Professional Documents
Culture Documents
Abstract
The purpose of this research was to study the variables of religiosity, positive religious coping and
negative religious coping as predictors of student’s subjective well-being. The subjects of this
research were 166 college students. Their subjective well-being was measured by using the SWB-
SLS Scale (Positive Affect, Negative Affect and Life Satisfaction at Campus) and the SWB-PLS
(Positive Affect, Negative Affect and Personal Life Satisfaction). Religiosity Scale and Religious
Coping Scale were used respectively to measure the religiosity and the positive and negative
religious coping. Based on the parametric-statistic analysis with Pearson’s product-moment
correlation indicated that there is a positive relationship between positive religious coping and
student’s subjective well-being and a negative relationship between negative religious coping and
student’s subjective well-being. However, it was not found that religiosity has relationship with
student’s subjective well-being. Based on the multiple regression analysis, this research showed
that the three variables can simultaneously become the predictors of student’s subjective well-
being. The effective contribution of positive and negative religious coping is more significant than
that of religiosity to student’s subjective well-being.
Keywords: religiosity, positive religious coping, negative religious coping, subjective well being
46 JURNAL PSIKOLOGI
RELIGIUSITAS, KOPING RELIGIUS, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF
mengalami afek negatif atau afek yang bahwa mereka harus segera melepaskan
tidak menyenangkan seperti ketakutan, kehidupan yang bebas saat mereka
kemarahan, dan kesedihan, serta pendapat mencapai status orang dewasa (Hurlock,
pribadi mengenai kepuasan hidup. 2002).
Kesejahteraan merupakan salah satu Sebagai bagian dari psikologi positif,
kualitas hidup individu dan masyarakat, tema kesejahteraan subjektif merupakan
sehingga para ahli filsafat berdebat tema yang sudah cukup banyak dibahas
mengenai kehidupan yang baik, dan satu pada literatur Barat. Meski sudah ada
kesimpulan yang dimunculkan dari debat penelitian kesejahteraan subjektif pada
ini bahwa kehidupan yang baik adalah mahasiswa, yang perlu diperhitungkan
kebahagiaan (Diener, et al., 2003). disini adalah bahwa kultur Indonesia
Kebahagiaan sebagai bagian dari kesejah- mungkin tidak sama dengan kultur Barat.
teraan subjektif dapat memfasilitasi kon- Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
tak sosial, individu yang kebahagiannya terdapat perbedaan sumber kesejahteraan
tinggi memiliki stres yang lebih sedikit subjektif karena perbedaan budaya (Reid,
(Veenhoven, 1988). Selain itu afek positif 2004). Dalam budaya individualistik, eva-
dapat menimbulkan perasaan aktif dan luasi diri yang positif merupakan hal yang
energik, sehingga membuat lebih produk- penting untuk penilaian global atas kese-
tif (Flügel & Johnson, dalam Veenhoven, jahteraan, sedangkan dalam budaya kolek-
1988). tif, kesejahteraan bergantung pada konteks
Kesejahteraan subjektif tentu juga sosial dan hubungan dengan orang lain
memiliki efek positif pada mahasiswa, mi- seperti halnya kesejahteraan bergantung
salnya ada korelasi positif antara kebu- pada penilaian diri. Oleh karena itu, pene-
tuhan kognitif dengan kepuasan hidup litian mengenai kesejahteraan subjektif
pada siswa (Coutinho & Woolery, 2004), pada mahasiswa di budaya Indonesia -
kebutuhan kognisi juga berhubungan yang berbeda dengan budaya Barat - perlu
secara positif dengan performansi dan dilakukan.
peringkat akademis (Leon & Dalton, Beberapa penelitian telah mengkaji
Sadowski & Gulgoz, dalam Coutinho & variabel-variabel psikologis yang menjadi
Woolery, 2004). Padahal penelitian prediktor kesejahteraan. Pada awalnya
(Cummins, 2003, Stewart & Podbury, 2003; para peneliti memfokuskan pada identifi-
Vaez, Kristenson & Laflamme, 2004 kasi kondisi eksternal yang mempenga-
(dalam O’Connor, 2005) menunjukkan ruhi kepuasan hidup, misalnya faktor
bahwa tingkat kepuasan hidup mahasiswa demografi seperti kesehatan, penghasilan,
lebih rendah dibanding orang dewasa dan latar belakang pendidikan (Diener, et
pada populasi secara umum. Kesejahtera- al., 2003). Selain itu jenis kelamin, umur,
an subjektif pada mahasiswa dipengaruhi dan uang juga berpengaruh terhadap
oleh faktor situasi hidup, sumber finansial, kebahagiaan (Suhail & Chaudhry, 2004).
