You are on page 1of 97
362.28 Ind PEDOMAN PELAYANAN GAWAT DARURAT CETAKAN KEDUA DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN MEDI DIREKTORAT RUMAH SAKIT KHUSUS DAN SWASTA 1995 SAMBUTAN Upaya pelayanan kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan bangsa kita sebagaimana di tunjukkan oleh berbagai indikator utama Kesehatan dan kwalitas manusia seperti menurunnya angka kematian, angka kelahiran, angka kesakitan dan perbaikan, gizi serta meningkanya umur harapan hidup. Namun demikian perubahan struktur demografi, perubahan lingkungan hidup dan sikap perilaku serta gaya hidup masyarakat kita telah membawa dampak lain berupa pergeseran pola penyakit dari penyakit infeksi dan malnutrisi ke arah penyakit kronik degeneratif dan non infeksi Meskipun penyakit infeksi masih menduduki urutan teratas dalam morbiditas umum di Indonesia, pada dekade terakhir ini data-data yang dihimpun oleh Departemen Kesehatan RI menunjukkan bahwa dari tahun ketahun terdapat peningkatan yang berarti dari prevalensi penyakit non-infeksi yang sering menimbulkan keadaan gawat darural seperti penyakit kar- diovaskuler, akibat cedera atau kecelakaan, akibat keracunan dan lain-lain Data survei kesehatan rumah tangga tahun 1986 menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskuler dan cedera atau kecelakaan terutama kecelakaan lal Jintas telah sersakin menonjol sebagai penyebab kematian di Indonesia. Keadaan tersebut dlisertai dengan pertumbuhan penduduk serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan keschaton menyebabkan permintaan akan pelayanan gawat diarurat akan semakin by Buku pedoman ini menyajikan suate pola pelayanan gawat darurat yang diharapkan akan menjadi acuan bagi segenap pengelola rumah sakit maupun instans) pelayanain pra-rumah sakil untuk menghadapi tantangan masalah Kesehatan tersebut secara berhasil guna dan berdaya guna Saran dan keitik gina peayempurnaan buku pedoman ini sangat kami harapkan Jakarta, 1 Maret 1992 DIREKTUR JENDERAL PELAYANAN MEDIK, td Dr, BROTO WASISTO, MPH PENGANTAR Departemen Kesehatan RI dalam REVELITA ~ V telah memprioritaskan Pengembangan Program Upaya Keschaton Rujukan. Tyjuan Program Upaya Kesehatan Rujukan adalah peningkatan mutu, cokupan dan efisiensi pelayanan rujukan medik dan rujukan kesehy Salah satu upaya Kesehatan rujukan yang mendapat prioritas untuk dikembangkan adalah peningkatan upaya penangeilangan penderita gawat lararat baik dalam keadaan schari-hari (daily routine), maupun dalam keadaan bencana. Pengembangan penanggulangan penderita gawat darurat dimaksudkan agar tercapainya suatu pelayanan yang optimal, terarah dan lerpadu bagi setiap anggota masyarakat yang dalam keadaan gawat darurat sebagai akibat musibah berupa kecelakaan, bencana maupun penyakit yang diderita secara mendadak. Sasaran upaya pelayanan gawat darurat adalah pengembangan sistim penanggulangan penderita gawat darurat disemua tingkat pelayanan. agar mampu menunjang "primary health care Peningkatan dan pengembangan sistim penanggulangan penderita gawat darurat menitik beratkan pada daa sasaran yait 1, Peningkaton kemampuan pelayanan gawat darurat melalui kategorisasi unit, gawat darurat rumah sakit Peningkalan himysi intra stuktur meliputi a Bidang manajemen “Penetapan petaturan, standar pelayanan, pedoman penang: gulangan penderita gawat darurat: Peningkatan kemampuan perencanaan upaya penanggulangan penderita gawat darurat; Peninghatan kemampuan pengorganisasian penanggulangan penderity gawat darurat, b. Bidang pengembangan sistiny inlormas Ir serta analisa date penderita gawat alan dan pengembangan sistim peneatatan dan pelaporan larurat Dengan semakin meningkatnya punlah penderita gawat darurat, maka diperlokan peningk.itan pelavanan gawat darurat baik yang diselenggarakan di tempat kejadian, Sehiys perjalanan ko ramiaty sakit mauptn di rumah sakit Buku pedoman ini dimaksudkan agar upaya penanggulangan penderita gawat darurat baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta dapat memperoleh petunjuk yang cukup jelas dalam merencanakan dan menyelenggarakan pelayanan gawat darurat. Sebagai pedoman semoga buku ini bermanfaat bagi pengembangan pelayanan gawat darurat Jakarta, 1 Maret 1992 KEPALA DIREKTORAT RS KHUSUS DAN SWASTA, tid Dr. SOEMARJA ANIROEN. MHA NIP. 140028924 PENGANTAR Program Kesehatan Rujukan dan Rumah Sakit Departemen Kesehatan RI pada Repelita VI disusun sebagai kelanjutan dari program Repelita V, Salah satu kegiatan yang terus mendapat perhatian untuk dikembangkan dalam Repelita VI adalah Peningkatan Pelayanan Gawat Darurat Upaya peningkatan pelayanan gawat darurat ini terutama ditujukan untuk menunjang pelayanan Kesehatan dasar sehingga terdapat rujukan berjenjang antara Puskesmas dan Rumah Sakit dalam menanggulangi penderita gawat clarurat Untuk memberi arahan pada upaya penanggulangan penderita gawat darurat pada tahun 1992 Departemen Kesehatan RI telah menerbitkan buku pedoman pelayanan gawat darurat. Buku pedoman tersebut pada tahun 195, ini mengalami cetak lang disertai perbaikaa-perbaikan seperlunya dan tambahan materi yang diperlukan Kiranya buku pedoman ini dapat memenuhi kebutuhan para pemakai guna meningkatkan muti penanggulangan penderita gawat darurat secara konseptual dan sistematis. dakarta DEPARTEMEN KESEHATAN R.t. DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN MEDIK Gnd JAKARTA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIX TNDONESTA NOMOR 7 O7O1/YAN MEO/RSKS/GOE/VII/199" Tentans PEOOMAN PELAYANAN GAWAT DARURAT ENTER KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Dalwa pembangunan diseaala bidang oada umumya dan Benyelenggaraan pelayanan kecahatan secars eariourna pada khususnya, disanoing telan Peninghatkan kesejasteraan masyarakat, telah pula ‘menyebadkan perubanan pola penyakit.dimana,tensan teriadi vergeseran pola oenvakit dart penyanit- genyakit' infeks) keoada penyakit-penyakit, non infeka! seperti penyanit kardiovaskulers Geuerneratit, cedera akidat kecelakaan, Keganasay Keracunan dan tain-tain . beiwn sebagai akibar dar) perubahan pola penyakse Bersebut telah terjadi taniskan. anghs hesakitan mauoun hematian akioat kedaruratan medik balk Salsa keadaan senari-hari mavoun dalam keagaan miciban mega pengetanuan dan Eeknologi dibidang pelayanan Kesehatan khususnya untuk penanagulangan penuerita savat darurat. maka sanantiasa, ciperlukan Benyesuatan yang tecat terhadap parkenbangan Eergebue: ©. bahwa dengan somakin meningkataya kesadaran masyarakat akan hebutunan palayanan Kesehatan yang, Tepin baik, maka dipasgang porlu untuk secars ferus-menérus momparbaik? dan maningkathan polayanan Kesehatan ©. bahwa dalam rangka memantapkan pelaksanaan program woaya Kesehatan rujuken molalul veningkatan, mitun Knususnya dalam uoaya Benangaulangan pender ita gevet” darurat diperiukan adanya, suate Standargisaci pedoman pelayanan yang bersifat Ungang-undang Nomor $ tahun 1960 tentang Pokok- ookok Kesehatan DEPARTEMEN KESEHATAN Rt DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN MEDIK ri JAMARTA “Tap: SzOns04 25-98 zo1006 06 Pe “Son YUN, Rana Seid Blok XS Kav. No, A~ 9 ohare Ste 1984 tentang lesiden RI Nomor 15 tahun feast Departene: a. KeputusanHenteri Kesehatan RI Nomor EePiieanec/sk/o tentang Susunan Organisesi dan Jove kerja Departenen Kesehatan RI: haten Rujukan REPELITA V 4, Program Upaya Kese! Nayanan Medik, Apri? 1969: Direktorat Jenderal Pel 5. surat Edaran Oirektur Jenderal Pelayanan Medi SUESE Soai/van-mec/RSKS/85 tanggal 25 Hei 1905 tentang Pelayanan Gawat, Darurat: HEMUTUSKAN Menetapkan Henetnokan: revici Buku Pedoman Pengembangan Pelayanan Unit Reeee Barorat Rumah Sakit dan Sistim Penanssulangay fewer cita Gawat Darurat yang diterbitkan olen Direktur Jenderal Pelayanan Kese Kesehatan RI, tanggal 22 Juni 1982. kedua—«: Rovisi _pedoman dimaksud menyangkut sistin Rexangoulangan Penderita Gawat Darurat can petuniuk penangeuundard pelayanan yang herus dimiiiki oleh tekni® Giver Darurat. Rumah Sakit, termesuk Poiingguiangan Penderita Gawat Darurat Pra Rumah sakie. Ketiga patam rangka revisi buku pedoman tersobut pen ly cetemeuk Repanitiaan dengan susunen sebaga’ berikut = Penasehat : Dr.Broto Wasi: 1, Dr. Soemarja Aniroen, MHA tka Die RS Khusus. dan’ Swasta) 2. Dre Boedihartono, HHA (ka Dit RS UM DIK Abdul Radjak (Ke Sub Dit Yan GOE) sto.MPH (Oi Jen Yan Negi) Pengarah Ketua : ork Sekretarie : Or. Petrus Maturbongs (Dit RSKS) br. Taba? Mustafa (PKGOI) Dr. Aryono B. Pusponegoro (TKABT) Dr. Hermansyue K CIGD RSCH) Dr. Bague Mulyadi (Ot RS UMOTK) Pr, Rario Untoro (Dir RS Dekas!) Dr, Naryad’ (Dir RS Pasar Redo) Dra. ‘Suebandyah (Dit RSKS) Dr. Abdul Letief, DSA. (RSCH) Dr, Tee Darmawan'T. MPH (Dit, RSKS) Angoota viii aw DEPARTEMEN KESEHATAN Rut. DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN MEDIK y JAKARTA Tap. 5201594-95 8 asin Sid Bok HS Ky, No.4 —9 karts Stata 5201005 96 Pre. Keompat : Biaya revist Buku Pedoman tersebut dibebanken keoada Proyek Pengembangan Rumah Sakit Swasta dan Khusus Pusat Jakarta. Kelina = Hal-hal_ yang belun diatur dalam Keoutusan 19 diatur learn Tanjut akan berlaku paga tanggat Keonam Sufat Keovtusan ini mulal eliruan Gitetapkan daa apaeila ternyata ada Gikemudian hart akan diadakan oerbaikan, Ostetapkan di: Jakarta Pada tanggal = 22 Jul) 193) ROTO WASTSTO. MPH NIP. 140022724 Tembusan kepes Yt. 1. Bapak Monters Kesehatan RI di vakarta: 2] Sekretaris Jendaral Deo Kes RI di Jakarta: 3. Para Direktur Jenderal dilingkungan Dep Kes AT J Jakarta: 4) Ofrektur venderal Anggaran Dep Keuangan AI di Jakarta: 5) Kepala @adan Pemerikea Keuangas di Jakart: 6 7 Kepala KPN TIT di Jakarta: Pimpinan Proyek Pengembangan RS Swasta dan Khusus Pusat di dakar t 8. Yang bereanskutan untuk diketahuy gars to Sambutan Dirjen Yanmedik Pengantar Kadit RSKS DAFTAR ISI SK MENKES No. (71 /YAN MED/RSKS/GDE/VII/1991. Pendahuluan Pengertian Tentang Pedoman Pelayanan Gawat Darurat Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD)... Sistim penanggulangan penderita gawat darurat Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran 1 0 m wv v vi + Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor ; 0152/Yan. MED/RSKS/1987 ~ Ambulans udara Akreditasi Unit Gawat Darurat Rumah Sakit.. Sarana dan prasarana ICU... Resusitasi Jantung Para Cara mengukur Trauma Score vi 33 a 43 st 57 PENDAHULUAN Upaya Bangsa Indonesia untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, adalah meliputi kesehatan badaniah, rohaniah dan sosial dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat clan kelemahan. Kegiatan int harus bersifat meayeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh seluruh masyarakat, dan masyarakat perl aktif berperan setta, Segala upaya ini harus dilakukan secara merata kepada seluruh lapisan masyarakat dengan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan dengan biaya yang dapat dipikul oleh masyarakat dan negara, Upaya dalam bidang keschatan telah dijabarkan dalam Sistem Kesehatan Nasional yang pada hakekatnya adalah berupa pemikiran dasar yang memberi arah dan tujuan, bentuk serta sifat kesehatan sebagai kesatuan yang menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan sebagian bagian dari Pembangunan Nasional Berdasarkan hal tersebut di alas, maka Dasar-Dasar Pembangunan Kesehatan Nasional antara lain adalah A. Sema Warga Negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, agar dapat bekerja dan hidup layak sesuai dengan martabat manusia B._ Pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab dalam memelihara dan mempertinggi dlerajat kesehatan rakyat. CC. Penyelenggaraan upayakesehatan diaturoleh Pemerintah dan dilakukan secara serasi dan seimbang oleh Pemerintah dan masyarakat, serta dhlaksanakan terutama melalui upaya peningkatan daa pencegahan yang dilakukan secara terpadu dengan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilakukan. 1D. Sesuai dengan azas adil dan merata, hasil-hasil yang dicapai dalam pembangunan Kesehatan harus dapat dinikmati secara merata oleh seluruh penduduk. Usaha kesehatan diatasmencakup usaha peningkatan (promotif} pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Dalam upaya penyembuhan tercakup upaya penanggulangan penderita gawat darurat. Agar upaya pevanggulangan penderita gawat darurat dapat berfungsi dengan baik, Departemen Keschatan RI vg. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik peri mengadakan penataan pelavanan gawat darurat dengan menerbitkan suatu buku pecloman sebagai sumber informast PENGERTIAN A Pasien Gawat Darurat Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi ‘gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya. Pasien Gawat Tidak Darurat Pasien berada dalam keacaan awat tetapi tidak memerlukan tindakan rural, misalnya kanker stadium kanjut Pasien Darurat Tidak Gawat Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya, misainya luka sayat dangkal Pasien Tidak Gawat Tidak Dararat opium, TBC kulit, dan sebagainya Misainya pasien dengan uleu Kecelakaan (Accident) Suatu kejadian dimana terjadi interaksiberbagai faktor yang datangnya mendadak, tidak dikehendaki sehingga menimbulkan cedera (tsik, mental, sosial) Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut 1. Tempat kejadian: a. kecelakaan lalu lintas; 1b. kecelakaan di lingkungan rumah tangga; © kecelakaan di lingkungan pekerjaan; dd. kecelakaan di sekolah; © _kecelakaan di tempat-tempat umum lain seperti halnya : tempat rekreasi, petbelanjaan, di arena olah raga, dan lain-lain, Mekanisme kejadian: Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing, tersengat, terbakar baik karena efek kimia, fisik maupun listrik atau radiasi, Waktu kejadian: a. waktu perjalanan (traveling/transport time); b.waktu bekeria, waktu sekolah, waktu bermain dan lair-lain. Cedera Masalah kesehatan yang diddapat/dialami sebagai akibat kecelakaan, Beneana Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan atau. rmanusia yangmengakibatkan korbandan penderitoan manusia, kerugin harta benda, kerusakan fingkuangan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan ganygguan terhadap tata kehidapan dan ppenghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerluka periolonggan dan hantae UL. PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT (PPGD) A. Tujuan 1. Mencegah kematian dan cacat (to ave lifeand limb) pada penderita ‘gawat darurat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya. 2, Merujuk penderita yawat darurat melalui sistim rujukan untuk memperolch penanganan yang, lebih memadai 3. Menanggulangi korban bencana Prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat i kerusakan atau i yaitu: Kematian dapat terjadi bila seseorang mengala kegagalan dari salah satu sistim/organ di bawah i 1. susunan saraf pusat 2 pemapasan 3. kardiovaskuler 4. hati 5. ginjal 6. pancreas Kegagalan (kerusakan) sistim /organ tersebut dapat disebabkan oleh tauma/cedera infeksi keracunan (poisoning) degenerasi (failure) asfiksi kehilangan cairan dan elektcolit dalam janlah besar (excessive loss of wafer and electrolite) 7. sdan lain-lain Kegagalan sistim susunan saraf pusat, kardiovaskuler, pernapasan dan hipoglikemia dapat menyobabkan kematian dalam waktu singkat (4-6 menit), sedangkan kegagalan sistim/ organ yang laindapat menyebabkan ematian dalam waktu yang lebih lama Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh: 1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat Kecepatan meminta pertolongan. