BAB X
DISFONIA
231
DISFONIA
Bambang Hermani, Syahrial M Hutauruk
Disfonia merupakan istilah umum untuk
setiap gangguan suara yang disebabkan kelainan
pada organ-organ fonasi, terutama laring, baik
yang bersifat organik maupun fungsional, Disfonia
bukan merupakan suatu penyakit, tetapi meru-
pakan gejala peyakit atau kelainan pada laring
Keluhan gangguan suara tidak jarang kita
temukan dalam Klinik. Gangguan suara atau
disfonia ini dapat berupa suara parau yeitu
suara terdengar kaser (roughness) dengan
nada lebin rendah dari biasanya, suara lemah
(hipofonia), hilang suara (afonia), suara tegang
dan susah keluar (spastik), suara terdiri dari
beberapa nada (diplofonia), nyeri saat ber-
suara (odinofonia) atau ketidakmampuan men-
capai nada atau intensitas tertentu.
Setiap keadaan yang menimbulkan gang-
guan dalam getaran, gangguan dalam kete-
gangan serta gangguan dalam pendekatan
(aduksi) kedua pita suara kiri dan kanan akan
menimbulkan disfonia
Untuk memahami tentang gangguan suara,
perlu diketahui terlebih dahulu anatomi dan
fisiologi laring
Laring merupakan bagian yang terbawah
dari saluran napas bagian atas. Bentuknya
menyerupai limas segitiga terpancung, dengan
bagian atas lebin besar daripada bagian bawah.
Batas atas laring adalah aditus laring,
sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal
kartilago krikoid
Bangunan kerangka laring tersusun deri
satu tulang, yaitu tulang hioid, dan beberapa
buah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk
seperti huruf U, yang permukaan atasnya di-
hubungkan dengan lidah, mandibula dan teng-
korak oleh tendo dan otot-otot. Sewaktu me-
nelan, kontraksi otot-otot ini akan menye-
babkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila
laring diam, maka otot-otot ini bekerja untuk
membuka mulut dan membantu menggerakkan
lidah.232
Tulang rawan yang menyusun laring ada-
lah Kartilago epiglotis, kartilago tirold. kartiago
krikoid, kartiiago aritenoid, kariilago komikulata,
kartilago kuneiformis dan karlilago tritisea.
Kantilago krikoid dihubungkan dengan kar
{ilago titoid oleh ligamentum krikoliroid. Bentuk
kartilago krikoid berupa lingkaran
Terdapat 2 buah (sepasang) kartilago
aritenoid yang terletak dekat permukaan bela-
kang laring, dan membentuk sendi dengan kartlago
krikoid, disebut artikulasi krikoanitenoid,
Sepasang kartilago korikulata (kiri dan
kanan) melekat pada kartilago aritencid di
daerah apeks, sedangkan sepasang kartilago
kuneiformis terdapat di dalam |ipatan ariepi-
glotik, dan kartilago tritisea terletak di dalam
ligamentum hiotiroid lateral
Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu
artikulasi krikotiroid dan artikulasi knkoaritenoid
Ligamentum yang membentuk susunan
laring adalah ligamentum seratokrikoid (ante-
rior, lateral dan posterior), ligamentum kriko~
tiroid medial, ligamentum krikotiroid posterior,
ligamentum kornikulofaringal, ligamentum hio-
tiroid lateral, ligamentum hiotiroid medial, liga~
mentum hicepigiatika, ligamentum ventriku-
laris, ligarnentum vokale yang menghubung-
kan kartilago aritenoid dengan kartilago tiroid,
dan ligamentum tiroepigiatika
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelom-
pok otot-otot ekstrinsik dan otat-otat intrinsik
Otot-otot ekstrinsik terutama bekena pada faring
secara keseluruhan, sedangkan otot-olot intrinsik
menyebabkan gerak bagian-bagian laring tertentu
yang berhubungan dengan gerakan pita Suara
Otot-otot ekstrinsik laring ada yang ter-
lotak di atas tulang hicid (suprahioid), dan ada
yang terletak di bawah tulang hioid (infrahioid).
Otot-ctot ekstrinsik yang suprahicld alah
mdigasirikus, mgeniohioid, m-stilohioid dan
m.milohioid, Otot yang infrahioid ialah m.ster-
nohioid, m.omohioid dan m.tirohioid.
Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid
berfungsi menarik laring ke bawah, sedangkan
yang infrahioid menarik laring ke atas.
Otot-otot intrinsik laring ialah mikriko-
aritenoid lateral, m.tiroepiglotika, m.vokalis,
mitiroaritenoid, maariepiglotixa dan m.krikotioid.
(Oto-otot ini terletak di bagian lateral laring.
Otot-otot intrinsik lanng yang terletak di
bagian posterior, ialah m.aritenoid transversum,
maaritenoid oblik dan m.krikoantenoid posterior.
Sebagian besar otot-otot intrinsik adalah
ofot aduktor (kontraksinya akan mendekatkan
kedua pita suara ke tengah) kecuali mkniko~
aritenoid posterior yang merupakan otot abduktor
(kontraksinya akan menjauhkan kedua pila
suara ke lateral)
RONGGA LARING
Batas atas rongga laring (cavum laryngis)
jalan aditus laring, batas bawahnya ialah
bidang yang melalui pinggir bawah kartilago
krikoid. Balas depannya alah permukaan
belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, jiga~
mentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah
lamina kartiago trod dan arkus kartilago krikoid
Balas laterainya ialah membran kuadrangulans,
kartilego aritenoid, Konus elastikus dan arkus
kartilago krikoid, sedangkan batas. belakang-
nya iaiah maaritenoid transversus dan lamina
kartitago krikoid.
