You are on page 1of 4
23 PEMERIKSAAN FISIS INGUINAL, ANOREKTAL DAN GENITALIA Rudi Hidayat PENDAHULUAN Anatomi inguinal Inguinal atau daerah pangkal paha dikenali dari batas anatomisnya yaitu di antara spina iliaka superior anterior (SIAS), dan tuberositas pubis, serta adanya ligamen inguinal di antara keduanya. Kanalis inguinalis adalah saluran tempat berjalannya vas deferens dari skrotum ke rongga abdomen, dan terletak paralel dengan ligamen inguinal. Kejadian hernia banyak yang berkaitan dengan kanalis inguinalis ini. Selain itu banyak kelenjar limfe yang didapatkan di sekitar ligamen inguinal yang sering kali membesar dan nyeri jika didapatkan inflamasi dari ekstremitas bawah Anatomi Anorektal Rektum dan anus membentuk bagian paling akhir dari sistim saluran cerna/gastrointestinal. Saluren anus mempunyai panjang kira-kira 2,5-4 cm dan berujung di baagian posterior perineum. Ujung saluran anus tertutup oleh otot konsentrik yang melingkar, berupa sfingter internal dan eksternal. Sfingter internal adalah otot polos yang berada di bawah kendali saraf otonom involunter. Keinginan untuk defekasi muncul ketika rektum terisifeses yang menimbulkan rangsangan berupa relakzasi sfingter internal. Defekasi akhimya dikendalikan oleh sfingter eksternal yang merupakan otot lurik di bawah kendali saraf volunter:? Bagian dalam saluran anus terdapat jaringan mukosa yang kaya anastomosis vena dan dapat ditemukan melebar pada kondisi hemoroid interna. Sedangkan pada bagian bawah anus didapatkan pleksus vena yang dapat melebar pada kelainan hemoroid eksterna Rektum terletak superior dari anus dengan panjang saluran lebih kurang 12 cm. Bagian pangkalnya bersambung dengan kolon sigmoid, sedangkan bagian distalnya berbatasan dengan anus di anorectal junction yang mempunyai bentuk anatomi seperti gigi gergaji (sawtooth-like), Pada leki-laki, dinding posterior kelenjar prostat depat dipalpasi enya ja (permeiksan dalam), dengan permukaan yang konveks, dan terdapat cekungan yang memisahkan lobus kiri dan kanan.? Anatomi Genitalia Laki-Laki Organ genitalia laki-laki tersusun dari penis, testis, epididimis, skrotum, kelenjar prostat dan vesikula seminalis, Penis terdiri dari dua korpus kavernosa di sisi dorsal dan satu korpus spongiosum di ventral yang berisi saluran uretra dan membentuk glans penis di distal, Kult penis tipis dan longgar sehingga memungkinkan untuk ereksi, dengan warna yang lebih gelap dibandingkan wama klit di tempat lain. Kulit penis yang menutupi glans penis disebut preputium (ekan dipotong pada saat sirkumsis). Di bagian preputium (jika tidak disirkumsisi) dapat diternukan smegma, berupa bahan lemak yang padat berwarna putih yang merupakan hasil sekresi kelenjar sebaseus dan ‘deskuamasi sel epitel glans penis. Skrotum juga ditutupi kulit yang lebih gelap. Organ ini terdiri dari dua ruangan yang dipisahkan oleh septum/sekat, dan masing-masing ruang terdiri dari testis, epididimis, korda spermatikus dan otot kremaster. Testis bentuk-nya oval dengan ukuran + 4x3x2 cm, mempunyai fungsi untuk memproduksi spermatozoa dan hormon testosteron. Epididimis adalah saluran sperma dari testis, Konsistensinya lunak dengan bentuk seperti tanda koma, berlokasi i sisi postero-lateral sedikit superior dari testis. Organ ini berfungsi sebagai ‘tempat penyimpanan, pematangan dan transit sperma. Vas deferens (saluren sperma lanjutan