You are on page 1of 11

JOURNAL READING

Prediction of Functional Outcome in Patients With Primary


Intracerebral Hemorrhage - The FUNC Score

Disusun oleh :
Rikano Lutasema
30101307062

Pembimbing Akademik :
dr. Hj.ken wirastuti,M Kes, Sp.S (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
PERIODE 19 JUNI – 22 JULI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNISSULA SEMARANG

1
PERKIRAAN HASIL FUNGSIONAL PADA PASIEN DENGAN
PERDARAHAN INTRA SEREBRAL PRIMER : FUNC SKOR
Natalia S. Rost, MD; Eric E. Smith, MD, MPH; Yuchiao Chang, PhD; Ryan W. Snider, AB;
Rishi Chanderraj, BS; Kristin Schwab, BA; Emily FitzMaurice, AB; Lauren Wendell, MS;
Joshua N. Goldstein, MD, PhD; Steven M. Greenberg, MD, PhD; Jonathan Rosand, MD,
MSc

Received December 11, 2007; accepted January 22, 2008.


From Vascular and Critical Care Neurology (N.S.R., E.E.S., S.M.G., J.R.), the Hemorrhagic
Stroke Research Program (N.S.R., E.E.S., R.W.S., R.C., K.S., E.F., L.W., S.M.G., J.R.), the
Center for Human Genetic Research (N.S.R., R.C., J.R.), the Department of Medicine (Y.C.),
and the Department of Emergency Medicine (J.N.G.), Massachusetts General Hospital,
Boston, Mass. Correspondence to Natalia S. Rost, MD, Massachusetts General Hospital, J.
Philip Kistler Stroke Research Center, 175 Cambridge Street, Suite 300, Boston, MA 02114.
E-mail nrost@partners.org © 2008 American Heart Association, Inc.

Stroke is available at http://stroke.ahajournals.org


DOI: 10.1161/STROKEAHA.107.512202

Latar belakang dan Tujuan – Perdarahan Intra Serebral (PIS) merupakan subtipe stroke yang
paling fatal dan menimbulkan kelumpuhan. Berbagai metode telah banyak digunakan untuk
memprediksi kematian yang secara dasarnya memiliki keterbatasan yakni tidak
memperhitungkan pengaruh penarikan terhadap perawatan dan tidak didesain untuk
memprediksi penyembuhan secara fungsional. Kami mengembangkan scoring klinis cepat
untuk memprediksi timbulnya penyembuhan fungsional.
Metode – Kami secara prospektif menandai sebanyak 629 pasien secara berturut-turut dengan
PIS di Rumah Sakit. Prediktor fungsional yang dinilai (Glasgow Coma Score ≥ 4) pada 90 hari
perawatan digunakan untuk mengembangkan resiko regresi berbasis logistik dengan skala
bertingkat dalam subset dua per tiga dan divalidasi pada sepertiga sisanya secara kohort.
Hasil – Pada 90 hari, sebanyak 162 (26%) pasien telah mengalami sadar penuh. Usia, Glasgow
Coma Score, lokasi PIS, volume (semua p < 0,0001) dan gangguan kognitif sebelum timbul
PIS (p = 0,005) secara independen berkaitan dengan Glasgow Coma Score ≥ 4. FUNC skor
dikembangkan dari penjumlahan poin individu (0-11) berdasarkan kekuatan kekuatan asosiasi
dengan hasil. Pada kedua perkembangan dan validasi kohort, proporsi pasien yang memiliki
Glasgow Coma Score ≥4 terus meningkat seiring dengan FUNC skor. Tidak terdapat pasien
dengan FUNC skor ≤ 4 yang mengalami kesadaran penuh, sedangkan >80% dengan skor 11
dilakukan. Ketepatan prediksi FUNC skor tetap tidak berubah meskipun dibatasi hanya pada
pasien PIS yang dapat selamat saja, konsisten terhadap tidak adanya faktor perancu dengan
penarikan awal perawatan.
Kesimpulan – FUNC skor merupakan alat penilaian klinis yang valid yang mengidentifikasi
pasien dengan PIS yang akan mencapai penyembuhan dan yang digunakan sebagai pedoman
klinis dalam menentukan keputusan dan seleksi pasien untuk uji klinis (Stroke, 2008; 39; 2304-
2309)
Kata Kunci : Perdarahan Intra Serebral, Hasil, Model, Statistik

