You are on page 1of 113

KONDISI LINGKUNGAN PERAIRAN TELUK AMBON

DALAM
DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERILAKU MASYARAKAT

Oleh :
MARSELITHA TRIVENA OHELLO
P052080101

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kondisi Lingkungan Perairan Teluk
Ambon Dalam dan Hubungannya Dengan Perilaku Masyarakat adalah karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.

Bogor, September 2010

碠Ǝ

Marselitha Trivena Ohello


P052080101
ABSTRACT

MARSELITHA TRIVENA OHELLO. The Conditions Ambon Bay Waters


And Its Relationship with Behavior of The Sorounding Community.
Supervised by SUPRIHATIN and SITI AMANAH

Ambon Bay Area has the abundance natural resources and ecosystems
includes mangrove forest ecosystem, seagrass meadows and coral reef
ecosystems that very unique and has the potential to be manage to support it
sustainability. Many activities around the coastal TAD potential to the decrease
TAD environmental quality. This research was conducted to determine of
potential sources of contaminants, water quality condition TAD, the level of
public participation in environmental conservation and to formulate an alternative
management of the coastal TAD. The results found a potential source of
pollutants for the region that is scattered around the coastal TAD oil (Oil spill)
from the ship activity TAD surrounding waters and domestic wastewater and
organic waste both non organic waste. Status of water quality in the coastal waters
based on the calculations with STORET methods is chategorized as class C , with
a total score of - 28. The level of public participation was measured at five sample
villages based on three aspects: 1) perceptions of nature and ecosystems, 2) the
level of participation in government programs and 3) the level of participation of
individuals or groups, result show that people with high participation were 46%,
the middle were participation of the community was 39%, and people with low
participation many as 15%. AHP analysis results show that the actor who became
the top priority in managing the government with figures TAD is 0.3416.
Supporting factors that have the priority in managing the natural resource
potential TAD is 0.2969 and purposes become the main priority in management is
the creation of good environmental quality. Alternative management measures
should be taken to manage the Bay of Ambon is a collaborative management
mechanisms (Co-Management) as the main priority in the management, followed
by community-based management and a government-based management.

Key words: water quality, community participation, management of coastal and


marine
RINGKASAN

MARSELITHA TRIVENA OHELLO. KONDISI LINGKUNGAN PERAIRAN


TELUK AMBON DALAM DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERILAKU
MASYARAKAT. Di bawah bimbingan Suprihatin dan Siti Amanah

Kawasan Teluk Ambon Dalam (TAD) memiliki potensi sumberdaya alam


dan ekosistem antara lain ekosistem hutan mangrove, ekosistem padang lamun
dan ekosistem terumbu karang yang sangat unik dan berpotensi untuk
dikembangkan demi menunjang kelangsungan hidup organisme akuatik
disekitarnya. Berbagai aktivitas di sekitar pesisir TAD berpotensi memberi
tekanan terhadap penurunan kualitas lingkungan sekitar pesisir TAD. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui potensi sumber pencemar, kondisi kualitas
perairan TAD, tingkat partisipasi masyarakat dalam pelestarian lingkungan pesisir
TAD dan formulasi alternatif pengelolaan TAD. Hasil penelitian menunjukan
potensi sumber pencemar bagi kawasan sekitar pesisir TAD meliputi ceceran
minyak (Oil spill) dari kapal – kapal yang berkativitas disekitar perairan TAD dan
limbah domestik baik limbah organik maupun limbah non organik serta
sedimentasi akibat pembukaan lahan atas. Status mutu air di perairan pesisir TAD
berdasarkan hasil perhitungan dengan metode STORET termasuk kedalam Kelas
C atau tercemar sedang dengan indeks STORET – 28. Dari hasil penelitian
didapati bahwa tingkat partisipasi masyarakat yang diukur pada 5 desa sampel
yang didasarkan tiga aspek yaitu : 1) persepsi terhadap alam dan ekosistem, 2)
碠Ǝ

tingkat partisipasi dalam program pemerintah dan 3) tingkat partisipasi individu


atau kelompok ditemukan bahwa masyarakat dengan partisipasi tinggi sebanyak
46%, masyarakat dengan partisipasi sedang 39%, dan masyarakat dengan
partisipasi rendah sebanyak 15%. Hasil analisis AHP menunjukan bahwa aktor
yang menjadi prioritas utama dalam pengelolaan TAD adalah pemerintah dengan
skor 0,3416. Faktor pendukung yang menjadi prioritas utama dalam pengelolaan
TAD adalah potensi sumberdaya alam dengan skor 0,2969 dan tujuan yang
menjadi prioritas utama dalam pengelolaan adalah terciptanya kualitas lingkungan
yang baik dengan skor 0,5528. Alternative pengelolaan yang harus dilakukan
dalam pengelolaan Teluk Ambon dalam adalah dengan mekanisme pengelolaan
kolaboratif (Co-Management) sebagai prioritas utama dalam pengelolaan dengan
skor 0,4079, kemudian pengelolaan berbasis masyarakat menjadi prioritas kedua
dalam pengelolaan dengan skor 0,3412 dan yang menjadi prioritas terakhir adalah
pengelolan berbasis pemerintah dengan skor 0,2509.

Kata kunci : Kualitas air, partisipasi masyarakat, pengelolaan pesisir dan laut
©Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan dari
suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
KONDISI LINGKUNGAN PERAIRAN TELUK AMBON DALAM
DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERILAKU MASYARAKAT

MARSELITHA TRIVENA OHELLO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Nastiti S. Indrasti
Judul Tesis : Kondisi Lingkungan Perairan Teluk Ambon Dalam dan
Hubungannya dengan Perilaku Masyarakat
Nama : Marselitha Trivena Ohello
NRP : P52080101
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Eng Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc
Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 27 Agustus 2010 Tanggal Lulus:


Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu
kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur… (Filipi 4:6)

Karya Ilmiah ini kupersembahkan kepada Alm Papa tercinta dan Mama
tersayang, dan seseorang yang selalu kucintai.
Seluruh keluarga serta semua orang yang mengasihi dan mencintaiku, atas
segala dukungan melalui doa,
semangat dan kasih sayang yang selalu diberikan
Terima Kasih yang tulus untuk Semuanya
Kalianlah sumber inspirasiku
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
berkat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis dengan judul
“Kondisi Lingkungan Perairan Teluk Ambon Dalam dan Hubungannya Dengan
Perilaku Masyarakat” disusun dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Kesuksesan hingga tahap akhir dari perjuangan selama masa studi di
Sekolah Pascasarjana IPB ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Untuk
itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya
kepada:
1. Dr. Ir. Suprihatin. Dipl.ENG sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir.
Siti Amanah. M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing atas kesediaan waktu
untuk membimbing, memberikan arahan dan masukan selama penyusunan tesis
ini.
2. Prof. Dr. Ir. Nastiti S. Indrasti selaku Penguji Luar Komisi atas saran dan
masukan yang sangat berharga demi perbaikan tesis ini.
3. Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS selaku Ketua Program Studi PSL, para
staf dosen dan staf sekretariat PSL atas segala bantuan, sumbangsih IPTEK dan
kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama studi.
4. Pemerintah Daerah Provinsi Maluku atas bantuan berupa dana penelitian.
5. Kepala Balai LIPI Ambon dan seluruh staf yang telah banyak membantu dalam
proses penelitian.
6. Kepada teman-teman PSL IPB angkatan 2008 atas segala kebersamaan,
kekompakan dan keceriaan selama proses studi di IPB.
7. Rekan – rekan Persekutuan Mahasiswa Maluku (PERMAMA) dan seluruh rekan-
rekan PMK Oikumene IPB yang lain yang telah memberikan semangat dan
dorongan selama proses perjuangan ini. Juga Gita Suara Pascasarjana (GSP) IPB
atas segala dukungan dan kebersaman selama menjalankan studi di IPB.
8. Bapak Dani Pelasula, Ibu Debby Pattimahu, Ibu Debby Sellano, Bapak Ampi
Tulalesy, dan seluruh handai taulan yang tidak disebutkan namanya yang telah
memberikan kontribusi lewat berbagai cara dalam penelitian dan penyelesaian
studi di IPB. Semoga Tuhan Yesus Kristus melimpahkan rahmat dan berkat-
Nya bagi kita semua.
Penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2010

Marselitha Trivena Ohello


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 26 April 1983 sebagai anak


tunggal dari pasangan Alm. Bapak Thomas Ohello dan Ibu Ribka Wattimena.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Latihan 1 SPG Ambon
pada tahun 1995 kemudian melanjutkan studi ke SMP Negeri 2 Ambon dan lulus
pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis menempuh sekolah menengah
atas pada SMA Negeri 2 Ambon dan lulus pada tahun 2001. Pendidikan sarjana di
tempuh di Jurusan Kehutan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon dari
tahun 2001 – 2006. Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada tahun 2008.
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA......................................................................................... Vii
RIWAYAT HIDUP........................................................................... Viii
DAFTAR ISI...................................................................................... X
DAFTAR TABEL.............................................................................. Xi
DAFTAR GAMBAR......................................................................... Xii
I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ................................ 5
1.3.1 Tujuan Penelitian ................................................................ 5
1.3.2 Manfaat Penelitian .............................................................. 6
1.4 Kerangka Pemikiran................................................................ 6

II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 10


2.1 Pengelolaan Lingkungan Wilayah Pesisir ................................ 10
2.2 Wilayah Pesisir ............................................................................. 11
2.3 Pencemaran Perairan................................................................ 12
2.4 Kualitas Perairan Pesisir ............................................................... 13
2.5 Persepsi Masyarakat................................................................ 15
2.6 Perubahan Perilaku ....................................................................... 17
2.7 Partisipasi Masyarakat ................................................................ 18
2.8 Partisipasi Masyarakat Dalam Menjaga Kualitas
Lingkungan Pesisir ....................................................................... 19
2.9 Analytical Hierarchy Process (AHP) ............................................ 20
2.10 Co- Management .......................................................................... 22

III METODE PENELITIAN ................................................................ 24


3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 24
3.2 Rancangan Penelitian ................................................................ 24
3.2.1 Metode Pengambilan Data................................................... 24
3.2.2 Teknik pengambilan Contoh................................................ 26
3.2.3 Pengumpulan Data .............................................................. 26
3.2.4 Tahapan Penelitian ............................................................. 27
3.3 Alat dan Bahan.............................................................................. 30
3.4 Metode Analisis Data ................................................................ 31
3.4.1 Analisis Kualitas Perairan Teluk Ambon Dalam ................. 31
3.4.2 Analisis Partisipasi Masyarakat ........................................... 32
3.4.3 Analisis Strategi Kebijakan ................................................. 32

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 35


4.1 Diskripsi Lokasi Penelitian .......................................................... 35
4.1.1 Geomorfologi Pesisir Kota Ambon ............................................... 35
4.1.2 Iklim .................................................................................... 36
4.1.3 Pasang Surut dan Arus Musim ............................................. 36
4.1.4 Wilayah Ekologi Kota Ambon .........................................
4.2 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk .............................................. 39
4.3 Gambaran Ekosistem Perairan Pesisir Teluk Ambon
Dalam (TAD)................................................................................ 39
4.3.1. Ekosistem Mangrove ......................................................... 39
4.3.2. Ekosistem Padang Lamun .................................................. 42
4.3.3. Ekosistem Terumbu Karang ............................................... 43
4.4 Potensi Sumber-Sumber Pencemar TAD ....................................... 45
4.4.1 Ceceran Minyak ................................................................ 46
4.4.2 Limbah Domestik ............................................................... 48
4.4.3 Sedimentasi ........................................................................ 49
4.5 Kualitas Perairan Teluk Ambon Dalam ........................................ 52
4.5.1 Suhu ................................................................................... 53
4.5.2 Derajat Keasaman (pH) ...................................................... 53
4.5.3 Salinitas ............................................................................. 54
4.5.4 Oksigen Terlarut (DO) ....................................................... 54
4.5.5 BOD5 ................................................................................. 55
4.5.6 Fosfat (PO₄³‫ )־‬................................................................ 56
4.5.7 Nitrat (NO₃‫ )־‬....................................................................... 56
4.5.8 Logam Berat ................................................................ 57
4.6 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya Komunitas
Sekitar TAD ................................................................................. 61
4.6.1 Sosial Ekonomi ................................................................ 61
4.6.2 Kebudayaan dan Kearifan Lokal ......................................... 61
4.7 Karakteristik Masyarakat Sekitar TAD ......................................... 62
4.7.1 Karakteristik Individu.......................................................... 63
4.7.2 Hubungan Karakteristik Individu dengan
Persepsi terhadap Lingkungan TAD ................................ 65
4.7.3 Hubungan Persepsi dengan Partisipasi dalam
pelestarian TAD ................................................................ 69
4.8 Partisipasi Masyarakat Sekitar TAD.............................................. 73
4.9 Alternatif Pengelolaan TAD ......................................................... 75

VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 84


6.1 Kesimpulan .................................................................................. 84
6.2 Saran ............................................................................................ 85

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 86


LAMPIRAN ................................................................................................ 89
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia memiliki potensi yang besar baik potensi alam, kekayaan laut,
bahkan sosial budaya masyarakat yang beranekaragam yang dapat menunjang
pembangunan di berbagai bidang. Wilayah pesisir mempunyai potensi
sumberdaya laut dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, sumber pangan,
sumber mineral, energi dan sebagainya. Oleh karena itu kawasan pesisir
merupakan salah satu kawasan dengan potensi kekayaan laut yang juga
merupakan modal pembangunan masa depan Indonesia. Berdasarkan fungsinya,
kawasan pesisir merupakan tempat berlangsungnya berbagai jenis kegiatan
manusia diantaranya adalah transportasi laut, pelabuhan wisata dan rekreasi serta
aktivitas lainnya. Peran wilayah pesisir dalam kegiatan perekonomian ini
dibuktikan oleh adanya pemanfaatan ganda. Di sisi lain kawasan pesisir terancam
dengan beban pencemaran yang cenderung meningkat seiring dengan
pertambahan penduduk serta peningkatan kegiatan pembangunan.
Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara daratan dan lautan.
Wilayah pesisir juga memiliki keunikan karena keragaman sumberdaya alam
sehingga wilayah ini cukup berpotensi untuk dikelola dan dikembangakan demi
kesejahteraan masyarakat. Berbagai macam kegiatan dikembangkan dan
dilaksanakan di wilayah pesisir, baik untuk tujuan memenuhi kebutuhan
masyarakat maupun tujuan lainnya sesuai dengan rencana pengembangan daerah
oleh pemerintah daerah setempat.
Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan demi menjaga
kelestarian perairan pesisir ialah kegiatan manusia yang ada di sekitarnya dan cara
pengelolaan yang dilakukan, sehingga tidak menjadikan kawasan pesisir sebagai
tempat penerima dampak (keranjang sampah) yang berasal dari kegiatan manusia
yang berada di sekitar wilayah pesisir. Dari berbagai hal tersebut perlu upaya
yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi masalah ini, tentu yang paling penting
adalah untuk menumbuhkan kesadaran manusia itu sendiri akan pentingnya
menjaga kelestarian ekosistem pesisir. Meningkatnya beban limbah merupakan
2

hasil dari aktivitas manusia yang mengakibatkan terjadinya kerusakan air atau
penurunan kualitas air.
Dalam skala tertentu, setiap pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah
pesisir dan lautan dapat menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem pesisir dan
lautan itu sendiri. Pemanfaatan sumberdaya alam yang dilakukan dengan tidak
mempertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dapat menurunkan mutu lingkungan
dan dapat berlanjut pada kerusakan ekosistem wilayah pesisir. Masalah utama
dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan adalah : (1) Pemanfaatan ganda dari
berbagai sumberdaya alam, tanpa adanya koordinasi terpadu, (2) Pemanfaatan
sumberdaya alam yang tidak rasional, (3) Pengaruh kegiatan manusia, (4)
Perencanaan wilayah pesisir, dan (5) Kerusakan habitat dan eksploitasi lebih
sumberdaya perikanan (Dahuri, 1996).
Kerusakan lingkungan hidup dapat terjadi karena berbagai macam faktor,
yang menjadi isu utama yang sering diangkat saat ini adalah pesatnya kegiatan
industri baik industri kecil, menengah bahkan industri besar. Akan tetapi ada hal
lain yang juga tidak kalah penting adalah, faktor kemiskinan dan ketidaktahuan
masyarakat akan pentingnya kualitas lingkungan hidup itu. Kualitas perairan
ditentukan dari aktivitas yang dilakukan disekitar perairan tersebut. Sejauh ini
yang menjadi ancaman terhadap ekosistem pesisir meliputi kehilangan habitat,
pencemaran akibat bahan kimia berbahaya, gangguan fisik terhadap sumberdaya
pantai, aktivitas pariwisata, dan persepsi masyarakat tentang pemanfaatan dan
pengalolaan sumberdaya lingkungan yang sempit termasuk tingkat kesadaran
masyarakat juga cukup berpengaruh terhadap perubahan kualitas lingkungan.
Disamping itu masyarakat sekitar wilayah pesisir tidak dapat dipisahkan
dalam setiap tahapan pengelolaan sumberdaya alam dengan demikian dalam
pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu dibutuhkan partisipasi
masyarakat sekitar. Secara sederhana partisipasi masyarakat dapat diartikan
sebagai keikutsertaan masyarakat atau turut berperannya seseorang atau kelompok
dalam suatu kegiatan. Bentuk partisipasi dapat berupa pernyataan, pemikiran,
tenaga, waktu, keahlian ataupun materi. Seberapa jauh partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan ditentukan oleh berbagai
faktor, seperti faktor pendidikan, pengalaman, persepsi, kesempatan maupun
3

ketersediaan saran-prasarana fisik, serta penyuluhan dan ketersediaan informasi


yang dapat diakses oleh masyarakat.
Kota Ambon terletak di bagian selatan Pulau Ambon pada Teluk Ambon
dan Teluk Baguala, meliputi hampir separuh dari luas Pulau Ambon. Total luas
kawasan laut dan darat Kota Ambon adalah 786 Km², terbagi atas luas daratan
377 Km² (48,0 %) sedangkan luas perairan 4 mil laut sebesar 409,0 Km² (52,0 %),
dengan garis pantai sepanjang 102,7 km. Perairan Teluk Ambon terbagi atas
Teluk Ambon Luar (TAL) dengan kedalam rata-rata 500m dan Teluk Ambon
Dalam (TAD) dengan kedalaman mencapai 40m yang dipisahkan oleh ambang
(sill) Galala – Rumahtiga dengan kedalaman 14m. Keberadaan ambang ini
mengakibatkan tidak sempurnanya proses pertukaran air antara TAL dan TAD
mengikuti pola harian pasang surut (Kesaulya, 1990).
Ekosistem perairan Teluk Ambon memiliki 3 (tiga) ekosistem perairan
tropis yaitu : hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang yang berpotensi
untuk dikembangkan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis bagi lingkungan
sekitar dan fungsi ekonomi bagi para pengguna yang terutama dalam hal ini
adalah masyarakat pesisir.
Teluk Ambon merupakan kawasan yang padat dengan aktivitas yang dapat
memberikan dampak bagi kualitas perairan sekitar Teluk Ambon. Aktivitas
pemanfaatan kawasan dan sumberdaya alam pesisir dan laut yang berlangsung di
Teluk Ambon sangat beragam (multi user). Terdapat paling kurang 10 macam
pembangunan sektoral yang berlangsung di Teluk Ambon, yaitu perikanan
tangkap, perikanan budidaya, konservasi hutan mangrove, pelabuhan, lokasi
industri, perumahan, transportasi laut, pariwisata pesisir, pangkalan TNI AL,
pasar, pertanian, cold storage, dan tempat pendaratan ikan. Masayarakat sebagai
pengguna lingkungan perairan Teluk Ambon Dalam (TAD) juga turut mengambil
andil didalam perubahan-perubahan kualitas lingkungan perairan yang terjadi,
oleh karena itu maka untuk melihat secara jelas berbagai aktivitas masyarakat
yang berdampak terhadap perubahan kualitas perairan di lingkungan perairan
Teluk Ambon Dalam tersebut, maka perlunya penelitian ini dilakukan.
4

1.2. Perumusan Masalah

Tekanan terhadap kondisi sumberdaya alam dan lingkungan pesisir terus


meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan pertambahan
kebutuhan yang harus dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan masyarakat tersebut tentu
akan diupayakan melalui berbagai bentuk kegiatan yang melibatkan pemanfataan
terhadap sumberdaya alam yang ada. Pada umumnya masyarakat yang bermukim
di daerah pesisir adalah para nelayan atau masyarakat yang mengandalkan
wilayah pesisir sebagai sumber mata pencaharian mereka. Kegiatan-kegiatan
masyarakat yang melibatkan semberdaya alam pesisir dapat memberi tekanan
terhadap kondisi sumberdaya alam wilayah pesisir, sehingga dapat dikatakan
bahwa aktivitas manusia akan memberi dampak bagi kualitas lingkungan pesisir
dan lautan.
Kualitas lingkungan laut dapat dilihat hubungannya dengan kualitas
kehidupan penduduk pesisir sekitarnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa
bertambahnya penduduk maka bertambah pula pemenuhan kebutuhan hidup.
Manusia berlomba-lomba untuk memanfaatkan sumberdaya alam khususnya
pesisir untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Permasalahan yang timbul ketika
pemanfaatan sumberdaya menjadi tidak terkendali. Degradasi ekosistem yang
terjadi di daerah pesisir berasal dari dalam maupun dari luar ekosistem. Dewasa
ini, kerusakan ekosistem pesisir merupakan akibat anthropogenik (ulah manusia).
Ini disebabkan kurang adanya pengetahuan tentang bagian dan fungsi lingkungan
pesisir dan laut, serta kesadaran untuk mencintai dan melestarikan lingkungan
pesisir dan laut. Salah satu unsur untuk menjaga lingkungan yang baik adalah
persepsi dan peran serta masyarakat terhadap lingkungan pesisir, sebab upaya
serta dana yang dikeluarkan tidak akan berlaku efektif tanpa ada dukungan dari
masyarakat itu sendiri.
Dari hasil penelitian beberapa tahun terakhir ini, yang dilakukan oleh
Universitas Pattimura dan LIPI Ambon, menunjukan perairan pesisir Teluk
Ambon telah tercemar akibat dari berbagai jenis kegiatan yang berada di
sekitarnya. Pencemaran yang terjadi di Teluk Ambon berasal dari limbah yang
dibuang oleh berbagai kegiatan pembangunan yang terdapat di dalam wilayah
pesisir, dan juga dikarenakan sifat fisik wilayah pesisir dan wilayah daratan yang
5

saling berhubungan. Sedimentasi atau pelumpuran yang terjadi di perairan teluk


sebagain besar berasal dari bahan sedimen di lahan atas akibat pembukaan lahan
baru untuk kegiatan pembangunan dan pemukiman, yang terangkut aliran air
sungai atau air limpasan dan diendapkan di perairan teluk. Sementara degradasi
fisik habitat (mangrove, lamun dan terumbu karang), over-eksploitasi sumber
daya alam, abrasi pantai dan konversi kawasan lindung, serta pemukiman padat
hampir semuanya terjadi di dalam wilayah pesisir teluk.
Permasalahannya seberapa besar dampak yang ditimbulkan dari berbagai
kegiatan tersebut dan sejauh mana partisipasi masyarakat sekitar terhadap
perubahan kualitas lingkungan tersebut, hal ini diharapkan dapat tergambarkan
melalui beberapa parameter fisika kimia dan melalui persepsi maupun partisipasi
masyarakat yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
pesisir. Dari permasalahan yang ada, maka ditemui pertanyaan – pertanyaan
sebagai berikut :
1. Apa dan seberapa besar potensi sumber-sumber pencemar bagi Teluk
Ambon Dalam
2. Bagaimanakah kondisi saat ini kualitas perairan pesisir Teluk Ambon
Dalam?
3. Sejauh manakah tingkat partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap
kualitas lingkungan pesisir Teluk Ambon Dalam?
4. Apa alternatif pengelolaan yang tepat berdasarkan pendapat stakeholder
untuk lingkungan perairan pesisir Teluk Ambon Dalam?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1. Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi potensi sumber-sumber pencemar.
2. Menganalisis kondisi kualitas air di perairan TAD
3. Menganalisis tingkat partisipasi masyarakat sekitar TAD dalam
menjaga kualitas sumberdaya lingkungan perairan Teluk Ambon
Dalam.
4. Memformulasikan alternatif strategi kebijakan pengelolaan
lingkungan perairan pesisir Teluk Ambon Dalam.
6

1.3.2. Manfaat Penelitian


1. Informasi ilmiah bagi kegiatan pengelolaan sumberdaya
lingkungan perairan Teluk Ambon Dalam kepada stakeholder
yang berkepentingan.
2. Bahan masukan berupa informasi evaluatif kepada Pemerintah
Daerah dan atau instansi setempat sebagai arah pengambilan
keputusan dan kebijakan lingkungan serta strategi pengelolaan
lingkungan di perarian Teluk Ambon Dalam.

