You are on page 1of 8

Jurnal

Manajemen Kesehatan Indonesia

Volume 03 No. 02 Agustus 2015

Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian pada Apotik di Kabupaten


Semarang

Implementation of the Standards of Pharmaceutical Services by the Pharmacists


in Semarang District
Lilik Tri Cahyono1, Sudiro2, Anneke Suparwati2
1
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Jl. Piere Tendean No. 24, Semarang
Telp. 024-3511351, e-mail : liliktricahyo@yahoo.com
2
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro, Semarang

ABSTRAK
Pada tahun 2004, terbit Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotik dan diikuti Buku Juknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotik tahun 2008. Namun demikian, praktik pelayanan kefarmasian pada apotik di Kabupaten
Semarang belum sesuai standar tersebut. Nilai skor pelayanan kefarmasian di apotik, dari hasil
penelitian pendahuluan yaitu 6 apotik nilainya kurang, 4 apotik nilainya cukup dan tidak ada apotik
yang nilainya baik. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pelaksanaan standar pelayanan
kefarmasian pada apotik di Kabupaten Semarang. Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam (indepth interview) pada
6 Apoteker Pengelola Apotik (APA) sebagai informan utama, satu orang Kepala Seksi Farmasi,
Pengawasan Obat, Makanan dan Minuman (POM) dan satu orang Ketua Ikatan Apoteker Indonesia
(IAI) Cabang Kabupaten Semarang sebagai informan triangulasi. Analisa data menggunakan metode
analisis isi (content analysis). Hasil penelitian menunjukkan, pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotik masih menitikberatkan pada administrasi dan pengelolaan obat, belum pada
pelayanan kefarmasian secara menyeluruh. Sebagian besar informan utama belum memiliki
pengetahuan yang memadai tentang Juknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik,
belum menyediakan SOP/Protap, belum pernah mendapatkan sosialisasi tentang Juknis Pelaksanaan
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik. Seluruh informan utama belum pernah mendapatkan
pembinaan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang maupun IAI Cabang Kabupaten Semarang
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik secara menyeluruh. Dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik belum optimal karena pengetahuan tentang
Juknis belum memadai, SOP/Protap belum ada, belum ada sosialisasi dan pembinaan sesuai Juknis
dari Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang maupun IAI Cabang Kabupaten Semarang.
Kata kunci : Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik, Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang,
Apoteker Pengelola Apotik (APA)

ABSTRACT
Health Minister Decree of Indonesian Republic number 1027/Menkes/SK/IX/ 2004 regarding
pharmaceutical service standard in pharmacies had been enacted in 2004. In 2008, technical
guidance (juknis) to implement pharmaceutical service standard in pharmacies in Semarang district
was published. However, pharmaceutical service practice in pharmacies in Semarang district was
not done according to the standard. Results of a previous study indicated that score value of

100
pharmaceutical service in six pharmacies was low; four pharmacies received moderate scores,
and no pharmacies obtained good scores. Objective of this study was to analyze the implementation
of pharmaceutical service standard in pharmacies in Semarang district.
This was a descriptive-qualitative study. Data collection was done by conducting observation and
in-depth interview to six pharmacists who managed the pharmacies (APA) as main informants.
Triangulation informants were a head of pharmacy section and one head of IAI Semarang district
branch. Data analysis was performed by applying content analysis method.
Results of the study showed that the implementation of pharmaceutical service standard in the
pharmacies was still focused on administrative activities and drug management, and holistic
pharmaceutical service had not become the main focus. Majority of main informants had insufficient
knowledge regarding technical guidance of pharmaceutical service standard in the pharmacy;
they did not have standard operating procedure (protap); they did not get information about technical
guidance of pharmaceutical service standard in the pharmacy. All main informants did not receive
supervision from Semarang district health office or from IAI Semarang district branch regarding
holistic pharmaceutical service standard in the pharmacy.
In conclusion, pharmaceutical service standard in the pharmacy was not optimal. It was related to
insufficient knowledge regarding technical guideline, no standard operating procedure, no
socialization and supervision that was done according to technical guideline from Semarang district
health office or IAI Semarang district branch.
Keywords : Pharmaceutical service standard in the pharmacy, Semarang district health office,
pharmacy manager pharmacist (APA)

