Professional Documents
Culture Documents
2010 Mto
2010 Mto
DALAM
DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERILAKU MASYARAKAT
Oleh :
MARSELITHA TRIVENA OHELLO
P052080101
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kondisi Lingkungan Perairan Teluk
Ambon Dalam dan Hubungannya Dengan Perilaku Masyarakat adalah karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
碠Ǝ
Ambon Bay Area has the abundance natural resources and ecosystems
includes mangrove forest ecosystem, seagrass meadows and coral reef
ecosystems that very unique and has the potential to be manage to support it
sustainability. Many activities around the coastal TAD potential to the decrease
TAD environmental quality. This research was conducted to determine of
potential sources of contaminants, water quality condition TAD, the level of
public participation in environmental conservation and to formulate an alternative
management of the coastal TAD. The results found a potential source of
pollutants for the region that is scattered around the coastal TAD oil (Oil spill)
from the ship activity TAD surrounding waters and domestic wastewater and
organic waste both non organic waste. Status of water quality in the coastal waters
based on the calculations with STORET methods is chategorized as class C , with
a total score of - 28. The level of public participation was measured at five sample
villages based on three aspects: 1) perceptions of nature and ecosystems, 2) the
level of participation in government programs and 3) the level of participation of
individuals or groups, result show that people with high participation were 46%,
the middle were participation of the community was 39%, and people with low
participation many as 15%. AHP analysis results show that the actor who became
the top priority in managing the government with figures TAD is 0.3416.
Supporting factors that have the priority in managing the natural resource
potential TAD is 0.2969 and purposes become the main priority in management is
the creation of good environmental quality. Alternative management measures
should be taken to manage the Bay of Ambon is a collaborative management
mechanisms (Co-Management) as the main priority in the management, followed
by community-based management and a government-based management.
Kata kunci : Kualitas air, partisipasi masyarakat, pengelolaan pesisir dan laut
©Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan dari
suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
KONDISI LINGKUNGAN PERAIRAN TELUK AMBON DALAM
DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERILAKU MASYARAKAT
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Nastiti S. Indrasti
Judul Tesis : Kondisi Lingkungan Perairan Teluk Ambon Dalam dan
Hubungannya dengan Perilaku Masyarakat
Nama : Marselitha Trivena Ohello
NRP : P52080101
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Eng Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc
Ketua Anggota
Diketahui
Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Karya Ilmiah ini kupersembahkan kepada Alm Papa tercinta dan Mama
tersayang, dan seseorang yang selalu kucintai.
Seluruh keluarga serta semua orang yang mengasihi dan mencintaiku, atas
segala dukungan melalui doa,
semangat dan kasih sayang yang selalu diberikan
Terima Kasih yang tulus untuk Semuanya
Kalianlah sumber inspirasiku
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
berkat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis dengan judul
“Kondisi Lingkungan Perairan Teluk Ambon Dalam dan Hubungannya Dengan
Perilaku Masyarakat” disusun dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Kesuksesan hingga tahap akhir dari perjuangan selama masa studi di
Sekolah Pascasarjana IPB ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Untuk
itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya
kepada:
1. Dr. Ir. Suprihatin. Dipl.ENG sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir.
Siti Amanah. M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing atas kesediaan waktu
untuk membimbing, memberikan arahan dan masukan selama penyusunan tesis
ini.
2. Prof. Dr. Ir. Nastiti S. Indrasti selaku Penguji Luar Komisi atas saran dan
masukan yang sangat berharga demi perbaikan tesis ini.
3. Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS selaku Ketua Program Studi PSL, para
staf dosen dan staf sekretariat PSL atas segala bantuan, sumbangsih IPTEK dan
kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama studi.
4. Pemerintah Daerah Provinsi Maluku atas bantuan berupa dana penelitian.
5. Kepala Balai LIPI Ambon dan seluruh staf yang telah banyak membantu dalam
proses penelitian.
6. Kepada teman-teman PSL IPB angkatan 2008 atas segala kebersamaan,
kekompakan dan keceriaan selama proses studi di IPB.
7. Rekan – rekan Persekutuan Mahasiswa Maluku (PERMAMA) dan seluruh rekan-
rekan PMK Oikumene IPB yang lain yang telah memberikan semangat dan
dorongan selama proses perjuangan ini. Juga Gita Suara Pascasarjana (GSP) IPB
atas segala dukungan dan kebersaman selama menjalankan studi di IPB.
8. Bapak Dani Pelasula, Ibu Debby Pattimahu, Ibu Debby Sellano, Bapak Ampi
Tulalesy, dan seluruh handai taulan yang tidak disebutkan namanya yang telah
memberikan kontribusi lewat berbagai cara dalam penelitian dan penyelesaian
studi di IPB. Semoga Tuhan Yesus Kristus melimpahkan rahmat dan berkat-
Nya bagi kita semua.
Penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
hasil dari aktivitas manusia yang mengakibatkan terjadinya kerusakan air atau
penurunan kualitas air.
Dalam skala tertentu, setiap pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah
pesisir dan lautan dapat menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem pesisir dan
lautan itu sendiri. Pemanfaatan sumberdaya alam yang dilakukan dengan tidak
mempertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dapat menurunkan mutu lingkungan
dan dapat berlanjut pada kerusakan ekosistem wilayah pesisir. Masalah utama
dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan adalah : (1) Pemanfaatan ganda dari
berbagai sumberdaya alam, tanpa adanya koordinasi terpadu, (2) Pemanfaatan
sumberdaya alam yang tidak rasional, (3) Pengaruh kegiatan manusia, (4)
Perencanaan wilayah pesisir, dan (5) Kerusakan habitat dan eksploitasi lebih
sumberdaya perikanan (Dahuri, 1996).
Kerusakan lingkungan hidup dapat terjadi karena berbagai macam faktor,
yang menjadi isu utama yang sering diangkat saat ini adalah pesatnya kegiatan
industri baik industri kecil, menengah bahkan industri besar. Akan tetapi ada hal
lain yang juga tidak kalah penting adalah, faktor kemiskinan dan ketidaktahuan
masyarakat akan pentingnya kualitas lingkungan hidup itu. Kualitas perairan
ditentukan dari aktivitas yang dilakukan disekitar perairan tersebut. Sejauh ini
yang menjadi ancaman terhadap ekosistem pesisir meliputi kehilangan habitat,
pencemaran akibat bahan kimia berbahaya, gangguan fisik terhadap sumberdaya
pantai, aktivitas pariwisata, dan persepsi masyarakat tentang pemanfaatan dan
pengalolaan sumberdaya lingkungan yang sempit termasuk tingkat kesadaran
masyarakat juga cukup berpengaruh terhadap perubahan kualitas lingkungan.
Disamping itu masyarakat sekitar wilayah pesisir tidak dapat dipisahkan
dalam setiap tahapan pengelolaan sumberdaya alam dengan demikian dalam
pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu dibutuhkan partisipasi
masyarakat sekitar. Secara sederhana partisipasi masyarakat dapat diartikan
sebagai keikutsertaan masyarakat atau turut berperannya seseorang atau kelompok
dalam suatu kegiatan. Bentuk partisipasi dapat berupa pernyataan, pemikiran,
tenaga, waktu, keahlian ataupun materi. Seberapa jauh partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan ditentukan oleh berbagai
faktor, seperti faktor pendidikan, pengalaman, persepsi, kesempatan maupun
3
organisme air yang nilainya dinyatakan dalam suatu kisaran tertentu. Lingkungan
pesisir teluk Ambon merupakan salah satu wilayah pesisir yang memiliki potensi
keanekaragaman hayati yang tinggi, sumber pangan, dan pelabuhan sarana
transportasi wisata dan rekreasi yang dapat memberi manfaat penting bagi
masyarakat sekitar maupun sebagai ekosistem bagi mahluk hidup lainnya.
Manfaat perairan pesisir teluk Ambon bagi masyarakat sangat dirasakan
diantaranya sumber mata pencaharian, usaha perikanan, dan lain sebagainya.
Disamping manfaat yang diperoleh, aktivitas masyarakat sekitar juga
menimbulkan dampak bagi lingkungan perairan, misalnya dengan membuang
sampah atau limbah dari kegiatan seperti pasar, bongkar muat pelabuhan yang
dapat menurunkan kualitas perairan pesisir teluk Ambon yang secara langsung
dapat mengganggu ekosistem di perairan pesisir teluk Ambon.
Masalah serius yang memberikan dampak secara nyata terhadap
menurunnya kualitas perairan adalah laut masih diperlakukan sebagai tempat
pembuangan sampah baik oleh masyarakat yang tinggal disepanjang perairan
pantai Teluk Ambon maupun masyarakat yang bermukim dibagian darat yang
memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan sampah dan pada akhirnya
aliran sungai ini akan membawa semua sampah domestik ke laut serta proses
sedimentasi yang terjadi di beberapa lokasi perairan pantai yang juga memberikan
dampak negatif bagi ekosistem perairan pantai yaitu terjadinya proses eutrofikasi.
Aktivitas-aktivitas seperti misalnya keberadaan pelabuhan Angkatan Laut,
keberadaan 2 PLTD, pasar ikan, dok dan ditambah dengan pembuangan limbah
domestik ke laut oleh masyarakat baik yang bermukim disepanjang pesisir Teluk
Ambon maupun yang berada di bagian darat melalui aliran sungai yang
memberikan dampak terhadap kerusakan ekosistem perairan Teluk Ambon.
Kegiatan lainnya seperti pembukaan lahan di daerah pegunungan yang
mengakibatkan proses sedimentasi sehingga terjadi kerusakan ekosistem
mangrove di perairan TAD (Teluk Ambon Dalam) merupakan kondisi yang buruk
bagi peairan Teluk Ambon pada musim penghujan. Disamping itu kegiatan
pertanian yang juga memberikan kontribusi terhadap kualitas perairan TAD.
