Professional Documents
Culture Documents
Oleh
Ir. Pangerang, MP (Penyuluh Pertanian Kabupaten pada BPPKP Kabupaten Maros)
Email AgronomiPertanian@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komoditi unggulan pada setiap kecamatan di Kabupaten Maros.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Maros yang dimulai dari bulan Pebuarisampai bulan April 2014
dengan Metode analisis data yang digunakan adalah Analisis Location Quotient (LQ).
Hasil penelitian Analisis Location Quotient (LQ) berdasarkan rata‐rata produksi dan rata‐rata luas panen
lima tahun terakhir dari komoditi tanaman pangan pada setiap Kecamatan di Kabupaten Maros
menghasilkan komoditi unggulan yang terpilih didasarkan pada Nilai LQ >1 dengan tingkat keunggulan
berdasarkan nilai LQ tertinggi pada masing‐masing komoditi pada setiap kecamatan. Hasil penentuan
komoditi unggulan dengan urutan nilai LQ tertinggi berdasarkan rata‐rata produksi lima tahun terakhir
sebagai berikut : 1). Kecamatan Mandai dengan komoditi unggulan terpilih: padi ladang (1,23), padi sawah
(1,14); 2). Kecamatan Moncongloe dengan komoditi unggulan terpilih: ubi kayu (5,08), ubi jalar (2,24),
jagung (1,63); 3). Kecamatan Maros Baru dengan komoditi unggulan terpilih; kacang hijau (14,60), padi
sawah (1,18), ubi jalar (1,05); 4). Kecamatan Marusu dengan komoditi unggulan terpilih: ubi jalar (1,66),
padi ladang (1,32), ubi kayu (1,17), padi sawah (1,05); 5). Kecamatan Turikale dengan komoditi unggulan
terpilih: kacang hijau (2,68), padi sawah (1,26); 6). Kecamatan Lau dengan komoditi unggulan terpilih:
kacang hijau (1,66), padi sawah (1,27); 7). Kecamatan Bontoa dengan komoditi unggulan terpilih: padi
sawah (1,27); 8). Kecamatan Bantimurung dengan komoditi unggulan terpilih: padi sawah (1,26); 9).
Kecamatan Simbang dengan komoditi unggulan terpilih: kedelai (3,31), padi sawah (1,16); 10). Kecamatan
Tanralili dengan komoditi unggulan terpilih: ubi jalar (2,30), ubi kayu (2,16), jagung (1,42), kedelai
(1,11), padi ladang (1,07); 11). Kecamatan Tompobulu dengan komoditi unggulan terpilih: padi ladang
(4,52), jagung (3,85), kedelai (3,62), ubi kayu (1,71), kacang tanah (1,52) ,ubi jalar (1,43); 12).
Kecamatan Camba dengan komoditi unggulan terpilih: kacang tanah (6,48), jagung (1,60), ubi jalar
(1,56,) padi ladang (1,26),; 13). Kecamatan Cenrana dengan komoditi unggulan terpilih: kacang tanah
(3,37), padi sawah (1.03); 14). Kecamatan Mallawa dengan komoditi unggulan terpilih: kacang tanah
(2,22),ubi jalar (1,74), jagung(1,17), padi sawah (1.06). Kata kunci: Location Quotient, Komoditi
Unggulan, Kabupaten Maros
PENDAHULUAN
Sektor pertanian adalah sektor terpenting dan merupakan penggerak utama dalam perekonomian
Kabupaten Maros. Pemanfaatan lahan yang di bedakan menjadi lahan pertanian (lahan sawah dan lahan
bukan sawah) dan lahan bukan pertanian yang pada tahun 2012 sebagian besar lahan yang ada. digunakan
sebagai lahan pertanian yaitu sebesar 79,32 persen ( tidak termasuk hutan rakyat). Hal inilah yang
menjadikan sektor pertanian (termasuk kehutanan didalamnya) terhadap peningkatan PDRB (Product
Domestic Regional Bruto) Kabupaten Maros pada tahun 2012 cukup tinggi yaitu 33,34 persen dan menjadi
sektor yang dominan peranannya terhadap struktur perekonomian Kabupaten Maros dengan nilai
pertumbuhan ekonomi selama dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 mengalami pertumbuhan rata‐
rata sebesar 6,21 persen per tahun.
Penentuan komoditas unggulan pada suatu daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan
pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan konparatif dan kompetitif dalam
menghadapi globalisasi perdagangan yang dihadapi. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan
menggunakan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi luas panen,
produksi, dan penawaran maupun permintaan.
Salah satu strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan ekonomi daerah melalui sektor pertanian
pada era otonomi daerah saat ini adalah melalui pengembangan komoditas unggulan daerah.
Pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan diharapkan dapat memacu pertumbuhan suatu
wilayah yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Pemanfaatan potensi daerah
unggulan dan potensial secara optimal dan terpadu merupakan syarat yang perlu diperhatikan agar
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dapat dicapai (Mubyarto, 2000).
Penetapan suatu komoditas sebagai komoditas unggulan daerah harus disesuaikan dengan potensi
sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimiliki oleh daerah. Komoditas yang dipilih sebagai
komoditas unggulan daerah adalah komoditas yang memiliki produktifitas yang tinggi dan dapat
memberikan nilai tambah sehingga berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat. Selain itu
penetapan komoditas unggulan daerah juga harus mempertimbangkan kontribusi suatu komoditas terhadap
pertumbuhan ekonomi dan aspek pemerataan pembangunan pada suatu daerah (Syahroni, 2005).
TINJAUAN PUSTAKA
A. Analisis Location Quotient (LQ)
Metode Location Quotient (LQ) bertujuan untuk mengidentifikasi suatu komoditas unggulan (Miller dan
Wright.1991) dalam Darmawansyah(2003). dan metode Analisis komoditas yang ada pada suatu wilayah
apakah termasuk ke dalam suatu basis atau non basis. Setiap metode analisis memiliki kelebihan dan
keterbatasan. begitu juga dengan metode LQ.
Kelebihan metode LQ dalam menganalisis komoditas unggulan yaitu penerapannya yang sederhana. mudah.
tidak memerlukan program pengolahan data yang rumit. memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor
tidak langsung serta dapat diterapkan pada data historik untuk mengetahui trend yang sedang
berlangsung. Keterbatasan metode LQ antara lain diperlukan akurasi data untuk mendapatkan hasil yang
valid. Selain itu pada saat deliniasi wilayah kajian untuk menetapkan bahasan wilayah yang dikaji dan
ruang lingkup aktivitas. metode ini tidak memiliki acuan yang jelas oleh karena itu data yang dijadikan
sumber penelitian perlu diklarifikasi agar mendapatkan hasil yang akurat. Kelemahan lainnya, dalam
menggunakan metode LQ perlu berasumsi bahwa pola permintaan di setiap daerah identik dengan pola
permintaan bangsa, bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap sektor regional sama dengan produktivitas
tiap pekerja dalam industri‐industri nasional dan tingkat ekspor tergantung pada tingkat disagregasi.
Untuk menghindari bias musiman dan tahunan diperlukan nilai rata‐rata data series yang cukup panjang,
sehingga sangat dianjurkan untuk menggunakaan data tidak kurang dari 5 (lima) tahun.
B. Kerangka Berpikir
METODE PENELITIAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang di peroleh dari pemerintah daerah Kabupaten Maros,
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Maros, dan buku‐buku referensi . Metode yang digunakan yaitu
metode exploratory dalam menganalisis data literatur. data sekunder melalui studi pustaka dengan
mengkaji referensi terpilih dan mengumpulkan data dan informasi terkait dengan bidang penelitian.
Masing‐masing data 5 tahun terakhir. Penelitian ini dilaksanakan dimulai dari bulan Pebruari 2014 sampai
bulan April 2014
B. Analisis Data
1. Menghitung LQ Produksi dan Luas Panen
Merupakan langkah terahkhir dalam perhitungan nilai LQ yaitu dengan memasukkan notasi‐notasi yang
dipe roleh kedalam Rumus LQ yaitu sebagai pembilang dan sebagai penyebut. Atau dengan Rumus :
dimana:
LQ = Location Quotient
pi= Produksi (luas panen ) jenis komoditas i pada tingkat kecamatan
pt= Produksi (luas panen) tanaman pangan semua komoditas j pada tingkat kecamatan
Pi= Produksi (luas panen ) jenis komoditas i pada tingkat kabupaten
Pt= Produksi (luas panen) tanaman pangan komoditasi j pada tingkat kabupaten
2. Indikator/Pengambilan keputusan
LQ > 1 menunjukkan terdapat konsentrasi relative disuatu wilayah dibandingkan dengan keseluruhan
wilayah. Hal ini berarti komoditas i disuatu wilayah merupakan sektor basis yang berarti komoditas i di
wilayah itu memiliki keunggulam komparatif.
LQ = 1 merupakan sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak memiliki keunggulan
komparatif. produksi komoditas yang dihasilkan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sendiri dalam
wilayah itu.
