You are on page 1of 13

PENDAHULUAN

A. DEFINISI
CVD adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan
otak , sehinggan mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian. (Fransisca B. Batticaca)
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini
adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun.
(Smeltzer & Suzanne, 2002).
Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral sehingga
terjadi perdarahan ke dalam jaringan otak atau area sekitar), hemoragik
dapat terjadi di epidural, subdural, dan intraserebral. (Hudak & Gallo,
2005; Ranakusuma, 2002).
Menurut Corwin (2009), Stroke hemoragik adalah jika suatu
pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskemia di otak dan
hipoksia disebelah hilir.

B. ETIOLOGI
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya
terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat
terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala
neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis.

Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:


1. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu

1
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti
koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007).
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan
dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
 Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
 Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
 Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus).
 Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
2. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
3. Arteritis (radang pada arteri)
4. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal
dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli:
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease
(RHD).
b. Myokard infark
c. Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil
dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan

2
dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi.
Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah
kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak
akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak,
oedema, dan mungkin herniasi otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum
adalah:
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat
adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

C. PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik
sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat
berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.

3
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan
edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi
yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang
dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena
thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau
jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik
dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas
akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit
cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa
otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke
batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga
kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel
untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih
dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung.

4
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan
mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya
drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade
iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron
di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume
darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan
dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan
serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan
kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons
sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)

D. PATHFLOW

ETIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

STROKE
DEFISIT
NEUROLOGIK
THROM ATEROSKLEROSI
S HEMIPLEGIA
BOSIS HYPERKOAGULA
SI PD HEMIPARESIS
CEREBRAL POLYSITEMIA

ARTERITIS TONUS OTOT LEMAH

HILANG RASA
EMBOLI 2
KATUP
JANTUNG HOMONIMUS
RUSAK HEMIANOPSIA
AKIBAT
RHD
AFASIA

MIOKARD
5 DISARTRIA
INFARK
GGN. PERSEPSI
FIBRILASI VERTIGO, MUAL,
HEMOR
HIPOKSIA
HIPOKSIA CARDIAC OUTPUT
VASOKONSTRIKSI
SPASME ARTERI GGN. STATUS
CARDIAC ENDOKARD MUNTAH, NYERI
ATEROSKLEROSIS
ARTERI OTAK
HIPERTENSI MENTAL
HIPERTENSI
PULMONARY YG
ARREST ITIS KEPALA
HAGI AKIBAT ARITMIA
6
E. MANIFESTASI KLINIK
Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan
gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya
hemiparesis) yang timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7. Disartria (bicara cadel)
8. Gangguan persepsi
9. Gangguan status mental
10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi Serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.

4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)


Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik
dalam jaringan otak.

7
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi
hiperglikemia.
d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.

G. PENANGANAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
 Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
 Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
 Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
 Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
 Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan,
Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.

8
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intra arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEGAWAT DARURATAN (A, B, C, D, E)


1. Identitas pasien
2. Pengkajian Primer
Airway : Terdapat secret, lidah tidak jatuh ke belakang, pasien
kesulitan bernapas, suara nafas ronkhi.
Breathing : Terlihat pengembangan dada, teraba hembusan napas,
pasien kesulitan saat bernapas, RR: 28x/menit, irama
napas tidak teratur, terlihat adanya penggunaan otot bantu
rongga dada dalam pernapasan, napas cepat dan pendek.
Circulasi : TD: 230/110 mmHg, N = 92 x/menit, terdengar suara
jantung S1 dan S2 reguler, tidak ada bunyi jantung
tambahan, cappilary refille kembali <3 detik, akral hangat.