Tingginya berbagai aktivitas disekitar pesisir pantai Teluk Ambon
mengakibatkan berbagai tekanan yang dapat mengganggu kesuburan ekosistem
8
perairan Teluk Ambon. Dari hasil penelitian Pada tahun 2008 ditemukan 182
jenis, 60 genus dan 17 famili karang. Walaupun memiliki keragaman jenis yang
tinggi namun penutupan karang hidup cenderung menurun dari tahun ke tahun
(Pelasula, 2008). Pada lokasi tertentu persen tutupan karang hidup cenderung
meningkat. Hal ini disebabkan karena berkembangnya jenis-jenis karang baru. Di
teluk Ambon ditemukan 5 jenis lamun yang tersebar di beberapa tempat, yaitu
Enhalus acoroides, Thallasia hemprichii, Halophila ovalis, Halodule pinifolia,
dan Cymodocea rotundata. Secara umum, keberadaan lamun di Teluk Ambon
telah mengalami degradasi jenis yang sangat tajam pada beberapa lokasi dalam
kurun waktu 15 tahun (1993 – 2008) (Pelasula, 2008). Di Teluk Ambon
ditemukan kurang lebih 8 jenis mangrove yang tersebar di beberapa lokasi utama
seperti Nania, Negeri Lama, Passo, Waiheru, dan Tawiri. Berdasarkan hasil
intepretasi citra, luasan hutan mangrove di Teluk Ambon 39,62 Ha; Teluk Luar
(Tawiri) 1,72 Ha, dan Teluk Dalam 37,9 Ha (Pelasula, 2008). Bila dibandingkan
dengan tahun 1997, luasan hutan mangrove yang sekarang telah mengalami
penurunan sekitar 1,5 Ha. Hutan mangrove di daerah Passo memiliki kerapatan
pohon tertinggi (580 pohon/ha) dan basal areanya 3,74 m2/ha. Jenis mangrove
yang dominan adalah Sonneratia alba dan Rhizophora apiculata.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan telah diketahui bahwa telah
terjadi penurunan kualitas lingkungan perairan pesisir Teluk Ambon yang
dikarenakan kegiatan pembangunan di sekitarnya, namun kegiatan pembangunan
tersebut tidaklah terlepas dari campur tangan manusia. Kawasan pesisir dan laut
Teluk Ambon merupakan sumberdaya milik bersama (common property
resources) yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang (open access). Padahal
setiap pengguna sumberdaya pesisir biasanya berprinsip memaksimalkan
keuntungan, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pencemaran, over-
eksploitasi sumber daya alam bahkan dapat terjadi konflik pemanfaatan ruang di
kawasan ini, sehubungan dengan itu maka, perlu untuk dianalisis kualitas perairan
pesisir Teluk Ambon Dalam (TAD) sebagai tindakan penyelamatan terhadap
ekosisitem perairan pesisir. Selain itu kurangnya kesadaran dan pengetahuan
masyarakat akan dampak negatif dari perubahan kualitas lingkungan perairan
merupakan faktor penyebab terjadinya degrasi lingkungan perairan dari waktu ke
9
waktu, sehingga perlu pula dianalisis persepsi serta partisipasi masyarakat yang
berdampak pada kualitas perairan pesisir Teluk Ambon Dalam (TAD). Bagan alir
kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1 di bawah ini.
Aktivitas Manusia
Perikanan : Limbah
Budidaya, perikanan
tangkap. Domestik Non domestik
Non perikanan :
Transportasi dan
rekreasi Kualitas Lingkungan
Teluk Ambon Dalam
Alternatif Pengelolaan
Lingkungan
TAD
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Wilayah pesisir dan lautan merupakan salah satu sumberdaya alam yang
mempunyai sifat yang kompleks, dinamis, dan unik karena pengaruh dari dua
ekosistem, yaitu ekosistem lautan dan daratan. Di lain pihak wilayah pesisir
merupakan wilayah tempat berbagai kegiatan sosial dan ekonomi, antara lain,
pemukiman, industri, perhubungan, dan areal produksi pertambakan. Sebagai
suatu kawasan yang penting, keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya pesisir
hanya dimungkinkan dapat dicapai jika pengelolaan pesisir didasarkan pendekatan
pengelolaan lingkungan secara ramah dan terpadu.
Menurut Dahuri (1996), untuk dapat mewujudkan program pengelolaan
lingkungan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu (PWPLT) dibutuhkan
partisipasi masyarakat setinggi mungkin dan setepat mungkin. Masyarakat yang
hidup di sepanjang pantai dan telah memanfaatkan sumberdaya secara tradisional
dapat berpengaruh oleh aturan dan prosedur baru. Oleh karena itu masyarakat
harus diikutsertakan dalam pembentukan kebijaksanaan pesisir yang baru dan
aturan terhadap pemanfaatan sumberdaya, jika aturan tersebut dibuat untuk
mendukung kemajuan masyarakat.
Masalah utama dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan adalah : (1)
Pemanfaatan ganda dari berbagai sumberdaya alam, tanpa adanya koordinasi
terpadu, (2) Pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak rasioanal, (3) Pengaruh
kegiatan manusia, (4) Perencanaan perairan wilayah pesisir, dan (5) kerusakan
fisik habitat dan eksploitasi lebih sumberdaya perikanan (Dahuri et al. 1996).
Biasanya pada pengelolaan terpadu wilayah pesisir ada tiga dimensi
tahapan yang penting, yaitu : (1) Proses-proses perencanaan pengelolaan, yakni
formulasi-Implementasi dan Pemantauan-Evaluasi, (2) Identifikasi Isu
pengelolaan, seperti pencemaran yang berakibat hilangnya habitat tertentu dan
penangkapan ikan yang berlebihan, dan (3) Pelaksanaan pengelolaan untuk
mengatasi setiap isu tersebut untuk menentukan pilihan pengelolaan. Setiap
pilihan pengelolaan perlu melakukan beberapa pertimbangan yaitu : pertimbangan
11
Wilayah pesisir adalah suatu wilayah antara daratan dan lautan. Batas
wilayah pesisir pada dasarnya sulit ditetapkan secara pasti atau secara baku.
Apabila ditinjau dari garis pantai, maka suatu wilayah pesisir memenuhi dua
macam batas , yaitu batas yang sejajar dengan garis pantai dan batas yang tegak
lurus terhadap garis pantai. Untuk kepentingan pengelolaan, batas kearah darat
dari suatu wilayah pesisir dapat ditetapkan sebanyak dua macam, yaitu batas
untuk wilayah perencanaan dan batas untuk wilayah pengaturan atau pengelolaan
kesehariaan. Wilayah perencanaan sebaiknya meliputi seluruh daerah daratan
(hulu), apabila terdapat kegiatan manusia yang dapat menimbulkan dampak secara
nyata terhadap lingkungan sumberdaya dan pesisir (Dahuri et al, 1996).
Wilayah pesisir yang sering didefenisikan di Indonesia adalah daerah
pertemuan antara darat dan laut. Kearah darat, wilayah pesisir meliputi daratan,
baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut, seperti
pasang surut, angin laut dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah
pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami
yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang
disebabkan oleh kegiatan manusia di darat. Komponen-komponen yang termasuk
di dalamnya antara lain adalah : muara sungai, daratan pesisir, lahan basah, pantai
dan tunggul, terumbu karang, hutan mangrove dan lain-lain.
12
Kondisi suatu wilayah pesisir erat kaitannya dengan sistem sungai yang
bermuara di wilayah itu; perubahan sifat fisik sungai yang mungkin terjadi, baik
yang disebabkan oleh proses alami maupun sebagai akibat kegiatan manusia; baik
yang terjadi di hulu maupun di hilir, akan mempengaruhi wilayah pesisir yang
bersangkutan (Supriharyono, 2000). Sedangkan menurut Boyd (1988), kualitas
lingkungan perairan adalah suatu kelayakan lingkungan perairan untuk menunjang
kehidupan dan pertumbuhan organisme air yang nilainya dinyatakan dalam suatu
kisaran tertentu. Wilayah pesisir dapat berfungsi sebagai zona penyangga dan
merupakan habitat bagi berbagai jenis biota tempat pemijahan, pembesaran,
mencari makan dan tempat berlindung bagi berbagai jenis biota laut.
Menurut Dahuri et al. (1996), ekosistem pesisir merupakan ekosistem
yang dinamis, dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun
di laut, serta berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang
besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena
dampak kegiatan manusia. Yang dimaksud dengan ekosistem adalah kesatuan
fungsional dasar dalam ekologi, yang didalamnya tercakup komponen hidup
(biotik) dan komponen tidak hidup (abiotik) yang saling mempengaruhi dan
berinteraksi membentuk suatu kesatuan sistem yang teratur. Keteraturan tersebut
terjadi oleh adanya arus materi dan energi yang terkendalikan oleh arus informasi
antara komponen dalam ekosistem tersebut (Odum, 1971).
Pencemaran air adalah suatu perubahan kualitas fisik, kimia, dan biologi
air yang tidak diinginkan, sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen
dan organisme perairan (Odum, 1971). Laut sama dengan ekosistem lainnya
memiliki daya homeostatis yaitu kemampuan untuk mempertahankan
keseimbangan dan merupakan ekosisitem perairan yang memiliki daya dukung
(carrying capacity) untuk memurnikan diri (self purification) dari segala
gangguan yang masuk ke dalam badan-badan perairan tersebut.
Pada kenyataanya, perairan pesisir merupakan penampungan (storage
system) akhir segala jenis limbah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia (Dahuri,
2001). Laut menerima bahan-bahan yang terbawa oleh air dari daerah pertanian,
13
limbah rumah tangga, sampah dan bahan buangan dari kapal, tumpahan minyak
lepas pantai dan masih banyak lagi bahan yang terbuang ke laut (Darmono, 2001).