Dengan adanya lipatan mukosa pada liga-
mentum vokale dan ligamentum venirikulare.
maka terbentuklah plika vokalis (pila suara esli)
dan plika ventrikularis (pila suara palsu).
Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan,
disebut rima glotis, sedangkan antara kedua
plika ventrikularis, disebut rima vestibuli
Plika vokalis dan plika ventrikularis mem-
bagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu
vestibulum laring, glotik dan subglotik
Vestibulum laring ialah rongga laring yang
terdapat di atas plika ventrikularis. Daerah ini
disebut supraglotk.
Antara plika vokalis dan plika ventrikularis,
pada tiap sisinya disebut ventrikulus laring
Morgagni
Rima glotis terdin dari 2 bagian, yaitu
bagian intermembran dan bagian interkartilago.
Bagian intermembran ialah ruang antara kedua
plik vokalis, dan terletak di bagian anterior
sedangkan dagian interkartilago terletak antara
kedua puncak kartilago aritenoid, dan terletak
ci bagian posterior,
Daerah subglotik adalah rongga larina
yang tarletak di bawan plika vokalis.Persarafan laring
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang
nervus vagus, yaitu n.laringis superior dan
Mularingis inferior. Kedua saraf ini merupakan
campuran saraf motorik dan sensorik,
Nervus laringis superior mempersarafi
mAkrikotiroid, sehingga memberikan sensasi
pada mukosa laring di bawah pita suara, Sarat
ini mula-mula terletak di atas m.konstriktor
faring medial, di sebelah medial a.karotis
intema dan ekstema, kemudian menuju ke komu
mayor tulang hioid, dan setelah menerima
hubungan dengan ganglion servikal superior,
membagi diri dalam 2 cabeng, yaitu ramus
eksternus dan ramus internus
Ramus eksternus berjalan pada permuka-
an luar m.konstriktor faring inferior dan menuju
ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus ter-
tulup oleh m.tirohioid terletak di sebelah medial
a.tiroid superior, menembus membran hiotiroid,
dan bersama-sama dengan a.laringis superior
menuju ke mukosa laring.
Nervus laringis inferior merupakan lan-
jutan dari n.rekuren setelah saraf itu memberi-
kan cabangnya menjadi ramus kardia inferior.
Nervus rekuren merupakan cabang dari n. vagus.
Nervus rekuren kanan akan menyilang
asubklavia kanan di bawahnya, sedangkan
nurekuren kiri akan menyilang arkus aorta, Ner-
vus laringis inferior berjalan di antara cabang-
cabang a.tiroid inferior, dan melalui permukaan
mediodorsal Kelenjar tiroid akan sampai pada
permukaan medial m.krikofaring. Di sebelah
posterior dari sendi krikoaritenoid, saraf ini ber-
cabang 2 menjadi ramus. anterior dan ramus
posterior. Ramus anterior akan mempersarafi
otot-otot intrinsik laring bagisn lateral, sedang-
kan ramus posterior mempersarafi_ otot-olot
intrinsik laring bagian superior dan mengada-
kan anastomosis dengan n.laringis superior
ramus internus.
Pendarahan
Pendarahan untuk laring terdiri dari 2
cabang, yeitu alaringis superior dan a larinais
inferior.
233
Arteri laringis superior merupakan cabang
dari a.troid superior. Arteri laringis superior ber-
jalan agak mendatar melewali bagian belakang
membran titchioid bersama-sama dengan cabang
internus dari nlaringis superior kemudian me-
nembus membran ini untuk berjalan ke bawah
di submukosa dari dinding lateral dan lantai
dari sinus. piriformis, untuk ~mempendarahi
mukosa dan otot-otot laring.
Arteri laringis inferior merupakan cabang
dari atiroid inferior dan bersama-sama dengan
nilaringis inferior berjalan ke belakang sendi
krikotirold, masuk laring melalui daerah pinggir
bawah dari m.konstriktor faring inferior. Di
dalam laring arteri itu bercabang-cabang, mem-
pendarahi mukosa dan olot serta beranastomosis
dengan a.aringis superior
Pada daerah setingg) membran krikotiroid
attiroid superior juga memberikan cabang yang
beyjalan mendatari sepanjang membran itu
sampai mendekati tiroid. Kadang-kadang arteri
ini mengirimkan cabang yang Kecil melalui
membran krikotiroid untuk mengadakan anas-
tomosis dengan a.laringis superior.
Vena laringis superior dan vena laringis
inferior letaknya sejajar dengan a.laringis superior
dan inferior dan kemudian bergabung dengan
vena tiroid superior dan inferior.
Pembuluh limfa
Pembuluh jimfa untuk laring banyak,
kecuali di daerah lipatan vokal. Disini mukosa-
nya tipis dan melekat erat dengan ligamentum
vokale, Di daerah lipatan vokal pembuluh limfa
dibagi dalam golongan superior dan inferior.