2
Perdarahan Intra Serebral (PIS) merupakan bentuk stroke yang paling parah dan sulit
diobati yang menyebabkan kecacatan parah pada penderitanya. Oleh karena PIS disadari dapat
berkembang menjadi fatal, penarikan terhadap pelayanan sering terjadi di awal mendapatkan
penanganan di RS, sebuah situasi yang dapat menghilangkan momen “bertempur dengan
kesempatan” pada individu yang sebenarnya memiliki prognosis yang tidak terlalu buruk pada
penilaian awal.
Prediksi akurat mengenai dampak PIS di IGD sangat penting untuk keluarga yang
dihadapkan pada kebutuhan pasien akan pelayanan intensif invasive, yang seringkali
membutuhkan transfer ke rumah sakit lain, untuk dokter mengambil keputusan bijaksana
mengenai alokasi sumber daya yang jarang dan mungkin dapat digunakan sebagai panduan
untuk melakukan desain uji klinis. Pada dasarnya, hal ini merupakan identifikasi pasien yang
mungkin dapat pulih secara mandiri dibandingkan hanya dapat bertahan hidup, yang dapat
mengatasi kekhawatiran yang paling mendesak dari keluarga dan tim medis yang terkait
dengan perawatan.
Alat yang tersedia untuk memprediksi mortalitas PIS telah divalidasi secara eksternal
dan telah diterima secara luas dalam penggunaan klinis. Namun demikian, terdapat
keterbatasan yang penting pada penggunaannya karena penggunaannya dapat (1) sangat
dipengaruhi oleh profesi yang mengisikan data dari penarikan perawatan yang dapat menjadi
penyebab utama kematian pada PIS, karena semua penilaian diuji dan divalidasi pada
penelitian dengan desain cohort dimana penarikan terhadap perawatan sering terjadi dan (2)
hasil yang tidak informative untuk keluarga dimana merupakan pihak yang paling berhubungan
dengan pasien terkait dengan peluang pulih secara fungsional, haruskah pasien bertahan hidup
bukan hanya sebatas dapat bertahan hidup.
Saat ini telah tersedia sebuah alat yang telah didesain secara spesifik untuk menilai
pemulihan secara fungsional pada pasien PIS yang memiliki kegunaan yang terbatas karena
mereka benar-benar mengembangkan kelompok pasien yang diseleksi secara ketat atau
mengeksklusi faktor perancu yang secara klinis berdampak pada kondisi PIS.
Kami berusaha mengembangkan sebuah penilaian klinis yang dinilai pada saat pasien
masuk yang bertujuan untuk dapat memprediksi kemungkinan pemulihan fungsional pasien
secara mandiri yang harus diraih saat mereka dapat bertahan hidup pasca PIS.

SUBJEK & METODE


Kami menganalisis data yang telah dikumpulkan secara retrospektif sebagai salah satu
bagian dari proses penelitian cohort prospektif longitudinal yang dilakukan di senter tunggal
mengenai PIS primer. Pasien dengan PIS dengan dasar diagnosis pada CT Scan data dapat
digunakan pada status fungsional pada 90 hari baru dapat digunakan. Pada senter kami, semua
pasien dengan PIS diperiksa CT Scan, sebaiknya juga dilakukan pemeriksaan radiologis
tambahan seperti angiografi, CT angiografi dan MRI. Berdasarkan pada hasil pemeriksaan
radiologis ini, kemudian dijadikan data dasar klinis, pasien dengan PIS oleh karena penyebab
sekunder, sebagai contoh pada kasus malformasi vaskuler, CNS tumor, curiga trauma atau
iskemik stroke, vaskulitis, dan gangguan koagulasi (Rasio normal internasional > 3,0) atau
diskrasia darah di eksklusi.
Subjek penelitian diidentifikasi dengan melakukan skrining terhadap data administrasi
rumah sakit. Pasien dengan PIS, atau keluarga dekatnya, dilakukan pendekatan secara personal
agar mau dijadikan sampel pada penelitian ini selama masa rawat inap di RS dan persetujuan
informed consent juga dimintakan untuk mengikuti penelitian longitudinal ini. Pada pasien
yang tidak didapatkan persetujuannya, informasi mengenai rekam medis disimpan dalam
database pendaftaran. Seluruh tahapan penelitian telah disetujui oleh Institusi Pengamat Lokal.
Informasi mengenai demografi, riwayat medis, dan riwayat pengobatan berupa obat
yang dipakai dan dosisnya dikumpulkan melalui wawancara yang dilakukan pada subjek yang