Jika beban yang diterima oleh perairan telah melampaui daya dukungnya maka
kualitas air akan turun. Lingkungan perairan tidak sesuai lagi dengan batas baku
mutu yang ditetapkan, perairan tersebut telah tercemar baik secara fisik, kimia
maupun mikrobilogi. Laut menerima bahan-bahan yang terbawa oleh air dari
daerah pertanian, limbah rumah tangga, sampah dan bahan buangan dari kapal,
tumpahan minyak lepas pantai dan masih banyak lagi bahan yang terbuang ke laut
(Darmono, 2001).
bukan merupakan suatu pencatatan yang sebenarnya dari situasi tersebut. Defenisi
ini secara implisit menyebutkan bahwa informasi dan situasi dapat berfungsi
sebagai stimulus bagi terbentuknya suatu persepsi, walau informasi tentang
lingkungan itu juga bisa berupa suatu situasi tertentu (tidak harus berupa
rangkaian kalimat atau isyarat lain). Mc Mahon dan M Mahon (1986)
mendefenisikan persepsi sebagai suatu proses penyusunan penginderaan terhadap
informasi untuk membuat penafsiran dan pengertian.
Penelitian tentang persepsi diperlukan, sebab disamping melibatkan panca
indra, pembentukan persepsi juga melibatkan otak terhadap apa yang dirasakan
seseorang. Dengan demikian persepsi terhadap suatu stimulus memiliki peluang
besar untuk sesuai dengan kenyataan sesungguhnya. Demikian juga halnya
persepsi terhadap pengelolaan pengelolaan lingkungan di wilayah perairan pesisir
teluk Ambon. Jika persepsi masyarakat mengarah pada kesimpulan bahwa
pengelolaan lingkungan tidak berjalan dengan baik, kemungkinan besar ukuran
objektif untuk menunjukan kesimpulan yang sama. Jika ternyata persepsi tidak
sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya, informasi ini bisa digunakan untuk
melakukan interfensi dalam rangka membentuk persepsi yang benar. Sarwono
(1992) mengatakan bahwa kita perlu mengetahui alasan dan cara berubahnya
persepsi, agar kita bisa meramalkan dan jika perlu mempengaruhi persepsi, karena
persepsi bukan sesuatu yang statis melainkan bisa berubah.
Alasan perlunya penelitian persepsi lingkungan adalah untuk mencapai
secara optimal kualitas lingkungan yang baik, yakni kualitas lingkungan yang
sesuai dengan persepsi masyarakat yang menggunakannya. Hal ini sesuai dengan
definisi persepsi mengenai lingkungan yang mencakup harapan, aspirasi dan
keinginan terhadap suatu kualitas lingkungan tertentu. Kualitas lingkungan
selayaknya dipahami secara subjektif, yakni dikaitkan dengan aspek-aspek
psikologis dan sosio kultural masyarakat. Denagn demikian kualitas lingkungan
ini harus didefenisikan secara umum sebagai lingkungan yang memenuhi
preferensi imajinasi ideal sesorang atau sekelompok orang. Pandangan ini
menyempurnakan pandangan sebelumnya yang mengartikan kualitas lingkungan
hanya dari aspek fisik, biologis dan kimia saja.
17
Sikap seseorang terhadap suatu obyek antara satu dengan yang lainnya
cenderung berbeda-beda. Berbagai pengalaman empiris menunjukan bahwa sikap
berhubungan dengan latar belakang dan karakteristik individu yang bersangkutan.
toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para
pengambil keputusan, dan (3). memperhitungkan daya tahan output analisis
sensitivitas pengambilan keputusan. Selain itu AHP mempunyai kemampuan
untuk memecahkan masalaah yang multiobyek dan multikriteria yang berdasar
pada pertimbangan preferensi dari setiap elemen dalam hirarkhi. Jadi model ini
merupakan suatu model pengambilan keputusan yang komprehensif.
Model ini memerlukan konsekuensi pendapat dari stakeholder untuk
memberikan dukungan kebijakannya, sebagai salah satu bentuk akuntabilitas
dalam kebijakan publik. Untuk itu akan lebih optimal survey aspirasinya bila
dilakukan pada para pakar, tokoh organisasi yang terkait dengan pengelolaan
ekosistem hutan mangrove dan atau pejabat yang terkait dengan obyek penelitian.
Dalam konteks ini pemberian peran pada masyarakat terkait untuk memberikan
bobot pemilihan prioritas kebijakan dapat diakomodasikan.
Dalam survey stakeholder tidaklah berarti dapat menampung seluruh
komponen masyarakat. Karena sifatnya pemilihan kebijakan strategis maka
hanya masyarakat terpilih yang mewakilinya. Oleh karena itu, kelemahannya
adalah tidak bisa optimal digunakan untuk menjaring pendapat dari seluruh
komponen masyarakat, karena akan terlalu bias terhadap variabel/kriteria yang
telah diuji (diduga) sebelumnya.
2.10. Co – Management
Fisher (1995) yang dikutip dari Purwanti (2007), menyebutkan tiga elemen
yang harus dipahami para stakeholder dalam pendekatan kolaboratif untuk
pengelolaan sumberdaya alam, yaitu :
1). Satu pangdangan bahwa tujuan konservasi adalah sejalan dengan
pembangunan.
2). Menyadari legitimasi nilai dari konservasi dan pembangunan
3). Sebuah komitmen dari tingkat partisipasi atau kolaborasi masyarakat
setempat dalam pengelolaan lingkungan.
Nikijuluw (2002) menjelaskan bentuk pola kemitraan dan derajat
pembagian wewenang dan tanggungjawab antara masyarakat dan pemerintah
membentuk hirarki Co-management, mulai dari bentuk dimana pemerintah hanya
berkonsultasi dengan masyarakat hingga bentuk dimana masyarakat yang
merancang, mengimplementasikan dan menegakan hukum peraturan pengelolaan
sumberdaya. Bentuk hirarki Co-management dapat dilihat pada Gambar 2.
Co - Management
MASYARAKAT PEMERINTAH
Pembagian Wewenang dan
Tanggungjawab
Pengelolaan oleh Masyarakat
Instruktif
Konsultatif
Kooperatif
informatif Pendampingan
Pengelolaan oleh Pemerintah
Gambar 2. Bentuk hirarki Co-management
Sumber : Sen dan Nielsen (1996) dalam Nikijuluw (2002)
BAB III
METODE PENELITIAN
Tabel 1 Parameter fisika – kimia yang diukur, alat dan cara analisis
No Parameter Satuan Alat dan Cara Analisis Keterangan
Sifat Fisika
1. Suhu ºC Termometer air raksa in situ
Sifat Kimia
5. pH mg/l pH Meter in situ
6. Salinitas %0 Hand Refractometer in situ
7. DO mg/l Tetrimetrik dengan Na₂S₂O₃ lab
8. BOD mg/l Tetrimetrik dengan Na₂S₂O₃ lab
9. Nitrat mg/l Spectrofotometer lab
10. Fosfat mg/l Spectrofotometer lab
11. Pb mg/l AAS lab
12. Cd mg/l AAS lab
13. Cu mg/l AAS lab
14. Hg mg/l AAS lab
25
26
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer
yang dikumpulkan melalui teknik wawancara dengan responden yang telah
ditentukan dengan berpedoman pada suatu daftar pertanyaan (kuisioner) yang
27
a. Umur (UMU)
Umur merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi fungsi
biologis dan psikologis seseorang. Umur adalah usia responden
yang dihitung dari tanggal lahirnya sampai saat wawancara
dilaksanakan. Umur responden pada saat dilakukan penelitian yang
dinilai berdasarkan pada selang umur:
1) Muda (20 – 30 tahun)
2) Dewasa (31 – 40 tahun)
3) Tua ( > 41 tahun)
b. Pekerjaan (PEK)
Adalah pekerjaan dari responden yang diukur dengan cara memberi
nilai pada setiap jenis pekerjaan, yaitu :
1) Sebagai Pegawai negeri
2) Sebagai Pegawai swasta
3) Sebagai Petani
4) Sebagai Nelayan
c. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah jenjang pendidikan resmi, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, yang pernah diikuti oleh responden. Jenjang
pendidikan formal dikelompokan atas :
1) Tingkat SD
2) Tingkat SLTP
3) Tingkat SMU
4) Tingkat Perguruan Tinggi
d. Lama Tinggal (LAM) yaitu lamanya responden tinggal sebagai
penduduk di lokasi tempat penelitian yang dinilai berdasarkan
selang lama tinggal (tahun) :
1) 3 Tahun
2) 5 Tahun
3) 7 Tahun
4) > 10 Tahun
29
Penelitian
Analisis Analisis
Karakteristik Masy
Laboratorium
Analisis Persepsi
Masyarakat
Analisis pendapat
Pakar
Alternatif
Pengeloaan
TAD
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel air. Sedangkan
peralatan yang digunakan untuk mengukur parameter fisika adalah Termometer
air raksa Secci disk Turbidimeter Timbangan dan filter sedangkan untuk
parameter kimia alat yang digunakan adalah pH Meter, Hand Refractometer dan
Spectrofotometer.
31
Setelah jumlah nilai dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status
mutunya dengan melihat jumlah skor yang diperoleh digunakan metode STORET
US EPA (Canter, 1977) dengan mengklasifikasikan mutu air dalam 4 kelas.
Klasifikasi tingkat kualitas air dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Klasifikasi tingkat kualitas air beserta kelasnya berdasarkan system nilai
dari US-EPA
Total Skor Tingkat Kualitas Kelas Keterangan
0 Baik sekali A Memenuhi baku mutu
-1 sampai dengan – 10 Baik B Tercemar ringan
-11 sampai dengan – 30 Sedang C Tercemar sedang
< - 30 Buruk D Tercemar berat
32
Dimana :
X² = uji statistik untuk asymptotik X²
Oi = Frekuensi sel yang diamati
Ei = Frekuensi yang diahapkan untuk sel i
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.2. Iklim
Perairan Kota Ambon memiliki tipe iklim laut tropis dan iklim musim.