Pembuluh eferen dari golongan superior
berjalan lewat lantai sinus piriformis dan
alaringis superior, kemudian ke atas, dan ber:
gabung dengan kelenjar dari bagian superior
Tantai servikal dalam. Pembuluh oferen dari
golongan inferior berjalan ke bawah dengan
alaringis infenor dan bergabung dengan kelenjar
servikal dalam, dan beberapa di ‘ahtaranya
menjalar sampai sejauh kelenjar suprakiavikular.234
FISIOLOGI LARING
Laring berfungsi untuk proteksi, batuk,
respirasi,sirkulesi, menelan, emosi serta fonasi,
Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk
mencegah makanan dan benda asing masuk
ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus
aring dan rima glotis secara bersamaan.
Terjadinya penutupan aditus laring ialah karena
pengangkatan faring ke atas akibat kontraksi
otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal ini karti
Jago antenoid bergerak ke depan akibat kontraksi
mitiroaritenoid dan maritenoid. Selanjutnya
mariepiglotika berfungsi sebagai sfingter.
Penutupan ima glotis terjaci karena aduksi
plika vokalis. Kertilago aritenoid kiri dan kanan
mendekat karena aduksi olot-otot intrinsik.
Selain itu dengan refleks batuk, benda
asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat
dibatukkan ke Ivar, Demikian juga dengan
bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru
dapat dikeluarkan,
Fungsi respirasi dari laring ialah dengan
mengatur besar kecilnya rima glotis. Bila
mkrikoaritenoid posterior berkontraksi akan
menyebabkan prosesus vokalis kartiago aritenoid
bergerak Ke lateral, sehingga rima glotis ter-
buka (abduksi)
Dengan terjadinya perubahan tekanan
udara di dalam traktus trakeo-bronkial akan
dapat mempengaruhi sirkulasi darah dan alveolus,
sehingga mempengaruhi sirkulasi darah tubuh.
Dengan demikian laring berfungsi juga sebagai
alat pengatur sirkulasi darah.
Fungsi faring dalam membantu proses
menelan ialah dengan 3 mekanisme, yaitu
gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup
aditus laringis dan mendorong bolus makanan
turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk
ke dalam laring.
Laring juga mempunyai fungsi untuk meng-
ekpresikan emosi, seperti berteriak, mengeluh,
menangis dan lain-lain.
Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi,
dengan membuat suara serta menentukan
tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada
dialur oleh ketegangan plika vokalis. Bila plika
vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid akan
merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke
depan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat
yang betsamaan m.krkoaritenoid posterior
akan menahan atau menarik kartilago aritenoid
ke belakang, Plika vokalis kini dalam keadaan
yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya
kontraksi_ m-krikoaritenoid akan mendorong
kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika
vokalis akan mengendor, Kontraksi serta me-
ngendomya plika vokalis akan menentukan
tinggi rendahnya nada.
Penyebab disfonia
Welaupun disfonia hanya merupakan gejala,
tetapi bila prosesnya berlangsung lama (kronik)
keadaan ini dapat merupakan tanda awal dari
penyakit yang serius di daerah tenggorok,
khususnya laring.
Penyebab disfonia dapat bermacam-macam
yang prinsipnya menimpa laring dan sekitarnya.
Penyebab (etiologi) ini dapat berupa radang,
tumor (neoplasma), paralisis otot-otet laring,
kelainan laring seperti sikatriks akibat operasi,
fiksasi pada sendi krikoaritenoid dan lain-lain
‘Ada salu keadaan yang disebut sebagai disfonia
ventrikular, yaitu keadaan plika _ventrikular
yang mengambil alih fungsi fonasi dari pita
suara, misalnya sebagai akibat pemakaian
suara yang ferus menerus pada pasien dengan
Jaringitis akut. Inilah pentingnya istirahat ber-
bicara (vocal rest) pada pasion dengan taringitis
akut, disamping pemberian obat-obatan
Radang laring dapat akut atau kronik.
Radang akut biasanya disertai gejala lain
seperti demam, dedar (malaise), nyeri menelan
atau berbicara, batuk, dj samping gangguan
suara. Kadang-kadang dapat terjadi sumbatan
larng dengan gejala stridor serta cekungan di
suprasienal, epigastrium dan sela iga.
Radang kronik nonspesifik. dapat disebab-
kan oleh sinusitis kronis, bronkitis kronis atau
karena penggunaan suara yang salah dan
berlebihan (vocal abuse = penyalahgunaan
suara) seperti sering berteriak-teriak atau ber-
bicara keras. Vocal abuse juga sering terjadi
pada penggune suera profesional (professional
voice user) seperti penyanyi, aktor, dosen,
guru, penceramah, tenaga penjual (salesman),
pelatih olah raga operator telepon dan fain-lain.Radang kronik spasifik misainya tuber
kulosa dan lues, Gejalanya selain gangguan
suara, terdapat juga gejala penyakit penyebab
atau penyskit yang manyertainya.
Tumor laring dapat jinak atau ganas.
Gejala tergantung dari Iokasi tumor, misainya
tumor pada pita suara, gejala gangguan suara
akan segera timbul dan bila tumor tumbuh
menjadi besar dapat menimbulkan sumbatan
jalan napas. Tumor jinak laring sepert| papiloma
sering ditemuken pada anak dimana disfonia
merupakan gejala dini yang harus diwaspadai
Begitu pula pada tumor ganas pita suara
(karsinoma laring) sering didapatkan pada orang
lua, perokok dengan gangguan suara yang
menetap.Tumor ganas sering disertai gejala
Jain, misalnya batuk (kadang-kadang batuk
darah), berat badan menurun, keadaan umum
memburuk,
Tumor pita suara nonneoplastik dapat
berupa nodul, kista, polip atau edema sub-
mukosa (Reinke’s edema). Lesi jinak yang lain
dapat berupa sikatrik, keratosis, fisura, mixecer,
amilodosis, sarkoldosis dan lain-lain.
