Professional Documents
Culture Documents
F13 Sfe
F13 Sfe
SKRIPSI
ABSTRACT
Usually, seaweed is widely used as agar. Problems that often arise in producing mainly of
gelatinous seaweed Gracilaria is the difficulty of obtaining agar gel which has good characteristics
such as strength, hardness and high gel cohesiveness. One reason is that there are sulfate esters in the
agar. This study aims to capitalize on Gracilaria verrucosa obtained from the cultivation of the raw
material for agar by analyzing the effect of adding acetic acid (CH 3COOH) with a concentration of
0.5%, 1%, 1.5%, extraction temperature 85, 90, and 95 ° C and soaking time for treatment of the
addition of acetic acid (CH3COOH) such as 0.5, 1, dan1.5 hours on the yield and quality of agar
produced from seaweed Gracilaria verrucosa. The design of experiments using a central composite
design (CCD) with the analysis carried out by analysis yield, gel strength, moisture and ash content
and optimization by the response surface method.
Application response surface method in extraction of agar flour in order to demonstrate that
the response of yield, gel strength, moisture content, and ash content obtained at the optimum
concentration of acetic acid 0.50%, 0.64 hours of soaking time and extraction temperature 89.31 ° C
with a value of desirability is 0.718 obtained yield amounts 18.28%, gel strength of 99.2 gf, 15.21%
moisture content and ash content 4.58%.
Keywords: Gracilaria verrucosa, agar, acetic acid soaking, response surface method
Shiella Fanny Erawati. F34080083. Optimasi Rendemen dan Mutu Agar-Agar dari
Rumput Laut Gracilaria verrucosa Dengan Metode Respon Permukaan. Di bawah
bimbingan Sapta Raharja.
RINGKASAN
Rumput laut merupakan salah satu komoditas hasil kekayaan laut Indonesia yang banyak
dijumpai di seluruh perairan wilayah Nusantara. Rumput laut adalah komoditas unggulan perikanan
budidaya yang produksinya terbesar diantara komoditas unggulan lainnya. Rumput laut yang saat ini
berkembang dan dibudidayakan oleh para pembudidaya Indonesia ada dua jenis, yaitu Euchema
contonii dan Gracilaria sp. Kedua jenis rumput laut ini dikembangkan pada media air yang berbeda
dan kegunaan atau olahannya pun berbeda. Euchema cottonii dibudidayakan dengan media air laut
sementara Gracilaria sp dibudidayakan pada media air payau yang biasanya berupa tambak.
Dalam pemanfaatnnya, rumput laut banyak dijadikan agar-agar. Agar-agar mempunyai banyak
kegunaan yaitu sebagai produk makanan, industri farmasi, kertas, tekstil, dan penggunaan di
laboratorium. Biasanya agar-agar tersebut digunakan sebagai penstabil, pengemulsi, bahan pembentuk
gel, bahan penjernih, media kultur mikroba, media kultur jaringan dan sebagainya. (Chapman dan
Chapman, 1980).
Masalah yang sering timbul dalam memproduksi agar-agar terutama dari rumput laut jenis
Gracilaria adalah kesukaran memperoleh agar-agar yang mempunyai karakteristik gel yang baik,
seperti kekuatan, kekerasan dan kohesivitas gel yang tinggi. Salah satu penyebabnya adalah ester
sulfat yang terdapat dalam agar-agar. Ester sulfat dalam agar-agar terikat pada atom karbon keenam
(C6) dari L-galaktosa. Adanya ester sulfat pada C6 akan menyebabkan rantai polimer membentuk
suatu tekukan, sehingga akan menghambat pembentukan gel (Glicksman, 1983).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan Gracilaria verrucosa yang diperoleh
dari hasil budidaya sebagai bahan baku pembuatan agar-agar dengan menganalisis pengaruh
penambahan asam asetat (CH3COOH), suhu ekstraksi, dan waktu perendaman terhadap rendemen dan
mutu agar-agar yang dihasilkan dari rumput laut jenis Gracilaria verrucosa. Selain itu, untuk
mengetahui rendemen dan mutu agar-agar yang optimal dari rumput laut jenis Gracilaria verrucosa
dengan menggunakan Response Surface Method (RSM). Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu
tahap penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri analisa komposisi
kimia rumput laut dan penentuan konsentrasi bahan pemucat. Selanjutnya adalah penelitian utama
yang terdiri dari beberapa tahap diantaranya adalah penentuan rancangan kombinasi dari faktor-faktor
terpilih, menentukan respon yang akan dianalisis, analisis kombinasi faktor, optimasi permukaan
respon, dan validasi kondisi optimal. Pada penelitian utama semua tahapan rancangan menggunakan
Design Expert 7
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan komposit terpusat (CCD) dengan
menggunakan tiga faktor yaitu waktu perendaman dan tingkat konsentrasi asam asetat (CH3COOH)
serta suhu ekstraksi, dengan respon rendemen (%), kekuatan gel (gf), kadar air (%), dan kadar abu
(%). Nilai rendah dan tinggi untuk konsentrasi asam asetat adalah 0,5% dan 1,5 %, waktu perendaman
adalah 0,5 jam dan 1,5 jam, suhu ekstraksi 85oC dan 95oC.
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, analisis dari karakterisasi bahan baku rumput laut
Gracilaria verrucosa diantaranya adalah kadar air sebesar 10,75 %, kadar abu sebesar 12,48 %, kadar
lemak sebesar 0,40 %, kadar protein sebesar 9,63%, kadar serat 8,28%, dan kadar karbohidrat by
difference sebesar 58,46%. Konsentrasi bahan pemucat yang terpilih adalah konsentrasi natrium
bisulfit 0,02%. Hasil dari penelitian pendahuluan selanjutnya akan digunakan dalam metode
pembuatan tepung agar. Rumput laut Gracilaria verrucosa tahap pertama yang dipakai sebagai trial
error ini didatangkan dari Desa Langensari, Subang dengan salinitas air 6 ppm dan umur rumput laut
1,5 bulan.
Berdasarkan hasil dari penelitian didapatkan nilai respon dari rendemen terendah yaitu 12,98%
- 18,40%, nilai respon kekuatan gel terendah yaitu 37,20 gf – 243,20 gf, nilai respon kadar air
terendah yaitu 10,82% - 16.44%, dan untuk kadar abu nilai dari respon yang didapatkan berkisar dari
2,36% - 5,35%. Desain model yang terpilih yang direkomendasikan oleh program Design Expert DX
7.0.0 pada semua respon adalah model reduced quadratic.
Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) dari Design Expert 7 menunjukkan bahwa model
yang dihasilkan dari respon rendemen, kekuatan gel, kadar air, dan kadar abu adalah signifikan, tetapi
nilai lack of fit yang didapatkan pada respon rendemen, kekuatan gel, dan kadar abu menunjukkan
hasil yang signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak adanya kesesuaian data respon
rendemen, kekuatan gel, dan kadar abu dengan model. Dikarenakan nilai R2 pada masing respon
masih diatas 0,8 maka model ini masih layak digunakan untuk analisa lebih lanjut dengan
rekomendasi adanya reduksi manual pada model.
Solusi optimum yang terpilih melalui Design Expert 7 adalah tepung agar yang memiliki
konsentrasi asam asetat (X1) 0,50%, waktu perendaman (X2) 38 menit/0,64 jam, dan suhu ekstraksi
(X3) 89,31 oC dengan desirability sebesar 0,718. Rendemen dan kekuatan gel yang optimum didapat
dari masing-masing perlakuan mengikuti model:
Rendemen (%) = -254,21971 + (10,84412) X1 + (5,81118) X2 + (5,71972) X3 – (5,32005) X12 –
(2,94417) X2 2 – (0,030927) X32
Kekuatan gel (gf) = - 9672,83341 – (1617,75267)X1 + (22,18875)X2 + (237,66372)X3 + (127,00000)
X1X2 + (16,03000) X1X3 - (94,85219)X22 – (1,40956)X32
Tepung agar-agar optimum menghasilkan rendemen 18,28%, kekuatan gel 99,2 gf, kadar air
15,21%, dan kadar abu 4,58%. Kekuatan gel tidak sesuai dengan prediksi dari program design expert
dikarenakan turunnya mutu dari rumput laut kering yang sudah lama disimpan berbulan-bulan.
Kekuatan gel yang diprediksikan program design expert sebesar 232,91 gf, sedangkan untuk
rendemennya sebesar 16,53%, kadar air sebesar 15,00%, dan kadar abu sebesar 4,21%.
OPTIMASI RENDEMEN DAN MUTU AGAR-AGAR DARI
RUMPUT LAUT Gracilaria verrucosa DENGAN METODE
RESPON PERMUKAAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh :
SHIELLA FANNY ERAWATI
F34080083
2013
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Skripsi : Optimasi Rendemen dan Mutu Agar-Agar dari Rumput Laut Gracilaria verrucosa
dengan Metode Respon Permukaan
Nama : Shiella Fanny Erawati
NIM : F34080083
Menyetujui,
Pembimbing,
Mengetahui:
Ketua Departemen,
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul: Optimasi Rendemen
dan Mutu Agar-Agar dari Rumput Laut Gracilaria verrucosa dengan Metode Respon
Permukaan adalah hasil karya saya sendiri dibawah bimbingan Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA. dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Puji beserta syukur kepada Allah SWT yang senantiasa selalu memberikan rahmatNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Optimasi Rendemen dan Mutu Agar-
Agar dari Rumput Laut Gracilaria verrucosa dengan Metode Respon Permukaan”. Dalam
penyusunan skripsi dan pelaksanaan penelitian ini tentu tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak
yang dengan ikhlas dan senang hati membantu baik dalam bentuk dukungan moril maupun materiil.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA sebagai dosen pembimbing utama yang telah memberikan banyak
bimbingan dan bantuan selama menjalani perkuliahan hingga penyusunan skripsi.
2. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA dan Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS selaku dosen penguji yang
telah memberikan saran dan arahan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi.
3. Kedua orang tua penulis Ibu Emy Nuryanti dan Bapak Budiman beserta seluruh keluarga; Mas
Ian, Mba Nia, Mba Cici, Mas Ari dan Mba Shinta yang selalu memberikan doa, dukungan dan
kasih sayangnya.
4. Staf dan laboran Departemen Teknologi Industri Pertanian: Ibu Egnawati, Ibu Sri, Ibu Rini,
Bapak Dicky, Ibu Diah, dan Bapak Gunawan yang telah banyak membantu dan memberikan
dukungan selama penelitian.
5. Seluruh keluarga besar TIN 45 atas canda tawa, kerjasama, keakraban, dukungan dan
kekerabatan selama menjalankan perkuliahan di Teknologi Industri Pertanian.
6. Luthfa Jamilah dan Bunga Cahyaputri yang selalu menemani penulis dari TPB hingga sekarang.
Terima kasih telah membuat kehidupan di TIN menjadi lebih menyenangkan. Terima kasih telah
menjadi sahabat terbaik disaat suka maupun duka.
7. Teman-teman satu bimbingan; Ida Nur Rakhmi, Anastasia Christina, dan Fachrudin yang telah
memberikan masukan dan bantuan selama penelitian dan penyusunan skripsi.
8. Dennisa, Amelia, Dina, Mafia, Gita, Mutia, Ayu, Ida dan Dewi yang telah memberikan hidup
yang berwarna hingga sekarang. Terima kasih atas ketidaklelahannya menjadi tempat curahan
hati dan pemberi motivasi penulis selama ini. Terima kasih telah menjadi sahabat terbaik disaat
suka maupun duka.
9. Teman-teman PASMA 5 yang selalu memberikan kritik, dukungan, nasehat, dan rasa
kekeluargaanya dari SMA hingga sekarang.
10. Teman-teman dari Music Agricultural X-Pression!! (Syifa, Laras, Andra, Imo, Ubur, Fikri,
Fatchur, dan Wawan) yang telah menjadi keluarga baru penulis sejak TPB hingga sekarang.
11. Seluruh pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah senantiasa
memberikan kritik, saran, dan mendukung penulis hingga saat ini.
Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pertanian.