PENDAHULUAN nilai skor pelayanan kefarmasian di apotik adalah :


Peraturan dan ketentuan tentang Standar 6 apotik mempunyai skor antara 20 - 60 (nilainya
Pelayanan Kefarmasian di Apotik 1 telah kurang), 4 apotik mempunyai skor antara 61 - 80
ditetapkan sejak tahun 2004, dan telah (nilainya cukup) dan tidak ada apotik yang
ditindaklanjuti dengan disusunnya Petunjuk mempunyai skor antara 81 - 100 (nilainya baik).
Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Hasil penelitian pendahuluan (pra survei) lanjutan
Kefarmasian di Apotik 2 pada tahun 2008, akan pada bulan Maret tahun 2012 melalui wawancara
tetapi sampai saat ini apotik-apotik belum dengan APA pada 6 apotik adalah sebagai berikut :
sepenuhnya melaksanakan pelayanan 1. Enam APA sudah mengetahui Standar
kefarmasian sesuai standar tersebut. Berdasarkan Pelayanan Kefarmasian di Apotik tapi tidak
penelitian tentang pelaksanaan standar pelayanan dapat menjelaskan poin-poin isinya dengan
kefarmasian pada apotik di beberapa kota di baik dan 5 dari 6 APA tidak mengetahui
Indonesia, yaitu di DKI Jakarta tahun 2003, Kota Petunjuk Teknis (Juknis) Pelaksanaan
Surakarta tahun 2007 dan Kota Medan tahun Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik.
2008, hasilnya masuk dalam kategori kurang 2. Lima dari enam APA belum menyediakan
baik (nilai skornya antara 42,74% sampai dan menjalankan SOP/Protap dalam
dengan 61,02%). 3,4,5 Fakta ini mengindikasikan memberikan pelayanan kefarmasian di
bahwa kemungkinan besar pelaksanaan Standar apotik.
Pelayanan Kefarmasian pada Apotik di kota-kota 3. Lima dari enam APA menyatakan belum
lainnya juga belum optimal, termasuk di pernah mendapatkan sosialisasi tentang
Kabupaten Semarang. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan (pra dan Juknis Pelaksanaan Standar Pelayanan
survei) pada bulan Oktober tahun 2011 melalui Kefarmasian di Apotik.
wawancara dengan Apoteker Pengelola Apotik 4. Enam APA menyatakan pernah mendapatkan
(APA) tentang pelayanan kefarmasian pada 10 pembinaan dari Dinas Kesehatan Kabupaten
apotik di Kabupaten Semarang didapatkan bahwa Semarang namun materi pembinaan lebih