epididimis) dimulai 197 198 dari ekor epididimis, naik ke korda spermatikus melalui kanalis inguinalis dan menyatu dengan vesikula seminalis untuk membentuk duktus ejakulatorius. Kelenjar prostat terdapat di sekitar pangkel uretra pada leher kandung kemih, dengan ukuran kira-kira seberar tectic, Kelonjar ini memproduksi sebagian besar cairan yang akan membentuk cairan ejakulat bersama-same dengan sperma yang akan diekskresikan lewat duktus ejakulatorius ke uretra. Selain itujuga didapatkan pertumbuhan rambut pubis di pangkal penis sebagai salah satu tanda seks sekunder, dengan Giri rambut yang berombak, kasar dan membentuk pola seperti diamond dari umbilikus ke anus.? Anatomi Genitalia Perempuan ‘Organ genitalla perempuan dibedakan menjadi organ eksternal dan internal. Organ eksternal terdiri dari vulva yang meliputi mons pubis (area berambut dan berlemak di atas simfisis pubis), labia mayora dan labia minora, Area yang dibatasi labia minora disebut vestibule yang bagian osteriomya terdapat pintu masuk vagina (introitus vagina) yang biasa ditutupi himen (umumnya pada virgin). Perineum adalah area di antaraintroitus vagina dan anus. Saluran uretra terdapat di vestibule bagian anterior dengan dua kelenjar parauretral (Skene's gland) di kanan kirinya. Sedanakan kelenjer Bartholin’ terletak ci kanan kiri dan posterior dari introitus vagina. Vagina menyerupai tabung berujung pada fornix anterior, posterior, dan lateral yang dipisehkan oleh serviks yaitu bagian bawah uterus yang menonjol ke vagina. Uterus adalah struktur fibromuskuler yang berbentuk seperti buah pear terbalik,terdii dari korpus dan serviks. Tuba falopii yang terdapat di kanan kir uterus menjadi saluran sel telur dari ovarium ke uterus? PEMERIKSAAN INGUINAL Anamne: Pada anamnesis ditanyakan adakeh benjolan yang membesar hilang timbul di daerah inguinal lateral maupun medial, yang menandekan kemungkinan adanya hernia uinalis reponibilis, atau benjolan yang menetap dan disertai nyeri, yang menandakan adanya hernia inguinalis irreponibilis atau inkarserata, Benjolan-benjolan kecil yang menetap dengan atau tanpa nyeri, sering didapatkan sebagai limfadenopati inguinal akut atau kronik, akibat proses inflamasi/infeksi maupun keganasan. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan kemungkinan adanya hernia nguinalis dengan inspeksi dan palpasi daerah inguinal, yang pertu dikonfirmasi adanya bising usus pada benjolan tersebut. Benjolan yang bisa menghilang atau mengecil dengan posisi pasien yang terlentana, kemudian membesar dengan posisi berdiri ILMU DIAGNOSTIK FISIS. dan/atau mengedan, menunjukkan hernia reponibilis. Adanya benjolan yang menetap dengan perubahan posisi harus dicurigai hernia ireponibilis, den jike disertai yeri maka menunjukkan adanya hemia inkarserata yang memerlukan tindakan seyers. Peineriksaan kelenjar limfe ‘sepanjang inguinal harus dilakukan, dan jka ada maka harus dlidentifkasi jurnlah, ukuran, konsistensi, dapat digerakkan atau ada perlekatan, nyeri tekan dan tanda radang yang lain PEMERIKSAAN ANOREKTAL Anamnesis ‘Anamnesis yang penting meliputi perubahan kebiasaan, defekasi yang dapat menunjukkan adanya gangguan fungsi dari saluran cerna, khususnya anorektal, Harus ditanyakan frekuensi defekasi, konsistensi dan adanya darah/lendir ada feses, perdarahan di anus, ada tidaknya gejala lain seperti inkontinensia, fiatus, nyeri, mual, muntah