Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Puja (15036028)
Narita (15036040)
Khairunnisa ( 150360
Frangki
Dosen Pembimbing :
JURUSAN KIMIA
2018
Penentuan Zat Warna Makanan pada Vitamin dengan Metoda RP-HPLC
A. Tujuan Percobaan
C. Dasar Teori
Istilah vitamin pertama kali digunakan pada tahun 1912 oleh Cashimir Funk di
Polandia. Dalam upaya menemukan zat di dalam dedak beras yang mampu
disebabkan oleh kekurangan suatu zat didalam makanan sehari-hari. Zat ini sangat
dibutuhkan untuk hidup ( vita ) dan mengandung unsur nitogen ( amine ), oleh sebab
itu diberi nama vitamine. Penelitian selanjutnya membuktikan bahwa ada beberapa
jenis vitaminyang ternyata tidak merupakan amine, oleh sebab itu istilah “ vitamine “
air disebut prakoenzim. Vitamin-vitamin ini dapat bergerak bebas didalam badan,
darah, dan limfa. Karena sifat kelarutannya, vitami yang laru dalam air mudah
rusak dalam pengolahan dan mudah hilang atau terlarut bersama air selama
pencucian bahan. Didalam tubuh vitamin ini tersimpan dalam jumah terbatas dan
kelebihan vitamin akan dikeluarkan atau diekskresikan melalui urin. Oleh karena
larut dalam lemak disebut alosterin. Setelah diserap dalam tubuh, vitamin akan
disimpan dalam jaringan-jaringan lemak, terutama hati. Karena sifatnya tidak larut
dalam air, vitamin-vitamin ini tidak dieksresikan. Akibatnya didalam tubuh dapat
disimpan dalam jumlah banyak, sehingga kemungkinan terjadinya toksitas jauh
mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi yang kuat. Sifat-sifat tersebut terutama
dalam cincin lakton. Bentuk vitamin C yang ada di alam terutama L-asam askorbat.
D-asam askorbat jarang terdapat di alam dan hanya memiliki 10% aktivitas vitamin C.
`Di dalam larutan, gugus hidroksil pada atom C sangat mudah terionisasi (pk1
= 64,04 pada 250C) dan memberikan nilai pH 2,5. Gugus hidroksil pada atom C 2
lebih tahan terhadap ionisasi dan mempunyai nilai pk2 = 11,4 struktur enediol pada
atom C 2 dan C 3 dari L-asam askorbat dapat dioksidasi menjadi gugus keto. Hasil
sama sekali. Asam askorbat pertama kali diusulkan penamaanyya oleh Szent Gyorgyi
merupakan kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190-
1920C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam.
Vitamin C sangat mudah larut dalam air (1 gram dapat larut sempurna dalam 3
ml air), sedikit larut dalam alkohol (1 gram larut dalam 50 ml alkohol absolut atau
100 ml gliserin) dan tidak larut dalam benzene, eter, kloroform, minyak dan
sejenisnya. Walaupun vitamin C stabil dalam bentuk kristal, tetapi mudah rusak atau
terdegradasi jika berada dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, logam-
HPLC telah menjadi metode analisis yang rutin dan bahkan preparatif pada berbagai
kecepatan migrasi sampel yang terdistribusi dalam dua fase yaituu fase diam dan fase
1. Detektor
Detektor adalah indera atau sensor penting untuk mendeteksi analit yang
gugus kromofor.
2. Memilih kolom, Fase diam atau kemasan
Fase diam dapat berupa zat permukaan padat yang berfungsi sebagai medium
yang menyerap atau permukaan zat cair yang terdapat pada sejenis zat padat.
Sebagian besar bahan penyerap yang digunakan adalah silika. Jika permukaan silika
tidak dimodifikasi dengan fase gerak dan linarut melalui ikatann hidrogen.
Kolom non-polar yang lazim digunakan pada hampir lebih dari 70%
konsumsi penelitian dengan HPLC adalah fase terbalik dengan spesifikasi fase
terikat (bonded phase) jenis C18. Metode kromatografi fase terbalik berarti bahwa
polaritas fase diam lebih rendah dari pada polaritas fase gerak, sehingga pada
pemisahan solut yang lebih polar akan terelusi lebih awal dibanding solut yang
kurang polar.
3. Pemilihan Fase Gerak
Pemilihan fase gerak yang terpenting adalah kepolaran campuran pelarut linier
diantara kepolaran pelarut murni. Pada HPLC pernyataan yang paling baik
yang dikenal sebagai k (faktor resensi). Harga k merupakan ukuran kualitatif berapa
banyak linarut ditahan oleh kolom. Instrumen HPLC juga terdiri atas unit injeksi
sampel (injektor) untuk penyuntikan sampel dan detektor. Gambar 2.1 merupakan
Ket : 1. Wadah pelarut, 2. Penyaring, 3. Pompa tekanan tinggi, 4. Pulser damper, 5. Katup pengalir, 6. Manometer, 7.
Prekolom, 8. Syringe injeksi, 9. Katup injeksi, 10. Kolom, 11. Oven termostat, 12. Detektor, 13. Rekorder, 14.
Pumpul fraksi
klasik, yaitu :
1. Cepat
2. Daya pisahnya baik
3. Kepekaan yang tinggi
4. Kolom dapat digunakan berkali-kali
5. Ideal untuk molekul besar dan ion
6. Mudah memperoleh kembali cuplikan ( Khopkar, 2003 ).
Pewarna
Sebagai salah satu bagian dari banyaknya bahan tambahan makanan yang dipakai
dalam makanan, pewarna patut menjadi obyek atau perhatian yang layak. Hal tersebut
oleh penampakannya terhadap produk yang akan dikonsumsi, dalam hal ini pewama
makanan pada jenis-jenis makanan yang kurang menarik. Pada masa kini pewama
seragam dan penerimaan produk tersebut oleh konsumen juga akan lebih
mantap.
Secara umum pewarna makanan dibagi menjadi pewarna alami dan pewarna
sintetis
1. Pewarna Alami
Bahan pewarna alami adalah zat warna yang diperoleh dari tumbuhan,
hewan dan dari sumber mineral lainnya. Pewarna alami yang banyak digunakan meliputi
antara lain : bahan pewarna alami kadang-kadang dapat mempengaruhi rasa dan bau,
digolongkan dalam beberapa kelas yaitu azo, triarylmethane, quinoline, xanthene dan
indigoid. Kelas azo merupakan pewarna sintetis yang banyak warnanya, mencakup
warna orange, kuning, merah, ungu, dan coklat. Kelas triarylmethane menckup arna
biru dan hijau. Kelas quinoline yaitu waran kuning kehijauan sedangkan xanthene
20 ppm
M1.VI = M2.V2
20 ppm.25 ml = 100 ppm. V2
V2 = 500ppm.ml/100 ppm
V2 = 5 ml larutan induk
Preparasi Sampel
1. Menimbang 50 mg sampel vitacimin
2. Melarutkan dalam ml dengan Aqua DM
3. Menentukan panjang gelombang maksimum menggunakan spektofotometri
DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A dan Underwood, A.L. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.
Ervan. 2014. Metode Analisis Vitamin. Makasar: Universitas Hasanuddin.