LQ < 1. merupakan sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak memiliki keunggulan
komparatif, produksi komoditas i di wilayah itu tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan harus
mendapat pasokan dari luar wilayah. Komoditas yang menghasilkan nilai LQ > 1 merupakan strandar
normative untuk ditetapkan sebagai komoditas unggulan. Dan jika banyak komoditas yang menghasilkan
nilai LQ > 1 maka derajat keunggulan komparatif ditentukan berdasarkan nilai LQ yang lebih tinggi di
suatu wilayah, karena makin tinggi nilai LQ maka menunjukkan semakin tinggi pula potensi keunggulan
komoditas tersebut..
2. Kecamatan Moncongloe
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Moncongloe ditinjau dari segi produksi pada
tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu ubi kayu (5,08), ubi jalar (2,24),
jagung (1,63) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari ketiga komoditi tersebut
ubi kayu, ubi jalar, jagung yaitu tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai Location
Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu ubi kayu (6,70), ubi
jalar (3,00), jagung (2,17) padi ladang (1,3) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa ketiga komoditi
tersebut tergolong basis.
Ubi kayu, ubi jalar, jagung adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Moncongloe,
sedangkang, padi sawah, padi ladang, kedelai, kacang tanah, kacang hijau yang mempunyai Nilai LQ < 1
belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis. Namun komoditi padi ladang dari segi
luas panen mempunyai LQ > 1 yaitu (1,33) tetapi dari segi produksi termasuk dalam non basis.
4. Kecamatan Marusu
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Marusu ditinjau dari segi produksi pada tabel
5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu ubi jalar (1,66), padi ladang (1,32), ubi
kayu (1,17), padi sawah (1,05) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari keempat
komoditi tersebut yaitu ubi jalar, padi ladang, ubi kayu, padi sawah tergolong basis. Sedangkan ditinjau
dari luas panen Nilai Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ >
1 yaitu ubi jalar (1,76), padi ladang (1,37), ubi kayu (1,22), padi sawah (1,12) dan pada Tabel 5.12
menunjukkan bahwa kempat komoditi tersebut tergolong basis.
Ubi jalar, padi ladang, ubi kayu, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Marusu,
sedangkang jagung, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau , yang mempunyai nilai LQ Nilai LQ < 1 belum
merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis.;
5. Kecamatan Turikale
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Turikale ditinjau dari segi produksi pada tabel
5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang hijau (2,68), padi sawah (1,26) dan
pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari kedua komoditi tersebut tergolong basis.
Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa
komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang hijau (2,82), padi sawah (1,25) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan
bahwa kedua komoditi tersebut tergolong basis.
Kacang hijau, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Turikale, sedangkang
kedelai, ubi jalar yang mempunyai nilai LQ Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan
tergolong dalan non basis.;.
6. Kecamatan Lau
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Lau ditinjau dari segi produksi pada tabel 5.9
yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang hijau (1,66), padi sawah (1,27) dan
pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari kedua komoditi tersebut tergolong basis.
Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa
komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang hijau (1,69), padi sawah (1,27) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan
bahwa kedua komoditi tersebut tergolong basis.
Kacang hijau, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Lau, sedangkang jagung dan
ubi jalar yang mempunyai nilai LQ Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan
non basis.;
7. Kecamatan Bontoa
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Bontoa ditinjau dari segi produksi pada tabel
5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu padi sawah (1,27) dan pada tabel 5.10
menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari padi sawah tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari
luas panen Nilai Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1
yaitu padi sawah (1,29) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa komoditi tersebut tergolong basis.
Padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Bontoa, sedangkang kacang hijau yang
mempunyai Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis.;
8. Kecamatan Bantimurung
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Bantimurung ditinjau dari segi produksi pada
tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu padi sawah (1,26) dan pada tabel
5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari padi sawah tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau
dari luas panen Nilai Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ >
1 yaitu padi sawah (1,25) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa komoditi tersebut tergolong basis.
Padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Bantimurung, sedangkang jagung, kedelai,
kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar yang mempunyai Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan
dan tergolong dalan non basis.;
9. Kecamatan Simbang
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Simbang ditinjau dari segi produksi pada tabel
5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu kedelai (3,31), padi sawah (1,16) dan pada
tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari kedelai, padi sawah tersebut tergolong basis.
Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa
kedua komoditi tersebut dengan yang Nilai LQ > 1 yaitu kedelai (2,94), padi sawah (1,06) dan pada Tabel
5.12 menunjukkan bahwa komoditi tersebut tergolong basis.