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL................................................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN ........................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian ...................................................................................................................... 2
1.3. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................. 3
2.1. Rumput Laut ............................................................................................................................. 3
2.1.1. Kandungan Kimia Gracilaria sp .................................................................................... 4
2.2. Agar-Agar ................................................................................................................................. 4
2.2.1. Struktur Agar-agar ......................................................................................................... 4
2.2.2. Pembentukan Gel Agar-agar .......................................................................................... 5
2.2.3. Standar Mutu Agar-agar ................................................................................................. 6
2.3. Proses Pembuatan Agar-Agar ................................................................................................... 8
2.3.1. Pembersihan dan Pencucian ........................................................................................... 8
2.3.2. Perendaman dan Pemucatan ........................................................................................... 8
2.3.3. Praperlakuan Ekstraksi ................................................................................................... 8
2.3.4. Ekstraksi ......................................................................................................................... 9
2.3.5. Pengeringan .................................................................................................................... 9
2.4. Optimasi Response Surface Method (RSM) ........................................................................... 10
2.4.1. Central Composite Design ........................................................................................... 11
III. METODOLOGI .......................................................................................................................... 13
3.1. Bahan dan Alat ....................................................................................................................... 13
3.2. Metode Penelitian ................................................................................................................... 13
3.2.1. Penelitian Pendahuluan ................................................................................................ 14
3.2.2. Rancangan Kombinasi Faktor dan Respon................................................................... 14
3.2.3. Analisis Kombinasi Faktor dan Optimasi Respon Permukaan ..................................... 15
3.2.4. Validasi Kondisi Optimum........................................................................................... 16
3.3. Prosedur Penelitian ................................................................................................................. 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................................... 17
4.1. Penelitian Pendahuluan ........................................................................................................... 17
4.1.1. Analisa Komposisi Kimia Rumput Laut Gracilaria verrucosa ................................... 17
4.1.2. Penentuan Konsentrasi Bahan Pemucat ....................................................................... 17
4.2. Rancangan Kombinasi Faktor dan Respon ............................................................................. 20
4.3. Analisis Kombinasi Faktor dan Optimasi Respon Permukaan ............................................... 22
4.3.1. Analisis Kombinasi Faktor pada Respon Rendemen ................................................... 22
4.3.2. Analisis Kombinasi Faktor pada Respon Kekuatan Gel .............................................. 24
4.3.3. Analisis Kombinasi Faktor pada Respon Kadar Air .................................................... 26
4.3.4. Analisis Kombinasi Faktor pada Respon Kadar Abu ................................................... 28
ii
4.3.5. Optimasi Respon Permukaan ....................................................................................... 31
4.4. Validasi Kondisi Optimum ..................................................................................................... 32
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................................... 34
5.1. Kesimpulan ............................................................................................................................. 34
5.2. Saran ....................................................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 34
LAMPIRAN ........................................................................................................................................ 38
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi kimia Gracilaria sp ................................................................................................ 4
Tabel 2. Unit gula penyusun agar-agar .................................................................................................. 5
Tabel 3. Standar mutu agar-agar ............................................................................................................ 7
Tabel 4. Standar mutu salah satu jenis agar-agar di Jepang ................................................................... 7
Tabel 5. Taraf dari beberapa faktor ...................................................................................................... 15
Tabel 6. Rancangan percobaan pada optimasi rendemen dan mutu agar-agar ..................................... 15
Tabel 7. Hasil analisa komposisi rumput laut Gracilaria verrucosa.................................................... 17
Tabel 8. Hasil analisa pemilihan konsentrasi natrium bisulfit .............................................................. 18
Tabel 9. Uraian variabel dan respon yang akan dioptimasi .................................................................. 31
Tabel 10. Solusi optimasi hasil analisis Design Expert 7 .................................................................... 32
Tabel 11. Perbandingan nilai respon prediksi solusi optimasi pertama dengan nilai hasil pengamatan
(validasi) .............................................................................................................................. 33
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur agar-agar ............................................................................................................... 5
Gambar 2. Pembentukan gel dengan agregasi (penggabungan polisakarida)....................................... 6
Gambar 3. Central composite design (CCD) ..................................................................................... 11
Gambar 4. Alat texture analyzer model TA-XT2i dan hydraulic press dan alat disk mill ................. 13
Gambar 5. Diagram alir tahapan penelitian ........................................................................................ 14
Gambar 6. Pengaruh konsentrasi natrium bisulfit terhadap rendemen tepung agar ........................... 19
Gambar 7. Pengaruh konsentrasi natrium bisulfit terhadap kekuatan gel tepung agar ....................... 19
Gambar 8. Agar dengan kandungan natrium bisulfit 0.01%, 0.02%, 0.03%, 0.05% ......................... 19
Gambar 9. Pengaruh konsentrasi asam asetat 1% terhadap rendemen menghasilkan nilai rendemen
tertinggi ............................................................................................................................ 20
Gambar 10. Pengaruh konsentrasi asam asetat 1% terhadap kekuatan gel menghasilkan nilai kekuatan
gel tertinggi....................................................................................................................... 20
Gambar 11. Rendemen tertinggi pada waktu perendaman asam asetat 1 jam ...................................... 21
Gambar 12. Kekuatan gel tertinggi pada suhu ekstraksi 90oC ............................................................. 21
Gambar 13 . Kontur Respon Permukaan hasil uji respon rendemen tepung agar ................................ 24
Gambar 14. Respon Permukaan rendemen tepung agar ....................................................................... 24
Gambar 15. Kontur Respon Permukaan hasil uji respon kekuatan gel tepung agar ............................. 26
Gambar 16. Respon Permukaan kekuatan gel tepung agar .................................................................. 26
Gambar 17. Kontur Respon Permukaan hasil uji respon kadar air tepung agar ................................... 28
Gambar 18. Respon Permukaan kadar air tepung agar ........................................................................ 28
Gambar 19. Kontur Respon Permukaan hasil uji respon kadar abu tepung agar ................................. 30
Gambar 20. Respon Permukaan kadar abu tepung agar ....................................................................... 30
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Prosedur analisa uji sifat fisiko kimia bahan baku dan tepung agar .............................. 39
Lampiran 2. Skema proses pengolahan agar-agar yang digunakan dalam penelitian ........................ 42
Lampiran 3. Data aktual dari seluruh kombinasi faktor ..................................................................... 43
Lampiran 4. Analisis ragam dan persamaan polinomial respon rendemen ........................................ 44
Lampiran 5. Analisis ragam dan persamaan polinomial respon kekuatan gel .................................... 45
Lampiran 6. Analisis ragam dan persamaan polinomial respon kadar air .......................................... 46
Lampiran 7. Analisis ragam dan persamaan polinomial respon kadar abu ........................................ 47
vi
I. PENDAHULUAN
Rumput laut merupakan salah satu komoditas hasil kekayaan laut Indonesia yang banyak
dijumpai di seluruh perairan di wilayah Nusantara. Rumput laut adalah komoditas unggulan perikanan
budidaya yang produksinya terbesar diantara komoditas unggulan lainnya. Berdasarkan Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya (2011), perkembangan produksi rumput laut selama empat tahun ini
mengalami kenaikan rata-rata sebesar 30,57% dan pada tahun 2010 lalu kenaikannya sebesar 32,11%.
Bila dilihat secara tonase, kenaikan rumput laut sekitar 1 juta ton pada tahun 2010, dan pada tahun
2009 sebesar 800.000 ton dan sekitar 500.000 ton pada tahun 2008.
Rumput laut pada awal perkembangannya hanya terdapat di beberapa propinsi saja. Produksi
terbesar berada di propinsi Sulawesi Selatan. Namun seiring dengan perkembangan budidaya rumput
laut dan teknik budidaya yang mudah, membuat perkembangan rumput laut menjadi sangat pesat. Saat
ini rumput laut sudah dapat dibudidayakan hampir diseluruh propinsi Indonesia. Rumput laut yang
saat ini berkembang dan dibudidayakan oleh para pembudidaya Indonesia ada dua jenis, yaitu
Euchema contonii dan Gracilaria sp. Kedua jenis rumput laut ini dikembangkan pada media air yang
berbeda dan kegunaan atau olahannya pun berbeda. Euchema cottonii dibudidayakan dengan media
air laut sementara Gracilaria sp dibudidayakan pada media air payau yang biasanya berupa tambak.
Dalam pemanfaatanya, rumput laut banyak dijadikan agar-agar. Agar-agar mempunyai banyak
kegunaan yaitu sebagai produk makanan, industri farmasi, kertas, tekstil, dan penggunaan di
laboratorium. Biasanya agar-agar tersebut digunakan sebagai penstabil, pengemulsi, bahan pembentuk
gel, bahan penjernih, media kultur mikroba, media kultur jaringan dan sebagainya (Chapman dan
Chapman, 1980).
Masalah yang sering timbul dalam memproduksi agar-agar terutama dari rumput laut jenis
Gracilaria adalah kesukaran memperoleh agar-agar yang mempunyai karakteristik gel yang baik,
seperti kekuatan, kekerasan, kohesivitas gel, dan rendemen yang tinggi. Salah satu penyebabnya
adalah ester sulfat yang terdapat dalam agar-agar. Ester sulfat dalam agar-agar terikat pada atom
karbon keenam (C6) dari L-galaktosa. Adanya ester sulfat pada C6 dapat menyebabkan rantai polimer
membentuk suatu tekukan, sehingga akan menghambat pembentukan gel (Glicksman, 1983). Ester
sulfat pada C6 rantai galaktosa dapat dihilangkan dengan perlakuan asam. Bersamaan dengan
hilangnya ester sulfat akan terbentuk cincin 3,6-anhidro-galaktosa yang mempunyai rantai lurus,
sehingga pembentukan gel akan mudah terjadi (Guiseley et al., 1980).
Rumput laut Gracilaria verrucosa yang digunakan untuk penelitian diperoleh dari hasil
budidaya sebagai bahan baku pembuatan agar-agar dengan menganalisis pengaruh penambahan asam
dalam hal ini asam asetat (CH3COOH), suhu, dan waktu proses selama perlakuan asam terhadap
rendemen dan mutu agar-agar yang dihasilkan dari rumput laut jenis Gracilaria verrucosa. Selain itu
juga penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rendemen dan kekuatan gel yang optimum dengan
menggunakan Metode Respon Permukaan (Response Surface Method). Untuk mencapai tujuan
tersebut, metode ekstraksi yang digunakan adalah hasil modifikasi metode ekstraksi Armeidy (1992)
dan Istini et al., (1986).
1
1.2. Tujuan Penelitian
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
Rumput laut (seaweed) adalah ganggang berukuran besar atau makro alga yang merupakan
tanaman tingkat rendah dan termasuk ke dalam divisi Thallophyta. Morfologi tanaman ini hanya
terdiri dari thallus, tidak mempunyai akar, batang, dan daun sejati. Fungsi ketiga bagian tersebut
digantikan oleh thallus (Meiyana et al., 2001). Rumput laut atau ganggang laut adalah salah satu
tanaman yang termasuk Divisi Thallophyta. Thallophyta diklasifikasikan menjadi empat kelas, yaitu :
(1) Chlorophyceae (ganggang hijau), (2) Cyanophyceae (ganggang biru), (3) Rhodophyceae
(ganggang merah) dan (4) Phaephyceae (ganggang cokelat) (Glicksman, 1982).
Ganggang hijau dan ganggang biru-hijau banyak hidup dan berkembang di air tawar,
sedangkan ganggang cokelat dan merah hampir secara eksklusif merupakan habitat laut. Bila
berbicara mengenai rumput laut, maka yang dimaksudkan adalah dari jenis ganggang cokelat dan
merah. Ganggang cokelat hidup di perairan yang dingin, sedangkan ganggang merah di daerah tropis
(Winarno, 1990). Ganggang merah dan ganggang cokelat adalah tanaman laut yang penting. Karena
mengandung polisakarida yang tidak terdapat pada tanaman lain dan tersedia dalam jumlah yang besar
sehingga mendukung untuk pengadaan bahan baku suatu industri. Polisakarida yang terdapat dalam
ganggang merah dan ganggang cokelat diantaranya adalah algin, karagenan, funoran, laminarin,
fucoidin dan agar-agar.
Salah satu jenis rumput laut yang sangat berpotensi sebagai penghasil agar-agar adalah
Gracilaria sp. Menurut Dawson (1966) klasifikasi Glacilaria sp. adalah sebagai berikut:
Divisi: Rhodophyta
Kelas: Rhodophyceae
Ordo: Gigartinales
Famili: Gracilariaceae
Genus: Gracilaria
Spesies: Gracilaria sp.
Di Indonesia jenis rumput laut penghasil agar-agar yang telah dimanfaatkan dan memiliki prospek
cukup baik adalah Gracilaria sp, Gelidiella sp, dan Gelidium sp (Sedijoprapto, 1997)
Jenis Gracilaria paling banyak digunakan karena selain jenis ini murah harganya dan mudah
diperoleh. Keunggulan Gracilaria lainnya adalah warnanya yang putih sedangkan Gelidium berwarna
cokelat kusam. Menurut Ahda et al (2005), keistimewaan rumput laut Gracilaria sp. adalah dapat
dibudidayakan ditambak. Pemanenan dilakukan jika rumput laut ini sudah cukup umur yaitu setelah
90 hari dan panen berikutnya setelah rumput laut berumur 60 hari.
Ciri-ciri umum rumput laut marga Gracilaria adalah bentuk thallus memipih atau silindris,
membentuk rumpun dengan tipe percabangan yang tidak teratur, dichotomous (dua-dua-terus
menerus), alternate, pinate, atau dichotom divaricate. Pada ujung pangkal percabangan thallusnya
meruncing, permukaanya halus, atau berbintil-bintil dan garis tengah thallus berkisar 0,5-4,0 mm
dengan panjang yang dapat mencapai 30 cm atau lebih, permukaan licin, cartilagenous. Ciri khusus
secara morfologis memiliki duri yang tumbuh berderet melingkari thallus dengan interval yang
bervariasi sehingga membentuk ruas-ruas thallus di antara lingkaran duri (Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, 1990).
3
Goodwin (1974) mengungkapkan bahwa warna merah pada rumput laut kelas Rhodophyceae
disebabkan oleh adanya senyawa biliprotein dalam bentuk fikosianin dan fikoeritrin. Selanjutnya Kadi
dan Atmadja (1988) mengemukakan bahwa Gracilaria verrucosa mempunyai warna hijau kemerahan.
Rumput laut Gracilaria verrucosa adalah rumput laut yang termasuk pada kelas alga merah
(Rhodophyta). Warna pada rumput laut ini disebabkan oleh klorofil, karoten, dan biliprotein. Menurut
Meeks (1974), klorofil yang terdapat pada alga merah yaitu klorofil-a jumlahnya berkisar 0,3-2,0%.
2.2. Agar-Agar
4
persamaan dengan agarosa, tetapi beberapa 3,6-anhidro-L-galaktosa digantikan dengan L-galaktosa-6-
sulfat dan beberapa D-galaktosa digantikan oleh asam piruvat asetal sebagai 4,6-O-(L-
karboksietilidina)-D-galaktosa. Gambar 1 merupakan gambar dari struktur agar-agar.