9
Disability : Kesadaran pasien sopor dengan GCS (E2,V2,M4),
keadaan umum lemah, pasien mengalami penurunan
kesadaran, saat dirumah bicara pasien pelo.
Exposure : Rambut dan kulit kepala tampak bersih tidak terdapat
hematoma, tidak terdapat luka pada tubuh pasien.
3. Pengkajian Sekunder

B. ANALISA DATA

MASALAH
NO DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
DS : -
DO :
TD : 230/110mmHg,
N : 92 x/menit,
RR : 28 x/menit,
S : 36,4 ° C.
Pasien mengalami
penurunan kesadaran
Keadaan umum pasien
Perdarahan intra Ketidakefektifan
1 lemah
cerebral perfusi jaringan cerebra
Kesadaran sopor
Terjadi kelemahan pada
ekstremitas kiri atas
dan bawah
GCS : E2V2M4
Terdapat gangguan
pada nervus VII, IX, X,
dan XII

DS : -
DO :
RR : 28x/menit,
GCS : E2V2M4
Napas pendek dan
cepat
Pasien tampak sesak Penurunan
2 Pola napas tidak efektif
nafas kesadaran
Irama napas tidak
teratur
Suara nafas ronkhi
Tampak adanya
penggunaan otot bantu
pernapasan
3 DS : - Penurunan Resiko Aspirasi

10
DO :
Pasien tampak lemah
GCS : E2V2M4
tingkat
Kesadaran pasien sopor
kesadaran
RR : 28x/menit
Nafas cepat dan pendek
Terdapat secret dimulut
DS : -
DO :
Pasien tampak lemah
GCS: E2V2M4 Hambatan mobilitas
4 Kelemahan otot
Tangan dan kaki kiri fisik
tidak dapat digerakkan
Mobilitas pasien
tergantung total

C. NURSING DIAGNOSIS
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
perdarahan intra cerebral.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
3. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.

D. INTERVENSI DAN RASIONALISASI

NO TUJUAN DAN
INTERVENSI
DX KRITERIA HASIL
1 Tujuan : 1. Kaji keadaan umum dan TTV
Setelah dilakukan tindakan 2. Berikan posisi kepala lebih tinggi 30º
keperawatan selama 1x15 3. Catat perubahan pasien dalam merespon
menit perfusi jaringan otak stimulus
dapat tercapai secara 4. Anjurkan pasien bed rest total
optimal dengan 5. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan
Kriteria Hasil : batasi pengunjung
Pasien tidak gelisah 6. Kolaborasi dengan dokter pemberian
TTV dalam batas normal obat.
((TD: sistole < 130,
Diastol < 85 mmHg
S : 36,5 - 37,5 ˚C

11
RR : 18-24 x/menit
N : 60-100 x/menit)
Komunikasi jelas
GCS normal E4V5M6
Kesadaran composmentis.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji karakteristik pola nafas (frekuensi,
keperawatan selama 1x15 kedalaman, irama)
menit, pola nafas menjadi 2. Kaji adanya penggunaan otot bantu
2 efektif. pernafasan
Kriteria Hasil : 3. Berikan posisi kepala lebih tinggi 30º
RR dalam batas normal 4. Ajarkan relaksasi nafas dalam
(16-24x/mnt), irama napas 5. Kolaborasi dengan dokter pemberian O2.
teratur.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x15
1. Monitor tingkat kesadaran
menit, tidak terjadi aspirasi
2. Reflek batuk dan kemampuan menelan
pada pasien.
3. Melihara jalan nafas
3 Kriteria Hasil :
4. Lakukan saction bila diperlukan
Dapat bernafas dengan
5. Haluskan makanan yang akan diberikan
mudah, frekuensi
6. Haluskan obat sebelum pemberian.
pernafasan normal, mampu
menelan, mengunyah
tanpa terjadi aspirasi.
Tujuan : 1. Kaji kemampuan pasien terhadap
Setelah dilakukan tindakan pergerakan
keperawatan selama 1x15 2. Ubah posisi pasien tiap 2 jam
menit, mobilitas pasien 3. Ajarkan pasien melakukan ROM aktif pada
4
dapat meningkat. ekstremitas yang tidak sakit dan ROM pasif
Kriteria Hasil : tidak pada ekstremitas yang sakit
terjadi atropi otot, sendi 4. Pasang side riil di kanan kiri tempat tidur
tidak kaku. pasien.

12
REFERENSI

file:///E:/ASKEP%20KGD/02._NASKAH_PUBLIKASI%20(1).pdf

Batticaca, Fransisca B. 2011. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan

Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddart. Edisi 8. Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta. Salemba Medika

13

You might also like