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan a). ditempat kejadian, 5). dalam perjalanan ke rumah sakit, ©) pertolongan selanjutnya sevara mantap di Puskesmas atau ramab sakit. NW. SISTIM PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT A. TUJUAN Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi setiap anggota masyarakat yang, berada dalam keadaan, gawat darurat. Upaya pelayanan kesehatan paca penderita gawatdarurat padadasarnya mencakup suatu rangkaian kegiatan yang harus dikembangkan, sedemikian rupa sehingga mampu mencegah keratian atau cacat yang mungkin terjadi Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi 1. Penanggulangan penderita di tempat kejadian, 2. Transportasipenderita gawatdarurat dari tempat kejadian kesarana kesehatan yang lebih memadai 3. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan anggulangan penderita gawat darurat, ujukan ilmu pengetahuan, pasien dan tenaga ahli pa 4. Upaya Upaya penanggulangan penderita gawatdaruratdi tempat rujukan (Onit Gawat Darurat dan ICU). 6. Upaya pembiayaan penderita gawat darurat. Dengan memahami bahwa penanggulangan penderita gawat darurat ‘menyangkut baik aspek medik maupun non medik dan keadaan gawat darurat dapat terjadi pada siapa saja, kapan saja dan dimana saja, maka agar upaya penanggulangan penderita gawat darurat tersebut dapat terarah dan terpadu perlu dilaksanakan dengan cara pendekatan sistim. slangan penderita gawat Dengan cara pendekatan sistim, penang; darurat dapat dikembangkan seoptimal mungkin. B. _KOMPONENSISTIM PENANG DARURAT 1. KOMPONEN PRA RUMAH SAKIT (LUAR RS). a. Upaya Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Orang ‘Awam dan Petugas Kesehatan (SUB-SISTIMKETENAGAAN) Pada umumnya yang perlama menemukan penderita gawat darurat di tempat musibah adalah masyarakat yang dikenal dengan istilah eraig aan, Oleh karena itu, sangatlah ber- manfaat sekalibila orang awam diberi dan dilatih pengetahuan igulangan penderita gawat dan keterampilan dalam pen: laruarat 1). Klasifikasi orang awam Ditinjau dari sg) peranan dalam masyorakat orang awant Fibagi 2 faa) gokonyin SULANGAN PENDERITA GAWAT a). Golongan awam biasa antara lain (). gunegure 2). pelajar (3). pengemudi kendaraan bermotor @). ibu-ibu rumah tangga 6). petugas hotel, restoran dan lain-lain. b)._Golongan awam khusus antara Jain (1). anggota polisi 2). petugas Dinas Pemadam Kebakaran (3). satpam/hansip (4). petugas DLLAJR (6). petugas SAR (earch and Rescue) (6). anggota pramuka (PMR) Kemampuan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (Basic Life Support) yang, harus dimiliki oleh orang awam. (). cara meminta pertolongan (2), resusitasi kardiopulmuner sederhana ©). cara menghentikan perdarahan (4), cara memasang balut /bidai (5). cara transportasi penderita gawat darurat Anak-anak lebih mudah menerima pelajaran penanggulangan penderita gawat daruzal, terutama kalau dimasukkan dalam kurikulum pendidikan Anak-anak akan menjadi dewasa dan pengetahuan ini akan tetap dimilikinya Kemampuan yang harus dimiliki oleh orang awam Khusus antara lain (1). Kemampuan penanggulangan penderita gawat darurat seperti orang awarn (Basic Life Support) ditambah (2). Kemampuan menanggulangi keadaan gawat darurat sesuai bidang pekerjaannya. 2). ‘Tenaga perawat/paramedis Di samping pengetahuan dasar keperawatan yang telah dimiliki oleh perawat, mereka harusmemperoleh tambahan Pengetahauan penanggulangan penderita gawat darurat (Advance Life Support) termasuk PHTLS dan PHCLS: untuk melanjutkan pertolongan yang stdah diberikan, Kemampuan PPGD yang harus dimiliki tenagaparamedik adalah a). by °. a), @. 0, 8). Untuk sistim permapasan (1). mengenal adanya sumbatan jalan napas 2). membebaskan jalan napas (oropharyngeal air way) sampai dengan intubasi endotracheal (9). memberikan napas buatan (a). pernapasan mulut ke mulat ()). dengan resusitator manual dan otomatik (4), melakukain resusitasi kardiopulmuner Untuk sistim sirkulasi (jantung) (2). mengenal aritmia jantung, shok, infark jantung, 2). memberi pertolongan pertama pada aritmia, infark jantung, (3). membuat rekaman jantung (EKG) Untuk sistim vaskuler (2). menghentikan perdarahan (2). memasang infus/transfusi (3). merawat infus-infus CVP Untuk sistim saraf (D. mengenal koma dan memberi pertolongan pertama (2), memberikan pertolongan pertama pada trauma kepala (9). mengenal stroke dan memberi pertolongan pertama Kemampuan a) +b) +.) + d) dalam penanggulangan pra rumah sakit yaitu Pre Hospital Trauma Support (PHTLS) dan Pre Hospital Cardiac Life Support (PHCLS) Untuk sistim imunologi (2). mengenal renjatan/shock anafilaksis @), momberikan pertolongan pertama pada shock Untuk sistin gastro intestional (1), mampu merawat/mempersiapkan operasi pada penderita dengan akut abdomen. Untuk sistim skeletal (1). mengenal patah tulang (2). mampu memasang bidai @) mampumentransportasipenderita denygan patah ttifong, ftungkai dan tufang punggrungs) 3) hy. Untuk sistim kulit (). memberikan pertolongan pertama pada Inka (2). memberikan pertolongan pada luka bakar 4). Untuk sistim reproduksi (1). mampu melayani persalinan 2). memberikan pertolongan pertama pada keadaan darurat obstetri-ginekologi j} Untuk Parmakologi/ Toksikologi (2). mampu memberikan pertolongan pertama pada keracunan 2). mampu memberikan pertolongan pertama pada penyalahgunaan obat (3). mampu memberikan pertolongan pertama pada gigitan binatang ¥). Untuk Organisasi (1), mengetahui sistim penanggulangan penderita sgawat darurat 2). mengetahui sistim penanggulangan korban bencana di rumah sakit dan kota tempat bekerja ‘Tenaga Medis (Dokter Umum) Disamping pengetahuanmedis yang telah dikunsai, <> BAKORNAS PUSAT DPK <—> RADIO AMATIR KOMUNIK AST PMI <> ABRIL Pusat AMBULANS RUMAH. SAKIT Agar rakasia medis setiap penderita tetap terjamin, maka tenaga untuk keperiuan komunikasi seyogianya adalah tenaga medis atau paramedis perawatan yang telah dididik dalam bidang penang- gulangan penderita gawat darurat bidang komunikasi, 2, KOMPONEN INTRA RUMAH SAKIT (DALAM RS) a. Upaya Pelayanan Penderita Gawat Darurat di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit (SUB-SISTIM PELAYANAN GAWAT DARURAT) Seringkali Puskesmas berperan sebagai pos terdepan dalam menanggulanggi pencerita sebelum memperoleh penanganan yang memadai di rumah sakit Oleh karena itu Poskesmas dalam wilayah kerja tertenta harus buka 24 jam dan mampu dalam hal u 1. Melakukan resusitasi dan “life support 2), Melakukan rujukan penderita-penderita gawat darurat sesuai dengan kemampuan 3), Menampung dan menanggulangi korban bencana 4), Melakukan komunikasi dengan pusat komunikasi dan rumah sakit rujukan, 5), Menanggulangi “false emergency” baik medikal dan surgikal (bedah minor) Puskesmas tersebut harus dilengkapi dengan 1), Laboratorium untuk menunjang diagnostik Seperti: Hb, Ht, loukesit, urine dan gula darah. Tenaga :t dokter umum dan paramedis (2-3 orang paramedis yang sudah mendapat pendidikan tertentu dalam PPGD). Rumah Sakit merupakan terminal terakbir dalam menanggulangi penderita gawat darurat, Oleh Karena itu fasilitas rumah sakit, khususnya unit gawat darurat harus dilengkapi seclemikian rupa schingga mampu menanggulangi penderita gawat darurat ("to save life and limb") Unit Gawat Darurat-_merupakan salah satu unit_di rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada penderita gawat darurat dan merupakan bagian dari rangkaian upaya penanggulangan penderita gawat darurat yang perl diorganisir. Tidak semua rumah sakit harus mempunyai bagian gawat darurat yang lengkap dengan tenaga memadai dan peratatan canggih, karena dengan demikian akan terjadi penghamburan dana dan sarana. Oleh karena itu pengembangan unit gawat darurat harus memperhatikan 2 (dua) aspek yaitu 1), Sistim rujukan penderita gawot darurat 2), Beban kerja rumahsakitdalammenanggulangi penderita gawat darurat Dengan memperhatikan keduaaspek terscbust, maka kategorisasi akreditasi) unit gawat darurat tidak selalu sestini dengan kelas ramah sakit yang bersangkutan Rumah Sakit tertentu dapat mengembangkan unit gawat darurat dengan kategorisasi yang, lebih ting atau lebih rendah dari kelas rumah sakittersebut Kategorisasi /akreditasi Unit Gawat Darurat (lihat fampiran 1) Pedoman Pengembangan Pelayanan Gawat Darurat di Rumah Sakit D. Tujuan Suatu Unit Gawat Dartrat (LIGD) harus iaampe memberikan pelayanan dengan kwvalitas tinggi pada masvarakat dengan problim meds akut. 2. interpretasi Harus mampu a). mencegah kematian dan cacat b). melakukan rujukan ©). menanggulangi Korban bencana Kriteria a). Unit Gawat Darurat harus buka 24 jam b). Unit Gawat Darurat juga harus melayani penderita-penderita “false emergency” tetapi tidak boleh mengganggu/mengurangi mutu pelayanan penderita-penderita Gawat Darurat ©). Unit Gawat Darurat sebaiknya hanya melakukan "primary care Sedangkan "definitive care” dilakukan di tempat lain dengan cara kerjasama yang baik ). Unit Gawat Darurat harus meningkatkan mutu personalia maupun masyarakatsekitamya dalam penanggulangan penderita gawat darurat. Interpretasi Mengadakan kursus-kursus untuk personalianya sendiri maupun penyuluhan kepada masyarakat dalam penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD) ©). Unit Gawat Darurat harus melakukan riset guna meningkatkan mutu/ kwalltas pelayanan kesehatan masyarakat sekitarnya Organisasi, Administrasi, Catatan Medis, Unit Gawat Darurat harus memenuhi kebutuhan masyarakat dalam Penanggulangan Penderita Gawat Darurat dan dikelola sedemikian rupa sehingga terjalin kerjasama yang harmonis dengan unit-unit dan instalasi instalasi lain dalam rumah sakit. Kriteria a}. Seorang petugas medis harus menjadi penanggung jawab Unit Gawat Darurat Interpretasi Petugas medis ini dapat seorang dokter ahli, dokter umum maupun perawat, tergantung pada klas rumah skit. Yang penting.falaby (). tertarik/mempunyai perhatian khusas dalam bidang kedokteran gawat darurat; (2). mempunyai kemampuan memimpin; dan ©). ia harusdibantu oleh perwakilan unit-unil lain yang; bokeria di Unit Gawat Darurat b). Harus ada senrang perawat/dokter yang menjadi penangpung. ja arian, ab dd). e). 6. 8): Interpretasi Ia bertanggung jawab atas muti pelayanan pada hari itu. Harus ada kerjasama yang saling menunjang antar Unit Gawat Darurat dengan (1). unit-unit dan instalasi-instalasi lain di ramah sakit (2). ambulans servis (tipe 118) (3). dokter-dokter yang berpraktek/tinggal di sekitarnya (4). puskesmas-puskesmas di sekitarnya (5). dan instansi kesehatan lainnya Harus mempunyai peranan inti dalam {1). "Disaster planning” rumah sakit maupun kota dimana dia berada (2). Penanggulangan Penderita Gawat Darurat di Rumah Sakitnya sendiri dilengkapi dengan Unit Perawatan Intensip (ICU) Semua personalia Unit Gawat Darurat mengenal dan menghayati sistim Penangeulangan Penderita Gawat Darurat di unitnya maupun Penanggulangan Penderita Gawat Darurat Nasional Interpretasi : Semua petugas baik medis maupun paramedis harus selalu mem- pethatikan (1). sopan santun (2). hak dan rahasia medis penderita (3). waktu menunggu tindakan medis (4)- kebutuhan rohani penderita (5). kerjasama dan disiplin kerja mempunyai prioritas yang tinggi Semua penderita yang masuk ke Unit Gawat Darurat harus jelas identitasnya. Interpretasi (1). Biodata dan kelengkapan administr (2). Catatan medis yang baik (3). Kalau penderita tak dikenal/tak ada keluarga yang mengantar harus diusahakan semaksimum mungkin untuk mencari dan menghubungi keluarga. Semua penderita yang datang ke Unit Gawat Darurat harus melalui “Triage Officer” Interpretasi Triage adalah sistem (1). Seleksi problim seorang penderita (dalam keadaan sehari-hari) (2). Seleksi penderita (dalam keadaan bencana) Triage dilakukan oleh orang yang paling berpengalaman dan harus dapat menentukan organ mana terganggw dan dapat menyebabkan kematian dan menentukan penanggulangannya. Triage officer dapat seorang dokter abli, dokter umum ataupan perawat sestiai dengan ketas ‘tats kebijaksanaan rumah sakit hy. &. Unit Gawat Darusat atau Rumah Sakit dengan pelayanan terbatas harus mempunyai sistem rujukan yang jelas. Interpretasi Paskesmas dan rumah sakit kelas D yang hanya mampu melakukan resusitasi dan life support sementara, harus mempunyai komunikasi (telepon, radio) dengan rumah sakit kelas lebih tinggi yang terdekat Penderita-penderita Gawat Darurat harus mendapat pengawasan ketat selama ia berada di dalam Unit Gawat Darurat Interpretasi Unit Gawat Darurat harus mempunyai peralatan, obat-obatan dan personalia yang memadai untuk melakukannya. Pengawasan ini harus dilakukan terus menerus baik di cuang Unit Gawat Darurat maupun sewaktu diangkut ke rumah sakit lain. Penunjang pelayanan medis seperti alat, obat dan personalia harus dliatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan 24 jam. Interpretasi (1). Daftar jaga (a). personalia (dokter, perawal, tenaya administrasi) (b). konsulen (2). Radiologi, Jaboratorium termasuk heatologi, biokimia, bakteriologi dan patologi diatur sestiai dengan kemampuan rumah sakit dan kebutuhan penderita (3). Depot darah (4), Farmasisangatpenting sehinggapersediaan obatobat, infus,"plasma exparider’, alat-alat steril, alat-alat “disposible" dan “linen” cukup ntuk 24 jam. Ponderita keluar dati Unit Gawat Darurat harus jelas : (1). dimana dirawat