Gambar 1. Struktur agar-agar: (a) agarosa, (1-3) d-galaktosa dan (1-4) anhidro-l-galaktosa; (b) “metil
agarosa”, (1-3) 6-0-metil-d-galaktosa dan (1-4) anhidro-l-galaktosa; (c) “pyruvated
agarose”, (1-3) 4,6-O-(1-karboksietilidina)-d-galaktosa dan (1-4) anhidro-l-galaktosa; (d)
galaktan sulfat, (1-3) d-galaktosa dan (1-4) l-galaktosa-6-sulfat (Chapman dan Chapman,
1980)
Agaropektin merupakan suatu polisakarida sulfat yang tersusun dari agarosa dengan variasi
ester asam sulfat; asam D-glukoronat dan sejumlah kecil asam piruvat. Kandungan sulfat bervariasi
pada setiap jenis rumput laut dan biasanya sekitar 5-10% (Peterson dan Johnson, 1978).
5
gel menjadi bertautan lebih erat pada saat ini menjadi lebih kaku akibat bertambahnya struktur helix
untuk membentuk gabungan yang bertindak sebagai super junction; (C dan D) gel akan membentuk
gabungan yang kontinyu apabila dibiarkan dalam waktu yang agak lama, dan jaringan gel sering
mengkerut dengan membebaskan sejumlah air.
Menurut Glicksman (1983), peningkatan kekuatan gel dapat dihubungkan dengan peningkatan
kadar agarosa atau penurunan kadar sulfat serta peningkatan kadar 3,6-anhydro-L-galaktosa.
Karakteristik pembentukan gel agar-agar disebabkan oleh tiga buah atom H pada residu 3,6-anhidro-
L-galaktosa yang memaksa molekul-molekul untuk membentuk struktur ”heliks”. Interaksi antar
struktur heliks menyebabkan terbentuknya gel. Penggantian senyawa 3,6-anhydro-L-galaktosa oleh L-
galaktosa sulfat menyebabkan kekacauan dalam struktur heliks dan dalam keadaan seperti ini
terbentuk kekuatan gel yang terendah. Kekuatan gel yang lebih tinggi akan diperoleh bila grup sulfat
dikonversi menjadi senyawa 3,6-anhidro-L-galaktosa. Perlakuan asam dapat mempercepat konversi
senyawa tersebut diatas.
Sifat gel agar-agar dipengaruhi oleh suhu, konsentrasi, pH, kandungan gula, dan ester sulfat
(Selby dan Wynne, 1973). Penurunan pH akan menyebabkan kekuatan gel semakin berkurang
(Glicksman, 1983). Semakin tinggi kandungan gula akan menyebabkan gel menjadi keras dengan
kohesifitas tekstur yang yang lebih rendah (Glicksman, 1983). Peningkatan kandungan sulfat dalam
agar-agar akan mengurangi kekuatan gelnya (Chapman dan Chapman, 1980). Gel agar-agar bersifat
reversibel terhadap suhu, dimana pada suhu di atas titik leleh fase gel akan berubah menjadi fasa sol
dan sebaliknya. Fasa transisi dari gel ke sol atau dari sol ke gel tidak berada pada suhu yang sama.
Suhu pembentukan gel (gelling point) berada jauh di bawah suhu saat gel meleleh (melting point).
Perbedaan yang jauh anatara suhu leleh dan suhu pembentukan gel disebut dengan gejala histeresis
(Rees, 1969; Glicksman, 1983).
Daya gelasi agar-agar juga tergantung pada cara produksi, jenis algae, kandungan sulfat dan
perbandingan agarosa terhadap agaropektin. Agar-agar yang berasal dari rumput laut Gracilaria
mempunyai kekuatan gel yang lebih rendah dari Gelidium (Chapman, 1970). Karakteristik gel agar-
agar bersifat rigid, rapuh, mudah dibentuk dan memiliki titik leleh tertentu. Kekuatan gel agar-agar
sangat tergantung pada perbandingan kandungan agarosa terhadap agaropektin, gel yang terbentuk
akan semakin kuat (Winarno, 1990).
6
dideskripsikan dalam ”Food Chemical Codex” (1981) yang meliputi kandungan arsen, kadar abu tidak
larut asam, kadar abu total, gelatin, logam berat, bahan asing tidak larut, timah, susut pengeringan,
pati dan penyerapan air. Persyaratan mutu agar di Jepang tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Agar-agar yang diekspor dari Jepang juga memasukkan parameter lain selain yang
dideskripsikan oleh SII dan FCC sebagai penentu mutunya. Parameter tersebut adalah warna,
keseragaman, dan kekuatan gel. Standar mutu salah satu tingkat mutu agar-agar ekspor Jepang
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 3. Standar mutu agar-agar
Persyaratan
Spesifikasi
SII(a) FCC(b) SNI(c)
Kadar air maks. (%) 15 – 21 - 17
Kadar abu maks. (%) 4 6,5 -
Abu tak larut asam maks. (%) - 0,3 0,5
Gelatin - Negatif -
Pati - Negatif -
Karbohidrat (galaktosa) (%) 30 - -
Logam berat maks. (ppm) Negatif 10 -
Arsen maks. (ppm) Negatif 3 -
Bahan asing tidak larut maks. (%) - 1 -
Timah maks. (ppm) - 10 -
Cemaran logam Cu maks. (mg/kg) - - 30
Cemaran logam Zn maks. (mg/kg) 40
Cemaran logam Sn maks. (mg/kg) 40
Susut pengeringan maks. (%) - 20 -
Min. 5 kali
Penyerapan air - Negatif
berat agar
Zat warna tambahan Yang diizinkan untuk
- -
makanan dan minuman
Sumber : (a) Departemen Perindustrian (1978)
(b) Food Chemical Codex III (1981)
(c) Standar Nasional Indonesia No. 01-2802-1995 untuk tepung agar
7
2.3. Proses Pembuatan Agar-Agar
Pengolahan rumput laut menjadi agar-agar umumnya melalui beberapa tahapan yaitu
pembersihan dan pencucian, perendaman dan pemucatan, pra-perlakuan asam, perebusan atau
ekstraksi, penyaringan, penjedalan, dan pendinginan (Indriany, 2000).
8
menjadi 110 g/cm2 (Whyte dan Englar, 1980 dalam Amnidar, 1989) sedangkan menurut Cho et al
(1975), praperlakuan dengan asam terhadap Gracilaria sp ternyata dapat menurunkan kandungan abu,
total sulfur dan nitrogen serta dapat meningkatkan kekuatan gel agar-agar.
2.3.4. Ekstraksi
Ekstraksi agar-agar dari rumput laut dilakukan dengan air panas pada suhu didih, hal ini
didasarkan pada sifat kelarutan agar-agar, yaitu larut hanya dalam air panas dan tidak larut dalam air
dingin (Furia, 1980). Semua proses ekstraksi agar-agar dalam dunia perdagangan (secara komersial)
umumnya menggunakan air panas dengan suhu (90-150) oC, yang kemudian diikuti dengan proses
filtrasi dan pembekuan. (Wheaton dan Lawson, 1985).
Dalam proses ekstraksi diperlukan suasana sedikit asam, yang bertujuan untuk mengontrol pH
karena pH dapat mempengaruhi kualitas agar-agar yang dihasilkan. Keasaman (pH) larutan ekstraksi
harus diatur kurang lebih 6.5 dengan penambahan sedikit asam (Chapman, 1970).
Proses ekstraksi dapat pula dilakukan pada pH netral atau tanpa penambahan asam, karena
diduga pada pH netral ini proses ekstraksi akan lebih mudah dan dapat dilakukan pada pH kurang
lebih 7, suhu 100oC, selama 1-4 jam. Ekstraksi pada pH netral ini dilakukan hanya untuk rumput laut
yang telah mengalami proses praperlakuan asam (Matsuhashi, 1977).
Produksi agar-agar dari rumput laut selain dipengaruhi oleh musim, juga dipengaruhi oleh lama
waktu perebusan (waktu ekstraksi) (Chapman, 1970). Waktu pendidihan yang terlalu lama dapat
mengakibatkan degradasi hidrolitik yang berlebihan, meskipun pada proses normal degradasi
hidrolitik tidak dapat dihindari seluruhnya (Matsuhashi, 1977 dalam Priatama, 1989).
Pemasakan rumput laut dilakukan dalam suatu bejana dengan meggunakan air bersih
(Winarno, 1990). Banyaknya air yang digunakan sebagai pengekstrak dalam proses pemasakan agar-
agar bervariasi menurut beberapa versi, tergantung jumlah dan jenis bahan baku rumput laut yang
digunakan. Rumput laut jenis keras, seperi Gelidium sp membutuhkan air pengekstraksi yang relatif
banyak dibandingkan rumput laut lunak seperti Gracilaria sp, sebab untuk memecah dinding sel
rumput laut yang keras dibutuhkan luas permukaaan kontak antara dinding sel dengan air pengekstrak
yang besar (Sukamulyo, 1989). Kisaran jumlah air untuk ekstraksi dapat bervariasi antara tujuh kali
berat rumput laut sampai dengan 15 atau 20 kali berat rumput laut kering (Matsuhashi, 1977 dalam
Priatama, 1989). Sedangkan menurut Winarno (1990), pemasakan rumput laut menggunakan air
sebanyak 40 kali berat rumput laut kering. Lama ekstraksi umumnya berlangsung selama 45 menit
(Winarno, 1990), kadang-kadang sampai 2-4 jam tergantung teknik pengadukannya. Nasran (1993)
melakukan ekstraksi terhadap rumput laut Gracilaria sp selama 1,5-2 jam, sedang Mokolensang et al.,
(1997) melakukan ekstraksi rumput laut jenis Gracilaria sp selama satu jam.
Setelah proses ekstraksi selesai, larutan agar-agar langsung disaring (filtrasi) dalam keadaan
panas. Untuk memperoleh hasil ekstraksi yang tinggi maka pada waktu penyaringan dapat dilakukan
pemerasan atau pengepresan (Chapman, 1970). Filtrat agar hasil penyaringan kemudian ditampung di
tempat penampungan, sedangkan ampasnya masih dapat diekstraksi kembali satu atau dua kali. Gel
yang terbentuk kemudian dibekukan, dan dicairkan (thawing). Air yang mencair akan membawa serta
kotoran yang menyebabkan kekeruhan (Kosasih dan Suprijatna, 1967).
2.3.5. Pengeringan
Agar-agar yang telah dipotong-potong harus dikeluarkan sebagian airnya sehingga kadar airnya
mencapai kurang dari 20%. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: metode
pembekuan yang diikuti dengan thawing dan dilanjutkan dengan pengeringan atau dengan cara
dikeringkan dengan menggunakan tekanan (Aveline yang dikutip oleh Glicksman, 1969 dan
9
Matsuhashi, 1977). Pengeringan lebih baik dilakukan dengan menggunakan oven sehingga
mempercepat proses pengeringan dan menurunkan kadar air yang terkandung didalamnya (Kosasih
dna Suprijatna, 1967).
Optimasi adalah bagian dan kegiatan penelitian dan pengembangan proses maupun produk,
baik yang telah ada maupun penemuan baru dengan memanfaatkan fasilitas yang ada untuk
menghasilkan produk maupun proses dengan biaya minimal. Dalam penerapan teknik optimasi
banyak hal yang perlu diperhatikan seperti ukuran masalah, tujuan, biaya, waktu, kriteria (maksimum
atau minimum), dan penetapan peubah (bebas atau tidak bebas). Dalam penelitian yang menggunakan
teknik optimasi, peubah tidak bebas (respon) dan peubah bebas (faktor) keduanya merupakan hal-hal
yang mempengaruhi proses.
Tujuan dan pengembangan produk adalah optimasi seluruh aspek dari produk. Salah satu cara
untuk menentukan apakah suatu produk optimum atau belum, yaitu dengan menggunakan evaluasi
sensori, diantaranya dengan menggunakan teknik optimasi response surface methodology (RSM).
RSM merupakan salah satu metode perancangan yang digunakan untuk mengetahui kondisi optimal.
Metode ini menggabungkan teknik matematika dengan teknik statistika yang digunakan untuk
membuat serta menganalisa suatu respon Y yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas atau faktor
X guna mengoptimumkan respon tersebut (Rahardjo dan Iman, 2002).
Persamaan-persamaan dapat ditampilkan secara grafis sebagai respon permukaan yang dapat
digunakan dalam tiga cara, yaitu: 1) untuk menggambarkan bagaimana faktor dapat mempengaruhi
respon; 2) untuk menentukan hubungan interrelasi antar faktor; dan 3) untuk menggambarkan efek
gabungan dan respon seluruh faktor (Giovanni, 1983). RSM juga merupakan metode yang
mengeksplorasi hubungan dan masing-masing unsur dalam penelitian misalnya hubungan suatu hasil
penelitian dengan sejumlah peubah yang diduga dapat mempengaruhi hasil tersebut. Teknik optimasi
RSM bekerja didasarkan pada proses atau siklus: pengetahuan-gagasan-analisis desain dan percobaan
secara berulang. Jadi RSM merupakan teknik optimasi yang sangat berguna untuk investigasi proses
yang kompleks (Giovanni, 1983).
Adapun kegunaan dari teknik optimasi RSM ini adalah:
1. Dapat menentukan kombinasi optimum dan faktor (peubah bebas) yang akan menghasilkan
respon (peubah tidak bebas) yang diinginkan dan dapat menggambarkan bahwa respon
mendekati optimum.
2. Dapat menentukan bagaimana suatu pengukuran respon tertentu dipengaruhi oleh perubahan
faktor-faktor pada taraf tertentu.
3. Dapat menentukan taraf faktor yang akan menghasilkan sekumpulan spesifikasi yang
diinginkan secara simultan.
Dari beberapa kegunaan RSM diatas, terlihat bahwa tujuan dan teknik optimasi RSM adalah
untuk mendapatkan pemahaman yang terbaik dan sistem secara keseluruhan diluar tersedianya
sumberdaya percobaan.