3
menyetujui penelitian tersebut dengan studi personal atau ditunjang melalui pengamatan pada
rekam medis, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Seluruh hasil pemeriksaan CT
Scan diunduh secara langsung melalui tempat kerja dan disimpan dalam format DICOM
dimana kemudian akan dilihat ulang investigator penelitian yang dilakukan blinded terhadap
data klinis. Volume PIS dihitung sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Dipertimbangkan
sebagai PIS apabila ditemukan struktur berwarna abu-abu gelap pada permukaan hemisfer
otak. Perdarahan berawal dari thalamus dan ganglia basalis yang posisinya lebih dalam
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Variabel klinis termasuk diantaranya hipertensi, diabetes dan penyakit jantung koroner
didefinisikan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Glasgow Coma Scale (GCS) pertama
kali datang ke IGD RS Massachusetts dicatat. Kelemahan kognitif pre PIS didefinisikan
sebagai riwayat penurunan kognitif yang didasarkan pada wawancara terhadap keluarga pasien
dan pengamatan tambahan pada rekam medis oleh Informant Questionnaire on Cognitive
Decline in the Elderly (IQCODE) yang menunjukkan adanya penurunan kognitif yang
dilakukan tidak lebih dari 10 tahun terakhir.
Melalui wawancara via telepon, Glasgow Coma Scale ditentukan pada hari ke-90.
Kemandirian fungsional didefinisikan sebagai Glasgow Outcome Scale ≥4.
Seluruh variabel (umur, GCS, jenis kelamin, hipertensi, diabetes, penyakit jantung
koroner, penggunaan warfarin, perdarahan intra ventrikuler (PIV), volume PIS, lokasi PIS dan
penurunan kognitif pre PIS) digolongkan dan dibandingkan menggunakan x2 test. Tingkat
signifikansi diatur 2 sisi p<0,05 untuk seluruh analisis statistik. Variabel-variabel tersebut
diketahui dapat memprediksi hasil dari PIS (umur, GCS, PIV, volume PIS, lokasi PIS) dan atau
yang mencapai p<0,2 pada analisis univariat dipertimbangkan pada analisis multivariate.
Sebuah skala resiko bertingkat dikembangkan menggunakan analisis regresi logistik
dalam alokasi 2/3 random secara kohort (model perkembangan) dan divalidasi pada sisa 1/3
(model validasi) dari pasien. Kebaikan yang layak pada model predictor diukur menggunakan
c-statistik (area dibawah kurva karakteristik penerima) dan dilaporkan pada kedua bagian.
Angka yang mendekati parameter didapatkan dari model regresi logistic multiple yang
digunakan dalam menghitung skor poin untuk FUNC skor. Analisis statistic dilakukan
menggunakan SAS versi 9.1.3. (SAS Institut, Cary, NC).

Hasil
Karakteristik Pasien dan Model Perkembangan
Terdapat 795 pasien dengan gejala yang menunjukkan kearah PIS antara 1 Januari 1998
hingga 31 Agustus 2005. Data dasar CT Scan tidak dilakukan atau hilang pada 46 dari 795
(6%) pasien dan data lain yang meliputi demografi atau riwayat medis hilang pada 19 dari 795
(3%) pasien, menyisakan 730 subjek dengan informasi dasar yang lengkap. Selanjutnya status
hasil pada hari ke-90 didapatkan pada 629 dari 730 (86%) pasien. Subjek tanpa informasi
follow up memiliki karakteristik dasar yang mirip dengan subjek dengan informasi follow up,
kecuali untuk kecenderungan yang rendah pada lokasi lobus PIS (p=0,02). Terdapat 223 dari
629 (53%) pasien yang secara emergensi ditransfer dari IGD RSU lain ke IGD RS
Massachusetts , dimana sisanya 195 dari 629 (47%) pasien datang langsung ke IGD
(nontransfer).
Terdapat 345 dari 629 (55%) pasien yang bertahan hingga hari ke-90 dan terdapat 162
dari 345 (47%) pasien yang mengalami pemulihan secara fungsional. Pada model
perkembangan, 2/3 dari total cohort (N = 418 dari 629) dipilih secara acak bertingkat pada
GCS, menyisakan 1/3 (N = 211 dari 629) subjek untuk validasi (Tabel 1.).