Q). pulang, 1a). keterangan penyakitnya {b). Kapa Jan kemana kontrol Catatan medis yang lenghap untuk setiap penderita Interpretas (1). Catatan mevtis harus bekerja 24 jam 2). Catatan medis minimum harus mencsskap (a). tanggal dan jam tiba (by w catalan Klinik, labocatorian, ray (¢), eatatan tentang findakan dan tanggal setta jam dilakukan UD. nama dan tanda tangan polugas mois 3). Personalia dan Pimpinan Personatia Unit Gawat Darurat mulai dari pimpinan, dokter, perawat dan personalia non medis harus memenuhi kwalifikasi tertentu sehingga mampu memberikan pelayanan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang optimal Kriteria a » « . Jurfah dan kwalitas personalia harus memenuhi syarat (1). Karena ilmu kedokteran gawat darurat tidak diberikan secara “integrated” dalam kurikulum Fakullas Kedokteran dan belum lengkap dalam kurikulum pendidikan perawat maka sebaiknya para dokter dan perawat yang akan bekerja di Unit Gawat Darurat tau Puskesmas harus mendapat Kursus tambahan dalam ilmu kedokteran gawat darurat. (2), Tenaga non medis harus mendapat kursus Penanggulangan Penderita Gawat Darurat sebagai orang warn, (2). Karena Unit Gawat Darurat pada rumah sakit klas A dan B juga tempat belajamnya mahasiswa dan perawat maka sebelum bekerja praktek disitu harus sudah mendapat/sedang mendapat pelajaran ilmu kedokteran gawat darurat, Mereka harus di bawah pengawasan/bimbingan seorang dokter atau perawat dari Unit Gawat Darurat. (4). Jumlals petugas medi disesuaikan dengan beban kerja dan kelas rumah sakit. (5). Tenaga non medis selain pekarya juga dipertukan untuk, (2) catatan medis, (©) keuangan (©) keamanan (d) asuransi:* Jasa Raharja » Askes * Astek Harusmempunyai skema organisasi mula dari pimpinan sampat petugas yang paling rendab dengan "job description’nya dan jalur tanggung jawabnya. Pertemuan staf yang reguler untuk menjaga komunikasi antar petugas clan kebiasaan-kebiasaan yang baik Seorang petugas baru sebelum bekerja sendiri harus mendapat/melalet progeam orientasi dan “indwetion”, Harus ada progam cara menilai muta petuyas sebagai “leedback” o. d. Kalau ada petugas yang pindah maka harus diminta pencapatnya tentang Unit Gawat Darurat bersangkutan yaitu positif maupun negatifnya dan usul-usul Fasilitas dan alat-alaVobat-obatan Pasititas dan alat-alat/obat-obatan Unit Gawat Dara t harus memenuhi persyaratan sehingga Penanggulangan Penderita Gawat Darutat dapat dilakukan dengan optimal Kriteria a) Gedung untuk pelayanan Venanggulangan Penderita Gawat Darurat harus sedemikian rupa sehingga Penanggulangan Penderita Cawat Darurat dapat dilakukan dengan optimal (). Lokasi gedung Unit Gawat Darurat harus mudah dicapai dengan tanda-tanda yang jelas dari jalan maupun dari dalam, 2). Pintu Unit Gawat Darurat menghadap kedepan schinggaambulans tidak perlu mundur, ©), Harus mampu menerima 2-5 ombulans sekaligus sesuai dengan beban Kerja/kelas rumah sakit (rumah sakit kelas © menampung Sambulans rumah sakit kelas B 1-2 ambulans) (4). Laas Unit Gawat Darurat disesuaikan dengan beban kerja yang diperkirakan ontuk 20 tahun mendatang dan kelas rumah sakit (5). Untuk rnmahsakit kelas Adan Bharusada Helipad untuk penderita yang diangkut dengan helikopter, sedang untuk rumah sakit kelas C_ bila memungkinkan dibuat lapangan pendaratan heli- kopter dekat rumah sakit (6). Ruang triage: (a), Digunakan untuk seleksi pasion sesuai tingkat kegawatan penyakitnya (b). Terletak berdampingan dengan tempat perawat kepala; chief nurse/dokter jaga sehingga dengan mudah dapat mengawasi semua kegiatan di pintu masuk, ruang tunggu, rang. tindakan dan ruong resusitasi (7). Ruangs resusitasi (a), Letaknya horus berdekaian dengan ruang tringe (by. Cokup luas untuk menampung beberapa penderita (23 penderita untuk rumah sakit kelas ©) (0. Keadaan rangan harus menjamin ketenangan (8) Ruang tindakan ra). Untuk rumah sakit kelas A dan B dipisahkan antara rung, inilakan beta clan non bedah fh) Untuk rumab sakit kelas A,B, dan © digunakan untik menangani bedal minor, infeksi dan Juka bakar (9). Ruang persiapan operasi/observasi (Lergantung kebutuhan) (20). Ruang X-ray dan ruang farmasi dengan pinta dari luar/dalam (untuk Rumah Sakit kelas A dan B) (11). Ruang gips dekat X-ray (12), Ruang operasi (tergantung kebutuhan) Jumlah ruang operasi sesuai dengan jumlah tempat tidur 1'50/ keaktifan rumah sakit (a). ruang bay! baru labir (operatif) {b). euang instrumen (©. ruang sterilisasi (a). ruang cuci (©. gudang obat-obatan, linen (13). Ruang pulih (recovery soom) tergantung, kebutuhan (1 ruang pulih dengan 3 tempat tidur untuk 1 kamar operasi) (04), Susunan ruangan harus sedemikian rupa schingga (a). arus penderita dapat lancar dan tak ada “croos infection’ (b). harus dapat menampang korban bencana sesuai dengan kemampuan kelas Rumah Sakit (©). kegiatan mudah dikontrol oleh “chief qurse” pada saat itu, (15). Ruang untuk keluarga menunggu harus sedemikian rupa agar mereka tidak mengganggu pekerjaan. Meteka dapat istirahat dan mudah diminta keterangan yang lengkap dari petugas. Juga adla fasilitas WC dan kantin sestiai dengan bebany/kivalilas kerja yang, dilakukan di Unit Gawat Darurat tersebut (16). Tempat khusus untuk yang meninggal dan keluarganya yang berduka/berdoa sesuai beban kerja atau kelas rumah sakit (27). Beban kerja dan kelas rumah sakit akan menentukan besar dan isi sudang farmasi, ruang kerja non medis bagi pimpinan, perawat penanggung jawab, polisi, asuransi, “social worker", tempat istirahat, locker, rang konferensi. (18). Komunikasi tilpon/radio ke luar sumah sakit dan tilpon intern di Unit Gawat Darurat dan ke rumah sakit. (19), Alatalat radiologidiagnastik disestaikan dengan beban /kwalitas kerja dan kelas rumah sakit, (20), Alat-alat dan obat-obat di Unit Gawat Darurat harus sedemikian Tupa sehingga resusitasi dan “life support” dapat dilakukan. Interpretasi (a) Alatalat dan obnt-obatan yang harus ada di-semua bayian Unit Gawat Darurat adalah untuk ti tasi dan findakan stabilisasi penderita (‘lite support). Sedangkan untuk Unit Gawat Darurat rinnah sakit kelos A,B dan ¢ maka -alatalat dan ebatohatan dapat dibag (1). alat-obat untuk resusitasi (2). alat-obat untuk "life support” (3). alat-obat untuk diagnostik (4). alat-obat sesuai dengan tipe Rumah Sakit (5). alat-obat terapi sesuai dengan tipe Rumah Sakit (6). alat-alat non medis seperti audio visual, training aids, keamanan seperti pemadam kebakaran kebersihan dan lain-lain, Alat-alat/obat-obatan yang perlu untuk resusitasi = Suction-manual /otomatik ~ Oksigen (0,) lengkap dengan flow meter, cateter dan masker - Respirator manual/otomatik = _Laringoskop lurus dan bengkok (anak dan dewasa) + Magil forceps - Pipa endotracheal -— semua ukuran - Pipa nasotracheal — semua ukuran - Pipa, guedel = “Syinge : 10ce -jarum No. 18 - CVP set = Bic Nat. amp. + Morphin - Pethidin - Adrenalin - Dextrose 50°% amp. ~ BCG -"cardiac monitor/ portable’ + defibrilator = Infus/transfusi set + cairan glukose 10 - 20%, NaCL, Ringer, "Plasma ex- pander" = “Blood drawing equipment” ~ Tandu dapat posisi Trendelenburg, anti Trendelengburg, ada gantungan infus dan pengikat. = “Lichtka = “Pneumatic trousers - *Cricothyroidectomy” + "Tracheostomy set”. - — Gunting besar = Jarum intra kardiak = “Pace make : *" transvenous * transthoracic". Alat-alat/obat-obatan untuk menstabilisasi penderita (life support): - “WSD set" /jarum pungsi “Blood! gas kit” - "Cardiac medication set ~ Bidai-bidai segala ukuran untuk tungkai, lengan, leher, tulang punggung, Perban segala ukuran ~ Sonde lambung Foley kateter segala ukuran, + Venaseksi set + oeray ~ Perban untuk ka bakar ~ Perikardiosintesis set Alatalat tambahan wotuk diagnosa dan terapi : © Alat-alat periksa-pengobatan mata = "Sit lamp™ + THT set—D/ +Th/ = Lavase peritoneal set = “braction kit": “bone skin * pelvis ~ Gips © Ob-Gyn set, B/ + Th/ © Laboratorium mini: "Hb vie “leuico * ula darab ~ "Bone set + "Minor surgery set” + “Thoracotomy set + “Laporotomy set + extraset™ > Benang-benang /jarum segala jenis + ukuran Alatalat keamanan dan pendidikan : ~ Pemadam kebakaran Ember — "kick bucket ~ Komunikasi — ke luar —ke dalam > Perpustakaan > Manual buku pedoman penanggulangan penderita gawatdarurat dan kerban penanggulangan bencana, ~ — Boneka untuk latihan “Audiovisual training aids’ > radio, telepon 5). Protokel Protokol Penanggulangan Penderita Gawat Darurat harus tertulis dan “up by date": dan dapat dibaca setiap waktu bagi semua personal 6. Kriteria a). Protokol yang harus ada adalah = (1). Sistem PPGD di UGD, RS, kota dan nasional Q). Triage (3). Sistem rujukan (4). Penerimaan penderita (8). Sistem asuransi (6). Perkosaan (7). Tindakan keiminil (8). "Child abuse" (9). Keamanan - psikiatri (10), Kontaminasi radioaktit (01). Keracunan (12), Penderita tak dikenal (03). Catatan medis (24). Penyakit menular (25). Visum et repertum. (16). Rahasia medis (17). Surat cuti (48). Resep apa yang boleh diberikan (19). Resep obat narkotik (20), Kematian di Unit Gawat Darurat (21). Mati waktu tiba (D.0.A) (22). Kebakaran (23). Listrik mati (24), Huru-hara (25). Bencana di Rumah Sakit /di luar Rumah Sakit (26). Resutitasi karctiopulmoner di Rumah Sakit b). Protokol tentang tiap-tiap penyakit sesuai yang dianut unitunit lain yang bekerja di Unit Gawat Darurat. Pendidikan Unit Gawat Darurat harus mampu meningkatkan mutu Penanggulangan Penderita Gawat Darurat bagi personalianya, rumah sakit dan masyarakat yang dilayaninya Kriteria 4) Unit Gawat Darurat adalah tempat belajar mahasiswa dan perawat sesuai kelas Rumah Sakit idan induksi bagi personalia baru 6). Harus mempunyai program orient ©). Harus mengikuti pengembangan ilmu melalui kepustakaan, seminar dan kongres-kongres m4 a, ®). Harus mampu melakukan riset demi perhaikan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat di unitnya maupun masyarakat. Semua personalia minimum harus mahir dalam penanggulangan : (). ‘air way" (A) (). “breathing” (B) (). “circulation” (C) (4), menghentikan perdarahan (5). balut - bidai (6). transport (2). pengenalan dan penggunaan obat (8). membuat/baca ECG. ‘7. Evaluasi Evaluasi mutu Penanggulangan Penderita Gawat Daruratharus komprehensif dan berjalan terus, Kriteria a). b), ©). Statistik dibuat dan dievaluasi secara komprehensif. Interpretasi (1). akses untuk masyarakat 2). adanya sarana 8). kwalitas pelayanan @), mutu dan kaitan komponen-komponen dalam PPGD (). biaya yang sesuai Kasus-kasus yang menyinggung /aneh/jarang dicatat dibicarakan untuk ‘mencari jalan keluar. Pertemuan staf Interpretasi Untuk mencari: * kelemahan Unit Gawat Darurat * mencari jalan keluar * kesepakatan dan menyebar luaskan.hasil per- temuan pada semua staf © upayaperbaikan danpeningkatan mutu pelayanan Unit Pelayanan Intensive D. Filosofi Intensive Medical Care ((M.©) sebagai suata aktivitas: khusus ‘mendapatkan legitinasi bukan oleh karena kompleksitas peralatcan dan pemantauan pasien, tetapi oleh Karena pasien sakit ket is (Critically ill) selalu berakhir pada suatu "final common pathway’ dari kegagalan sistem organ sehingga dibutuhkan bantuan tethadap sistem respirasi, kardiovaskular, renal, nutrisidan organ vitallainnya baik tersenditi maupun terkombinasi. Sebagai contoh untuk pasien dengan gagal nafas hipoksemia tidak menjadi persoalan apakah par-parunya mendapat trauma dari roda mobil, teraspirasi asam_ Jambung, atau terserang virus, manajemen supostif dan hasil akhir selalu akan sama. Ini salah satu contoh “suatu pengetahtian yang dapat didefinisikan dengan jelas* oleh cabang spesialisasi LM.C Aplikasi yang tidak terkoordinasi dari multi-disipliner tidakhanya merugikan pasien, tetapi personil perawat dan tenaga profesimedis lainnya juga akan merasa sangat sulit untuk bekerja dengan baik dalam suatu unit Intens Care “terbuka” yang tidak mempunyai arah dan filosofi yang tegas. Pada hakekatnya tidak merupakan persoalan apakah seorang sepesialis penyakit dalam, bedah anak atau anestesiologi yang mengelola suatu LC.U sepanjang, spesialis tersebut memenuhi persyaratan a). Pengetahuan “intensive Care" b). Keterampilan ©). Komitmen waktu Hanya dengan ke 3 syarat tersebut akan terdapat pelayanan yang komprehensif. Keahlian ini bukan merupakan hobi, juga bukan pekerjaan sambilan ("part-time"). Harus diingat mendapatkan konsultasi merupakan hal yang penting di dalam pengelolaan pasien-pasien sakitkritis. Meskipun demikian merupakan kewajib- an seorang intensivis bertindak sebagai “interlocutor”, meng- koordinasikan dan membawa semua informasi dari berbagai konsultan untuk kepentingan pasien. Secara umum dapatdikatakan bahwa seorang intensivis adalah bayangan ideal seorang dokter di masa lampau, yaitu membawa seorang dokter kembali ke "bed- side” untuk mengelola pasien secara utuh, berkonsultasi dengan kolega dokter dan keluarga pasien Di samping pengelolaan pasien sakit kritis yang memerlukan penggunaan alat-alat dan teknik-teknik bantuan hidup ("life sup- port"), intensivisjuga harusmenumpahkan pethatian/mengarahkan usthasemuadokter kepada problema multi-faktorial pasien Seorang intensivis haras merupakan seorang manajer, diplomat dan guru, dan dalam rangka mengaphikasikan usahanya harus terdapat piramida dari berbagai tenaga lain seperti perawat, fisio- terapis, teknis-teknis, dan lain-Jain, ‘Tanpaantuan tersebut maka usaha seorang intensivis akan sia-sia, Pasien-pasien yang masuk ke suatu ICU harus merupakan pasien dengan satu atau lebih gagal sistem/organ akut, atau ancamtan gagal sistem/organ yang membutuhkan pemantauan dan/atau alat-alatbantu, Disamping itu harus terdapat harapan pulih kem- bali jika dilakukan terapi can bantuan yang tepat Fungsi utama ICU adalah memberikan bantuan fisiotogis yang dibutuhkan sampai didapati hasil a). Pasien sembuh spontan b). Terapi spesifik dapat mengatasi problema dasar ©). Pasien meninggal Perltz juga ditekankan bahwa filosofi “Coronary Care" tidak sama dengan filosoft "Intensive Care”. Hal essensiat dari "Coronary Care” adalah “surveillance” dan se-sekali melakukan intervensi aktif dan bantuan sistem multi-organ. Difinisi Jain "ICU" adalah tempat melokukan bantuan (support) “aktif” dan intervenes terapeutik dengan aktivites daw keributan yang tidak sesuai untuk atmosfer dari “Cormary Care Unit” ideal. “non strees Bentuk pengelolaan ICU sering menjadi pertanyaan. ICU dengan bentuk pengelolaan “closed unit” yaitu: kepala