Hubungan antara respon Y dan variabel bebas dapat dirumuskan sebagai berikut:
Y = f ( X1,X2,X3,...,Xk ) + ε
dimana:
Y = variabel respon
Xi = variabel bebas/faktor ( i = 1,2,3,...,k )
ε = error
10
Hubungan antara Y dan Xi dapat dicari menggunakan first order models dan second order
models, dimana first order models digunakan untuk mencari daerah optimum dan second order
models digunakan untuk mencari titik optimum. Hubungan antara Y dan Xi untuk model orde pertama
ditunjukkan dalam persamaan
Y = β0 + β1 x1 + β2 x2 +.....+ βk xk + ε
k k
Y 0 i X i ii X i2 ij X i X j
i 1 i 1 i j
Bentuk hubungan antara respon dengan perlakuan pada model orde kedua adalah kuadrat , setelah
bentuk hubungan yang paling fit diperoleh, langkah selanjutnya adalah mengoptimasi hubungan
tersebut. Secara garis besar langkah-langkah dalam menganalisa reponse surface yaitu: merancang
percobaan, membuat model dan melakukan optimasi.
Untuk response surface yang berorde dua, rancangan percobaanya menggunakan central
composite design (CCD) atau box-behnken design yang memerlukan jumlah unit percobaan lebih
banyak.
11
Titik-titik pada rancangan 2k faktorial digunakan untuk membentuk model orde satu. Sedang
penambahan center runs dan axial runs digunakan untuk membentuk orde dua.
Pada central composite design (CCD), agar kualitas dari prediksi menjadi lebih baik, maka
rancangannya selain memiliki sifat ortogonal juga harus rotatable. Suatu rancangan dikatakan
rotatable jika ragam dari variabel respon yang diestimasi, ragam dari ̂, merupakan fungsi dari x1, x2,
....xk yang hanya bergantung pada jarak dari pusat rancangan dan tidak bergantung dari arahnya (letak
titik percobaan). Dengan kata lain ragam dari variabel respon yang diduga sama untuk semua titik
asalkan titik-titik tersebut memiliki jarak yang sama dari pusat rancangan (center runs).
12
III. METODOLOGI
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah rumput laut jenis Gracilaria verrucosa
hasil budidaya di Desa Langensari, Subang. Bahan kimia yang digunakan berupa asam asetat teknis
(CH3COOH) dengan konsentrasi 0,5%, 1%, dan 1,5%, CaO 0,5%, natrium bisulfit, dan aquades.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain baskom, pengaduk, gelas piala 2L, panci
stainless steel, termometer, pipet volumetrik, kompor, hydraulic press, kain penyaring, disk mill, dan
freezer. Peralatan lainnya yang digunakan untuk analisa kandungan kimia bahan baku adalah cawan
porselin, oven, tanur serta alat-alat gelas seperti erlenmeyer, gelas piala, labu takar, gelas ukur, pipet,
dan buret. Dan alat-alat yang digunakan untuk analisa tepung agar diantaranya adalah pH meter,
timbangan, termometer, texture analyzer model TA-XT2i, dan penangas air. Beberapa alat dapat
dilihat pada Gambar 4
Gambar 4. Alat texture analyzer model TA-XT2i dan hydraulic press (atas) dan alat disk mill (bawah)
Penelitian ini dilaksanakan menjadi empat tahap, yaitu (1) Penelitian pendahuluan diantaranya
karakterisasi komposisi kimia bahan baku dan penentuan konsentrasi natrium bisulfit, (2) rancangan
kombinasi dan respon, (3) Penentuan faktor Respon Permukaan yang berpengaruh terhadap rendemen
13
dan mutu tepung agar, dan (4) Validasi kondisi optimum. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat
pada Gambar 5.
Mulai
Penelitian Pendahuluan
Selesai
14
Pada penerapannya proses ekstraksi rumput laut dilakukan mengikuti rancangan dari
kombinasi variabel yang didapatkan dari rancangan faktorial. Program yang digunakan untuk
mendapatkan kombinasi dari hubungan variabel dengan taraf adalah program Design Expert 7.0.0
(DX 7.0.0). Tahapan proses ekstraksi rumput laut disajikan pada skema proses pengolahan agar-agar
yang disajikan pada Lampiran 2. Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian merupakan
modifikasi dari metode Armeidy (1992) dan Istini et al. (1986).
15
3. Selanjutnya dilakukan analisis sidik ragam (ANOVA) dengan model yang sudah terpilih. Model
berpengaruh nyata jika nilai p-value kurang dari 0,05 (peluang kesalahan kurang dari 5%),
sedangkan model bersifat tidak berpengaruh nyata jika nilainya lebih dari 0,1 (peluang kesalahan
lebih dari 10%). Selain model, dianalisis juga nilai p-value “Prob > F” pada lack of fit
4. Kemudian dilakukan analisis pada R2 untuk mengetahui kuadrat korelasi antara variabel yang
digunakan sebagai predictor (X) dan variabel yang memberikan response (Y), R2 > 0,8
menunjukan varian model bagus.
5. Setelah didapatkan model yang dianggap paling sesuai akan ditampilkan di dalam sebuah
contour plot (grafik dua dimensi) atau grafik tiga dimensi.
6. Langkah berikutnya pengoptimalan ditentukan kriteria yang meliputi variabel dan setiap respon
yang mempengaruhi. Pada tahap ini ditentukan goal yang ingin dicapai, batasan dari goal, dan
bobot kepentingan.
7. Langkah terakhir adalah program Design-Expert 7 akan menampilkan beberapa solusi optimal
dengan nilai desirability yang berbeda. Solusi optimal yang memiliki nilai desirability mendekati
1 cenderung dipilih sebagai solusi terbaik.
Bahan baku rumput laut dikarakterisasi komposisi kimianya seperti kadar air, kadar abu, kadar
protein, kadar lemak, kadar serat kasar dan kadar karbohidrat by difference. Tahapan penelitian
selanjutnya adalah ekstraksi rumput laut hingga diperoleh filtrat agar-agar. Rumput laut Gracilaria
verrucosa terlebih dahulu disortasi, setelah itu rumput laut terpilih ditimbang sebanyak 100 gram.
Selanjutnya dilakukan proses pencucian dengan air mengalir sampai rumput laut bebas dari kotoran
dan kerang-kerang. Kemudian rumput laut direndam dengan larutan CaO 0,5% selama lima menit,
setelah itu kembali dicuci dengan air mengalir, dan dilanjutkan dengan proses perendaman dengan
larutan asam asetat (CH3COOH) dengan tiga perlakuan konsentrasi, sedangkan untuk waktu
perendaman disesuaikan dengan tiga perlakuan waktu. Setelah proses perendaman dengan larutan
asam, selanjutnya dilakukan proses pencucian dengan air mengalir hingga pH netral. Rumput laut
yang sudah netral selanjutnya diekstrak dengan menggunakan air destilata. Perbandingan rumput laut
dengan air destilata adalah 1:20. Ekstraksi dilakukan pada suhu 85-95oC selama 45 menit. Proses
penyaringan dilakukan dengan menggunakan alat pompa hidrolik (hydraulic press) tanpa
menggunakan panas. Filtrat yang diperoleh selanjutnya dipucatkan dengan menggunakan natrium
bisulfit yang berkisar antara 0,1- 0,5 % dan kemudian dilakukan gelifikasi sampai menjadi agar-agar.
Setelah itu dilakukan pembekuan pada suhu -20 oC selama 24 jam. Setelah 24 jam, agar-agar yang
sudah menjadi es didiamkan pada suhu ruang sampai semua es mencair. Agar beku yang telah
mencair kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 50 oC selama kurang lebih 24 jam. Lembaran agar
yang telah kering kemudian dikecilkan ukurannya dengan menggunakan alat disk mill sehingga
menjadi tepung agar. Selanjutnya tepung agar dianalisis rendemen, kekuatan gel, kadar air, dan kadar
abu. Skema proses proses ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 2.
16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Terdapat perbedaan antara hasil analisa komposisi kimia yang dilakukan dengan hasil analisa
komposisi kimia pada rumput laut Gracilaria sp yang dilakukan oleh Soegiarto (1978) yang disajikan
pada Tabel 1. Kadar air rumput laut Gracilaria verrucosa hasil budidaya Subang ini memiliki tingkat
kekeringan yang cukup tinggi dibandingkan dengan literatur. Tingginya kadar air juga dapat
menentukan mutu dari agar-agar yang nantinya dihasilkan, karena dengan kandungan air yang tinggi
kapang dapat tumbuh apabila rumput laut tersebut disimpan dalam jangka waktu tertentu.
Kadar abu berasal dari garam-garam air laut yang berdifusi ke dalam jaringan rumput laut.
Kadar abu yang tinggi pada hasil analisa dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, salah satunya
adalah musim dan kadar garam. Tingginya kadar abu hasil analisis sebesar 12,48%, disebabkan oleh
besarnya penguapan, pergerakan air laut dan sirkulasi air tawar di perairan tersebut. Rumput laut yang
dianalisis saat itu diambil pada musim kemarau dimana penguapan air laut sangat tinggi menyebabkan
kadar garam juga meningkat.
Menurut Kadi dan Atmadja (1988) kualitas rumput laut dipengaruhi cahaya, suhu, pH, dan
unsur hara. Cahaya, suhu, pH, dan unsur hara akan berpengaruh terhadap fotosintesa. Fotosintesa
merupakan proses perubahan zat anorganik menjadi zat organik, sehingga secara tidak langsung akan
menentukan kandungan protein, lemak, serat kasar, dan karbohidrat rumput laut. Komponen dari
karbohidrat pada rumput laut juga memiliki kadar yang cukup tinggi, karena karbohidrat sebagian
besar terdiri dari agar-agar dan serat kasar yang merupakan selulosa. Rumput laut merupakan tanaman
primitif yang mengandung selulosa sebagai jaringan pendukung. Karbohidrat yang terkandung pada
bahan baku salah satu unit polisakarida penyusun agar-agar sebagai senyawa utama yang
dimanfaatkan pada penelitian ini.
17
produk agar-agar yang dihasilkan berwarna putih kekuningan sesuai dengan standar mutu No.1 untuk
agar-agar ekspor. Proses pemucatan secara kimia pada prinsipnya adalah oksidasi atau reduksi ikatan
rangkap pada senyawa pembentuk warna sehingga dihasilkan produk yang berwarna lebih cerah atau
tidak berwarna.
Pemilihan natrium bisulfit didasarkan pada hasil pengamatan produk agar-agar yang sudah
ditambahkan natrium bisulfit dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 0,01%; 0,02%; 0,03%, dan
0,05%. Menurut Djufri et al., (1976) beberapa bahan pemucat yang bersifat oksidator adalah kaporit,
natrium hipoklorit dan hidrogen peroksida. Bahan pemucat yang bersifat reduktor adalah sulfur
dioksida dan natrium bisulfit. Proses pemucatan secara kimia pada prinsipnya adalah oksidasi atau
reduksi ikatan rangkap pada senyawa pembentuk warna sehingga dihasilkan produk yang berwarna
lebih cerah atau tidak berwarna. Oksigen akan mengoksidasi klorofil-a menjadi substansi yang tidak
berwarna sehingga terjadi pelepasan ion magnesium klorofil dan menghasilkan feofitin yang
mempunyai warna kecoklatan. Selanjutnya gas oksigen akan mengoksidasi feofitin menjadi klorin dan
purpurin. Pemotongan dapat berlangsung secara cepat yang menghasilkan sejumlah besar kehilangan
warna dan senyawa yang mempunyai berat molekul rendah. Sejalan dengan penurunan jumlah
klorofil, kandungan karotenpun akan menurun. Goodwin (1974) mengungkapkan bahwa pada rumput
laut kelas Rhodophyceae memiliki pigmen merah disebabkan oleh adanya senyawa biliprotein dalam
bentuk fikosianin dan fikoeritrin. Selanjutnya Kadi dan Atmadja (1988) mengemukakan bahwa warna
pada rumput laut ini disebabkan oleh klorofil, karoten, dan biliprotein. Menurut Meeks (1974),
klorofil yang terdapat pada alga merah yaitu klorofil-a jumlahnya berkisar 0,3-2,0%. Dari hasil
penelitian Brown dan McLachlan (1982) diketahui bahwa jenis karoten yang terdapat pada Gracilaria
sp. Adalah β-karoten, anterasantin, violasantin, kryptosantin dan zeasantin dengan total 0,021 -
0,030% berat kering.
Menurut Suryowidodo (1990) larutan pemucat yang biasa digunakan adalah natrium bisulfit,
dengan konsentrasi 0,04 – 0,06 % dari jumlah air pengekstrak. Pada penelitian pendahuluan
digunakan natrium bisulfit sebesar 0,01%; 0,02%; 0,03%; dan 0,05%. Hal tersebut dikarenakan untuk
menghindari semakin tingginya mineral yang terkandung pada tepung agar, sehingga tingkat
kemurnian produk tersebut tetap sesuai dengan standar. Tingkat kemurnian dipengaruhi oleh
komposisi dan kandungan mineral. Hasil dari analisa pemilihan konsentrasi natrium bisulfit dapat
dilihat pada Tabel 8.
Apabila dilihat dari Gambar 6 dan Gambar 7 pemilihan konsentrasi natrium bisulfit, yang
terpilih adalah konsentrasi 0,02%. Pada tingkat konsentrasi 0,02% dihasilkan kekuatan gel yang cukup
tinggi dan rendemen yang tinggi dibandingkan dengan yang lain. Selain itu kadar air yang masih
sesuai dengan standar dan kadar abu yang sedikit melebihi standar dari SII. Selain kekuatan gel dan
rendemen sebagai acuan pemilihan natrium bisulfit 0,02%, pH dari agar dan tepung agar juga
diperhatikan. Terjadi penurunan pH dengan seiring bertambahnya konsentrasi bahan pemucat, hal
18
tersebut dapat mempengaruhi tingkat kekuatan gel dari agar. Menurut Glicksman (1983), penurunan
pH akan menyebabkan kekuatan gel semakin berkurang.