1.4. Kerangka Pemikiran

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia memanfaatkan sumberdaya


alam baik untuk kebutuhan dasar maupun untuk peningkatan kesejahteraan
hidupnya melalui berbagai upaya dan kegiatan yang dilakukan baik secara fisik
maupun melalui daya pikirnya. Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut dapat
berupa : usaha perikanan baik penangkapan maupun budidaya, permukiman, bagi
perhubungan untuk transportasi pariwisata dan lain sebagainya dapat memberikan
manfaat demi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun pemanfaatan
sumberdaya pesisir yang tak terkendali dapat menurunkan kualitas lingkungan
pesisir dan lautan yang berdampak pada kelestarian potensi sumberdaya alam
secara keseluruhan.
Masyarakat pesisir tidak dapat dipisahkan dengan pembangunan di
wilayah pesisir. Faktor ketidaktahuan masyarakat atau tekanan ekonomi
merupakan masalah yang memicu peningkatan aktivitas masyarakat pesisir yang
akhirnya memberi tekan terhadap sumberdaya alam di wilayah pesisir dan
berlanjut pada kerusakan ekosistem. Persepsi masyarakat terhadap kualitas
lingkungan di kawasan pesisir merupakan salah satu aspek penting dalam
pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan di kawasan pesisir. Kerjasama serta
keterlibatan berbagai stakeholder secara terpadu baik pemerintah daerah, swasta,
dan masyarakat secara efektif akan meningkatakan pengelolaan kualitas
lingkungan yang berkelanjutan.
Kualitas lingkungan perairan, menurut Boyd (1988) adalah suatu
kelayakan lingkungan perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan
7

organisme air yang nilainya dinyatakan dalam suatu kisaran tertentu. Lingkungan
pesisir teluk Ambon merupakan salah satu wilayah pesisir yang memiliki potensi
keanekaragaman hayati yang tinggi, sumber pangan, dan pelabuhan sarana
transportasi wisata dan rekreasi yang dapat memberi manfaat penting bagi
masyarakat sekitar maupun sebagai ekosistem bagi mahluk hidup lainnya.
Manfaat perairan pesisir teluk Ambon bagi masyarakat sangat dirasakan
diantaranya sumber mata pencaharian, usaha perikanan, dan lain sebagainya.
Disamping manfaat yang diperoleh, aktivitas masyarakat sekitar juga
menimbulkan dampak bagi lingkungan perairan, misalnya dengan membuang
sampah atau limbah dari kegiatan seperti pasar, bongkar muat pelabuhan yang
dapat menurunkan kualitas perairan pesisir teluk Ambon yang secara langsung
dapat mengganggu ekosistem di perairan pesisir teluk Ambon.
Masalah serius yang memberikan dampak secara nyata terhadap
menurunnya kualitas perairan adalah laut masih diperlakukan sebagai tempat
pembuangan sampah baik oleh masyarakat yang tinggal disepanjang perairan
pantai Teluk Ambon maupun masyarakat yang bermukim dibagian darat yang
memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan sampah dan pada akhirnya
aliran sungai ini akan membawa semua sampah domestik ke laut serta proses
sedimentasi yang terjadi di beberapa lokasi perairan pantai yang juga memberikan
dampak negatif bagi ekosistem perairan pantai yaitu terjadinya proses eutrofikasi.
Aktivitas-aktivitas seperti misalnya keberadaan pelabuhan Angkatan Laut,
keberadaan 2 PLTD, pasar ikan, dok dan ditambah dengan pembuangan limbah
domestik ke laut oleh masyarakat baik yang bermukim disepanjang pesisir Teluk
Ambon maupun yang berada di bagian darat melalui aliran sungai yang
memberikan dampak terhadap kerusakan ekosistem perairan Teluk Ambon.
Kegiatan lainnya seperti pembukaan lahan di daerah pegunungan yang
mengakibatkan proses sedimentasi sehingga terjadi kerusakan ekosistem
mangrove di perairan TAD (Teluk Ambon Dalam) merupakan kondisi yang buruk
bagi peairan Teluk Ambon pada musim penghujan. Disamping itu kegiatan
pertanian yang juga memberikan kontribusi terhadap kualitas perairan TAD.
Tingginya berbagai aktivitas disekitar pesisir pantai Teluk Ambon
mengakibatkan berbagai tekanan yang dapat mengganggu kesuburan ekosistem
8

perairan Teluk Ambon. Dari hasil penelitian Pada tahun 2008 ditemukan 182
jenis, 60 genus dan 17 famili karang. Walaupun memiliki keragaman jenis yang
tinggi namun penutupan karang hidup cenderung menurun dari tahun ke tahun
(Pelasula, 2008). Pada lokasi tertentu persen tutupan karang hidup cenderung
meningkat. Hal ini disebabkan karena berkembangnya jenis-jenis karang baru. Di
teluk Ambon ditemukan 5 jenis lamun yang tersebar di beberapa tempat, yaitu
Enhalus acoroides, Thallasia hemprichii, Halophila ovalis, Halodule pinifolia,
dan Cymodocea rotundata. Secara umum, keberadaan lamun di Teluk Ambon
telah mengalami degradasi jenis yang sangat tajam pada beberapa lokasi dalam
kurun waktu 15 tahun (1993 – 2008) (Pelasula, 2008). Di Teluk Ambon
ditemukan kurang lebih 8 jenis mangrove yang tersebar di beberapa lokasi utama
seperti Nania, Negeri Lama, Passo, Waiheru, dan Tawiri. Berdasarkan hasil
intepretasi citra, luasan hutan mangrove di Teluk Ambon 39,62 Ha; Teluk Luar
(Tawiri) 1,72 Ha, dan Teluk Dalam 37,9 Ha (Pelasula, 2008). Bila dibandingkan
dengan tahun 1997, luasan hutan mangrove yang sekarang telah mengalami
penurunan sekitar 1,5 Ha. Hutan mangrove di daerah Passo memiliki kerapatan
pohon tertinggi (580 pohon/ha) dan basal areanya 3,74 m2/ha. Jenis mangrove
yang dominan adalah Sonneratia alba dan Rhizophora apiculata.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan telah diketahui bahwa telah
terjadi penurunan kualitas lingkungan perairan pesisir Teluk Ambon yang
dikarenakan kegiatan pembangunan di sekitarnya, namun kegiatan pembangunan
tersebut tidaklah terlepas dari campur tangan manusia. Kawasan pesisir dan laut
Teluk Ambon merupakan sumberdaya milik bersama (common property
resources) yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang (open access). Padahal
setiap pengguna sumberdaya pesisir biasanya berprinsip memaksimalkan
keuntungan, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pencemaran, over-
eksploitasi sumber daya alam bahkan dapat terjadi konflik pemanfaatan ruang di
kawasan ini, sehubungan dengan itu maka, perlu untuk dianalisis kualitas perairan
pesisir Teluk Ambon Dalam (TAD) sebagai tindakan penyelamatan terhadap
ekosisitem perairan pesisir. Selain itu kurangnya kesadaran dan pengetahuan
masyarakat akan dampak negatif dari perubahan kualitas lingkungan perairan
merupakan faktor penyebab terjadinya degrasi lingkungan perairan dari waktu ke
9

waktu, sehingga perlu pula dianalisis persepsi serta partisipasi masyarakat yang
berdampak pada kualitas perairan pesisir Teluk Ambon Dalam (TAD). Bagan alir
kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1 di bawah ini.

PERAIRAN TELUK AMBON DALAM (TAD)

Aktivitas Manusia

Manfaat Dampak Negatif

 Perikanan : Limbah
Budidaya, perikanan
tangkap. Domestik Non domestik
 Non perikanan :
Transportasi dan
rekreasi Kualitas Lingkungan
Teluk Ambon Dalam

- Identifikasi sumber-sumber pencemar TAD


- Analisis kualitas perairan TAD
- Analisis partisipasi masyarakat sekitar TAD

Alternatif Pengelolaan
Lingkungan
TAD

Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran


10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengelolaan Lingkungan Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir dan lautan merupakan salah satu sumberdaya alam yang
mempunyai sifat yang kompleks, dinamis, dan unik karena pengaruh dari dua
ekosistem, yaitu ekosistem lautan dan daratan. Di lain pihak wilayah pesisir
merupakan wilayah tempat berbagai kegiatan sosial dan ekonomi, antara lain,
pemukiman, industri, perhubungan, dan areal produksi pertambakan. Sebagai
suatu kawasan yang penting, keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya pesisir
hanya dimungkinkan dapat dicapai jika pengelolaan pesisir didasarkan pendekatan
pengelolaan lingkungan secara ramah dan terpadu.
Menurut Dahuri (1996), untuk dapat mewujudkan program pengelolaan
lingkungan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu (PWPLT) dibutuhkan
partisipasi masyarakat setinggi mungkin dan setepat mungkin. Masyarakat yang
hidup di sepanjang pantai dan telah memanfaatkan sumberdaya secara tradisional
dapat berpengaruh oleh aturan dan prosedur baru. Oleh karena itu masyarakat
harus diikutsertakan dalam pembentukan kebijaksanaan pesisir yang baru dan
aturan terhadap pemanfaatan sumberdaya, jika aturan tersebut dibuat untuk
mendukung kemajuan masyarakat.
Masalah utama dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan adalah : (1)
Pemanfaatan ganda dari berbagai sumberdaya alam, tanpa adanya koordinasi
terpadu, (2) Pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak rasioanal, (3) Pengaruh
kegiatan manusia, (4) Perencanaan perairan wilayah pesisir, dan (5) kerusakan
fisik habitat dan eksploitasi lebih sumberdaya perikanan (Dahuri et al. 1996).
Biasanya pada pengelolaan terpadu wilayah pesisir ada tiga dimensi
tahapan yang penting, yaitu : (1) Proses-proses perencanaan pengelolaan, yakni
formulasi-Implementasi dan Pemantauan-Evaluasi, (2) Identifikasi Isu
pengelolaan, seperti pencemaran yang berakibat hilangnya habitat tertentu dan
penangkapan ikan yang berlebihan, dan (3) Pelaksanaan pengelolaan untuk
mengatasi setiap isu tersebut untuk menentukan pilihan pengelolaan. Setiap
pilihan pengelolaan perlu melakukan beberapa pertimbangan yaitu : pertimbangan
11

ekonomis, pertimbangan lingkungan, dan pertimbangan sosial budaya. Disamping


itu, pengelola juga harus menentukan informasi atau data penting yang diperlukan
(Suprihayono,2000).
Pemberdayaan masyarakat pesisir ditujukan untuk menyiapkan
kemampuan sumberdaya manusia, memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan
sumberdaya buatan di daerah pesisir serta sarana-prasarana yang tersedia untuk
kepentingan masyarakat di wilayah pesisir. Upaya pemberdayaan masyarakat
pesisir merupakan suatu proses merubah atau membawa kondisi masyarakat desa
pesisir yang ada pada saat ini kedalam suatu kondisi masyarakat desa pesisir yang
diharapkan.

2.2. Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir adalah suatu wilayah antara daratan dan lautan. Batas
wilayah pesisir pada dasarnya sulit ditetapkan secara pasti atau secara baku.
Apabila ditinjau dari garis pantai, maka suatu wilayah pesisir memenuhi dua
macam batas , yaitu batas yang sejajar dengan garis pantai dan batas yang tegak
lurus terhadap garis pantai. Untuk kepentingan pengelolaan, batas kearah darat
dari suatu wilayah pesisir dapat ditetapkan sebanyak dua macam, yaitu batas
untuk wilayah perencanaan dan batas untuk wilayah pengaturan atau pengelolaan
kesehariaan. Wilayah perencanaan sebaiknya meliputi seluruh daerah daratan
(hulu), apabila terdapat kegiatan manusia yang dapat menimbulkan dampak secara
nyata terhadap lingkungan sumberdaya dan pesisir (Dahuri et al, 1996).
Wilayah pesisir yang sering didefenisikan di Indonesia adalah daerah
pertemuan antara darat dan laut. Kearah darat, wilayah pesisir meliputi daratan,
baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut, seperti
pasang surut, angin laut dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah
pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami
yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang
disebabkan oleh kegiatan manusia di darat. Komponen-komponen yang termasuk
di dalamnya antara lain adalah : muara sungai, daratan pesisir, lahan basah, pantai
dan tunggul, terumbu karang, hutan mangrove dan lain-lain.
12

Kondisi suatu wilayah pesisir erat kaitannya dengan sistem sungai yang
bermuara di wilayah itu; perubahan sifat fisik sungai yang mungkin terjadi, baik
yang disebabkan oleh proses alami maupun sebagai akibat kegiatan manusia; baik
yang terjadi di hulu maupun di hilir, akan mempengaruhi wilayah pesisir yang
bersangkutan (Supriharyono, 2000). Sedangkan menurut Boyd (1988), kualitas
lingkungan perairan adalah suatu kelayakan lingkungan perairan untuk menunjang
kehidupan dan pertumbuhan organisme air yang nilainya dinyatakan dalam suatu
kisaran tertentu. Wilayah pesisir dapat berfungsi sebagai zona penyangga dan
merupakan habitat bagi berbagai jenis biota tempat pemijahan, pembesaran,
mencari makan dan tempat berlindung bagi berbagai jenis biota laut.
Menurut Dahuri et al. (1996), ekosistem pesisir merupakan ekosistem
yang dinamis, dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun
di laut, serta berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang
besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena
dampak kegiatan manusia. Yang dimaksud dengan ekosistem adalah kesatuan
fungsional dasar dalam ekologi, yang didalamnya tercakup komponen hidup
(biotik) dan komponen tidak hidup (abiotik) yang saling mempengaruhi dan
berinteraksi membentuk suatu kesatuan sistem yang teratur. Keteraturan tersebut
terjadi oleh adanya arus materi dan energi yang terkendalikan oleh arus informasi
antara komponen dalam ekosistem tersebut (Odum, 1971).

2.3. Pencemaran Perairan

Pencemaran air adalah suatu perubahan kualitas fisik, kimia, dan biologi
air yang tidak diinginkan, sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen
dan organisme perairan (Odum, 1971). Laut sama dengan ekosistem lainnya
memiliki daya homeostatis yaitu kemampuan untuk mempertahankan
keseimbangan dan merupakan ekosisitem perairan yang memiliki daya dukung
(carrying capacity) untuk memurnikan diri (self purification) dari segala
gangguan yang masuk ke dalam badan-badan perairan tersebut.
Pada kenyataanya, perairan pesisir merupakan penampungan (storage
system) akhir segala jenis limbah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia (Dahuri,
2001). Laut menerima bahan-bahan yang terbawa oleh air dari daerah pertanian,
13

limbah rumah tangga, sampah dan bahan buangan dari kapal, tumpahan minyak
lepas pantai dan masih banyak lagi bahan yang terbuang ke laut (Darmono, 2001).
Jika beban yang diterima oleh perairan telah melampaui daya dukungnya maka
kualitas air akan turun. Lingkungan perairan tidak sesuai lagi dengan batas baku
mutu yang ditetapkan, perairan tersebut telah tercemar baik secara fisik, kimia
maupun mikrobilogi. Laut menerima bahan-bahan yang terbawa oleh air dari
daerah pertanian, limbah rumah tangga, sampah dan bahan buangan dari kapal,
tumpahan minyak lepas pantai dan masih banyak lagi bahan yang terbuang ke laut
(Darmono, 2001).

2.4. Kualitas Perairan Pesisir

Kualitas perairan menurut Nybakken (1992), dicirikan oleh beberapa


parameter fisika, kimia dan biologi. Parameter fisika dari suatu perairan meliputi
suhu, kecerahan, kekeruhan, padatan tersuspensi, dan padatan terlarut. Sedangkan
parameter kimia antara lain derajat keasaman, oksigen terlarut (DO), kebutuhan
oksigen biokimia (BOD), dan kebutuhan oksigen kimia (COD). Odum (1971)
menjelaskan bahwa komponen biotik dapat memberikan gambaran mengenai
kondisi fisika, kimia, dan biologi dari suatu perairan.
a. Suhu
Suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan mahluk hidup dapat
melakukan metabolisme dan berkembang biak. Suhu merupakan faktor fisik yang
sangat penting di air, sebab bersama-sama dengan zat atau unsur yang terkandung
didalamnya akan menentukan massa jenis air, dan bersama-sama dengan tekanan
dapat digunakan untuk menentukan densitas air. Selanjutnya, densitas air dapat
digunakan untuk menentukan kejenuhan air. Air dengan densitas rendah berada di
lapisan air bagian atas, dan air yang berdensitas tinggi akan berada di lapisan air
bagian bawah. Suhu di perairan sangat berkaitan dengan kenyamanan serta
kelangsungan hidup di suatu perairan.
b. Kecerahan dan Kekeruhan
Kecerahan dan kekeruhan merupakan parameter penting dalam
menentukan produktivitas suatu perairan. Tingkat kekeruhan suatu perairan
14

berbanding terbalik dengan tingkat kecerahannya atau meningkatnya kekeruhan


akan menurunkan kecerahan perairan.
Kecerahan air merupakan ukuran kejernihan dari suatu perairan yang
menggambarkan sifat optic perairan terhadap transmisi cahaya. Semakin dalam
penetrasi cahaya ke dalam air menunjukan semakin tinggi kecerahan, dan keadaan
ini sangat menentukan ketebalan lapisan air yang prduktif.
c. Salinitas
Salinitas merupakan ukuran jumlah berbagai zat padat yang terlarut dalam
suatu volume air dan dinyatakan dalam permil atau ppt (part per thousand), yang
menggambarkan kandungan total ion terlarut dalam suatu medium perairan
dengan asumsi bahwa semua karbonat telah dioksidasikan dan seluruh bromida
serta iodida dikonversikan sebagai khlorida (APHA, 1976). Salinitas menyatakan
total konsentrasi semua garam yang terlarut dalam air atau total ion yang
terkandung dalam air (Boyd, 1988).
Kondisi salinitas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain prestisipasi
(hujan), evaporasi, rembesan dan bocoran dan lamanya pergantian air pada saat
pasang surut. Salinitas penting diukur pada perairan laut dan limbah industri.
Nilai salinitas perairan tawar biasanya < 0,5 0/00, perairan payau 0,5-30 0/00, dan
perairan laut 30-400/00, Nilai salinitas pada perairan pesisir sangat dipengaruhi
oleh masukan air tawar dari sungai (Effendi,2003).
d. Oksigen Terlarut
Kandungan oksigen di perairan dapat dijadikan petunjuk tentang adanya
bahan organik. Limbah organik yang masuk ke dalam perairan akan mengalami
penguraian. Proses ini merupakan proses aktivitas bakteri yang membutuhkan
oksigen terlarut dalam perairan. Oleh karena itu pesatnya aktivitas bakteri dalam
menguraikan bahan organik di perairan akan menurunkan konsentrasi oksigen
terlarut.
Kandungan Oksigen Terlarut akan semakin rendah jika masukan limbah
ke perairan semakin besar. Hal ini berhubungan dengan semakin bertambahnya
aktivitas dekomposisi dalam penguraian limbah yang masuk. Konsentrasi Oksigen
Terlarut merupakan parameter penting yang harus diukur untuk mengetahui
15

kualitas perairan. Untuk mendukung kehidupan yang baik bagi organisme,


diperlukan konsentrasi oksigen terlarut tidak kurang dari 4 mg/l (NTAC, 1986).
e. Logam Berat
Logam berat pada perairan yang alami mempunyai kadar yang sangat
rendah, dan akan meningkat bila terjadi pencemaran oleh zat pencemar yang
mengandung logam berat. Bahan logam berat Hg, Cd, Pb, dan Cr merupakan
bahan yang berbahaya karena sifatnya yang toksik bagi kehidupan organisme
dalam kurun waktu tertentu.

2.5. Persepsi Masyarakat

Sejumlah ahli ilmu sosial, terutama psikologi telah memberikan defenisi


mengenai “persepsi” karena konsep ini merupakan konsep dan kajian psikologi.
Persepsi adalah pandangan individu terhadap suatu objek (stimulus). Akibat
adanya stimulus, individu memberikan reaksi (respon) berupa penerimaan atau
penolakan terhadap stimulus tersebut. Dalam konteks persepsi terhadap
pengelolaan lingkungan, respon ini bisa digunakan sebagai indikator terhadap
keikutsertaan masyarakat setempat atau tidak adanya informasi tentang
pengelolaan lingkungan (Rakhmat, 2001). Hal ini sejalan dengan pendapat
Sudiana (1986) yang menyatakan bahwa persepsi ialah suatu proses yang
penerimaan rangsangan inderawi dan penafsiranya. Rangsangan tersebut dapat
berasal dari benda atau pengalaman.
Langvelt dalam Thoha (1983) mengatakan bahwa persepsi berhubungan
dengan pendapat dan penilaian individu terhadap suatu stimulus yang akan
berakibat terhadap motivasi kemauan, dan perasaan terhadap stimulus tersebut.
Stimulus bisa berupa benda, isyarat, informasi, maupun situasi dan kondisi
tertentu. Dalam konteks persepsi terhadap pengelolaan lingkungan di pesisir dapat
berlaku sebagai stimulus yang dapat menimbulkan persepsi pada individu yang
melakukannya, mendengar, dan sebagai motivator.
Thoha (1983) mendefenisikan persepsi sebagai proses kognitif yang bisa
terjadi pada setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya,
yang dapat diperoleh melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan
maupun penciuman. Persepsi merupakan penafsiran unik terhadap suatu situasi,
16

bukan merupakan suatu pencatatan yang sebenarnya dari situasi tersebut. Defenisi
ini secara implisit menyebutkan bahwa informasi dan situasi dapat berfungsi
sebagai stimulus bagi terbentuknya suatu persepsi, walau informasi tentang
lingkungan itu juga bisa berupa suatu situasi tertentu (tidak harus berupa
rangkaian kalimat atau isyarat lain). Mc Mahon dan M Mahon (1986)
mendefenisikan persepsi sebagai suatu proses penyusunan penginderaan terhadap
informasi untuk membuat penafsiran dan pengertian.
Penelitian tentang persepsi diperlukan, sebab disamping melibatkan panca
indra, pembentukan persepsi juga melibatkan otak terhadap apa yang dirasakan
seseorang. Dengan demikian persepsi terhadap suatu stimulus memiliki peluang
besar untuk sesuai dengan kenyataan sesungguhnya. Demikian juga halnya
persepsi terhadap pengelolaan pengelolaan lingkungan di wilayah perairan pesisir
teluk Ambon. Jika persepsi masyarakat mengarah pada kesimpulan bahwa
pengelolaan lingkungan tidak berjalan dengan baik, kemungkinan besar ukuran
objektif untuk menunjukan kesimpulan yang sama. Jika ternyata persepsi tidak
sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya, informasi ini bisa digunakan untuk
melakukan interfensi dalam rangka membentuk persepsi yang benar. Sarwono
(1992) mengatakan bahwa kita perlu mengetahui alasan dan cara berubahnya
persepsi, agar kita bisa meramalkan dan jika perlu mempengaruhi persepsi, karena
persepsi bukan sesuatu yang statis melainkan bisa berubah.
Alasan perlunya penelitian persepsi lingkungan adalah untuk mencapai
secara optimal kualitas lingkungan yang baik, yakni kualitas lingkungan yang
sesuai dengan persepsi masyarakat yang menggunakannya. Hal ini sesuai dengan
definisi persepsi mengenai lingkungan yang mencakup harapan, aspirasi dan
keinginan terhadap suatu kualitas lingkungan tertentu. Kualitas lingkungan
selayaknya dipahami secara subjektif, yakni dikaitkan dengan aspek-aspek
psikologis dan sosio kultural masyarakat. Denagn demikian kualitas lingkungan
ini harus didefenisikan secara umum sebagai lingkungan yang memenuhi
preferensi imajinasi ideal sesorang atau sekelompok orang. Pandangan ini
menyempurnakan pandangan sebelumnya yang mengartikan kualitas lingkungan
hanya dari aspek fisik, biologis dan kimia saja.
17

2.6. Perubahan Perilaku

Perilaku diartikan sebagai pola tindakan sebagai bentuk respon terhadap


obyek yang ada disekitar lingkungannya. Perilaku dalam pendekatan pendidikan
terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu pengetahuan, sikap dan ketrampilan.
Diantara ketiga komponen perilaku tersebut, yang paling relevan dikaji dalam
kaitan ini adalah hal yang berkaitan dengan sikap masyarakat lokal.
Sikap ternyata sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat
sehari-hari. Sikap sangat menentukan perilaku (behavior) manusia terhadap
sesamanya dalam lingkungan kehidupannya. Dalam konsep sikap terkandung
suatu penilaian emosional yang dapat berupa: suka, tidak suka, senang, sedih,
cinta, benci, setuju, tidak setuju, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sikap mempunyai
komponen, yaitu : (1) komponen kognitif, yaitu seseorang yang bersikap perlu
memiliki pengetahuan mengenai obyek sikapnya, terlepas dari apakah
pengetahuannya tersebut benar, salah, lengkap, dan sebagainya, (2) komponen
afektif, komponen tersebut nilai paling penting. Seseorang yang bersikap akan
mempunyai evaluasi emosional mengenai obyek sikapnya, dan (3) komponen
konatif, yakni suatu kecendrungan bertingkah laku ini dapat mulai dari yang pasif
(tindakan isolasi) sampai pada tindakan yang paling aktif (agresif).
Dalam pembentukan sikap, faktor pengalaman mempunyai pengaruh yang
cukup besar. Disamping faktor dalam individu juga sangat menentukan pola sikap
seseorang. Dengan demikian, pembentukan dan perubahan sikap ditentukan oleh
dua faktor utama, yaitu : faktor individu (internal) dan faktor lingkungan
(eksternal).
Individu dalam mengahadapi dunianya selalu bersifat selektif, artinya
segala macam yang diterimanya dari luar tidak langsung diterima, tetapi terlebih
dahulu diseleksi menyangkut hal-hal yang dapat diterima dan hal-hal yang harus
ditolak. Faktor-faktor seleksi tersebut biasanya berhubungan dengan apresiasi
individu, sedangkan kemampuan apresiasi tersebut banyak ditentukan oleh
kondisi internal individu seperti pengetahuan, usia, keadaan mental, dan
sejenisnya.
18

Sikap seseorang terhadap suatu obyek antara satu dengan yang lainnya
cenderung berbeda-beda. Berbagai pengalaman empiris menunjukan bahwa sikap
berhubungan dengan latar belakang dan karakteristik individu yang bersangkutan.