101
menekankan pada segi administrasi dan (IAI) Cabang Kabupaten Semarang. Variabel
pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan penelitian ini adalah pengetahuan, SOP/Protap,
kesehatan daripada segi pelayanan sosialisasi dan pembinaan dan pelaksanaan
kefarmasian secara menyeluruh. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik.
Berdasarkan penelitian tersebut diketahui Pengumpulan data primer dilakukan melalui
aspek pengetahuan, SOP/Protap, sosialisasi dan wawancara mendalam (indepth interview) dan
pembinaan dapat mempengaruhi perilaku dalam observasi, sedangkan data sekunder diperoleh
pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian dengan cara telaah dokumen. Pengolahan dan
pada Apotik di Kabupaten Semarang. analisis data dilakukan dengan menggunakan
Hal tersebut sesuai dengan teori perilaku yang metode analisis isi (content analysis).
dikemukakan oleh Kurt Levin 6 dan Wirawan 7 serta
dilengkapi oleh Stephen P. Robbins 8, Yeremias T. HASIL
Keban 9, Yaslis Ilyas 10, Husein Umar 11 dan Keith 1. Pengetahuan tentang Standar Pelayanan
Davis 12 , yang menyatakan bahwa perilaku Kefarmasian di Apotik dan Petunjuk
seseorang dalam melaksanakan suatu kegiatan pada Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan
organisasi sangat dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, Kefarmasian di Apotik
yaitu : (1). faktor individu antara lain kemampuan Hasilnya, 5 sampai 6 dari 6 informan utama
(pengetahuan) dan (2). faktor lingkungan yang belum memiliki pengetahuan yang memadai
terdiri dari lingkungan kerja antara lain struktur tentang pelayanan farmasi khususnya sesuai
organisasi (SOP/Protap) serta lingkungan non kerja Petunjuk Teknis (Juknis) Pelaksanaan Standar
antara lain pemerintah dan organisasi profesi Pelayanan Kefarmasian di Apotik, dalam hal
(sosialisasi dan pembinaan), dll. garis besar isinya, macam pertimbangan klinis
Untuk itu, penelitian ini dimaksudkan untuk dalam pemeriksaan resep yang hanya boleh
menganalisis bagaimana pelaksanaan Standar dilakukan oleh apoteker dan hal-hal yang perlu
Pelayanan Kefarmasian pada Apotik di dicatat dalam membuat catatan pengobatan
Kabupaten Semarang dari aspek pengetahuan, pasien (medication record). Ada 1 (satu)
SOP/Protap, sosialisasi dan pembinaan sehingga informan utama yang menyatakan tidak
belum dapat berjalan dengan baik. mengetahui tentang garis besar isi, macam
pertimbangan klinis dalam pemeriksaan resep di
METODE PENELITIAN apotik yang hanya boleh dilakukan oleh apoteker
Jenis penelitian ini adalah penelitian dan cara melaksanakan pelayanan Home Care.
observasional (non ekperimental) dan bersifat Selanjutnya, 5 dari 6 informan utama telah
deskriptif kualitatif dengan pendekatan waktu memiliki pengetahuan yang cukup memadai
cross sectional yaitu penelitian yang tentang cara melaksanakan pelayanan Home
pengukurannya dilakukan pada suatu saat Care dan 4 dari 6 informan utama juga telah
tertentu saja atau sekaligus pada suatu saat (point memiliki pengetahuan yang cukup memadai
time approach). Metode sampling yang tentang pasien yang dapat dilayani dalam Home
digunakan adalah purposive sampling dengan Care, seperti terungkap dalam petikan
menggunakan kriteria inklusi, yaitu Apoteker wawancara pada Kotak 1.
Pengelola Apotik (APA) yang apotiknya di dalam
kota Ungaran dan APA yang apotiknya di luar Kotak 1
kota Ungaran. Informan utama berjumlah 6
orang, terdiri dari 3 APA yang apotiknya di dalam Garis besar isi dari Standar Pelayanan
kota Ungaran dan 3 APA yang apotiknya di luar Kefarmasian di Apotik :
kota Ungaran, sedangkan informan triangulasi “...yang betul untuk pelayanan....dari