15,2
15 Na-bisulfit
14,8 0.02%; 14,96
Rendemen (%)
14,6 Na-bisulfit
14,4 0.03%; 14,54
14,2
14 Rendemen
13,8 Na-bisulfit Na-bisulfit
13,6 0.01%; 13,66 0.05%; 13,68
13,4
0 1 2 3 4 5
Konsentrasi Natrium Bisulfit (%)
180 Na-bisulfit
160 0.02%; 170,6
Kekuatan Gel (gf)
140
120
100
80
60 Na-bisulfit Kekuatan gel
Na-bisulfit
40 0.01%; 51,5 0.03%; 54,4
20 Na-bisulfit
0.05%; 17,1
0
0 1 2 3 4 5
Konsentrasi Natrium Bisulfit (%)
Gambar 7. Pengaruh konsentrasi natrium bisulfit terhadap kekuatan gel tepung agar
Selanjutnya yang dilihat adalah pengamatan terhadap warna secara visual dari agar-agar dapat
dilihat pada Gambar 8 terlihat tidak berbeda antar keempatnya, walaupun agar yang memiliki
konsentrasi natrium bisulfit 0,03% terlihat lebih jernih dibandingkan dengan yang lain. Karena agar
yang mengandung konsentrasi natrium bisulfit 0,03% memiliki kekuatan gel yang rendah, maka
konsentrasi terpilih tetap 0,02%.
Gambar 8. Agar dengan kandungan natrium bisulfit 0.01%, 0.02%, 0.03%, 0.05% (dari kiri ke kanan)
19
4.2. Rancangan Kombinasi Faktor dan Respon
Sebelum merancang kombinasi dari variabel, titik pusat ditentukan dari penelitian sebelumnya
yang dilakukan Armeidy tahun 1992. Pada penelitian tersebut, rendemen dan kekuatan gel tertinggi
terdapat pada penggunaan asam asetat dengan konsentrasi 1%. Hasil penelitian inilah yang menjadi
dasar untuk menentukan titik pusat pada penelitian kali ini. Grafik rendemen dan kekuatan gel dari
hasil penelitian Armeidy (1992) pada penggunaan asam asetat dengan konsentrasi 1% disajikan pada
Gambar 9 dan 10. Penentuan titik pusat pada waktu perendaman juga sama didapatkan dari penelitian
Armeidy (1992), sehingga titik pusat untuk waktu perendaman yang dipakai adalah 1 jam. Grafik dari
penggunaan waktu perendaman 1 jam yang menghasilkan rendemen tertinggi dapat dilihat pada
Gambar 11.
40
35 1; 34,84
30 1.5; 30,42
Rendemen (%)
0.5; 27,22
25
20
15 Rendemen
10
5
0
0 1 2 3 4
Konsentrasi as.asetat (%)
Gambar 9. Pengaruh konsentrasi asam asetat 1% terhadap rendemen menghasilkan nilai rendemen
tertinggi (Armeidy, 1992)
500
450 1; 454,64
400
Kekuatan Gel (gf)
Gambar 10. Pengaruh konsentrasi asam asetat 1% terhadap kekuatan gel menghasilkan nilai kekuatan
gel tertinggi (Armeidy, 1992)
20
34
33,5 1 jam; 33,34
33
Rendemen (%)
32,5
32
31,5
31
30,5 Rendemen
30 2 jam; 29,97
29,5
29 3 jam; 29,18
28,5
0 1 2 3 4
Waktu Perendaman (jam)
Gambar 11. Rendemen tertinggi pada waktu perendaman asam asetat 1 jam
Begitu juga dengan pemilihan titik pusat pada suhu ekstraksi yang digunakan, titik pusat
ditentukan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pelegrin (1997). Pada penelitian
Pelegrin menghasilkan kekuatan gel yang cukup tinggi pada suhu ekstraksi 90 oC, grafik disajikan
pada Gambar 12. Menurut Pelegrin (1997), perbedaan konsentrasi dan suhu sangat kuat pengaruhnya
pada karakteristik agar dari Gracilaria. Berdasarkan Armisen (1987), untuk menghasilkan agar yang
memadai untuk keperluan industri, indutri agar di Jepang menggunakan suhu 90 oC untuk ekstraksi
Gracilaria.
800
700
Kekuatan Gel (gf)
600
500
400
300 Kekuatan gel
200
100
0
75 80 85 90 95
Suhu Ekstraksi (oC)
Setelah menentukan titik pusat, langkah berikutnya adalah menetukan taraf rendah (-1) dan
taraf tinggi (1). Pengkodean variabel dihitung dengan menggunakan persamaan–persamaan:
21
Rancangan RSM yang digunakan pada program Design Expert V.7 (dx7) adalah Central Composite
Design (CCD). CCD pertama kali dideskripsikan oleh Box dan Wilson pada 1951, dan rancangan ini
merupakan rancangan kuadratik yang paling populer (Dean dan Voss, 1999). Dalam statistik, suatu
CCD adalah rancangan percobaan yang sangat berguna dalam Metode Respon Permukaan, setiap
rancangan terdiri dari rancangan linier biasa dengan titik-titik faktorial ortogonal nf dan titik pusat no,
ditambah dengan na "titik aksial”, sehingga menurut John (1997) rancangan terdiri dari tiga himpunan
titik percobaan yang berbeda.
Pada rancangan percobaan penelitian ini terdiri dari rancangan 2 k faktorial dimana k adalah
banyaknya variabel yang berjumlah tiga dengan ditambahkan enam pengulangan pengamatan pada
titik pusat dengan kode 0 dan axial run (star runs) sehingga didapatkan 20 rancangan percobaan. Pada
tahap ini, hal yang harus diperhatikan adalah menentukan variabel (komponen), nilai titik pusat, dan
respon yang diinginkan. Variabel yang digunakan pada optimalisasi rendemen dan kekuatan gel dari
agar-agar adalah penambahan konsentrasi CH3COOH, suhu ekstraksi, dan waktu perendaman asam
asetat. Nilai titik pusat yang digunakan berdasarkan penelitian pendahuluan. Batas maksimum dan
minimum yang diperoleh dikonversi secara otomatis oleh program dx7 seperti dapat dilihat pada
Tabel 5 variabel respon yang akan dianalisis adalah rendemen (%), kekuatan gel (gf), kadar air (%)
dan kadar abu (%). Hasil dari rancangan kombinasi faktor dan respon disajikan pada Tabel 6.
Data masing-masing respon dari hasil penelitian dianalisis untuk mendapatkan model
polinomial yang sesuai dengan hasil pengukuran respon. Terdapat empat macam model polinomial
yaitu mean, linear, kuadratik, dan kubik, dari empat macam model akan terpilih satu model yang
paling sesuai dengan hasil pengukuran respon. Model kemudian dianalisis untuk mendapatkan analisis
keragaman, model yang baik memiliki nilai yang signifikan terhadap respon, dan nilai yang tidak
signifikan terhadap lack of fit, nilai R2 dan R2 prediksi yang mendukung, dan nilai adequate precision
rlebih besar dari empat. Grafik dari model digambarkan dalam bentuk dua dimensi (2-D) atau tiga
dimensi (3-D). Pada tahap analisis respon juga dapat terlihat penyebaran data melalui plot kenormalan
residual (normal plot residual). Plot tersebut menunjukkan penyebaran titik-titik data terhadap garis
kenormalan.
22
R2 merupakan kuadrat korelasi antara variabel yang digunakan sebagai predictor (X) dan variabel
yang memberikan response (Y). Nilai R2 untuk model respon rendemen sebesar 0,8852 mempunyai
arti bahwa sebesar 88,52% variasi dari variabel respon (Y) dapat diterangkan dengan variabel bebas
(X) sedangkan sisanya 11,48% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak diketahui, sehingga
model ini masih layak digunakan untuk analisa lebih lanjut. Menurut Asro (2009), R 2 > 0,8
menunjukan varian model bagus. Tetapi berdasarkan nilai R2 prediksi yang diberikan oleh program
dx7 terhadap model adalah sebesar 0,5953, terdapat rentang yang cukup jauh apabila dibandingkan
dengan nilai R2 model, sehingga berdasarkan rekomendasi dari program dx7 diperlukan adanya
reduksi secara manual.
Model direduksi secara manual dengan cara menghilangkan interaksi komponen X1X2
(interaksi konsentrasi asam asetat dengan waktu perendaman), interaksi komponen X2X3 (interaksi
waktu perendaman dengan suhu ekstraksi) dan interaksi komponen X1X3 (interaksi konsentrasi asam
asetat dengan suhu ekstraksi) karena komponen interaksi tersebut tidak begitu berpengaruh dalam
model. Persamaan polinomial untuk respon rendemen adalah sebagai berikut :
Rendemen (%) = - 254,21971 + (10,84412) X1 + (5,81118) X2 + (5,71972) X3 – (5,32005) X12
– (2,94417) X2 2 – (0,030927) X3 2
Keterangan : X1 = Konsentrasi asam asetat
X2 = Waktu perendaman
X3 = Suhu ekstraksi
Berdasarkan persamaan diatas dapat dilihat bahwa nilai rendemen akan meningkat seiring
dengan peningkatan konsentrasi asam asetat, waktu perendaman, dan suhu ekstraksi hal tersebut
ditunjukkan dengan konstanta yang bernilai positif. Nilai rendemen akan mengalami penurunan
dengan meningkatnya kuadrat dari konsentrasi asam asetat, kuadrat dari waktu perendaman, dan
kuadrat dari suhu ekstraksi ditandai dengan konstanta yang bernilai negatif.
Grafik kontur permukaaan pada Gambar 13 menggambarkan hubungan antara variabel suhu
ekstraksi, variabel konsentrasi asam asetat, dan variabel waktu perendaman dalam bentuk dua
dimensi, sedangkan pada Gambar 14 merupakan Respon Permukaan yang disajikan dalam bentuk tiga
dimensi. Perbedaan warna yang terdapat pada grafik, menunjukkan nilai respon rendemen. Warna biru
menunjukkan nilai respon rendemen terendah yaitu 12,98%, sampai warna merah yang menunjukkan
nilai respon rendemen tertinggi yaitu 18,40% tetapi karena nilai respon rendemen terendah hanya
terdapat beberapa nilai maka warna biru tidak begitu terlihat dari grafik.
Rendemen tepung agar dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot tepung agar kering
dengan bobot rumput laut kering yang digunakan. Bahan baku yang digunakan dalam setiap
ulangannya berjumlah 100 gram rumput laut kering. Menurut Chapman dan chapman (1980),
rendemen tepung agar salah satunya dipengaruhi oleh metode dan cara ekstraksi yang dipakai. Hal
tersebut didukung oleh penyataan dari Armisen dan Galatas (1987) yaitu proses ekstraksi harus
dilakukan pada pH dan kisaran suhu tertentu sehingga terjadi proses hidrolisa dan dengan demikian
meningkatkan kelarutannya. Proses ekstraksi yang digunakan pada penelitian yaitu dengan mengubah
perlakuan suhu. Pada prinsipnya agar-agar hanya akan larut dalam air panas bukan pada air dingin,
sehingga apabila rumput laut diekstrak pada suhu yang rendah ekstrak agar-agar yang dilarutkan dan
dikeluarkan dari dinding sel rumput laut akan kurang maksimal dan berpengaruh terhadap
menurunnya rendemen yang dihasilkan. Sedangkan menurut Matsuhashi (1977), jika waktu
pendidihan terlalu lama dapat mengakibatkan degradasi hidrolitik yang berlebihan, meskipun pada
proses normal degradasi hidrolitik tidak dapat dihindari seluruhnya.
23
Gambar 13 . Kontur Respon Permukaan hasil uji respon rendemen tepung agar
24
dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa model yang
dihasilkan signifikan dengan nilai p-value “Prob > F” lebih kecil dari 0,05 (< 0,0001) dan untuk uji
lack of fit diperoleh p-value “Prob > F” = < 0,0001 atau lebih kecil dari α = 0,05 berarti ada lack of fit
/ significant. Nilai lack of fit yang signifikan tersebut menunjukkan bahwa tidak adanya kesesuaian
data respon kekuatan gel dengan model.
Dikarenakan nilai lack of fit yang signifikan sedangkan nilai dari model signifikan, sehingga
diperlukan juga analisis pada nilai R2. Dalam hubungannya dengan korelasi, dapat dikatakan bahwa
R2 merupakan kuadrat korelasi antara variabel yang digunakan sebagai predictor (X) dan variabel
yang memberikan response (Y). Nilai R2 untuk model respon kekuatan gel sebesar 0,9464 mempunyai
arti bahwa sebesar 94,64% variasi dari variabel respon (Y) dapat diterangkan dengan variabel bebas
(X) sedangkan sisanya 5,36% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak diketahui, sehingga
model ini masih layak digunakan untuk analisa lebih lanjut. Menurut Asro (2009), R 2 > 0,8
menunjukan varian model bagus. Tetapi berdasarkan nilai R2 prediksi yang berikan oleh program dx7
terhadap model adalah sebesar 0,7191, terdapat rentang yang cukup dekat apabila dibandingkan
dengan nilai R2 model. Nilai lack of fit yang signifikan dapat dikatakan buruk sehingga untuk
mendapatkan model yang cocok berdasarkan rekomendasi dari program dx7 diperlukan adanya
reduksi secara manual.