Paralisis otot laring dapat disebabkan oleh
gangguan persarafan, baik sentral_ maupun
perifer, dan biasanya paralisis motorik bersama
dengan paralisis sensorik. Kejadiannya dapat
unilateral atau bilateral. Lesi intrakranial biasa-
nya mempunyai gejala lain dan muncul se-
bagai kelainan neurologik selain dari gangguan
suaranya. Penyebab sentral, misalnya paraiisis
bulbar, siringomielia, tabes dorsalis, multipel
shlerosis. Penyebab perifer, misainya tumor
tiroid, struma, pasca strumektomi, trauma leher,
tumor esofagus dan mediastinum, penyakit jan-
tung dengan hipertensi pulmonal, kardiomegali,
ateletasis paru, anéurisma aorta dan arteria
subsklavia kanan.
Paralisis pita suara merupakan kelainan
otot intrinsik laring yang sering ditemukan da-
fam klinik. Dalam menilai tingkat pembukaan
rimaglotis dibedakan dalam § posisi pita suara,
yaitu posisi median, posisi para-median, posisi
intermedian, posisi abduksi ringan dan posisi
abduksi penuh. Pada posisi median kedua pita
suara terdapat di garis tengah, pada posisi para-
median pembukaan pita suara berkisar 3-5 mm
dan pada posisi intermedian 7 mm, Pada posisi
abduksi ringan pembukaan pita suara kira-kira
14 mm dan pada abduksi penuh 18-19 mm.
235,
Gambaran posisi pita suara dapat ber-macam-
macam tergantung dari otot mana yang terkena.
Saraf laring superior dan inferior bersifat motorik
dan sensorik, maka biasanya paralisis motorik
terdapat bersamaan dengan paralisis sensorik
pada laring.
Paralisis motorik otot laring dapat di-
golongkan menurut lokasi, jenis otot yang
terkena atau jumiah otot yang terkena. Peng-
golongan menurut lokasi, misalnya dikenal
paralisis unilateral atau bilateral. Menurut jenis
tot yang terkena dikenal paralisis aduktor atau
paralisis abduktor atau paralisis tensor. Se-
dangkan penggolongan menurut jumlah otot
yang terkena, paralisis sempurna atau tidak
sempurna.
Secara Klinik paralisis atot laring dikenal
unilateral midline paralysis, unilateral incom-
plete paralysis, bilateral midline paralysis,
complete paralysis, adductor paralysis bilateral
incomplete paralysis, thyroarythenoid muscle
paralysis dan cricothyroid muscle paralysis.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan disfonia meliputi diagnosis
etiologik dan terapi yang sesuai dengan etiologi
tersebut. Diagnosis ditegakan melalui ananmesis,
pemeriksaan klinik dan pemeriksaan penunjang
Anamnesis
‘Anamnesis harus lengkap dan terarah me~
liputi jenis keluhan gangguan suara, lama
keluhan, progesifitas, keluhan yang menyertai,
pekerjaan, Keluarga, kebiasaan merokok, minum
kopi atau alkohol, hobi atau aktifitas diluar
pekejraan, penyakit yang pernah atau sedang
diderita, alergi, lingkungan tempat tinggal dan
bekerja dan lain-lain,
Pemeriksean klinikt dan penunjang
Pemeriksaan klinik meliputi pemeriksaan
umum (status generalis), pemeriksaan THT
termasuk pemeriksaan laringoskopi tak lang-
sung untuk melihat laring melalui kaca laring
atau dengan menggunakan teleskop laring baik
yang kaku (rigid telescope) atau serat optik236
(fiberoptic telescope). Pengunaan teleskop ini
dapat dihubungkan dengan alat video (video-
laringoskopi) sehingga akan memberikan visuali-
sasi laring (pita suara) yang lebih jelas baik
dalam keadaan diam (statis) maupun pada
saat begerak (dinamis). Selain itu juga dapat
dilakukan dokumentasi hasil pemenksaan untuk
tindak lanjut hasil pengobatan. Visualisasi laring
dan pita suara secara dinamis akan lebih jelas
dengan menggunakan stroboskop (video-
stroboskopi) dimana gerakan pita suara dapat
diperiambat (slowmotion) sehingga dapat terlihat
getaran (vibrasi) pita suara dan gelombang
mukosanya (mucosal wave). Dengan bantuan
alat canggin ini diagnosis anatomis dan fung-
sional menjaci tebih akurat
Selain secara anatomis fungsi laring dan
pita suara juga dapat dinilal dengan meng-
analisa produk yang dihasilkanya yaitu suara.