unit “full time” dengan wakil-wakilnya bertanggung jawab penuh terhadap semua pengelolaan pasien dan pendidikan dalamn unit,sering menimbulkart konflik autoritas dengan dokter primer konsultan, Suatu ICU yang, "semi-closed'" yaitu dengan kepala unit bertanggungjawabterhadap kualitas total pengelolaan pasien dan pendidikan staf, mungkin lebih baik dalam hal mengurangi konflik, tetapi di atas segala- galanya manajemen yang terarah dan jelas merupakan hal yang: tidak dapat ditawar-tawar. Hal ini penting bukan hanya untuk pengelolaan pasien juga untuk mempertahankan moral staf dare koordinasi program-program kompleks. Rumah sakit tidak hanya bertanggung jawab menyediakan, fasilitas dan tempat, tetapi juga bertanggung jawab legal agar fasilitas ICU digunakan secara tepat dan baik. Oleh karena ilu, terdapat tendensi akhir-tendens’ ini ci rumah-rama sakit dengan. pelayanan sekunder dan tersier untuk menunjuk personit medis ICU “full time” (intensivis) dari pada bergantung, pada praklek medis “laissez-faire” atau Kebarusan melakukan konsultasi @ mandatory consultation") 2. Intensive Care Unit (Unit Perawatan/Terapi Inte ICU adalah suatu tempat atau unit tersendiri di dalam rumah sakit, memiliki staf khusus, peralatan khusus ditujukan untuk menanggulangi pasien gawat karena penyakil, trauma atau komplikasi-komplikas Staf khusus adalah dokter, perawalan terlatih atau berpengalaman dalam “Intensive care (perawatan/terapi intensif)" yang mampu memberikan pelayanan 24 jam; dokter ahli atau berpengalaman (intensivis) sebagai kepala ICU; tenaga ahli laboratorium diagnostik; teknisialat-alat pemantauan, alat untuk menopang fungsi vital dan alat untuk prosedur diagnostik. Kemampuan minimal Sebuah ICU hendaknya memiliki kemampuan minimal sebagai berikut : - Resusitasijantung pant - Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan ventilator Terapi oksigen - Pemantauan EKG terus menerus - Pemasangan alat pacu jantung dalam keadaan gawat - Pemberian nutrisi enteral dan parenteral - Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh ~ Pemakaian pompainfusatau semprit untuk terapisecara titrasi - Kemampuanmelakukan teknikkhusussesuai dengan keadaan pasien - Memberikan bantuan fungsi vital dengan alat-alat portabel sclama transportasi pasien gawat. Klasifikasi pelayanan ICU a). Pelayanan ICU primer (standard minimal) Mampu melakukan resusitasi dan memberikan ventilasi bantu kurang dari 24 jam serta mampu melakukan pemantauan jantung, Kekhususan yang harus dimiliki (2). Ruangan tersendiri; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruangan perawatan lain (2), Memiliki kebijaksanaan//kriteria penderita yang masuk keluar serta rujukan (©), Memiliki scorang dokter spesialis anestesiologt sebagai kepala bp (4). Ada dokter jaga 24 jam dengari kemampuan resusitasi jantung paru (A,B.CD.EF) 5). Konsulen yang membantu harus selalu siap dipanggil (6). Memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar telah terlatih (7). Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi. Rumah sakit yang dapat mempunyai ICU primer, adalah (), Rumah sakit unum klas C (2). Rumah sakit unum klas BE Pelayanan ICU Sekunder (menengah) ‘Mampu meinberikan ventilasi bantu lebih lama, melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks, kekhususan yang harus dimiki Memiliki ruangan tersendiri; berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruangan perawatan lain Memniliki kriteria pasien masuk, keluar dan rujukan Memilikidokterspesialis yangdapat menanggulangisetiap saat bila diperlukan Memiliki seorang kepala ICU yang bertanggung jawab secara keseluruhan (intensivis), dokter jaga minimal mampu RJ? A.BCDEF Mampu mengadakan tenaga perawat dengan petban- dingan pasien : perawat 1:1 padasetiap saatjikadiperlukan ‘Memiliki perawat yang bersertifikat terlatih perawatan/ terapt intensif Mampu memberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam batas tertentu melakukan pemantauan invasif dan usaha bantuan hidup Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan diagnostik dan fisioteri selama 24 jam ‘Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi Pelayanan ICU tersier (tertinggi) Mampuielaksanakan semua aspek perawatan/terapiintensil Kekhususan yang harus dimiliki: ‘Memiliki tempat khusus tersendiri di dalam rumah sakit Memiliki kriteria penderita masuk, keluar dan rujukan Memilikiclokter spesialis yangdapat menanggulangi sotiap saat bila diperlskan Memiliki scorang kepala ICU yang bertanggung jawab secara keseluruhan fintensivis) dan dokter jag vang minimal mampe RIP(A.BCD.EE) ~ Memiliki lebih dari satu staf intensivis - _ Mampumenyediakanstaf perawat; perbandingan perawat: pasien lebih dari I: setiap shift untuk kasus erat dan tidak stabil ~ Memiliki lebih banyak staf perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi intensif - Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan/terapi intensif ~ Mampu melayani laboratorium, rontgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi selama 24 jam ~ Memiliki paling secikit seorang ahli dalam mendidik staf perawat dan dokter muda agar dapat bekerja sama dalam pelayanan pasien ~ _ Memiliki prosedur untuk pelaporan resmi dan pengkajian ~ Didukung oleh semua yang ahli dalam diagnostik dan terapir seperti ali penyakit dalam ahli bedah saraf, ahli kebidanan dan lain-lain - Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam medis, tenaga untuk ilmiah dan penelitian ~ Memiliki alat-alat untuk pemantauan khusus, prosedur diagnostik dan terapi khust Prosedur pelayanan perawatan/Terapi (ICU) a) Ruang lingkup pelayanan yang diberikan di [CU (1), Diagnosis dan penatalaksanaan spesifikpenyakit-penyakit akut yang mengancam nyawa dan dapat menimbulkan Kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari (2). Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan penatalaksanaan spesifik problema dasar (9). Pemantauan fungsi vital tubuh terhadap komplikasi {a). Penyakit (©). Penatalaksanaan spesifik (6). Sistem bantuan tubuh (a), Pemantauan itu sendtiri (4), Penatalaksanaan untuk mencegah komplikast akibat koma yang dalam, imobilitas berkepanjangan, stimulasi berlebihan dan kehilangan sensort (5). Memberikan bantuan emosional terhadap pasien yang yawanya pada saat itu bergantung pada fungsi alat/ ‘mesin dan orang lain Indikasi masuk dan keluar (CU Prosedur medis yang menyangkut kriteria masuk dan keluar ICU seharusnya disustin bersama antar disiplin terkait oleh semacam tim terdiri dati dokter, perawat dan tenaga administrasi rumah sakit Pelayanan ICU meliputi pemantauan dan terapi intensif, karena itu secara umum prioritas terakhir adalah pasien dengan prognosis buruk untuk sembuh, Persyaratan masuik dan keluar ICU hendaknya juga didasarkan pada maniaat terapi di ICU dan harapan kesembuhannya, Kepala ICU atau wakilnya memutuskan apakah pasien memenuhi syarat masuk [CU dan keluar, kepala TCU atau wakilnya akan memittuskan pasien mana yang, harus dipriorilaskan a). Indikasi masuk (CU (1). Pasien sakit berat, pasicn tidak stabil yang meemeriukan terapi intensif seperti bantuan ventilator, pemberian obat vasoaktil _ melalui infus secara terus menerus (contoh: gagal napas berat, pasca bedh jantung terbuka, syok septik) (2). Pasien yang memerlkan pemantauan intensif atastnon invasit sehingga komplikasi berat dapat dihinclarkan atau dikurangi (contol: pasea bedah besar clan luas; pasien dengan penyakit jantung, paru, ginjal ataulainaya) : (3). Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi-komplikasi aku, sekalipun mantaat ICU inisedikit {contoh: pasien dengan tumor ganas metastasis dengan Komplikasiinfeksi, tamponade jantung, sumbatan jalan napas) b), ‘Tidak perlu masuk ICU (1), Pasien mati batang otak (dipastikan secara klinis dan laborato- rium) kecuali keberadaannya diperlukan sebagai donor organ (2). Pasien menolak terapi bantuan hidup. (2). Pasien secara medis tidakada harapandapatdisembuhkan lagi (contol: karsinoma stadium akhir, kerusakan susunan saraf pusat dengan keadaan vegetatif. Q. Indikasi keluar ICU (1). Pasien tidak memerlukan lagi terapi intensif karena keadaan imembaik ataw terapi telah gagal dan pronosis daiam waklu dekal akan memburwk serly manfaat terapi intensif sangat kecit. Dalam hal vang kedua perky persetjuan dokter yang, 2). Bila pada pemantauan intensif ternyata hasilnya tidak memerlukan tindakan atau terapi intensif lebih lama (9). Terapi intensif tidak memberi manfaat dan tidak perlu diteruskan lagi pada (a). Pasien usia lanjut dengan gagal 3 organ atau lebih yang tidak memberi respons terhadap terapi intensif selama 72 jam {b). Pasien mati otak atau koma (bukan karena trauma) yang menimbulkan keadaan vegetatif dan sangat kecil kemungkinan untuk pulih. (©). Pasien dengan bermacam-macam diagnosis seperti POM, jantung terminal, karsinoma yang menycbar. Pelaksanaan ketign butir terakhir ini hendaknya dilakukan atas persetujuan dokter yang mengirim. Apabila tempat di ICU penuh, ada pasien lain kritis yang memenuhi syarat prioritas pertama, maka pasien yang tidak kritis tetapi memenuhi kriteria keluar terpaksa dikembalikan ke ruangan, hendaknya dengan persetu- juan dokter yang mengirim. Sarana dan prasarana ICU (lihat lampiran IV), Unit-unit Khusus ICCU, Renal Unit, Buen Unit, Standard dan Manajemennya diserabkan kepada disiplin ilmu terkait. KOMPONEN PEMBIAYAAN (SUB-SISTEM PEMBIAYAAN) Sumber pembiayaan untuk penanggulangan penderita gawat darurat dapat berasal dari pemerintah dan masyarakat, terdiri dari a. Sumber dari pemerintah pusat dan daerah b. Jasa Marga untuk kecelakaan jalan tol c Asuransi Pegawai Negeri d. Asuransi Jasa Raharja khusus untuk korban kecelakaan taht lintas ©. Asuransi tenaga kerja (ASTER) £ Dana Upaya Kesehatan Masyarakat (DUKM) Sumber swasta/perusahaan swasta yang berpotensi resiko tinggi untuk terjadinva kecelakaan dapat diwajibkan untuk menyediakan biaya untuk PPGD. LAMPIRAN | KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 0152/YAN.MED/RSKS/1987 TENTANG STANDARISASI KENDARAAN PELAYANAN MEDIK MENTER! KESEHATAN REPUBLIK INDONES! Menimbang : '. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan me- 8 8 8 pe dik khususnya upaya rujukan medik dan Kesehatan diperlukan jenis kendaraan dengan persyaratan Khusus 2 untuk keseragaman dan peningkatan mutt pelayanan medik, diperlukan standarisasi perleagkapan umum dan medis pada kendaraan Khusus tersebut. Undang-Undang No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan; Keputusan Presiden No 2] tahun 1981 tentang Repelita lV; Undang-Undang Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan Raya; Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 134/Menkes/ SK/1V/1979 tentang, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umurn; 5. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 032/Bithub/ 1972 tentang Referal System; 6. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 034/Birhub/ 1972 tentang Perencanaan dan Pemeliharaan Rumah Sakit; 7. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RINo. 99a/Menkes/ SK/IIT/ 1982 tentang Sistim Kesehatan Nasional; § Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.558/Menkes/ SK /1984 tentang Organisasi dan tata Kerja Departemen Kesehatan RI Mengingat Menetapkan . Keputisan Menteri Kesehatan RF tentang Standarisasi jcometaraan Pelayanan Medik Pertama Di daiam Keputusan ini diatur tentang jenis Kendaraan: 1. Ambulans Transportasi; 2. Ambutlans Gawat Darurat; 3. Ambulans Rumah Sakit Lapangan; 4, Ambulans Pelayanan Medik Bergerak; 5. Kereta jenazah, Kedua Spesifikasi Kendaraan pada diktum pertama seperti terlampir. Ketiga 2 Semua Kendaraan khusus yang sudah ada harus dilengkapi sesuai Keputusan ini dalam waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal keputusan ini ditetapkan. Keempat Hal-hal yangbelum diatur dalam diktum akan diaturkemudian Kelima Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, Ditetapkan di:Jakarta Pada tanggal : 24 Pebruati 1987 A.n. MENTERT KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Direktur Jenderal Pelayanan Medik, ud, Dr. H. Mohamad Isa 1. Bapak Menteri Kesehatan R.L 2. Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan RL Inspektur Jenderal Departemen Kesehatan RIL Para Dir.Jen. di lingkungan Departemen Kesehatan Rl 5. DirJen. Perhubungan Darat Departemen Perhubungan RL 6. Kepala Direktorat Halu Lintas Mabes POLRI 7. Kakanwil Dep Kes RI Propinsi di scluruh Indonesia 8. Pengurus Asosiasi Perakit Kendaraan Indonesia 9. Pertinggal.- AMBULANS TRANSPORTASI Tujuan Penggunaan Persyaratan kendaraan: A. Teknis B. Medis C Petugas D. Tata Tertib 10. uw 2. B. 14. Pengangkutan penderita yang tidak memerlukan perawatan khusus/tindakan darurat untuk menyelamatkan nyawa dan diperkirakan tidak akan timbul kegawatanselama dalam perjalanan, Kendaraan rodaempatatauebih dengan suspensi funak Ruangan penderita mudah dicapai dari tempat pengemuci. ‘Tempat dudukbagi petugas di ruangan penderita Dilengkapi sabuk pengaman. Ruangan penderita cukup tuas uantuksekurang- kurangnya 2 (dua) tandu. Gantungan infus terletak sekurang-kurangnya 90 cm di atas tempat penderita Stopkoniak khusus untuk 12v. DC diruang penderita, Lampu ruangan secukupnya. Lemari obat dan peralatan. Air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah. Sirine satu nada. Lampu rotator wama merah. Radio Komtnikasi, Persyaratan lain sesuai Peraturan Perundangan yang berlaku. ‘Tanda pengenalambulanstransportasidaribahan yang memantulkan sinar. Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia. Tabung Oksigen dengan peralatannya. Peralatan Medis P3K (Obat-obatan sederhana,cairan infussecukupnya. 