You are on page 1of 17

Praktik Profesionalisme, Legal dan Etik

(15-20%)
Outline:

 Tugas pokok dan fungsi apoteker


 Regulasi terkait administrasi apoteker
 Regulasi terkait standar pelayanan apoteker di fasilitas kesehatan
 Regulasi terkait standar pelayanan apoteker di fasilitas produksi sediaan farmasi
 Pedoman Praktek Apoteker

Tugas pokok dan fungsi Apoteker

Tupoksi Apoteker tercantum dalam:


1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Apoteker masuk dalam bagian pemberi layanan kesehatan di Republik Indonesia

2. PP Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian

- Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu


sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan
pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas
resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional
- Mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen
aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien
- Industri farmasi harus memiliki 3(tiga) orang Apoteker sebagai penanggung
jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan
pengawasan mutu setiap produksi sediaan farmasi
- Industri obat tradisional dan pabrik kosmetika harus memiliki sekurang-
kurangnya 1(satu) orang Apoteker sebagai penanggung jawab
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan

4. PP Nomor 20 Tahun 1962 Tentang Lafal Sumpah Janji Apoteker

5. Lafal sumpah apoteker Indonesia

Terdiri dari BAB 1 (kewajiban umum), BAB II (Kewajiban Apoteker terhadap

Pasien), BAB III (Kewajiban Apoteker terhadap teman sejawat), BAB IV (Kewajiban

Apoteker terhadap teman sejawat petugas kesehatan lain), Bab V (penutup).


Regulasi terkait administrasi Apoteker

Tercantum dalam:
1. Permenkes RI Nomor 889 Tahun 2011 Tentang Registrasi, Izin Praktek dan

Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.

- STRA dikeluarkan oleh Komite Farmasi Nasional (KFN) sedangakan STRTTK

dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

- Pedoman Penyelenggaraan Uji Kompetensi dikeluarkan oleh KFN

- Sertifikat Kompetensi Apoteker dikeluarkan oleh IAI setempat

- SIPA dan SIPTTK dikeluarkan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Syarat

pembuatan SIPA adalah melampirkan legalisir STRA dan rekomendasi IAI

setempat.

2. Permenkes RI Nomor 31 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Permenkes

Nomor 889 Tahun 2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga

Kefarmasian

- SIPA adalah Surat Izin Praktek Apoteker yang berlaku untuk apoteker

dipelayanan maupun fasilitas produksi.

- SIPA bagi apoteker di fasilitas kefarmasian hanya diberikan untuk 1 tempat

fasilitas kefarmasian.
- SIPA bagi apoteker di fasilitas pelayanan kefarmasian dapat diberikan untuk

paling banyak 3 tempat fasilitas pelayanan kefarmasian.

Regulasi terkait standar pelayanan apoteker di Fasilitas Kesehatan

1. Rumah Sakit:
- Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

- Permenkes Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian

Di Rumah Sakit

Rumah sakit dapat dibedakan menjadi 4 kelas, dimana masing-masing kelas

memiliki jumlah apoteker minimal. Rumah sakit juga diwajibakan untuk

melakukan akreditasi setiap 3 tahun sekali.

A. Kelas A (>500 bed) = 15 Apoteker

B. Kelas B (200-500 bed) = 13 Apoteker


C. Kelas C (100-200 bed) = 8 Apoteker

Kelas D (50-100 bed) = 3 Apoteker

Rasio standar apoteker di rawat inap adalah 1 apoteker untuk 30 pasien,

sedangkan di rawat jalan adalah 1 apoteker untuk 50 pasien.

2. Apotek:

- Kepmenkes RI Nomor 1332 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Permenkes

RI Nomor 922 Tahun 1993 Tentang Izin Apotek

Permohonan surat izin apotek (SIA) ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
- Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian

Di Apotek

pelayanan kefarmasian di apotek diselenggarakan oleh apoteker dan dibantu


oleh apoteker pendamping atau tenaga teknis kefarmasian.
3. Puskesmas:

- Permenkes No 44 Tahun 2016 Tentang Pedoman Manajemen Puskesmas

- Permenkes No 36 Tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di

Puskesmas

puskesmas minimal memiliki 1 orang apoteker sebagai penanggung jawab.

Jumlah kebutuhan apoteker dihitung bedasarkan rasio kunjungan pasien,


baik rawat inap maupun rawat jalan. Rasio untuk menentukan jumlah
apoteker adalah 1 apoteker untuk 50 pasien perhari.