Analisis suara dapat dilakukan secara persep-
tual yaitu dengan mendengarkan suara dan
menilai derajat (grade), kekasaran (roughness),
keterengahan (breathyness), kelemanan (asteni-
sitas) dan kekakuan (strain). Saat ini juga telah
berkembang analisis akustik dengan mengguna-
kan program komputer seperti CSL (Computerized
‘Speech Laboratory), Multyspeech, ISA (Intelegence
Speech Analysis) dan MOVP (Mully Dimensional
Voice Programe). Hasil _pemeriksaan analisis
akustk ini Derupa nila perameter-parameter
akustik dan spektrogram dari gelombang suara
yang dianalisis. Parameter akustik dan spekiro-
gram ini dapat dibandingkan antara suara
normal dan suara yang mengalami gangguan
Ajat ini juga dapat digunakan untuk menilai
tindak lanjut (follow up) hasil terapi
Terkadang diperlukan pemeriksaan laring
secara langsung (direct laringoscopy) untuk
biopsi tumor dan menetukan perluasannya
(staging) etau bila diperlukan tindakan (mani-
pulasi) bagian-bagian tertentu laring seperti
aritenoid, plika vokalis, plika ventrikulanis, dserah
komisura anterior atau subglotik. Laringoskopi
langsung dapat menggunakan teleskop atau
mikroskop (mikrolaringaskopi).
Pemeriksaan penunjang lain yang diperlu-
kan meliputi pemenksaan laboratorium, radiologi
elektromiografi (EMG), mikrobiologi dan patolog)
anatomi.
Pengabatan
Pengobatan disfonia sesuai dengan ke-
lainan atau penyakit yang menjedi etiologinya
Terapi dapat berupa medikamentosa, vocal
hygeane, terapi suara dan bicara (Voice-speeech
therapy) dan tindakan operatit. Tindakan operalif
untuk mengatasi gangguan suara atau disfonia
disebut voice surgery.
Daftar pustaka
4 Wigginton V, Gerdin M, Lassman FM. Speech and
language disorders. In: Fundamentals of otolaryngology,
@" Ed. Saunders, Philadelphia, London, Toronto,
Montreal, Sydney, Tokyo 1989: p 412.26
2. Mmnifie FD, Moore GP, Hicks DM. Disorders of
voice, speech and language. in. Otorhinolaryngology
head and neck surgery Ballenger JJ, Snow JB
Eds. Fifteenth Edition Baltimore, Philadelpha,
Hongkong, Lendon, Munich, Sidney, Tokyo. Lea &
Febiger 1996: p.428-65
3. Koufman JA. Isaacson G, Voice Disorder Otolaryncol
Gin of North Am, 24 5 Oktober 199123T
KELAINAN LARING
Bambang Hermani, Hartono Abdurrachman dan Arie Cahyono
Kelainan laring dapat berupa kelainan
kongenital, peradangan, tumor lesi jinak serta
kelumpuhan pita suara.
4. KELAINAN KONGENITAL
Kelainan ini dapat berupa laringomalasi,
stenosis subglotik, selaput di laring, Kista ko-
ngenital, hemangioma dan fistel laringotrakea-
esofagus.
Pada bayi dengan kelainan kongenital
lating dapat menyebabkan gejala sumbatan
jalan napas, suara tangis melemah sampai
tidak ada sama sekali, serta kadang-kadang
terdapat juga disfagia.
LARINGOMALASI
Kelainan ini paling sering diterukan.
Pada stadium awal diterukan epiglotis lemah,
schingga pada waktu inspirasi epiglotis tertarik
ke bawah dan menutup rima glolis. Dengan
demikian bila pasien bernapas, napasnya
berounyi (stridor). Stridor ini merupakan gejala
awal, dapat menetap dan mungkin pula hilang
timbul, ini disebabkan lemahnya rangka laring.
Tanda sumbatan jalan napas dapat ter-
linat dengan adanya cekungan (retraksi) di
daerah suprasternal, epigastrium, interkostal,
dan supraklavikular.
Bila sumbatan laring makin hebat, sebaik-
nya dilakukan intubasi endotrakea. Jangan
dilakukan trakeostomi, sebab seringkali laringo-
malasi disertal dengan trakeomalasi.
Orang tua pasien dinasihatkan supaya
lekas datang ke dokter bila terdapat peradang-
an di saluran napas bagian atas, seperti pilek
dan lain-lain.
STENOSIS SUBGLOTIK
Pada daerah subglotik, 2-3 cm dari pita
suara, sering terdapat penyempitan (stenosis),
Kelainan yang dapat menyebabkan stenosis
subglotis ialah: 1. penebalan jaringan sub-
mukosa dengan hiperplasia kelenjar_mukus
dan fibrosis. 2. kelainan bentuk tulang rawan
krikoid dengan lumen yang lebih kecil, 3. ben-
tuk tulang rawan krikoid normal dengan ukuran
lebih kecil, 4. pergeseran cincin trakea pertama
ke arah atas belakang ke dalam lumen krikoid.
Gejala stenosis subglotik ialah stridor,
dispnea, retraksi di suprasternal, epigastrium,
interkostal serta subklavikula. Pada stadium
yang lebih berat akan ditemukan sianosis dan
apnea, sebagai akibat sumbatan jalan napas,
sehingga mungkin juga terjadi gagal porna-
pasan (respiratory distress).
Terapi stenosis subglotis tergantung pada
kelainan yang menyebabkannya. Pada umum-
nya lerapi stenosis subglotis yang disebabkan
oleh kelainan submukosa ialah dilatasi atau
dengan laser CO,. Stenosis subglotik yang
disebabkan oleh kelainan bentuk tulang rawan
krikoid dilakukan terapi pembedahan dengan
melakukan rekonstruksi
‘SELAPUT DI LARING (LARYNGEAL WEB)
Suatu selaput yang transparan (web)
dapat tumbuh di daerah glotis, supraglotik atau
subglotik. Selaput ini terbanyak tumbuh ci
daerah glolis (75 %), subglotik (13 %) dan di
supraglotik sebanyak 12 %.