transportasi dan yang terkait, kesehatan Faktor internal yang berpengaruh terha-
fisik, teman lama dan teman baru, dap kesejahteraan subjektif mahasiswa
dukungan, pelayanan, tugas-tugas akade- antara lain keterlibatan mereka dalam
mis, dan dukungan keluarga (O’Connor, kegiatan, seperti kegiatan ekstrakurikuler
2005). Mahasiswa sebagai kelompok (kegiatan di fakultas atau universitas),
remaja akhir akan sering mengalami kegiatan profit, maupun berbagai kegiatan
gangguan pada idealisme yang berlebihan lainnya seperti kegiatan akademik yang
JURNAL PSIKOLOGI 47
UTAMI
diikuti di luar fakultas dan universitas, karena adanya perbedaan definisi opera-
dan kegiatan di waktu luang (Utami, sional dan alat ukur kebahagiaan yang
2009). Selain itu, penelitian Dewi (2008) digunakan, Oxford Happiness Inventory
menunjukkan bahwa dukungan sosial mengukur intensitas kebahagiaan, sedang-
berpengaruh terhadap kesejahteraan sub- kan Depression-Happiness Scale mengukur
jektif mahasiswa. Menurut Myers (dalam frekuensi kebahagiaan.
Suhail & Chaudhry, 2004) laporan pada Penelitian French dan Joseph (1999)
literatur tentang kebahagiaan menunjuk- pada mahasiswa University of Essex me-
kan bahwa faktor individu, seperti nunjukkan adanya korelasi yang positif
kepercayaan agama menjadi prediktor antara religiusitas (diukur dengan Francis
yang baik terhadap kebahagiaan. Scale of Attitude Towards Christianity)
Beberapa penelitian telah menguji dengan semua pengukuran kesejahteraan
hubungan antara agama dan kesejahteraan (diukur dengan Oxford Happiness Inventory,
dengan menggunakan berbagai sampel Depression-Happiness Scale, dan Purpose in
dan pengukuran. Hasil penelitian tersebut Life Test, Index of Self Actualization). St
menunjukkan arah yang tidak konsisten. George dan McNamara pada tahun 1984
Beberapa penelitian pada mahasiswa di (dalam Ellison, Gay & Glass 1989), memfo-
berbagai negara seperti di UK (Robbin & kuskan pada variasi ras dan gender, me-
Francis, 1996, dalam Lewis, 2002), di USA nunjukkan bahwa ada hubungan antara
(Francis & Lester, 1997, dalam Lewis, religiusitas (diukur frekuensi kedatangan
2002), dan di Wales (Francis, Jones & ke gereja dan dalamnya afiliasi) dengan
Wilcox, 2000, dalam Lewis, 2002) menun- delapan indikator kesejahteraan yang
jukkan bahwa ada hubungan antara berbeda. Koenig dan Larson (dalam
religiusitas (diukur dengan Francis Scale of Hackney & Sanders, 2003) telah mereviu
Attitude toward Christianity) dan kebaha- 850 penelitian dan menemukan adanya
giaan (diukur dengan Oxford Happiness hubungan antara religiusitas dan kese-
Inventory). hatan mental, 80% menunjukkan korelasi
Namun demikian beberapa penelitian positif antara keyakinan dan praktek
menunjukkan tidak adanya hubungan agama dengan kepuasan hidup. Selain itu
antara religiusitas (diukur dengan Francis Witter, Stock, Okun, dan Haring (1985)
Scale of Attitude toward Christianity) dan menggunakan meta-analisis terhadap 28
kebahagiaan (diukur dengan Depression penelitian menunjukkan bahwa hubungan
Happiness Scale), misalnya penelitian Lewis antara agama dengan kesejahteraan sub-
et al. pada tahun 1997 (dalam Lewis, 2002) jektif berkisar antara -0,01 sampai dengan
pada mahasiswa Northern Irish, dan +0,58. Hubungan antara agama dan kese-
penelitian Lewis, Maltby dan Burkinshaw jahteraan subjektif lebih kuat pada akti-
(2000) pada pendeta Anglican. Selain itu vitas agama dibanding pengukuran reli-
Lewis (2002) juga menunjukkan tidak giusitas. Selain itu hubungan lebih kuat
adanya hubungan antara religiusitas dan pada subjek yang lebih tua dibanding
kebahagiaan pada mahasiswa University subjek yang muda.