4
Pada model stadium perkembangan, umur, GCS saat masuk RS, volume PIS, ada
tidaknya PIV, penggunaan warfarin, dan riwayat penurunan kognitif pre PIS berhubungan
secara signifikan terhadap pemulihan fungsional (semua dengan p<0,01) pada analisis
univariat. Lokasi PIS; diketahui sebagai predictor klinis dari hasil PIS, juga sebagai faktor yang
berpengaruh pada analisis multivariate dengan nilai kemungkinan borderline (p=0,19).
Setelah dilakukan analisis regresi logistic multivariate, variabel klinis pada saat masuk
yang berhubungan secara klinis dengan fungsi pemulihan adalah umur, GCS, volume PIS,
lokasi PIS dan kemunduran kognitif pre PIS (Tabel 2.), namun tidak pada penggunaan warfarin
(OR 1.0; 95% CI, 0,5-2,0) atau PIV (OR, 0,8; 95% CI, 0,4-1,4). Hasil c-statistik untuk model
ini 0,88. Model ini juga diuji pada bagian validasi (N=211) dan menunjukkan hasil c-statistik
0,82.

FUNC Skor
FUNC skor, merupakan sebuah skala fungsional yang digunakan untuk menilai resiko
hasil secara bertingkat, dikembangkan melalui analisis regresi logistic dari model
perkembangan (N=418). Berdasarkan kekuatan hubungan dengan hasil, variabel predictor
independen berkembang menjadi FUNC skor apabila dijumlahkan (Tabel 3.). Skor terdiri atas
0-11 dengan skor 11 menunjukkan kemungkinan pemulihan fungsional yang baik. Skor GCS

5
(≤8 dan ≥9) dan volume PIS (<30 cm3, 30 – 60 cm3, dan >60 cm3) dibagi kedalam kategori
yang paling bermakna secara klinis untuk memfasilitasi kemanfaatan skor. Kategori lokasi PIS
mendapatkan poin berdasarkan pada hasil kekuatan hubungan. Berdasarkan distribusi umur
pada kohort, kategori usia <70, 70 – 79, dan ≥80 tahun dinilai berdasar tingkat poin.
Pada model tahap perkembangan, >85% (12 dari 14) pasien dengan FUNC skor 11
mencapai pemulihan fungsional pada 90 hari. Sebaliknya, hanya 2 dari 48 (4%) dengan skor
pemulihan 5 mengalami pemulihan. Pada faktanya, tidak ada pasien dengan FUNC skor ≤4
yang mengalami pemulihan fungsional (n = 0 dari 93). Hal yang mirip juga didapatkan jika
FUNC skor diaplikasikan pada tahap validasi, dimana pasien tidak memiliki kesempatan untuk
pulih secara fungsional pada hari ke-90 jika skor ≤4 dan sebaliknya setidaknya 75%
kesempatan pulih jika FUNC skor 11 (Tabel 4.).

Untuk mengeliminasi potensi bias yang dijelaskan pada di awal yakni penarikan pasien
terhadap perawatan pada pasien dengan PIS, kami mengaplikasikan FUNC skor pada 345 dari
629 (55%) pasien yang bertahan hidup hingga hari ke-90. Pada studi kohort yang dilakukan
pada pasien yang bertahan ini, FUNC skor memprediksi pemulihan fungsional pada hari ke-90
dengan reliabilitas yang hampir sama. Dari 19 pasien, yang bertahan hidup setelah PIS dan
memiliki FUNC skor 11 sebanyak 18 (95%) pasien dengan GCS ≥4, dan tidak ada pasien yang
memiliki FUNC skor ≤4.
FUNC skor memprediksi pemulihan secara fungsional sama baiknya pada kelommpok
pasien transfer dari IGD RS lain (c-statistik 0,88). Tidak ada pasien baik dari kelompok transfer
ataupun nontransfer yang mengalami pemulihan secara fungsional dengan FUNC skor ≤4,
dimana proporsi pasien yang mengalami pemulihan fungsional tidak dibedakan per kategori
FUNC skor. Terlebih lagi, kemampuan FUNC skor untuk memprediksi pemulihan fungsional
pada hari ke-90 tetap tidak berubah meskipun pasien menjalani intervensi operasi pada masa
rawat inap (c-statistic 0,87).
Untuk memaksimalkan manfaat klinis dari FUNC skor, kami mengelompokkan nilai
FUNC skor untuk mendefinisikan kategori prediksi hasil makna klinis pada pasien yang

6
mengalami pemulihan secara fungsional pada hari ke-90 sebagai berikut : 0-4 = 0%; 5-7 = 1-
20%; 8 = 21-60%; 9-10 = 61-80%; 11 = 81-100%. Kategori ini tidak disatukan dengan alat
prediksi hasil klinis. (http://www.massgeneral.org/stopstroke/ funcCalculator.aspx), yang
didesain untuk memfasilitasi penanganan pasien PIS dengan (1) mengisi FUNC skor saat
masuk RS, (2) prognosis awal dari hasil fungsional berdasarkan data (persentasi pemulihan
fungsional pada hari ke-90) dari penelitian kohort sebaik pasien yang bertahan hidup pada PIS
(Gambar)