Model direduksi secara manual dengan cara menghilangkan interaksi komponen X2X3
(interaksi waktu perendaman dengan suhu ekstraksi) dan X12 (kuadrat dari konsentrasi asam asetat)
karena komponen interaksi tersebut tidak begitu berpengaruh dalam model. Persamaan polinomial
untuk respon kekuatan gel adalah sebagai berikut :
Kekuatan gel (gf) = - 9672,83341 – (1617,75267)X1 + (22,18875)X2 + (237,66372)X3 +
(127,00000) X1X2 + (16,03000) X1X3 - (94,85219)X22 – (1,40956)X32
Keterangan : X1 = Konsentrasi asam asetat
X2 = Waktu perendaman
X3 = Suhu ekstraksi
Berdasarkan persamaan diatas dapat dilihat bahwa nilai kekuatan gel akan meningkat seiring
dengan peningkatan waktu perendaman, suhu ekstraksi, interaksi konsentrasi asam asetat-waktu
perendaman, dan interaksi konsentrasi asam asetat-suhu ekstraksi hal tersebut ditunjukkan dengan
konstanta yang bernilai positif. Nilai kekuatan gel akan mengalami penurunan dengan meningkatnya
konsentrasi asam asetat, serta kuadrat dari waktu perendaman dan suhu ekstraksi ditandai dengan
konstanta yang bernilai negatif.
Grafik kontur permukaaan pada Gambar 15 menggambarkan hubungan antara variabel suhu
ekstraksi, variabel konsentrasi asam asetat, dan variabel waktu perendaman dalam bentuk dua
dimensi, sedangkan pada Gambar 16 merupakan Respon Permukaan yang disajikan dalam bentuk tiga
dimensi. Perbedaan warna yang terdapat pada grafik, menunjukkan nilai respon kekuatan gel. Warna
biru menunjukkan nilai respon kekuatan gel terendah yaitu 37,20 gf, sampai warna merah yang
menunjukkan nilai respon kekuatan gel tertinggi yaitu 243,20 gf tetapi karena nilai respon kekuatan
gel terendah hanya terdapat beberapa nilai maka warna biru tidak begitu terlihat dari grafik.
Nilai kekuatan gel agar-agar yang rendah diduga disebabkan oleh rendahnya kadar 3,6-
anhydro-L-galaktosa yang terdapat pada larutan agar-agar. Menurut Rees (1969), peningkatan
kekuatan gel sangat berkaitan dengan jumlah 3,6-anhydro-L-galaktosa dan sulfat yang terkandung
didalamnya. Karakteristik pembentukan gel agar-agar disebabkan oleh tiga buah atom hidrogen pada
3,6-anhydro-L-galaktosa yang memaksa molekul-molekul untuk membentuk struktur heliks. Interaksi
dari heliks-heliks ini akan menyebabkan terbentuknya gel, dengan demikian apabila jumlah 3,6-
anhydro-L-galaktosa yang terdapat dalam larutan sedikit maka struktur heliks yang akan terbentuk
25
juga sedikit sehingga akan menghambat pembentukan gel yang terjadi (Glicksman, 1983). Rendahnya
kadar 3,6-anhydro-L-galaktosa dapat dikarenakan suasana yang terlalu asam yang diciptakan oleh
pemucatan dengan natrium bisulfit. Asam dapat menghidrolisis rantai β-1,4 yang menghubungkan D-
galaktosa dengan 3,6-anhydro-L-galaktosa pada agarosa (Armisen dan Galatas,1987). Selain itu,
faktor lain yang dapat mempengaruhi rendahnya kekuatan gel adalah bahan baku rumput laut yang
digunakan, habitat (tempat tumbuh) rumput laut, musim, cara budidaya, umur panen, dan juga metode
ekstraksi yang digunakan (Suryaningrum, 1989).
Gambar 15. Kontur Respon Permukaan hasil uji respon kekuatan gel tepung agar
26
kadar air sudah sesuai dengan syarat mutu yang diijinkan oleh SII, yaitu maksimal 15-21 %. Menurut
Winarno (1995), semakin sedikit kandungan kadar air dalam bahan maka kemungkinan kerusakan
bahan oleh mikroorganisme akan semakin kecil. Kadar air mempengaruhi daya tahan suatu bahan dan
menunjukkan kestabilan serta indeks mutu bahan pangan. Nilai rata-rata (mean) dari respon kadar air
adalah 13,97% dengan standar deviasi 0,67. Hasil analisis ragam kadar air tepung agar dapat dilihat
pada Lampiran 5. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa model yang dihasilkan
signifikan dengan nilai p-value “Prob > F” lebih kecil dari 0,05 (0,0005) dan untuk uji lack of fit
diperoleh p-value “Prob > F” = 0,1730 atau lebih besar dari α = 0,05 berarti tidak ada lack of fit / not
significant atau model sesuai dengan model yang diduga. Nilai lack of fit yang tidak signifikan
tersebut menunjukkan bahwa adanya kesesuaian data respon kadar air dengan model.
Selain menganalisis nilai dari model dan lack of fit, diperlukan juga analisis pada nilai R2.
Dalam hubungannya dengan korelasi, dapat dikatakan bahwa R2 merupakan kuadrat korelasi antara
variabel yang digunakan sebagai predictor (X) dan variabel yang memberikan response (Y). Nilai R2
untuk model respon kadar air sebesar 0,8986 mempunyai arti bahwa sebesar 89,86% variasi dari
variabel respon (Y) dapat diterangkan dengan variabel bebas (X) sedangkan sisanya 10,14%
dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak diketahui, sehingga model ini layak digunakan
untuk analisa lebih lanjut. Menurut Asro (2009), R2 > 0,8 menunjukan varian model bagus. Tetapi
berdasarkan nilai R2 prediksi yang berikan oleh program dx7 terhadap model adalah sebesar 0,4627,
terdapat rentang yang cukup jauh apabila dibandingkan dengan nilai R2 model, sehingga berdasarkan
rekomendasi dari program dx7 diperlukan adanya reduksi secara manual.
Model direduksi secara manual dengan cara menghilangkan interaksi komponen X1X2
(interaksi konsentrasi dengan waktu perendaman asam asetat) karena komponen interaksi tersebut
tidak begitu berpengaruh dalam model. Persamaan polinomial untuk respon kadar air adalah sebagai
berikut :
Kadar Air (%) = - 152.76004 – (6.36737)X1 – (17.39833)X2 + (3.97609)X3 + (0.13975)X1X3 +
(0.29425)X2X3 - (3.48349)X12 – (4.77750)X22 – (0.024228)X3 2
Keterangan : X1 = Konsentrasi asam asetat
X2 = Waktu perendaman
X3 = Suhu ekstraksi
Berdasarkan persamaan diatas dapat dilihat bahwa nilai kadar air akan meningkat seiring
dengan peningkatan suhu ekstraksi, interaksi konsentrasi asam asetat-suhu ekstraksi, dan interaksi
waktu perendaman-suhu ekstraksi hal tersebut ditunjukkan dengan konstanta yang bernilai positif.
Nilai kadar air akan mengalami penurunan dengan meningkatnya konsentrasi asam asetat, waktu
perendaman, serta kuadrat dari konsentrasi asam asetat, waktu perendaman, dan suhu ekstraksi
ditandai dengan konstanta yang bernilai negatif.
Grafik kontur permukaaan pada Gambar 17 menggambarkan hubungan antara variabel suhu
ekstraksi, variabel konsentrasi asam asetat, dan variabel waktu perendaman dalam bentuk dua
dimensi, sedangkan pada Gambar 18 merupakan permukaan repon yang disajikan dalam bentuk tiga
dimensi. Perbedaan warna yang terdapat pada grafik, menunjukkan nilai respon kadar air. Warna biru
menunjukkan nilai respon kadar air terendah yaitu 10,82%, sampai warna merah yang menunjukkan
nilai respon kadar air tertinggi yaitu 16,44% tetapi karena nilai respon kadar air terendah hanya
terdapat satu nilai maka warna biru tidak begitu terlihat dari grafik.
Kadar air tepung agar yang dihasilkan berkisar antara 10,82 - 16.44%, hasil tersebut sesuai
dengan syarat mutu yang ditetapkan oleh SII, yaitu maksimum 15 – 21 %. Kadar air pada tepung agar
menunjukkan bahwa umur simpan dan daya tahan tepung agar tersebut masih lebih tinggi dari yang
disyaratkan. Semakin sedikit kandungan air pada bahan maka kemungkinan rusaknya bahan oleh
27
mikroba semakin kecil. Menurut Taib et al. (1988), faktor-faktor yang mempengaruhi pada
pengeringan secara mekanik dalam penelitian ini diantaranya adalah suhu, kelembaban udara, dan
aliran udara yang dapat mempengaruhi proses pengeringan yang berlangsung. Faktor-faktor tersebut
diduga sebagai penyebab terjadinya perbedaan kadar air pada tepung agar.
Gambar 17. Kontur Respon Permukaan hasil uji respon kadar air tepung agar
28
abu yang terkandung dalam suatu produk menunjukkan tingkat kemurnian produk tersebut. Tingkat
kemurnian dipengaruhi oleh komposisi dan kandungan mineral.
Berdasarkan hasil pengujian kadar abu, rentang nilai dari respon yang didapatkan berkisar dari
2,36% sampai 5,35%, sehingga desain model yang terpilih yang direkomendasikan oleh program
Design Expert DX7.0.0 pada respon ini adalah model reduced quadratic. Nilai rata-rata (mean) dari
respon kadar abu adalah 4,06% dengan standar deviasi 0,51. Hasil analisis ragam kadar abu tepung
agar dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa model yang
dihasilkan signifikan dengan nilai p-value “Prob > F” lebih kecil dari 0,05 (0,0195) dan untuk uji lack
of fit diperoleh p-value “Prob > F” = 0,0290 atau lebih kecil dari α = 0,05 berarti ada lack of fit /
significant. Nilai lack of fit yang signifikan tersebut menunjukkan bahwa tidak adanya kesesuaian data
respon kadar abu dengan model.
Dikarenakan nilai lack of fit yang signifikan sedangkan nilai dari model signifikan, sehingga
diperlukan juga analisis pada nilai R2. Dalam hubungannya dengan korelasi, dapat dikatakan bahwa
R2 merupakan kuadrat korelasi antara variabel yang digunakan sebagai predictor (X) dan variabel
yang memberikan response (Y). Nilai R2 untuk model respon kadar abu sebesar 0,8135 mempunyai
arti bahwa sebesar 81,35% variasi dari variabel respon (Y) dapat diterangkan dengan variabel bebas
(X) sedangkan sisanya 18,65% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak diketahui, sehingga
model ini masih layak digunakan untuk analisa lebih lanjut. Menurut Asro (2009), R 2 > 0,8
menunjukan varian model bagus. Tetapi berdasarkan nilai R2 prediksi yang berikan oleh program dx7
terhadap model adalah sebesar 0,1798, terdapat rentang yang cukup jauh apabila dibandingkan dengan
nilai R2 model, sehingga berdasarkan rekomendasi dari program dx7 diperlukan adanya reduksi secara
manual.
Model direduksi secara manual dengan cara menghilangkan beberapa komponen, tetapi setelah
direduksi mengakibatkan penurunan nilai R2 dan nilai R2 prediksi. Oleh karenanya, tidak ada model
yang direduksi untuk meminimalkan tingkat kesenjangan antar hubungan variabel. Persamaan
polinomial untuk respon kadar abu adalah sebagai berikut :
Kadar Abu (%) = - 53.30684 - (7.65856) X1 – (12.00185) X2 + (1.45904) X3 + (2.17750) X1 X2 +
(0.099750) X1 X3 + (0.14725) X2 X3 – (1.47779) X12 – (1.44951) X22 –
(9.26249E-003) X32
Keterangan : X1 = Konsentrasi asam asetat
X2 = Waktu perendaman
X3 = Suhu ekstraksi
Berdasarkan persamaan diatas dapat dilihat bahwa nilai kadar abu akan meningkat seiring
dengan peningkatan suhu ekstraksi, interaksi konsentrasi asam asetat-waktu perendaman, interaksi
konsentrasi asam asetat-suhu ekstraksi dan interaksi waktu perendaman-suhu ekstraksi hal tersebut
ditunjukkan dengan konstanta yang bernilai positif. Nilai kadar air akan mengalami penurunan dengan
meningkatnya konsentrasi asam asetat, waktu perendaman, serta kuadrat dari konsentrasi asam asetat,
waktu perendaman, dan suhu ekstraksi ditandai dengan konstanta yang bernilai negatif.
Grafik kontur permukaaan pada Gambar 19 menggambarkan hubungan antara variabel suhu
ekstraksi, variabel konsentrasi asam asetat, dan variabel waktu perendaman dalam bentuk dua
dimensi, sedangkan pada Gambar 20 merupakan Respon Permukaan yang disajikan dalam bentuk
tiga dimensi. Perbedaan warna yang terdapat pada grafik, menunjukkan nilai respon kadar abu. Warna
biru menunjukkan nilai respon kadar abu terendah yaitu 2,36%, sampai warna merah yang
menunjukkan nilai respon kadar abu tertinggi yaitu 5,35% tetapi karena nilai respon kadar abu
terendah hanya terdapat beberapa nilai maka warna biru tidak begitu terlihat dari grafik.
29
Nilai dari respon kadar abu yang didapatkan berkisar dari 2,36% sampai 5,35%. Terdapat
beberapa nilai kadar abu yang sesuai dengan syarat mutu yang diijinkan oleh SII, yaitu maksimal 4%
tetapi beberapa juga ada yang melebihi standar maksimum dari syarat mutu. Menurut Irawati (1994),
kadar abu tidak dipengaruhi oleh lama waktu ekstraksi dan jumlah air pengekstrak yang digunakan,
tetapi sepenuhnya tergantung dari komposisi bahan baku awal, cara pencucian dan proses pengolahan.