of Ulster, dengan menggunakan kehadiran Biasanya para peneliti mengukur aga-
ke gereja untuk mengukur religiusitas, ma sebagai variabel yang global, menggu-
dan Depression Happiness Scale untuk nakan frekuensi kedatangan ke gereja,
mengukur kebahagiaan. Ketidak konsis- frekuensi berdoa, dan pengetahuan agama
tenan ini menurut Lewis (2002) mungkin sebagai ukuran. Peneliti-peneliti tersebut
48 JURNAL PSIKOLOGI
RELIGIUSITAS, KOPING RELIGIUS, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF
JURNAL PSIKOLOGI 49
UTAMI
50 JURNAL PSIKOLOGI
RELIGIUSITAS, KOPING RELIGIUS, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF
katan afek depresif pada ketiga kelompok negatif sebagai variabel bebas, sedangkan
subjek. variabel tergantungnya adalah kesejahte-
Berdasarkan teori dan data-data empi- raan subjektif. Bentuk penelitian ini adalah
ris beberapa penelitian yang telah dipapar- survei, yaitu melihat hubungan antara
kan dapat diajukan hipotesis sebagai religiusitas, serta koping religius positif,
berikut: dan koping religius negatif dengan kese-
jahteraan subjektif, baik secara bersama-
1. Ada hubungan positif antara religiu-
sama maupun masing-masing variabel
sitas dengan kesejahteraan subjektif
bebas terhadap kesejahteraan subjektif.
pada mahasiswa. Semakin tinggi reli-
Selain itu juga melihat sejauh mana sum-
giusitas semakin tinggi kesejahteraan
bangan efektif masing-masing variabel
subjektif, sebaliknya semakin rendah
bebas (variabel religiusitas, koping religius
religiusitas semakin rendah kesejahte-
positif, dan koping religius negatif) terha-
raan subjektif mahasiswa.
dap variabel tergantung (kesejahteraan
2. Ada hubungan positif antara koping
subjektif) pada mahasiswa.
religius positif dengan kesejahteraan
subjektif pada mahasiswa. Semakin
Subjek
tinggi koping religius positif semakin
tinggi kesejahteraan subjektif, sebalik- Subjek penelitian ini adalah mahasis-
nya semakin rendah koping religius wa Fakultas ”X” Universitas Gadjah Mada
positif semakin rendah kesejahteraan (UGM) Yogyakarta, beragama Islam dan
subjektif mahasiswa. bersedia terlibat dalam penelitian. Jumlah
3. Ada hubungan negatif antara koping subjek adalah 166 orang.
religius negatif dengan kesejahteraan
subjektif pada mahasiswa. Semakin Prosedur
tinggi koping religius negatif semakin Penelitian ini dilaksanakan dalam
rendah kesejahteraan subjektif, sebalik- tiga tahap, yaitu:
nya semakin rendah koping religius
1. Persiapan alat ukur, dalam hal ini
negatif semakin tinggi kesejahteraan
disusun Skala Religiusitas dan Skala
subjektif mahasiswa.
Koping Religius, sedangkan untuk
4. Secara bersama-sama religiusitas, ko-
Skala Kesejahteraan Subjektif tinggal
ping religius positif, dan koping reli-
menggandakan saja, yaitu mengguna-
gius negatif merupakan prediktor
kan Skala Kesejahteraan Subjektif yang
terhadap kesejahteraan subjektif maha-
disusun oleh Utami (2009).
siswa.
5. Masing-masing variabel bebas (religiu- 2. Uji coba alat ukur, sebelum dipakai
sitas, koping religius positif, dan dalam penelitian Skala Religiusitas dan
koping religius negatif) memiliki peran Skala Koping Religius diuji coba terle-
sebagai prediktor terhadap kesejahte- bih dahulu untuk mengetahui validitas
raan subjektif mahasiswa. dan reliabilitasnya.
3. Pengambilan data penelitian ini dilaku-
Metode kan secara klasikal dengan memberi-
kan tiga alat ukur penelitian.
Desain
Pada penelitian ini, religiusitas, ko-
ping religius positif, dan koping religius
JURNAL PSIKOLOGI 51
UTAMI
52 JURNAL PSIKOLOGI
RELIGIUSITAS, KOPING RELIGIUS, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF
para malaikat, surga neraka, qadha kitab sucinya. Dalam agama Islam,
dan qadar, dan hukum-hukum aspek intelektual ini berisi tentang
Allah terhadap perilaku manusia. kandungan Al-Qur’an dan dasar-
b. Aspek ritualistik/ibadah, yaitu dasar ajaran yang harus dipercaya
aktivitas-aktivitas tertentu dalam dan dilaksanakan, hukum dan
agama yang diwajibkan dan dian- sejarah Islam.