Ada 4 musim yang berpengaruh terhadap perairan ini yakni musim Barat
(Desember – Pebruari), musim Pancaroba 1 (Maret – Mei), musim Timur (Juni –
Agustus), dan musim Pancaroba 2 (September – Nopember). Setiap musim
memiliki karakteristik cuaca yang berbeda-beda yang ditunjukkan dengan pola
angin, curah hujan, suhu udara, dan faktor cuaca lainnya. Suhu udara musim
barat sampai tahun 2009 tidak mengalami deviasi yang cukup besar. Ini
menunjukkan bahwa fluktuasi suhu di kawasan kota masih normal. Suhu udara
terendah terjadi dalam musim Timur dan Pancaroba 1.
Iklim di kota Ambon adalah iklim laut tropis dan iklim musim, karena
letak pulau Ambon dikelilingi oleh laut. Oleh karena itu, iklim di kota Ambon
sangat dipengaruhi oleh lautan dan berlangsung bersamaan dengan iklim musim,
yaitu musim Barat atau Utara dan musim Timur atau Tenggara. Pergantian musim
selalu diselingi dengan musim pancaroba yang merupakan transisi dari kedua
musim tersebut. Musim Barat umumnya berlangsung dari bulan Desember sampai
dengan bulan Maret, sedangkan pada bulan April merupakan masa transisi ke
musim Timur, dan musim Timur berlangsung dari bulan Mei sampai dengan
bulan Oktober disusul oleh masa pancaroba pada bulan November yang
merupakan transisi ke musim Barat.
Arus yang berkembang di perairan TAL bukan arus pasut murni tetapi
sedikit dipengaruhi oleh arus yang terjadi akibat pertukaran massa air antara
Teluk Ambon dengan massa air Laut Banda atau disebut dengan arus kiriman dari
Laut Banda. Lokasi pertukaran massa air ini tampak terjadi pada ambang Galala-
Poka. Karakteristik arus di perairan TAD merupakan arus pasang surut yang
sedikit dipengaruhi arus dari Laut Banda. Pola sirkulasi harian massa air di Teluk
Ambon sangat dipengaruhi oleh aliran pasang surut, sebagaimana yang terjadi di
perairan semi-tertutup pada umumnya. Pola arus surut di Teluk Ambon dapat
dilihat seperti pada Gambar 5.
37
Pasang surut di perairan kota Ambon terjadi dua kali sehari (tipe harian
ganda) dan jangkauan pasang surutnya mencapai 1 – 2 meter dengan MSL 11 dm.
Arus yang berkembang di wilayah kota Amnon umumnya didominasi oleh arus
pasut, kecuali diselatan leitimur dan
dan lucipara. Kecepatan arus bervariasi antara
wilayah dengan kisaran 8,3 – 29 cm/detik saat surut dan 9,0 – 50,0 cm/detik saat
pasang, kecepatan terbesar arus terdapat dibagian selatan leitimur yakni 50
cm/detik. Pola sirkulasi harian massa air di Teluk Ambon
Ambon sangat dipengaruhi oleh
aliran pasang surut, sebagaimana yang terjadi di perairan semi-tertutup pada
umumnya. Pasang surut memiliki gerakan naik-turun atau amplitudo (A) yang
disertai dengan gerakan horisontal yang disebut arus pasang surut (U) (Bowden,
1983). dengan nilai kisaran kecepatan 7 cm/s < U < 106.9 cm/s (2007).
lamun dan bakau yang dipisahkan dengan Teluk Ambon Luar oleh ambang
Galala-Poka yang sempit.
2. Teluk Ambon Luar (TAL); dicirikan oleh daerah teluk yang berbentuk corong
dan terbuka ke arah Barat Pulau Ambon dengan kondisi perairan yang relatif
dinamis karena masih dipengaruhi oleh massa air laut Banda, didominasi oleh
komunitas terumbu karang.
3. Teluk Baguala (TB); dicirikan oleh daerah teluk yang berbentuk corong dan
terbuka ke arah Timur Pulau Ambon dengan kondisi perairan yang relatif
dinamis karena masih dipengaruhi oleh massa air laut Banda, didominasi oleh
komunitas terumbu karang.
4. Pesisir Selatan Kota Ambon (PSKA); merupakan daerah terbuka yang sangat
dinamis karena dipengaruhi langsung oleh massa air laut Banda, dengan tipe
pantai berbatu yang didominasi oleh komunitas algae.
Teluk Ambon merupakan perairan teluk yang semi tertutup (end closed
bay), yang terdiri atas dua bagian, yaitu Teluk Ambon bagian Luar (TAL) dan
Teluk Ambon bagian dalam (TAD). Kedua Teluk ini dipisahkan oleh sebuah
39
ambang (sill) yang sempit dan dangkal (kedalaman 8-12 m) yang terletak di antara
desa Poka dan Galala.
Tabel 7 Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk kota Ambon tahun 2005 – 2008
Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan
Tahun
(jiwa) (%)
(1) (2) (3)
2005 262.967 2.01
2006 263.146 0.07
2007 271.972 3.35
2008 281.293 3.43
Sumber : BPS 2008
Hutan mangrove adalah komunitas hutan tropika maupun sub tropik yang
hidup pada lingkungan pantai terutama pada daerah-daerah yang terlindung.
Hutan ini hanya terjadi apabila pantai tersebut tidak terekspose terhadap angin
kencang atau gelombang laut yang besar. Oleh karenanya kebanyakan hutan
mangrove terdapat disekitar teluk yang lautnya tenang dan daratannya secara
40
Pada Perairan Desa Latta dan Halong terdapat komunitas mangrove yang
terdiri atas Rhizophora stylosa, R. mucronata, dan Avicenia marina. Terlihat
bahwa pertumbuhan mangrove terbatas, karena harus beradaptasi dengan substrat
keras karang papan yang mendominasi substrat pantai di daerah ini. Hal ini
didukung oleh pertumbuhan anakan dan sapihan yang tidak dapat berkembang
baik.
Tabel 8 Penyebaran species mangrove di Teluk Ambon Dalam
Lokasi
Species Galala Halong Lateri Passo Poka Batu Koneng
Rhizopora stylosa
Rhizopora apiculata
Bruguiera gymnorrhiza
Bruguiera sexangula
Sonneratia alba
Avicennia marina
Avicennia alba
Aegiceras corniculatum
Ceriops tagal
Excoecaria agallocha
Osbornia octadonta
Dolichandron spathacca
Nypa fruticans
Acrosticum ourieum
Achantus illicifous
Hibiscus tiliaceus
Jumlah species 5 14 14 13 12 12
Sumber : DKP kota Ambon,2008
dapat dikembangkan menjadi areal konservasi dan areal rekreasi yang ramah
lingkungan (Ecotourism), sehingga kegiatan pemanfaatan daerah tersebut dapat
digunakan untuk menunjang perekonomian masyarakat sekitarnya.
76
80 69 69
60 53 53.1
Persentase ( %)
45 43
39.5 1985
40 34.6 33
28.4 26.74 1996
22.1 21.7 23 23.5 20.2
20 2007
10
0
Lilboy Hative Kota jawa Eri Batu capeu Halong
kualitas perairan, maka kemudian diikuti oleh rehabilitasi terumbu karang melalui
kegiatan transplantasi dan konstruksi terumbu buatan. Ekositem terumbu karang,
padang lamun dan mangrove yang ada di sepanjang pantai Pulau Ambon sangat
berperan dalam memberikan produk dan jasa terhadap masyarakat yang hidup di
sekitarnya. Namun kerusakan-kerusakan yang sudah terjadi terhadap ketiga
ekosistim tersebut juga mulai dirasakan dampaknya.
Pulau Ambon adalah salah satu pulau di Provinsi Maluku yang tergolong
dalam pulau kecil. Selain sebagai pulau yang merupakan ibu kota provinsi, kota
ambon juga merupakan kota pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan,
kebudayaan, dan juga sebagai salah satu kota tujuan wisata kepulauan di
Indonesia. Dengan keunikan dan daya tarik yang dimiliki kota Ambon, sehingga
banyak orang yang datang ke kota ini dengan berbagai alasan. Hal inilah yang
menyebabkan semakin bertambahanya penduduk di kota ambon dari tahun ke
tahun.
Dalam sub bab ini dijelaskan secara diskriptif mengenai potensi sumber
pencemar yang diperkirakan berdampak terhadap perubahan lingkungan sekitar
TAD. Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia
sehingga kualitasnya menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan atau fungsinya. Masalah
pencemaran laut dapat disebabkan karena aktivitas manusia seperti pembukaan
lahan untuk pertanian dan pemukiman, pengembangan kota dan industri,
penebangan kayu dan penambangan di Daerah Aliran Sungai (DAS) serta limbah
rumah tangga yang tinggal di daerah pesisir. Salah satu maslah yang dapat
menyebabkan pencemaran yang terjadi di Teluk Ambon Dalam (TAD) adalah
peningkatan jumlah penduduk yang memicu percepatan pembangunan dan
pemanfaatan sumberdaya alam untuk pembangunan. Semakin bertambahnya
penduduk maka semakin bertambah pula limbah yang dihasilkan dengan
demikian akan menambah beban yang dapat meningkatkan pencemaran di pesisir
teluk Ambon.