Terdapat gejala sumbatan lating, dan
untuk terapinya dilakukan bedah mikro laring
untuk membuang selaput itu dengan memakai
laringoskop suspensi,
KISTA KONGENITAL
Kista sering tumbuh di pangkal lidah atau
di plika ventrikularis. Untuk penanggulangan-
nya ialah dengan mengangkat kista itu dengan
bedah mikro laring238
HEMANGIOMA
Hemangioma biasanya timbul di daerah
subglotik. Sering pula disertai dengan hema-
ngioma di tempat lain, seperti di leher. Gejala-
nya lalah terdapat hemoptisis, dan bila tumor
itu besar, terdapat juga gejala sumbatan laring,
Terapinya ialah dengan bedah laser, kortiko-
steroid atau dengan obat-obat skleroting.
FISTEL LARINGOTRAKEA-ESOFAGAL,
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pe-
nutupan dinding posterior karlilago krikoid. Ter-
dapat gejala pneumonia, oleh karena aspirasi
cairan dari esofagus, dan kadang-kadang_ ter-
dapat juga gejala sumbatan laring.
2. PERADANGAN LARING
Dapat berupa laringitis akut atau laringitis
kronis.
LARINGITIS AKUT
Radang akut laring, pada umumnya me-
rupakan kelanjutan dari rinofaringitis (common
cold), Pada anak laringitis akut ini dapat
menimbulkan sumbatan jalan napas, sedang-
kan pada orang dewasa tidak secepat pada
anak.
Etiologi
Sebagai penyebab radang ini ialah bak-
teri, yang menyebabkan radang lokal atau virus
yang menyebabkan peradangan sistemik.
Gejala dan tanda
Pada laringitis akut terdapat gejala radang
umum, seperti demam, dedar (malaise), serta
gejala lokal, seperti suara parau sampai tidak
bersuara sama sekali (afoni), nyeri ketika me-
nolan atau berbicara, serta gojala sumbatan
laring. Selain itu. terdapat batuk kering dan
lama kelamaan disertai dengan dahak kental.
Pada pemeriksaan tampak mukosa laring
hiperemis, membengkak, terutama di atas dan
bawah pita suara. Biasanya terdapat juga tanda
radang akut di hidung atau sinus paranasal
atau paru
Terapi
Istirahat berbicara dan bersuara selama
2-3 hari. Menghirup udara lembab. Menghin-
dari iritasi pada faring dan laring, misainya me-
rokok, makanan pedas atau minum es.
Antibiotika diberikan apabila peradangan
berasal dari paru.Bila terdapat sumbatan laring,
dilakukan pemasangana pipa endotrakea, atau
trakeostomi.
LARINGITIS KRONIS
Sering merupakan radang kronis laring
disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi
septum yang berat, polip hidung atau bronkitis
kronis. Mungkin juga disebabkan oleh penya-
lahgunaan suara (vocal abuse) seperti ber-
teriak-teriak atau biasa berbicara keras.
Pada peradangan ini seluruh mukosa
laring hiperemis dan menebal, dan kadang-
kadang pada pemeriksaan patologik terdapat
metaplasi skuamosa
Gejalanya ialah suara parau yang me-
netap, rasa tersangkut di tenggorok, sehingga
pasien sering mendehem tanpa mengeluarkan
sekret, karena mukosa yang menebal.
Pada pemeriksaan tampak mukosa me-
nebal, permukaannya tidak rata dan hiperemis.
Bila terdapat daerah yang dicurigai menyerupai
tumor, maka perlu dilakukan biopsi
Terapi yang terpenting ialah mengobati
peradangan di hidung, faring serta bronkus
yang mungkin menjadi penyebab leringitis kronis
itu. Pasien diminta untuk tidak banyak ber-
bicara (vocal rest)
LARINGITIS KRONIS SPESIFIK
Yang termasuk dalam laringitis kronis
spesifik iaiah : laringitis tuberkulosis dan laringitis
leutika,LARINGITIS TUBERKULOSIS
Penyakit ini hampir selalu sebagai akibat
tuberkulosis paru. Sering kali setelah diberi
pengobatan, tuberkulosis parunya sembuh
tetapi laringitis tuberkulosisnya menetap. Hal
ini terjadi Karena struktur mukosa laring yang
sangat lekat pada kartilago seria vaskularisasi
yang tidak sebaik paru, sehingga bila infeksi
sudah mengenaikartilago, pengobatannya
lebih lama,
Patogenesis
Infeksi kuman ke laring dapat terjadi me-
lalui udara pernapasan, sputum yang mengan-
dung kuman, atau penyabaran melalui aliran
darah atau limta,
Tuberkilosis dapat menimbulkan gang-
quan sirkulasi. Edema dapat timbul di fosa
interaritenoid, kemudian ke aritenoid, plika
vokalis, plika ventrikularis, epiglotis, serta
terakhir ialah dengan subglotik
Gambaran klinis
Secara klinis, laringitis tuberkulosis terdiri
dari 4 stadium, yaitu :
1, stadium infiltrasi
2. stadium ulserasi
3, stadium perikondritis
4. stadium pembentukan tumor
1. Stadium infiltrasi
Yang pertama-tama mengalami_pem-
bengkakan dan hiperemis ialah mukosa laring
bagian posterior. Kadang-kadang pita suara
terkena juga. Pada stadium ini mukosa laring
berwarna pucat.