2.7. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi merupakan suatu kata/istilah yang diartikan sebagai upaya


untuk menunjukan keikutsertaan individu/kelompok dalam suatu kegiatan, yang
bila dikaitkan dengan pembangunan maka akan merupakan upaya peran serta
dalam pembangunan. Sebagai sebuah istilah partisipasi mempunyai beberapa
pengertian dan batasan.
Menurut Baharsjah (1999) ada dua pengertian partisipasi masyarakat yang
merupakan pusat dari proses pembangunan sosial. Pertama, partisipasi
masyarakat sebagai tujuan sentral dari pembangunan sosial, yaitu terciptanya
masyarakat yang aktiv mengambil bagian dalam semua aspek kehidupan, baik
ekonomi, polotik, sosial maupun budaya. Pengertian ini juga mencakup pemacuan
keterlibatan seluruh warga masyarakat untuk mengambil peran dan sekaligus
menikamati hasil-hasilnya. Kedua, Partisipasi lebih menitik beratkan pentingnya
keikutsertaan masyarakat secara ekonomi, sosial, budaya atau politik.
Secara umum masyarakat dapat dipahami sebagai sekelompok manusia
yang terikat dalam suatu kebudayaan atau kebiasaan bersama; dibedakan dari
istilah penduduk yang hanya menunjukan pada orang (atau orang-orang) yang
berada pada suatu tempat. Partisipasi adalah pencurahan aktivitas atau benda
melalui suatu proses kegiatan bersama untuk mencapai tujuan bersama yang
dalamnya menyangkut kepentingan pribadi (Soedjono, 1990).
Menurut Hadi (1995), partisipasi masyarakat merupakan proses dimana
masyarakat ikut serta mengambil bagian dalam pengambilan keputusan. Ditinjau
dari segi kualitas, partisipasi adalah sebagai masukan kebijaksanaan, strategis,
komunikasi, media pemecahan publik dan terapi sosial. Menurut Adisasmita
(2006), partisipasi berarti prakarsa, peran aktif dan keterlibatan semua pelaku
pembangunan termasuk penyedia dan penerima pelayanan, serta lingkungan
sosialnya dalam pengambilan keputusan, perumusan rencana, pelaksanaan
kegiatan, dan pelaksanaan pemantauan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial.
19

Selanjutnya Adisasmita (2006) mendefenisikan partisipasi anggota masyarakat


adalah keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan meliputi kegiatan
dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program/proyek
pembangunan yang dikerjakan di dalam masyarakat lokal.
Beberapa pengertian partisipasi pada prinsipnya diartikan sebagai upaya
peran serta masyarakat dalam suatu kegiatan, yang bila dikaitan dengan
pembanguan maka akan merupakan upaya peran serta dalam pembangunan.

2.8. Partisipasi Masyarakat Dalam Menjaga Kualitas Lingkungan Pesisir


Peningkatan kemampuan (daya) penduduk lokal tersebut diarahkan pada
sumber yang dapat mengahsilkan daya yaitu kekayaan, status sosial, pendidikan,
pengasaan informasi, dan ketrampilan. Untuk itu paling tidak harus ada perbaikan
terhadap empat hal yaitu : (1) Akses terhadap sumberdaya, (2) Akses terhadap
teknologi yaitu kegiatan dengan cara dan alat yang lebih baik dan lebih efisisen,
(3) Akses terhadap pasar, (4) Akses terhadap pendanaan.
Namun dalam konteks partisipasi masyarakat di sekitar Teluk Ambon
Dalam partisipasi masyarakat yang ikut dalam menjaga kualitas lingkungan
perairan teluk adalah masyarakat yang tinggal atau menetap di desa sekitar
lingkungan perairan pesisir dan dapat pula dikatakan bahwa masyarakat yang
beraktivitas atau dengan kata lain masyarakat yang kesehariannya melakukan
kegiatan yang berhubungan baik langsung maupun tidak langsung terhadap
lingkungan perairan pesisir. Aktivitas yang dimaksud adalah misalnya nelayan
yang menangkap ikan, aktivitas budidaya perikanan, aktivitas transportasi laut,
dan lain sebagainya.
Partisipasi masyarakat dalam suatu kegiatan/pembangunan dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu, tingkat pendidikan, umur, dan kesesuaian kegiatan
dengan kebutuhan. Partisipasi juga ditentukan oleh tingkat pengetahuan.
Seseorang yang memiliki pengetahuan dan kesadaran yang tinggi terhadap
kepentingan kelompok, cendrung semakin tinggi partisipasinya dalam kegiatan
pembangunan (Soselisa, 2006).
20

2.9. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Proses analitik secara hierarkhi pada dasarnya didesain untuk menangkap


secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan
permasalahan tertentu melalui suatu prosedur yang didesain untuk sampai pada
suatu skala preferensi diantara berbagai set alternatif.
Analitycal hierarchi process (AHP) ditujukan untuk membuat suatu model
permasalahan yang tidak mempunyai struktur, biasanya ditetapkan untuk
memecahkan masalah-masalah yang terukur, masalah yang memerlukan pendapat
(judgement) maupun pada situasi yang kompleks, pada situasi dimana data,
informasi statistik sangat minim atau tidak sama sekali dan hanya bersifat
kualitatif yang didasari oleh persepsi, pengalaman atau intuisi. AHP juga banyak
digunakan pada pengambilan keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan,
alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki
pemain dalam situasi konflik (Saaty, 1991).
AHP merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan
dengan pendekatan sistem dimana pengambil keputusan berusaha memahami
suatu kondisi sistem dan membantu melakukan prediksi dalam mengambil
keputusan (Saaty, 1991). Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah
memilih suatu alternatif. Peralatan utama AHP adalah sebuah hierarkhi
fungsional dengan input utamanya adalah persepsi manusia. Dengan AHP suatu
masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompok-
kelompoknya, kemudian kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarkhi.
Penggunaan AHP dimaksudkan untuk proses penelusuran permasalahan
untuk membantu pengambilan keputusan memilih strategi terbaik dengan cara :
(1) mengamati dan meneliti ulang tujuan dan alternatif strategi atau cara bertindak
untuk mencapai tujuan, dalam hal ini kebijakan yang baik, (2). membandingkan
secara kuantitatif dari segi biaya/ekonomis, manfaat dan resiko dari tiap alternatif,
(3) memilih alternatif terbaik untuk diimplementasikan, dan (4) membuat strategi
kebijakan pengelolaan Teluk Ambon Dalam secara optimal, dengan cara
menetukan prioritas kegiatan.
Saaty (1991) mengemukakan tiga prinsip dasar AHP, yaitu :
21

(1) Menggambarkan dan menguraikan secara hirarkhi, yaitu memecah-mecah


persoalan menjadi unsur-unsur terpisah, (2) Pembedaan prioritas dan sintesis atau
penetapan prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif
pentingnya, (3) Konsistensi logis, menjamin bahwa semua elemen dikelompokan
secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria
logis.
Beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah
(Saaty, 1991) :
1. Memberi model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk beragam,
persoalan yang tidak terstruktur;
2. Memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam
memecahkan masalah kompleks;
3. Memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk
mendapatkan prioritas;
4. Dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem
dan tidak memaksakan pemikiran linier;
5. Mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen
suatu sistem dalam berbagai tingkat yang berlainan dan mengelompokan
unsur serupa dalam setiap tingkat.
6. Menutun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif;
7. Melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan
dalam menerapkan berbagai prioritas;
8. Mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan
memungkinkan orang memilih alternatif terbaik suatu tahapan pelaksanaan
kegiatan, berdasarkan tujuan masing-masing;
9. Tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif
dari penilaian yang berbeda-beda;
10. Memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan
memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalu pengulangan.
Kelebihan AHP dibandingkan dengan yang lainnya adalah : (1) struktur
yang berhirarkhi, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai pada sub-
sub kriteria yang paling dalam, (2) memperhitungkan validitas sampai batas
22

toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para
pengambil keputusan, dan (3). memperhitungkan daya tahan output analisis
sensitivitas pengambilan keputusan. Selain itu AHP mempunyai kemampuan
untuk memecahkan masalaah yang multiobyek dan multikriteria yang berdasar
pada pertimbangan preferensi dari setiap elemen dalam hirarkhi. Jadi model ini
merupakan suatu model pengambilan keputusan yang komprehensif.
Model ini memerlukan konsekuensi pendapat dari stakeholder untuk
memberikan dukungan kebijakannya, sebagai salah satu bentuk akuntabilitas
dalam kebijakan publik. Untuk itu akan lebih optimal survey aspirasinya bila
dilakukan pada para pakar, tokoh organisasi yang terkait dengan pengelolaan
ekosistem hutan mangrove dan atau pejabat yang terkait dengan obyek penelitian.
Dalam konteks ini pemberian peran pada masyarakat terkait untuk memberikan
bobot pemilihan prioritas kebijakan dapat diakomodasikan.
Dalam survey stakeholder tidaklah berarti dapat menampung seluruh
komponen masyarakat. Karena sifatnya pemilihan kebijakan strategis maka
hanya masyarakat terpilih yang mewakilinya. Oleh karena itu, kelemahannya
adalah tidak bisa optimal digunakan untuk menjaring pendapat dari seluruh
komponen masyarakat, karena akan terlalu bias terhadap variabel/kriteria yang
telah diuji (diduga) sebelumnya.

2.10. Co – Management

Pengerian konsep ”co-management” disebut juga sebagai collaborative


management, participatory management, joint management, shared management,
multi-stakeholder management, atau round-table agreement. Pengertian lain yang
dikemukakan oleh Nikijuluw (2002) ”co-management” adalah turunan dari
pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat dan berbasis pemerintah, dimana
ada kerjasama antar pemerintah dan masyarakat dalam melakukan seluruh
tahapan pengelolaan. Pengertian lain menutut Sen dan Nielsen (1996) yang
dikutip dari Purwanti (2007) yaitu suatu pengaturan dimana tanggungjawab
pengelolaan sumberdaya dibagi antara pemerintah dan pengguna.
23

Fisher (1995) yang dikutip dari Purwanti (2007), menyebutkan tiga elemen
yang harus dipahami para stakeholder dalam pendekatan kolaboratif untuk
pengelolaan sumberdaya alam, yaitu :
1). Satu pangdangan bahwa tujuan konservasi adalah sejalan dengan
pembangunan.
2). Menyadari legitimasi nilai dari konservasi dan pembangunan
3). Sebuah komitmen dari tingkat partisipasi atau kolaborasi masyarakat
setempat dalam pengelolaan lingkungan.
Nikijuluw (2002) menjelaskan bentuk pola kemitraan dan derajat
pembagian wewenang dan tanggungjawab antara masyarakat dan pemerintah
membentuk hirarki Co-management, mulai dari bentuk dimana pemerintah hanya
berkonsultasi dengan masyarakat hingga bentuk dimana masyarakat yang
merancang, mengimplementasikan dan menegakan hukum peraturan pengelolaan
sumberdaya. Bentuk hirarki Co-management dapat dilihat pada Gambar 2.

Co - Management
MASYARAKAT PEMERINTAH
Pembagian Wewenang dan
Tanggungjawab
Pengelolaan oleh Masyarakat

Instruktif

Konsultatif

Kooperatif
informatif Pendampingan
Pengelolaan oleh Pemerintah
Gambar 2. Bentuk hirarki Co-management
Sumber : Sen dan Nielsen (1996) dalam Nikijuluw (2002)

Gambar diatas mengilustrasikan wilayah pengelolaan kolaboratif yang


berada diantara manajemen dibawah kontrol penuh pemerintah dan dibawah
kendali penuh masyarakat, sehingga arah kerja Co-management mencakup
berbagai cara dengan menerapkan manajemen kerjasama yang adaptif.
24

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada kawasan perairan Teluk Ambon Dalam


Provinsi Maluku. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Juni 2010.
Lokasi penelitian ini ditetapkan secara sengaja (purposive sampling), dikhususkan
pada 5 desa yaitu Galala, Latta, Passo, Waiheru, dan Poka dengan penekanan
khusus bagi masyarakat yang tinggal di daerah dekat pesisir Teluk Ambon Dalam
(TAD). Lokasi penelitian di Teluk Ambon Dalam dapat dilihat pada Gambar 3.

3.2. Rancangan Penelitian


3.2.1. Metode Pengambilan Data
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi lapangan, dan wawancara,
sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran beberapa data dari
instansi ataupun Pemerintah Daerah, hasil-hasil penelitian sebelumnya yang
berkaitan dengan objek penelitian. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan
secara langsung dan tidak langsung yang diukur dalam penelitian disajikan pada
Tabel 1.

Tabel 1 Parameter fisika – kimia yang diukur, alat dan cara analisis
No Parameter Satuan Alat dan Cara Analisis Keterangan
Sifat Fisika
1. Suhu ºC Termometer air raksa in situ
Sifat Kimia
5. pH mg/l pH Meter in situ
6. Salinitas %0 Hand Refractometer in situ
7. DO mg/l Tetrimetrik dengan Na₂S₂O₃ lab
8. BOD mg/l Tetrimetrik dengan Na₂S₂O₃ lab
9. Nitrat mg/l Spectrofotometer lab
10. Fosfat mg/l Spectrofotometer lab
11. Pb mg/l AAS lab
12. Cd mg/l AAS lab
13. Cu mg/l AAS lab
14. Hg mg/l AAS lab
25
26

3.2.2. Teknik pengambilan Contoh

Pemilihan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling).


Responden yang diwawancarai adalah kepala keluarga yang bermukim di daerah
pesisir Teluk Ambon Dalam dan memiliki aktivitas yang berhubungan secara
langsung dengan Teluk Ambon Dalam. Responden diambil dari 5 desa yaitu :
Desa Galala, Latta, Passo, Waiheru, Poka. Jumlah responden masyarakat dirinci
pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2 Jumlah responden masyarakat dari 5 desa sampel


Nama Desa Jumlah KK yang tinggal di Jumlah responden
Sampel Pesisir TAD Yang diambil
Galala 230 23
Latta 250 25
Passo 260 26
Waiheru 220 22
Poka 330 33
Jumlah 1290 129

Sampel masyarakat diambil 10 % dari jumlah kepala keluarga yang tinggal


dekat dengan pesisir TAD, dari 5 desa sampel yang telah ditetapkan. Jumlah
responden untuk Stakeholder bagi penentuan kebijakan ditetapkan secara sengaja
(purposive sampling) yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Rincian jumlah responden pakar yang dibutuhkan dalam penelitian


No Responden Jumlah (Org)
1. Kepala Bapedalda Propinsi 1
2. Kepala Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan 1
3. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan 1
4. Kepala LIPI Maluku 1
5. Kepala PPLH Unpatti 1
6. LSM 1
7. Peneliti 1
8. Pengusaha 1
Jumlah Sampel 8

3.2.3. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer
yang dikumpulkan melalui teknik wawancara dengan responden yang telah
ditentukan dengan berpedoman pada suatu daftar pertanyaan (kuisioner) yang
27

telah disusun sesuai tujuan penelitian, serta melalui pengamatan di lapangan


(observasi) untuk melengkapi data primer yang diperlukan.
Instrumen penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data primer ini
adalah kuisioner (daftar pertanyaan) yang akan langsung dijawab oleh responden
terdiri atas :
1. Pertanyaan Umum yaitu identitas responden meliputi nama, umur,
pendidikan, pendapatan, jumlah anggota keluarga, asal, pekerjaan, lama
tinggal.
2. Pertanyaan Khusus, yaitu pertanyaan yang diarahkan agar dapat menjawab
masalah spesifik penelitiaan yaitu :
a) Persepsi responden tentang alam sekitar dan ekosistem di TAD
b) Persepsi responden tentang pencemaran di TAD
c) Persepsi responden tentang perubahan di TAD
d) Partisipasi responden dalam menjaga kelestarian ekosistem pesisir
3. Pertanyaan tambahan, yaitu tanggapan dan aspirasi responden terhadap
upaya pelestarian ekosistem pesisir TAD.

3.2.4. Tahapan Penelitian

Ada tiga tahapan utama dalam penelitian ini yaitu :


1. Penilaian beberapa parameter kualitas perairan
Untuk menilai kualitas perairan di lokasi penelitian, beberapa parameter yang
diamati dan diukur adalah : Suhu, pH, Salinitas, DO, BOD, Nitrat, Fosfat dan
logam berat Hg, Pb, Cd, dan Cu.
2. Penilaian Tingkat partisipasi Masyarakat
Untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dan keterkaitannya dengan
faktor-faktor di dalam individu maupun faktor lain yang mempengaruhinya,
dibutuhkan varialbel-variabel tertentu yang dapat ”terukur”. Menurut Black
dan Champion (1999), pengukuran variabel sosial adalah pemberian angka-
angka secara nominal terhadap perangkat sosial antar individu atau kelompok
yang sesuai dengan aturan, dan menetapkan korelasi di antara keduanya secara
simbolik. Variabel-variabel yang ditetapkan untuk menilai tingkat partisipasi
masyarakat adalah :
28

a. Umur (UMU)
Umur merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi fungsi
biologis dan psikologis seseorang. Umur adalah usia responden
yang dihitung dari tanggal lahirnya sampai saat wawancara
dilaksanakan. Umur responden pada saat dilakukan penelitian yang
dinilai berdasarkan pada selang umur:
1) Muda (20 – 30 tahun)
2) Dewasa (31 – 40 tahun)
3) Tua ( > 41 tahun)
b. Pekerjaan (PEK)
Adalah pekerjaan dari responden yang diukur dengan cara memberi
nilai pada setiap jenis pekerjaan, yaitu :
1) Sebagai Pegawai negeri
2) Sebagai Pegawai swasta
3) Sebagai Petani
4) Sebagai Nelayan
c. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah jenjang pendidikan resmi, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, yang pernah diikuti oleh responden. Jenjang
pendidikan formal dikelompokan atas :
1) Tingkat SD
2) Tingkat SLTP
3) Tingkat SMU
4) Tingkat Perguruan Tinggi
d. Lama Tinggal (LAM) yaitu lamanya responden tinggal sebagai
penduduk di lokasi tempat penelitian yang dinilai berdasarkan
selang lama tinggal (tahun) :
1) 3 Tahun
2) 5 Tahun
3) 7 Tahun
4) > 10 Tahun
29

e. Pendapatan (PEN) diukur berdasarkan pendapatan per kapita per


tahun yaitu total penghasilan seluruh anggota keluarga responden
selama satu tahun dibagi dengan jumlah anggota keluarga.
Pendapatan ini dikategorikan menjadi lima selang kelas yang
masing-masing diberi nilai sebagai berikut :
1) Rendah < Rp. 750.000
2) Sedang Rp. 750.000 – Rp 1.000.000
3) Tinggi > Rp. 1.000.000
f. Persepsi
Persepsi adalah tingkat pandangan responden tentang :
1) Ekosistem yang ada di pesisir TAD
2) Pencemaran yang telah terjadi di TAD
3) Penyebab kerusakan ekosistem di pesisir TAD
g. Partisipasi masyarkat dalam upaya pengelolaan sumberdaya pesisir
teluk Ambon yaitu nilai partisipasi yang ditentukan oleh tingkat
keterlibatan dan kontribusi responden dalam berbagai kegiatan
pelestarian ekosistem pesisir. Kategori partisipasi masyarakat dibagi
dalam 3 (tiga) tingkatan, yaitu Tinggi, bila partisipasi masyarakat
mencakup ketiga aspek diatas dan selanjutnya diberi nilai 3. Sedang,
bila tingkat partisipasi masyarakat mencakup hanya dua diantara
ketiga aspek diatas, dan selanjutnya diberi nilai 2. Rendah, bila
tingkat partisipasi masyarakat hanya satu dari ketiga aspek diatas
dan selanjutnya diberi nilai 1.
3. Formulasi Alternatif pengelolaan TAD
Penilaian tentang pendapat stakeholder untuk menentukan alternatif
pengelolaan TAD dengan menentukan stakeholder secara sengaja (purposive).
Penentuan penilaian berdasarkan hirarki untuk kemudian ditemukan alternatif
pengelolaan TAD yakni Pengelolaan berbasis pemerintah, pengelolaan berbasis
masyarakat, atau Co-Management.
Berdasarkan uraian dari metode yang telah dikemukakan diatas maka alur
penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
30

Penelitian

Wawancara Pengambilan Identifikasi


• Masyarakat Sampel Air sumber
• Pakar Laut pencemar

Analisis Analisis
Karakteristik Masy
Laboratorium

Analisis Persepsi
Masyarakat

Analisis Partisipasi Penentuan Mutu


Masyarakat Air Laut

Analisis pendapat
Pakar

Alternatif
Pengeloaan
TAD

Gambar 4. Bagan alur penelitian

Dari bagan alur penelitian diatas maka ditentukan hipotesa sebagai


berikut:
1. Terdapat hubungan antara karakteristik indivudu dengan persepsi terhadap
lingkungan.
2. Terdapat hubungan antara persepsi dengan partisipasi masyarakat dalam
menjaga kelestarian lingkungan.

3.3. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel air. Sedangkan
peralatan yang digunakan untuk mengukur parameter fisika adalah Termometer
air raksa Secci disk Turbidimeter Timbangan dan filter sedangkan untuk
parameter kimia alat yang digunakan adalah pH Meter, Hand Refractometer dan
Spectrofotometer.
31

3.4. Metode Analisis Data


3.4.1 Analisis Kualitas Perairan Teluk Ambon Dalam
Nilai pengamatan terhadap beberapa parameter fisika – kimia perairan
Teluk Ambon Dalam dibandingkan dengan standar yang berlaku, yakni Baku
Mutu Air Laut berdasarkan Kep-51/MENKLH/2004 yaitu untuk keperluan Biota,
Pelabuhan dan Wisata Bahari. Selain itu untuk melihat status mutu perairan
berdasarkan aspek fisika – kimia dilakukan penilaian berdasarkan metode
STORET sesuai Tabel 4.

Tabel 4 Cara penentuan status mutu perairan menurut STORET


Parameter
Jumlah Contoh/Stasiun/Periode Nilai
Fisika Kimia
< 10 Maksimal -1 -2
Minimal -1 -2
Rata – rata -3 -6
≥ 10 Maksimal -2 -4
Minimal -2 -4
Rata – rata -6 -12
Keterangan :
1. Nilai diberikan bila melampaui standar
2. Nilai nol diberikan bila memenuhi standar
3. Nilai Parameter bakteriologi = 3 x parameter fisik
4. Nilai parameter kimia = 2 x nilai parameter fisik
5. Bila angka rata-rata parameter melampaui standar, maka diberi nilai = 3 x nilai yang
diberikan pada parameter maksimal atau minimal yang melampaui standar
6. Jumlah contoh dari satu stasiun yang ≥ 10 diberi nilai = 2 x dari jumlah contoh < 10

Setelah jumlah nilai dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status
mutunya dengan melihat jumlah skor yang diperoleh digunakan metode STORET
US EPA (Canter, 1977) dengan mengklasifikasikan mutu air dalam 4 kelas.
Klasifikasi tingkat kualitas air dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Klasifikasi tingkat kualitas air beserta kelasnya berdasarkan system nilai
dari US-EPA
Total Skor Tingkat Kualitas Kelas Keterangan
0 Baik sekali A Memenuhi baku mutu
-1 sampai dengan – 10 Baik B Tercemar ringan
-11 sampai dengan – 30 Sedang C Tercemar sedang
< - 30 Buruk D Tercemar berat
32

3.4.2. Analisis Partisipasi Masyarakat

Sebelum sampai kepada analisis partisipasi masyarakat, analisis


karakteristik masyarakat dilakukan secara diskriptif kemudian tahapan selanjutnya
adalah menganalisis persepsi masyarakat. Analisis hubungan ketidaktergantungan
menggunakan Chi-Square yaitu menghitung nilai x² dengan rumus :

Dimana :
X² = uji statistik untuk asymptotik X²
Oi = Frekuensi sel yang diamati
Ei = Frekuensi yang diahapkan untuk sel i

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan sumberdaya


perairan Teluk Ambon Dalam dianalisis dari :
1. Persepsi yang tinggi dari masyarakat terhadap alam sekitar serta
ekosistem yang ada di TAD
2. Keterlibatan masyarakat dalam program pemirintah melestarikan
Ekosistem TAD.
3. Dorongan secara pribadi atau kelompok untuk melestarikan TAD.
Kategori partisipasi masyarakat dibagi dalam 3 (tiga) tingkatan, yaitu
Tinggi, bila partisipasi masyarakat mencakup ketiga aspek diatas dan selanjutnya
diberi nilai 3. Sedang, bila tingkat partisipasi masyarakat mencakup hanya dua
diantara ketiga aspek diatas, dan selanjutnya diberi nilai 2. Rendah, bila tingkat
partisipasi masyarakat hanya satu dari ketiga aspek diatas dan selanjutnya diberi
nilai 1.

3.4.3. Analisis Strstegi Kebijakan

Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan sebagai tindak lanjut


proses membuat urutan prioritas kebijakan dalam pengelolaan TAD. AHP
dilakukan untuk mendapatkan pilihan pengelolaan dari pandangan/aspirasi aktor
terkait dengan pengelolaan TAD. Kelompok aktor tersebut adalah pemerintah,
masyarakat, LSM, pengusaha, dan peneliti.
33

Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara


subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibanding dengan
variabel lainnya. Dengan berbagai pertimbangan kemudian dilakukan sintesis
untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk
mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin, 2004).
Pendekatan AHP, adalah suatu pendekatan proses yang dititikberatkan
pada pertimbangan terhadap faktor-faktor pendukung dalam penentuan prioritas
alternatif pengelolaan TAD yang didasarkan pada persepsi masing-masing
stakeholder. Untuk menentukan alternatif pengelolaan TAD digunakan model
Analitical Hierarchy Process (AHP) yang berupa hirarki yang terdiri dari Fokus,
Aktor, Faktor dan Tujuan. Adapun tahapan AHP dalam analisis alternatif
pengelolaan TAD mengacu kepada Maarif (2004) yaitu :
1. Pendefinisian komponen
Pada tahapan ini, semua komponen/variabel yang berkaitan dengan
pengelolaan lingkungan TAD yang tepat ditetapkan dan didefinisikan.
Lingkup komponen yang didefiniskan mencakup Fokus Pengelolaan
TAD, Aktor atau Stakeholder, Faktor pendukung (Potensi sumberdaya
alam TAD, Kebijakan Pemerintah , Partisipasi masyarakat dan Pola
pemanfaatan TAD), Tujuan dalam pengelolaan dan opsi alternative
pengelolaan.
2. Penyusunan struktur hierarkhi
Pada tahapan ini, semua interaksi komponen atau variabel yang telah
didefinisikan disusun secara bertingkat dalam bentuk struktur hierarki
AHP yang dimulai dari tingkat paling atas berupa Fokus (level 1),
dilanjutkan dengan Aktor (level 2), faktor (level 3), tujuan (level 4) dan
opsi alternative pengelolaan pada tingkatan paling bawah (level 5).
3. Penetapan skala banding dan pembobotan
Pada tahapan ini, skala banding satu sama lain komponen/variabel
penyusun ditetapkan. Hal ini dibutuhkan untuk menganalisis
kepentingan setiap aktor (setiap kompenen di level 2), menganalisis
kepentingan setiap faktor pendukung yang perlu diperhatikan untuk setiap
aktor (setiap komponen di level 3 pada setiap komponen di level 2), setiap
34

tujuan pengembangan pada setiap faktor pendukung (komponen di level 4


untuk setiap komponen di level 3 pada setiap komponen di level 2).
Sedangkan untuk menganalisis kepentingan setiap opsi alternative
pengelolaan bagi setiap komponen di level 4, komponen di level 3 dan
komponen di level 2.
Penetapan skala banding ini dan sistem pembobotannya mengacu kepada
skala banding berpasangan menurut Saaty (1993) pada Tabel 6.