46
Dilihat dari kondisi topografi kota Ambon yang tidak menunjang memicu
pembangunan terjadi lebih banyak di daerah perbukitan, oleh karenanya
pembukaan lahan yang tidak terencana dan tertata dengan baik di daerah atas
(Upland) akan berdampak buruk pada lahan bawah, termasuk wilayah pesisir dan
laut. Pengembangan kota dilihat sebagai sumber yang dapat menghasilkan bahan
sedimen dan pencemaran perairan pesisir dan laut. Pesatnya perkembangan
pemukiman dan kota telah meningkatkan jumlah sampah baik padat maupun cair
yang merupakan sumber pencemaran pesisir dan laut yang sulit dikontrol. Potensi
sumber-sumber pencemar dapat dideskripsikan sebagai berikut :
Secara garis besar sumber pencemaran perairan pesisir dan lautan dapat
dikelompokkan menjadi tujuh kelas yaitu limbah, industri, limbah cair
pemukiman (sewage) , limbah cair perkotaan (urban storm water), pertambangan,
pelayaran (shipping), pertanian dan perikanan budidaya. Sedangkan bahan
pencemar utama yang terkandung dalam buangan limbah dari ketujuh sumber
tersebut berupa sediment, unsur hara (nutrient), logam beracun (toxic metal),
pestisida, organisme eksotik, organisme pathogen, sampah dan oxygen depleting
substance (bahan yang menyebabkan oksigen terlarut dalam air berkurang)
(Dahuri,1998).
Salah satu potensi sumber pencemar yang mencemari perairan Teluk
Ambon Dalam adalah akibat proses pelayaran (shipping) yaitu ceceran minyak
yang berasal dari hasil kapal, ferry, dan speedboat yang masuk, atau beraktivitas
di perairan Teluk Ambon Dalam.
47
dr aktivitas kapal – kapal yang beroperasi di TAD dan sekitarnya. Hasil penelitian
Sellano (2009) menemukan persentase kegiatan kapal-kapal di perairan TAD
bervariasi antara 19 – 40 % dimana kegiatan memperbaiki kapal (40%), mencuci
tangki ballas (20,63%), mengecat (20%) dan membuang minyak bekas (20%).
Kegiatan – kegiatan tersebut menghasilkan limbah dari kapal-kapal yang
beroperasi di sekitar TAD yang dapat berpengaruh terhadap penambahan
kandungan logam berat di periaran TAD. Sebagaimana diketahui bahwa limbah
cair yang dibuang ke perairan akan berdampak pada penurunan kualitas air.
Darmono (2008) mengemukakan bahwa lapisan minyak yang mengapung dilaut
dapat menghambat laju kehidupan sekitarnya, sehingga ikan atau hewan laut
lainnya tidak dapat bernapas dan akhirnya mati.
muara sungai Galala, sampah dari darat akan terbawa ke lautan dan ketika air laut
mulai surut sampah akan terjebak pada sepanjang pantai sehingga berpengaruh
terhadap ekosistem pesisir. Berdasarkan hasil pengamatan visual sampah plastik
merupakan sampah yang lebih banyak mendominasi perairan pesisir TAD, hal ini
didukung oleh hasil penelitan Tuahatu dan Pattiasina (2005) dan Wacanno (2008)
yang menempatkan jenis sampah plastik dengan nilai kepadatan tertinggi dan
kemudian diikuti beling dan kaleng pada urutan berikutnya. Selain itu hasil
penelitian Sellano (2009) juga mendukung hal ini, dari hasil persentase beban
pencemaran (produksi limbah) dari kegiatan di darat, ditemukan limbah domestik
padat dan cair menempati urutan tertinggi yaitu dengan persentase sekitar 99%.
Hal ini meberikan gambaran bahwa sebagian besar sumber yang mencemari TAD
adalah berasal dari darat.
Gambar 10. Limbah padat pada bantaran sungai dan di perairan TAD
4.4.3. Sedimentasi
diangkut kembali dan pada suatu saat diendapkan secara tetap untuk beberapa juta
tahun. Rangkain proses ini disebut proses sedimentasi. Sedimen sendiri
mengakibatkan pendangkalan di perairan atau muara sungai.
Sumber-sumber material sedimen pesisir (coastal sediments) berasal dari
mintakat lepas pantai ataupun dasar laut, tebing-tebing pantai akibat reruntuhan
tebing atau abrasi dan sungai yang mengalir dari daerah atas ke pesisir akibat
kerja fluvial. Material tersebut kemudian diangkut ke mintakat pantai oleh kerja
gelombang laut dan arus sepanjang pantai.
Erosi pantai atau run off yang terbawa oleh air ketika musim hujan
mengendap di muara sungai dan perairan sehingga menyebabkan pendangkalan
pada daerah perairan. Pembukaan lahan pada daerah resapan air juga akan sengat
berpengaruh terhadap proses pendangkalan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian
Pelasula (2008) ditemukan perbedaan nilai kedalaman penumpukan sedimen di
TAD antara tahun 1982 dan tahun 2008 atau kurang lebih 26 tahun yang
mendapati penambahan ketinggian dasar laut akibat sedimentasi sebesar 0,03
meter/thn atau sebesar 3 cm/tahun. Hal yang sama juga ditemukan dari kasil
kajian dinas perikanan dan kelautan Kota Ambon bahwa telah terjadi sedimentasi
pada perairan TAD.
Dari gambaran yang telah dikemukan diatas, dapat lebih lanjut dikatakan
bahwa salah satu penyebab pencemaran di Teluk Ambon juga berasal dari proses
sedimentasi akibat aktivitas di daratan seperti alih fungsi lahan sebagai kawasan
pemukiman yang sementara berlangsung hingga saat ini pada beberapa desa
seperti desa Galala, Latta, Kelurahan Lateri, juga sebagian desa Waiheru dan
poka. Perubahan sedimentasi pada perairan Teluk Ambon Dalam dapat dilihat
pada Gambar 11.
51
1994 2007
penambangan galian C. oleh karena itu menjadi suatu perhatian bagi pengambil
kebijakan di daerah Maluku khususnya kota Ambon untuk memperhatikan
kembali RTRW yang ada sehingga dapat meminimalisir dampak bagi lingkungan
perairan pesisir TAD.
Tabel 10 Hasil pengukuran kualitas air laut di Teluk Ambon Dalam, April 2010
TITIK SAMPLING
No Parameter Satuan St.I St.II St.III St.IV St.V St.VI St.VII
FISIKA – KIMIA
1 Suhu °C 30.29 30.25 30.22 30.22 30.26 30.45 30.39
2 pH 8.46 8.46 8.43 8.44 8.44 8.49 8.49
3 Salinitas ‰ 33.09 33.11 33.16 33.10 33.07 33.03 33.11
4 DO mg/l 4.68 4.91 4.61 4.90 5.09 4.56 5.09
5 BOD5 mg/l 9.2 9.8 7.8 6.9 5.4 4.7 6.9
4.5.3. Salinitas
massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah (effluent) yang masuk ke
badan air. Kandungan oksigen terlarut sangat penting dalam mempengaruhi
keseimbangan kimia dan kehidupan organisme di perairan.
Berdasarkan hasil penelitian pada tujuh titik stasiun pengamatan, kisaran
nilai DO antara 4.56 – 5.09 mg/l, nilai ini relative hampir sama dengan hasil
pengamatan DO di perairan Maluku Utara (Iksan, 2005) dengan kisaran Do
adalah 4.99 – 6.97 mg/l. Nilai DO terendah terdapat pada St. 6 yaitu 4.56 mg/l
yang berada pada daerah sekitar pangkalan Lanal Halong dan Latta. Dari table
diatas dapat dilihat bahwa nilai DO pada St. 1 – 4 dan St. 6 yaitu St. 1 :4.68, St.2
: 4. 91, St.3 : 4.61, St.4 : 4.90 dan St. 6 : 4.56 mg/l berada di bawah ambang batas
Baku Mutu Air Laut yang ditetapkan nilai DO > 5 mg/l. Rendahnya nilai DO pada
St.1, 2, 3, 4 dan 6 berkaitan dengan banyaknya sampah pada kawasan tersebut.
Pembuangan sampah organik atau yang dapat terurai akan meningkatkan
kandungan bahan organik di perairan. Kebanyakan bahan-bahan buangan tersebut
memiliki karbon. Untuk mengoksidasi karbon membutuhkan oksigen dalam
jumlah yang besar sehingga jika bahan organik yang masuk besar maka perairan
akan kekurangan oksigen yang dibutuhkan oleh biota. Sebaran nilai oksigen ini
tergolong tidak layak untuk menunjang upaya pengembangan perikanan budidaya,
periwisata/rekreasi maupun konservasi sumberdaya laut.
Nilai kandungan oksigen terlarut ini secara umum bisa dikatakan lebih
kecil bila dibandingkan dengan kandungan oksigen terlarut yang ditetapkan dalam
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup N0. 51 Tahun 2004 ditetapkan
bahwa ambang batas kandungan oksigen terlarut untuk kegiatan budidaya laut dan
wisata bahari adalah >5 mg/l. Kandungan oksigen terlarut perairan TAD tidak
layak untuk pertumbuhan organisme laut dan wisata bahari.
4.5.5. BOD5
juga tidak bersifat toksik terhadap organisme perairan. Rata – rata kadar nitrat
yang diperoleh di perairan TAD adalah 0.001 mg/l dengan kisaran 0.001 – 0.003
mg/l. Berdasarkan hasil penelitian Syahputra (2005) kadar nitrat di teluk
Lhokseudu Aceh berkisar 0.039 – 0.051 mg/l, Yusron (2001) di kepulauan seribu
menemukan kadar nitrat antara 0.0125 – 0.195 mg/l, dan Wahyuningrum (2001)
menemukan kadar nitrat di teluk Lampung pada kisaran 0.214 – 0.786. Jika
dibandingkan dengan kadar nitrat yang terdapat pada perairan TAD, maka lebih
rendah kadar nitrat di TAD dibandingkan dengan kadar nitrat di teluk Lhokseudu,
kepulauan seribu dan teluk Lampung.
Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan
nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat dapat digunakan untuk
mengelompokkan tingkat kesuburan perairan yang terdiri dari perairan oligotrofik
memiliki kadar nitrat antara 0-1 mg/l, perairan mesotrofik memiliki kadar nitrat
antara 1-5 mg/l dan perairan eutrofik memiliki kadar nitrat yang berkisar antara 5-
50 mg/l (Volenweider, 1969 dalam Wetzel, 1975 dalam Effendi, 2003).