Kemudian di daerah submukosa terben-
tuk tuberkel, sehingga mukosa tidak rata,
tampak bintik-binti yang berwarna kebiruan.
Tuberkel itu makin membesar, serta beberapa
tuberkel yang berdekatan bersatu, sehingga
mukosa di alasnya meregang. Pada suatu
saat, Karena sangat meregang, maka akan
pecah dan timbul ulkus.
239
2. Stadium ulserasi
Ulkus yang timbul pada akhir stadium
infiltrasi membesar. Ulkus ini dangkal, dasar-
nya ditutupi oleh perkijuan, serta sangat
dirasakan nyeri oleh pasien.
3. Stadium perikondritis
Ulkus makin dalam, sehingga mengenai
karlilago laring, dan yang paling sering terkena
ialah kartilago aritenoid dan epiglotis. Dengan
demikian terjadi kerusakan tulang rawan, se-
hingga terbentuk nanah yang berbau, proses
ini akan melanjut, dan terbentuk sekuester
(squester). Pada stadium ini keadaan umum
pasien sangat buruk dan dapat meninggal
dunia. Bila pasien dapat bertahan maka proses
penyakit berlanjut dan masuk dalam stadium
terakhir yaitu stadium fibrotuberkulosis,
4. Stadium fibrotuberkulosis
Pada stadium ini terbentuk fibrotuber-
kulosis pada dinding posterior, pita suara dan
subglotik.
Gejala Klinis
Tergantung pada stadiumnya, disamping
itu terdapat gejala sebagai berikut :
~ rasa kering, panas dan tertekan di daerah
laring,
+ suara parau berlangsung berminggu-ming-
gu, sedangkan pada stadium lanjut dapat
timbul afoni.
- hemoptisis.
= nyeri waktu menelan yang lebih hebat bila
dibandingkan dengan nyeri karena radang
lainnya, merupakan tanda yang khas.
~ keadaan umum buruk.
= pada pemeriksaan paru (secara klinis dan
radiologik) terdapat proses aktif (biasanya
pada stadium eksudatif atau pada pemben-
tukan kaverne)
Diagnosis banding
1. laringitis luetika
2, karsinoma laring240
Laringomalasi
Laringitis akut
Paresis pita suara kiri
Nodul pita suara (vokal nodul)
Papitoma laring
Karsinoma laring3. aktinomikosis laring
4. lupus vulgaris laring
Diagnosis
Berdasarkan :
1, anamnesis
2. gejala dan pemeriksaan klinis
3. laboratorium
4. foto Rontgen toraks
5. Laringoskopi langsung/tak langsung
6, pemeriksaan patologi-anatorik
Terapi
~ Obat antituberkulosis primer dan sekunder
~ Istirahat suara
Prognosis
Tergantung pada keadaan sosial ekonomi
pasien, kebiasaan hidup sehat serta ketekunan
berobat. Bila diagnosis dapat ditegakkan pada
stadium dini maka prognosisnya baik.
LARINGITIS LUETIKA,
Radang menahun ini jarang ditemukan,
Soperti telah diuraikan dalam |imu Penyakit
Kulit dan Kelamin, terdapat 4 stadium lues.
Dalam hubungan penyakit di laring yang
perlu dibicarakan ialah Iues stadium tertier (ke
tiga) yaitu pada stadium pembentukan guma.
Bentuk ini kadang-kadang menyerupai ke-
ganasan laring.
Gambaran klinik
Apabila guma pecah, maka timbul ulkus.
Ulkus ini mempunyai sifat yang khas, yaitu sa-
ngat dalam, bertepi dengan dasar yang keras,
berwama merah tua sera mengeluarkan eksudat
yang berwarna kekuningan. Ulkus ini tidak me-
nyebabken nyeri dan menjalar sangat cepat,
sehingga bila tidak terbentuk proses ini akan
menjadi perikondritis..
Gejala
Suara parau dan batuk kronis. Distagia
timbul bila guma terdapat dekat introitus eso-
fagus. Diagnosis ditegakkan selain dari peme-
241
iksaan laringoskopik juga dengan pemeriksa-
an serologik.
Komplikasi
Bila terjadi penyembuhan spontan dapat
terjadi stenosis laring, karena terbentuk ja-
ringan parut
Terapi
- Penisilin dengan dosis tinggi
- Pengangkatan sekuester
- Bila terdapat sumbatan laring karena ste-
nosis, dilakukan trakeostomi
3. LESI JINAK LARING
NODUL PITA SUARA (VOCAL NODULE)
Kelainan ini biasanya disebabkan oleh pe-
nyalahgunaan suara dalam waktu lama, seperti
pada seorang guru, penyanyi dan sebagainya.
Kelainan ini juga disebut “singer’s node”.
Terdapat suara parau, kadang-kadang
disertai dengan batuk, Pada pemeriksaan ter-
dapat nodul di pita suara sebesar kacang hijau
atau lebih kecil, berwarna keputihan. Predileksi
Nodul terletak di sepertiga anterior pita suara
dan sepertiga medial. Nodul biasanya bilateral
banyak diumpai pada wanita dewasa muda,
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan
laring tak langsung/langsung.