Tabel 6 Ketentuan skala banding berpasangan


Intensitas
Definisi Penjelasan
pentingnya
1 Kedua komponen pentingnya Dua komponen menyumbangkan sama
sifat besar pada sifat itu.
3 Komponen yang satu sedikit Pengalaman dan pertimbangan sedikit
lebih penting dibandingkan menyokong satu komponen atas
komponen yang lainnya. lainnya.
5 Komponen yang satu esensial Pengalaman dan pertimbangan dengan
atau sangat penting dibanding kuat menyokong satu komponen atas
komponen yang lainnya. komponen lainnya.
7 Suatu komponen jelas lebih Suatu komponen dengan kuat di
penting dari komponen lainnya. sokong, dan dominannya telah terlihat
dalam praktek.
9 Satu komponen mutlak lebih Bukti yang menyokong komponen yang
penting ketimbang komponen satu atas yang lain memiliki tingkat
yang lain. penegasan tertinggi yang mungkin
menguatkan.
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua Kompromi diperlukan antara
pertimbangan dua yang pertimbangan.
berdekatan.
Kebalikan Jika suatu aktivitas i mendapat
satu angka dibandingkan dengan
aktivitas j, maka j mempunyai
nilai kebalikannya bila di
bandingkan dengan i.
Sumber : Saaty (1993)
35

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Diskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Geomorfologi Pesisir Kota Ambon

Daratan pesisir Kota Ambon, berada pada posisi 128º00’42” BT–128º


16’04” BT dan 3º33’47” LS – 3º43’50” LS di Jazirah Leihitu dan posisi 128º
04’56” BT – 128º17’30” BT dan 3º38’32” LS – 3º47’06” LS di Jazirah Leitimur.
Letak Kota Ambon berada sebagian besar dalam wilayah pulau Ambon, dan
secara geografis terletak pada posisi: 3º - 4º Lintang Selatan dan 128º – 129º
Bujur Timur, dimana secara keseluruhan Kota Ambon berbatasan dengan
Kabupaten Maluku Tengah. Wilayah Kota Ambon sebagian besar terdiri dari
daerah berbukit yang berlereng terjal seluas ± 186,90 km² atau 73 persen dan
daerah dataran dengan kemiringan sekitar 10 persen seluas ± 55 km² atau 17
persen dari luas seluruh wilayah daratan.
Perairan Teluk Ambon merupakan perairan teluk yang berada di Provinsi
Maluku yang terdiri dari dua bagian, yaitu Teluk Ambon Luar (TAL) dan Teluk
Ambon Dalam (TAD). Kedalaman Teluk Ambon Luar (TAL) mencapai 200
meter yang relatif lebih luas serta berhubungan langsung dengan Laut Banda,
sedangkan Teluk Ambon Dalam (TAD) lebih sempit dan terlindung dengan
kedalaman maksimum sekitar 40 meter. Keduanya dihubungkan oleh ambang
yang sempit dan dangkal dengan kedalaman sekitar 12 meter antara desa Poka dan
desa Galala. Terdapat beberapa sungai yang bermuara di Teluk Ambon Dalam
(TAD) yaitu sungai Wai Tonahitu, Sungai Wai Rekaan dan Wai Heru.
Dibandingkan dengan luas laut yang lebih besar, area daratan Pulau
Ambon hanya memiliki luas 306,4 km² atau (18,93%) yang tersebar di jasirah
Laihitu (155,2 km²) dan jasirah Laitimur (151,2 km²). Teluk Ambon Dalam
(TAD) yang dipisahkan oleh suatu ambang yang sempit antara desa Galala dan
desa Poka dengan luas area 11,03 km².
36

4.1.2. Iklim

Perairan Kota Ambon memiliki tipe iklim laut tropis dan iklim musim.
Ada 4 musim yang berpengaruh terhadap perairan ini yakni musim Barat
(Desember – Pebruari), musim Pancaroba 1 (Maret – Mei), musim Timur (Juni –
Agustus), dan musim Pancaroba 2 (September – Nopember). Setiap musim
memiliki karakteristik cuaca yang berbeda-beda yang ditunjukkan dengan pola
angin, curah hujan, suhu udara, dan faktor cuaca lainnya. Suhu udara musim
barat sampai tahun 2009 tidak mengalami deviasi yang cukup besar. Ini
menunjukkan bahwa fluktuasi suhu di kawasan kota masih normal. Suhu udara
terendah terjadi dalam musim Timur dan Pancaroba 1.
Iklim di kota Ambon adalah iklim laut tropis dan iklim musim, karena
letak pulau Ambon dikelilingi oleh laut. Oleh karena itu, iklim di kota Ambon
sangat dipengaruhi oleh lautan dan berlangsung bersamaan dengan iklim musim,
yaitu musim Barat atau Utara dan musim Timur atau Tenggara. Pergantian musim
selalu diselingi dengan musim pancaroba yang merupakan transisi dari kedua
musim tersebut. Musim Barat umumnya berlangsung dari bulan Desember sampai
dengan bulan Maret, sedangkan pada bulan April merupakan masa transisi ke
musim Timur, dan musim Timur berlangsung dari bulan Mei sampai dengan
bulan Oktober disusul oleh masa pancaroba pada bulan November yang
merupakan transisi ke musim Barat.

4.1.3. Pasang surut dan Arus musim

Arus yang berkembang di perairan TAL bukan arus pasut murni tetapi
sedikit dipengaruhi oleh arus yang terjadi akibat pertukaran massa air antara
Teluk Ambon dengan massa air Laut Banda atau disebut dengan arus kiriman dari
Laut Banda. Lokasi pertukaran massa air ini tampak terjadi pada ambang Galala-
Poka. Karakteristik arus di perairan TAD merupakan arus pasang surut yang
sedikit dipengaruhi arus dari Laut Banda. Pola sirkulasi harian massa air di Teluk
Ambon sangat dipengaruhi oleh aliran pasang surut, sebagaimana yang terjadi di
perairan semi-tertutup pada umumnya. Pola arus surut di Teluk Ambon dapat
dilihat seperti pada Gambar 5.
37

Gambar 5. Pola arus surut umum di teluk Ambon tahun 2007

Pasang surut di perairan kota Ambon terjadi dua kali sehari (tipe harian
ganda) dan jangkauan pasang surutnya mencapai 1 – 2 meter dengan MSL 11 dm.
Arus yang berkembang di wilayah kota Amnon umumnya didominasi oleh arus
pasut, kecuali diselatan leitimur dan
dan lucipara. Kecepatan arus bervariasi antara
wilayah dengan kisaran 8,3 – 29 cm/detik saat surut dan 9,0 – 50,0 cm/detik saat
pasang, kecepatan terbesar arus terdapat dibagian selatan leitimur yakni 50
cm/detik. Pola sirkulasi harian massa air di Teluk Ambon
Ambon sangat dipengaruhi oleh
aliran pasang surut, sebagaimana yang terjadi di perairan semi-tertutup pada
umumnya. Pasang surut memiliki gerakan naik-turun atau amplitudo (A) yang
disertai dengan gerakan horisontal yang disebut arus pasang surut (U) (Bowden,
1983). dengan nilai kisaran kecepatan 7 cm/s < U < 106.9 cm/s (2007).

4.1.4. Wilayah ekologi kota Ambon

Secara ekologis, wilayah kota Ambon dibagi atas empat


empat wilayah ekologis
(Gambar 6) yakni :
1. Teluk Ambon Dalam (TAD); dicirikan oleh daerah teluk semi tertutup yang
relatif tenang dan digolongkan sebagai salah satu bentuk perairan estuari,
bermuara beberapa sungai besar dan kecil, serta didominasi oleh komunitas
38

lamun dan bakau yang dipisahkan dengan Teluk Ambon Luar oleh ambang
Galala-Poka yang sempit.
2. Teluk Ambon Luar (TAL); dicirikan oleh daerah teluk yang berbentuk corong
dan terbuka ke arah Barat Pulau Ambon dengan kondisi perairan yang relatif
dinamis karena masih dipengaruhi oleh massa air laut Banda, didominasi oleh
komunitas terumbu karang.
3. Teluk Baguala (TB); dicirikan oleh daerah teluk yang berbentuk corong dan
terbuka ke arah Timur Pulau Ambon dengan kondisi perairan yang relatif
dinamis karena masih dipengaruhi oleh massa air laut Banda, didominasi oleh
komunitas terumbu karang.
4. Pesisir Selatan Kota Ambon (PSKA); merupakan daerah terbuka yang sangat
dinamis karena dipengaruhi langsung oleh massa air laut Banda, dengan tipe
pantai berbatu yang didominasi oleh komunitas algae.

Gambar 6. Wilayah ekologi kota Ambon

Teluk Ambon merupakan perairan teluk yang semi tertutup (end closed
bay), yang terdiri atas dua bagian, yaitu Teluk Ambon bagian Luar (TAL) dan
Teluk Ambon bagian dalam (TAD). Kedua Teluk ini dipisahkan oleh sebuah
39

ambang (sill) yang sempit dan dangkal (kedalaman 8-12 m) yang terletak di antara
desa Poka dan Galala.

4.2. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk

Berdasarkan registrasi penduduk tahun 2005 – 2008, jumlah penduduk


kota Ambon meningkat sekitar 1,42 %. Pada tahun 2005 penduduk kota Ambon
berjumlah 262.967 jiwa, pada tahun 2006 menjadi 263.146, pada tahun 2007
meningkat menjadi 271.972 jiwa dan kemudian pada tahun 2008 menjadi 281.293
jiwa. Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk kota Ambon terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk kota Ambon tahun 2005 – 2008
Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan
Tahun
(jiwa) (%)
(1) (2) (3)
2005 262.967 2.01
2006 263.146 0.07
2007 271.972 3.35
2008 281.293 3.43
Sumber : BPS 2008

4.3. Gambaran Ekosistem Perairan Pesisir Teluk Ambon Dalam (TAD)

Sebelum menganalisis kualitas perairan TAD terlebuih dahulu mengetahui


konsisi ekosistem yang ada di sekitar TAD. Wilayah pesisir teluk Ambon
memiliki ekosistem wilayah tropis yang lengkap, berupa ekosistem mangrove,
ekosistem padang lamun dan ekosistem terumbu karang, termasuk didalamnya
beraneka ragam sumberdaya hayati yang berasosiasi dengan ketiga ekosistem
tersebut.

4.3.1. Ekosistem Mangrove

Hutan mangrove adalah komunitas hutan tropika maupun sub tropik yang
hidup pada lingkungan pantai terutama pada daerah-daerah yang terlindung.
Hutan ini hanya terjadi apabila pantai tersebut tidak terekspose terhadap angin
kencang atau gelombang laut yang besar. Oleh karenanya kebanyakan hutan
mangrove terdapat disekitar teluk yang lautnya tenang dan daratannya secara
40

berangsur-angsur melandai ke laut. Secara ekologi areal mangrove pada perairan


pantai dapat menunjang kehidupan berbagai biota laut yang hidup berasosiasi
dengannya, daun mangrove merupakan sumber bahan organik penting dalam
rantai makanan pada perairan pantai.

Mangrove juga memberi manfaat langsung bagi manusia, misalnya


kayunya yang dapat digunakan sebagai kayu bakar, bahan bangunan dan bahan
baku produk lain. Karena itu, keberadaan komunitas mangrove dapat terancam
dan rusak/punah, jika masyarakat sekitar belum dapat memahami fungsi
mangrove dengan baik. Pada daerah pesisir TAD dapat kita temui komunitas
mangrove pada beberapa wilayah sepanjang pesisir. Sonneratiaceae dan
Avicenniaceae merupakan jenis yang paling dominan yang dapat kita temukan,
sebab Sonneratia hidup pada substrat dengan kandungan lumpur yang cukup
sedangkan Avicennia pada substrat dengan kandungan pasir.

Hasil perhitungan luas hutan mangrove melalui interpretasi Citra Satelit


Landsat 5 oleh DKP kota Ambon diperoleh data luasan hutan mangrove di TAD
adalah seluas 37,9 Ha. Jumlah dan jenis terbanyak terdapat pada desa Passo.
Areal mangrove pada wilayah pesisir di Desa Passo tercatat seluas 6,84 ha dengan
kerapatan yang tinggi, terdiri atas Sonneratia alba, Avicenia marina, Rhizophora
stylosa, R. mucronata, Bruguiera gymnorrhiza, Lumnitzera littorea, Ceriops
tagal, Aegiceras corniculatum, Nypa fruticans dan Acanthus ilicifolius. Jenis
Nypa fruticans dan Acanthus ilicifolius banyak dijumpai pada perairan ini
terutama pada daerah yang dekat dengan pemukiman penduduk. Beberapa
individu ditemui di muara sungai desa Galala, desa Latta dan Halong juga masih
terlihat beberapa jenis diantaranya Sonneratia alba, Bruguiera gymnorrhiza,
Rhizophora mucronata, Avicennia alba. Sedangkan pada perairan pantai Desa
Poka (Tanjung Tiram) memiliki komunitas mangrove yang terdiri atas Sonneratia
alba, Avicenia marina, Rhizophora stylosa, R. mucronata, Bruguiera
gymnorrhiza, Lumnitzera littorea, dan Ceriops tagal namun kondisi mangrove
pada daerah ini semakin berkurang dan sebagian telah dialihkan sebagai daerah
pemukiman (DKP Kota Ambon, 2008).
41

Pada Perairan Desa Latta dan Halong terdapat komunitas mangrove yang
terdiri atas Rhizophora stylosa, R. mucronata, dan Avicenia marina. Terlihat
bahwa pertumbuhan mangrove terbatas, karena harus beradaptasi dengan substrat
keras karang papan yang mendominasi substrat pantai di daerah ini. Hal ini
didukung oleh pertumbuhan anakan dan sapihan yang tidak dapat berkembang
baik.
Tabel 8 Penyebaran species mangrove di Teluk Ambon Dalam
Lokasi
Species Galala Halong Lateri Passo Poka Batu Koneng
Rhizopora stylosa    
Rhizopora apiculata     
Bruguiera gymnorrhiza    
Bruguiera sexangula     
Sonneratia alba      
Avicennia marina    
Avicennia alba      
Aegiceras corniculatum 
Ceriops tagal   
Excoecaria agallocha      
Osbornia octadonta   
Dolichandron spathacca   
Nypa fruticans      
Acrosticum ourieum     
Achantus illicifous   
Hibiscus tiliaceus      
Jumlah species 5 14 14 13 12 12
Sumber : DKP kota Ambon,2008

Berdasarkan hasil pengamatan secara visual di lapangan pada umumnya


kondisi ekosistem mangrove yang ada di beberapa desa sepanjang pesisir TAD
masih tergolong baik dan pada beberapa tempat telah dilakukan reboisasi
mangrove seperti pada daerah Galala, Lateri, dan Poka. Areal hutan mangrove
pada Desa Passo merupakan kawasan konservasi yang sering dimanfaatkan untuk
keperluan pendidikan dan rekreasi. Masyarakat sekitar pesisir TAD
memanfaatkan tanaman mangrove melalui berbagai cara untuk memenuhi
kebutuhan mereka misalnya kayu dari tanaman mangrove sering digunakan untuk
kayu bakar ataupun pembuatan arang.
Pengamatan peneliti di lapangan ditemukan bahwa sebagian besar kayu
yang digunakan masyarakat nelayan di pesisir TAD adalah kayu dari tanaman
mangrove, misalnya tiang-tiang untuk mengikat jaring. Dengan berbagai manfaat
yang bisa diperoleh dari keberadaan mangrove pada pesisir pantai, mangrove
yang terdapat di perairan pantai Teluk Ambon Dalam dan kondisinya pada saat ini
42

dapat dikembangkan menjadi areal konservasi dan areal rekreasi yang ramah
lingkungan (Ecotourism), sehingga kegiatan pemanfaatan daerah tersebut dapat
digunakan untuk menunjang perekonomian masyarakat sekitarnya.

Gambar 7. Ekosistem Mangrove di TAD

4.3.2. Ekosistem Padang Lamun

Padang lamun merupakan ekosistem bahari yang sangat menunjang


produktivitas perairan. Seperti komunitas mangrove, komunitas lamun di perairan
pantai Teluk Ambon Dalam juga memiliki penyebaran yang tidak merata, mulai
dari perairan pantai Desa Rumah Tiga sampai Desa Galala. Pada umumnya jenis-
jenis lamun pada perairan pantai tersebut terdiri atas : Enhalus acoroides,
Thalassia hemprichii, Cymodocea rot$undata dan Halophila ovalis. Pada perairan
tertentu dimana lamun tidak dapat hidup beradaptasi dengan baik, maka
pertumbuhannya berlangsung dengan tidak sempurna sehingga menghasilkan
luasan daun yang kecil. Lamun yang berada pada perairan TAD memiliki
penyebaran yang tidak merata dan berasosiasi dengan flora fauna akuatik lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Laut (1991) Teluk Ambon memiliki keanekaragaman jenis lamun
yang cukup tinggi, yakni 7 jenis (Halodule sp., Cymodocea rotundata,
Thalassodendron ciliatum, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophilia
ovalis, Halophilia ovata) dari sekitar 12 jenis yang ada di dunia. Perairan TAD
didominasi oleh substrat pasir sehingga menunjang keberlangsungan hidup bagi
ekosisten ini. Namun dari hasil pengamatan kondisi padang lamun di pesisir Teluk
Ambon Dalam mengalami tekanan akibat dari pembangunan yang berlangsung di
43

darat yang mengakibatkan tingginya kecepatan sedimentasi. Luasan mangrove


dikhawatirkan akan semakin menurun, karena kerusakan habitat, terutama di
Passo akibat sedimentasi berat di lokasi tersebut yang
yang berasal dari pembukaan
lahan untuk pemukiman di atasnya.

4.3.3. Ekosistem Terumbu Karang

Penyebaran terumbu karang di Teluk Ambon dapat digolongkan dalam


tipe terumbu karang pantai (fringging reef) yang tumbuh memanjang menyusuri
garis pantai pada kedua pesisir utara atau pesisir selatan teluk. Pertumbuhan
karang batu relatif lebih baik secara visual dijumpai di TAL bila dibandingkan
dengan TAD.
Kondisi terumbu karang pada tujuh titik pengamatan di TAD
menggambarkan karang dalam kondidi sedang terdapat hanya
hanya di satu titik yang
terletak di pelabuhan perahu poka, sedangkan dari enam titik hanya 2 titik yang
berkategori buruk dan empat titik tidak ditemukan karang sama sekali (hanya
pasir, pasir lumpur dan lumpur). Pada TAD karang hidup hanya ditemukan di
lokasi Desa Hunuth dan Halong dengan penutupan yang rendah, sedangkan lokasi
tempat penyeberangan perahu di desa Poka merupakan satu-satunya titik dengan
penutupan karang yang relative lebih baik dibandingkan lokasi-lokasi lainnya di
TAD. Persentase tutupan karang di Teluk Ambon dapat dilihat pada Gambar 8.

76
80 69 69

60 53 53.1
Persentase ( %)

45 43
39.5 1985
40 34.6 33
28.4 26.74 1996
22.1 21.7 23 23.5 20.2
20 2007
10

0
Lilboy Hative Kota jawa Eri Batu capeu Halong

Gambar 8. Grafik tutupan karang di pesisir Teluk Ambon (Pelasula,2008)


44

Gambar di atas menunjukkan bahwa penutupan karang batu tertinggi pada


tahun 2007 dijumpai di Kota Jawa (53,1 %; kondisi baik) dengan dominasi jenis
“Mushroom coral” dari marga Fungia (Fungia repanda, F. fungites, F. consina),
Heliofungia (Heliofungia actinoformis), Stylophora (Stylophora pistillata),
Merulina (Merulina ampliata), Euphyllia, Lobophylia, Montipora dan Marga
Acropora (Acropora Formosa, A. grandis, A. nobilis, A.millepora, A.yongei,
A.aspera, A. humilis, A. micopthalma). Lokasi lain dengan kondisi sedang (34.6
%) adalah Eri dengan dominasi jenis, yaitu marga Montipora (Montipora
efflorescens, M. danae, M. venosa, M. monasteriata, M. hispida) Oulophylia
(Oulophylia crispa), Platigyra (Platigyra lamelina, P. Pinni dan P. daedalea),
Favites (Favites abdita, F. flexuosa), Favia (Favia speciosa, F. favulus)
Gonisatrea, Porites (Porites annae, P. cylindrica). Lokasi dengan tutupan karang
hidup terendah di jumpai di Halong (20,2 %, kondisi buruk) di dominasi oleh
jenis karang dari marga Porites (Porites lutea), Lobophylia (Lobophylia
hemprichii), Favia (Favia speciosa, F. palida), Favites (Favites flexuosa, F.
abdita) (Pelasula,2008).
Pada 25 tahun yang lalu, terumbu karang pantai (fringing reef) tersebar di
beberapa lokasi Teluk Ambon Dalam dengan kondisi terumbu yang relatif baik
yaitu di perairan pesisir Halong Batu-Batu, sekitar lokasi Dermaga Ferry Poka dan
sekitar lokasi Lateri. Akan tetapi seiring dengan pertambahan jumlah penduduk
dengan berbagai kebutuhan lahan untuk pemukiman dan penyediaan fasilitas
umum serta aktivitas rumah tangga dan infrastruktur penunjang lainnya
menyebabkan sedimentasi dan buangan sampah/limbah yang meningkat dari
waktu ke waktu sehingga terumbu karang di kedua lokasi perairan pesisir ini
hilang.
Secara konkrit, tindakan-tindakan nyata yang dapat dilakukan demi
penyelamatan ekosistem terumbu karang adalah dengan memperhatikan sumber
penyebab hilangnya sistem ekologi terumbu karang di wilayah ekologi Teluk
Ambon Dalam yaitu konservasi lahan daratan melalui reboisasi dan penataan
peruntukaan lahan, pengelolaan sampah/limbah rumah tangga dan fasilitas umum
lain. Jika upaya-upaya tersebut telah menurunkan dampak negatif terhadap
perairan laut pesisir yang diindikasikan oleh perbaikan parameter-parameter
45

kualitas perairan, maka kemudian diikuti oleh rehabilitasi terumbu karang melalui
kegiatan transplantasi dan konstruksi terumbu buatan. Ekositem terumbu karang,
padang lamun dan mangrove yang ada di sepanjang pantai Pulau Ambon sangat
berperan dalam memberikan produk dan jasa terhadap masyarakat yang hidup di
sekitarnya. Namun kerusakan-kerusakan yang sudah terjadi terhadap ketiga
ekosistim tersebut juga mulai dirasakan dampaknya.

4.4. Potensi Sumber-Sumber Pencemar TAD

Pulau Ambon adalah salah satu pulau di Provinsi Maluku yang tergolong
dalam pulau kecil. Selain sebagai pulau yang merupakan ibu kota provinsi, kota
ambon juga merupakan kota pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan,
kebudayaan, dan juga sebagai salah satu kota tujuan wisata kepulauan di
Indonesia. Dengan keunikan dan daya tarik yang dimiliki kota Ambon, sehingga
banyak orang yang datang ke kota ini dengan berbagai alasan. Hal inilah yang
menyebabkan semakin bertambahanya penduduk di kota ambon dari tahun ke
tahun.
Dalam sub bab ini dijelaskan secara diskriptif mengenai potensi sumber
pencemar yang diperkirakan berdampak terhadap perubahan lingkungan sekitar
TAD. Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia
sehingga kualitasnya menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan atau fungsinya. Masalah
pencemaran laut dapat disebabkan karena aktivitas manusia seperti pembukaan
lahan untuk pertanian dan pemukiman, pengembangan kota dan industri,
penebangan kayu dan penambangan di Daerah Aliran Sungai (DAS) serta limbah
rumah tangga yang tinggal di daerah pesisir. Salah satu maslah yang dapat
menyebabkan pencemaran yang terjadi di Teluk Ambon Dalam (TAD) adalah
peningkatan jumlah penduduk yang memicu percepatan pembangunan dan
pemanfaatan sumberdaya alam untuk pembangunan. Semakin bertambahnya
penduduk maka semakin bertambah pula limbah yang dihasilkan dengan
demikian akan menambah beban yang dapat meningkatkan pencemaran di pesisir
teluk Ambon.
46

Dilihat dari kondisi topografi kota Ambon yang tidak menunjang memicu
pembangunan terjadi lebih banyak di daerah perbukitan, oleh karenanya
pembukaan lahan yang tidak terencana dan tertata dengan baik di daerah atas
(Upland) akan berdampak buruk pada lahan bawah, termasuk wilayah pesisir dan
laut. Pengembangan kota dilihat sebagai sumber yang dapat menghasilkan bahan
sedimen dan pencemaran perairan pesisir dan laut. Pesatnya perkembangan
pemukiman dan kota telah meningkatkan jumlah sampah baik padat maupun cair
yang merupakan sumber pencemaran pesisir dan laut yang sulit dikontrol. Potensi
sumber-sumber pencemar dapat dideskripsikan sebagai berikut :

4.4.1. Ceceran Minyak

Secara garis besar sumber pencemaran perairan pesisir dan lautan dapat
dikelompokkan menjadi tujuh kelas yaitu limbah, industri, limbah cair
pemukiman (sewage) , limbah cair perkotaan (urban storm water), pertambangan,
pelayaran (shipping), pertanian dan perikanan budidaya. Sedangkan bahan
pencemar utama yang terkandung dalam buangan limbah dari ketujuh sumber
tersebut berupa sediment, unsur hara (nutrient), logam beracun (toxic metal),
pestisida, organisme eksotik, organisme pathogen, sampah dan oxygen depleting
substance (bahan yang menyebabkan oksigen terlarut dalam air berkurang)
(Dahuri,1998).
Salah satu potensi sumber pencemar yang mencemari perairan Teluk
Ambon Dalam adalah akibat proses pelayaran (shipping) yaitu ceceran minyak
yang berasal dari hasil kapal, ferry, dan speedboat yang masuk, atau beraktivitas
di perairan Teluk Ambon Dalam.
47

Gambar 9. Potensi pencemar dari ceceran minyak (oil spill)

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dikutip dari Selanno


(2009), didaptkan bahwa konsentrasi minyak dan lemak pada musim pancaroba I
(Maret 2007) terjadi di beberapa lokasi di TAD dan sangat menonjol pada lokasi
di desa Passo pada muara sungai Waitonahitu dan muara sungai Waiheru. Namun
dijelaskan bahwa hasil yang ditemui menunjukan nilai yang sangat tinggi untuk
setiap musim. Seperti yang telah diketahui bahwa pencemaran di laut dapat terjadi
akibat adanya bahan atau zat yang masuk ke perairan yang bersumber dari darat
dan juga dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di laut. Minyak dan lemak yang
ditemui adalah dari kegiatan transportasi pada TAD. Kegiatan transportasi laut ini
sangat berpotensi mencecerkan minyak pada saat pengisian bahan bakar maupun
pencucian tangki ballas dan perbaikan mesin kapal ferri tersebut. Selain ferry
yang beroperasi, ada pula kapal – kapal lain yang beroprasi di TAD. Hasil
perhitungan cepat dari beban pencemaran cair oleh kapal ferry yang dikutip dari
Sellano (2009) dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Perhitungan cepat beban pencemaran cair dari kapal ferry


0,5% BBM yang
Jenis Kapal Kapasitas Jenis BBM *) Jumlah BBM hilang **) (m³)
(GT) (ltr/hari (ltr)
KMP Tenggiri 740 Solar 700 1277,500 1.278
KMP Gabus 133 Solar 200 365,000 0.365
Jumlah 1.643
Sumber: Sellano (2009)
Keterangan : *) High speed Diesel
**) Komunikasi interpersonal ABK

Dengan melihat hasil perihitungan cepat yang diperoleh maka didapat


gambaran bahwa salah satu sumber pencemar yang mencemari TAD juga berasal
48

dr aktivitas kapal – kapal yang beroperasi di TAD dan sekitarnya. Hasil penelitian
Sellano (2009) menemukan persentase kegiatan kapal-kapal di perairan TAD
bervariasi antara 19 – 40 % dimana kegiatan memperbaiki kapal (40%), mencuci
tangki ballas (20,63%), mengecat (20%) dan membuang minyak bekas (20%).
Kegiatan – kegiatan tersebut menghasilkan limbah dari kapal-kapal yang
beroperasi di sekitar TAD yang dapat berpengaruh terhadap penambahan
kandungan logam berat di periaran TAD. Sebagaimana diketahui bahwa limbah
cair yang dibuang ke perairan akan berdampak pada penurunan kualitas air.
Darmono (2008) mengemukakan bahwa lapisan minyak yang mengapung dilaut
dapat menghambat laju kehidupan sekitarnya, sehingga ikan atau hewan laut
lainnya tidak dapat bernapas dan akhirnya mati.