adalah 1 orang Kepala Seksi Farmasi, penerimaan terus penyerahan resep..biasanya
Pengawasan Obat, Makanan dan Minuman dengan apoteker... kalau urusan administrasi...
(POM) di Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang saya juga yang melakukan...” (IUD-3)
dan 1 orang Ketua Ikatan Apoteker Indonesia
102
Garis besar isi dari Petunjuk Teknis Kotak 2
Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarma- Yang menyediakan SOP/Protap :
sian di Apotik :
Jenis SOP/Protap yang telah disediakan :
“.....apoteker pengelola apotik diserahi
tanggungjawab untuk mengelola apotik baik “... karena kan protap itu misalnya
dari segi pelayanan, administrasi maupun bagaimana pemesanan obat/barang,
apa.....pengelolaan meliputi narkotik bagaimana penerimaan obat/barang...
psikotropik..... generik itu kan......” (IUL-2) bagaimana penyimpanan obat/barang... dan..
bagaimana pelayanan resep untuk pasien.....”
Macam pertimbangan klinis dalam (IUD-2)
pemeriksaan resep di apotik yang hanya
boleh dilakukan oleh apoteker : Yang menerapkan SOP/Protap :
“.....apakah ada interaksi misal antara obat Tahapan kegiatan dalam penerapan SOP/
satu dengan obat yang lain ..... kemudian dari Protap :
segi dosis.....” (IUL-2) “...Yang pertama, kita rapat dulu..koordinasi
Hal-hal yang perlu dicatat dalam membuat dulu..lalu membagi tugas... setelahnya
catatan pengobatan pasien (medication ....misalnya saja bagian pembelian ...lha itu
record) : kita buatkan protap pembelian...setelah ada
protap ..ya nanti dievaluasi..apakah sesuai
“.....identitas pasien harus jelas ya..nama dan dengan protap atau tidak...dari evaluasi itu
umur dan sebagainya ..kemudian ..ee... akan dilhat yang salah itu ..bukan yang salah
gejala-gejala atau keluhan yang dikeluhkan ya...artinya yang kurang itu yang mana
oleh pasien itu apa..kemudian pengobatan- ..apakah SDM-nya... apakah protapnya yang
pengobatan yang kita berikan bagaimana... perlu dibenahi....” (IUD-2)
obatnya apa... dosisnya... kemudian cara
pemakainnya bagaimana... ” (IUL-1) Yang tidak menyediakan SOP/Protap :
Cara melaksanakan pelayanan Home Care Jenis SOP/Protap yang telah disediakan :
dan pasien yang dapat dilayani dalam Home “......Gak ada..karena malas...angel gitu lho
Care : ...sebagai apotik cilik...kita cuma
“...kemudian setiap satu bulan sekali kita memberitahu hal yang pokok terkait tugas
mungkin perlu melakukan monitoring ya... baik dan kewajiban.......” (IUD-3)
berdasarkan telepon...atau...kalau mungkin kita
datang kesana ya... untuk... ee.. penyakit
kronis..terutama untuk jangka panjang.. 3. Sosialisasi tentang Standar Pelayanan
meliputi pasien rawat jalan itu biasanya.. Kefarmasian di Apotik dan Petunjuk
terutama pasien geriatri....” (IUL-2) Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotik
Hasilnya, 5 dari 6 informan utama menyatakan
2. SOP/Protap sesuai Standar Pelayanan pernah mendapatkan sosialisasi tentang Standar
Kefarmasian di Apotik dan Petunjuk Pelayanan Kefarmasian di Apotik tapi belum
Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan pernah mendapatkan sosialisasi tentang Juknis
Kefarmasian di Apotik Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Hasilnya, hanya 2 dari 6 informan utama Apotik dan ada 1 (satu) informan utama yang
yang telah menyediakan dan menerapkan SOP/ menyatakan belum pernah mendapatkan sosialisasi
Protap, namun lebih banyak tentang pengelolaan tentang keduanya, seperti terungkap dalam petikan
obat sedangkan 4 dari 6 informan utama belum wawancara pada Kotak 3 :
menyediakan SOP/Protap, seperti terungkap
pada petikan wawancara pada Kotak 2.