Nodul tersebut terjadi akibat trauma pada
mukosa pita suara Karena pemakaian suara
berlebihan dan dipaksakan
Untuk penanggulangan awal adalah istirahat
bicara dan terapi suara (Voice Therapy). Tin-
dakan bedah mikro laring dilakukan apabila ada
kecurigaan keganasan, atau lesi fibrotik. Nodul
kemudian diperiksa patologi anatomik. Gam-
baran patologiknya ialah epitel gapeng berlapis
yang mengalami proliferasi dan di sekitamya
terdapat jaringan yang mengalami kongesti
POLIP PITA SUARA
Polip pita suara biasanya bertangkai. Lesi
bias terietak di sepertiga anterior, sepertiga tengah242
bahkan seluruh pita suara. Lesi biasanya uni-
lateral, dapat terjadi pada segala usia umum-
nya orang dewasa. Gejalanya sama seperti
pada nodul yaitu suara parau
Terdapat 2 jenis polip yaitu mukoid dan
angiomatosa, Polip terjadi akibat proses pe-
radangan menahun dan lapisan subepitel. Faktor
merokok dan penggunaan suara berlebihan
diduga turut berperan, Polip mukoid berwarna
keabu-abuan dan jemih sedangkan polip angio-
matosa berwarna merah tua karena perbedaan
tingkat vaskularisasinya,
Penatalaksanaan standar adalah tindakan
bedah mikro laring dan pemeriksaan patologi
anatomi
KISTA PITA SUARA
Kista pita suara pada umumnya termasuk
kista retensi kelenjar liur minor faring, terbentuk
akibat tersumbatnya kelenjar tersebut. Faktor
initasi kronis, refluks gastroesofageal dan inteksi
diduga berperan sebagai faktor predisposisi
Kista terletak ai dalam lamina propria super-
fisialis, menempel pada membrane basal epitel
atau ligamentum vokalis. Ukurannya biasanya
tidak besar sehingga jareng menyebabkan
sumbatan jalan napas atas. Gejala utama ada-
lah suare parau. Pengobatannya dengan tin-
dakan bedah mikro laring.
4, KELUMPUHAN PITA SUARA
Kelumpuhan pita suara adalah tergang-
gunya pergerakan pita suara karena disfungsi
saraf ke otot-ctot laring, Hal ini merupakan
gejala suatu penyakit dan bukan diagnosis,
Kelumpuhan ini dapat kongenital dan didapat.
Pada kelumpuhan pita suara kongenital
(pada bayi) gejala tersering adalah stridor.
Kelainan ini tidak selalu disertai_kelainan
bawaan lainnya. Akan tetapi hidrosefalus
ering dikaitkan dengan keadaan ini, Penyebab
pasti kelumpuhan pita suara kongenital belum
diketahul secara pasti diduga kelainan pada
batang otak atau trauma kepala pada proses
kelahiran
Kelumpuhan pita suara didapat bisa disebab-
kan oleh keganasan pada peru, esophagus
atau tiroid. Penyebab Iain adalah tindakan
pembedahan tiroid, Trauma leher atau kepala
juga dapat menjadi penyebab kelainan ini
Selain itu aneurisma arkus aorta, pembesaran
jantung kiri dan dilatasi arteri pulmonalis dapat
menjadi penyebab. Tuberkulosis paru bisa
menjadi penyebab kelumpuhan pita suara
karena keterlibatan kelenjar atau jaringan parut
di mediastinum. Kelainan di sentral seperti
penyakit serebrovaskuler dapat menyebabkan
kelumpuhan pita suara Pada banyak kasus
penyebab tidak diketahui (idiopatik).
Gejala kelumpuhan pita suara didapat ada-
lah suara parau, stridor atau bahkan disertai
kesulitan_menelan tergantung pada penye-
babnya. Pemeriksaan laringoskopi diperlukan
untuk menentukan pita suara sisi mana yang
lumpuh serta gerakan aduksi dan abduksinya
Selain itu pemenksaan laryngeal electromyography
(LEMG) untuk mengukur arus listrik pada otot
laring. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,
tomografi komputer atau MRI ilakukan ter-
gantung pada dugaan penyebabnya
Pengobatan pada kelumpuhan pita suara
adalah terapi suara (voice therapy) dan bedsh
pita suara (phonosurgery), Pada umumnya
terapi suara dilakukan terlebih dahulu. Setelah
terapi suara, tindakan bedah pita suara dapat
dilskukan tergantung pada berainya gejala,
kebuluhan suara pada pasien, posisi kelum-
puhan pita suara dan penyebab kelumpuhan
tersebut
Daftar pustaka
4. Koufman JA, Bellafsky PC, Infectious and inflammmatery
diseases of the larynx. in. Snow JB jr, Ballenger JJ
eds Ballenger’s Otothinolaryngology Head and
Neck Surgery 16" ed, BC Decker inc 2003
1185-217,
2 Ludlow CL, Mann EA. Neurogenic and functional
disorders of the laryax. In: Snow JB jr. Ballenger JJ
eds. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and
Neck Surgery 18" ed. BC Decker nc 2003p 1218-63
3. Lusk RP. Congenital anomalies of the larynx, In:
Snow JB jt, Ballenger JJ eds, Ballenger's
Otorhinolaryngology Heed.and Neck Surgery 16"
ed. BC Decker inc 2003: p 1048-72