jurkan untuk dilakukan oleh penga- Skala Religiusitas teridiri dari dua
nutnya. Misalnya shalat, zakat, subskala, yaitu Subskala Religiusitas I
puasa, membaca/mendalami Al- dan Subskala Religiusitas II. Subskala
Qur’an. Religiusitas I terdiri dari 24 butir untuk
c. Aspek eksperiensial/penghayatan, mengukur aspek keimanan, ibadah,
adalah pengalaman religius yang penghayatan, dan pengamalan, se-
berupa perasaan-perasaan atau dangkan Subskala Religiusitas II terdiri
emosi, sensasi, dan persepsi yang dari 21 butir untuk mengukur aspek
dialami individu sabagai suatu keilmuan.
komunikasi dengan hakikat ketu- Bentuk Subskala Religiusitas I meng-
hanan atau Tuhan. Misalnya pera- acu pada metode skala, dengan 5
saan terhadap kebesaran Allah, alternatif nilai, rentang nilai bergerak
perasaan dekat dengan Allah, pera- dari 1–5. Pada butir-butir favorable, nilai
saan khusuk dan tenteram ketika terendah 1 (STS=sangat tidak sesuai), 2
sholat, dan perasaan bergetar ketika (TS=tidak sesuai), 3 (R=ragu-ragu), 4
mendengar bacaan ayat-ayat suci (S=sesuai), dan tertinggi 5 (SS=sangat
Al-Qur’an. sesuai). Demikian pula sebailknya,
d. Aspek pengamalan/konsekuensial, pada butir-butir unfavorable, nilai teren-
merupakan konsekuensi-konse- dah 1, (SS=sangat sesuai), 2 (S=sesuai),
kuensi duniawi daripada keyakin- 3 (R=ragu-ragu), 4 (TS=tidak sesuai),
an, tindakan pengalaman dan dan tertinggi 5 (STS=sangat tidak
pengetahuan keagamaan individu, sesuai). Bentuk Subskala Religiusitas II
yang meliputi apa yang harus dila- mengacu pada penilaian 1 dan 0, nilai 1
kukan dan bagaimana sikap yang (sesuai dengan kunci jawaban), dan 0
harus dipegang individu sebagai (tidak sesuai dengan kunci jawaban).
konsekuensi daripada agama yang Berdasarkan hasil uji coba yang dilaku-
dianutnya. Disamping itu konse- kan pada penelitian ini terhadap maha-
kuensi ini juga memberikan kerang- siswa Fakulas ”X” UGM (N=37 orang)
ka acuan untuk mempelajari dan menunjukkan bahwa reliabilitas alpha
menafsirkan agama yang dianut. Skala Religiusitas I pada aspek
Dalam agama Islam aspek itu berisi keimanan sebesar 0,758, aspek ibadah
tentang amalan-amalan yang ba- 0,781, aspek penghayatan 0,610, dan
nyak berhubungan dengan orang aspek pengamalan 0,584. sedangkan
lain atau alam semesta seperti, koefisien reliabilitas alpha Skala Reli-
menolong, mudah memaafkan, dan giusitas II (aspek keilmuan) sebesar
menjaga lingkungan. 0, 818.
e. Aspek keilmuan/intelektual, adalah Pada Skala Religiusitas, skor subjek
pengetahuan dan pemahaman ten- tidak berasal hanya dari satu sumber
tang ajaran-ajaran dasar agama dan saja melainkan ditentukan oleh ga-
JURNAL PSIKOLOGI 53
UTAMI
bungan dari beberapa skor yang sayang saudara seiman dan alim
komponennya berbeda, yaitu gabung- ulama.
an skor Skala Religiusitas I (aspek g. Religious helping: usaha untuk me-
keimanan, ibadah, penghayatan, dan ningkatkan dukungan spiritual dan
pengamalan) dan skor Skala Religiu- kenyamanan pada sesama.
sitas II (aspek keilmuan), sehingga
h. Religious forgiving: mencari perto-
perlu dilakukan uji reliabilitas skor
longan agama dengan membiarkan
komposit. Hasil analisis reliabilitas
pergi setiap kemarahan, rasa sakit
komposit Skala Religiusitas menun-
dan ketakutan yang berkaitan
jukkan koefisien sebesar 0,899.
dengan sakit hati.