Tabel11 Hasil pengukuran konsentrasi Pb dan Cd pada kolom air di tahun 2010
dan pada sedimen tahun 2007 dan 2009
Tahun
Parameter Lokasi
Pengukuran
Galala Poka Waiheru Passo Halong
Maret 2007 ** Cd 0.061 0.048 0.057 - 0.078
Pb 1.17 0.96 0.74 - 0.76
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengukuran pada tujuh titik stasiun,
Dari table diatas dapat dilihat bahwa nilai Cd dan Pb di Teluk Ambon pada
beberapa lokasi telah melewati ambang batas yang ditentukan. Jika dibandingkan
59
dengan hasil yang diperoleh pada tahun 2007, nillai Cd dan Pb mengalami
kenaikan di tahun 2009 pada daerah Galala dan Poka. Hasil pengukuran tahun
2007 dan 2009 dilakukan pada sedimen yang diambil di beberapa lokasi (Tuahatu,
2009) dan pada tahun 2010 pengukuran di lakukan pada sampel air di kolom air
pada tujuh titik pengamatan di TAD. Dari tabel diatas dapat diketahui Nilai Cd
dan Pb pada ke dua tahun ini ada yang mengalami peningkatan pada lokasi yang
sama, namun ada pula yang berkurang. Nilai Cd pada tahun 2007 adalah 0.061
Ppm meningkat pada tahun 2009 menjadi 1.1656 Ppm pada daerah Galala, hal
yang sama juga terjadi pada daerah poka. Penurunan nilai Cd terjadi pada desa
Waiheru yakni pada Tahun 2007 = 0.048 Ppm dan menurun pada tahun 2009
menjadi <0.0010.
Tingginya aktivitas di lahan atas yang disertai dengan tidak adanya
pengelolaan limbah yang sesuai merupakan salah satu penyebab meningkatnya
nilai Cd dan Pb. Selain itu, aktivitas pada perairan Teluk Ambon itu sendiri
seperti aktivitas perbaikan kapal, yang menyebabkan limbah masyarakat dan cat
anti karat masuk ke perairan, dimana keduanya turut memberi kontribusi bagi
hadirnya Cd dan Pb di perairan. Sumber limbah yang banyak mengandung logam
berat biasanya berasal dari aktivitas industri, pertambangan, pertanian dan
pemukiman. Penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar berbahaya
yaitu logam berat tidak dapat dihancurkan (non degradable) oleh organisme hidup
di lingkungan dan terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar
perairan membentuk senyawa komplek bersama bahan organic dan anorganik
secara adsorbsi dan kombinasi (Djuangsih,1982).
Untuk menentukan status mutu air pada perairan TAD maka digunakan
salah satu metode berdasarkan KepMNLH 115 Tahun 2003 yaitu Metode
STORET. Metode ini Merupakan salah satu metode untuk menentukan status
mutu air yang pada prinsipnya dilakukan dengan cara membandingkan antara data
kualitas air dengan baku mutu yang sesuai dengan peruntukannya. Dengan skor
yang diberikan bagi masing-masing parameter untuk tiap nilai maksimum,
minimum dan rata – rata maka ditentukan sebuah nilai dan dijumlahkan untuk
memperoleh skor akhir yang kemudian disesuaikan dengan kelas mutu air yang
telah dijelaskan sebelumnya.
60
Tabel 12 Tabulasi penentuan nilai minimum, maksimum, dan rata-rata dari tujuh
titik sampling di TAD, beserta skor dan jumlah skor
Nilai Nilai Nilai Baku Skor Skor Skor
Parameter Satuan Jumlah
Max Min Rata-rata Mutu(*) Max Min rata-rata
Suhu ºC 30,45 30,22 30,29 28 – 30 0 0 0 0
pH - 8,49 8,43 8,45 7 - 8,5 0 0 0 0
Salinitas ‰ 33,16 33,02 30,29 33 – 34 0 0 0 0
DO mg/L 5,09 4,56 4,85 >5 0 -2 -6 -8
Sumberdaya yang tersedia pada kawasan pesisir dan laut Kota ambon
meliputi ikan seperti Cakalang, tungkol, tuna, ikan kembung, selar, teri dan laying
(ikan pelagis kecil) yang kesemuanya dapat dimanfaatkan oleh komunitas sekitar
62
pesisir selain sumberdaya alam lain dan jasa-jasa lingkungan yang dapat
dimanfaatkan. Dari aspek geografis dimana aksesibilitas masyarakat yang relatif
dekat dengan pesisir dan laut maupun dari segi ketersediaan sumberdaya yang
ada, masyarakat memanfaatkan sumberdaya tersebut untuk pengembangan
ekonomi keluaraga adalah hal yang logis.
Kegiatan komunitas TAD dalam pemanfaatan suberdaya yang ada antara
lain “Bameti” yaitu salah satu aktivitas yang dilakukan untuk mengumpulkan
jenis kerang (bahasa Ambon: Bia) yang dialakukan pada saat air laut surut.
Pemanfaatan sumberdaya yang ada menjadikan suatu bentuk kebiasaan yang
kemudian membudaya bagi komunitas sekitar pesisir dan laut. Sejak jaman para
leluhur masayarakat Maluku, kebiasaan atau tradisi yang meningkatkan kesadaran
sebagai bentuk kearifan lokal untuk penyelamatan sumberdaya alam yang ada
telah dilaukukan dengan adanya “Sasi” dan “Kewang” yang yang mempunyai
fingsi dan peran terhadap pelestarian dan penyelamatan sumberdaya yang ada,
namun bagi komunitas sekitar TAD hal ini belum begitu nampak. Salah satu yang
telah diterapkan yang cukup dipandang baik yang ditemukan di lapangan adalah
penerapan “Sasi” pada daerah Hutan Lindung Mangrove di Desa Passo, namun
“Kewang” sudah tidak lagi ditemukan di desa-desa pesisir Teluk Ambon. Jika
ditinjau dari fungsi dan peran “Kewang”, yakni membuat perturan dan sangsi
sebagai bentuk penyelamatan terhadap sumberdaya alam yang ada, namun sangat
disayangkan bahwa peninggalan leluhur ini hampir tidak lagi dilakukan oleh
masyarakat pesisir Teluk Ambon.
1. Karakteristik Individu
2. Hubungan Karakteristik Individu dengan Persepsi Terhadap Lingkungan
TAD
3. Hubungan Persepsi terhadap Partisipasi menjaga kelestarian TAD
4. Partisipasi masyarakat dalam mendukung kelestarian ekosistem di TAD
Dari aspek di atas dapat digambarkan hasilnya sebagai berikut :
1 Umur Muda (20 – 30 thn) 3 13.04 7 28.00 6 23.08 6 27.27 12 36.36 34 26.36
Dewasa ( 31 - 40 thn) 8 34.78 10 40.00 12 46.15 7 31.82 8 24.24 45 34.88
Tua (> 41 thn) 12 52.17 8 32.00 8 30.77 9 40.91 13 39.39 50 38.76
Jumlah 23 100 25 100 26 100 22 100 33 100 129 100
2 Tingkat Rendah (< SD Tamat) 2 8.70 1 4.00 2 7.69 7 31.82 1 3.03 13 10.08
Pendidikan Sedang (SMP - SMU) 15 65.22 14 56.00 14 53.85 10 45.45 22 66.67 75 58.14
Tinggi (D1 - Sarjana) 6 26.09 10 40.00 10 38.46 5 22.73 10 30.30 41 31.78
Jumlah 23 100 25 100 26 100 22 100 33 100 129 100
3 Pekerjaan PNS 5 21.74 7 28.00 7 26.92 3 13.64 8 24.24 30 23.26
Swasta 14 60.87 14 56.00 15 57.69 11 50.00 13 39.39 67 51.94
Petani 2 8.70 2 8.00 2 7.69 2 9.09 8 24.24 16 12.40
Nelayan 2 8.70 2 8.00 2 7.69 6 27.27 4 12.12 16 12.40
Jumlah 23 100 25 100 26 100 22 100 33 100 129 100
4 Lama Tinggal 3 Tahun 0 0.00 3 12.00 1 3.85 2 9.09 13 39.39 19 14.73
5 Tahun 0 0.00 1 4.00 1 3.85 3 13.64 2 6.06 7 5.43
7 Tahun 0 0.00 3 12.00 2 7.69 7 31.82 0 0.00 12 9.30
> 10 Tahun 23 100 18 72.00 22 84.62 10 45.45 18 54.55 91 70.54
Jumlah 23 100 25 100 26 100 22 100 33 100 129 100
5 Pendapatan Rendah (< 750.000) 12 52.17 7 28.00 15 57.69 12 54.55 19 57.58 65 50.39
Sedang (750-1 juta) 8 34.78 10 40.00 1 3.85 5 22.73 5 15.15 29 22.48
Tinggi (> 1 juta) 3 13.04 8 32.00 10 38.46 5 22.73 9 27.27 35 27.13
Jumlah 23 100 25 100 26 100 22 100 33 100 129 100
Sumber: Data Primer (diolah)
responden yang berpendidikan SLTP – SLTA, dan tinggi untuk responden yang
berpendidikan Diploma – Sarjana. Tabel 15 menunjukan bahwa pendidikan
formal masyarakat tertinggi adalah kategori sedang (58.14%), tinggi (31.78%) dan
rendah (10.08%). Dari data ini menunjukan bahwa komunitas yang tinggal di
daerah pesisir TAD memiliki tingkat pendidikan yang cukup untuk menilai suatu
permasalahan. Hal ini juga berkaitan dengan pekerjaan yang ditekuni oleh
masing-masing kelompok masyarakat ini, yakni yang bermatapencaharian sebagai
Swasta menepati urutan tertinggi 51.94% dan PNS 23.26%, sedangkan petani dan
nelayan tersebar dengan persentasi yang sama yaitu 12.40%. Dari hasil penelitian
ditemukan bahwa sebagian besar komunitas sekitar TAD memiliki tingkat
pendidikan, pekerjaan dan pendapatan yang cukup sehingga memungkinkan untuk
tidak mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya alam sekitar demi
kelangsungan hidup, namun pada kenyataannya kondisi sumberdaya alam dan
lingkungan sekitar TAD dari sisi kualitas lingkungan belum bisa dikatakan baik.