Regulasi terkait standar pelayanan apoteker di Fasilitas Sediaan Farmasi

1. Industri Farmasi:
- Permenkes RI Nomor 1799 Tahun 2010 Tentang Industri Farmasi

Izin Industri Farmasi dikeluarkan oleh Dirjen Binfar dengan Pemenuhuan


CPOB diajukan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan serta
Pemenuhan Administrasi diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Industri Farmasi minimal harus memiliki 3 orang apoteker yang masing-

masing menempati posisi sebagai kepala bagian produksi, manager

pengawasan mutu (QC) dan manager pemastian mutu (QA).


2. Industri Obat Tradisional:

- Permenkes RI Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Industri Usaha Obat Tradisional

Izin IOT dan IEBA dikeluarkan oleh Dirjen Binfar

Izin UKOT dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

Izin UMOT dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

IOT (Industri Obat Tradisional) dan IEBA (Industri Ekstrak Bahan Alam) minimal

memiliki 1 orang apoteker sebagai penanggung jawab.

3. Industri Kosmetik:

- Permenkes No. 1175 Tahun 2010 Tentang Izin Produksi Kosmetika

Tipe industri kosmetika A dan B

- Permenkes No. 1176 Tahun 2010 Tentang Notifikasi Kosmetika

4. Registrasi Obat

- Berdasarkan Permenkes RI Nomor 1010 Tahun 2008 Tentang Registrasi

Obat

Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk


mendapatkan izin edar. Izin edar diberikan oleh menteri yang dilimpahkan
kepada Kepala Badan POM.
A. Pengajuan registrasi obat dengan paten dapat dilakukan oleh bukan pemegang

hak paten mulai 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya perlindungan hak paten

B. Izin edar berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi

ketentuan yang berlaku


PEDOMAN PRAKTEK APOTEKER

Terkait kebijakan Narkotika, Psikotropika, Prekursor Farmasi dan Zat Adiktif:


1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Terdapat 4 golongan psikotropika, dimana golongan I hanya dapat digunakan


untuk tujuan ilmu pengetahuan
2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Terdapat 3 golongan, dimana golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan


pelayanan kesehatan
3. PP Nomor 44 Tahun 2010 Tentang Prekursor

Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika
4. Permenkes RI Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Perubahan Penggolongan

Narkotika

5. Permenkes RI Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan,

Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi

Peredaran:

- hanya dapat diedarkan dalam bentuk jadi dan pada tempat yang telah

mendapatkan izin edar.

- Pemesanan dilakukan dengan surat pesanan (SP), atau Laporan Pemakaian

dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).

- SP Narkotik terdiri atas 4 rangkap sedangkan psikotropika dan prekursor 2

rangkap.

Penyimpanan:

- Berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus

- spesifikasi terlampir dalam undang-undang; terbuat dari bahan yang kuat,

terpisah, double lock, menempel dan tidak dapat dibawa.

Pemusnahan

- yang dimusnahkan: yang rusak, kadaluarsa, dibatalkan izin edarnya,

berhubungan dengan tindak pidana.


- Pemusnahan obat mengandung narkotika dan psikotropika dilakukan oleh

apoteker penanggung jawab dan disaksikan oleh perwakilan dari Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota.

Pelaporan:

- Minimal tanggal 10 setiap bulannya, pelaporan dilakukan di sipnap.

6. Perka BPOM Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat

Tertentu yang Sering Disalahgunakan

OOT terdiri atas Tramadol, Triheksifenidil, Klorpromazin, Amitriptilin dan/atau


Haloperidol
Terkait Kebijakan Golongan Obat :
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 917/Menkes/Per/X /1993:
Golongan obat Keterangan Peraturan terkait

Bebas OTC (Over The Counter)

- dapat dijual secara bebas

baik di toko-toko obat atau

apotek

- tanpa resep dokter.