3. Skala Koping Religius.
Subskala Koping Religius Negatif
Skala Koping Religius ini terdiri dari terdiri dari 14 butir, aspeknya yaitu:
dua subskala, yaitu: (1) Subskala Ko-
a. Punishing God reappraisal: meng-
ping Religius Positif untuk mengukur
gambarkan kembali stressor sebagai
koping religius positif dan (2) Subskala
sebuah hukuman dari Allah atas
Koping Religius Negatif untuk meng-
dosa-dosa yang telah dilakukan
ukur koping religius negatif maha-
oleh individu.
siswa. Skala ini disusun oleh penulis
dengan mendasarkan pada aspek-apek b. Demonic reappraisal: menggambar-
koping religius yang dikemukakan kan kembali stressor sebagai sebuah
oleh Pargament et al., (2001). Subskala tindakan yang dilakukan oleh
Koping Religius Positif terdiri dari 27 kekuatan jahat/setan.
butir, aspeknya yaitu: c. Reappraisal of God's powers: meng-
a. Benevolent religious reappraisal: gambarkan kekuatan Allah untuk
menggambarkan kembali stresor mempengaruhi situasi stres.
melalui agama secara baik dan d. Self-directing religius coping: mencari
menguntungkan. kontrol melalui inisiatif individu
b. Collaborative religious coping: men- dibandingkan meminta bantuan
cari kontrol melalui hubungan pada Tuhan.
kerjasama dengan Allah dalam e. Spiritual discontent: ekspresi kece-
pemecahan masalah. masan dan ketidakpuasan terha-
c. Seeking spiritual support: mencari dap Tuhan.
kenyamanan dan keamanan mela- f. Interpersonal religious discontent:
lui cinta dan kasih sayang Allah. ekspresi kecemasan dan ketidak-
d. Religious purification: mencari pem- puasan terhadap alim ulama atau-
bersihan spiritual melalui amalan pun saudara seiman.
religius. Bentuk Skala Koping Religius ini
e. Spiritual connection: mencari rasa mengacu pada metode skala, dengan 5
keterhubungan dengan kekuatan alternatif nilai, rentang nilai bergerak
transenden. dari 1–5. Nilai terendah 1 (STS=sangat
f. Seeking support from clergy or mem- tidak sesuai), 2 (TS=tidak sesuai), 3
bers: mencari kenyamanan dan (R=ragu-ragu), 4 (S=sesuai), dan ter-
keamanan melalui cinta dan kasih tinggi 5 (SS=sangat sesuai). Berdasar-
kan hasil uji coba pada penelitian ini
54 JURNAL PSIKOLOGI
RELIGIUSITAS, KOPING RELIGIUS, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF
JURNAL PSIKOLOGI 55
UTAMI
56 JURNAL PSIKOLOGI
RELIGIUSITAS, KOPING RELIGIUS, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF
JURNAL PSIKOLOGI 57
UTAMI
58 JURNAL PSIKOLOGI
RELIGIUSITAS, KOPING RELIGIUS, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF
Square), yang berarti 14,9% variansi kese- nya=1,761%, sedangkan dalam kehidupan-
jahteraan subjektif dalam kehidupan per- nya di kampus=0,714%.
sonalnya yang dimiliki mahasiswa dalam Hasil penelitian tersebut sesuai de-
penelitian ini dipengaruhi oleh religiusi- ngan penelitian yang dilakukan oleh
tas, koping religius positif, dan koping Lewis et al., (1997, dalam Lewis, 2002)
religius negatif, sedangkan 85,1% dipenga- pada mahasiswa Northern Irish bahwa
ruhi oleh variabel lain. Sumbangan efektif tidak ada hubungan antara religiusitas
variabel religiusitas terhadap kesejahtera- (diukur dengan Francis Scale of Attitude
an subjektif mahasiswa dalam kehidupan toward Christianity) dengan kebahagiaan
personalnya=1,761%, sedangkan koping (diukur dengan Deppression Happiness
religius positif=7,246% dan koping religius Scale). Selain itu juga penelitian yang
negatif=5,926%. dilakukan oleh Lewis, Maltby dan
Berdasarkan hasil analisis data de- Burkinshaw (2000) pada pendeta
ngan teknik korelasi product moment yang Anglican, dan penelitian Lewis (2002)
dilakukan dalam penelitian ini menun- pada mahasiswa University of Ulster yang
jukkan bahwa tidak ada hubungan antara menunjukkan tidak adanya hubungan
religiusitas dengan kesejahteraan subjektif antara religiusitas dan kebahagiaan
pada mahasiswa dalam kehidupannya di dengan menggunakan kehadiran ke gereja
kampus (r=0,109; p>0,05), tetapi religiusitas untuk mengukur religiusitas, dan
berhubungan dengan kesejahteraan sub- Depression Happiness Scale untuk mengu-
jektif pada mahasiswa dalam kehidupan kur kebahagiaan. Tidak adanya hubungan
personalnya (r=0,167; p<0,05). Hal ini berarti antara religiusitas dengan kesejahteraan
semakin tinggi religiusitas belum tentu subjektif dalam penelitian tersebut dan
diikuti dengan tingginya kesejahteraan dalam penelitian ini mungkin karena skala
subjektif mahasiswa dalam kehidupannya religiusitas yang dipakai mengukur aspek
di kampus, tetapi semakin tinggi religiusitas agama secara luas sebagai fenomena yang
maka semakin tinggi kesejahteraan subjektif melibatkan orientasi secara umum, keya-
mahasiswa dalam kehidupan personalnya. kinan, dan praktek, misalnya mengukur
Meskipun religiusitas berhubungan de- frekuensi berdoa, pengetahuan agama,
ngan kesejahteraan subjektif pada maha- penghayatan, dan pengamalan agama.