Pada proses pemucatan agar-agar ditambahkan sejumlah natrium bisulfit, sehingga diduga terdapat
garam yang terbentuk dan meningkatkan kadar abu produk. Selain itu, cukup tingginya kadar abu
yang melebihi standar SII, diduga juga dari tingginya mineral bahan baku yang dilihat dari sangat
tingginya kadar abu rumput laut kering yaitu sebesar 12,48%, dan terbawa pada proses ekstraksi
sebagai akibat dari proses pencucian yang kurang bersih.
Gambar 19. Kontur Respon Permukaan hasil uji respon kadar abu tepung agar
30
4.3.5. Optimasi Respon Permukaan
Tujuan dilakukannya optimasi adalah untuk mendapatkan kombinasi model yang terbaik
sehingga menghasilkan rendemen dan mutu dari tepung agar yang sesuai dengan yang diiinginkan.
Metode multirespon disebut juga sebagai desirability, kisaran dari desirability adalah 0-1. Nilai
optimasi terbaik ditunjukkan dengan nilai desirability yang mendekati satu. Tabel 9 menguraikan
variabel-variabel dan respon-respon yang ingin dioptimasi dari penelitian. Pada tabel tersebut dapat
diketahui goal dan bobot kepentingan dari setiap variabel dan respon untuk mendapatkan solusi dari
variabel yang menghasilkan respon yang optimal.
Variabel seperti konsentrasi asam asetat, waktu perendaman, dan suhu ekstraksi dioptimalkan
dengan goal (target komponen) in range dan bobot kepentingan tiga (+++). Hal tersebut dikarenakan
adanya kemungkinan dihasilkan respon yang optimal bukan pada titik pusat melainkan ada pada
kisaran nilai yang ditentukan. Pada penelitian ini, respon rendemen dan kekuatan gel ditetapkan bobot
kepentinganya yaitu positif lima (+++++) dengan goal maksimal. Alasan dari pemilihan bobot
kepentingan dan goal tersebut dikarenakan pada penelitian ini dapat dihasilkan rendemen yang tinggi
dengan kekuatan gel yang sesuai dengan standar tingkat mutu pada standar mutu agar-agar di Jepang.
Sehingga pada batas bawah untuk kekuatan gel ditetapkan 150 gf karena standar agar-agar mutu satu
adalah diatas 150 gf. Selanjutnya adalah kadar air dan kadar abu yang ditetapkan bobot
kepentingannya yaitu positif dua (++) dengan goal minimal. Goal pada kadar air dan kadar abu dibuat
minimal dikarenakan semakin kecil kadar air yang terkandung didalam suatu produk maka semakin
kecil tingkat kerusakan oleh mikroorganisme dan semakin kecil kadar abu yang terkandung didalam
produk maka semakin tinggi tingkat kemurniannya dari mineral. Tetapi tetap diperlukan batasan nilai
yang sesuai standar untuk kadar air dan kadar abu, oleh karena itu ditetapkan batas atas kadar air 22 %
dan batas bawah 15 % sesuai dengan standar dari SII.
Setelah semua variabel dan respon ditentukan bobot kepentingan dan goalnya, program dx7
akan meganalisis untuk mendapatkan solusi optimumnya dengan melihat nilai desirability. Menurut
Anonim (2007), kegiatan optimasi merupakan kegiatan untuk mencapai nilai desirability maksimum
tetapi tujuan optimasi bukan untuk mencari nilai desirability sebesar 1,0 melainkan untuk mencari
kondisi terbaik yang mempertemukan semua fungsi. Solusi optimal yang didapat setelah diolah oleh
program Design Expert 7 dapat dilihat pada Tabel 10.
31
Tabel 10. Solusi optimasi hasil analisis Design Expert 7
Waktu Suhu
Konsentrasi Rendemen Kekuatan Kadar Kadar
No. rendam ekstraksi Desirability
as. asetat (%) (%) Gel (gf) Air (%) Abu (%)
(jam) (oC)
1 0,50 0,64 89,31 16,53 232,91 15,00 4,21 0,718
2 0,50 0,64 89,17 16,50 233,74 15,01 4,22 0,718
3 0,50 0,80 88,26 16,55 229,54 15,35 4,26 0,700
Nilai desirability yang baik adalah nilai yang mendekati 1, dari ketiga solusi yang diberikan
nilai yang paling mendekati satu adalah solusi optimasi pertama dan kedua dengan nilai desirability
sebesar 0,718. Perlakuan terpilih yang optimum adalah perlakuan solusi pertama, faktor-faktor pada
solusi pertama diantaranya adalah konsentrasi asam asetat (X1) 0,50%, waktu perendaman (X2) 38
menit/0,64 jam, dan suhu ekstraksi (X3) 89,31 oC dengan desirability sebesar 0,718. Selain dilihat dari
nilai desirability yang mendekati satu juga dikarenakan waktu perendaman pada solusi pertama lebih
singkat dibandingkan solusi ketiga yang memiliki rendemen sedikit lebih tinggi dibanding solusi
pertama. Faktor-faktor pada solusi ketiga diantaranya adalah konsentrasi asam asetat (X1) 0,50%,
waktu perendaman (X2) 0,80 jam, dan suhu ekstraksi (X3) 88,26 oC. Tujuan dari optimasi
menggunakan metode respon permukaan adalah untuk dapat menentukan kombinasi optimum dan
faktor (peubah bebas) yang akan menghasilkan respon (peubah tidak bebas) yang diinginkan dan
dapat menggambarkan bahwa respon mendekati optimum.
Berdasarkan hasil analisis dari program dx7, didapatkan nilai desirability yang mendekati nilai
satu yaitu respon yang memiliki konsentrasi asam asetat 0,50%, waktu perendaman 0,64 jam, dan
suhu ekstraksi 89,31 % dengan nilai desirability 0,718. Setelah dilakukan validasi terhadap dugaan
nilai respon-respon yang diberikan, didapatkan agar-agar tepung dengan jumlah rendemen 18,28%,
kekuatan gel 99,20 gf, kadar air 15,21%, dan kadar abu 4,58%. Apabila dibandingkan dengan nilai
prediksi yang diberikan dari program dx7, nilai hasil validasi tidak berbeda jauh dengan nilai prediksi
untuk kadar air dan kadar abu karena masih didalam selang prediksi sedangkan untuk nilai rendemen
didapatkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rendemen prediksi, hal tersebut
dikatakan baik karena tujuan dari penelitian adalah untuk mencari hasil yang optimum yaitu rendemen
yang maksimal. Berbeda dengan kekuatan gel, nilai kekuatan gel yang diprediksi oleh program dx7
adalah 232,9 gf dengan selang prediksi terendah adalah 189,91 gf dan yang tertinggi 275,91 gf,
sedangkan nilai aktual yang didapat hanya 99,20 gf.
Menurut Anonim (2007), definisi dari 95% PI (Prediction Interval) low adalah nilai terendah
dari interval yang diprediksikan, dimana memiliki nilai kepercayaan dari pengamatan individual
sebesar 95% sedangkan definisi dari 95% PI (Prediction Interval) high adalah nilai tertinggi dari
interval yang diprediksi, dimana memiliki nilai kepercayaan dari pengamatan individual sebesar 95%.
Rendahnya nilai kekuatan gel dapat dikarenakan turunnya mutu dari rumput laut kering yang sudah
lama disimpan berbulan-bulan. Perbandingan nilai respon yang diprediksikan solusi optimasi satu
dengan program dx7 dengan nilai hasil pengamatan (aktual) dapat dilihat pada Tabel 11.
32
Tabel 11. Perbandingan nilai respon prediksi solusi optimasi pertama dengan nilai hasil pengamatan
(validasi)
95% PI
Respon Aktual Prediksi
Rendah Tinggi
Rendemen (%) 18,28 16,53 14,89 18,18
Kekuatan Gel (gf) 99,20 232,91 189,91 275,91
Kadar Air (%) 15,21 15,00 13,35 16,65
Kadar Abu (%) 4,58 4,21 2,91 5,52
Pada Tabel 11 terdapat kolom aktual yang memberikan nilai rendemen, kekuatan gel, kadar air,
dan kadar abu dari hasil analisis laboratorium pada solusi optimasi yang direkomendasikan oleh
program dx7. Sedangkan, nilai pada kolom prediksi dan 95% PI (Prediction Interval) didapat dari
hasil pengolahan piranti lunak Design Expert 7. Sehingga dari kedua kolom tersebut dapat
dibandingkan hasil dari nilai aktual dengan nilai prediksi tidak berbeda jauh karena masih terdapat
dalam selang prediksi yang diberikan oleh program dx7, kecuali pada kekuatan gel yang nilainya
cukup jauh dari prediksi program dx7.
33
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian, perlakuan terpilih yang optimum adalah perlakuan solusi
pertama, faktor-faktor pada solusi pertama diantaranya adalah konsentrasi asam asetat (X1) 0,50%,
waktu perendaman (X2) 38 menit/0,64 jam, dan suhu ekstraksi (X3) 89,31 oC dengan desirability
sebesar 0,718. Selain dilihat dari nilai desirability yang mendekati satu juga dikarenakan waktu
perendaman pada solusi pertama lebih singkat dibandingkan solusi ketiga yang memiliki rendemen
sedikit lebih tinggi. Rendemen dan kekuatan gel yang optimum didapat dari masing-masing perlakuan
mengikuti model:
Rendemen (%) = -254,21971 + (10,84412) X1 + (5,81118) X2 + (5,71972) X3 – (5,32005) X12 –
(2,94417) X2 2 – (0,030927) X32
Kekuatan gel (gf) = - 9672,83341 – (1617,75267)X1 + (22,18875)X2 + (237,66372)X3 + (127,00000)
X1X2 + (16,03000) X1X3 - (94,85219)X22 – (1,40956)X32
Hasil validasi menunjukkan tepung agar-agar pada kondisi optimum menghasilkan rendemen
18,28%, kekuatan gel 99,2 gf, kadar air 15,21%, dan kadar abu 4,58%. Kekuatan gel tidak sesuai
dengan prediksi dari program design expert dikarenakan turunnya mutu dari rumput laut kering yang
sudah lama disimpan berbulan-bulan. Kekuatan gel yang diprediksikan program design expert sebesar
232,91 gf, sedangkan untuk rendemennya sebesar 16,53%, kadar air sebesar 15,00%, dan kadar abu
sebesar 4,21%.
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari faktor-faktor lain yang lebih berpengaruh
terhadap rendemen dan kekuatan gel agar mendapatkan titik yang optimal. Selain itu diperlukan
metode ekstraksi yang lebih cocok untuk mendapatkan rendemen dan kekuatan gel yang optimum.
34
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A. 2004. Pengaruh Penambahan Khitosan terhadap Mutu Agar Bakto (Bacto Agar).
Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor. 75 pp.
Ahda, A., Surono, A., Imam, A., Batubara, I., Ismanadji, I., Suitha. I.M., Yunaidar. R., Setiawan,
Kurnia. N., Danakusumah, E., Sulistijo, Zatnika, A., Basmal, J., Effendi, I., dan Runtuboy, N.
2005. Profil Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya,
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Amnidar. 1989. Mempelajari Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Waktu pada Perlakuan Alkali
terhadap Mutu Agar-Agar dari Rumput Laut Gracilaria verrucosa. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian IPB. Bogor. 70 pp.
Anonim. 2007. Desain Expert 7. http : // www.statease.com [28 Desember 2012].
Armeidy. 1992. Pengaruh Konsentrasi Asam dan Lama Perendaman terhadap Rendemen dan Mutu
Agar Gracilaria verrucosa. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Armisen, R. dan Galatas, F. 1987. Production, Properties And Uses of Agar dalam Mc Hugh, D.J.
Production And Utilization of Products From Commercial Seaweeds. Food and Agriculture
Organization of The United Nation, Rome.
Asmarita. 2000. Pengaruh Ukuran Bahan Bak dan Jenis Kain Saring terhadap Rendemen dan Mutu
Tepung Agar-agar. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Asro. 2009. Penggunaan Fungsi Regresi Excell Untuk Pemodelan Inferential.
http://asro.wordpress.com/2009/07/28/penggunaan-fungsi-regresi-excell-untuk-pemodelan-
inferential/ [11 Desember 2012]
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 1990. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut.
Jakarta.
Brown, L.M. dan J. McLachlan. 1982. Atypical Caretenoids for Rhodophyceae in the Genus
Gracilaria (Gigartinales). Bot Mar 21 : 9.
Chapman, V.J. 1970. Seaweeds and Their Uses. Methen and Co.Ltd. New York.
Chapman, V.J dan D.J. Chapman. 1980. Seaweeds and Their Uses. Third Edition. London, New York:
Chapman and Hall. 333 p.
Cho, H.O., M.J. Chung dan S.R. Lee. 1975. Extraction Yield and Quality Attributes of Agar from
Imported Seaweed According to Various Pretreatment. Korean Journal of Food Science and
Technology 7(3) 115-119. Di dalam Abstract of Food Technology, Seoul Korea.
Dawson, E.Y. 1966. Marine Botany. New York: Holt, Rinehart dan Winston, Inc.
Dean, A., dan D. Voss. 1999. Design and Analysis of Experiments. Springer. United states of
America.
Departemen Perindustrian. 1978. Mutu dan Cara Uji Agar-agar. Standar Industri Indonesia. Republik
Indonesia. Jakarta. 3 hal.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2011. Peningkatan Produksi Rumput Laut di Indonesia.
http://rustadi64-arsippump.blogspot.com/2011/12/peningkatan-produksi-rumput-laut-si.html
[ 23 Maret 2012]
Djufri, R., Kasoenarno, G.A., Salihima, A., dan Lubis A. 1076. Teknologi Penggelantangan,
Pencelupan, dan Pencapan. Institut Teknologi Tekstil, Bandung.
Furia, T. E. 1975. Gums. Dalam Handbook of Food Additives. 2 nd ed. CRC Press, Inc, Boca-Raton.