4.4.2. Limbah Domestik

Selain tumpahan minyak yang ditemukan adalah limbah domestik.


Padatnya pemukiman penduduk pada daerah bantaran sungai memudahkan
masyarakat untuk membuang sampah langsung ke sungai. Aktivitas pembuangan
sampah masyarakat melalui sungai – sungai seperti pada daerah Galala, Lateri,
Passo, dan Wiheru menyebabkan meningkatnya jumlah sampah yang masuk ke
paerairan TAD.
Sampah diklasifikasikan ke dalam dua bentuk yaitu sampah organik dan
sampah anorganik. Sampah anorganik merupakan sampah yang sulit terurai secara
biologis sehingga pada saat sampah organik masuk ke dalam perairan maka
sebagian besar dari sampah ini akan mengapung di permukaan air sehingga dapat
menghambat masuknya sinar matahari kedalam kolom air. Terbatasnya sinar
matahari yang masuk akan mempengaruhi aktivitas fitoplankton yang
menggunakan matahari untuk proses fotosintesis. Sedangkan sampah organik
yang masuk ke perairan dapat meningkatkan kandungan bahan organik di
perairan, sehingga untuk mengoksidasi bahan organik tersebut mebutuhkan
oksigen dalam jumlah besar, hal ini dapat berdampak bagi biota yang ada di
perairan tersebut yakni terbatasnya kandungan oksigen.
Sampah yang banyak terapung dan terjebak di perairan TAD berasal dari
daratan saat hujan dan air pasang, ini dapat dilihat pada beberapa titik seperti di
49

muara sungai Galala, sampah dari darat akan terbawa ke lautan dan ketika air laut
mulai surut sampah akan terjebak pada sepanjang pantai sehingga berpengaruh
terhadap ekosistem pesisir. Berdasarkan hasil pengamatan visual sampah plastik
merupakan sampah yang lebih banyak mendominasi perairan pesisir TAD, hal ini
didukung oleh hasil penelitan Tuahatu dan Pattiasina (2005) dan Wacanno (2008)
yang menempatkan jenis sampah plastik dengan nilai kepadatan tertinggi dan
kemudian diikuti beling dan kaleng pada urutan berikutnya. Selain itu hasil
penelitian Sellano (2009) juga mendukung hal ini, dari hasil persentase beban
pencemaran (produksi limbah) dari kegiatan di darat, ditemukan limbah domestik
padat dan cair menempati urutan tertinggi yaitu dengan persentase sekitar 99%.
Hal ini meberikan gambaran bahwa sebagian besar sumber yang mencemari TAD
adalah berasal dari darat.

Gambar 10. Limbah padat pada bantaran sungai dan di perairan TAD

Hasil penelitian Sellano (2009) menemukan limbah padat yang


diperkirakan masuk ke Teluk Ambon dari ± 75775 jiwa yang berdiam di wilayah
batas daerah sungai pada TAD menghasilkan sekitar 11366259 kg/thn atau sekitar
11366,25 ton/thn limbah padat berbagai jenis. Hal ini memberikan gambaran
bahwa limbah padat sangat mencemari daerah sekitar Teluk Ambon.

4.4.3. Sedimentasi

Material sedimen berasal dari proses pelapukan dan penghancuran batuan


kemudian diangkut oleh tenaga pengangkut dan akhirnya material tersebut
diendapkan. Kadangkala materi sedimen ini hanya diendapkan sementara sebelum
50

diangkut kembali dan pada suatu saat diendapkan secara tetap untuk beberapa juta
tahun. Rangkain proses ini disebut proses sedimentasi. Sedimen sendiri
mengakibatkan pendangkalan di perairan atau muara sungai.
Sumber-sumber material sedimen pesisir (coastal sediments) berasal dari
mintakat lepas pantai ataupun dasar laut, tebing-tebing pantai akibat reruntuhan
tebing atau abrasi dan sungai yang mengalir dari daerah atas ke pesisir akibat
kerja fluvial. Material tersebut kemudian diangkut ke mintakat pantai oleh kerja
gelombang laut dan arus sepanjang pantai.
Erosi pantai atau run off yang terbawa oleh air ketika musim hujan
mengendap di muara sungai dan perairan sehingga menyebabkan pendangkalan
pada daerah perairan. Pembukaan lahan pada daerah resapan air juga akan sengat
berpengaruh terhadap proses pendangkalan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian
Pelasula (2008) ditemukan perbedaan nilai kedalaman penumpukan sedimen di
TAD antara tahun 1982 dan tahun 2008 atau kurang lebih 26 tahun yang
mendapati penambahan ketinggian dasar laut akibat sedimentasi sebesar 0,03
meter/thn atau sebesar 3 cm/tahun. Hal yang sama juga ditemukan dari kasil
kajian dinas perikanan dan kelautan Kota Ambon bahwa telah terjadi sedimentasi
pada perairan TAD.
Dari gambaran yang telah dikemukan diatas, dapat lebih lanjut dikatakan
bahwa salah satu penyebab pencemaran di Teluk Ambon juga berasal dari proses
sedimentasi akibat aktivitas di daratan seperti alih fungsi lahan sebagai kawasan
pemukiman yang sementara berlangsung hingga saat ini pada beberapa desa
seperti desa Galala, Latta, Kelurahan Lateri, juga sebagian desa Waiheru dan
poka. Perubahan sedimentasi pada perairan Teluk Ambon Dalam dapat dilihat
pada Gambar 11.
51

1994 2007

Gambar 11. Perubahan sedimentasi pada Tahun 1994 dan 2007


Sumber: DKP Kota Ambon (2008)

Hasil perhitungan luas sebaran sedimen hasil interpertasi citra satelit


Lansat 5 TM 35 (perekaman tahun 1994) dan citra satelit yang digunakan Google
Earth (perekaman tanggal 6 juni 2007) menunjukan bahwa hasil perhitungan luas
areal sedimentasi di Teluk Ambon sebesar 102,56 ha untuk tahun 1994 dan
168,13 ha untuk tahun 2007. Hasil tersebut memberikan gambaran bahwa telah
terjadi pula penambahan luasan sedimentasi yang menyebar mulai dari area
pesisir pantai menuju ke perairan yang lebih dalam.seluas sebesar 65,57 ha dalam
kurun waktu 13 tahun atau dengan rata-rata penambahan luas sebesar 5,43
ha/tahun (DKP Kota Ambon, 2008). Asdak (2004) menyatakan bahwa
sedimentasi dapat memberikan dampak yang menguntungkan karena pada tingkat
tertentu aliran sedimen ke daerah hilir dapat menambah kesuburan tanah serta
terbentuknya tanah garapan baru di daerah hilir, tetapi pada saat yang bersamaan
aliran sedimen juga dapat menurunkan kualitas perairan dan pendangkalan badan
perairan.
Berdasaran fakta yang ditemukan diatas dapat diketahui bahwa konsentrasi
pertambahan luasan sedimen pada daerah pesisir ini sangat berkaitan erat dengan
letak DAS yakni, kedudukan muara sungai yang berada di Teluk Ambon. Faktor
perubahan penggunaan dan pembukaan lahan di kawasan DAS baik untuk
kegiatan pembangunan perumahan atau kegiatan pertanian lahan kering akan
menambah sedimentasi di sekitar DAS tersebut. Faktor lain yang turut
berpengaruh terjadinya perluasan kawasan sedimentasi adalah aktifitas
52

penambangan galian C. oleh karena itu menjadi suatu perhatian bagi pengambil
kebijakan di daerah Maluku khususnya kota Ambon untuk memperhatikan
kembali RTRW yang ada sehingga dapat meminimalisir dampak bagi lingkungan
perairan pesisir TAD.

4.5. Kualitas Perairan Teluk Ambon Dalam

Aktifitas yang dilakukan masyarakat wilayah pesisir dalam rangka


memanfaatkan potensi yang terkandung di wilayah ini, baik secara langsung
maupun tidak langsung, mempengaruhi ekosistem yang ada, melalui perubahan
lingkungan di wilayah tersebut. Kualitas perairan Teluk Ambon Dalam (TAD)
sangat dipengaruhi oleh berbagai aktivitas yang berlangsung di atasnya (upland).
Perairan Teluk Ambon Dalam dipengaruhi oleh dua Daerah aliran sungai
(DAS) yaitu Wai Tonahitu dan DAS Waiheru, yang letaknya berdekatan dengan
pemukiman penduduk yang sangat padat. Dengan padatnya pemukiman penduduk
dan pesatnya kegiatan pembagunan di daerah pesisir, maka tekanan ekologis
terhadap sumberdaya pesisir akan meningkat pula sehingga berpengaruh terhadap
turunnya kualitas lingkungan di pesisir teluk Ambon. Pengamibilan sampel air
laut dalam penelitian di TAD pada tujuh titik pengamatan dengan hasil yang dapat
dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Hasil pengukuran kualitas air laut di Teluk Ambon Dalam, April 2010
TITIK SAMPLING
No Parameter Satuan St.I St.II St.III St.IV St.V St.VI St.VII
FISIKA – KIMIA
1 Suhu °C 30.29 30.25 30.22 30.22 30.26 30.45 30.39
2 pH 8.46 8.46 8.43 8.44 8.44 8.49 8.49
3 Salinitas ‰ 33.09 33.11 33.16 33.10 33.07 33.03 33.11
4 DO mg/l 4.68 4.91 4.61 4.90 5.09 4.56 5.09
5 BOD5 mg/l 9.2 9.8 7.8 6.9 5.4 4.7 6.9

6 PO4³‫־‬ mg/l 0 0 0.005 0.001 0.01 0.003 0.001

7 N03‫־‬ mg/l 0.002 0.002 0.001 0.003 0 0.001 0.001

8 Pb mg/l 0.014 0.013 0.006 0.011 0.007 0.023 0.017


9 Cd mg/l 0.006 0.014 0.012 0.013 0.015 0.01 0.008
10 Cu mg/l <0.008 <0.008 <0.008 0.008 0.013 0.011 <0.008
11 Hg mg/l 0.0003 <0.0002 <0.0002 0.0003 0.0004 0.0004 0.0003
53

Sumber : BKSDL LIPI Ambon, Data Primer (2010)


4.5.1. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor penting bagi kehidupan organisme di


laut karena suhu memperngaruhi aktivitas organisme, baik aktivitas metabolisme
maupun perkembangbiakannya. Pengukuran suhu sangat tergantung dari waktu
pengukuran dan cuaca pada saat itu. Berdasarkan tabel diatas nilai suhu pada hasil
pengamatan pada tujuh titik stasiun pengamatan berkisar pada 30.22 – 30.45º C.
Pola penyebaran suhu di TAD pada pengamatan ini memperkuat hasil
pengamatan sebelumnya, yakni pada teluk Ambon bahwa baik secara vertikal
maupun horisontal bervariasi menurut distribusi suhu pada umumnya yakni
dengan kisaran antara 27 – 31ºC (DKP,2008). Berdasarkan hasil pengamatan LIPI
Ambon (2008) kisaran suhu antara 28.7 – 31.0ºC. Dengan demikian dapat
dikatakan suhu di perairan TAD berada pada kisaran normal. Hasil penelitian
yang relative sama ditemukan di Teluk Lampung dengan kisaran suhu 28 – 31ºC
(Wahyuningrum, 2001). Nilai ini menunjukan bahwa tinggi rendahnya nilai suhu
pada tahun sebelumnya jika dibandingkan dengan hasil penelitian ini tidak
memperlihatkan suatu perubahan yang ekstrim dan masih berada pada batas
kisaran normal perairan sesuai dengan Baku Mutu Air laut baik untuk
kepentingan Pelabuhan, Wisata bahari, maupun untuk keperluan Biota
sebagaiman yang termuat dalam lampiran Kepmen LH Nomor 51 tahun 2004.

4.5.2. Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya


proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Sebagian besar biota akuatik
sensitive terhadap perubahan pH dan sangat menyukai nilai pH sekitar 7 – 8.5.
Nilai pH berdasarkan hasil pengamatan berkisar antara 8.43 – 8.49. Nilai pH di
perairan Teluk Ambon Dalam mengalami variasi menurut lokasi dan kedalaman
laut. Pada musim Barat pH berkisar dari 8.04 – 8.14 di lapisan permukaan; 7.16 –
7.27 dalam musim Pancaroba 1; dalam musim Timur 7.51 - 7.62 dan 7.8 – 7.91
dalam musim pancaroba 2 (DPK Kota Ambon). Kisaran tersebut masih berada
dalam kisaran nilai pH air alut pada umumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa
tidak terjadi perubahan yang ekstrim dari nilai pH. Masuknya massa air dari
54

daratan lewat sungai-sungai tidak begitu berpengaruh terhadap peningkatan nilai


pH.

4.5.3. Salinitas

Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan


(Boyd,1988). Pada peairan laut nilai salinitas biasanya 30 – 40 ‰ dan nilai
salinitas pada perairan pesisir sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari
sungai. Salinitas permukaan air laut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
runoff, presipitasi, epavorasi, dan pola arus permukaan. Fluktuasi salinitas
permukaan terutama di perairan pantai berkaitan erat dengan keberadaan sungai
dan hujan lebat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa nilai salinitas pada tujuh
titik stasiun pengamatan berkisar antara 33.03 – 33.16 ‰ dengan rata-rata 33.09
‰, tingginya nilai salinitas tersebut disebabkan karena lokasi pengambilan sampel
air yang berada jauh dari pemukiman dan juga pengaruh aliran sungai. Hasil
penelitian yang relatif sama ditemukan oleh Wahyuningrum (2001) salinitas di
teluk Lampung 23 – 34 mg/l, Iksan (2005) mendapati kisaran salinitas di perairan
Maluku Utara antara 31 – 35 mg/l dan Syahputra (2005) di teluk Lhokseusu Aceh
dengan kisaran 30 – 35 mg/l.

Nilai salinitas di perairan Teluk Ambon Bagian Dalam (TAD) cukup


tinggi. Peningkatan nilai salinitas tersebut diduga ada kaitan dengan 2 proses
utama yakni kecilnya curah hujan dan pemasokan massa air oseanik dengan
salinitas tinggi dari luar teluk mengikuti siklus pasang dan tenggelam ke lapisan
dalam perairan TAD. Massa air ini mengalami stagnasi aliran ke luar teluk sampai
jangka waktu tertentu karena terhalang ambang (Sill) Galala – Poka.

4.5.4. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut sangat dibutuhkan untuk kehidupan organism akuatik.


Oksigen terlarut yang ada di perairan dihasilkan dari proses fotosintesa tanaman
akuatik, dimana jumlahnya tidak tetap kerena tergantung dari jumlah tanamannya
dan dari atmosfer atau melalui difusi udara yang masuk ke dalam air dengan
jumlah yang terbatas. Kadar oksigen terlarut berfluktuasi secara harian (diurnal)
dan musiman tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence)
55

massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah (effluent) yang masuk ke
badan air. Kandungan oksigen terlarut sangat penting dalam mempengaruhi
keseimbangan kimia dan kehidupan organisme di perairan.
Berdasarkan hasil penelitian pada tujuh titik stasiun pengamatan, kisaran
nilai DO antara 4.56 – 5.09 mg/l, nilai ini relative hampir sama dengan hasil
pengamatan DO di perairan Maluku Utara (Iksan, 2005) dengan kisaran Do
adalah 4.99 – 6.97 mg/l. Nilai DO terendah terdapat pada St. 6 yaitu 4.56 mg/l
yang berada pada daerah sekitar pangkalan Lanal Halong dan Latta. Dari table
diatas dapat dilihat bahwa nilai DO pada St. 1 – 4 dan St. 6 yaitu St. 1 :4.68, St.2
: 4. 91, St.3 : 4.61, St.4 : 4.90 dan St. 6 : 4.56 mg/l berada di bawah ambang batas
Baku Mutu Air Laut yang ditetapkan nilai DO > 5 mg/l. Rendahnya nilai DO pada
St.1, 2, 3, 4 dan 6 berkaitan dengan banyaknya sampah pada kawasan tersebut.
Pembuangan sampah organik atau yang dapat terurai akan meningkatkan
kandungan bahan organik di perairan. Kebanyakan bahan-bahan buangan tersebut
memiliki karbon. Untuk mengoksidasi karbon membutuhkan oksigen dalam
jumlah yang besar sehingga jika bahan organik yang masuk besar maka perairan
akan kekurangan oksigen yang dibutuhkan oleh biota. Sebaran nilai oksigen ini
tergolong tidak layak untuk menunjang upaya pengembangan perikanan budidaya,
periwisata/rekreasi maupun konservasi sumberdaya laut.
Nilai kandungan oksigen terlarut ini secara umum bisa dikatakan lebih
kecil bila dibandingkan dengan kandungan oksigen terlarut yang ditetapkan dalam
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup N0. 51 Tahun 2004 ditetapkan
bahwa ambang batas kandungan oksigen terlarut untuk kegiatan budidaya laut dan
wisata bahari adalah >5 mg/l. Kandungan oksigen terlarut perairan TAD tidak
layak untuk pertumbuhan organisme laut dan wisata bahari.

4.5.5. BOD5

BOD merupakan gambaran secara tidak langsung dari kadar bahan


organik dan merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob
untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dalam air. BOD
hanya menggambarkan bahan organic yang dapat dikomposisi secara biologis.
BOD tidak menunjukan bahan yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara
56

relative jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan – bahan


buangan. Kondisi dimana perairan ditemukan banyak bahan organik, maka bakteri
penghancur akan memanfaatkan bahan organik tersebut sebagai sumber makanan,
dan untuk kebutuhan metabolisme bakteri tersebut dibutuhkan sejumlah oksigen.
Dengan demikian nilai BOD dapat mengekspresikan kondisi perairan yang
mengandung bahan organik (Fardiaz, 1992).
Rata – rata nilai BOD yang diperoleh dari hasil penelitian 7.2 mg/l. Sesuai
dengan standar baku mutu air alut untuk kepentingan Wisata Bahari, nilai BOD
yang diperbolehkan adalah 10 mg/l. Jeffries dan Mills (1996) dalam Effendi
(2003) mengemukakan bahwa perairan alami memiliki nilai BOD berkisar antara
0.5 – 7.0 mg/l. Dengan demikian BOD pada perairan TAD masih berada pada
kategori normal.

4.5.6. Fosfat (PO₄³‫)־‬

Keberadaan fosfat dalam perairan biasanya relatif kecil tetapi merupakan


faktor pembatas bagi tumbuhan akuatik dan mempengaruhi tingkat produktifitas
perairan. Fosfat pada perairan alami berkisar antara 0.005 – 0.02 mg/l
(UNESCO/WHO/ENEP, 1992). Selain itu Boyd (1988) mengemukakan bahwa
kadar fosfat pada perairan alami jarang melebihi 1 mg/l. Untuk kepentingan
wisata bahari nilai Fosfat yang diperlukan adalah 0.015 mg/l, dengan demikian
nilai fosfat pada perairan TAD masih berada dalam kisaran yang telah ditentukan
dengan rata – rata dari ketujuh stasiun pengamatan di TAD adalah 0.002 mg/l.

4.5.7. Nitrat (NO₃‫)־‬

Nutrien merupakan suatu elemen mikro yang keberadaannya sangat


dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Di perairan pesisir, dua nutrien yaitu
nitrogen and fosfor hadir dengan konsentrasi rendah sehingga mereka akan
menghalangi pertumbuhan yang penuh (full growth). Nitrat (NO₃‫ )־‬adalah bentuk
utama nitrogen di perairan yang merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan
tanaman dan algae, dimana keberadaannya sangat mudah larut dalam air dan
bersifat stabil. Kadar nitrat yang melebihi 5 mg/l menggambarkan terjadinya
pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia, akan tetapi nitrat
57

juga tidak bersifat toksik terhadap organisme perairan. Rata – rata kadar nitrat
yang diperoleh di perairan TAD adalah 0.001 mg/l dengan kisaran 0.001 – 0.003
mg/l. Berdasarkan hasil penelitian Syahputra (2005) kadar nitrat di teluk
Lhokseudu Aceh berkisar 0.039 – 0.051 mg/l, Yusron (2001) di kepulauan seribu
menemukan kadar nitrat antara 0.0125 – 0.195 mg/l, dan Wahyuningrum (2001)
menemukan kadar nitrat di teluk Lampung pada kisaran 0.214 – 0.786. Jika
dibandingkan dengan kadar nitrat yang terdapat pada perairan TAD, maka lebih
rendah kadar nitrat di TAD dibandingkan dengan kadar nitrat di teluk Lhokseudu,
kepulauan seribu dan teluk Lampung.
Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan
nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat dapat digunakan untuk
mengelompokkan tingkat kesuburan perairan yang terdiri dari perairan oligotrofik
memiliki kadar nitrat antara 0-1 mg/l, perairan mesotrofik memiliki kadar nitrat
antara 1-5 mg/l dan perairan eutrofik memiliki kadar nitrat yang berkisar antara 5-
50 mg/l (Volenweider, 1969 dalam Wetzel, 1975 dalam Effendi, 2003).

4.5.8. Logam Berat

Air merupakan komponen ekologis yang mutlak diperlukan bagi proses


hidup dan kehidupan biota. Nilai guna air dan sumberdaya perairan ditentukan
oleh kualitasnya yang sangat berkaitan dengan semua aktivitas yang ada di sekitar
perairan tersebut (Amrizal 1991). Kandungan logam berat yang diukur dalam
penelitian ini adalah Pb, Cd, Cu dan Hg (table 10) karena berikut.
Dari tabel 10 tampak bahwa kadar logam berat (Pb, Cd, Cu, dan Hg)
dalam air laut di TAD berkisar antara Pb = 0.006 – 0.023 ppm (rata – rata = 0.013
ppm), Cd = 0.006 – 0.015 ppm (rata – rata = 0.011 ppm), Cu = 0.008 – 0.013 ppm
(rata – rata = 0.009 ppm) dan Hg = <0.0002 – 0.0003 ppm (rata – rata = 0.0003
ppm). Kadar logam berat dalam air yang cukup tinggi adalah Pb di ketujuh titik
stasiun pengamatan terlihat melebihi batas normal dari baku mutu yang telah
ditetapkan dengan nilai rata – rata 0.013 mg/l dengan kisaran terendah pada nilai
0.006 mg/l dan tertinggi pada nilai 0.023 mg/l. Nilai tersebut telah melewati
ambang batas yang ditentukan berdasarkan MENEG Lingkungan Hidup No. 51
Tahun 2004.
58

Tingginya nilai Pb pada ketujuh titik pengamatan yang mencakup pesisir


TAD tersebut diakibatkan oleh masukan dari daratan dan sampah yang berasal
dari aktivitas disekitar TAD dan juga dapat disebabkan dari lokasi TAD yang
adalah jalur transportasi dan tempat berlabuh kapal. Menurut Effendi (2003),
sumber kadmium di alam yang terpenting berasal dari tanah pertanian yang
tercemar, pembakaran sampah dan hasil industri kadmium banyak digunakan
dalam pelapisan logam, baterai, peralatan elektronik, pelumas, gelas, keramik,
tekstil dan plastik. Tingginya nilai Pb dan Cd juga ditemukan pada hasil
pengukuran sedimen pada tahun 2007 dan tahun 2009 yang ditemukan Tuahatu
(2009), dapat dilihat pada Tabel 11.
Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis
bagi manusia. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut
dengan jumlah cukup banyak. Kebutuhan oksigen ini bervariasi antar organisme.
Keberadaan logam berat yang berlebihan di perairan akan mempengaruhi system
respirasi organisme akuatik, sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah dan
terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi, organisme akuatik menjadi lebih
menderita (Tebbut, 1992 dalam Effendi, 2003).