Kondisi ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan yang dimiiki belum menjamin
kesadaran dalam bertindak untuk tetap menjaga kualitas lingkungan pada
komunitsa tersebut. Pengetahuan, umur, serta pengalaman yang dimiliki
seseorang akan sangat mempengaruhi cara pandang dan pemahaman terhadap
suatu persoalan yang dapat menentukan sikap baik dalam bentuk pikiran serta
tindakan nyata dari individu tersebut.
Dari hasil diskripsi pada Tabel 14 terlihat bahwa komunitas sekitar TAD
memiliki persepsi yang tinggi terhadap alam dan ekosistem di TAD (94%), hal ini
menunjukan masyarakat memiliki pemahaman yang baik terhadap alam sekitar,
persepsi yang baik ini apabila ditunjang dengan faktor-faktor lainnya akan
membentuk perilaku partisipasi yang diharapkan baik dalam mengelola
sumberdaya yang ada di sekitar TAD.
Komunitas sekitar TAD menyatakan TAD tercemar (97%) karena
komunitas merasakan dan melihat langsung perubahan-perubahan yang terjadi
seperti banyaknya sampah ketika air laut surut, perubahan warna air laut pada saat
musim hujan akibat sedimentasi dan seringkali ditemukan ceceran minyak pada
daerah-daerah tertentu. Perubahan-perubahan inilah yang dapat diamati secara
langsung oleh komunitas sekitar TAD, maka persepsi masyarakat tentang
perubahan yang terjadi di TAD adalah sebanyak 89% komunitas mengakui telah
terjadi perubahan. Berdasarkan hasil terlihat 100% masyarakat desa Passo
mengakui telah terjadi perubahan di TAD, hal ini dikarenakan desa Passo
merupakan desa dengan hutan mangrove terluas di Teluk Ambon sehingga
67
40 32 Persepsi tentang
entang Pencemaran di TAD
30 25 26 23
19 Tercemar
20
%
10 1 2 Tidak Tercemar
0 1 0 0 0 0 0 0
0 Netral
% Poka Latta Waiheru Passo Galala
berlayar lebih jauh untuk mencari ikan, tentu biaya operasional dalam proses ini
akan meningkat. Jika dibandingkan dengan komunitas yang memiliki jenis
pekerjaan seperti swasta dan PNS, namun terdapat hubungan yang sangat nyata
karena tingkat pendidikan dan pekerjaan komunitas sekitar pesisir TAD
memungkinkan komunitas mengakses informasi yang lebih baik dari lingkungan
pendidikan maupun tekonologi yang ada sehingga memandang pentingnya alam
sekitar dan ekosistem yang ada bagi kelangsungan kehidupan komunitas tersebut.
Jadi dapat dikatakan bahwa kepentingan dan pengalaman individu akan
membentuk persepsi bahwa alam sekitar dan ekosistem yang ada penting bagi
kelangusngan hidupnya.
Dari uraian tersebut maka hipotesis pertama pada penelitian ini yaitu
terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan persepsi terhadap
lingkungan terbukti, memiliki hubungan nyata pada taraf kepercayaan 5 % dan
sangat nyata pada taraf kepercayaan 1 % pada indikator yang berbeda.
rendah. Hal ini dipandang cukup baik, karena sebagian masyarakat memiliki
kesadaran pribadi untuk turut melestarikan lingkungan pesisir TAD.
Soselisa (2006) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam suatu
kegiatan/pembangunan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, tingkat
pendidikan, umur, dan kesesuaian kegiatan dengan kebutuhan. Partisipasi juga
ditentukan oleh tingkat pengetahuan. Seseorang yang memiliki pengetahuan dan
kesadaran yang tinggi terhadap kepentingan kelompok, cendrung semakin tinggi
partisipasinya dalam kegiatan pembangunan. Hubungan antara persepsi
masyarakat terhadap lingkungan dengan partisipasi masyarakat dalam pelestarian
TAD ditunjukan pada Tabel 17.
cm/tahun. Hal yang sama ditemukan dari hasil penelitian Pelasula (2008) bahwa
hasil perhitungan luas areal sedimentasi di Teluk Ambon sebesar 102,56 ha untuk
tahun 1994 dan 168,13 ha untuk tahun 2007. Hasil tersebut memberikan
gambaran bahwa telah terjadi penambahan luasan sedimentasi yang menyebar
mulai dari area pesisir pantai menuju ke perairan yang lebih dalam seluas sebesar
65,57 ha dalam kurun waktu 13 tahun atau dengan rata-rata penambahan luas
sebesar 5,43 ha/tahun. Aktivitas pembangunan perumahan pada wilayah sekitar
pesisir TAD seperti diperlihatkan pada Gambar 13.
Sedangkan bagi komunitas yang pemukiman tempat tinggal mereka jauh dari
pesisir TAD cendrung mengabaikan pentingnya pelestarian lingkungan sekitar
TAD.
Tabel 18 Tingkat partisipasi masyarakat desa Galala, Latta, Passo, Waiheru dan
Poka
Persentase (%) Total
Tingkat Partisipasi
Galala Latta Passo Waiheru Poka (%)
Tinggi 61 40 42 54 36 46
Sedang 35 44 46 23 43 39
Rendah 4 16 12 23 21 15
Sumber: Data primer (diolah)
Hasil penilaian tingkat partisipasi masyarakat yang didapat dari lima desa
sampel yaitu desa Galala, Latta, Passo, Waiheru dan Poka pada umumnya dapat
dikatakan bahwa komunitas yang ada memiliki tingkat partisipasi yang tinggi
tehadap pelestarian lingkungan sekitar pesisir TAD. Desa Galala dan Waiheru
memiliki tingkat partisipasi diatas 50% dengan tingkat persentasi partisipasi
74
tertinggi 61% dan kemudian 54% pada desa Waiheru. Fenomena yang ditemukan
di lapangan adalah Desa Galala adalah desa dengan transportasi
transportasi laut yang tinggi
yang menghubungkan desa Galala dan desa Poka, aktivitas transportasi laut yang
tinggi ini dikarenakan letak kawasan pendidikan
pendidikan Universitas Pattimura di desa
poka sehingga aktivitas mahasiswa, dosen dan karyawan
karyawan dari dan menuju daerah
kampus mengguanakan jalur transportasi laut sebagai jalur alternatif selain jalur
darat yang dapat ditempuh.
70
61
60 54
50 44 46
42 43
40
40 35 36 Tinggi
30 Sedang
23 23 21
20 16 Rendah
12
10 4
0
Galala Latta Passo Waiheru Poka
Sedangkan bagi masyarakat desa Galala yang telah lebih dari 10 tahun
menetap di situ, tingginya tingkat partisipasi dapat disebabkan karena faktor
pemanfaatan jasa lingkungan yang juga dapat memberikan manfaat bagi
kelangsungan hidup masyarakat tersebut. Faktor – faktor seperti lama tinggal,
tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap sikap dan partisipasi masyarakat.
Hal ini ditegaskan juga oleh Soedjono (1990) Partisipasi adalah pencurahan
aktivitas atau benda melalui suatu proses kegiatan bersama untuk mencapai tujuan
bersama yang dalamnya menyangkut kepentingan pribadi. Namun partisipasi juga
dapat dibentuk dari pengalaman masa lalu yang dialami oleh individu atau
kelompok yang mendapatkan manfaat tertentu dalam pelaksanaan partisipasi
tersebut.
Pengelolaan
Fokus
Teluk Ambon Dalam
Pemerintah
Peneliti (34%)
Pemerintah
Peneliti 34%
(12%)
13%
LSMLSM
14%
(13%)
Masyarakat
Masyarakat
27%
(26%)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan, maka beberapa kesimpulan
yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Kawasan Teluk Ambon Dalam memiliki potensi sumberdaya alam dan
ekosistem antara lain ekosistem hutan mangrove, ekosistem padang lamun dan
ekosistem terumbu karang yang sangat unik dan berpotensi untuk
dikembangkan demi menunjang kelangsungan hidup organisme akuatik
disekitarnya, namun pada kenyataannya banyaknya aktivitas yang dapat
memberi tekanan terhadap penurunan kualitas lingkungan sekitar pesisir Teluk
Ambon Dalam. Potensi sumber pencemar yang diidentifikasi yang berpotensi
mencemari kawasan sekitar pesisir TAD yaitu ceceran minyak (Oil spill) dari
kapal – kapal yang berkativitas disekitar perairan TAD dan sumber lain yang
juga berpotensi mencemari perairan pesisir TAD adalah limbah domestik baik
limbah organik maupun limbah non organik yang berasal dari penduduk
sekitar TAD dan bantaran sungai yang bermuara di TAD.
2. Status mutu air di perairan pesisir TAD berdasarkan hasil perhitungan dengan
metode STORET termasuk kedalam Kelas C atau tercemar sedang dengan
total skor atau indeks STORET yang didapat adalah – 28.
3. Tingkat partisipasi masyarakat yang diukur pada 5 desa sampel yang
didasarkan tiga aspek yaitu : 1) persepsi terhadap alam dan ekosistem, 2)
tingkat partisipasi dalam program pemerintah dan 3) tingkat partisipasi
individu atau kelompok ditemukan bahwa masyarakat dengan partisipasi
tinggi sebanyak 46%, masyarakat dengan partisipasi sedang 39%, dan
masyarakat dengan partisipasi rendah sebanyak 15%.