103
Kotak 3 Kotak 5
Sosialisasi Standar Pelayanan Kefarmasian Isi/materi pembinaan dari IAI Cabang
di Apotik dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kabupaten Semarang :
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik : “...IAI, pembinaan perapotikan... waktu
“...Kelihatannya pernah sih... yang menyang- itu..studi kasus...materinya..waktu itu
kut standar di apotik... untuk sosialisasi membahas PP 51 ...kemudian..pengelolaan
juknis... ee..kok gak pernah.....” (IUD-3) informasi obat... jadi apa ya... pelayanan
“......Pernah ya....yang disampaikan ya informasi obat..ini lho yg harus dilakukan...”
tentang standar itu...standar pelayanan (IUD-1)
farmasi di apotik.....tapi kalau tentang juknis “...Kalau pembinaan itu kan sudah ada kode
saya rasa kok belum ada...” (IUL-2) etik... apa.....apoteker...kita berdasarkan kode
etik apoteker itu pembinaannya..bahwa
4. Pembinaan tentang Standar Pelayanan tanggungjawab kita kepada sesama apoteker
Kefarmasian Pada Apotik apa..tanggungjawab kita kepada masyarakat
Hasilnya, seluruhnya (6 orang) menyatakan apa..itu kan diatur berdasarkan kode etik
pernah mendapatkan pembinaan dari Dinas apoteker... ” (IT-2)
Kesehatan Kabupaten Semarang namun ada 1
(satu) informan utama yang menyatakan juga 5. Pelaksanaan Standar Pelayanan
mendapatkan pembinaan dari IAI Cabang Kefarmasian di Apotik
Kabupaten Semarang. Isi/materi pembinaan dari Hasilnya, seluruh informan utama (6 orang)
Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, seluruh menyatakan kegiatan yang telah dilaksanakan
informan utama menyatakan lebih banyak lebih banyak mengenai administrasi dan
tentang administrasi dan pengelolaan obat di pengelolaan obat seperti pembelian/pengadaan/
apotik daripada pelayanan farmasi, sedangkan 1 pemesanan obat, penerimaan obat, pengecekan
(satu) informan utama yang juga mendapatkan kerusakan dan ED/kadaluwarsa, penggunaan
pembinaan dari IAI Cabang Kabupaten kartu stok, penyimpanan obat dan narkotika
Semarang menyatakan lebih mengarah pada psikotropika dan pencatatan dan pelaporannya.
pelayanan farmasi tapi informan triangulasi Kegiatan yang belum dilaksanakan mengarah
menyatakan tentang kode etik apoteker, seperti pada pelayanan farmasi seperti home care,
terungkap dalam petikan wawancara pada Kotak medication record, pembuatan SOP/Protap dan
4 dan Kotak 5 : konseling, seperti terungkap dalam petikan
wawancara pada Kotak 6 :
Kotak 4
Kotak 6
Isi/materi pembinaan dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Semarang : Kegiatan yang telah dilaksanakan :
“.....tentang...pemesanan obat harus “... Paling KIE disini... swamedikasi... ya...
berdasar SP, penataan obat, obat termasuk pengelolaan obatnya...dimana
ED.....seperti itu.....” (IUD-2) belinya....harus jelas....ada yang rusak atau
kadaluwarsa tidak..nyimpannya gimana...
“......seperti penyimpanan obat...ada tidaknya aturannya gimana... ” (IUL-3)
obat ED...pemusnahan obat....penataan
obat...obat keras di etalase...lemari narkotika Kegiatan yang belum dilaksanakan :
tidak sesuai standar...ee... aturannya....seperti “...Yang belum yo... konseling belum... home
itu......” (IT-1) care belum.....” (IUL-3)