Tabel11 Hasil pengukuran konsentrasi Pb dan Cd pada kolom air di tahun 2010
dan pada sedimen tahun 2007 dan 2009
Tahun
Parameter Lokasi
Pengukuran
Galala Poka Waiheru Passo Halong
Maret 2007 ** Cd 0.061 0.048 0.057 - 0.078
Pb 1.17 0.96 0.74 - 0.76

Mei 2009 ** Cd 1.1656 0.8036 <0.0010 <0.0010 -


Pb <0.0067 1.1159 0.0075 0.0055 -

April 2010 * Cd 0.008 0.015 0.013 0.006 0.01


Pb 0.017 0.007 0.011 0.014 0.023

Sumber : Data primer (2010), Tuahatu (2007 & 2009)


** Pengukuran sedimen
* Pengukuran kolom air

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengukuran pada tujuh titik stasiun,
Dari table diatas dapat dilihat bahwa nilai Cd dan Pb di Teluk Ambon pada
beberapa lokasi telah melewati ambang batas yang ditentukan. Jika dibandingkan
59

dengan hasil yang diperoleh pada tahun 2007, nillai Cd dan Pb mengalami
kenaikan di tahun 2009 pada daerah Galala dan Poka. Hasil pengukuran tahun
2007 dan 2009 dilakukan pada sedimen yang diambil di beberapa lokasi (Tuahatu,
2009) dan pada tahun 2010 pengukuran di lakukan pada sampel air di kolom air
pada tujuh titik pengamatan di TAD. Dari tabel diatas dapat diketahui Nilai Cd
dan Pb pada ke dua tahun ini ada yang mengalami peningkatan pada lokasi yang
sama, namun ada pula yang berkurang. Nilai Cd pada tahun 2007 adalah 0.061
Ppm meningkat pada tahun 2009 menjadi 1.1656 Ppm pada daerah Galala, hal
yang sama juga terjadi pada daerah poka. Penurunan nilai Cd terjadi pada desa
Waiheru yakni pada Tahun 2007 = 0.048 Ppm dan menurun pada tahun 2009
menjadi <0.0010.
Tingginya aktivitas di lahan atas yang disertai dengan tidak adanya
pengelolaan limbah yang sesuai merupakan salah satu penyebab meningkatnya
nilai Cd dan Pb. Selain itu, aktivitas pada perairan Teluk Ambon itu sendiri
seperti aktivitas perbaikan kapal, yang menyebabkan limbah masyarakat dan cat
anti karat masuk ke perairan, dimana keduanya turut memberi kontribusi bagi
hadirnya Cd dan Pb di perairan. Sumber limbah yang banyak mengandung logam
berat biasanya berasal dari aktivitas industri, pertambangan, pertanian dan
pemukiman. Penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar berbahaya
yaitu logam berat tidak dapat dihancurkan (non degradable) oleh organisme hidup
di lingkungan dan terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar
perairan membentuk senyawa komplek bersama bahan organic dan anorganik
secara adsorbsi dan kombinasi (Djuangsih,1982).
Untuk menentukan status mutu air pada perairan TAD maka digunakan
salah satu metode berdasarkan KepMNLH 115 Tahun 2003 yaitu Metode
STORET. Metode ini Merupakan salah satu metode untuk menentukan status
mutu air yang pada prinsipnya dilakukan dengan cara membandingkan antara data
kualitas air dengan baku mutu yang sesuai dengan peruntukannya. Dengan skor
yang diberikan bagi masing-masing parameter untuk tiap nilai maksimum,
minimum dan rata – rata maka ditentukan sebuah nilai dan dijumlahkan untuk
memperoleh skor akhir yang kemudian disesuaikan dengan kelas mutu air yang
telah dijelaskan sebelumnya.
60

Berdasarkan data dari tujuh titik pengamatan pada Tabel 10 tersebut


ditentukan nilai maksimum, minimum dan rata- rata dari masing – masing
parameter dan kemudian dibandingkan dengan nilai baku mutu. Sesuai dengan
ketentuan pemberian skor dengan metode STORET untuk jumlah pengamatan
kurang dari sepuluh (<10) maka nilai minimum atau maksimum yang tidak
memenuhi baku mutu diberi skor –1 (untuk parameter fisika), –2 (untuk parameter
kimia) atau –3 (untuk parameter biologi). Bila nilai rata-ratanya yang tidak
memenuhi baku mutu, maka akan diberi skor –3 (untuk parameter fisika), –6
(untuk parameter kimia) atau –9 (untuk parameter biologi). Selanjutnya, semua
skor yang ada dijumlah, dan bandingkan nilai total skor tersebut dengan
klasifikasi tingkat kualitas perairan menurut metode STORET. Tabulasi nilai
maksimum, minimum dan rata – rata dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Tabulasi penentuan nilai minimum, maksimum, dan rata-rata dari tujuh
titik sampling di TAD, beserta skor dan jumlah skor
Nilai Nilai Nilai Baku Skor Skor Skor
Parameter Satuan Jumlah
Max Min Rata-rata Mutu(*) Max Min rata-rata
Suhu ºC 30,45 30,22 30,29 28 – 30 0 0 0 0
pH - 8,49 8,43 8,45 7 - 8,5 0 0 0 0
Salinitas ‰ 33,16 33,02 30,29 33 – 34 0 0 0 0
DO mg/L 5,09 4,56 4,85 >5 0 -2 -6 -8

BOD5 mg/L 9,8 4,7 7,2 10 0 0 0 0

PO4³‫־‬ mg/L 0,010 0,001 0,002 0,015 0 0 0 0

N03‫־‬ mg/L 0,003 0,001 0,001 0,008 0 0 0 0


Pb mg/L 0,023 0,006 0,013 0,005 -2 -2 -6 -10
Cd mg/L 0,015 0,006 0,011 0,002 -2 -2 -6 -10
Cu mg/L 0,013 0,008 0,009 0,050 0 0 0 0
Hg mg/L 0,0003 <0,0002 0,0003 0,002 0 0 0 0
Total Skor Storet -28

Sumber : Data promer diolah


(*) BM Air Laut Untuk Wisata Bahari Kep.Men LH Nomor 51 Tahun 2004

Berdasarkan hasil perhitungan menurut metode STORET, maka total skor


atau Indeks STORET dari kualitas air perairan Teluk Ambon Dalam (TAD)
adalah – 28, hal ini berarti perairan TAD masuk kedalam Kelas C atau tercemar
sedang (– 11 sampai dengan – 30).
61

4.6. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya Komunitas Sekitar TAD


4.6.1. Sosial Ekonomi
Komunitas sekitar TAD memiliki keanekaragaman individu dari tingkat
pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan dan yang menarik adalah
komunitas yang mendiami sekitar pesisir TAD bukan hanya berasal dari
masyarakat asli Maluku namun ditemukan beberapa suku lain di Indonesia yang
mendiami daerah tersebut, seperti Buton, Bugis, Jawa dan Toraja. Karakteristik
yang berbeda – beda inilah yang menjadikan komunitas sekitar pesisir TAD
menjadi kumunitas yang unik dan dapat berkolaborasi dengan ciri masing-masing
dalam pengelolaan pesisir TAD.
Komunitas sekitar TAD Merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
kepemerintahan Kota Ambon yang mencakup tiga kecamatan yaitu Kecamatan
Sirimau (Desa Galala), Kecamatan Teluk Ambon Baguala (Desa Latta, Halong,
Lateri, Passo, Negeri Lama, Nania dan Waiheru) dan Kecamatan Telu Ambon
(Desa Laha, Tawiri, Hatiwe Besar, Wayame, Rumah Tiga, Poka dan Hunuth).
Pengembilan responden pada komunitas sekitar TAD hanya pada 5 Desa yaitu
Desa Galala, Latta, Passo, Waiheru dan Poka.
Salah satu indikator kesejahteraan rakyat yang amat penting adalah tingkat
pendidikan. Masalah pendidikan diidentifikasiakan sebagai masalah sosial yaitu
alat untuk meningkatkan status sosial budaya dalam rangka mencapai tingkat
pendidikan. Secara umum komunitas sekitar TAD memiliki tingakat pendidikan
yang cukup, karena masyarakat telah mengerti pentingnya pendidikan demi masa
depan yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari partisispasi sekolah penduduk
Kota Ambon pada umumnya. Tingkat pastisipasi sekolah menunjukan angka yang
cukup tinggi. Sekitar 1.10 % penduduk Kota Ambon pda tahun 2008 yang
tidak/belum pernah sekolah, berarti 98.9% masyarakat Kota Ambon telah
mengeyam pendidikan (BPS Kota Ambon).

4.6.2. Kebudayaan dan Kearifan Lokal

Sumberdaya yang tersedia pada kawasan pesisir dan laut Kota ambon
meliputi ikan seperti Cakalang, tungkol, tuna, ikan kembung, selar, teri dan laying
(ikan pelagis kecil) yang kesemuanya dapat dimanfaatkan oleh komunitas sekitar
62

pesisir selain sumberdaya alam lain dan jasa-jasa lingkungan yang dapat
dimanfaatkan. Dari aspek geografis dimana aksesibilitas masyarakat yang relatif
dekat dengan pesisir dan laut maupun dari segi ketersediaan sumberdaya yang
ada, masyarakat memanfaatkan sumberdaya tersebut untuk pengembangan
ekonomi keluaraga adalah hal yang logis.
Kegiatan komunitas TAD dalam pemanfaatan suberdaya yang ada antara
lain “Bameti” yaitu salah satu aktivitas yang dilakukan untuk mengumpulkan
jenis kerang (bahasa Ambon: Bia) yang dialakukan pada saat air laut surut.
Pemanfaatan sumberdaya yang ada menjadikan suatu bentuk kebiasaan yang
kemudian membudaya bagi komunitas sekitar pesisir dan laut. Sejak jaman para
leluhur masayarakat Maluku, kebiasaan atau tradisi yang meningkatkan kesadaran
sebagai bentuk kearifan lokal untuk penyelamatan sumberdaya alam yang ada
telah dilaukukan dengan adanya “Sasi” dan “Kewang” yang yang mempunyai
fingsi dan peran terhadap pelestarian dan penyelamatan sumberdaya yang ada,
namun bagi komunitas sekitar TAD hal ini belum begitu nampak. Salah satu yang
telah diterapkan yang cukup dipandang baik yang ditemukan di lapangan adalah
penerapan “Sasi” pada daerah Hutan Lindung Mangrove di Desa Passo, namun
“Kewang” sudah tidak lagi ditemukan di desa-desa pesisir Teluk Ambon. Jika
ditinjau dari fungsi dan peran “Kewang”, yakni membuat perturan dan sangsi
sebagai bentuk penyelamatan terhadap sumberdaya alam yang ada, namun sangat
disayangkan bahwa peninggalan leluhur ini hampir tidak lagi dilakukan oleh
masyarakat pesisir Teluk Ambon.

4.7. Karakteristik Masyarakat Sekitar TAD

Persepsi masyarakat sekitar pesisir TAD diperoleh melalui hasil


wawancara langsung berdasarkan quisioner yang telah dibuat. Wawancara
dilakukan dengan masyarakat dari 5 desa sampel yaitu Desa Galala, Latta, Passo,
Waiheru, dan Poka, namun lebih ditekankan pada masyarakat yang tinggal pada
daerah pesisir atau yang memiliki akses langsung dengan pesisir TAD. Jumlah
responden adalah 129 Kepala Keluarga diambil 10% dari jumlah masyarakat
pesisir pada 5 desa tersebut. Pertanyaan kepada responden ditujukan untuk
mendapat gambaran mengenai :
63

1. Karakteristik Individu
2. Hubungan Karakteristik Individu dengan Persepsi Terhadap Lingkungan
TAD
3. Hubungan Persepsi terhadap Partisipasi menjaga kelestarian TAD
4. Partisipasi masyarakat dalam mendukung kelestarian ekosistem di TAD
Dari aspek di atas dapat digambarkan hasilnya sebagai berikut :

4.7.1. Karakteristik Individu

Permasalahan pengelolaan sumberdaya pesisir tidak terlepas dari


rendahnya pemahaman masyarakat tentang nilai yang sebenarnya dari
sumberdaya pesisir secara keseluruhan. Untuk melihat persepsi masyarakat sekitar
pesisir TAD terlebih dahulu mengetahui karakteristik dari masyarakat yang ada.
Karakteristik masyarakat diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan
kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Karakteristik individu adalah sifat-sifat yang melekat dan dimiliki
seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungan
hidup. Karakteristik responden yang diamati adalah umur, tingkat pendidikan,
pekerjaan, lama tinggal dan pendapatan. Table 13 menyajikan distribusi
karakteristik responden pada 5 desa lokasi penelitian. Reponden yang diambil
pada 5 desa sekitar perairan TAD yaitu Desa Galala = 23 orang, Latta = 25 orang,
Passo = 26 orang, Waiheru = 22 orang, dan Poka = 33 orang, sehingga total
responden yang diambil sebanyak 129 orang.
64

Tabel 13 Diskripsi Karakteristik Individu pada Desa Galala, Latta, Passo,


Waiheru dan Poka
Karakteristik
No Kategori pengukuran DESA Total
individu
Galala Latta Passo Waiheru Poka
N % n % n % n % N % n %

1 Umur Muda (20 – 30 thn) 3 13.04 7 28.00 6 23.08 6 27.27 12 36.36 34 26.36
Dewasa ( 31 - 40 thn) 8 34.78 10 40.00 12 46.15 7 31.82 8 24.24 45 34.88
Tua (> 41 thn) 12 52.17 8 32.00 8 30.77 9 40.91 13 39.39 50 38.76
Jumlah 23 100 25 100 26 100 22 100 33 100 129 100
2 Tingkat Rendah (< SD Tamat) 2 8.70 1 4.00 2 7.69 7 31.82 1 3.03 13 10.08
Pendidikan Sedang (SMP - SMU) 15 65.22 14 56.00 14 53.85 10 45.45 22 66.67 75 58.14
Tinggi (D1 - Sarjana) 6 26.09 10 40.00 10 38.46 5 22.73 10 30.30 41 31.78
Jumlah 23 100 25 100 26 100 22 100 33 100 129 100
3 Pekerjaan PNS 5 21.74 7 28.00 7 26.92 3 13.64 8 24.24 30 23.26
Swasta 14 60.87 14 56.00 15 57.69 11 50.00 13 39.39 67 51.94
Petani 2 8.70 2 8.00 2 7.69 2 9.09 8 24.24 16 12.40
Nelayan 2 8.70 2 8.00 2 7.69 6 27.27 4 12.12 16 12.40
Jumlah 23 100 25 100 26 100 22 100 33 100 129 100
4 Lama Tinggal 3 Tahun 0 0.00 3 12.00 1 3.85 2 9.09 13 39.39 19 14.73
5 Tahun 0 0.00 1 4.00 1 3.85 3 13.64 2 6.06 7 5.43
7 Tahun 0 0.00 3 12.00 2 7.69 7 31.82 0 0.00 12 9.30
> 10 Tahun 23 100 18 72.00 22 84.62 10 45.45 18 54.55 91 70.54
Jumlah 23 100 25 100 26 100 22 100 33 100 129 100
5 Pendapatan Rendah (< 750.000) 12 52.17 7 28.00 15 57.69 12 54.55 19 57.58 65 50.39
Sedang (750-1 juta) 8 34.78 10 40.00 1 3.85 5 22.73 5 15.15 29 22.48
Tinggi (> 1 juta) 3 13.04 8 32.00 10 38.46 5 22.73 9 27.27 35 27.13
Jumlah 23 100 25 100 26 100 22 100 33 100 129 100
Sumber: Data Primer (diolah)

Tabel diatas menunjukan bahwa umur responden berkisar antara 20 – 70


tahun. Berdasarkan sebaran sampel, umur responden dikelompokan ke dalam 3
(tiga) kelompok yaitu kelompok usia muda (20 – 30 tahun), kelompok usia
dewasa (31 – 40 tahun) dan kelompok usia tua (> 41 tahun). Dari hasil distribusi
frekuensi menunjukan bahwa persentase kelompok umur yang terbesar terdapat
pada kelompok umur tua (38.76 %), kelompok umur dewasa (34.88%) dan
kelompok umur muda (26.36%). Hal ini menunjukan bahwa kelompok umur tua
mendominasi responden yang diwawancarai, berdasarkan pengalaman yang telah
dialami responden.
Tingkat pendidikan formal responden dibagi dalam 3 kategori yaitu rendah
untuk responden yang berpendidikan Sekolah Dasar (SD), sedang untuk
65

responden yang berpendidikan SLTP – SLTA, dan tinggi untuk responden yang
berpendidikan Diploma – Sarjana. Tabel 15 menunjukan bahwa pendidikan
formal masyarakat tertinggi adalah kategori sedang (58.14%), tinggi (31.78%) dan
rendah (10.08%). Dari data ini menunjukan bahwa komunitas yang tinggal di
daerah pesisir TAD memiliki tingkat pendidikan yang cukup untuk menilai suatu
permasalahan. Hal ini juga berkaitan dengan pekerjaan yang ditekuni oleh
masing-masing kelompok masyarakat ini, yakni yang bermatapencaharian sebagai
Swasta menepati urutan tertinggi 51.94% dan PNS 23.26%, sedangkan petani dan
nelayan tersebar dengan persentasi yang sama yaitu 12.40%. Dari hasil penelitian
ditemukan bahwa sebagian besar komunitas sekitar TAD memiliki tingkat
pendidikan, pekerjaan dan pendapatan yang cukup sehingga memungkinkan untuk
tidak mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya alam sekitar demi
kelangsungan hidup, namun pada kenyataannya kondisi sumberdaya alam dan
lingkungan sekitar TAD dari sisi kualitas lingkungan belum bisa dikatakan baik.
Kondisi ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan yang dimiiki belum menjamin
kesadaran dalam bertindak untuk tetap menjaga kualitas lingkungan pada
komunitsa tersebut. Pengetahuan, umur, serta pengalaman yang dimiliki
seseorang akan sangat mempengaruhi cara pandang dan pemahaman terhadap
suatu persoalan yang dapat menentukan sikap baik dalam bentuk pikiran serta
tindakan nyata dari individu tersebut.

4.7.2. Hubungan Karakteristik Individu dengan Persepsi terhadap Lingkungan


TAD
Selanjutnya analisis persepsi responden dimaksudkan agar dapat
memberikan gambaran tentang pandangan masyarakat terhadap sumberdaya alam
dan lingkungan yang ada di sekitar TAD. Al Gore (1992) menyatakan bahwa
ancaman yang paling berbahaya terhadap lingkungan hidup global adalah persepsi
tentang lingkungan itu sendiri. Persepsi bersama-sama dengan faktor lainnya,
seperti emosi dan pikiran akan membentuk pilihan-pilihan pada diri seseorang
dalam berperilaku terhadap lingkungannya.
Persepsi yang diamati adalah : 1) Persepsi terhadap alam dan ekosistem
disekitar TAD, 2) Persepsi tentang pencemaran di TAD, 3) Persepsi tentang
perubahan yang terjadi di TAD, 4) Persepsi tentang pemanfaatan TAD sebagai
66

kawasan wisata berwawasan lingkungan. Setiap jawaban diberi skor 1 – 3, dengan


asumsi jawaban yang paling baik diberi skor tertinggi kemudian sedang dan
rendah, sehingga makin tinggi jumlah skor seseorang maka makin baik
persepsinya. Diskripsi persepsi masyarakat per desa diperlihatkan dalam Tabel 14.

Tabel 14 Deskripsi persepsi masyarakat terhadap lingkungan


Persepsi terhadap Jumlah (%) Total
Lingkungan Kategori Galala Latta Passo Waiheru Poka (%)
Persepsi terhadap alam dan Tinggi 96 96 88 95 88 94
ekosistem di TAD Sedang 4 4 12 5 12 6
Rendah 0 0 0 0 0 0

Persepsi tentang pencemaran Tercemar 100 100 100 86 97 97


di TAD Tdk tercemar 0 0 0 5 0 1
Netral 0 0 0 9 3 2

Persepsi tentang perubahan Ada perubahan 96 88 100 77 85 89


di TAD Tdk ada 4 12 0 18 15 10
Tidak tahu 0 0 0 5 0 1
Persepsi tentang Setuju 70 76 69 64 94 76
pemanfaatan TAD sebagai Tidak setuju 26 20 31 32 6 22
kawasan wisata berwawasan Netral 4 4 0 4 0 2
lingkungan
Sumber : Data primer (diolah)

Dari hasil diskripsi pada Tabel 14 terlihat bahwa komunitas sekitar TAD
memiliki persepsi yang tinggi terhadap alam dan ekosistem di TAD (94%), hal ini
menunjukan masyarakat memiliki pemahaman yang baik terhadap alam sekitar,
persepsi yang baik ini apabila ditunjang dengan faktor-faktor lainnya akan
membentuk perilaku partisipasi yang diharapkan baik dalam mengelola
sumberdaya yang ada di sekitar TAD.
Komunitas sekitar TAD menyatakan TAD tercemar (97%) karena
komunitas merasakan dan melihat langsung perubahan-perubahan yang terjadi
seperti banyaknya sampah ketika air laut surut, perubahan warna air laut pada saat
musim hujan akibat sedimentasi dan seringkali ditemukan ceceran minyak pada
daerah-daerah tertentu. Perubahan-perubahan inilah yang dapat diamati secara
langsung oleh komunitas sekitar TAD, maka persepsi masyarakat tentang
perubahan yang terjadi di TAD adalah sebanyak 89% komunitas mengakui telah
terjadi perubahan. Berdasarkan hasil terlihat 100% masyarakat desa Passo
mengakui telah terjadi perubahan di TAD, hal ini dikarenakan desa Passo
merupakan desa dengan hutan mangrove terluas di Teluk Ambon sehingga
67

komunitas ini sangat merasakan dampak sedimentasi yang terjadi akibat


pembukaan lahan atas pada desa Latta dan Lateri sebagai kawasan perumahan
mewah.

40 31 Persepsi tentang alam dan ekosistem di TAD


30 24 21 23 22
Tinggi
20
10 2 3 Sedang
1 1 1
0 Rendah
Poka Latta Waiheru Passo Galala

40 32 Persepsi tentang
entang Pencemaran di TAD
30 25 26 23
19 Tercemar
20
%
10 1 2 Tidak Tercemar
0 1 0 0 0 0 0 0
0 Netral
% Poka Latta Waiheru Passo Galala

28 26 Persepsi tentang Perubahan di TAD


30 22 22
20 17
Ada perubahan
10 5 30 41 Tidak ada perubahan
0 00 10
0 Tidak tahu
Poka Latta Waiheru Passo Galala

40 31 Persepsi tentang pemanfaatan TAD


30 19 18 16 Setuju
20 14
5 7 8 6 Tidak Setuju
10 2 0 1 1 0 1
0 Netral
% Poka Latta Waiheru Passo Galala

Gambar 12. Diagram persepsi terhadap lingkungan komunitas sekitar TAD

Setiap individu mempunyai persepsi yang berbeda-beda terhadap suatu


masalah atau sebuah situasi. Winardi (2004) mengatakan, bahwa persepsi
merupakan mekanisme dalam diri seseorang untuk memahami stimuli lingkungan.
Selanjutnya atas dasar persepsi yang terbentuk,
terbentuk, seseorang akan mempunyai
kemampuan untuk memasukan informasi relevan dari lingkungan eksternalnya ke
dalam pola perilakunya. Hubungan karakteristik individu dengan persepsi
terhadap lingkungan dilihat pada Tabel 15 berikut.
68

Tabel 15 Hubungan karakteristik individu dengan persepsi terhadap lingkungan


Karakter individu Persepsi Terhadap Lingkungan
I II III IV
Umur 0.681 0.546 0.414 0.054
Pendidikan 0.481 0.026* 0.637 0.653
Pekerjaan 0.007** 0.014* 0.612 0.337
Pendapatan 0.228 0.706 0.429 0.449
Lama Tinggal 0.595 0.064 0.001** 0.306
Keterangan: * Berhubungan nyata pada taraf kepercayaan 5%
** Berhubungan sangat nyata pada taraf kepercayaan 1%
I : Persepsi terhadap alam sekitar dan ekosistem yang ada di TAD
II : Persepsi terhadap pencemaran yang terjadi di TAD
III : Persepsi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di TAD
IV : Persepsi tentang pemanfatan TAD sebagai kawasan wisata berwawasan
lingkungan.

Pada Tabel diatas diketahui bahwa beberapa karakteristik individu


berhubungan nyata dengan persepsi terhadap lingkungan, yaitu pada taraf
kepercayaan 5 %, indikator pendidikan dan pekerjaan terdapat hubungan yang
nyata dengan persepsi masyarakat terhadap pencemaran yang terjadi di TAD. Hal
ini berarti tingkat pendidikan dan pekerjaan komunitas yang ada di sekitar pesisir
TAD tergolong cukup baik sehingga masyarakat memiliki pandangan yang cukup
baik tentang pencemaran yang telah terjadi di sekitar komunitas mereka. Pada
taraf kepercayaan 1 %, indikator lama tinggal berhubungan sangat nyata dengan
persepsi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di TAD artinya jelas bahwa
komunitas yang telah lama mendiami daerah sekitar pesisir TAD dapat melihat
serta merasakan secara langsung perubahan-perubahan yang terjadi di TAD, hal
ini dilihat dari sisi hubungan yang bersifat kontinuitas antara indivudu dengan
lingkungan serta keterkaitan komunitas yang ada dengan lingkungan sekitarnya.
Indikator pekerjaan berhubungan sangat nyata dengan persepsi terhadap
alam sekitar dan ekosistem yang ada di TAD. Hal ini menunjukan bahwa
komunitas yang memiliki jenis pekerjaan sebagai petani dan nelayan yang sangat
bergantung kepada alam akan memandang pentingnya alam serta ekosistem yang
ada, karena hilangnya suatu ekosistem akan sangat berdampak terhadap mata
pencahariannya, sebagai contoh misalnya jika ekosistem mangrove berkurang
maka akan berkurang juga hasil tangkapan nelayan, sehingga nelayan akan
69

berlayar lebih jauh untuk mencari ikan, tentu biaya operasional dalam proses ini
akan meningkat. Jika dibandingkan dengan komunitas yang memiliki jenis
pekerjaan seperti swasta dan PNS, namun terdapat hubungan yang sangat nyata
karena tingkat pendidikan dan pekerjaan komunitas sekitar pesisir TAD
memungkinkan komunitas mengakses informasi yang lebih baik dari lingkungan
pendidikan maupun tekonologi yang ada sehingga memandang pentingnya alam
sekitar dan ekosistem yang ada bagi kelangsungan kehidupan komunitas tersebut.
Jadi dapat dikatakan bahwa kepentingan dan pengalaman individu akan
membentuk persepsi bahwa alam sekitar dan ekosistem yang ada penting bagi
kelangusngan hidupnya.
Dari uraian tersebut maka hipotesis pertama pada penelitian ini yaitu
terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan persepsi terhadap
lingkungan terbukti, memiliki hubungan nyata pada taraf kepercayaan 5 % dan
sangat nyata pada taraf kepercayaan 1 % pada indikator yang berbeda.