Diskusi
Kami mengembangkan dan memvalidasi sebuah skala akut klinis, FUNC skor untuk
mengidentifikasi saat pasien masuk RS dengan PIS primer yang dapat pulih secara fungsional.
Alat ini simpel dan mudah digunakan dari evaluasi pasien dan CT Scan untuk melengkapinya.
FUNC skor juga sama efektifnya untuk mengidentifikasi pasien yang mengalami pemulihan
secara fungsional pada hari ke-90 diantara penelitian cohort sebaik diantara pasien yang dapat
bertahan hidup dari PIS saja, menunjukkan bahwa ketepatan prediksi secara substansi tidak
berdampak pada penarikan perawatan.
Dikembangkan dan divalidasi pada pasien PIS secara kohort konsekutif non selektif,
FUNC skor dapat dibandingkan dan digeneralisasi secara luas, sebagai contoh dengan skor
prediksi yang dipublikasi sebelumnya, dimana mereka mengembangkan secara kohort pada
pasien PIS yang mengeksklusi kondisi koma dan dilakukan intubasi. Kontribusi dari FUNC
skor adalah dapat digunakan dengan mudah dan rutin di tempat praktek klinis, termasuk saat
masuk RS. Sebagai tambahan pada umur, GCS, volume PIS, dan lokasi PIS, yang telah reliabel
pada investigasi sebelumnnya, kami mengidentifikasi bahwa penurunan kognitif pre PIS
merupakan predictor independent dari pemulihan fungsional pada hari ke-90. Variabel ini
dapat secara mudah dan reliabel dinilai menggunakan rangkaian pertanyaan dasar yang
ditanyakan untuk membandingkan kemampuan subjek dalam melakukan daftar aktivitas
kognitif harian meliputi memori, praksi, menghitung, atau beralasan yang dilakukan 10 tahun

7
sebelum kejadian PIS terjadi. Pada format ini, penurunan kognitif didefinisikan sebagai adanya
defisiti pada memori atau domain kognitif lainnya yang mengganggu aktivitas sehari-hari.
Peran pada kejadian penurunan kognitif terhadap pemulihan pada PIS tidak bisa diperkirakan
karena kekuatan peran dari status fungsional premorbid mungkin berperan dalam rehabilitasi
pasca stroke. Terlebih lagi, karena PIS merupakan penyakit yang sering terjadi pada lansia,
disfungsi kognitif dapat diekspektasikan sebagai kejadian yang umum terjadi pada pasien. Pada
kenyataannya, terdapat alasan yang dapat dipercaya bahwa pasien dengan PIS dapat
menyebabkan gangguan kognitif yang lebih parah dibandingkan pada orang seusianya tanpa
PIS. Patologi vaskuler yang sering mendasari terjadinya PIS antara lain cerebral amyloid
angiopathy, dan vaskulopati hipertensi, keduanya berkontribusi terhadap penurunan kognitif
secara vascular, dimana penyakit Alzheimer itu sendiri berdampak pada terjadinya cerebral
amyloid angiopathy.
Kami tidak mengidentifikasi PIV sebagai predictor independen terhadap pemulihan
mandiri pada hari ke-90. Pengaruh dari PIV terhadap pemulihan fungsional kehilangan
signifikansi secara statistik pada kedua bagian yakni kohort dan ketika diaplikasikan terhadap
pasien yang dapat bertahan hidup saja. PIV memiliki keterkaitan yang sangat kuat terhadap
GCS, volume PIS, dan lokasi PIS, namun sekalinya faktor-faktor yang mempengaruhi dapat
dikendalikan, PIV tidak lagi bermakna. Diketahui bahwa PIV merupakan predictor signifikan
pada berbagai alat penilaian yang telah ada sebelumnya, kami mengevaluasi kembali model
kami dengan memasukkan PIV sebagai variabel predictor. Setelah modifikasi ini, PIV
menunjukkan pengaruh yang sederhana pada pemulihan fungsional namun berlanjut terhadap
signifikansi yang lemah (OR 0,8; 95% CI 0,4-1,4) pada bagian model pengembangan. Terlebih
lagi, memasukkan PIV pada model kami tidak meningkatkan manfaat yang nyata (c-statistik =
0,88).
Oleh karena pasien dengan PIS seringkali mengalami penurunan neurologis pada
penampilannya, penarikan terhadap perawatan oleh dokter maupun keluarga sering terjadi dan
jika hal ini terjadi, akan menjadi predictor paling potensial dari kematian pada PIS. Meskipun
praktek ini jelas dapat mengurangi penderitaan pasien dan keluarga, hal ini dapat beresiko
menjadi peramalan diri sendiri. Terlebih lagi, karena penarikan terhadap perawatan begitu luas
dilakukan dan secara inkonsisten tidak dihitung pada penelitian kohort pada hasil PIS, hal ini
seringkali tidak mungkin mengeliminasi pengaruhnya terhadap mortalitas. Sehingga salah satu
keterbatasan yang dapat menghalangi aplikasi dari alat prediksi sebelumnya yang telah
dikembangkan dan divalidasi pada studi kohort yang mana penarikan terhadap perawatan tidak
dimasukkan ke dalam analisis.
Kami mengendalikan pengaruh penarikan terhadap perawatan pada hasil pemulihan
dengan FUNC skor terutama pada pasien PIS yang dapat bertahan hidup dalam penelitian
kohort kami. Kami mengasumsikan bahwa karena pasien ini mampu bertahan hidup dalam 90
hari, kematian mereka mungkin dapat dihindari sebagai akibat pembatasan penanganan awal
atau penarikan terhadap perawatan, yang menunjukkan peningkatan 2x kamungkinan
timbulnya kematian dan menyebabkan kemungkinan kematian hingga77% pada pasien dengan
PIS primer. Apakah penelitian kohort kami pada subjek pasien PIS yang bertahan hidup
terhadap bias yang dapat mendasari masih belum jelas. Namun, penggunaan FUNC skor
memprediksi pemulihan mandiri secara fungsional pada pasien di grup ini, yang dapat
memungkinkan kita untuk mengambil kesimpulan bahwa, pada saat masuk RS seseorang dapat
menggunakan aturan FUNC skor untuk memprediksi kemungkinan pemulihan fungsional
secara mandiri yang dapat terjadi apabila pasien bertahan hingga hari ke-90. Kebalikannya,
seseorang dapat memberikan prognosis bahwa meskipun pasien tersebut dapat bertahan hidup
dalam 90 hari, pasien yang memiliki FUNC skor ≤4 tidak akan memiliki kesempatan untuk
dapat pulih kembali secara mandiri. Apabila digunakan dalam konteks ini, FUNC skor dapat
menjadi instrument klinis yang praktis dan reliabel, yang digunakan di awal, untuk tim dokter