104
PEMBAHASAN menjalankan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
1. Pengetahuan tentang Standar Pelayanan pelayanan kefarmasian (termasuk apotik) harus
Kefarmasian di Apotik dan Petunjuk menetapkan Standar Prosedur Operasional (atau
Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan SOP/Protap) yang dibuat secara tertulis dan
Kefarmasian di Apotik diperbaharui secara terus menerus“. 15
Pengetahuan sebagian besar informan utama Selanjutnya, Wijono, D mengatakan, agar
tentang pelayanan farmasi sesuai Juknis pelayanan yang bermutu tinggi dapat diberikan
Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di secara konsisten, organisasi harus menjabarkan
Apotik belum memadai karena hanya dapat tujuan program-programnya dan sasarannya ke
menyebutkan sebagian saja atau justru dalam prosedur operasional, yang dapat berupa
menyebutkan yang boleh dilakukan oleh apoteker prosedur operasional standar (standard operating
maupun asisten apoteker serta terutama tidak procedure/SOP). 16 Oleh karena SOP/Protap yang
dapat menyebutkan adanya definisi operasional tersedia lebih banyak tentang pengelolaan obat
dari garis besar isi dan adanya protap-protap untuk maka pelaksanaan pelayanan farmasi di apotik
pelayanan kefarmasian di apotik. juga mengutamakan pengelolaan obatnya
Menurut Notoaatmodjo, sebagian besar daripada pelayanan farmasi secara keseluruhan.
pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra
pendengaran (telinga) dan indra penglihatan 3. Sosialisasi tentang Standar Pelayanan
(mata) dan sangat dipengaruhi oleh intensitas Kefarmasian di Apotik dan Petunjuk
perhatian dan persepsi terhadap objek, yaitu Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan
informasi atas pengetahuan itu sendiri. 13 Kefarmasian di Apotik
Artinya, semakin sering seseorang mendengar Sebagian besar informan utama belum
atau melihat/membaca suatu pengetahuan pernah mendapatkan sosialisasi tentang Juknis
misalnya melalui sosialisasi maka akan semakin Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
baik pengetahuan yang dimiliki. Berdasar Apotik. Kegiatan komunikasi yang salah satunya
penelitian Rogers, sebelum orang mengadopsi melalui sosialisasi merupakan suatu proses
perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri mengalihkan suatu ide/pesan dari satu sumber
orang tersebut terjadi proses kesadaran kepada satu atau banyak penerima dengan
(awareness), yakni menyadari dan mengetahui maksud untuk mengubah tingkah laku. Menurut
stimulus (objek) terlebih dahulu 14, misalnya Sigit, S, penerima belum tentu memahami isi
informasi tentang pelayanan farmasi sesuai pesan, disebabkan oleh adanya gangguan yang
Juknis Pelaksanaan Standar Pelayanan disebut noise, yang dapat terjadi baik pada pihak
Kefarmasian di Apotik. Oleh karena pengirim, saluran, maupun penerima.17 Noise
pengetahuan informan utama tentang pelayanan disini dapat berupa informasi yang tidak
farmasi kurang memadai maka pelaksanaannya disampaikan oleh pengirim, misalnya informasi
lebih menitikberatkan pada administrasi dan tentang Juknis Pelaksanaan Standar Pelayanan
pengelolaan obat semata. Kefarmasian di Apotik. Akibatnya, informan
utama kesulitan dalam melaksanakan pelayanan
2. SOP/Protap sesuai Standar Pelayanan farmasi di apotik secara utuh sehingga hanya
Kefarmasian di Apotik dan Petunjuk menjalankan kegiatan administrasi dan
Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan pengelolaan obat seperti pada umumnya.
Kefarmasian di Apotik
Sebagian besar informan utama tidak 4. Pembinaan tentang Standar Pelayanan
menyediakan SOP/Protap sedangkan SOP/Protap Kefarmasian Pada Apotik
yang telah disediakan lebih banyak tentang Secara umum pembinaan diartikan sebagai
pengelolaan obat. Dalam PP No. 51 Tahun 2009 usaha untuk memberi pengarahan dan bimbingan
tentang Pekerjaan Kefarmasian pada Pasal 23 Ayat guna mencapai suatu tujuan tertentu misalnya
(1) dan (2) disebutkan : “Dalam melakukan meningkatkan pelaksanaan Standar Pelayanan
pekerjaan kefarmasian, apoteker yang Kefarmasian di Apotik. Jadi, apabila upaya
105
pembinaan dengan memberikan pengarahan dan
bimbingan hanya mengenai administrasi dan DAFTAR PUSTAKA