4.7.3. Hubungan Persepsi dengan Partisipasi dalam pelestarian TAD

Komponen perilaku sikap biasanya berhubungan dengan kecendrungan


seseorang untuk bertindak mengahadapi sesuatu dengan cara tertentu. Dengan
demikian, komponen perilaku sikap adalah menyangkut komponen tindakan
(Gibson, 1984). Dalam pembentukan sikap, faktor pengalaman mempunyai
pengaruh yang cukup besar. Disamping faktor dalam individu juga sangat
menentukan pola sikap seseorang. Dengan demikian, pembentukan dan perubahan
sikap ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu : faktor individu (internal) dan
faktor lingkungan (eksternal). Sikap ternyata sangat besar pengaruhnya terhadap
kehidupan masyarakat sehari-hari. Sikap sangat menentukan perilaku (behavior)
manusia terhadap sesamanya dalam lingkungan kehidupannya. Sikap juga sangat
mempengaruhi anggapan manusia terhadap masalah-masalah kemasyarakatan
yang dihadapi, baik yang berhubungan dengan intervensi pemerintah maupun
yang berkaitan dengan tata kehidupan manusia di dalam lingkungan tempat
tinggalanya (Taryoto, 1991).
Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya persepsi masyarakat yang
dilihat dalam penelitian ini adalah persepsi terhadap lingkungan sekitar TAD yang
70

menyangkut alam dan ekosistem, pencemaran dan perubahan-perubahan yang


terjadi di TAD serta penamfaatan TAD sebagai kawasan wisata berwawasan
lingkungan, sedangkan partisipasi masyarakat yang dilihat dalam penelitian ini
adalah partisipasi terhadap program-program pelestarian lingkungan sekitar TAD
yang dilaksanakan oleh pemerintah dan partisipasi mandiri (kesadaran individu)
dari masyarakat sekitar TAD dalam pelestarian lingkungan pesisir tersebut.
Letak TAD yang sangat dekat dengan pusat pemerintahan Kota Ambon,
serta komunitas sekitar TAD merupakan komunitas masyarakat perkotaan yang
modern sehingga komunitas ini tidak begitu menggantungkan kehidupannya dari
alam sekitar. Hal inilah yang menyebabkan sebagian masyarakat tidak turut dalam
partisipasi pengelolaan dan pelestarian lingkungan sekitarnya, terlepas dari
masyarakat yang hidupnya bergantung dari hasil alam. Sarwono (1992)
mengatakan bahwa kita perlu mengetahui alasan dan cara berubahnya persepsi,
agar kita bisa meramalkan dan jika perlu mempengaruhi persepsi, karena persepsi
bukan sesuatu yang statis melainkan bisa berubah. Diskripsi partisipasi
masyarakat pada kelima desa sampel ditunujukan pada Table 16 berikut.

Tabel 16 Diskripsi bentuk partisipasi masyarakat pada lima desa sampel


Bentuk partisipasi Jumlah (%) Total
Kategori
masyarakat Galala Latta Passo Waiheru Poka (%)
Ikut program Tinggi 96 72 77 77 82 81
pemerintah Sedang 0 8 15 5 0 5
Rendah 4 20 8 18 18 14
Partisipasi pribadi Tinggi 65 48 50 59 36 50
(Kesadaran Sedang 22 48 31 27 43 35
Individu/kelompok) Rendah 13 4 19 14 21 15
Sumber : Data primer (diolah)

Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat partisipasi


masyarakat sekitar TAD dalam pelestarian lingkungan sekitar dalam bentuk
partisipasi program pemerintah 81 % tinggi, 5 % masyarakat berpartisipasi sedang
dan 14 % masyarakat dengan partisipasi rendah. Ada kecendrungan bahwa
masyarakat turut berpartisipasi dalam program pemerintah karena mendapat
insentif jika terlibat dalam kegiatan atau program yang dilaksanakan, namun dari
bentuk kesadaran pribadi atau kelompok 50 % masayarakat sekitar TAD
berpartisipasi tinggi, 35 % sedang, dan 15 % masyarakat yang berpartisipasi
71

rendah. Hal ini dipandang cukup baik, karena sebagian masyarakat memiliki
kesadaran pribadi untuk turut melestarikan lingkungan pesisir TAD.
Soselisa (2006) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam suatu
kegiatan/pembangunan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, tingkat
pendidikan, umur, dan kesesuaian kegiatan dengan kebutuhan. Partisipasi juga
ditentukan oleh tingkat pengetahuan. Seseorang yang memiliki pengetahuan dan
kesadaran yang tinggi terhadap kepentingan kelompok, cendrung semakin tinggi
partisipasinya dalam kegiatan pembangunan. Hubungan antara persepsi
masyarakat terhadap lingkungan dengan partisipasi masyarakat dalam pelestarian
TAD ditunjukan pada Tabel 17.

Tabel 17 Hubungan persepsi terhadap lingkungan dengan partisispasi masyarakat


Persepsi Terhadap Lingkungan
Bentuk Partisipasi
I II III IV
Ikut Program pemerintah 0.659 0.118 0.034* 0.057

Kesadaran pribadi 0.006** 0.758 0.047* 0.281


Keterangan : * Berhubungan nyata pada taraf kepercayaan 5%
** Berhubungan sangat nyata pada taraf kepercayaan 1%
I : Persepsi terhadap alam sekitar dan ekosistem yang ada di TAD
II : Persepsi terhadap pencemaran yang terjadi di TAD
III : Persepsi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di TAD
IV : Persepsi tentang pemanfatan TAD sebagai kawasan wisata
berwawasan lingkungan.

Berdasarkan hasil uji asosiasi chi – square hubungan persepsi terhadap


lingkungan dengan partisipasi mayarakat diketahui bahwa pada taraf kepercayaan
5 % terdapat hubungan yang nyata antara persepsi terhadap perubahan-perubahan
di TAD dengan partisipasi dalam program pemerintah. Hal ini sangat jelas
menunjukan bahwa komunitas sekitar TAD sangat merasakan secara langsung
perubahan-peubahan yang terjadi di TAD, berdasarkan hasil wawancara di
lapangan perubahan yang sangat jelas dikemukakan oleh masyarakat adalah
kecepatan sedimentasi di TAD, hal ini disebabkan karena alih fungsi lahan untuk
pemukiman yang terjadi pada daerah sekitar TAD. Pendapat ini didukung oleh
hasil penelitian Hermanto (1987) bahwa proses sedimentasi tersebar merata di
semua dasar perairan TAD dengan kecepatan 5,95 mm/tahun atau sekitar 0,6
72

cm/tahun. Hal yang sama ditemukan dari hasil penelitian Pelasula (2008) bahwa
hasil perhitungan luas areal sedimentasi di Teluk Ambon sebesar 102,56 ha untuk
tahun 1994 dan 168,13 ha untuk tahun 2007. Hasil tersebut memberikan
gambaran bahwa telah terjadi penambahan luasan sedimentasi yang menyebar
mulai dari area pesisir pantai menuju ke perairan yang lebih dalam seluas sebesar
65,57 ha dalam kurun waktu 13 tahun atau dengan rata-rata penambahan luas
sebesar 5,43 ha/tahun. Aktivitas pembangunan perumahan pada wilayah sekitar
pesisir TAD seperti diperlihatkan pada Gambar 13.

Gambar 13. Aktivitas alih fungsi lahan untuk pemukiman

Pada taraf kepercayaan 1 % Persepsi masyarakat terhadap alam dan


ekosistem yang ada di sekitar TAD behubungan sangat nyata dengan partisipasi
mandiri (kesadaran pribadi) individu maupun kelompok dalam upaya pelesatarian
lingkungan pesisir tersebut. Pada beberapa desa seperti desa Galala, Latta dan
Passo upaya-upaya pelestarian yang dilakukan biasanya merupakan kegiatan
pemuda gereja pada desa tersebut. Bagi komunitas sekitar pesisir TAD selain
kewenangan pemerintahan negeri, tokoh-tokoh agama juga sangat berperan dalam
kegiatan seperti pelestarian lingkungan. Hasil wawancara dengan beberapa
masyarakat ditemukan bahwa masyarakat yang memiliki akses langsung ke TAD
atau pemukimannya langsung berbatasan dengan TAD seringkali secara pribadi
maupun kelompok melakukan tindakan-tindakan pelestarian lingkungan, seperti
menanam bibit mangrove maupun pembersihan pantai dari sampah.
Hal ini menunjukan tingkat kesadaran dapat terjadi karena ada rasa
memiliki dari komunitas tersebut terhadap daerah sekitar mereka bermukim.
73

Sedangkan bagi komunitas yang pemukiman tempat tinggal mereka jauh dari
pesisir TAD cendrung mengabaikan pentingnya pelestarian lingkungan sekitar
TAD.

4.8. Partisipasi Masyarakat Sekitar TAD

Penilaian tingkat partisipasi masyarakat dalam penelitian ini dilihat dari


partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan sumberdaya perairan Teluk
Ambon Dalam yang mencakup aspek berikut :
1. Persepsi yang tinggi dari masyarakat terhadap alam sekitar serta
ekosistem yang ada di TAD
2. Keterlibatan masyarakat dalam program pemirintah melestarikan
Ekosistem TAD.
3. Dorongan secara pribadi atau kelompok untuk melestarikan TAD.
Kategori partisipasi masyarakat dibagi dalam 3 (tiga) tingkatan, yaitu
Tinggi, bila partisipasi masyarakat mencakup ketiga aspek diatas dan selanjutnya
diberi nilai 3. Sedang, bila tingkat partisipasi masyarakat mencakup hanya dua
diantara ketiga aspek diatas, dan selanjutnya diberi nilai 2. Rendah, bila tingkat
partisipasi masyarakat hanya satu dari ketiga aspek diatas dan selanjutnya diberi
nilai 1. Hasil diskripsi tingkat partisipasi masyarakat pada lima desa sampel
ditunjukan pada Tabel 18 berikut.

Tabel 18 Tingkat partisipasi masyarakat desa Galala, Latta, Passo, Waiheru dan
Poka
Persentase (%) Total
Tingkat Partisipasi
Galala Latta Passo Waiheru Poka (%)
Tinggi 61 40 42 54 36 46
Sedang 35 44 46 23 43 39
Rendah 4 16 12 23 21 15
Sumber: Data primer (diolah)

Hasil penilaian tingkat partisipasi masyarakat yang didapat dari lima desa
sampel yaitu desa Galala, Latta, Passo, Waiheru dan Poka pada umumnya dapat
dikatakan bahwa komunitas yang ada memiliki tingkat partisipasi yang tinggi
tehadap pelestarian lingkungan sekitar pesisir TAD. Desa Galala dan Waiheru
memiliki tingkat partisipasi diatas 50% dengan tingkat persentasi partisipasi
74

tertinggi 61% dan kemudian 54% pada desa Waiheru. Fenomena yang ditemukan
di lapangan adalah Desa Galala adalah desa dengan transportasi
transportasi laut yang tinggi
yang menghubungkan desa Galala dan desa Poka, aktivitas transportasi laut yang
tinggi ini dikarenakan letak kawasan pendidikan
pendidikan Universitas Pattimura di desa
poka sehingga aktivitas mahasiswa, dosen dan karyawan
karyawan dari dan menuju daerah
kampus mengguanakan jalur transportasi laut sebagai jalur alternatif selain jalur
darat yang dapat ditempuh.

70
61
60 54
50 44 46
42 43
40
40 35 36 Tinggi

30 Sedang
23 23 21
20 16 Rendah
12
10 4
0
Galala Latta Passo Waiheru Poka

Gambar 14 Grafik ppersentase


ersentase tingkat partisipasi masyarakat sekitar TAD

Kondisi yang sebaliknya ditemukan di desa Waiheru, aktivitas transportasi


laut di desa ini jarang ditemui di desa ini, jika ada itu hanya dilakukan oleh
nelayan tradisional yang tinggal di desa tersebut yang menggunakan perahu untuk
mencari ikan di daerah sekitar TAD. Fenomena ini menarik dengan dua kondisi
yang berbeda namun tingkat partisipasi masyarakat pada kedua desa ini tergolong
tinggi dalam pelestarian terhadap lingkungan. Ada kecendrungan komunitas akan
turut berpatisipasi dalam suatu kegiatan jika ada pengawasan dari aparatur
pemerintahan atau yang berwenang,
berwenang, kondisi yang ditemukan di desa Waiheru
adalah wilayah markas kesatuan TNI AD, sehingga ada kecendrungan masyarakat
memiliki tingkat partisipasi yang tinggi mungkin dikarenakan ada pengawasan
dari paratur setempat. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Angsari
Angsari (1984) bahwa
seseorang akan bertingakah laku atau berpatisipasi sebagian besar dilandasi oleh
persepsi yang dimiliki karena stimulus yang datang pada situasi dan kondisi
tertentu.
75

Sedangkan bagi masyarakat desa Galala yang telah lebih dari 10 tahun
menetap di situ, tingginya tingkat partisipasi dapat disebabkan karena faktor
pemanfaatan jasa lingkungan yang juga dapat memberikan manfaat bagi
kelangsungan hidup masyarakat tersebut. Faktor – faktor seperti lama tinggal,
tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap sikap dan partisipasi masyarakat.
Hal ini ditegaskan juga oleh Soedjono (1990) Partisipasi adalah pencurahan
aktivitas atau benda melalui suatu proses kegiatan bersama untuk mencapai tujuan
bersama yang dalamnya menyangkut kepentingan pribadi. Namun partisipasi juga
dapat dibentuk dari pengalaman masa lalu yang dialami oleh individu atau
kelompok yang mendapatkan manfaat tertentu dalam pelaksanaan partisipasi
tersebut.

4.9. Alternatif Pengelolaan TAD

Sehubungan dengan kompleksitas dan dinamika ekosistem pesisir dan


pulau-pulau kecil serta permasalahannya, maka akan mudah apabila pembuatan
strategi pengelolaan dilakukan dengan pendekatan secara terpadu. Namun di lain
pihak terdapat juga kelemahan dan kegagalan dalam mengelola pembangunan.
Hal ini disebabkan karena selama ini segenap sistem administrasi, hukum dan
kelembagaan disusun berdasarkan pada asumsi bahwa ekosistem wilayah pesisir
beserta sumber daya yang terdapat didalamnya merupakan sumberdaya milik
bersama (common property resources).
Fenomena yang terjadi di atas, tidak hanya ditemukan pada kegiatan
pembangunan di pulau-pulau besar, tetapi justru sangat tinggi pengaruhnya bagi
sistem ekologi pulau-pulau kecil. Seperti halnya propinsi Maluku sebagai daerah
kepulauan yang sebagian besar desa-desanya merupakan desa pesisir, memiliki
keanekaragaman dan produktivitas sumberdaya alam yang cukup potensial untuk
dikembangkan serta jasa-jasa lingkungan lainnya. Berdasarkan potensi yang ada,
maka perairan cenderung mendapat tekanan yang cukup serius, terkhususnya
pulau Ambon yang merupakan pusat kegiatan perekonomian.
Pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya alam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat lokal. Dahuri (2001) menjelaskan mengenai definisi dan pengertian
76

Pengelolaan wilayah pesisir terpadu dengan menggunakan beberapa pemahaman


diantaranya : Definsi (1) “Proses Pengelolaan yang mempertimbangkan hubungan
timbal balik antara kegiatan pembangunan (manusia) yang terdapat diwilayah pesisir
dan lingkungan alam (ekosistem) yang secara potensial terkena dampak kegiatan-
kegiatan tersebut. Definisi ke (2) “adalah suatu proses penyusunan dan pengambilan
keputusan secara rasional tentang pemanfaatan wilayah pesisir beserta segenap
sumberdaya alam yang terkandung didalamnya secara berkelanjutan”. Definisi ke (3)
“Suatu proses kontinu dan dinamis dalam penyusunan dan pengambilan keputusan
tentang pemanfaatan berkelanjutan dari wilayah pesisir beserta segenap sumberdaya
alam yang terdapat didalamnya”. Definisi ke (4) “Suatu proses kontinu dan dinamis
yang mempersatukan/ mengharmoniskan kepentingan antara berbagai stakeholders
(pemerintah, swasta, masyarakat lokal dan LSM); dan kepentingan ilmiah dengan
pengelolaan pembangunan dalam menyusun dan mengimplementasikan suatu rencana
terpadu untuk membangun (memanfaatkan) dan melindungi ekosistem pesisir beserta
segenap sumberdaya alam yang terdapat didalamnya, bagi kemakmuran/kesejahteraan
umat manusia secara adil dan berkelanjutan.
Bagi Kota Ambon, wilayah pesisir dan laut memiliki arti yang strategis
karena memiliki potensi sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan. Keberadaan
potensi sumber daya alam tersebut menyebabkan berbagai pihak tertarik untuk
memanfaatkannya dan berbagai instansi meregulasi pemanfaatannya. Potensi
sumber daya alam di wilayah pesisir antara lain; bentangan garis pantai, ekosistem
dan sumber daya pesisir dan laut, seperti hutan mangrove, terumbu karang,
padang lamun, sumber daya hayati, non-hayati, serta plasma nutfah yang
terkandung di dalamnya. Perairan laut Kota Ambon juga memiliki potensi sumber
daya ikan. Potensi Jasa-jasa kelautan belum dikembangkan secara optimal antara
lain; pengembangan pariwisata pesisir dan bahari, konversi energi kelautan
menjadi energi listrik serta perhubungan laut.
Pengelolaan sumber daya pesisir dan laut secara berkelanjutan dengan
memperhatikan kaidah-kaidah konservasi belum dilakukan secara efektif.
Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki belum dapat meningkatkan
kesejahtraan masyarakat yang tinggal di pesisir, namun sebaliknya menempatkan
mereka pada strata yang paling rendah dibandingkan dengan segmen masyarakat
darat lainnya. Di beberapa wilayah pesisir sudah mulai muncul fenomena
pemanfaatan yang bersifat sektoral, exploitatif dan melampaui daya dukung
77

lingkungan. Dampak pemanfaatan tersebut mulai muncul, khususnya terlihat pada


laju kerusakan fisik lingkungan pesisir yang semakin meningkat. Jika dilihat
ekosistem pesisir sebagai satu kesatuan dengan ekosistem daerah aliran sungai
(DAS), maka meningkatnya laju erosi tanah dari DAS hulu akibat pembukaan
lahan atas, membawa sedimen dan residu bahan kimia pertanian ke estuaria, teluk,
wilayah pesisir dan laut. Demikian pula, pemanfaatan sumber daya pesisir, seperti
ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove, dan pasir pantai, telah
berlangsung secara intensif di wilayah pesisir tertentu. Eksploitasi yang
berlebihan akan menimbulkan kerusakan lingkungan.
Untuk menentukan alternatif pengelolaan lingkungan pesisir Teluk Ambon
Dalam digunakan model Analitical Hierarchy Process (AHP). Model ini
digunakan untuk menentukan alternatif prioritas pengelolaan lingkungan pesisir
dengan menggunakan bentuk hirarki sesuai Fokus, Aktor, Faktor pendukung, dan
Tujuan. Hasil analisis AHP menunjukkan alternatif pengelolaan yang sebaiknya
dilakukan di TAD.
Responden yang dipilih dalam penetuan alternatif kebijakan untuk
pengelolaan Teluk Ambon dalam adalah sebanyak 8 orang, yang terdiri dari : Ny.
Selvana Tentua, Spi (Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ambon), Ir. Roy Siauta,
MS (Bapedalda Provinsi Maluku), Ir. P. Saimima, Msi (Kantor Pengendalian
Dampak Lingkungan kota Ambon), Samuel F. Tuhumury (PPLH Unpatti
Ambon), Daniel D. Pelasula, Msi (LIPI Ambon), Dr. Ir. Debby A J. Selanno
(Peneliti dari Fakultas Perikanan Univeristas Pattimura Ambon), Ir. Manuel Kaya,
MScF (Yayasan Arman), M. Ridwan. SE (PT. Nusantara Fishery Ambon).
Masing-masing responden adalah kepala kantor atau kepala bagian yang
direkomendasikan oleh kepala kantor.
Dalam menentukan prioritas alternatif pengelolaan TAD harus
memperhatikan faktor-faktor yang menjadi faktor pendukung dalam keberhasilan
pengelolaan, serta memperhatikan aktor atau siapa saja yang berperan dalam
pengelolaan tersebut sehingga dapat dipilih alternatif pengelolaan yang sesuai
dengan keinginan masyarakat dan pemerintah. Banyak faktor yang menyebabkan
pengelolaan wilayah pesisir selama ini tidak dilakukan secara optimal, hal ini
disebabkan karena pengelolaan sumberdaya pada wilayah pesisir ini dilakuakan
78

secara sektoral dan terpilah, maka diperlukan pendekatan pengelolaan secara


terpadu untuk mengupayakan pelestarian kawasan pesisir. Pengelolaan wilayah
pesisir terpadu adalah suatu proses yang menyatukan pemerintah, masyarakat
(komunitas), ilmu pngetahuan dan pengelolaan, kepentingan sosial dan
kepentingan umum dalam menyiapkan dan melaksanakan suatu pengelolaan yang
terpadu untuk perlindungan dan pembangunan ekosistem pesisir dan
sumberdayanya (UNESCO-IOC/UNEP,1996 dalam Erickson, 2003).

Pengelolaan
Fokus
Teluk Ambon Dalam

Aktor Pemerintah Masyarakat LSM Pengusaha Peneliti


0,3416 0,2689 0,1394 0,1224 0,1276

Faktor PotensiSDA Kebijakan Pemerintah Partisipasimasyarakat PolaPemanfaatan


0,2969 0,2451 0,2378 0,2202

Kualitas Lingkungan Wisata bahari


Tujuan 0,5528 0,4472

Berbasis Masyarakat Co- Management Berbasis Pemerintah


Alternatif 0,3412 0,4079 0,2509

Gambar 15. Hasil analisis proses hirarki analitik (AHP)

Hasil penentuan alternative pengelolaan TAD yang diinginkan seluruh


responden berdasarkan hasil wawancara dengan responden menunjukan bahwa
aktor yang dominan dalam pengelolaan adalah pemerintah, kemudian masyarakat
diikuti LSM, Peneliti dan Pengusaha. Urutan prioritas aktor yang berperan dalam
pengelolaan TAD diperlihatkan dalam Tabel 19.
79

Tabel 19 Urutan prioritas aktor yang menentukan pengelolaan TAD


Vektor
Aktor penentu kebijakan
No Prioritas % Prioritas
pengelolaan TAD
(VP)
1. Pemerintah 0,3416 34,16 1
2. Masyarakat 0,2689 26,89 2
3. LSM 0,1394 13,94 3
4. Peneliti 0,1276 12,76 4
5. Pengusaha 0,1224 12,24 5

Pemilihan alternative pengelolaan oleh para expert yang mewakili


stakeholder seperti yang telah disebutkan sebelumnya menghasilkan tabel
penilaian berpasangan menunjukan bahwa aktor yang mempunyai peran penting
dalam pengelolaan TAD adalah pemerintah yang lebih dominan yaitu 34,16% dan
kemudian masyarakat 26,89%, dan selanjutnya LSM, peneliti dan pengusaha
berturut-turut 13,94%, 12,76% dan 12,24%. Hal ini dapat diartikan bahwa
stakeholder yang ada berpendapat bahwa dalam pengelolaan TAD pemerintahlah
yang harusnya di depan karena kapasitas pemerintah sebagai koordinator untuk
dapat memfasilitas kepentingan pusat dan daerah lebih baik dibanding aktor yang
lain.
Aktor
Pengusaha
Pengusaha
(12%)12%

Pemerintah
Peneliti (34%)
Pemerintah
Peneliti 34%
(12%)
13%

LSMLSM
14%
(13%)

Masyarakat
Masyarakat
27%
(26%)

Gambar 16. Komposisi peran aktor dalam pengelolaan TAD

Faktor pendukung dalam pengelolaan TAD yang ditentukan adalah


Potensi sumberdaya alam, Kebijakan pemerintah, partisipasi masyarakat, dan pola
pemanfaatan TAD. Dari hasil AHP, prioritas utama dari faktor pendukung dalam
pengelolaan TAD adalah Potensi sumberdaya alam (29,69%), faktor yang menjadi
prioritas kedua adalah kebijakan pemerintah (24,51%), prioritas ketiga dari faktor
80

pendukung adalah partisipasi masyarakat (23,78%),dan yang menjadi priritas


yang terakhir adalah Pola pemanfaatan (22,02%). Urutan prioritas faktor yang
perlu diperhatikan dalam pengelolaan TAD dapat diperlihatkan oleh tabel 20.

