduh dari http://acqol.
Ellison, C.G. (1990). Family ties, deakin.edu.au/theses/OConnor.pdf
friendship, and subjective well being Pargament K.I., Olsen, H., Reilly, B.,
among Black Americans. Journal of Falgout, K., Ensing, D.S., & Haitsma,
Marriage and Family, 52(2), 298 - 310. K.V. (1992). God help me (II): the
French, S., & Joseph, S. (1999). Religiosity relationship of religious orientations to
and its association with happiness, religious coping with negative life
purpose in life, and self actualization. events. Journal for the Scientific Study of
Mental Health, Religion and Culture, 2 Religion, 31(4), 504 – 513.
(2),117- 120. Pargament, K.I., Smith, B.W., Koenig,
Hackney, C.H., & Sanders, G.S. (2003). H.G., & Perez, L. (1998). Patterns of
Religiosity and mental health: meta- positive and negative religious coping
analysis of recent studies. Journal for with major life stressors. Journal for the
the Scientific Study of Religion, 42(1), 45- Scientific Study of Religion, 37, 710-724.
55. Pargament, K.I., Tarakeshwar, N., Ellison,
Hurlock, E.B. (2002). Psikologi perkembang- C.G., & Wulf, K.M. (2001). Religious
an, suatu pendekatan sepanjang rentang coping among the religious: the
kehidupan. Alih bahasa: Widyasinta. relationships between coping religious
Jakarta: Erlangga. and well being in a national sample of
presbyterian clergy, elders, and mem-
Kasberger, E.R. (2002). A correlation study
bers. Journal for the Scientific Study of
of post-divorce adjustment and reli-
Religion, 40(3), 497- 513.
gious coping strategies in young adult
of divorced families. Second Annual. Rammohan, A., Rao, K., & Subbakrishna,
Undergraduate Research Symposium D.K. (2002). Religoius coping and
CHARIS Institute of Wisconsin Lutheran psychological well-being in carers of
College. Milwaukee, WI 53226. April 27 relatives with schizophrenia. Acta Psy-
and 28 2002. chiatrica Scandinavica,105(5), 356–362.

Lewis, C.A., Maltby, J., & Burkinshaw, S. Reid, A. (2004). Gender and sources of
(2000). Religion and happiness: still no subjective well-being, Sex Roles, 51(11-
association. Journal of Beliefs & Values. 12), 617-629.
21(2), 233-236. Suhail, K., & Chaudhry, H.R. (2004).
Lewis, C.A. (2002). Church attendance and Predictors of subjective well-beng in
happiness among Northern Irish an eastern muslim culture. Journal of
undergraduate students: no asso- Social and Clinical Psychology. 23(3),
ciation. Pastoral Psychology, 50(3), 191- 359-376.
195. Subandi. (1988). Hubungan antara tingkat
Lewis, C.A., Maltby, J. & Day, L. (2005). religiusitas dengan kecemasan pada
Religious orientation, religious coping remaja. Laporan Penelitian. Fakultas
and happiness among UK adults. Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Personality and Individual Defferences, Utami, M.S. (2009). Keterlibatan dalam
38, 1193-1202. kegiatan dan kesejahteraan subjektif

JURNAL PSIKOLOGI 65
UTAMI

mahasiswa. Jurnal Psikologi. Fakultas Social Indicators Research Dordrecht,


Psikologi Universitas Gadjah Mada, 57(1). 89.
36(2), 144-163. Witter, R.A., Stock, W.A., Okun, M.A. &
Veenhoven, R. (1988). The utility of hap- Haring, M.J. (1985). Religion and
piness. Social Indicators Research, 20, subjective wellbeing in adulhood: A
333-354. quantitative synthesis. Reviuw of
Vitterso, J., & Nelsen, F. (2002). The Religious Research, 26(4), 332 – 342.
conceptual and relational structure of Wong-McDonald, A.W., & Gorsuch, R.L.
subjective wellbeing, neurotism, and (2000). Surrender to god: an additional
extraversion: once again, neurotism is coping style? Journal of Psychology and
the important predictor of happiness. Theology. 28(2), 149-161.

66 JURNAL PSIKOLOGI

You might also like