8
multidisipliner untuk memungkinkan diskusi tujuan akhir dari perawatan dengan keluarga
sebaik manajemen medis triase berdasarkan prognosis yang sudah dihitung.
Dengan menawarkan prediksi hasil fungsional, dibanding mortalitas, FUNC skor dapat
lebih bermanfaat bagi pasien, anggota keluarga, dan para pengambil keputusan yang pusat
perhatiannya bukan pada kemungkinan bertahan hidup, namun lebih kepada kemungkinan
bertahan hidup dengan pemulihan fungsional. Sebagai alat keputusan mungkin juga
memerlukan desain penggunaan dan berdampak pada uji klinis pada PIS.

Kesimpulan
FUNC skor merupakan alat penilaian klinis yang valid (http://
www.massgeneral.org/stopstroke/funcCalculator.aspx) yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi pasien dengan PIS yang akan mencapai pemulihan fungsional pada jangka
panjang. Prediksi FUNC skor secara independen tidak berubah apabila dipersempit hanya pada
pasien PIS yang dapat bertahan hidup pada 90 hari saja, yang menyarankan bahwa skor secara
substansial berdampak pada penarikan dini terhadap perawatan. Skala hasil prediksi dini ini
menyajikan pedoman esensial bagi para dokter dan keluarga yang dihadapkan pada
pengambilan keputusan mengenai arah perawatan pada pasien mereka dan strategi pilihan
untuk uji klinis.

Disclosures
N.S.R. is supported in part by the National Stroke Association Research Fellowship in
Cerebrovascular Disease Award. J.R. has received research support and consulting fees from
Novo Nordisk A/S and research support from the National Institutes of Health (K23 NS42695,
RO1 NS042147) and the Deane Institute for Integrative research in Atrial Fibrillation and
Stroke. E.E.S. is supported by a grant from the National Institute of Neurological Diseases and
Stroke (K23 NS046327). E.E.S. has received consulting fees from Mitsubishi Pharma. J.N.G.
has received consulting fees from Novo Nordisk A/S and CSL Behring.