4. Hasil analisis AHP menunjukan bahwa aktor yang menjadi prioritas utama
dalam pengelolaan TAD adalah pemerintah dengan angka 0.3416. Faktor
pendukung yang menjadi prioritas utama dalam pengelolaan TAD adalah
potensi sumberdaya alam dengan angka 0.2969 dengan tujuan yang menjadi
prioritas utama dalam pengelolaan adalah terciptanya kualitas lingkungan
85
5.2. Saran
1. Perlu adanya payung hukum baik berupa perda yang dapat mengatur tentang
pelaksanaan kegiatan di daerah sekitar pesisir dan laut termasuk pengawasan
terhadap perkapalan, pengelolaan DAS, dan pengelolaan sampah
masyarakat sehingga tidak berdampak pada penurunan kualitas lingkungan
pesisir sekitar Teluk Ambon.
2. Perencanaan pengelolaan pesisir sekitar Teluk Ambon sebaiknya dilakukan
dengan pendekatan pengelolaan terpadu dengan kerjasama berbasis
kemitraan antar stakeholder secara formal.
3. Perlu dilakukan tinjauan kembali rencana tata ruang wilayah yang ada dalam
rangka pembenahan dan perencanaan strategi pengelolaan wilayah pesisir
dan laut khususnya wilayah perairan Teluk Ambon.
4. Menghidupkan kembali tradisi yang telah ada yaitu “KEWANG” pada desa-
desa di sekitar Teluk Ambon demi penyelamatan ekosistem yang tersisa.
86
DAFTAR PUSTAKA
American Public Health Association (APHA), 1976. Standard Methods for The
Examinsation of Water and Wastewater. 4th edition. American Public
Health Association. Washington DC.
Bangen, D.G. 2000. Sinopsis teknik pengambilan contoh dan analisis data biofisik
sumberdaya pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor. 88 hal.
Black, James A. dan D.J. Champion. 1999. Metode dan Masalah Penelitian Sosial.
Penerbit PT. Refika Aditama Bandung.
Boyd, C. E., 1988. Water Quality of Warmwater Fish Ponds. Fourth printing.
Auburn University Agricultural Experiment Station. Alabama. USA.
Dahuri. R. 1995. Metode dan Pengukuran KualitasAir Aspek Biologi. IPB. Bogor.
Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ambon. 2008. Data dan Analisis: Profil
Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Kota Ambon.
Djuangsih, N., A.K. Benito, H. Salim, 1982. Aspek Toksikologi Lingkungan,
Laporan Analisis Dampak Lingkungan, Lembaga Ekologi Universitas
Padjadjaran, Bandung.
87
Maarif, S. 2004. Analisis Hierarki Proses. Bahan Kuliah Program Studi PSL-
SPS IPB. Bogor.
Mc. Mahon,F.B, dan Y.W. Mc. Mahon. 1986. Psychology the Hybrid Science
(fifth edition). The Dorsey Press. New York.
Pelasula, D.D, 2008. Dampak Perubahan Lahan Atas Terhadap Ekosistem Pesisir
Teluk Ambon. Tesis. Program Studi Ilmu Kelautan, Program Pascasarjana
Universitas Pattimura.
Salmin, 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
sebagai salah satu Indikator untuk menentukan Kualitas Perairan.
Oseana Vol XXX No. 3. 2005. Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI.
Jakarta.
Soselisa. 2006. Kajian Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Gugusan Pulau
Pulau Padaido Distrik Padaido, Kabupaten Biak Numfor, Papua.
Disertasi. Program Pascasarjana IPB (tidak dipublikasikan).
No IDENTITAS RESPONDEN
Nama Jns Klmin Umur Status Pekrjaan Lama tggl Penddkn Pendptan Jmlh kel Agama
No IDENTITAS RESPONDEN
Nama Jns Klmin Umur Status Pekrjaan Lama tggl Penddkn Pendptan Jmlh kel Agama
No IDENTITAS RESPONDEN
Nama Jns Klmin Umur Status Pekrjaan Lama tggl Penddkn Pendptan Jmlh kel Agama
No IDENTITAS RESPONDEN
Nama Jns Klmin Umur Status Pekrjaan Lama tggl Penddkn Pendptan Jmlh kel Agama
No IDENTITAS RESPONDEN
Nama Jns Klmin Umur Status Pekrjaan Lama tggl Penddkn Pendptan Jmlh kel Agama
DAFTAR PERTANYAAN
No Responden :
Desa :
Tanggal wawancara :
OLEH:
Marselitha Trivena Ohello
NRP P052080101
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
I. Identitas Responden
1. Nama : Bapak/Ibu …………………………….
2. Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan
3. Umur : ……… Tahun
4. Status Perkawinan : Kawin/Single/Janda/Duda
5. Pekerjaan : a. Petani b. Nelayan
c. Pegawai Negeri d. Swasta
6. Tempat tinggal :
Galala
Latta
Passo
Waiheru
Poka
7. Lama tinggal : a. 3 Tahun b. 5 tahun
c. 7 Tahun d. > 10 Tahun
8. Pendidikan : a. Tamat SD b. Tamat SMP
c. Tamat SMU d. Perguruan tinggi
9. Pendapatan : a. < Rp. 750.000.-
b. Antara Rp. 750.000 – 1.440.000
c. Antara Rp. 1.440.000 – 2.160.000
d. > Rp. 2.160.000
10. Jumlah anggota kel : ………………… Orang
11. Agama : a. Islam b. Kristen Protestan
c. Hindu d. Budha
II. Persepsi Masyarakat
1. Bagaimana saudara memandang alam sekitar ?
a. Alam adalah ciptaan Tuhan yang harus dipelihara
b. Alam adalah ciptaan Tuhan yang harus dimanfaatkan
c. Alam adalah ciptaan Tuhan dan manusia harus mampu mengelola alam
untuk kehidupan masa kini dan masa yang akan datang.
2. Apakah saudara mengetahui tentang keberadaan ekosistem yang ada disekitar
tempat tinggal ?
a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
3. Ekosistem apa saja yang bapak/ibu ketahui ada di sekitar tempat tinggal
bapak/ibu? (Jawaban bisa lebih dari 1)
a. Ekosistem hutan mangrove (bakau)
b. Ekosistem padang lamun
c. Ekosistem terumbu karang
4. Bagaimana tanggapan saudara terhadap ekosistem yang ada ?
a. Penting b. Tidak penting c. Tidak tahu
5. Jika Ekosistem yang ada itu Penting, apakah ada fungsinya bagi bapak/ibu?
a. Ada b. Tidak ada
Ǝ
c. Tidak tahu
6. Jika Ekosistem itu tidak penting, Mengapa?
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
7. Menurut anda apakah telah terjadi pencemaran di perairan Teluk Ambon
Dalam dengan limbah padat (Plastik, kaleng bekas dan sampah padat lainnya),
sampah rumah tangga dan pembuangan limbah minyak oleh kapal dan perahu
motor? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
8. Menurut pengamatan saudara apakah telah terjadi penurunan vegetasi hutan
mangrove, kerusakan terumbu karang dan penurunan luas padang lamun pada
lokasi tertentu di Teluk Ambon Dalam?
a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
9. Menurut saudara perubahan yang terjadi (kerusakan terumbu karang,
penurunan hutan mangrove, sedimentasi, dll) di Teluk Ambon dalam
disebabkan oleh beberapa aktivitas berikut :
• Phenomena alam : a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
• Pemanfaatan yang berlebihan terhadap sumberdaya alam :
a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
• Laut sebagai tempat pembuangan segala jenis limbah (tempat pembuangan
akhir) :
a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
• Terjadi peningkatan populasi penduduk :
a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
• Pengetahuan masyarakat yang rendah tentang lingkungan :
a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
• Kesadaran masyarakat yang rendah dalam menjaga kelestarian lingkungan
Teluk Ambon Dalam (TAD)
a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
10. Menurut saudara apakah Teluk Ambon Dalam dapat digunakan untuk tempat
rekreasi pantai, menyelam, atau berenang?
a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
III. Partisipasi
1. Selama ini apakah bapak/ibu mengetahui tentang program pemerintah untuk
melestarikan sumberdaya pesisir teluk Ambon?
a. Ya, b. Tidak tahu
2. Jika Ya, dari manakah bapak/ibu mendaptkan informasi tersebut?
a. Dari media,
b. Dari Pemerintah desa setempat
c. Dari Program yang telah dilaksanakan
d. Lainnya…………………..
3. Program apa sajakah yang pernah dilaksanakan pemerintah di tempat tinggal
bapak/ibu?
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
4. Apakah bapak/ibu merasakan manfaat dari pelaksanaan program dimaksud?
a. Ya, Manfaatnya:………………………………………………..
b. Tidak, Alasannya:……………………………………………………..
5. Apakah bapak/ibu sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan pelestarian pesisir
teluk Ambon?
a. Ya, kegiatannya antara lain :
…………………………..
…………………………..
…………………………..
b. Tidak
6. Selain program pemerintah, apakah bapak/ibu secara pribadi atau kelompok
kecil pernah melakukan kegiatan lainnya untuk menjaga kelestarian pesisir
teluk Ambon?
a. Ya, kegiatannya :
b. Tidak
7. Adakah upaya dari pribadi atau kelompok kecil untuk melakukan kegiatan
untuk menjaga dan melestarikan sumberdaya pesisir teluk Ambon?
a. Ya, kegiatannya :
b. Tidak
8. Apakah yang mendorong saudara untk memelihara pesisir teluk Ambon ?
a. Pemerintah desa
b. Ikut berpartisipasi bersama masyarakat
c. Kemauan dari diri sendiri
9. Pernakah saudara mengambil atau memanfaatkan sesuatu dari potensi
sumberdaya alam yang ada di sekirat pesisir teluk Ambon?
a. Ya, yang diambil berupa :………………………………………………….
b. Manfaatnya :……………………………………………………………….
c. Tidak pernah
10. Adakah alat yang saudara gunakan untuk mengambil atau memanfaatkan
potensi sumberdaya yang ada :
a. Alat : ………………………………………………………………………
b. Cara menggunakan : ………………………………………………………