Florida. Hal 295-359
Food Chemical Codex. 1981. Carrageenan. National Academy Press Washington. p 74 -75.
35
Giovanni, M. 1983. Response Surface Methodology and Product Optimation. Dipresentasikan dalam
lET Sensory Evaluation Division Program, “Approaches to Product Optimization through
Sensory Evaluation” 43rd
Glicksman, M. 1982. Food Hydrocolloids. Vol. II. CRC Press. Inc. Boca Raton, Florida. 199 pp.
Glicksman, M. 1969. Gum Technology in The Food Industry. Academic Press. New York.
Goodwin, T. W. 1974. Carotenoids and Billiprotein dalam Algal Physiology and Biochemistry. Editor
W. D. P Steward. Blackwell Scientific Publication. London.
Guiseley, K.B, Stanley N.F., dan Whitehouse P.A. 1980. Carrageenan. Di dalam: Davids R.L
(editor). Hand Book of Water Soluble Gums and Resins. New York, Toronto, London: Mc
Graw Hill Book Company. p 125-142.
Indriany, R. 2000. Modifikasi Proses Pembuatan Tepung Agar-agar dengan Menggunakan Pengering
Semprot (Spray Dryer) dan Pengering Drum (Drum Dryer). Skripsi. Fakultas Perikanan dan
Kelautan, IPB. Bogor.
Irawati, A. 1994. Pengaruh Jumlah Air dan Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen dan Mutu Tepung
Agar-agar dari Rumput Laut Gracilaria sp. Skripsi. Fakultas Perikanan, IPB. Bogor.
Istini, S., A. Zatnika., Suhaimi., dan Z. Anggadireja. 1986. Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut.
Majalah BPPT 26: 1-12.
John, Peter W.M. 1997. Statistical Design and Analysis of Experiments. SIAM. United States of
America.
Kadi, A. dan W.S. Atmadja. 1988. Rumput Laut Jenis Algae. Reproduksi, Produksi, Budidaya dan
Pasca Panen. Proyek Studi Potensi Sumberdaya Alam Indonesia. Jakarta: Pusat penelitian
dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 101 hlm.
Kosasih, R., dan E. Suprijatna. 1967. Pembuatan dan Pemurnian Agar-agar. Komunikasi No.4.
Akademi Kimia Analis. Bogor.
Matsuhashi, T. 1977. Acid Pretreatmentof Agarophytes Provides Improvement in Agar Extraction.
Journal of Food Science. Volume 42:5. Hal 1396-1400.
Medin, Anders S. 1995. Studies on structure and properties of agarose. Acta Universitatis
Upsaliensis. Comprehensive Summaries of Uppsala Dissertations from The Faculty of
Science and Technology ; 126.
Meeks, J.C. 1974. Chlorophylls. In : Algal physiology and Biochemistry (Ed. By Stewart W.D.P).
Botanical Monographs Vol. 10. Blackwell Sci. Publ.
Meiyana, M., Evalawati dan A. Prihaningrum. 2001.Teknologi Budidaya Rumput Laut (Kappaphicus
alvarezii). Lampung: Departemen Kelautan dan Perikanan.
Mokolensang, J., D. Sumilat, dan J. Indy. 1997. Kandungan Agar-agar Gracilaria (Grev) Berdasarkan
Variasi Musiman. Laporan Penelitian. Fakultas Perikanan, Universitas Samratulangi. LIPI.
Jakarta.
Nasran, S., Ariyani, Murdinah, dan I. Mulyanah. 1991. Pengaruh Penggunaan Kapur, Air Perebus,
dan Soda Abu Terhadap Mutu Agar-agar Kertas. Makalah pada Prosiding Temu Karya
Ilmiah Teknologi Pasca Panen Rumput Laut, 11-12 Maret. Buku II. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan, Departemen Pertanian. Jakarta.
Okazaki, A. 1971. Seaweed and Their Uses in Japan. Tokai University Press, Tokyo.
Pelegrin, Y. Freile dan D. Robledo. 1997. Influence of alkali treatment on agar from Gracilaria
cornea from Yucatan, Mexico. Journal of Applied Phycology. Vol 9: 533–539.
Peterson, M.S. dan A. H. Johnson. 1978. Encyclopedia of Food Science. The AVI Publishing
Company, Inc., West Port, Connecticut. 1005 hal.
36
Priatama, H.D. 1989. Mempelajari Pengaruh Penambahan NaOH dan KCl terhadap Rendemen dan
Mutu Agar-agar dari Rumput Laut Gracilaria sp. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.
Bogor.
Putro, S. 1991. Penanganan dan pengolahan rumput laut. Dalam Prosiding Temu Karya Ilmiah
Teknologi Pasca Panen Rumput Laut, 11-12 Maret. Buku I.Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan, Departemen Pertanian.
Rahardjo, J. dan R. Iman. 2002. Optimasi Produksi dengan Metode Response Surface. Studi Kasus
pada Perusahaan Injection Moulding. Jurnal Teknik Industri. Vol.4:36-44.
Rees, D.A. 1969. Agar. Advances in Carbohydrate Chemistry and Biochemistry. 24: 267–332.
Salkind, Neil J. 2007. Encyclopedia Of Measurement And Statistics Volume 1. Sage Publications, Inc.
Sedijoprapto, E. I. 1997. Rumput Laut. Buletin Manggala Wanabakti. Jakarta.
Selby, H. dan W.H. Wynne. 1973. Di dalam Industrial Gums. Editor R.L. Whistler, J.M. Bemiler 2 nd
eds. Academic Press. New York. Hal 29-47.
Soegiarto A., W.S. Atmadja, Sulistijo dan H. Mubarak, 1978. Rumput Laut (Algae); Manfaat, Potensi
dan Usaha Budidayanya. Lembaga Oseanologi Nasional LIPI, Jakarta, 61 hal.
Sukamulyo, S. 1989. Mempelajari Cara Ekstrasi dengan Pra Perlakuan Asam dala Pembuatan Agar –
agar Gelidium sp. Skrisi Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.
Suryaningrum, T.D. 1989. Kajian Sifat-Sifat Mutu Komoditi Rumput Laut Budidaya Jenis E. Cottoni
dan E. Spinosum. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana, IPB. Bogor.
Suryowidodo, C.W. 1990. Pembuatan Tepung Agra-agar Rumput Laut. Majalah Trubus no. 248,
tahun XXI.
Susanto Mulyono, P., Lappas dan S. Endang, 1978. Penelitian Agar-Agar pada bermacam-macam
Jenis Sango-Sango (Rumput Laut) di Sepanjang Pantai Makasar. Balai Penelitian Kimia,
Ujung Pandang, 31 hal.
Taib, G., Said. E.G., dan Wiraatmadja S. 1988. Operasi Pengering Pada pengolahan Hasil Pertanian.
PT Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Vardeman, S. B dan J. M. Jobe. 1998. Statistical Quality Assurance Methods for Engineering. John
Willy & Sons,inc.
Wheaton, F. W. Dan T. B. Lawson. 1985. Aquatic Plant by Products. Dalam Processing Aquatic Food
Products. John Wiley dan Sons, Interscience Publication. New York. 518 hal.
Winarno, F.G. 1990. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Utama. Jakarta.
Winarno, F.G. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
37
LAMPIRAN
38
Lampiran 1. Prosedur analisa uji sifat fisiko kimia bahan baku dan tepung agar
% Rendemen = x 100 %
39
dipasang di atasnya. Pelarut organik dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya, sesuai dengan
ukuran soxhlet yang digunakan. Refluk dilakukan selama lima jam.
Pelarut yang bercampur lemak didestilasi dan pelarutnya ditampung. Selanjutnya labu lemak
yang berisi hasil estraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC. Setelah kering, labu dan lemak
ditimbang dan berat lemak dapat dihitung. Perhitungan kadar lemak adalah sebagai berikut :
40
Keterangan :
FK = Faktor konversi (6.25 untuk produk perikanan)
Kadar karbohidrat (%) =100% - (%bb air+ %bb abu+ %bb protein+ %bb lemak)
41
Lampiran 2. Skema proses pengolahan agar-agar yang digunakan dalam
penelitian (modifikasi dari metode Armeidy (1992) dan Istini et
al. (1986)).
Gracilaria verrucosa
100g
Pencucian
Pencucian
Pencucian
Penyaringan Ampas
Natrium Pemucatan
Bisulfit 0,02%
Penjedalan/Gelifikasi
Agar-agar
Pembekuan suhu - 20 o C
selama 24 jam
Pelelehan es
Pengecilan ukuran
Tepung Agar-agar
42
Lampiran 3. Data aktual dari seluruh kombinasi faktor
Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Respon 1 Respon 2 Respon 3 Respon 4
Std Run Block X1: Konsentrasi As.Asetat X2: Waktu X3: Suhu Rendemen Kekuatan Gel Kadar Air Kadar Abu
(%) Perendaman (jam) Ekstraksi (oC) (%) (gf) (%) (%)
1 1 Block 1 0,50 0,50 85,00 12,98 221,20 13,42 3,52
2 5 Block 1 1,50 0,50 85,00 14,80 51,40 13,28 2,71
3 12 Block 1 0,50 1,50 85,00 13,66 100,80 12,81 2,36
4 3 Block 1 1,50 1,50 85,00 14,28 49,50 10,82 3,56
5 11 Block 1 0,50 0,50 95,00 15,71 147,40 12,01 2,84
6 4 Block 1 1,50 0,50 95,00 15,89 129,40 12,28 2,86
7 8 Block 1 0,50 1,50 95,00 15,33 37,20 13,36 2,98
8 10 Block 1 1,50 1,50 95,00 15,23 154,70 13,75 5,35
9 2 Block 1 1,00 1,00 90,00 18,17 176,90 15,32 4,92
10 6 Block 1 1,00 1,00 90,00 18,20 178,60 15,78 4,47
11 9 Block 1 1,00 1,00 90,00 18,36 180,20 16,44 4,97
12 7 Block 1 1,00 1,00 90,00 18,18 179,30 15,44 4,57
13 14 Block 2 0,16 1,00 90,00 15,97 243,20 15,04 4,12
14 16 Block 2 1,84 1,00 90,00 15,30 120,40 12,85 4,66
15 15 Block 2 1,00 0,16 90,00 17,21 141,90 13,91 4,03
16 19 Block 2 1,00 1,84 90,00 17,42 100,60 12,15 4,79
17 20 Block 2 1,00 1,00 81,59 16,02 102,80 14,02 4,55
18 17 Block 2 1,00 1,00 98,41 18,40 74,50 15,37 5,01
19 18 Block 2 1,00 1,00 90,00 18,17 180,40 15,98 4,41
20 13 Block 2 1,00 1,00 90,00 18,16 177,80 15,48 4,58
43
43
Lampiran 4. Analisis ragam dan persamaan polinomial respon rendemen
Jumlah Kuadrat Dari Urutan Model (Sequential Model Sum of Squares) [Tipe I]
Jumlah Kuadrat p-value
Sumber db Nilai F
Kuadrat Rata-rata Prob > F
Mean vs Total 5360.85 1 5360.85
Block vs Mean 6.71 1 6.71
Linear vs Block 8.15 3 2.72 0.98 0.4276
2FI vs Linear 1.15 3 0.38 0.11 0.9502
Quadratic vs 2FI 35.79 3 11.93 23.60 0.0001 Suggested
Cubic vs Quadratic 1.11 4 0.28 0.40 0.7996 Aliased
Residual 3.44 5 0.69
Total 5417.19 20 270.86
44
Lampiran 5. Analisis ragam dan persamaan polinomial respon kekuatan gel
Jumlah Kuadrat Dari Urutan Model (Sequential Model Sum of Squares) [Tipe I]
Jumlah Kuadrat p-value
Sumber db Nilai F
Kuadrat Rata-rata Prob > F
Mean vs Total 3.776E+005 1 3.776E+005
Block vs Mean 373.12 1 373.12
Linear vs Block 13488.34 3 4496.11 1.39 0.2839
2FI vs Linear 21087.39 3 7029.13 3.08 0.0683
Quadratic vs 2FI 24326.12 3 8108.71 23.93 0.0001 Suggested
Cubic vs Quadratic 2818.00 4 704.50 15.20 0.0053 Aliased
Residual 231.77 5 46.35
Total 4.400E+005 20 21997.74
45
Lampiran 6. Analisis ragam dan persamaan polinomial respon kadar air
Jumlah Kuadrat Dari Urutan Model (Sequential Model Sum of Squares) [Tipe I]
Jumlah Kuadrat p-value
Sumber db Nilai F
Kuadrat Rata-rata Prob > F
Mean vs Total 3905.87 1 3905.87
Block vs Mean 1.88 1 1.88
Linear vs Block 3.53 3 1.18 0.43 0.7351
2FI vs Linear 5.68 3 1.89 0.64 0.6033
Quadratic vs 2FI 31.32 3 10.44 22.61 0.0002 Suggested
Cubic vs Quadratic 2.24 4 0.56 1.46 0.3396 Aliased
Residual 1.92 5 0.38
Total 3952.44 20 197.62
46
Lampiran 7. Analisis ragam dan persamaan polinomial respon kadar abu
Jumlah Kuadrat Dari Urutan Model (Sequential Model Sum of Squares) [Tipe I]
Jumlah Kuadrat p-value
Sumber db Nilai F
Kuadrat Rata-rata Prob > F
Mean vs Total 330.04 1 330.04
Block vs Mean 2.78 1 2.78
Linear vs Block 2.47 3 0.82 1.21 0.3411
2FI vs Linear 3.95 3 1.32 2.52 0.1073
Quadratic vs 2FI 3.91 3 1.30 4.95 0.0268 Suggested
Cubic vs Quadratic 0.18 4 0.044 0.10 0.9772 Aliased
Residual 2.19 5 0.44
Total 345.51 20 17.28
47