Daftar Pustaka
1. Caplan L. Intracerebral haemorrhage. Lancet. 1992;14:656–658.
2. Gebel JM, Broderick JP. Intracerebral hemorrhage. Neurol Clin. 2000; 18:419–438.
3. Broderick JP, Adams HP Jr, Barsan W, Feinberg W, Feldmann E, Grotta J, Kase C, Krieger
D, Mayberg M, Tilley B, Zabramski JM, Zuccarello M. Guidelines for the management of
spontaneous intracerebral hemorrhage: a statement for healthcare professionals from a special
writing group of the Stroke Council, American Heart Association. Stroke. 1999; 30:905–915.
4. Flaherty ML, Kissela B, Woo D, Kleindorfer D, Alwell K, Sekar P, Moomaw CJ,
Haverbusch M, Broderick JP. The increasing incidence of anticoagulant-associated
intracerebral hemorrhage. Neurology. 2007;68: 116–121.
5. Hemphill JC III, Newman J, Zhao S, Johnston SC. Hospital usage of early do-not-resuscitate
orders and outcome after intracerebral hemorrhage. Stroke. 2004;35:1130 –1134.
6. Becker KJ, Baxter AB, Cohen WA, Bybee HM, Tirschwell DL, Newell DW, Winn HR,
Longstreth WT Jr. Withdrawal of support in intracerebral hemorrhage may lead to self-
fulfilling prophecies. Neurology. 2001;56: 766–772.
7. Cordonnier C, Brainin M. Better scoring for better care? J Neurol Neurosurg Psychiatry.
2006;77:571.
8. Hemphill JC III, Bonovich DC, Besmertis L, Manley GT, Johnston SC, Tuhrim S. The ICH
score: a simple, reliable grading scale for intracerebral hemorrhage editorial comment: a
simple, reliable grading scale for intracerebral hemorrhage. Stroke. 2001;32:891– 897.

9
9. Ariesen MJ, Algra A, van der Worp HB, Rinkel GJE. Applicability and relevance of models
that predict short term outcome after intracerebral haemorrhage. J Neurol Neurosurg
Psychiatry. 2005;76:839–844.
10. Lisk DR, Pasteur W, Rhoades H, Putnam RD, Grotta JC. Early presentation of hemispheric
intracerebral hemorrhage: prediction of outcome and guidelines for treatment allocation.
Neurology. 1994;44:133–139.
11. Portenoy RK, Lipton RB, Berger AR, Lesser ML, Lantos G. Intracerebral haemorrhage: a
model for the prediction of outcome. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 1987;50:976 –979.
12. Flaherty ML, Haverbusch M, Sekar P, Kissela B, Kleindorfer D, Moomaw CJ, Sauerbeck
L, Schneider A, Broderick JP, Woo D. Long-term mortality after intracerebral hemorrhage.
Neurology. 2006;66:1182–1186.
13. Godoy DA, Pinero G, Di Napoli M. Predicting mortality in spontaneous intracerebral
hemorrhage: can modification to original score improve the prediction? Stroke. 2006;37:1038
–1044.
14. Ruiz-Sandoval JL, Chiquete E, Romero-Vargas S, Padilla-Martinez JJ, Gonzalez-Cornejo
S. Grading scale for prediction of outcome in primary intracerebral hemorrhages. Stroke.
2007;38:1641–1644.
15. Takahashi O, Cook EF, Nakamura T, Saito J, Ikawa F, Fukui T. Risk stratification for in-
hospital mortality in spontaneous intracerebral haemorrhage: a classification and regression
tree analysis. QJM. 2006;99: 743–750.
16. Cheung RTF, Zou L-Y. Use of the original, modified, or new intracerebral hemorrhage
score to predict mortality and morbidity after intracerebral hemorrhage. Stroke. 2003;34:1717–
1722.
17. Fernandes H, Gregson BA, Siddique MS, Mendelow AD, Hemphill JC III, Bonovich DC,
Johnston SC, Manley GT. Testing the ICH score*response. Stroke. 2002;33:1455–1456.
18. Godoy DA, Boccio A, Hemphill JC III, Bonovich DC, Johnston SC, Manley GT, Gregson
BA, Mendelow AD, Fernandes HM. ICH score in a rural village in the republic of
argentina*response*response. Stroke. 2003;34:e150 –151.
19. Jamora RDG, Kishi-Generao EM Jr, Bitanga ES, Gan RN, Apaga NEP, San Jose MCZ,
Hemphill JC III, Bonovich DC, Johnston SC, Manley GT. The ICH score: predicting mortality
and functional outcome in an Asian population. Stroke. 2003;34:6 –7.
20. Zahuranec DB, Brown DL, Lisabeth LD, Gonzales NR, Longwell PJ, Smith MA, Garcia
NM, Morgenstern LB. Early care limitations independently predict mortality after intracerebral
hemorrhage. Neurology. 2007; 68:1651–1657.
21. Gage BF, Cardinalli AB, Owens DK. The effect of stroke and stroke prophylaxis with
aspirin or warfarin on quality of life. Arch Intern Med. 1996;156:1829 –1836.
22. Ciccone ASR, Crespi V, Defanti C, Pasetti C. Thrombolysis for acute ischemic stroke: the
patient’s point of view. Cerebrovasc Dis. 2001;12: 335–340.
23. Weimar C, Benemann J, Diener HC, for the German Stroke Study C. Development and
validation of the Essen intracerebral haemorrhage score. J Neurol Neurosurg Psychiatry.
2006;77:601– 605.
24. Weimar C, Roth M, Willig V, Kostopoulos P, Benemann J, Diener HC. Development and
validation of a prognostic model to predict recovery following intracerebral hemorrhage. J
Neurol. 2006;253:788 –793.
25. Tuhrim S, Dambrosia JM, Price TR, Mohr JP, Wolf PA, Hier DB, Kase CS. Intracerebral
hemorrhage: external validation and extension of a model for prediction of 30-day survival.
Ann Neurol. 1991;29:658–663.
26. Hallevy C, Ifergane G, Kordysh E, Herishanu Y. Spontaneous supratentorial intracerebral
hemorrhage. Criteria for short-term functional outcome prediction. J Neurol. 2002;249:1704 –
1709.