siswa dalam kehidupan personalnya, Berbeda dengan variabel religiusitas
namun sumbangan efektif variabel reli- yang tidak memiliki hubungan dengan
giusitas terhadap kesejahteraan subjektif kesejahteraan subjektif mahasiswa, meng-
mahasiswa dalam kehidupan personalnya gunakan teknik korelasi product moment
hanya 2,78%. Bahkan apabila dilihat peran dalam menganalisis datanya dapat dike-
prediktor secara sendiri-sendiri terhadap tahui bahwa variabel koping religius posi-
kriteria, memang variabel religiusitas tif memiliki hubungan yang positif dengan
tidak memiliki peran sebagai prediktor kesejahteraan subjektif mahasiswa, baik
terhadap kesejahteraan subjektif pada dalam kehidupannya di kampus maupun
mahasiswa dalam kehidupan personalnya kehidupan personalnya. Berdasarkan hasil
(Beta=0,068; p>0,05), demikian pula pada analisis data tersebut menunjukkan koe-
kehidupannya di kampus (Beta=0,040; fisien korelasi antara koping religius posi-
p>0,05). Sumbangan efektif variabel reli- tif dengan kesejahteraan subjektif pada
giusitas terhadap kesejahteraan subjektif mahasiswa dalam kehidupannya di kam-
mahasiswa dalam kehidupan personal- pus sebesar r=0,276 (p<0,01), sedangkan
JURNAL PSIKOLOGI 59
UTAMI
koefisien korelasi antara koping religius ini, penggunaan koping religius positif
positif dengan kesejahteraan subjektif mampu menjelaskan pengaruhnya terha-
pada mahasiswa dalam kehidupan perso- dap mahasiswa dalam menghadapi situasi
nalnya sebesar r=0,354 (p<0,01). Sumbang- yang tidak menyenangkan dalam kehi-
an efektif koping religius positif terhadap dupan personalnya, misalnya hal-hal yang
kesejahteraan subjektif pada mahasiswa berkaitan dengan makanan, tempat ting-
dalam kehidupannya di kampus sebesar gal, kesehatan, pekerjaan, pendidikan,
7,6% dan dalam kehidupan personalnya keamanan fisik, hubungan dengan teman-
12,53%. teman, pacar, dan komunitasnya.
Apabila dilihat peran prediktor secara Berbeda dengan variabel religiusitas
sendiri-sendiri terhadap kriteria, maka yang tidak memiliki hubungan dengan
variabel koping religius positif tidak kesejahteraan subjektif mahasiswa, meng-
memiliki peran sebagai prediktor terhadap gunakan teknik korelasi product moment
kesejahteraan subjektif mahasiswa dalam dalam menganalisis datanya dapat diketa-
kehidupannya di kampus (Beta=0,280; hui bahwa variabel koping religius negatif
p>0,05). Hal ini berarti tinggi rendahnya memiliki hubungan yang negatif dengan
koping religius positif tidak diikuti kesejahteraan subjektif mahasiswa, baik
dengan tinggi rendahnya kesejahteraan dalam kehidupannya di kampus maupun
subjektif pada mahasiswa dalam kehi- kehidupan personalnya. Berdasarkan hasil
dupannya di kampus. Dalam konteks ini, analisis data tersebut menunjukkan koe-
penggunaan koping religius positif tidak fisien korelasi negatif antara koping reli-
dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap gius negatif dengan kesejahteraan subjek-
mahasiswa dalam menghadapi situasi tif pada mahasiswa dalam kehidupannya
yang tidak menyenangkan khususnya di kampus sebesar r=-0,268 (p<0,01), demi-
dalam hubungannya dengan masalah- kian pula koefisien korelasi negatif antara
masalah yang berkaitan dengan kehidup- koping religius negatif dengan kesejah-
annya di kampus, misalnya dalam hu- teraan subjektif pada mahasiswa dalam
bungannya dengan situasi kehidupan di kehidupan personalnya sebesar r=-0,318
kampus, transportasi dan parkir di (p<0,01). Sumbangan efektif koping reli-
kampus, teman-teman baru yang dipunyai gius negatif terhadap kesejahteraan sub-
di kampus, dukungan keluarga saat di jektif pada mahasiswa dalam kehidupan-
kampus, dan dukungan teman-teman nya di kampus sebesar 7,18% dan dalam
lama di kampus. Namun demikian varia- kehidupan personalnya 10,11%.