1 (satu) supir dengan kemampuan P3K dan Komunikasi 1 (satu) Perawat dengan kemampuan PTD. Sewaktu menuju tempat penderita boleh menggunakan sirene dan lampu rotator Selama mengangkut penderita hanya boleh menggunakan lampu rotator. Semua peraturany lalulintas harus ditaati ‘epatan kendaraan setinggi 40 Km ei jalan binsa dan 80 Kin di jalan bebas hambatan HU, AMBULANS GAWAT DARURAT Tujuan Penggunaan Persyaratan Teknis, A. Teknis Is 19, Pertolongan PPGD Pra Rumah Sakit Pengangkutan penderita gawat darurat yang sudah distabilkan ketempat tindakan definitif/ distabilkan Rumah Sakit Kendaraanrodaempatatau lebih dengan suspensi Junak Ruangan penderita tidak dipisahkan dari tempat pengemudii Tempat duduk yang dapat diatur/dilipat bagi petugas diruangan penderita Dilengkapi sabuk pengaman. Ruangan penderita cukup Iuas untuk sekurang- kurangnya 2 (dua) tandu. Ruangan penderitacukup tinggischinggapetugas dapat berdiri tegak untuk melakukan tindakan. Gantungn infus terletak sekurang-kurangnya 90 em di atas tempat penderita, Stop kontak khusus untuk 12 v DC di ruangan penderita Lampu ruangan secukupnya dan lampu-lampu sorot bergerak untuk menerangi penderita yang dapat dilipat. Meja dapat dilipat Lemari untuk obat dan peralatan. Air bersih 20 It, wastafel dan penampungan air limbah. Sirene 2 (dua) nada Lampu rotator wama merah dan biru. Radio komunikasi Persyaratan lain sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku Buku petunjuk pemeliharaan semua alat ber bahasa Inctonesia, Peralatan esque. Tanda pengenal dari bahan yang memantulkan B. Medis 1. Tabung oksigen dengan peralatan untuk 2 (dua) orang. 2. Peralatan medis P3K. Peralatan resusitasi lengkap bagi orang dewasa dan anak/bayi. Suction pump manual dan listrik 12 v DC. Peralatan EKG dan monitoring lainnya. Minor surgery set Obat-obatan gawvat darurat dan cairan intus secukupnya Cc. Petugas 1. 1 (satu) supir, perawat gawat darurat dengan kemampuan mengemudi dan komunikasi 2. (satu) perawat gawat darurat 3. 1 (satu) dokter gawat darurat (tergantung keadaan). D. Tata Tertib 1. Sewaktu menuju tempat penderita boleh meng- gunakan sirene dan lamu rotator. 2. Selama mengangkut penderita hanya boleh menggunakan lampu rotator. Semua peraturan latu lintas harus ditaati, 3. Kecepatan kendaraan setinggi 40 Km di jalan biasa dan 80 Km di jalan bebas hambatan. AMBULANS RUMAH SAKIT LAPANGAN Tujuan Penggunaan - Dalam keadaan sehari-hari melaksanakan fungsi ambulans gawat darurat. - Bila diperlukan, dapat digabungkan dengan ambulans-ambulans sejenis dan ambulans Pelayanan Medik bergerak membentuk suatu Rumah Sakit Lapangan, Persyaratan kendaraan A. Teknis : 1. Kendaraanrodaempatatau lebih dengan suspensi lunak. 2. Ruangan penderita tidak dipisahkan dari tempat pengemudi. 3. Tempat duduk yang dapat diatur/dilipat bagi petugas diruangan penderita 4, Dilengkapi sabuk pengaman 5, Ruangan penerita cukup Iuas untuk sekurang- kurangnya 2 (duab tandu. 6. Ruangan pencleritacukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri tegak untuk melakukan tindakan. B. Medis CG Petugas D. Tata Tertibs 10, IL. 12 13, 7 15, 16 7, Gantungan infus terleiak sekurang-kurangnya 90 cm di atas tempat penderita, Stop kontak khusus untuk 12 v DC di ruangan, penderita, Lampu ruangan secukupnya dan lampu-lampu sorotbergerakuntukmenenrangipenderita yang, dapat dilipat Meja dapat dilipat. Lemart untuk obat dan peralatan, Air bersih 201t, wastafel dan penampungan air fimbah, Sirene 2 (dua) nada. Lampu rotator warna merah dan bir Radio komunikasi, Persyaratan Jain sesuai peraturan perundang- undangan yang berlakw Buku petunjuk pemeliharaan semoa alat berbahasa Indonesia. Peralatan resque, Tanda pengenal dati bahan yang memantulkan. Tenda lapangan lengkap, Tabungan uksigen dengan peralatan untuk 2(dua) orang Peralatan awsdis P3K. Peralatan resusitasi Iengkap bagi dewasa dan anak/bayi Suction pump manual dan listrik 12 y DC. Peralatan EKG dan monitoring lainnya, Minor surgery set Obat-obatan gawat daruzat dan cairan infus secukupnya, 1 (satu) supir, perawatan gawat darurat dengan kemampuan mengemudi dan komunikasi. 1 (satu) perawat gawat darurat 1 (satu) dokter gawat darurat (tergantung, keadaan), Sewaktu menuju tempat penderita boleh menggurakan sirene dan lampu rotater. Selama mengangkut penderita hanya boleh menggunakan lampu rotator. Semua peraturan falu Tintas harus ditaati. Kevepatan kendaraan setinggi 40 Km di jalan basa clan St! Kon df jalan bebas hombatan IV. AMBULANS PELAYANAN MEDIK BERGERAK ‘Tujuan Penggunaan Persyaratan kendaraan AL Teknis B Medis © Petugas Melaksanakan salah satu upaya pelayanan medik dilapangan. Dapat dipergunakan sebagai ambulans transportasi. Kendaraan redtaempatatau lebih dengan suspensi lunak, ‘Tempat duduk sesuiai keperluan di ruangan kerja ‘Tempat tidur/tandu bagi sekurang-kurangnya 1 (satu) penderita, Ditengkapi sabuk pengaman. Meja kerja yang dapat dilipat Ruangan kerja cukup luas untuk tujuan peng- gunaannya can cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri tegak untuk bekerja Stop Kontak khusus untuk 12 v DC. Generator 220 v DC dengan peralatannya. Lampu ruangan secukupnya dan 2 (dua) buah lampu sozot bergerak Sirene 1 (satu) nada Lampu rotator warna birw Radio Komunikast Persyaratan lain sesuai peraturan perindangan yang berlaku. Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia Public Address System. ‘Tanda pengenal dari bahan yang memantulkan ‘Tabungan oksigen dengan peralatannya Peralatan medis P3K ‘Obat-obatan sederhana, cairan infus secukupnya Peralatan upaya pelayanan medik sesual tujtan penggunaan kendaraan Supir dengan kemampuan PSK dan komunikasi Perawatan dengan kemampuan PPGD dan Kemampuan khusus lain sesuai tujuan peng gunaan kevaaraan fjumlah sesuai kebutuhan) Petugas para meds loin sesuai kebuituhan, Doktor D. Tata Tertib V. KERETA JENAZAH Tujuan penggunaan Persyaratan kendaraan A Teknis B. Petugas Tata Tertib Lampu sirene hanya digunakan bilamana sangat dibutuhkan Lampu rotator digunakan sewaktu pergi dan Kembali dari tempat tujuan Semua peraturan lalu lintas harus ditaati Kecepatan kendaraansetinggi-tingginya 40 Km/ jan di jalan biasonya dan 80 Ken/jom di jalan hohas hambatan Pengangkutan jenazah Kendaraan roda empat atau lebih Ruangan jenazah lerpisah dengan ruangan pengemudi Dapatmengangkutsekurang-kurangnyasatu peti jenazal Dilengkapi sabuk pengamin ‘Tempat duduk lipat bagi sekurang-kurangnya 4 (empat) petugas di ruangan jenazah Sirene I (satu) nada Lampu rotator warna kuning ‘Tanda pengenal kereta jenazah dari bahan memantulkan cahaya. 1 (satu) supir Petugas pengawal jenazah sesuai kebutuhan, Sirene hanya dipergunakan pada waktubergerak dala iringan (konvoi) jenazah dengan mentaati peraturan lalu lintas tentang iringan (kenwei), Bilamana tidak membentuk iringan hanya boleh, mempergunakan lampu rotator dan semua peraturan lalu lintas hatus ditaat Kecepatan tertinggi di jalan biasa ndatah 40 Km/ jam dan di jalan bebas hambatan 89 Ken /jam w LAMPIRAN It AMBULANS UDARA 1 Peralatan a. Heli kecil ~ Dlandu, 1 Vacum matress, 1 keranjang tandu Defibrilator/EKG Monitor Pulsemeter ~ Kotak respirator, alat dan obat res - Suction ~ Peneumatic (inflatable) splints - Kotak obat-obatan (shok Iuka bakar, keracunan, pendarahan dan lain-lain) termasuk infus (obat dan alat infus) - Kotak pendingin untuk korban /bag-bag korban - Kantung mayat Non medical equipment - Baterei - _ Pelindung telinga (Kar Protector) ~ Femadam kehakaran . ~ Radio komunikast = Pyrotehnik b). Heli besar-Jenisnya sama dengan di atas hanya jurlah ditambah. Personil: « a). Heli Kecil 3 (tiga orang) - Pilot yang mendapat Jatihan lengkap ~ — Dokter umum, PPGD - Pembantu medis (paramedis, orang awam yang telah mendapat latihan PPGD lengkap), mempunyai pengetahuan di lapangan b). Heli besar Jumlah disestaikan Pilot dibantuCopilot, winchman, radaroperator/ navigator. Pembanty meds jumlah disesuaikan. 6). Pesawat Fixed Wing Torgantung jonis pesawat (minimal seperti Heli besar) Syarat pesawat: *) noise level (bising dipermukaan) *)_vibrasi akibat gerakan rotor *) temperatur dalam Cabin *) _sebaliknya twin engine Dengan persyaratan tertentu sesuai jenis pesawat Syarat penggunaan Diperhatikan 1) fasilitas kendaraan (lapangan terbang, hellipad) 2) _jarak yang harus ditempuh Untuk helikopter bila berjarak maksimal 200 - 300 km, Lebih dari jarak itu harus dilakukan oleh Fixed Wing. weBuop wurnsebay °¢ (NOO) weMeIad 1ye 9140p wojea (NOD) wmesod - unwin s3740p rye 2210p - z z veuny unaiduig “2 [asin amp pond) NOQ waved siaaw (NOD) waesad = top tunuun sary0p NVLVLV3, mtu. a}4Op ~ ye se0y0P -_ISYYLSININY 1 uowidunig 1 | TS¥SINVOUO aad wey id) wamIUq yeaeT ueLerAOpOy AUN} urysenyapgacuayy “s jangekuayy eqocuau up ueySunquiaduayy wp “> ant Aousdiate ast), wBueynBFucuyy “> NVHVENVLNWAIL ‘wap *y og ubqi0y TauE|MaSUCUaYY “¢ uryniny uiBuayy -Z (a9 emuapuad weynina eusnowayy °Z wapi aR9 wp UeEUEDY YORAOUDIN “1 WWVLA NWAIOL NYAEAL SvINSS¥SNaIG 2 @ oY ADIs HYWMA ALVAMUVG LVMY9 LIND ISVIIGRDY I NVA a ueduep wapr 3 wept -y conte tel weUap FeNsag “9 ppl °s apt“ ‘wap sg weduap uisprg apg] seusoysng saga hey wee roneas neve wap uopr'c| uopr's| um 42804 ssuPISU] esuurapyas yeaaun, jenjoad Su vweynitu joyorosd redunduourpuraps luop twop trop opt taps oped = odajay, - : 1seyunmoy rexundurayy fou, wlssis ueBuap ehoysg we pz olayaq sipaus wee ‘CL ‘Gd ueserEUed snjn] enPuostag res yuan Hoyo 1p /2enup uejd sasestp vesundusayy isueinsy - uereyegayy wepeuing sexi] 'stiea vemeyoqoyurepmog seu ~ 1slied -wesargopey| SEM ure uenyasayyssuensuy usriyas uoRuig seussaysNg/ a suringuss ueuesjadtsueysuy i suersuy mune, svivsaysnwa v eure, seSmiod wuru ‘eeu ep jeS3ury “uel uoyepun = ‘ugyeyeo auinsay - ‘eqn wrefjjeszuci - euseye ‘owe auopr “¢ awopret] yap + wopr “¢1 anyeouaw stpaur terme “¢) odds sdexor 1ep fuyavs wep uloddas ayy “@uynes aj) ymnun i ymiun dmyN °2) wape-Zt wept “ZL eymeqo-Teqo ueBuap IseuuNEy °2] m7 lwopt TT wept “tr \yosmp rodap reKundusoyy *1 | yeamp ey wna - au, oyna] - oH wel pz eyMq tH Bund Pojousar ye “euyorg dos unm “au ‘yRojoreurayy qe] Bojorpey todos vunns ge] dana -g1 | ‘Bojorpey dnynz 9) twopt ‘oi | sypou fuefumuad rumies recunduiay “01 eKumanyasip je8aun ugynsuoy wep yoryesd Burs steisads eyewosiod - ‘D modos wop “6 horyop smyp + wepr “6 wep! 6 rewreepedef seyop yosunduisyy , “6 svWs@snaa 2 8 v nuad n sOrKOP |p yopag uaisise easIseyeW ~ jado suey - jy eduet “wap! wopt “p ysviedo reurey spejumf ueBuap rensas sojmopys yemesad py JOTeWWOUINSU! "yp uaysise remeiad emasis ++ pmsiseyew eiieua yequrenp AuaSans w emesed sseauasqo Buemu rp yeaesod ‘sad Sons ip yeaweaad ssonsnsos Suons ip remesad seouyo ae vwewey utduararad uudusrusod ’ ’ Aerxwemvred y ° ’ ’ ¥ + 1 d yjeuosia ‘ung yeuosiod uundnew reiviad umsis uop ems}seyeur ¢ ope vmiun isynpuy wesdoud recundusayy ‘weave mun Dad wep! “< wap wropt “7 uezeeuad snyny stpaus wou vatuay, senjopwmeiad STQV | NWNIdWNId + wep! “1 wept") wop: 1 | jg ULy wexereuad smn stpou eBeuay “1 |YITYNOSYad ‘IL SvINSSASAA/C 2 v 46 sues np qrunsod ‘wopl-¢ wep: tuap) = wep) - toy urqog umuediay sen] wap ‘$ sseusnsos Buena vekeu rewey ssyaqur Buen ofan ssoasiuwpe Buena n33umy Suen pep utp, 3yeref wep vausepued snaw wee, sedurow weBuap wouens ueunsng — mpunw yer suginguy - weep ‘jel wep wedeoxp yepmus yee] ~ ebay ueqeg Sumuvsian sen] unpog “| 2 waa spindau yes uonuoyod - Bio euayS -: eAUNdWOW “9 ynimsad 91 ~ sueinse vweurwreey p Asuedsueney p - 0902 yeoipou p= sipaw won, °¢ LV8O-LV1V SvLIsva svIwsasnad 5 ymiun ekuep g 9 ep Yasouaesp '¥ urerep wpag urepr so pita + yndo wap “¢ uryouvus spre Burare3 Iseusnsaa mun « wego + 1e1y Iau + ondo tay sadoas vpeiiog - z wap z yoy weituedery - sioq ueduedey - ped yay - wie} ynsoudieyp Suen, Apex Burns AioBuns-w seqiasyo smn, SVWSTASNa/a 2 a v ynoyseu dosoy unytingip Buvk dasayy = sho Tesng sypaw erseye wmusdoy ra winsi, - aynuaw wyEUag = sipow were} - qeuayip yer euepuag - ueunseey - ynoxpeufumepyse suensy ~ eiuepued ureumouag - unynins wiaisig - aden - Su smnywLepIp GDad wats - 12p) wap! nyoroid ipdundway | OWOLO¥a | ajjuisoeysaqar - oupes | uodaja - syuodoyag + | opt of wap! {sean W101 + SVINSENSNa/a | 2 q v ye - (eafumow y, - weave e145 - Wars 2 - eknig { weuodwioy deatey + mmyney euekeyad semen euesws eduepe ~ rwxesesous ymun sosye. - wap wap -z wr9pt | ynsneig 1] ISvaVAa 1A snpyeopey wuvsuag - ew yu voo Gon purnruiay - svINsasnaa 2 q v 50 AEYMY|S unTUap dup 3uvs yes p-g ueBuap oq (apoH yes | weBuer ionawduay |p Sy waisyy - wary] yong { isesrumiuoy vey ut ¢ feu anpn > see yeuey gad zl 97-9} ueanyn dmnisar Hg] = 2] ueunyn eynqua lop Seay “UeNyISIOGEP YEP suey] ump ismeyya We seyRUNWOy aww odid Ise]auOK oMUOU f2qey sBojouayEG | dv eaeyeg depeyssr muayio: prepurg - | | NVONVUSLH BYTE WVOVIN u7aaat Wi ADL YNVUVSVHd NVG VNVUVS “IIL ISNALNI [d'WWAL LIN 1 AL NAVMAN st Isd 02 - 05 wexeL, pau ueyai wiopn zaquing - exe. eimpg | gy UdAxo(eoipay - s3}owMoY UY = snp fem weuap =| redtuion yojuent 1p ubiuap rensog 281840 s9qung 9 sh ys “adoosoBussey sseqny Pa aastuue “ 9 se * ee 2 ad wostaddeyy oe veinyn ye8eqs2q)-Aemure woduAzeydoso wep oseyy (utespod per inpe) scionosnsan yseyy 1 Seq — ufuap tensos 6 woneusnsay jenveyy - Pq cit Ps NVONVUSUSN HVTWOr WYOvW, ON sa seioy Sued ueyeg rep Zea rsensnsoy uedeg reruey wep wo gy eM A 0cz prepurig syenino + sensi enjoy yen | or ro 95 Kojjon wounvaxy, | gr nor weg a5 1 sas Aworsooyoesy, | bp [jos wee Bs 1 ras Auowossyioaur5 | oF j1oa wae vesumoq ing snouR, | st you wee 5% ves AsoBuns sou | ot duis} ueBuaq - i somaya 31qNo = eng z-1 ({euondo) doosoreton | ep yea sod yextunn gp - Bey TRIO - eng Z-1 tt s2Yo|-42N0] UeBuap néey 1859q EMT yengz-1 tt » } yenaz-y own c yen | 6 synap uunuef weBusp yong z s NVONVUSLEY BYTNAL WVOVW ON ye1odi0y UnIs49 ope mecundwtayy, gag dnpry uenueg wexnyyejauy Uenduremoy uep WISBuED yIgol uex MURPIURLLAd UEP sWEYaUA ISEINUDA 2} (sean ut seaut-uou) yISBueD Yuga] SuLx wemerUOLad UEP YUE DUE IS jecundusy <1 7a\a7 | jeuondo - 20D UEP ZO Ag aRyABUaYA aq snes - JontvoU se snoauennas 9s uy usp esemaq ws adosouosg andosoqey | 5 eauogyornbspoyy ageng 1 eq pooyy 10) 29 t's quais vou edu - -esoq Suwpas PAudinynaas veanyn epeas jounosa | gs Ip 390 ued Dretiiap gp myns - uyeng | uaurpua zs ssammyy Suygqng 24 b0d | smignoag nue seieyy | 1s NVONVULEY HVINOE WYOVW x LAMPIRAN V RESUSITASI JANTUNG PARU Bagian Anestesiologi Kedokteran Universitas Indowesiaf Rumah Sakit Dr. Cipto Manguntustno, Jakarta PENDAHULUAN Dengan penemuan tindakan diagnostik dan resusitasi mutakhir, maka Kematian tidak lagi dianggap sebagai saat berhenti Kerja jantung. Sekarang dikenal spektrum keadaan fisiologik yang meliputi kematian klinis, serebral dan organismik. Tanpa pertolongan tindakan resusitasi maka henti sirkulasi akan menyebabkan disfungsi serebral dan kemudian organismik (dengan kerusakan sel ireversibel). Tujuan Resusitasi Jantung Para (RJP) adalsh untuk mengadakan kembali pembagian substrat sementata, sehingga memberikan waktu untuk pemulihan fungsi jantung paru secara spontan. Selang waktu dari henti sirkulasi sampai nekrosis sel terpendek pada jaringan otak, sehingga pemeliharaan perfusi serebral merupakan tekanan utama pada RIP. Resusitasi yang berhasil (tanda vital kembali) terjadi pada 27-49% kasus- kasus di ramah sakit dengan angka kelangsungan hidup yang dilaporkan sampai 17% untuk 1 bulan dan 10-14% untuk 6 bulan dalam suaiu penelitian prospektif. Pasien dengan’ penyakit yang digolongkan sebagai kejadian akut lebih baik daripada yang dengan penyakit keganasan, neurotogik atau stadium akhir. Jadi pneumonia, hipotensi, gagal ginjal, kanker dan gaya bidup terikat di rumah dengan pra henti (prearrest) disertai dengan mortalitas bermakna setelah RJP. Di sampaing itu pasien yang resusitasinya memerlukan waktu lebih dari 30 menit biasanya tidak bertahan hidup. Usia lanjut tidak menyingkirkan hasil yang baik, Walaupun persentase pasien-pasien yang tanda-tanda vitalnya berhasil dipulihkin Iumayan (60%), tak bergantung pada tempat dilakukan resusitasi, namun pasien-pasien yang mendapat resusitasi di CU mempunyai prognosis jangka panjang lebih baik daripada yang di bangsai?. Pasien yang menalami henti jantung pare di [CU mempunyai hasil yang lebih baik, mungkin karena staf medis cepat mengenali masalah ini dan telah disiapkan untuk menangani hal ini. Sejauh ini tindakan resusitasi yang dimulai secara dini merupakan satu satunya faktor yang diketahui mempengaruhi kelangsungan hidup dan hasi! neurologik Sebab Henti Jantung Paru Henti jantung parw. Sebab henti nafas. (apnea) 1. Sumbatan jalan nafas : benda asing, aspirasi, lidah yang jatuh ke belakang, pipa trakeal terlipat, kanula trakeal tersumbat, kelainan akut glolis dan sekitarnya (sembab glotis, perdarahan) 2. Depresi pernafasan a. Sentral : obat-obatan, intoksikasi, paO2 rendah, paCO2 tinggi. setelah henti jantung, tumor otak, tengelam. b. Perifer : obat pelumpuh otot, penyakit miastenia gravis, poliomietitis Sebab henti jantung (cardiac arrest) 1. Penyakit kardiovaskular : penyakit jantung iskemik, infark miokardial akut, embolus paru, fibrosis pada sistem konduksi (penyakit Lenegre, Sindrom Adams-Stokes, noda sinus sakit) 2, Kekurangan oksigen akut : henti nafas, benda asing di jalan nafas, sumbatan jalan oleh sekresi. 