pengelolaan obat saja, menyebabkan Dinas 1. Departemen Kesehatan RI, Keputusan
Kesehatan Kabupaten Semarang dan informan Menteri Kesehatan RI No. 1027/Menkes/
utama juga terfokus pada pemenuhan administrasi SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan
dan pengelolaan obat saja, bukan pada pemenuhan Kefarmasian di Apotik.
pelayanan farmasi secara keseluruhan. 2. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik, Dirjen Bina Kefarmasian dan Alkes,
5. Pelaksanaan Standar Pelayanan Depkes RI, Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Kefarmasian di Apotik Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik.
Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian 2008.
pada Apotik di Kabupaten Semarang kurang 3. Gambaran Pelaksanaan Standar Pelayanan
optimal karena hanya menitikberatkan pada Farmasi di Apotek DKI Jakarta Tahun 2003.
administrasi dan pengelolaan obat semata bukan (diakses tanggal 12 November 2011).
pada pelayanan kefarmasian secara menyeluruh. Diunduh dari : http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/
Hal ini dapat terjadi karena aspek pengetahuan, pdf/2004/v01n02/angki010205.pdf.
aspek SOP/Protap, aspek sosialisasi dan aspek 4. Gambaran Pelaksanaan Standar Pelayanan
pembinaan belum memadai untuk mendukung Kefarmasian di Apotik Wilayah Kecamatan
pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Pasar Kliwon, Kecamatan Laweyan dan
Apotik secara utuh. Disamping itu karena pada Kecamatan Banjarsari Kota Solo. (diakses
umumnya apotik lebih mengutamakan fungsi tanggal 12 November 2011). Diunduh dari
ekonomi (bisnis) daripada fungsi sosialnya, yang http://etd.eprints.ums.ac.id/view/divisions/
mana apotik dituntut untuk mendapatkan K100/2010.html.
keuntungan/laba dalam menjalankan usahanya. 5. Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian
Untuk kepentingan tersebut diperlukan di Apotek di Kota Medan Tahun 2008.
dukungan pengelolaan administrasi dan (diakses tanggal 12 November 2011).
pengelolaan obat yang baik. Diunduh dari : http://repository.usu.ac.id/
bitstream/123456789/14470/1/
KESIMPULAN 09E00698.pdf.
Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian 6. Gibson, Ivancevich & Donnelly. Organisasi
di Apotik belum optimal karena pengetahuan : Perilaku-Struktur-Proses. Edisi ke-8.
tentang Juknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Jakarta : Binarupa Aksara; 1996
Kefarmasian di Apotik belum memadai, SOP/ 7. Wirawan. Evaluasi Kinerja Sumber Daya
Protap belum ada, dan belum ada sosialisasi dan Manusia : Teori, Aplikasi dan Penelitian.
pembinaan sesuai Juknis Pelaksanaan Standar Jakarta : Salemba Empat; 2009
Pelayanan Kefarmasian di Apotik dari Dinas 8. Robbins, S. P. Perilaku Organisasi : Konsep-
Kesehatan Kabupaten Semarang maupun IAI Kontroversi-Aplikasi. Jilid 2. Simon &
Cabang Kabupaten Semarang sehingga Schuster (Asia) Pte. Ltd; 1996
kegiatannya lebih menitikberatkan pada 9. Keban, Y.T.. Enam Dimensi Strategis
administrasi dan pengelolaan obat, sedangkan Administrasi Publik : Konsep, Teori dan Isu.
kegiatan pelayanan farmasi yang berupa home Yogyakarta: Gava Media; 2008
care, medication record, pembuatan SOP/Protap, 10. Ilyas, Y. Kinerja : Teori, Penilaian dan
dan konseling belum dilaksanakan. Penelitian. Cetakan ketiga. Jakarta: Pusat
Kajian Ekonomi Kesehatan FKMUI; 2002
11. Umar, H. Riset Sumber Daya Manusia.
Cetakan keempat. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka utama; 2001
12. Mangkunegara, AA. A.P. Evaluasi Kinerja

106
SDM. PT. Bandung: Refika Aditama; 2005
13. Notoatmodjo, S. Ilmu Perilaku Kesehatan.
Jakarta: PT. Rineka Cipta; 2010
14. Konsep Perilaku : Pengertian Perilaku,
Bentuk Perilaku dan Domain Perilaku
(Proses Terjadinya Perilaku) oleh
Notoatmodjo,S. 2003. (diakses tanggal 20
Maret 2012). Diunduh dari : http://
www.infoskripsi.com/Free-Resource/.html.
15. Departemen Kesehatan RI. Peraturan
Pemerintah (PP) No. 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
16. Wijono, D. Manajemen Mutu Pelayanan
Kesehatan : Teori, Strategi dan Aplikasi.
Surabaya: Airlangga University Press; 2000
17. Sigit, S. Esensi Perilaku Organisasional.
Yogyakarta: BPFE UST; 2003

107

You might also like