bel koping religius positif memiliki peran Apabila dilihat peran prediktor secara
sebagai prediktor terhadap kesejahteraan sendiri-sendiri terhadap kriteria, maka
subjektif mahasiswa dalam kehidupan variabel koping religius negatif memiliki
personalnya (Beta=0,413; p<0,05). Sum- peran sebagai prediktor terhadap kesejah-
bangan efektif variabel koping religius teraan subjektif mahasiswa dalam kehi-
positif terhadap kesejahteraan subjektif dupannya di kampus (Beta=-0,336; p<0,05).
mahasiswa dalam kehidupan personal- Sumbangan efektif variabel koping
nya=7,246%. Hal ini berarti tinggi religius negatif terhadap kesejahteraan
rendahnya koping religius positif dapat subjektif mahasiswa dalam kehidupannya
diikuti dengan tinggi rendahnya kesejah- di kampus=4,682%. Hal ini berarti tinggi
teraan subjektif pada mahasiswa dalam rendahnya koping religius negatif diikuti
kehidupan personalnya. Dalam konteks dengan tinggi rendahnya kesejahteraan
60 JURNAL PSIKOLOGI
RELIGIUSITAS, KOPING RELIGIUS, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF
JURNAL PSIKOLOGI 61
UTAMI
2. Collaborative religious coping: mencari akan teman agar mereka dapat diberi
kontrol melalui hubungan kerjasama kekuatan Allah untuk mengatasi
dengan Allah dalam pemecahan ma- masalahnya.
salah. Ketika sedang menghadapi 8. Religious forgiving: mencari pertolongan
masalah individu mampu berusaha, agama dengan membiarkan pergi
berdoa, dan merasa mendapatkan setiap kemarahan, rasa sakit dan
bimbingan dari Allah. Mereka merasa ketakutan yang berkaitan dengan sakit
ditemani Allah saat menghadapi kesu- hati. Misalnya untuk mengurangi rasa
litan. marah, dan menghilangkan rasa takut
3. Seeking spiritual support: mencari kenya- berusaha mohon bimbingan dan mo-
manan dan keamanan melalui cinta hon pertolongan Allah. Dengan meng-
dan kasih sayang Allah. Ketika meng- ingat Allah mereka mudah ikhlas
hadapi musibah individu mengang- menerima kejadian yang tidak menye-
gapnya sebagai ujian karena ia disa- nangkan.
yang Allah. Ia akan berusaha ikhlas Jadi, dapat dikatakan bahwa mahasis-
dalam menghadapai cobaan. Ia juga wa dengan memiliki koping religius
akan berusaha mengingat Allah untuk positif yang tinggi, dapat ditunjukkan
menghilangkan ketakutan yang dirasa- dengan adanya kemampuan memberikan
kan. penilaian secara religius, memiliki tujuan
4. Religious purification: mencari pember- religius dalam koping, dan melakukan
sihan spiritual melalui amalan religius, aktivitas koping secara religius. Dalam
misalnya mengakui dosa-dosa yang konteks ini, mahasiswa dalam mengha-
telah diperbuat dan memohon ampun dapi situasi yang tidak menyenangkan,
kepada Allah. Untuk mengurangi do- mereka dapat memaknainya secara positif,
sanya, mereka perbanyak melakukan dan mampu ikhlas menerima kenyataan.
amal/kebaikan. Mereka mampu menenangkan emosi dan
5. Spiritual connection: mencari rasa keter- kecemasan yang ada dengan melakukan
hubungan dengan kekuatan transen- amalan religius, yakni dengan ibadah-
den. Misalnya adanya anggapan bah- ibadah baik wajib maupun sunnah, men-
wa segala sesuatu yang dialami sudah jauhi perbuatan-perbuatan maksiat dan
menjadi kehendak Allah. Dengan senantiasa mematuhi ajaran Allah. Mereka
melihat ciptaan Allah, mereka semakin akan mendekat kepada Allah, meminta
yakin bahwa Allah itu ada, dan merasa dukungan, pertolongan, dan kekuatan
doa-doanya dikabulkan Allah. kepada-Nya. sehingga mereka mampu
menahan amarah dan mengatasi kesedih-
6. Seeking support from clergy or members:
an yang muncul. Hal ini akan mening-
mencari kenyamanan dan keamanan
katkan kesejahteraan subjektif mereka.