3. Kelebihan dosis obat : digitalis, quinidin, antidepresan trisiklik, propoksifen adrenalin, isoprenalin 4. Gangguan asam-basa/elektrolit : kalium serum yang tinggi atau rendah, magnesium serum rendah, kalsium serum tinggi, asidosis 5. Kecelakaan : syok listrik, tenggetam 6 Refleks vagal: peregangan sfingter ani, penekanan/penarikan bola mata. 7. Anestesi 8 Terapi dan tindakan diagnostik medis. 9. Syok (hipovolemik, neurogenik, toksik, anafilaksis), dan pembedahan Kebanyakan henti jantung yang terjadi dalam masyarakat merupakan akibat penyakit jantung iskemik. Empat puluh persen mati mendadak dari penyakit jantung iskemik terjadi dalam waktu 1 jam setelah dimulainya gejala-gejala, dan proporsinya lebih tinggi, sekitar 60% di antara umur pertengahan dan yang, lebih muda, Lebih dari 90% kematian yang terjadi di luar rumah sakit di sebabkan oleh fibrilasi ventrikular, suatu kondisi yang potensial reversibel Angka kelangsungan hidup dari henti jantung optimal bila : 1) peristiwa ini disaksikan, 2) ada yang, muloi melakukan res! timbul adalah fibrilasi ventrikulae, 4) defibrilasi dilaksanakan pada stadium dini Penekanan hendaknya ditujukan pada defibrilasi dint dan tidak memandang pertimbangan.pertimbangan lain, defibrilator hendaknya disediakan lebih banyak untuk dipakai oleh tenaga yang terlatih Henti jantung terutama pada 58 orang muda, dapat disebabkan oleh kausa selain penyakit jantung iskemik Pada beberapa keadaan RJP yang dilakukan dengan benar dapat mempertahankan kehidupan sampai 1 jam sementera terapi untuk kondisi penyakit utama sedang diberikan. Diagnosis henti jantung A. Tanda tanda henti jantung 1 2 Kesadaran hilang (dalam 15 detik setelah henti jantung). Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakialis pada bayi). Henti nafas atau megap-megap (gasping). Terlihat seperti mati (death like appearance). Warna kulit pucat sampai kelabu. Pupil dilatasi (setelah 45 detik). B. Diagnosis henti jantung sudah dapat ditegakkan bila dijunpai ketidaksadaran dan Ink teraba denyut arteri besar! 1 ‘Tekanan darah sistolik 50 mmHg mungkin tidak menghasilkan denyut nadi yang, dapat diraba. Aktivitas elektrokardiogram (EKG) mungkin terus berlanjut meskipun tidak ada kontraksi mekanis, terutama pada asfiksia. Gerakan kabel EKG dapat menyerupai irama yang tidak mantap. Bila ragu-ragy, mulai saja RJP ! Kapan resusitasi dilakukar/tidak dilakukan A. Resusitasi harus dilakukan pada : Newhone Infark jantung “kecil”, yang mengakibatkan “kematian listrik”. Serangan Adams-Stokes. Hipoksia akut. Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan. Sengatan listrik Refleks vagal Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup. B. Resusitasi tidak dilakukan pada 1 Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat. Pada keadaan ini denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat, ketika tidak hanya jantung, tetapi organisme secara keseluruhan begitu terpengaruh oleh penyakit tersebut sehingga tidak mungkin untuk tetap hidup lebih lama lagi. Upaya resusitasi di sini tidak bertujuan dan tidak berarti. Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah 4-1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa Rp. 60 BANTUAN HIDUP DASAR (BHD Basic Life Support) Bila terjadi henti nafas primer, jantung dapat terus memompa darah selama beberapa menit dan sisa O2 yang ada dalam paru dan darah akan terus beredar ke otak dan organ vital Jain. Penanganan dini pada korban dengan henti nafas atau sumbatan jalan nafas dapat mencegah henti jantung. Bila terjadi henti jantung primer, Oy tidak beredar dan O, yang tersisa dalam organ vital akan habis dalam beberapa detik. Henti jantung dapat disertai oleh fenomena listrik berikut : fibrilasi ventrikular takikardia ventrikular, asistol ventrikular atau disosiasi elektromekanis. Penilaian tahapan BHD sangat penting. Tindakan resusitasi (yaitu posisi,pembukaan jalan nafas, nafas buatan dan kompresi dada luar) dilakukan kalau memang betul dibutuhkan. Ini ditentukan penilaian yang tepat. Setiap langkah ABC RJP dimulai dengan : penentuan tidak ada respons, tidak ada nafes dan tridak ada nadi. Pada korban yang tiba-tiba kolaps, kesadarannya harus segera ditentukan dengan tindakan “goncangan dan teriak” yang terdiri dari : menggoncangkan korban dengan lembut dan memanggil keras-keras. Bila tidak dijumpai tanggapan, hendaknya korban diletakkan dalam posisi telentang dan ABC (Airway Breathing & Circulation) BHD hendaknya dilakukan. Sementara itu mintalah pertolongan dan bila mungkin aktifkan sistem pelayanan medis darurat (ihat gambar 1). Gambar 1 : Pertolongan pertama A: Airway (Jalan nafas) Sumbatan jalan nafas_oleh lidah yang menutupi dinding posterior faring adatah merupakan persoalan yang sering timbul pada korban tidak sadar yang, telentang. Resusitasi tidak akan berhasil bila sumbatan tidak diatasi. Tiga cara telah dianjurkan untuk menjaga agar jalan naf-s tetap terbuka. Pada metode ckstensi kepala dan angkat Ieher, penolong mengekstensikan kepala koran 6 dengan satu tangan sementara tangan yang lain menyangga bagian atas Ieher korban. Pada metode ekstensi kepala angkat dagu, kepala diekstensikan dan dagu diangkat ke atas (lihat Gambar 2). Pada metode ekstensi kepala dan dorong mandibula, kepala diekstensikan dan mandibula didorong maju dengan memegang sudut mandibula korban pada kedua sisi dan mendorongnya ke depan. Metode angkat dagu dan dorong mandibula lebih efektif dalam membuka jalan nafas atas daripada angkat leher. Akan tetapi penolong mungkin harus menarik bibir bawah korban dengan ibu jari, Pendorongan mandibula saja tanpa ekstensi kepala juga merupakan metode paling, aman untuk memelihara jalan nafas atas agar tetap terbuka, pada korban dengan dugaan patah tulang leher. Korban yang tidak sadar dan bernafas spontan dengan ventilasi adekuat sebaiknya diletakkan dalam posisi sisi mantap untuk mencegah aspirasi (gambar 4). Bila ventilasi adekuat, tetapi nafas tidak adekuat (ada sianosis), pasien perlu diberi O, lewat kateter nasal atau sungkup muka. Gambar 2 : Membuka jalan nafas Gambar 3 ; Menentukan tidak ada nafas 62 Bila diketahui atau dicurigai ada trauma kepala dan leher, korban hanya digerakkan/dipindahkan bila memang mutlak perlu, karena gerak yang tidak betul dapat mengakibatkan paralisis pada korban dengan cedera leher. Di sini, teknik dorong mendibula tanpa ekstensi kepala merupakan cara paling aman untuk membuka jalan nafas. Bila dengan ini belum bethasil dapat dilakukan sedikit ekstensi kepala. B : Breathing (Pernafasan) Sctclak jalan nafas terbuka,penolong hendaknya segera menilai apakah pasien dapat bernafas spontan. Ini dapat dilakukan dengan mendengarkan bunyi nafas dari hidung dan mulut korban dan memperhatikan gerak nafas pada dada korban. Bila pernafasan spontan tidak timbul kembali, diperlukan ventilasi buatan. Untuk metakukan ventilasi mutut ke mulut penolong hendaknya mem- ertahankan kepala dan leher korban dalam salah satu sikap yang telah disebutkan di atas dan memencet hidung korban dengan dua jari atau menutup lubang hidung pasien dengan pipi penolong (lihat gambar 6). Selanjutnya diberikan 2 kali ventilasi dalam (1 kali nafas = 1.5 - 2 detik). Kemudian segera raba denyut nadi karotis (likat gambar 7) atau femoralis. Bila ia tetap henti nafas tetapi masih mempunyai denyut nadi diberikan ventilasi dalam (800 - 1200 ml pada orang dewasa) setiap 5 detik. Bila denyut nadi karotis tak teraba, 2 kali ventilasi dalam (800 - 1200 ml pada orang dewasa) setiap 5 detik. Bila ‘denyut nadi karotis tak teraba, 2 kali ventilasi dalam harus diberikan sesudah tiap 15 kompresi dada pada resusitasi yang dilakukan oleh seorang penolong dan 1 nafas dalam sesudah tiap 5 kompresi dada pada resusitasi yang dilakukan oleh 2 penolong, Tanda-tanda bahwa ventilasi buatan adekuat adalah dada korban yang terlihat naik turun, dengan amplitudo yang cukup dan ada udara Keluar melatui hidung dan mulut korban selama ekspirasi; sebagai tambahan, selama pemberian ventilasi pada korban, penolong dapat merasakan tahanan dan kekembangan (compliance) paru korban ketika diisi. Pada beberapa pasien ventilasi mulut-ke-hidung (lihat gambar 8) mungkin lebih efektif daripada ventilasi mulut-ke-mulut. Ventilasi mulut ke stoma hendaknya dilakukan pada pasien dengan trakeostomi (Jihat gambar 9). Bila ventilasi mulut-ke-mulut atau mulut-ke-hidung tidak berhasil baik walaupun jalan nafas telah dicoba dibuka, faring korban harus diperiksa untuk melihat apakah ada sekresi atau benda asing. Pada tindakan jari menyapu, korban hendaknya digulingkan pada salah satu sisinya. Sesudah dengan paksa membuka mulut korban dengan satu tangan memegang lidah dan rahangnya, penolong memasukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan yang lain ke dalam satu sisi mulut korban, melalui bagian belakang faring, keluar lagi melalui. sisi Jain mulut korban dalam satu gerakan menyapu. Bila tindakan ini gagal untuk mengeluarkan benda asing, hendaknya dikerjakan hentakan abdomen {abdominal thrust, gerak Heimlich) (ibat gambar 10 dan 11) atau hentakan dada (chest thrust). Hentakan dada dilakukan pada korban yang telentang, 63 teknik ini sama dengan kompresi dada luar. Urutan yang dianjurkan adalah (1) berikan 6-10 kali hentakan abdominal, (2) buka mulut dan lakukan sapuan jari, (3) reposisi pasien, buka jalan nafas dan coba beri ventilasi buatan. Urutan ini hendaknya diulang sampai benda asing keluar dan ventilasi buatan dapat dilakukan dengan sukses. Gambar 5 > Tands distress universal Gambar 6 + Ventilasi mulut-ke-mulut untuk sumbatan jalan nafas oleh benda asing Gambar 8: Ventilasi mubui-ke-hidung Gambar 9: Ventilasi mulut-ke stoma Bila sesudah dilakukan gerak tripel (ekstensi kepala, buka mulut dan dorong mandibula) dan pembersihan mulut dan faring, ternyata masih ada sumbatan jalan nafas, dapat dicoba pemasangan pipa jalan nafas (oropharyngeal airway atau nasopharyngeal airway). Bila dengan ini belum berhasil, perlu dilakukan intubasi trakeal. Bila tidak mungkin atau tidak dapat dilakukan intubasi trakeal, sebagai alternatifnya ialah krikotirotomi atau fungsi membran krikotiroid dengan jarum berlumen besar (misal dengan kanula intravena 1 G). Selanjutnya bila masih ada sumbatan (ada di bronkus) maka perlu tindakan pengeluaran benda asing (padat, cair) dari bronkus atau terapi bronkospasme dengan aminofilin (4-6 mg/kg BB LV) atau adrenalin (0.3 mg SkIMV). Bila ada sumbatan benda padat dalam salah satu bronkus, pasien, memerlukan tindakan bronkoskopi, Sementara itu pasien perlu diberi terapi O3. C: Circulation (Sirkulasi) Bantuan ketiga BHD adalah menilai dan membantu sirkulasi. Tidak ada nadi yang teraba pada arteri besar (periksalah arteri karotis sesering mungkin) merupakan tanda utama henti janiung. Henti jantung adalah gambaran Klinis berhentinya sirkulasi mendadak yang terjadii pada seseorang yang tidak diduga mati pada waktu ity atau penghentian liba-tiba kerja pompa jantung pada organisme yang utuh atau hampir utuh. Diagnosis henti jantung capat ditegakkan bila pasien tidak sadar dan tidak teraba denyut arteri besar. Pemberian ventilasi buaton dan kompresi dada fuar diperlakan pada keadaan sangat gawat ini. Korban hendaknya telentang pada permukaan yang keras bila kompresi dada luar dilakukan. Penolong berlutut di samping korban dan meletakkan pangkal sebelah tangannya di atas tengah pertengahan bawah sternum korban sepanjang sumbir panjangnya dengan jarak 2 jari sefalad dari persambungan sifoid-sternum. Tangan penolong yang lain dileiakkan di atas tangan pertama. Dengan jari-jari terkunci, lengan Jurus dan kedua bahu tepat di atas sternum korban, penolong memberikan tekanan vertikal ke bawah yang cukup untuk menekan sternum 4-5 cm (lihat gambar 12). Setelah kompresi harus ada relaksasi, tetapi kedua tangan tidak boleh diangkat dari dada korban. Dianjurkan lama kompresi sama dengan lama relaksasi. Bila ada satu penolong, 15 kompresi dada luar (laju : 80-100 kali / menit = 9-12 detik) harus diikuti dengan pemberian 2 kali ventilasi dalam (2-3 detik). Dalat menit harus ada 4 daur kompresi dan ventilasi (yaitu minimal 60 kompresi dada dan 8 nafas). Jadi 15 kali kompresi + 2 ventilasi harus selesai maksimal dalam 15 detik. Bila ada 2 penolong, kompresi