dan kram perut. Selain itu perlu dijelaskan tentang onset dan durasi gejala serta hubungannya dengan makanan atau kondisi stres psikis, maupun hubungannya dengan obat- obatan yang dlikanciirsi Pada laki-laki ditanyakan juga gejala-gejala gangguan pada prostat seperti inkontinensia urin, urgensi, nokturia, gangguan aliran kencing, serta adanya riwayat pembesaran prostat atau prostatitis sebelumnya.Gejala-gejala sistemik yang menyertai harus juga dapat diidentifikasi, baik akibat penyakit ‘akut seperti demam dan nyeri, maupun penyakit kronik: seperti penurunan berat badan dan nafsu makan, maupun demam berkepanjangan. Riwayat penyakit sebelumnya maupun keluarga difokuskan pada riwayat penyakit infeksi, autoimun maupuri keganasan di saluran cera maupun di sistim organ lain. Berbagai faktor tistko untuk berbagai penyakit akut maupun kronik juga ditanyakan seperti kebiasaan diet, merokok, alkohol, aktivitas dan olahraga, ras/suku, gangguan hormon, dan lain-lain? Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan anorektal secare umum dirasakan pasien sebagai pemeriksaan yang tidak menyenangkan, sehingga pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan, kecueli ada indikasi Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada berbagai posisi pasien seperti knee chest position, berbaring miring ke kiri dengan fleksi pada persendian panggul dan lutut, atau posisilitotomi terutama pada wanita, Diawali dengan emeriksaan daerah sacrococcigea! dan perianal. Diperiksa ‘adakah kelainan kulit jaringan parut, dan bengkak, nyeri tekan. Waspadei adanya kelainan seperti manifestasi jamur, cacing, abses perianal maupun fistula/fisura perianal. Pemeriksaan dilanjutkan ke daerah anus, dengan cara membiika celah di antara kedua pantat pasien, lalu dicari PEMERIKSAAN FISIS INGUINAL, ANOREKTAL, DAN GENITALIA 199 adanya fistula, isura, prolaps rekti, hemoroid eksterna ataupun hemoroid interna yang sudah keluer. Pemeriksaan dalam dilakukan dengan jari telunjuk (bersarung tangen) yang sudah diberikan lubrikan/pelicin. Pasien diminte untuk rileks, kemudian jari pemeriksa macuk ke anus Pasien diminta untuk mengkontraksikan sfingter anal eksterna, sehingga bisa dinilai tonusnya, Selanjutnya dinilai mukosa anus, adakah nyeri, benjolan yang teraba atau feses yang tertahan, dan harus didiskripsikan ukuran dan lokasinya. Palpasi dinding mukosa anterior dapat sekeligus ‘menilai elenjar prostat (pada lakiIaki), baik ukuran, kontur, mobilisasi dan konsistensinya, juga adekeh pembesaren atau nyeri tekan di lokasi tertentu, Prostat yang normal berdiameter lebih kurang 4 cm dengan konsistensi yang kenyal, halus, dan bisa sedikit digerakkan. lerdapat celah (sulcus) yang memisahkan kedua lobus yang simetris. Pembesaran prostat pertama kali bisa dideteksi dengan hilangnya celah ini, baik yang bersifat jinak maupun maligna. Pada pembesaran yang jinak biasanya konsistensi masih lunak, sedangkan konsitensi yang lebih keras bisa didapatkan pada keganasan, prostatic calculi ataupun fibrosis kronik Sedangkan konsistensi yang lunak dengan fluktuasi harus dicurigai adanya abses prostat. Terakhir saat mengeluarkan jari (selesai pemeriksaan), feses yang menempel di ari pemeriksa dinilai warna dan konsistensi feses, dan apakah disertai darah.? PEMERIKSAAN GENITALIA LAKI-LAKI Anamnesis ‘Anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk sistim genitalia laki-laki sangat berhubungan dengan sistim saluran emit, Per tanyaan yang diajukan antara ein tentong ada idaknya kelainan anatomi seperti luke/ulkus, bengkak/ edema, eritema dan kelainan kulit lainnya, sudahkah dilakukan sirkumsisi, ade tidaknya discharge dari uretra. Selanjutnya fungsi ereksi juga dievaluasi, baik lamanya, adakah kesulitan mempertahankan, dan kaitannya dengan hubungan seks, adanya nyeri (di penis atau skrotum), atau adanya perubahan bentuk penis saat ereksi. Fungsi seksual lain seperti ejakulasi dan orgasme, serta fertilitas juga menjadi data yang peru digali. Selanjutnya fungsi berkemih juga ditanyakan apakah ada hambatan, retensi urin, disuria, polakisuria, dan hematuria serta adakah riwayat kencing disertai keluamya batu. Beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan faktor risiko infeksi ‘organ urogenitalia seperti riwayat hubungan seks erganti-ganti pasangan, masturbasi, serta riwayat kesehatan pasangan seksualnya.* Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan daerah urogenitalia tidak rutin dilakukan kecuali ada indikesi, baik berupa keluhan atau ada kaitan dengan keluhan di tempat lain. Pemeriksaan inspeksi den palpasi dilakukan mulai dari rambut pubis, dengan _memperhatikan distribusi dan kelainan lainnya, Selanjutnya pemeriksaan penis mini dari pangkal, batang dan glans penis, untuk mendapatkan tanda-tanda radang, ulkus atau nyeri tekan. Pada pasien yang tidak dilakukan sirkumsisi, diusahakan membuka preputium untuk mengevaluasi glans penis (infiamasi/balanitis, atau ulkus), serta ada tidaknya smegma. Selanjutnya diperhatikan meatus Uretra eksterna dan mukosanya, adakah stenosis, ulkus, dan adakah discharge (jika perlu lakukan penekanan di glans penis).3? Pemeriksaan skrotum dimulai dati inspeksi dan palpasi kullt dan kelenjar sebaseus, serta rambut pubis Dicari adakah pembengkakan, dan tanda radang yang lain termasuk nyeri tekan. Testis bisa ditaba dengan menggunakan ibu jari dan dua jari lain kiri dan kanan, sehingga bisa merasakan bentuk dan ukuran testis, serta ada tidaknya pembengkakan dan nyeri tekan. Pembengkakan di skrotum selain testis dapat dibedakan dengan pemeriksaan transiluminasi, yaitu menyorotkan sinar dari flashlight dari belakang skrotum, pada ruangan yang gelap. Sinar kemerahan yang terlihat dari depan dianggap sebagai transiluminasi positif yang berarti adanya cairan serosa seperti hidrokel. Sedangkan pada jaringan padat seperti testis yang normal, tumor ataupun hernia, dan juga adanya cairan berupa darah akan memberikan hasil transiluminasi negatif!? Kemungkinan adanya hernia diperiksa dengan cara inspeksi adakah benjolan di daerah kanalis inguinalis jike pasien berdiri dan diminta mengedan. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan palpasi jari yang dimasukkan lewat skrotum ke arah lateral atas menuju kanalis inguinalis. Pasien diminta mengedan atau batuk, jika terdapat hernia indirek maka ujung jari pemeriksa aken menyentuh jaringan yang viskus. Jika jaringan viskus tersebut dirasakan di sisi medial jar, maka kemungkinan terdapat hernia inguinalis direk. Jike hernia yang timbul adalah hernia skrotalis maka pembesaran di salah satu/ kedua ruang skrotum akan nyata pada inspeksi.? PEMERIKSAAN GENITALIA PEREMPUAN Anamnesis Anamnesis yang terkait genitalia perempuan meliputi siklus menstruasi, kehamilan, persalinan