Kedelai, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Simbang, sedangkang padi
ladang, jagung, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar yang mempunyai Nilai LQ < 1 belum merupakan
komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis.;
14. Kecamatan Mallawa Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Mallawa ditinjau dari
segi produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang tanah
(2,22),ubi jalar (1,74), jagung(1,17), padi sawah (1.06) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa
klasifikasi Nlai LQ dari kacang tanah, ubi jalar, jagung, padi sawah tersebut tergolong basis. Sedangkan
ditinjau dari luas panen Nilai Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa kedua komoditi
tersebut dengan yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang tanah (2,05), ubi jalar (1,76), jagung(1,08), padi sawah
(1.02) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa komoditi tersebut tergolong basis.
Kacang tanah, ubi jalar, jagung, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Mallawa,
sedangkang padi ladang, kedelai, kacang hijau, ubi kayu dan ubi kayu yang mempunyai Nilai LQ < 1 belum
merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis.;
B. Saran
Berdasarkan analisis‐analisis yang diuraikan diatas maka dapat direkomdasikan sebagai berikut :
1. Pemerintah daerah diharapkan dapat mempertahankan dan mengembangkan komoditi yang menjadi
unggulan pada setiap kecamatan untuk peningkatan pendapatan daerah, sehingga komoditi
unggulan pertanian diharapkan juga dapat merangsang komoditi lain yang kurang memberikan
kontribusinya terhadap pembangunan daerah Kabupaten Maros.
2. Komoditi yang belum unggul pada beberapa kecamatan maka perlu dilakukan identifikasi tentang
penyebab merosotnya jumlah luas panen dan nilai produksi sehingga bisa diketahui masalah‐
masalah yang dihadapi para petani dan bisa dicari solusi yang menguntungkan.
3. Pemerintah daerah diharapkan dapat mengembangkan sarana dan prasarana untuk pengembangan
usaha pertanian yaitu dengan pengembangan teknologi, membangun sarana irigasi. ketersediaan
lahan. Penyediaan, modal bagi pelaku produsen,dan sarana pendukung seperti transportasi dan
komunikasi;
4. Pemerintah daerah hendaknya menggerakkan pembangunan pertanian yaitu dengan memasarkan
hasil‐hasil komoditi pertanian seperti menjalin kerjasama atau kemitraan dengan pengusaha
sehingga dapat meningkat nilai tambah dari hasil pertanian;
5. Meningkatkan SDM Pembina dan pelaku usaha dalam penguasaan teknologi produksi, teknologi
informasi, manajemen usaha atau kewirausahaan kelompok, dan peningkatan kelas kemampuan
kelompok tani, pembentukan gabungan kelompok tani , fasilitasi kemitraan antara kelompok tani
dengan pihak ketiga, studi banding dengan petani atau daerah yang sudah berhasil dalam
manajemen komoditi unggulan dan mengadakan pelatihan manajemen
6. Informasi ini dapat dipergunakan untuk menentukan komoditi yang menjadi unggulan atau andalan
pada setiap kecamatan sehingga setiap kecamatan minimal mempunyai satu komoditas unggulan
(One Distric One Commodity ), sehingga dalam pembangunan pertanian yang mengarah spesialisasi
komoditas akan mengefisienkan penggunaan sumberdaya;
7. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mencari komoditi unggulan di tingkat desa “One Village
One Commodity“
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). 2009. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2009. Pemerintahan
Kabupaten Maros. Maros.
______________________. 2010. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2010. Pemerintahan Kabupaten
Maros. Maros
_____________________. 2011. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2011. Pemerintahan Kabupaten
Maros. Maros
_____________________. 2012. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2012. Pemerintahan Kabupaten
Maros. Maros
______________________. 2012. Statistik Penggunaan Lahan 2012 Ksbupaten Maros . Pemerintahan
Kabupaten Maros. Maros
______________________. 2013. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2013. Pemerintahan Kabupaten
Maros. Maros
Darmawansyah. 2003. Pengembangan Komoditi Unggulan Sebagai Basis Ekonomi Daerah. Tesis S‐2 Program
Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Mubyarto. 2000. Pengembangan Wilayah Pembangunan Pedesaan dan Otonomi Daerah. Direktorat
Kebijaksanaan Teknologi Untuk Pengembangan Wilayah. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Jakarta.
Syahroni. Muhammad. 2005. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Agribisnis di Kabupaten
Dompu Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Related Post:
STANDAR PERATURAN MENTERI PERATURAN MENTERI
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR (SOP)
BAWANG MERAH
TANAMAN
PANGAN/HORTIKULTURA/PETERNAKAN
POPULAR POSTS
UNDANG-UNDANG
PERATURAN PEMERINTAH
PERATURAN MENTERI
KARYA TULIS
GOOGLE PLUS
Copyright © 2013. Agronomi Pertanian All Rights Reserved | Template Created by Kompi Ajaib Proudly powered by Blogger