10
27. O’Donnell HC, Rosand J, Knudsen KA, Furie KL, Segal AZ, Chiu RI, Ikeda D, Greenberg
SM. Apolipoprotein e genotype and the risk of recurrent lobar intracerebral hemorrhage. N
Engl J Med. 2000;342: 240–245.
28. Rosand J, Eckman MH, Knudsen KA, Singer DE, Greenberg SM. The effect of warfarin
and intensity of anticoagulation on outcome of intracerebral hemorrhage. Arch Intern Med.
2004;164:880–884.
29. Flibotte JJ, Hagan N, O’Donnell J, Greenberg SM, Rosand J. Warfarin, hematoma
expansion, and outcome of intracerebral hemorrhage. Neurology. 2004;63:1059–1064.
30. Jorm AF, Korten AE. Assessment of cognitive decline in the elderly by informant
interview. Br J Psychiatry. 1988;152:209 –213.
31. Jennett B, Bond M. Assessment of outcome after severe brain damage. Lancet. 1975;1:480–
484.
32. Anderson SI, Housley AM, Jones PA, Slattery J, Miller JD. Glasgow outcome scale: an
inter-rater reliability study. Brain Inj. 1993;7:309 –317.
33. Broderick JP, Brott TG, Duldner JE, Tomsick T, Huster G. Volume of intracerebral
hemorrhage. A powerful and easy-to-use predictor of 30-day mortality. Stroke. 1993;24:987–
993.
34. Hankey GJ, Jamrozik K, Broadhurst RJ, Forbes S, Anderson CS. Long-term disability after
first-ever stroke and related prognostic factors in the Perth Community Stroke Study, 1989 –
1990. Stroke. 2002;33: 1034 –1040.
35. Bowler JV, Gorelick PB. Advances in vascular cognitive impairment 2006. Stroke.
2007;38:241–244.
36. Bronnum-Hansen H, Davidsen M, Thorvaldsen P. Long-term surviva and causes of death
after stroke. Stroke. 2001;32:2131–2136.
37. Dennis M. Outcome after brain haemorrhage. Cerebrovasc Dis. 2003; 16:9 –13.
38. Dennis MS, Burn JP, Sandercock PA, Bamford JM, Wade DT, Warlow CP. Long-term
survival after first-ever stroke: the Oxfordshire Community Stroke Project. Stroke.
1993;24:796–800.
39. Fogelholm R, Murros K, Rissanen A, Avikainen S. Long term survival after primary
intracerebral haemorrhage: a retrospective population based study. J Neurol Neurosurg
Psychiatry. 2005;76:1534 –1538.
40. Hardie K, Hankey GJ, Jamrozik K, Broadhurst RJ, Anderson C. Ten-year survival after
first-ever stroke in the Perth Community Stroke Study. Stroke. 2003;34:1842–1846.

11

You might also like