dada diberikan oleh satu peniotong dengan laju 80-100 kali per menit dan pemberian 1X ventilasi dala {1.5.2 detik) oleh penolong kedua sesudah tiap kompresi kelivsi, Dalaws T menit sninimal harus ada 60 kompresi dada dan 12 nafas. Jadi 5 kompresi eT ventitasi me yesimal dalam § detik Kompresi dada harus ditakukan secara halus dan berirama. Bila dilakakan dengan benar, kompresi dada Ivar dapat menghasilkan tekanan sistolik lebih Gari 100 mmFlg dan tekanan rata-rata 40 mmHg pada arteri Karotis. Kompresi dada tidak boleh terputus lebih dari 7 detik setiap kalinya, kecuali pada waktu intubasi trakeal, tranportasi (naik turun tanga), dapat sampai 15 detik: Sesudah 4 daur kompresi dan ventilasi (rasio 15 : 2), lakukan reevaluast pasien, Periksa apakah denyut karotis stdah timbul (5 detik). Bila tidak ada, fautai tapi RJP dengan 2 ventilasi diikati dengan 15 kompresi. Bila ada denyut, lanjutkan dengan langkal berikut Periksa pernafasan (3-5 detik). Bila ada, pantau pernafasan clan nadi dengan ketat. Bila tak ada, lakukan nafas buatan 12 kali per menit dan pantau nadi dengan ketal Bila RJP dilanjutkan, sesudah beberapa menit dihentikan dan periksa apakah sudah timbat nadi dan nafas spontan, dan begitt seterusnya, Gambor 12 Kemprvsi dada upstate * Downstroke* a78-5em ‘Gaya tengan (bolakara a. Socom) {purge ‘wah stern | Teknik pada bayi dan mnak-anak Prinsip BHD pada bayi dan anak adalah sama dengan pada orang dewasa. ‘Akan tetapi Karena ketidak-saman ukuran, diperukan modifikasi teknik yang disebutkan di atas 1. Ekstensi kepata yang berlebihan dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas pada bayi dan anak kecil. Kepala hendaknya dijaga dalam posisi netral selama divsahakan membuka jalan nafas pada kelompok ini 2. Pada bayi dan anak kecil ventilasi mutut-ke-mulut dan hidung lebih sesuai daripada ventilas! mulul-ke-mulut atau mulutke-hidung. Pemberian Ventilasi harus Iebth kecil volumenya dan frekuensi ventilasi harus Gilingkatkan menjadi 1-ventilasi tiapy 7 eet’: untuk bayi dan 4 detik untuk anak-anak (lihat gambar 15) Gambar 13 : Ventilasi mulut ke mulut dan hidung pada bayi Pukulan punggung dengan pangkal tangan dapat diberikan pada bayi di antara 2 skapula dengan korban telungkup dan mengangkang pada lengan penolong dan hentakan dada diberikan dengan bayi telentang, kepala ter- letak di bawah melintang pada paha penotong (lihat gambar 14). Pukulan punggung pada anak yang lebih besar dapat diberikan dengan korban telungkup melintang di atas paha penolong dengan kepala lebih rendah dari badan, dan hentakan dada dapat diberikan dengan anak telentang di atas lantai “Gambar 14 : Pukulan punggung pada bayi Karena jantung terletak sedikit lebih tinggi dalam rongga toraks pada pasien- pasien muda, kompresi dada luar hendaknya diberikan dengan 2 jari pada 1 jari di bawah titik potong garis puting susu dengan stemum pada bayi dan pada tengah pertengahan bawah sternum pada anak (lihat gambar 15). Penekanan sternum 1,5 - 2,5 cm efektif untuk bayi, tetapi pada anak diperlukan penekanan 2,5 - 4 cm. Pada anak yang lebih besar, hendaknya digunakan pangkal telapak tangan untuk kompresi dada luar (lihat gambar 16). Gambar 15: Letak jari pada Gambar 16: Letak tangan pada Kompresi dada bayi kompresi dada anak 5. Selama henti jantung, pemberian kompresi dada luar harus minimal 100 kali per menit pada bayi dan 80 kali per menit pada anak-anak. Perbandingan kompresi terhadap ventilasi selalu 5 : 1. Penilaian Hasil Bantuan Hidup Dasar ABC RJP yang dilakukan pada korban yang mengalami henti jantung da- pat memberi beberapa kemungkinan hasil : 1 2. Korban menjadi sadar kembali. Korban dinyatakan mati, ini dapat disebabkan karena pertolongan PJP yang terlambat diberikan atau pertolongan tek terlambat tetapi tidak betul pelaksanaannya 6 RESUSITAS! JANTUNG PARU Mice Airway ep 7 Tidak ada nafas Breathing Tidak ada nai Circulation (Berson sae) enorat 2003 etnias 200 3 evened soo bua 3 mtd Deftrisa 960 9 Doar ms 0 Donnas | Aso sp aratan FUP swame 2 mar sean fap ta panboran ote sisoan enttan PUP iti Sart TO enc focus ont cela ea ee ota 1, erin penn ‘acrnain cos garda pecan sia stop Bila henti jantung telah berlangsung lebih dari 10 menit pada orang dewasa, normotermia, pertolongan resusitasi tanpa resusitasi otak biasanya tak dapat memulihkan fungsi susunan saraf pusat (SSP). Dalam keadaan darurat ini, korban dapat dinyatakan mati bila setelah dimulai resusitasi korban tetap tidak sadar, tidak timbul nafas, spontan dan refleks muntah (gag reflex), serta pupil tetap dilatasi selama 15-30 menit atau lebih, kecuali kalau Korban hipotermik atau di bawah pengaruh barbiturat atau anestesia umum. 3, Korban belum dapat dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan. Dalam hal ini perlu diberi pertolongan lebih lanjut yaitu bantuan hidup lanjut (BHL) 4. Denyut jantung spontan timbul, tetapi korban belum pulih kesadarannya. Nafas spontan bise ada, bisa tidak. Bantuan Hidup Lanjut (BHL Advanced Life Support) Yang dimaksud dengan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Lanjut pada makalah ini adalah fase Il Resusitasi Jantung Paru Otak. RIP Lanjut atau Bantuan Hidup Lanjut (BHL) terdiri dari upaya-upaya unttuk mengembalikan sirkulasi spontan yang adekuat Setelah dimulai Bantuan Hidup Dasar (BHO) atau fase | RJPO (langkah ABO), sirkulasi spontan harus dikembalikan sedapat mungkin, Karena RJP eksternal hanya menghasilkan aliran darah yang sangat minimal untuk kebutuhan, yang mungkin tidak adekwal untuk mempertahankan otak dan jantung tetap hidup lebih lama dari beberapa menit. Biasanya untuk BHL diperlukan memberian intravena (IV) obat-obatan dan cairan (langkah D), dic agnosis elekirokardiogratik (langkah £) dan penanganan defibrilasi (langkah F), dalam urutan-urutan yang bervariasi bergantung pada keadaan. BHL juga mencakup RJP dada terbuka untuk indikasi spesifik, pintasan jantung paru darurat yang penggunaaniyya masih cksperimental dan Bantuan Hidup Trauma Lanjut (BHTL). Defibrilasi sedini mungkin dengan restorasi sirkulasi spontan merupakan kunci optimasi peluang untuk mendapatkan hasil serebral dan hasil keseluruhan yang baik. Jadi, pada fibrilasi ventrikular yang terjadi ketika EKG pasien sedang dipantau, syok listrik (langkah F) hendaknya jangan sampai terhambat oleh langkah D dan E dan mendahului fangkah-langkah A-B-C. Mungkin juga, tidak satupun langkah D, E dan F yang diperlukan kalau nadi spontan kembali segera sesudah dimulai ventilasi buatan dan kompresi dada, seperti seting terjadi pada henti jantung (cardiac arrest) sekunder terhadap asfiksia. Tidak perlu dikatakan, selama upaya mengembalikan sirkulasi spontan, transport oksigen oleh RJP Jangkah A-B-C harus dipertahankan dengan interupsi sedikit mungkin. RIP eksternal langkah A-B-C (BHD) dimaksudkan semata-mata sebagai tindakan sementara mempertahankan viabifitas otak ke jantung, namun sekarang ini, merupakan tindakan darurat satu-satunya yang ada untuk henti jantung di luar rumah sakit Pukulan prekordial telah dianjurkan kembali , namun hanya untuk henti jantung yang disaksikan atau dipantau, sejalan dengan bukti-bukti keampuhannya pada takikardia ventrikular atau fibrilasi ventrikular yang baru saja timbul. Memang, ada risiko babwa aritmia ventrikular akan kambuh lagi, telapi kerugiannya hanya sedikit bila henti jantung tersebut disaksikan. Lagipula efek proaritmia mungkin saja timbul dengan semua intervensi yang sukses dan hanya diperlukan waktt sebentar saja untuk melaksanakan mannver tersebut. Dengan adanya defibrilator ckstermal semiautomatik dan automatik maka texjadilah perbaikan dramatik dalam hasil JP, sebab defibrilasi dapat dilakakan dini oleh tenaga darurat yang relatif tidak terampil. Teknologi terbukti handal dalam praktek dan sckarang, ini Hidak acta Logi alasan mengapa setiap perawat jaga di ruangan dan setiap petugas ambulans yang menangani panggilan darurat tidak dapat melakukan defibrilasi sebelum kedatangan staf medis. Defibrilator automatik telah terbukti manfaatnya ketika digunakan oleh famili pasien berisiko dan oleh petugas pesawat terbang dan kereta api. Penggunaannya dapat diperluas ke pimpinan gelanggang olah raga dan kompleks pertokoan dan sebagainya. Rute transesofageal untuk defibrilasi tetah dipakai pada pasien di unit perawatan koroner. Probe ditinggal di esofagus dan defibrilasi dapat dikerjakan dengan cepat pada pasien yang dipantau (monitor) dengan memakai energi listrik yang jauh lebih kecil. Defibrilator/pemacu jantung yang ditanam bermanfaat pada pasien berisiko tinggi namun biaya mungkin merupakan barier relatif pada banyak negara. Tidak ada modifikasi pada pedoman yang dianjurkan untuk defibrilasi, kecuali bahwa tingkat energi sesuai dengan standard yang ada sekarang untuk kalibrasi defibrilator modern dalam energi yang dikalkulasikan. Prosedur BHL berhubungan dengan teknik yang ditujukan untuk memperbaiki ventilasi dan oksigenasi korban dan pada diagnosis serta terapi gangguan irama ‘utama selama henti jantung. BHL memerlukan peralatan khusus dan penggunaan obat-obatan. Harus ditekankan bahwa BHD harus segera dimulai bila diagno- sis henti jantung atau henti nafas dibuat dan harus diteruskan sampai BHL diberikan Bila setelah dilakukan ABC RJP dan belum timbul denyut jantung spontan, maka resusitasi diteruskan dengan : D:: Drugs and Fluid (Obat-obatan dan cairan). ‘Tanpa menunggu hasil EKG dapat langsung diberikan : 1. Adrenalin : 1,0 mg; (dosis untuk orang dewasa), 10 meg/kg pada anak-anak (menurut AHA). Cara pemberian : LV, intratrakeal lewat pipa trakeal (1 ml adrenalin 1 °/o9- diencerkan dengan 9 ml akuades steril, bukan NaCl) atau bila keduanya tidak mungkin : intrakardiak (hanya oleh tenaga yang sudah terlatih). Diulang tiap 3-5 menit dengan dosis sama sampai timbul denyut jantung spontan atau mati jantung, Pemberian adrenalin sebaiknya lewat IV, karena inj lebih baik daripada lewat pipa trakeal. 73 Untuk henti jantung pada anak-anak, pemakaian dosis tinggi adrenalin dapat dipertimbangkan bila dosis standard awal tidak efektif. Penelitian menunjukkan kemanjuran dosis tinggi adrenalin pada binatang dengan pembuluh koroner normal, dan kasus pediatrik sangat menyerupai model binatang ini. Selain itu, suatu penelitian prospektif dengan memakai kontrol retrospektif menyarankan kemanjuran adrenalin dosis lebih tinggi. Karena itu AFA menganjurkan pada henti jantung pediatrik, hendaknya diberikan dosis standard awal 0.01mg/kg adrenalin, seterusnya dalam 3-5 menit diberi lagi dosis 0,1-0,2 mg/kg. (Akan tetapi pemberian dosis tinggi adrenalin ini tidak dianjurkan pada neonatus, karena risiko perdarahan intrakranial) Dosis selanjutnya sebesar 0,1-0,2 mg/kg hendaknya diulang tiap 3:5 menit jika perlu. Dipertegas lagi kelebihan manfaat dosis standard adrenalin daripada atropin paca bradikardia, dan bahwa natrium bikarbonat bukanlah obat lini pertama pada resusitasi pediatrik, kendati dapat dipergunakan bersama dengan adrenalin pada pasien yang gagal berespons terhadap ventilasi, oksigenasi dan kompresi. Sangat dianjurkan pemakaian rute IV, termasuk intraoseus. Rute endotrakeal kurang bagus penyerapannya. Bila hanya ada rute endotrakeal, dosis adrenalin hendak ditinggikan sampai 0,1 mg/kg untuk mencapai kadar darah yang adekuat. Tidak ada data meyakinkan tentang dosis atropin dan lignokain lewat endotrakeal. Juga dianjurkan tidak dipakai isoproterenol untuk henti jantung, Dianjurkan pula pemberian 20 ml bolus cairan nonglukose isotonik pada penanganan henti jantung pediatrik untuk mengatasi syok, terutama pada kasus trauma bila upaya lainnya gagal 2. Natrium bikarbonat : dosis awal : 1 mEq/kg (bila henti jantung lebih dari 2 menit) kemudian dapat diulang tiap 10 menit dengan dosis 05 mEq/kg sampai timbnl denyut jantung spontan atau mati jantung, Cara pemberian hanya IV. Di sini dipasang infus intravena sesuai indikasi. Penggunan natrivm bikarbonat tidak lagi dianjurkan kecuali pada resusitasi yang lama. Namun dianjurkan hanya pada korban yang diberi ventilasi buatan yang efisien, sebab kalau tidak, asidosis intraselular justru ber- tambah, tidak berkurang, Penjelasan untuk keanehan ini bukanlah hal baru. CO) yang dihasitkan dari pemecahan bikarbonat sepera menyeberangi membran sel jika CO; tidak diangknt oleh respirasi. Di lain pihak, alkalin lebih dominan berada di ekstraselular. E: EKG Fibrilasi ventrikulor 7 asistol ventrikular ? kompleks aneh ? (diasosiasi elektromekanis) ? brillation treatment ( Terapi fibrilasi). Elektroda dipasang di sebelah kiri puting susu kiri dan di sebelah kanan sternum atas. Defibrilasi luar : arus searah = 200-300 Wsec (Joule) (pada dewasa) ; = 100-200 Wee (pada anak) 50 - 100 Wsee (pada bay) Ulangi syok balik (countershock) bila pertu. Bila belum berhasil beri lignokain (lidokain) 1-2 mg/kg IV, kalau perlu diteruskan dengan tetesan infus (1-4 mg/menit). Ulangi syok. Bila belum berhasil beri prokainamid 1-2 mg/kg. IV. Syok lagi. Bila belum berhasil bila bretilium 5 mg/kg IV, syok lagi. Bila belum berhasil dosis bretilium dapat ditinggikan 10 mg/kg sampai dosis total 30 mg/kg. Bretitium ini merupakan obat terakhir yang tersedia saat ini. Bila ini juga tidak berhasil maka dapat ditegakkan diag- nosis Kematian jantung, bila memenuhi kriterianya. Menurut perkembangan terakhir, ada perubahan dalam urutan obat-obat yang hendaknya diberikan jika fibrilasi ventrikular gagal untuk berespons terhadap 3 syok pertama (200-200-360 Joule). Adrenalin telah menggantikan lignokain sebagai obat pertama. Lignokain terbakti manjur dalam mengobati takikardia ventrikular dan untuk pencegshan timbulnya fibrilasi ventrikular, dan dengan ekstrapolasi banyak yang percaya bahwa obat ini bermanfaat untuk defibrilasi. Namun, pendapat ini tidak pernah ditunjang oleh bukti klinis yang meyakinkan. Lagipula observasi eksperimental mengarahkan bahwa fibrilasi menjadi makin Yefrakter terhadap terapi listrik sesudah pemberian lignokain. Pada kenyataannya defibrilasi berhasil hanya setelah diberikan lignokain, Akan tetapi, kita semua maklum bahwa konsep ambang rangsang defibrilasi sederhana adanya. Banyak faktor yang menentukan apakah syok akan berhasil atau tidak, dan beberapa di antaranya (misalnya barangkali vektor gelombang) akan bervariasi dari waktu ke waktu. Jadi, syok keempat dalam suatu seri mungkin saja berhasil menghilangkan fibrilasi setelah sebelumnya gagal, tidak