- Dosis relatif aman jika

digunakan sesuai dengan

petunjuk

Bebas - termasuk obat keras namun P1: awas obat keras, bacalah

terbatas dalam jumlah tertentu aturan memakainya

masih dapat dijual di apotek P2: Awas obat keras hanya untuk

- tanpa resep dokter kumur, jangan ditelan

- perlu monitoring P3: Awas obat keras, hanya untuk

bagian luar badan

P4: awas obat keras, hanya untuk

dibakar

P5: awas obat keras, tidak boleh

ditelan

P6: awas obat keras, obat wasir

jangan ditelan

Keras - harus dengan resep dokter DOWA 1

- jika tidak dengan resep, DOWA 2

harus tercantum dalam DOWA 3

DOWA

- termasuk psikotropika 15_1990_347-Menkes-SK-VII-

1990_ok_obat.pdf

Narkotika berasal dari tanaman maupun

tidak, baik berupa sintesis

ataupun semi sintetis


Daftar obat wajib apotek DOWA :
Contoh Obat Jumlah Maksimal

Kontrasepsi Oral 1 Siklus

Antibiotik Topikal 1 Tube

Omeprazole 7 Tablet

Ranitidin 150 mg 10 Tablet

Allopurinol 100 mg 10 Tablet

Natrium Diklofenak 25 mg 10 Tablet

Piroksikam 10 mg 10 Tablet

Setirizin 10 Tablet

Siproheptadin 10 Tablet

Gentamisin Obat Mata 1 Tube atau 1 Botol

Asam mefenamat 20 tablet

Metoklorpramid 20 tablet

Kortikosteroid topikal 1 tube

Antibiotik TBC Satu paket (sebelum fase lanjutan harus kontrol

dokter dan merupakan resep ulangan)


KOMUNIKASI dan KOLABORASI
(10-15%)

Outline:
 Kode Etik dan Aplikasinya
Kode etik Isi

Kewajiban terhadap pasien Mengutamakan kepentingan dan hak asazi

masyarakat (pasien), melindungi pasien

Kewajiban terhadap teman sejawat Saling menasihati terkait kepatuhan terhadap

kode etik, mempergunakan kesempatan untuk

meningkatkan kerjasama antar apoteker dalam

memelihara keluhuran martabat jabatan

kefarmasian

Kewajiban terhadap sejawat petugas Meningkatkan hubungan profesi, saling

kesehatan lain menghargai tupoksi profesi, menjauhkan dari

hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap

petugas kesehatan lain


Upaya Preventif dan Promotif Kesehatan Masyarakat
(5-10%)

Outline:
 Daftar Program Vaksin Pemerintah
 Penanganan Resistensi Antibiotik Indonesia

Daftar Program Vaksin Pemerintah

Kategori Jenis vaksin

Vaksin dasar BCG (untuk TBC)

Hepatitis B

Polio

DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)

Campak (Measles)

Vaksin pelengkap MMR (Mumps Measles Rubella)

PVC (HIB dan Pneumokokus)

HPV (Human Papillomavirus)

Penanganan Resistensi Antibiotik Indonesia

1. Rumah Sakit: Permenkes No 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian

Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit

- Penggunaan antibiotik rasional

- Meningkatkan pelayanan farmasi klinik dalam memantau, dan memilih

penggunaan antibiotik;

- Meningkatkan kolaborasi antar profesi

- Melakukan surveilanse rutin pola resistensi

2. Puskesmas

- Program pengendalian resistensi antimikroba, Komite Pengendalian

Resistensi Antimikroba (KPRA)


Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(5-10%)

Outline:
 Perencanaan dan Pengadaan
 Manajerial Farmasi

Perencanaan dan Pengadaan

Metode Analisis Definisi Keterangan

Konsumtif Didasarkan pada data Jumlah kebutuhan obat =

pemakaian obat di masa Konsumsi obat sesungguhnya

lampau. Data tersebut kemudian dalam satu tahun + Jumlah

dipakai untuk menghitung kebutuhan obat selama masa

jumlah kebutuhan obat. tenggang – Sisa stok

Epidemiologi didasarkan pada data jumlah Jumlah kebutuhan obat =

kasus. Data ini digunakan untuk Jumlah episode penyakit ×

menghitung kebutuhan jumlah Standar pengobatan + Jumlah

obat. kebutuhan obat selama masa

tenggang – Sisa stok

Campuran (konsumtif Didasari oleh data epidemiologi

dan epidemiologi) dan pola konsumsi

Analisa pareto metode pengelompokan data, Kelompok A: 80 % dari total dana

berdasar peringkat nilai tertinggi Kelompok B: 20 % dari total dana

hingga terendah, yang terbagi Kelompok C: 10 % dari total dana

atas 3 kelompok : A, B dan C.

Analisa VEN Vital, Esensial, Non esensial. Vital: life saving, kesehatan pokok

(penyebab kematian terbesar)

Esensial: bekerja pada sumber

penyakit

Non esensial: obat penunjang

Cost Minimization menentukan biaya program Contoh ; Penggunaan

Analysis terendah dengan asumsi Antibiotikan generik dengan

manfaat yang diperoleh sama. paten maka pengunaan biaya


difokuskan pada biaya yang

perharinya lebih murah.

Cost Benefit Analysis mengukur biaya dan manfaat Contohnya: Penggunaan vaksin

suatu intervensi dan dibandingkan dengan

pengaruhnya terhadap hasil penggunaan program anti

perawatan kesehatan. hiperlipid.