melalui cinta dan kasih sayang saudara
Hasil penelitian ini sejalan dengan
seiman dan alim ulama, misalnya
penelitian Pargament, et al. (2001), setelah
ketika menghadapi cobaan individu
mengontrol variabel demografi, religius
akan mencari dukungan spiritual dari
secara global, dan stressor, menunjukkan
ustad.
bahwa koping religius positif berhu-
7. Religious helping: usaha untuk mening- bungan dengan afek positif yang lebih
katkan dukungan spiritual dan kenya- besar, dan juga berhubungan dengan
manan pada sesama, misalnya mendo- kepuasan religius yang lebih besar untuk
62 JURNAL PSIKOLOGI
RELIGIUSITAS, KOPING RELIGIUS, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF
JURNAL PSIKOLOGI 63
UTAMI
64 JURNAL PSIKOLOGI
RELIGIUSITAS, KOPING RELIGIUS, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF
Ellison, C.G., Gay, D.A., & Glass, T.A. O’ Connor, E. (2005). Student well-being: a
(1989). Does religious commitment dimension of subjective well-being?
contribute to individual life satis- School of Psychology: Burwood
faction? Social Forces, 68(1), 100-123. Campus. Diunduh dari http://acqol.
Ellison, C.G. (1990). Family ties, deakin.edu.au/theses/OConnor.pdf
friendship, and subjective well being Pargament K.I., Olsen, H., Reilly, B.,
among Black Americans. Journal of Falgout, K., Ensing, D.S., & Haitsma,
Marriage and Family, 52(2), 298 - 310. K.V. (1992). God help me (II): the
French, S., & Joseph, S. (1999). Religiosity relationship of religious orientations to
and its association with happiness, religious coping with negative life
purpose in life, and self actualization. events. Journal for the Scientific Study of
Mental Health, Religion and Culture, 2 Religion, 31(4), 504 – 513.
(2),117- 120. Pargament, K.I., Smith, B.W., Koenig,
Hackney, C.H., & Sanders, G.S. (2003). H.G., & Perez, L. (1998). Patterns of
Religiosity and mental health: meta- positive and negative religious coping
analysis of recent studies. Journal for with major life stressors. Journal for the
the Scientific Study of Religion, 42(1), 45- Scientific Study of Religion, 37, 710-724.
55. Pargament, K.I., Tarakeshwar, N., Ellison,
Hurlock, E.B. (2002). Psikologi perkembang- C.G., & Wulf, K.M. (2001). Religious
an, suatu pendekatan sepanjang rentang coping among the religious: the
kehidupan. Alih bahasa: Widyasinta. relationships between coping religious
Jakarta: Erlangga. and well being in a national sample of
presbyterian clergy, elders, and mem-
Kasberger, E.R. (2002). A correlation study
bers. Journal for the Scientific Study of
of post-divorce adjustment and reli-
Religion, 40(3), 497- 513.
gious coping strategies in young adult
of divorced families. Second Annual. Rammohan, A., Rao, K., & Subbakrishna,
Undergraduate Research Symposium D.K. (2002). Religoius coping and
CHARIS Institute of Wisconsin Lutheran psychological well-being in carers of
College. Milwaukee, WI 53226. April 27 relatives with schizophrenia. Acta Psy-
and 28 2002. chiatrica Scandinavica,105(5), 356–362.
Lewis, C.A., Maltby, J., & Burkinshaw, S. Reid, A. (2004). Gender and sources of
(2000). Religion and happiness: still no subjective well-being, Sex Roles, 51(11-
association. Journal of Beliefs & Values. 12), 617-629.
21(2), 233-236. Suhail, K., & Chaudhry, H.R. (2004).
Lewis, C.A. (2002). Church attendance and Predictors of subjective well-beng in
happiness among Northern Irish an eastern muslim culture. Journal of
undergraduate students: no asso- Social and Clinical Psychology. 23(3),
ciation. Pastoral Psychology, 50(3), 191- 359-376.
195. Subandi. (1988). Hubungan antara tingkat
Lewis, C.A., Maltby, J. & Day, L. (2005). religiusitas dengan kecemasan pada
Religious orientation, religious coping remaja. Laporan Penelitian. Fakultas
and happiness among UK adults. Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Personality and Individual Defferences, Utami, M.S. (2009). Keterlibatan dalam
38, 1193-1202. kegiatan dan kesejahteraan subjektif
JURNAL PSIKOLOGI 65
UTAMI
66 JURNAL PSIKOLOGI