bergantung, pada pengobatan yang diberikan. Karena tidak ada data klinis yang relevan, Resuscitation Council (UK) memutuskan untuk mengikuti bukti eksperimental, meskipun diakui bahwa substrat untuk aritmia pada setting eksperimental, berbeda dengan setting klinis. Sementara bukti yang, memujikan adrenalin sebagai obat yang bermanfaat untuk defibrilasi tidak lebih baik daripada. bukti yang meniujikan lignokain, terdapat atribut lain yany, membuat dimasukkannya adrenalin lebih dini dalam algoritma. Percobaan paca binatang menunj:xkan bukti yang meyakinkan bahwa adrenalin meningkatkan sirkulasi serebral selama bantuan hidup dasar RJP. Karena itu tujuan utama adrenalin pada saat itu adalah untuk mem- pertahankan perfusi serebral selama upaya resusitasi yang lama. Resuscitation Council (UK) tidak menyatakan bahwa adrenalin juga meningkatkan kemanjuran syok arus searah, walaupun banyak yang percaya bahwa hal ini dapat terjadi pada beberapa kasus. Akhir algoritma defibrilasi juga mengalami perubahan. Syok yang diulang, ulang pada tingkat energi yang maksimal ctianjurkan jika fibrilasi refrakter sesudah 3 syok awal dan 2 obat (+ syok ke empat) diberikan. Jika diagnosis ritmeakurat, tidak dibatasi jumlah syok untuk menghitangkan fibrilasi tersebut, karefla korban nampakiya tidak mempunyai peluang hidup yang lain lagi Posisi padel yarig diubah dan pemakaian defibrilator tain hendaknya dipertimbangkan, tetapi bersama-sama dengan obat anti aritmik lainnya, Bila pada EKG : asistol ventrikular atau disosiasi elektromekanis : Ulangi D, kalsium dan vasopresor seperlunya. Dosis kalsium klorida 10% : 500 mg/70 kg IV, bila perlu diulang tiap 10 menit, Dosis kalsium glukonat 1000 mg i.v. Terdapat perubahan penting pada anjuran untuk korban yang nampak asistole. Kelainan listrik ini mempunyi implikasi prognostik yang berat, dan biasanya pengobatannya mengecewakan terutama pada penyakit jantung iskemik. Pernah terjadi_kesalahan akibat salah diagnosis asistole pada korban dengan fibrilasi ventrikular. Ini dapat terjadi jika ada kerusakan alat, atau jika kontrol gain pada elektrokardiograf dimatikan, atau fika fibrilasi ventrikul sangat halus, atau-jika vektor gelombang yang dominan berada pada sudut kanan terhadap hantaran diagnostik bipolar. Kemungkinan salah diagnosis harus ditekankan agar jangan sampai kelainan yang semestinya dapat di atasi tetap tidak mendapat terapi yang tepat. Bila penolong merasa bahwa kemungkinan fibrilasi tidak dapat disingkirkan maka hendaknya diberikan 3 syok sebelum algoritma untuk asistole yang sesungguhnya dimulai, Algoritma itu senditi telah diubah yaitu adrenalin diutamakan dari atropin. Isoprenalin tidak lagi dianjurkan pemakaiannya dan kemungkinan menggunakan rute intrakardiak untuk adrenalin dihapus. Pada disosiasi elektromekanis, kemungkinan hipovolemia sekarang ini dimasukkan, karena syok hemoragik merupakan kausa penting nadi yang tidak teraba dan ini tidak boleh diremehkan, Kasus-kasus yang membutuhkan kalsium Klorida juga dimasukkan dalam algoritma Melaksanakan prosedur resusitasi Betapa pentingnya melaksanakan terus resusitasi sangat ditekankan : jangan sampai melebihi 10 detik untuk melakukan tindakan yang memeclukan penghentian sementara kempresi dada. Rute endotrakeal sckarang dianggap sebagai rule yang tidak handal untuk pemberian obat dan hanya dipakai bilamana belum ada jalur IV. Dosis ulangan adrenalin dan natrivm karbonat dianjurkan untuk resusitasi yang lama Perlengkapan Di rumah sakit perlengkapan dan cbat-obatan untuk BHL biasanya di simpan pada kereta yang dapat didorong dan diletakkan pada daerah yang, strategis, termasuk kamar operasi dan ruang_ pulih. Perlengkapan pada kereta ini hendaknya mencakup tabung oksigen, pipa jalan nafas orofaringeal, sungkup, alat balon dan katup untuk ventilasi paru, perlengkapan pengisap faring, perlengkapan intravena, monitor EKG, defibrilator arus searah. Segera setelah kereia ini tiba, orofaring, korban harus dibersihkan dari sekret-sekret dengan cara diisap, pipa jalan nafas orofaringeal dimasukkan dan diberikan ventilasi dengan oksigen murni dengan menggunakan alat balon dan katup. Sebagai tambahan sebuah papan tempat tidur diletakkan di bawah korban. Ventilasi dan kompresi dada harus diteruskan dengan laju yang telah disebutkan pada BHD kecuali dihentikan sebentar pada saat defibrilasi. Segera setelah keadaan lebih baik, trakeal korban hendaknya diintubasi dengan pipa trakeal yang mempunyai balon, yang akan mencegah jalan nafas tidak terkontaminasi dengan isi lambung dan menyingkirkan risiko inflasi lambung. Juga infus intravena dan monitor EKG hendaknya dipasang sedini mungkin, Harus dicatat bahwa semua alat tambahan BHL dapat segera diperoleh atau stidah terpasang pada pasien dalam kamar operasi. Karena itu, resusitast pada keadaan ini dapat dimulai sebagai BHL. Pemberian semua obat anestetik harus dihentikan, oksigen 100% harus dibérikan melalui alat anestesia, ventilasi dikendalikan secara manual, tidak mekanis, sehingga dapat dikoordinasikan dengan Kampresi dada. Malfungsi perlengkapan anestesia selalu merupakan penyebab potensial henti jantung dalam kamar operasi. Ini harus disingkirkan sesegera mungkin Obat-obatan untuk RIP Semua obat hendaknya diberikan secara IV ke dalam sirkulasi sentral bila mungkin. Jangan diberikan intramuskular atau subkutis, Berbagai obat dan cara lain tersedia untuk membcrikan lingkungan fisiologik yang optimal bagi miokard dan tekanan perfusi dan mengatasi aritmia 1. Untuk memberikan lingkungan fisiologik optimal bagi miokard a. Oksigen. Berikan oksigen 100% dengan sungkup tekanan positif atau pipa trakeal b._Natrium bikarbonat 1. Untuk asidosis metabolik, dianggap ada pada permulaan RJP. 2. Dosis 1,0 mEq per kg dosisi aval, kemudian 0,5 mEq per kg setiap 10-15 menit jika tidak tersedia pengukuran pH, jika masa henti ini singkat {yait: 1-2 menit) moka mungkin tidak diperlukan c. bikarbonat. Dosis bikarbonat dapat dihitung dari kelebihan basa (negatif) dari gas darah arteri sebagi berikut : BE x 0,25 x berat badan (kg) BE : base excess. 3. Kelebihan natrium dengan hipernatremia dapat timbul pada pemberian bikarbonat yang terlalu giat. Hipokalemia setelah resusitasi bisa juga ditemukan. Hiperventilasi dapat digunakan untuk meningkatkan pH sistematik dan susunan saraf pusat (SSP) secara akut dan reversibel. 2. Untuk meningkatkan kontraktilitas dan tekanan perfusi miokard. Epinefrin (Adrenalin) 1. Untuk asistol, fibrilasi ventrikular yang halus dan disosiasi elektromekanis. 2. Dosis : 0.1 mg setiap 3-5 menit atau mula-mula dengan infus 0.05 meg/kgBB/menit, dititrasi sampai timbul efek yang diinginkan. Kalsium klorida 1, Untuk kontraktilitas miokard yang buruk, asistol, disosiasi elektromekanis, hipokalsemia. 2. Dosis: 2-20 mcg/kg/menit, dititrasi sampai tercapai tekanan arteri yang diinginkan, Norepinefrin (Levophed) 1. Untuk tahanan vaskular sistemaik yang rendah dengan hipotensi refrakter. 2.. Dosis : mula-mula infus 0.04 meg/kgBB/menit, dititrasi sampai tercapai tekanan arteri yang diinginkan. Dopamin (Intropin) 1. Untuk hipotensi, disfungst ventrikular atau keduanya. Efek dopaminergik beta yang bergantung pada dosis timbul pada dosis lebih rendah (Kurang dari 5 meg/kgBB/menit) dan efek alfa pada dosis lebih tinggi. 2. Dosis : 2-20 meg/kgBB/menit dititrasi sampai tercapai tekanan arteri yang diinginkan, 78 3. Kadang-kadang dopamin merupakan pengganti adrenalin yang bermanfaat karena aktivitas alfa yang terlihat bila diberikan dalam dosis lebih tinggi. e. Dobutamin (Dobutrex) 1. Untuk disfungsi ventrikular, terutama dengan tahanan vaskular sistemik yang tinggi 2. Dosis:2.5-10.0meg/kgBB/menit, dititrasisampai tercapaitekanan darah (atau curah jantung) yang diinginkan. 3. Dobutamin mungkin tidakbegitu bermanfaat seperti dopa adrenalin dalam fase awal henti jantung. inatau Untuk mengobati aritmia dan blok jantung. a. Lidokain (Xylocaine) 1. Untuk distrimia ventrikular. Ini merupakan obat pilihan pertama untuk takikardia ventrikular dan fibrilasi ventrikular. 2. Dosis:1 mg perkg bolus, diikuti dengan infus 1-4 mg permenit, dititrasi menurut respon pasien. 3. Laju infus mungkin perlu diturunkan bila ada hipotensi, kegagalan beberapa organ atau keadaan Iain yang mungkin menurunkan aliran darah hati. ‘ b. Bretilium Bretylol) 1. Rekomendasi bervariasi. Hendaknya obat ini dipertimbangkan pada awal penatalaksanaan farmakologik fibrilasi atau takikardia ventrikular. Obat ini dianjurkan untuk fibrilasi ventrikular berulang yang refrakter tethadap lidokain. 2. Dosis : pada fibrilasi ventrikular, diberikan 5 mg/kg BB/iv. bretilium yang tak diencerkan secara cepat diikuti dengan syok balik arus searah (DC). Jika fibrilasi menetap, dapat diberikan 10mg perkgiv. dengan cepat dan diulangi seperlunya. Untuk takikardia ventrikular refrakter atau berulang, dapat diberikan 5-10 mg/kg BB iv. larutan encer (500mg dalam 50-100 ml Dextrose5% dalam ir) sclama 10-20 menit. Dosis kedua dapat diberikan 1-2 jam sesudahnya dan kemudian setiap 6-8 jam, atau sebagai infus 2 mg per menit. 3. Mula kerja untuk terapi fibrilasi ventrikular terlihat dalam beberapa menit, Untuk takikardia ventrikular mungkin diperlukan waktu 20 menit atau lebih. Hipotensi dapat t¥mbul bila obat diberikan dengan cepat, ” 4 Prokalnamid (Pronestyl) 1. Untuk fibrilasi atau takikardia ventrikular berulang yang refrakter terhadap lidok: 2. Dosis: 100mg dosis muatan setiap 5 menit pada kecepatan sekitar20mg per menit sampai 1 g (atau 17 mg/kg) diikuti oleh infus 1-4 mg/kgBB/ meni 3. Pemberian dosis di atas harus dihentikan jika disritmia hilang, tekanan darah menurun atau kompleks QRS melebar lebih dari atau sama dengan 50%. Kardioversi 1. Pakulan prekordial a, Untuk takikardia ventrikular yang berlanjut ke fibrilasi ventrikular selama 60 detik pertama hentt jantung yang disaksikan. b.Pokulan dilakukan dengan memberikan pukulan cepat dan keras pada bagian tengah sternum dengan bagian daging bawah pergelangan tangan dari jarak sekitar 20-30 cm. RJP segera dimulai jika kardioversi tak elektif. 2. Syok balik arus searah (direct current countershock).. a. Untuk aritmia supraventrikular yaitu fibrilasi atrial atau flater atrial, takikardia ventrikular atau fibrilasi ventrikular, : b. Jadwal dosis dalam Tabel 1 dapat digunakan. Tabel 1. Dosis untuk syok balik arus searah (Watt-Sec) — Ventrikular Toraks [=e 7 Takikardia | Fibrilasi Terbuka 10-20 Tertutup 80 - 200 20 - 50 50 - 100 200 - 300 fe. Atropin 1. Untok bradikardia berat atau blok atrioventrikular derajat tinggi 2. Dosis :0.5.2.0 mgiv 3. Atropin mnngkin terbaik untuk bradikardia akibat rangsanigan vagal atau bradikardia karcna penyakit sistem hantaran 80 Isoproterenol (Isuprel) 1. Untuk bradikardia refrakter atau blok atrioventrikular derajat tinggi. 2. Dosis :2-20 meg per menit sebagai infus yang dititrasi untuk mencapai frokuensi denyut jantung yang diinginkan, Pemasangan pacu jantung 1. Untuk blok atrinventrikular derajat tinggi atau bradikardia berat yang timbul sefoma atau setelah RIP. 2, Biasanya pemacuan hanya sedikit membantu dalam: melakukan resusitasi pasion asistol Digoksin (Lanoxin) 1. Untuk flater atau fibrilasi atrial dengan respons ventrikular yang, cepat 2. Dosis:dosis muatan 1 mg diberikan dalam dosis terbagi (0.25 mg) yang, terpisah 30-60 menit 3. Lebih diindikasikan kardioversi daripada pemberian digoksin jika takiaritmia atrial menyebabkan ketakstabilan hemodinamik yang bermakna Verapamil (Isoptin) 1. Untuk takiaritmia suparaventrikular. 2. Dosis : 0.075 - 0.150 mg per kg perlahan lahan (5-10) mg pada pasien 70 kg). dinlangi sesuai keperluan. 3. Obat ini hendaknya digunakan dengan hati-hati bila ada blokade adrenergik-beta bersamaan atau penggunaan digoksin, karena dapat menyebabkan hipotensi atau blok jantung lengkap. Propranolol (Inderal) 1. Untuk aritmia ventrikular atau supraventrikular, bukan obat pilihan pertama dalam RIP. 2, Dosis awal : 0.1 -0.5 mgiv. jika bisa ditoleransikan kemudian ditambah 0.5:0.1 mg setiap 2-5 menit yang dititrasi terhadap respon pasien 3. Hendakaya propranolol diberikan dengan hati-hati pada masa pasca henti jantung karena mungkin ada disfungsi kontraktil_ventrikular dalam berbagai tingkat xy Keputusan untuk mengakhiri upaya resusitasi Semwua tenaga kesehatan dituntut untuk memulai RJP segera setelah diag- nosis henti nafas atau henti jantung dibuat, tetapi dokter pribadi korban hendaknya lebih dulu diminta nasehatnya sebelum upaya resusitasi dihentikan. Tidak sadar, tidak ada pernafasan spontan dan refleks muntah dan dilatasi Pupil yang menetap selama 15-30 menit atau lebih merupakan petunjuk kematian otak kecuali pasien hipotermik atau di bawah efek barbiturat atau dalam anestesia umum. Akan tetapi tidak adanya tanggapan jantung tehadap tindakan resusitasi dibanding dengan tanda-tanda klinis kematian otak, adalah titik akhir yang lebih baik untuk membuat keputusan mengakhiri upaya resusitasi. Tidak ada aktivitas listrik jantung (asistol selama paling sedikit 30 menit walaupun dilakukan upaya RJP dan terapai obat yang optimal menandakan mati jantung. Seseorang dinyatakan mati bilamana fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti/ireversibel atau telah terbukti terjadi kematian batang otak, Dalam keadaan darurat, tidak mungkin untuk menegakkan diagnosis mati batang otak. Dalam resusitasi darurat, seseorang dapat dinyatakan mati jika terdapat tanda-tanda mati jantung dan atau sesudah dimulai resusitasi pasien tetap tidak sadar, tidak timbul ventilasi spontan dan refleks muntah (gag reflex), serta pupil tetap dilatasi selama 15-30 menit lebih, kecuali kalau pasien hipotermik atau di bawah pengaruh barbiturat atau anestesia umum Dalam keadaan darurat, resusitasi dapat diakhiri bila ada salah satu dari berikut ini : 1, Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif, 2. Upaya resusitasi telah diambil alih oleh orang lain yang bertanggung jawab meneruskan resusitasi (bila tak ada dokter), Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab (bila tak ada dokter sebelumnya, Penolong terlalu capai sehingga tak sanggup meneruskan resusitasi, Pasien dinyatakan mati, 6. Setelah dimulai resusitasi,ternyata kemudian diketahui bahwa pasien berada dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih (yaitu sesudah 0,5-1 jam terbukti tidak ada madi pada normotermia tanpa BJP)

You might also like