dan kontrasepsi, gejala vulvovaginal, dan fungsi seksual. Siklus menstruasi yang harus ditanyakan adalah usia awal menstruasi (menarche), pola dan keteraturannya, adakah gejala semacam nyeri atau rasa tidak nyaman saat menstruasi, dan periode menopause. Berbagaiistilah yang berkaitan 200 dengan siklus menstruasi antara lain amenorea primer dan sekunder, oligomenorea, polimenorea, dismenorea, ‘maupun menoragia dan metroragia. Menopause biasanya terjadi pada akhir dekade keempat, dengan batasan tidak mendapatkan menstruasi minimal 12 bulan berturut ‘turut, Perdarahan pasca-menopause dan gejala-gejala lain seperti hot flush, banyak berkeringat dan gangguan tidus, harus ditanyakan. Keluhan lain yang harus juga mendapat perhatian adalah premenstrual syndrome (PMS), meliputi berbagai gejala ketegangan, kebingungan, iritabilitas, depresi, gangquan mood, penambahan berat badan, edema, dan sakit kepala. Riwayat kehamilan dan persalinan, termasuk abortus atau proses patologis yang lain (seperti gangguan metabolisme glukosa, atau ‘Gangguan pembekuan darah) harus ditanyakan. Gejala vulvovaginal yang umum adalah gatal dan vaginal discharge, yang harus dicari deskripsi tentang jumleh, warna, Konsistensi dan bau. Ditanya pula apakah disertai Geiala lain ci vulva seperti nyeri dan gatal. Aktivitas seksual harus ditanyakan dengan hati-hati baik tentang kuantitas maupun kualitas, gejala yang mengganggu seperti nyeri (Gisparineu) maupun vaginismus yang mengganggu kualitas. Terakhir tentang riwayat atau ada tidaknya risiko penyakit menular seksuall! Pemeriksaan Fi Pemeriksaan daerah pelvis tidak rutin dilakukan, kecuali pada beberapa indikasi seperti gangguan menstruasi (amenorea, perdarahan berlebihan atau dismenorea, nyeri perut yang sulit dijelaskan, vaginal discharge). Dimulai dengan pemeriksaan eksterna, meliputi inspeksi dan palpasi mons pubis, labia mayora dan labia minora, vestibule, introitus vagina dan saluran uretra, serta kelenjar parauretral (Skene) dan kclenjor Bartholini. Geberapa kelainan yang dapat ditemukan seperti edema, ekskoriasi, ‘maupun tanda peradangan terutema di kelenjar-kelenjar. Discharge dari introitus vagina maupun saluran uretra eksterna mungkin bisa ditemukan, Pemeriksaan untuk organ genitalia intemal bisa dilakukan dengan jari maupun dengan bantuan spekulum. Pemeriksaan dengan jeri telunjuk dan jari tengah yang dimasukkan ke vagina, dan tangan yang lain di dinding abdomen, disebut juga sebagai pemeriksaan bimanual. Pada tehnik ini dapat dilakukan pemeriksaan palpasi dinding vagina, serviks, porsio, maupun uterus (bimanual) dan ovarium, berupa bentuk dan ukuran, maupun adanya nyeri atau benjolan/ massa yang dapat teraba. Pada pemeriksaan dengan spekulum, kita dapat melihat dinding vagina, serviks serta portio, sekaligus dapat melakukan pengambilan sampel untuk berbagai pemeriksaan termasuk sitologi seperti pada pemeriksaan papaniculou smear.'* ILMU DIAGNOSTIK FISTS REFERENSI 1, Bickley LS. Bate's guide to physical examination and history taking, Lippincott: Williams & Wilkins:2007.p. 367-497. 2. Seidel HIM, Ball W, Dains JE, Benedict GW. Mosby's guide to ‘ply sical examination. 6° ed. Philadelphia : Mosby Elsevier; 2006 p. 641-78. 3. Talley NJ, O'Connor S, Clinical examination : A systemic uide to physical examination. Sydney : Churchill Livingstone Elsevier:2010.p. 21521-p.

You might also like