Cost Effective Analysis membandingkan biaya dengan Contoh Program A bisa

beberapa ukuran non moneter menyelamatkan 100 jiwa dengan

tapi dibandingkan dengan biaya 100 juta sehingga unit cost

pengaruhnya terhadap hasil nya 1 juta, sedangkan Program B

perawatan kesehatan. bisa menyelamatkan 100 jiwa

dengan biaya 70 juta sehingga

unit costnya 700 ribu, maka

program B lebih efektif.

Cost Utility Analysis mengukur nilai spesifik misalnya untuk meningkatkan

kesehatan dalam bentuk pilihan kualitas kesehatan suatu individu

setiap individual berapa cost utility yang

dibutuhkan. Berfungsi untuk

mengambil keputusan sebelum

dilakukan tindakan

penyembuhan.
Manajerial Farmasi

A. Penetapan Harga

Penetapan harga merupakan hal yang penting di dalam praktek keseharian

farmasis. Mulai dari pembuatan obat oleh industri farmasi hingga penjualan

obat di apotek ataupun toko obat.

1. Penetapan Harga Jual oleh Industi Farmasi

Industri farmasi Y ingin membuat sirup parasetamol dengan dosis 250

mg/5 mL. Setiap kali produksi membutuhkan biaya total Rp 10.000.000

untuk 2000 botol. Berapakah harga satu botol sirup parasetamol dosis 250

mg/5 mL?

Jawab:

Pada kasus di atas, dalam menentukan harga per botol dapat ditentukan

sebagai berikut :
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
Harga per botol = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
+ pajak pertambahan nilai
𝑅𝑝 10.000.000 𝑅𝑝 10.000.000
Harga per botol = + (10 % x )
2000 2000

Harga per botol = Rp 5.000 + Rp 500 = Rp 5.500

2. Penetapan Harga Jual oleh Apotek

Pada penjualan obat di Apotek, umumnya menggunakan HJA dengan

rumus:

HJA = Harga jual + (% kenaikan x Harga jual)

Berapakah harga Allopurinol 100 mg apabila satu tablet berharga Rp 500

dan persen kenaikan allopurinol 100 mg adalah 25 %?

Jawab:

HJA = Rp 500 + (0,25 x Rp 500) = 1,25 + Rp 500 = Rp 625

B. Perhitungan Harga Pokok Penjualan

Perhitungan nilai Harga Pokok Penjualan (HPP) dapat menggunakan 2 cara, yakni:

Dengan faktor harga jual


𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝐽𝑢𝑎𝑙−1
HPP = 100% − (100% × 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝐽𝑢𝑎𝑙
)
Dengan nilai stok barang
(𝑆𝑡𝑜𝑘 𝐴𝑤𝑎𝑙+𝑃𝑒𝑚𝑏𝑒𝑙𝑖𝑎𝑛)−(𝑆𝑡𝑜𝑘 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟)
HPP = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
× 100%

Nilai stok barang suatu apotek pada awal tahun 2016 adalah Rp 153 juta dan nilai

pembelian pada selama tahun 2016 tercatat Rp 98,2 juta. Nilai stok barang pada

akhir tahun 2016 setelah dihitung adalah Rp 102 juta dengan omset rata-rata

selama satu tahun mencapai angka Rp 211 juta (faktor harga jual = 1,25). Berapa

HPP apotek tersebut di tahun 2016?

Jawab:

(153+98,2)−(102)
HPP = × 100% = 70,7%
211
Peningkatan Kompetensi Profesi
(5-10%)

Outline:
 9stars Pharmacist

Poin Pengertian

Care giver Profesional kesehatan yg peduli, dalam wujud nyata

memberi pelayanan kefarmasian kepada pasien dan

masyarakat luas, berinteraksi secara langsung, meliputi

pelayanan klinik, analitik, tekik, sesuai dengan peraturan

yang berlaku (PP No 51 tahun 2009)

Decision maker mampu menetapkan/ menentukan keputusan terkait

pekerjaan kefarmasian

Communicator interaksi kepada pasien, masyarakat, dan tenaga

kesehatan berjalan dengan baik,

Manager Apoteker akan mengepalai sub bagian dalam suatu

struktur organisasi

Leader Memiliki visi dan misi yang jelas, dapat mengambil

kebijakan yang tepat

Long life learner Memiliki waktu belajar tanpa kenal batas waktu, guna

memberikan pelayanan yang maksimal untuk masyarakat

Teacher menjadi pendidik/akademisi/edukator bagi pasien,

masyarakat, maupun tenaga kesehatan lainnya terkait

ilmu farmasi dan kesehatan

Researcher Peneliti utama dalam penemuan dan pengembangan

sediaan farmasi

Enterpreneur Menjadi wirausaha dan mengembangkan kemandirian

ekonomi.

You might also like