Tabel 20 Urutan prioritas faktor yang mendukung pengelolaan TAD


Vektor
Faktor penentu pengelolaan
No Prioritas % Prioritas
TAD
(VP)
1. Potensi sumberdaya alam 0,2969 29,69 1
2. Kebijakan Pemerintah 0,2451 24,51 2
3. Partisipasi masyarakat 0,2378 23,78 3
4. Pola pemanfaatan 0,2202 22,02 4

Berdasarkan hasil yang ada dapat dikatakan bahwa pengelolaan TAD


haruslah pertama memperhatikan potensi sumberdaya alam yang ada disekitar
TAD selanjutnya setelah itu kebijakan pemerintah menyesuaikan dengan
sumberdaya alam tersebut. Selanjutnya ditemukan dalam analisis sebelumnya
yang dilakukan untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat didapati bahwa
masyarakat dengan tingkat partisipasi tertinggi adalah mengikuti program
pemerintah 81% (Tabel 17) hal ini berarti menurut cara pandang masyarakat,
pemerintahlah yang berada di depan. Hal ini sejalan dengan hasil komposisi peran
aktor bahwa domain pemerintah (34,16%) memang lebih kuat dibanding aktor-
aktor yang lainnya.
Tingkatan hirarki berikutnya adalah Tujuan pengelolaan TAD yang
disesuaikan dengan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan Teluk Ambon
sebagai “Water Front City” maka ditetapkan tujuan pengelolaan yaitu yang
pertama adalah terciptanya kualitas lingkungan yang baik dan tujuan yang kedua
adalah TAD sebagai kawasan wisata berwawasan lingkungan. Prioritas tujuan
pengelolaan yang menjadi prioritas utama adalah Terciptanya kualitas lingkungan
yang baik yaitu 55,28% dan selanjutnya kawasan TAD sebagai kawasan wisata
berwawasan lingkungan yakni 44,72%. Tujuan pengelolaan yang dimaksudkan
disini adalah pengelolaan dengan memperhatikan faktor pendukung yang ada dan
juga keberlanjutan sumberdaya alam disekitar TAD.
Tingkatan hirarki terakhir adalah alternatif pengelolaan yang harus
ditempuh oleh pengambil kebijakan. Prioritas alternatif pengelolaan di urutan
81

pertama adalah Co-Manajemen dengan prioritas utama yaitu sebesar 40,79%,


urutan prioritas kedua adalah Pengelolaan berbasis masyarakat dengan angka
34,12% dan urutan terakhir dari alternatif pengelolaan TAD adalah Pengelolaan
berbasis pemerintah dengan angka 25,09%.
Co-Management yang dimaksudkan disini adalah bahwa masyarakat
sebagai stakeholder utama harus memperoleh manfaat sejak awal proses
pengelolaan, karena masyarakat lebih memahami keadaan dalam kawasan
tersebut dan mengetahui apa yang diinginkan. Namun pada kenyataannya, peran
serta masyarakat sebagai objek dan subjek dalam kegiatan pengelolaan TAD
masih sangat terbatas. Untuk itu maka perlu dikembangkan pembinaan hubungan
kemitraan antar stakeholder berdasarkan konsep hubungan kesetaraan dan
hubungan saling membutuhkan, saling menguntungkan dan saling
berkesinambungan (Barrini-Feyerabend, 1996)
Beberapa strategi pengelolaan secara konkrit yang dapat dilakukan terkait
dengan tujuan terpeliharanya kualitas lingkungan pesisir TAD:
1. Mengangkat kembali warisan kearifan lokal masyarakat Maluku
“Kewang” dalam pengelolaan TAD dengan mengaktivkan kembali peran
”Kewang” sehingga dapat menjaga keberlanjutan sumberdaya alam yang
ada.
2. Memberikan insentif atau penghargaan lingkungan bagi masyarakat atau
kelompok peduli lingkungan, dengan demikian masyarakat akan lebih
termotivasi untuk melakukan tindakan penyelamatan lingkungan sekitar.
3. Mengintegrasikan kegiatan pelestarian lingkungan (seperti kegiatan
reboisasi, konservasi, dll) antara seluruh stakeholder untuk menghindari
tumpang tindih program pelestarian lingkungan.
4. Membatasi pembangunan dan atau kegiatan disekitar Hutan lindung, dan
Kawasan DAS, jika perlu dibuat payung hukum berupa PERDA yang
dapat membatasi kegiatan-kegiatan yang akan berdampak kepada
penurunan kualitas lingkungan.
Beberapa strategi pengelolaan secara konkrit yang dapat diusulkan terkait
dengan tujuan pengelolaan pesisir TAD sebagai kawasan wisata berwawasan
lingkungan :
82

1. Membenahi fasilitas yang telah ada misalnya pada kawasan Hutan


Lindung Mangrove, sehingga dapat lebih dikembangkan sebagai kawasan
wisata lingkungan.
2. Melibatkan kelompok masyarakat, lembaga pendidikan, organisasi
kerohanian yang ada di sekitar pesisir TAD dalam pengelolaan kawasan
wisata lingkungan di TAD.
3. Melakukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat baik di wilayah darat
dan wilayah laut mengenai kawasan wisata lingkungan TAD.
4. Merumuskan kegiatan yang diperbolehkan dilakukan di dalam kawasan
wisata lingkungan TAD, sehingga kegiatan – kegiatan tersebut haruslah
memperhatikan kualitas lingkungan demi pelestarian sumberdaya.

Perairan Teluk Ambon Dalam (TAD) merupakan salah satu perairan


pesisir yang tidak terpisahkan dari daratan kota Ambon dan merupakan satu
kesatuan ekosistem yang memerlukan suatu konsep pengelolaan yang kompleks.
Berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa kondisi kualitas perairan masih
berstatus tercemar, selain itu hasil yang didapat ternyata masih kurangnya tingkat
kesadaran masyarakat sekitar dalam menjaga kualitas lingkungan Teluk Ambon.
Berdasarkan fakta yang ada tersebut, maka secara umum permasalahan
mendasar yang dihadapi adalah menurunnya kualitas lingkungan perairan pesisir
Teluk Ambon sebagai akibat dari tingginya aktivitas di sekitarnya, namun
permasalahan lain yang dapat dikatakan adalah masalah kelembagaan dan
kebijakan. Hal ini diidentifikasi terjadi karena terbatasnya system koordinasi dan
kerjasama antar sector sehingga perencanaan pembangunan yang ada masih
bersifat parsial, pengelolaan dan pengawasan kurang optimal terhadap kondisi
lingkungan pesisir Teluk Ambon, serta kurangnya partisipasi masyarakat dalam
menjaga kualitas lingkungan.
Salah satu pendekatan yang dapat dijadikan pilihan dalam pengelolaan
Teluk Ambon Dalam adalah pengembangan pengelolaan kolaboratif yang
dilakukan secara holistik, terpadu dan berkelanjutan. Pengembangan Co-
Management dirumuskan bersama para stakeholder untuk dapat mensinergiskan
berbagai kepentingan mereka dan menjamin keberlanjutan lingkungan perairan
83

pesisir serta dapat meningkatkan pendapatan daerah dan mensejahterakan


masyarakat.
Dalam konsep Co-Management, masyarakat lokal merupakan salah satu
kunci dari pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, sehingga praktek-
praktek pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang masih murni oleh
masyarakat (Community Based Management) menjadi embrio dari penerapan
konsep Co-Management tersebut. Dari hasil penilaian pilihan alternative
pengelolaan, walaupun model Co – Management yang paling diminati akan tetapi
masih dibutuhkan pendampingan dan instruksi dari pemerintah, sehingga
masyarakatpun tidak melakukan pengelolaan sumberdaya secara sendiri.
Beberapa strategi dalam pengelolaan dengan model Co-Management adalah:
1. Pemerintah dan stakeholder membuat disain pengelolaan TAD yang
efektif dengan memperhatikan aspek ekologis, ekonomis dan sosial.
2. Dinas tata kota, PDL, Bapedalda Propinsi meninjau kembali perijinan
terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan di sekitar TAD yang
berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan perairan.
3. Pemerintah, Stakeholder dan masyarakat membuat peraturan yang
disepakati bersama demi pengembalian kualitas lingkungan yang baik
(tidak tercemar).
4. Melibatkan masyarakat dalam monitoring aturan yang telah disepakati
(memanfaatkan peran “KEWANG”
5. Pemerintah membina, mengkonsultasikan serta mensosialisasikan
tentang perlunya mengembalikan kualitas lingkungan yang dapat
menjamin keberlanjutan sumberdaya alam.
84

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan, maka beberapa kesimpulan
yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Kawasan Teluk Ambon Dalam memiliki potensi sumberdaya alam dan
ekosistem antara lain ekosistem hutan mangrove, ekosistem padang lamun dan
ekosistem terumbu karang yang sangat unik dan berpotensi untuk
dikembangkan demi menunjang kelangsungan hidup organisme akuatik
disekitarnya, namun pada kenyataannya banyaknya aktivitas yang dapat
memberi tekanan terhadap penurunan kualitas lingkungan sekitar pesisir Teluk
Ambon Dalam. Potensi sumber pencemar yang diidentifikasi yang berpotensi
mencemari kawasan sekitar pesisir TAD yaitu ceceran minyak (Oil spill) dari
kapal – kapal yang berkativitas disekitar perairan TAD dan sumber lain yang
juga berpotensi mencemari perairan pesisir TAD adalah limbah domestik baik
limbah organik maupun limbah non organik yang berasal dari penduduk
sekitar TAD dan bantaran sungai yang bermuara di TAD.
2. Status mutu air di perairan pesisir TAD berdasarkan hasil perhitungan dengan
metode STORET termasuk kedalam Kelas C atau tercemar sedang dengan
total skor atau indeks STORET yang didapat adalah – 28.
3. Tingkat partisipasi masyarakat yang diukur pada 5 desa sampel yang
didasarkan tiga aspek yaitu : 1) persepsi terhadap alam dan ekosistem, 2)
tingkat partisipasi dalam program pemerintah dan 3) tingkat partisipasi
individu atau kelompok ditemukan bahwa masyarakat dengan partisipasi
tinggi sebanyak 46%, masyarakat dengan partisipasi sedang 39%, dan
masyarakat dengan partisipasi rendah sebanyak 15%.
4. Hasil analisis AHP menunjukan bahwa aktor yang menjadi prioritas utama
dalam pengelolaan TAD adalah pemerintah dengan angka 0.3416. Faktor
pendukung yang menjadi prioritas utama dalam pengelolaan TAD adalah
potensi sumberdaya alam dengan angka 0.2969 dengan tujuan yang menjadi
prioritas utama dalam pengelolaan adalah terciptanya kualitas lingkungan
85

yang baik dengan angka 0.5528. Alternative pengelolaan yang harus


dilakukan dalam pengelolaan Teluk Ambon dalam adalah dengan mekanisme
pengelolaan kolaboratif (Co-Management) sebagai prioritas utama dalam
pengelolaan dengan angka 0.4079, kemudian pengelolaan berbasis masyarakat
menjadi prioritas kedua dalam pengelolaan dengan angka 0.3412 dan yang
menjadi prioritas terakhir adalah pengelolan berbasis pemerintah dengan
angka 0.2509.

5.2. Saran
1. Perlu adanya payung hukum baik berupa perda yang dapat mengatur tentang
pelaksanaan kegiatan di daerah sekitar pesisir dan laut termasuk pengawasan
terhadap perkapalan, pengelolaan DAS, dan pengelolaan sampah
masyarakat sehingga tidak berdampak pada penurunan kualitas lingkungan
pesisir sekitar Teluk Ambon.
2. Perencanaan pengelolaan pesisir sekitar Teluk Ambon sebaiknya dilakukan
dengan pendekatan pengelolaan terpadu dengan kerjasama berbasis
kemitraan antar stakeholder secara formal.
3. Perlu dilakukan tinjauan kembali rencana tata ruang wilayah yang ada dalam
rangka pembenahan dan perencanaan strategi pengelolaan wilayah pesisir
dan laut khususnya wilayah perairan Teluk Ambon.
4. Menghidupkan kembali tradisi yang telah ada yaitu “KEWANG” pada desa-
desa di sekitar Teluk Ambon demi penyelamatan ekosistem yang tersisa.
86

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, R. 2006. Membangun Desa Partisipatif. Cetakan Pertama. Penerbit


Graha Ilmu. Yogyakarta.

Alerts, G. A. dan S. Santika, 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional,


Surabaya – Indonesia

American Public Health Association (APHA), 1976. Standard Methods for The
Examinsation of Water and Wastewater. 4th edition. American Public
Health Association. Washington DC.

Anonimus, 2009 . __http://id.wikipedia.org. 18 Juni 2009

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah


Mada University Press.

Asnamawati, Lina. 2004. Partisipasi Masyarakat Adat Dalam Pelestarian Hutan.


Studi Kasus Masyarakat Kampung Cibeo Desa Kanekes Kecamatan
Leuwidamar Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Baharsjah, J.S. 1999. Menuju Masyarakat Yang Berketahanan Sosial. Edisi


Pertama. Departemen Sosial. Jakarta.

Bangen, D.G. 2000. Sinopsis teknik pengambilan contoh dan analisis data biofisik
sumberdaya pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor. 88 hal.

Black, James A. dan D.J. Champion. 1999. Metode dan Masalah Penelitian Sosial.
Penerbit PT. Refika Aditama Bandung.

Boyd, C. E., 1988. Water Quality of Warmwater Fish Ponds. Fourth printing.
Auburn University Agricultural Experiment Station. Alabama. USA.

Dahuri. R. 1995. Metode dan Pengukuran KualitasAir Aspek Biologi. IPB. Bogor.

Darmono. 2008. Lingkungan Hidup dan pencemaran, Hubungannya dengan


Toksikologi senyawa logam. Penerbit Universitas Indonesia

Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ambon. 2008. Data dan Analisis: Profil
Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Kota Ambon.
Djuangsih, N., A.K. Benito, H. Salim, 1982. Aspek Toksikologi Lingkungan,
Laporan Analisis Dampak Lingkungan, Lembaga Ekologi Universitas
Padjadjaran, Bandung.
87

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya Dan


Lingkungan Perairan Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Istitut Pertanian Bogor, Bogor.

Erickson, 2003. Strategi Pengelolaan Wilayah Pesisir. Tugas Akhir, Universitas


Parahyangan Bandung, 2003.

Iksan, K.H.I., 2004. Kajian Pertumbuhan, Produksi Rumput Laut Eucheuma


Cottonii dan kandungan karaginan di Perairan Maluku Utara. Tesis.
Program Studi Ilmu Perairan. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. 86 hal.

Maarif, S. 2004. Analisis Hierarki Proses. Bahan Kuliah Program Studi PSL-
SPS IPB. Bogor.

Mc. Mahon,F.B, dan Y.W. Mc. Mahon. 1986. Psychology the Hybrid Science
(fifth edition). The Dorsey Press. New York.

Nikijuluw, V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Pusat


Pemberdayaan dan Pembangunan Regional. Jakarta.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia


Pustaka Utama. 459 hal

Odum, E.P.1971. Fundamental of Ecology. W.B.Saude.Com. Philadelphia 125 pp.

Pelasula, D.D, 2008. Dampak Perubahan Lahan Atas Terhadap Ekosistem Pesisir
Teluk Ambon. Tesis. Program Studi Ilmu Kelautan, Program Pascasarjana
Universitas Pattimura.

Purwanti, F. 1996. Tourism and Conservation: an Options for Karimunjawa


National Park, Central Java, Indonesia. Thesis. Southern Cross
University, Australia.

Saaty, T. L. 1991. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin. PT. Pustaka


Binaman Pressindi. Jakarta.

Salmin, 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
sebagai salah satu Indikator untuk menentukan Kualitas Perairan.
Oseana Vol XXX No. 3. 2005. Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI.
Jakarta.

Sarwono, S.W. 1992. Psikologi Lingkungan. Grasindo. Jakarta

Sellano, D.A.J. 2009. Analisis Hubungan Antara Beban Pencemaran dan


Konsentrasi Limbah Sebagai Dasar Pengelolaan Kualitas Lingkungan
Perairan Teluk Ambon Dalam. Disertasi. Program Pascasarjana IPB.
Bogor.
88

Setiyono, H. 1996. Kamus Oseanografi. Gajah Mada University Press,


Yogyakarta.

Soedjono, A.M. 1990. Partisipasi Keluarga Dalam Pemeliharaan Lingkungan di


perumahan yang Baru (Studi Kasus di Perumnas Minomartani,
Kelurahan Minomartani, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, D.I.
Yogyakarta. Tesis Program Pasca Sarjana IPB. (Tidak Dipublikasikan).

Soekanto, Soerjono. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Garafindo


Persada, Jakarta.

Sudiana, D. 1986. Komunikasi Periklanan Cetak. Bandung : Remaja Karya.

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah


Pesisir Tropis. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.

Soselisa. 2006. Kajian Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Gugusan Pulau
Pulau Padaido Distrik Padaido, Kabupaten Biak Numfor, Papua.
Disertasi. Program Pascasarjana IPB (tidak dipublikasikan).

Syahputra, Y. 2005. Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Budidaya rumput


Laut Eucheuma Cottonii pada Kondisi Lingkungan Yang Berbeda dan
Perlakuan Jarak Tanam di Teluk Lhok Seudu. Tesis. Program Studi Ilmu
Perairan. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. 91 hal.

Thoha, M. 1983. Perilaku Organisasi : Konsep Dasar dan Aplikasinya. Rajawali.


Jakarta.

Tuahatu, J. W. dan B. J. Pattiasina. 2005. Komposis dan Distribusi Sampah


Domestik Pada Ekosistem Mangrove di Passo dan Waiheru Teluk
Ambon Dalam. Jurnal Ichthyos Vol. 4 No. 2.

Wacanno, M. 2008. Komposisi Jenis dan Kepadatan Sampah Pada Ekosistem


Mangrove di Teluk Ambon Dalam. Skripsi. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan.

Wahyuningrum, P.I. 2001. Studi Evaluasi Kesesuaian Wilayah Perairan Teluk


Lampung Untuk Budidaya Rumput Laut Eucheuma Dengan
Pemanfaatan Inderaja dan SIG. Skripsi. Program Studi IKL. IPB.
Bogor.102 hal.

Yusron, M. 2005. Penilaian Kualitas Perairan dan Studi Kelayakan Budidaya


Rumput Laut Kappaphycus Alvarezii di Beberapa Pulau di Kepulauan
Seribu Teluk Jakarta. Skripsi. Program Studi ITK. IPB. Bogor.48 hal.
Lampiran 1 : Desa Galala

No IDENTITAS RESPONDEN
Nama Jns Klmin Umur Status Pekrjaan Lama tggl Penddkn Pendptan Jmlh kel Agama

1 Henny Permpuan 30 Single Swasta >10thn SMU <750.000 7 Kristen


2 Heintje Laki-laki 51 Kawin Swasta >10thn Perg.tiggi <750.000 4 Kristen
3 Jeremy Laki-laki 51 Kawin Swasta >10thn SMU <750.000 8 Kristen
4 Jacob Laki-laki 55 Kawin Nelayan >10thn SMP <750.000 7 Kristen
5 Alan Laki-laki 24 Single Swasta >10thn Perg.tiggi <750.000 5 Kristen
6 Ace Permpuan 41 Single Swasta >10thn SMU 750.000-1jt 4 Kristen
7 Ne Permpuan 36 Janda Swasta >10thn SMU <750.000 6 Kristen
8 Jhoni Laki-laki 49 Kawin Swasta >10thn SMU 750.000-1jt 4 Kristen
9 Thomas Laki-laki 46 Kawin Peg.Negri >10thn SMU 750.000-1jt 3 Kristen
10 Meis Permpuan 27 Single Swasta >10thn Perg.tiggi <750.000 2 Kristen
11 Syane Permpuan 54 Janda Swasta >10thn SD <750.000 5 Kristen
12 Poli Laki-laki 64 Kawin Peg.Negri >10thn SMU 1-2jt 8 Kristen
13 Isye Permpuan 36 Kawin Swasta >10thn Perg.tiggi750.000-1jt 5 Kristen
14 Pance Laki-laki 37 Kawin Petani >10thn SMU <750.000 3 Kristen
15 Johan Laki-laki 49 Kawin Nelayan >10thn SD <750.000 5 Kristen
16 Fransina Permpuan 57 Janda Pensiunan >10thn SMU 750.000-1jt 3 Kristen
17 Lulu Permpuan 42 Janda Swasta >10thn SMU <750.000 6 Kristen
18 Yanti Permpuan 33 Single Peg.Negri >10thn SMU 1-2jt 3 Kristen
19 Piter Laki-laki 40 Kawin Peg.Negri >10thn Perg.tiggi >2jt 5 Kristen
20 Roy Laki-laki 36 Kawin Swasta >10thn SMU 750,000-1jt 4 Kristen
21 Eda Permpuan 58 Janda Petani >10thn SMP <750.000 1 Kristen
22 Stevi Laki-laki 39 Kawin Swasta >10thn SMU 750.00-1jt 4 Kristen
23 Marthen Laki-laki 32 Single Swasta >10thn Perg.tiggi750.000-1jt 6 Kristen
Lampiran 2 : Desa Latta

No IDENTITAS RESPONDEN
Nama Jns Klmin Umur Status Pekrjaan Lama tggl Penddkn Pendptan Jmlh kel Agama

1 Abdul Laki-laki 23 Single Swasta 3thn Perg.tggi <750.000 6 Islam


2 La nyong Laki-laki 40 Kawin Swasta >10thn SD 750.000-1jt 3 Islam
3 Nitalesy Laki-laki 44 Kawin Swasta >10thn Perg.tggi 1-2jt 4 Kristen
4 Sangadji Laki-laki 25 Single Nelayan 7Thn SMU <750.000 2 Islam
5 Hamid Laki-laki 37 Kawin Swasta >10thn Perg.tggi 750.000-1jt 3 Islam
6 Johanis Laki-laki 38 Single Swasta >10thn Perg.tggi <750.000 1 Kristen
7 Dije Perem 30 Kawin Peg.Negri 3thn SMU >2jt 3 Islam
8 Jecky Laki-laki 49 Kawin Peg.Negri >10thn SMU >2jt 4 Kristen
9 Jhony Laki-laki 32 Kawin Petani 7Thn SMU <750.000 8 Kristen
10 Ely Perem 48 Kawin Swasta >10thn SMU 750.000-1jt 3 Islam
11 Hans Laki-laki 36 Kawin Nelayan >10thn SMU 750.000-1jt 5 Kristen
12 Syah Perem 25 Kawin Swasta >10thn SMU <750.000 4 Islam
13 Heny Perem 52 Kawin Swasta >10thn Perg.tggi 750.000-1jt 4 Kristen
14 Fen Perem 58 Kawin Peg.Negri >10thn SMU 750.000-1jt 6 Kristen
15 Septi Perem 29 Kawin Peg.Negri >10thn Perg.tggi >2jt 3 Kristen
16 Rahma Perem 31 Kawin Peg.Negri 5thn Perg.tggi 1-2jt 3 Islam
17 Anton Laki-laki 41 Kawin Peg.Negri >10thn SMU 1-2jt 4 Kristen
18 Dewi Perem 43 Kawin Swasta >10thn SMU 750.000-1jt 5 Islam
19 Janes Laki-laki 40 Kawin Swasta >10thn Perg.tggi >2jt 4 Kristen
20 Frendi Laki-laki 28 Single Swasta 7Thn SMU <750.000 1 Islam
21 Sri Perem 28 Single Swasta >10thn SMU 750.000-1jt 6 Islam
22 Salaiman Laki-laki 39 Kawin Petani 3thn SMU <750.000 2 Islam
23 Emma Perem 48 Single Swasta >10thn Perg.tggi 750.000-1jt 7 Islam
24 Anton Laki-laki 58 Duda Peg.Negri >10thn SMU 1-2jt 4 Islam
25 Lina Perem 39 Kawin Swasta >10thn Perg.tggi 750.000-1jt 6 Kristen
Lampiran 3 : Desa Passo

No IDENTITAS RESPONDEN
Nama Jns Klmin Umur Status Pekrjaan Lama tggl Penddkn Pendptan Jmlh kel Agama

1 La Amin Laki-laki 57 Kawin Nelayan 7thn SD >750.000 4 Islam


2 Johanis Laki-laki 43 Kawin Peg.Negri >10thn SMU 1-2jt 4 Kristen
3 Yoce Permpuan 44 Single Peg.Negri >10thn Perg.tggi >2jt 3 Kristen
4 Henny Permpuan 40 Kawin Peg.Negri 7thn Perg.tggi >2jt 2 Kristen
5 Agus Laki-laki 30 Single Peg.Negri >10thn Perg.tggi 1-2jt 3 Kristen
6 Dela Permpuan 28 Single Swasta >10thn Perg.tggi 1-2jt 4 Kristen
7 Julian Laki-laki 28 Single Swasta >10thn Perg.tggi <750.000 5 Kristen
8 Elson Laki-laki 37 Kawin Peg.Negri >10thn Perg.tggi 1-2jt 4 Kristen
9 Merry Permpuan 46 Kawin Swasta >10thn SMU >2jt 6 Kristen
10 Fanny Permpuan 36 Kawin Peg.Negri >10thn Perg.tggi 1-2jt 5 Kristen
11 Very Laki-laki 38 Single Swasta >10thn SMU 750.000-1jt 3 Kristen
12 Irwan Laki-laki 32 Kawin Swasta 3thn Perg.tggi >2jt 4 Islam
13 Elen Permpuan 36 Kawin Peg.Negri >10thn Perg.tggi 1-2jt 4 Kristen
14 Muhamad Laki-laki 51 Kawin Nelayan >10thn SD <750.000 7 Islam
15 Amelia Permpuan 24 Single Swasta >10thn Perg.tggi <750.000 5 Kristen
16 Adrianus Laki-laki 56 Kawin Swasta >10thn SMU <750.000 5 Kristen
17 Joseph Laki-laki 45 Kawin Swasta >10thn SMU <750.000 6 Kristen
18 Nova Permpuan 28 Single Swasta >10thn SMU <750.000 3 Kristen
19 Ado Permpuan 35 Kawin Petani >10thn SMP <750.000 9 Kristen
20 Andreas Laki-laki 40 Kawin Petani >10thn SMP <750.000 6 Kristen
21 Philipus Laki-laki 31 Kawin Swasta >10thn SMU <750.000 4 Kristen
22 Yan Laki-laki 41 Kawin Swasta >10thn SMU <750.000 7 Kristen
23 Janes Laki-laki 58 Kawin Swasta >10thn SMU <750.000 3 Kristen
24 Lisda Permpuan 39 Kawin Swasta 5thn SMP <750.000 4 Kristen
25 Vebby Permpuan 38 Kawin Swasta >10thn SMU <750.000 5 Kristen
26 Fany Permpuan 38 Kawin Swasta >10thn SMU <750.000 5 Kristen
Lampiran 4 : Desa Waiheru

No IDENTITAS RESPONDEN
Nama Jns Klmin Umur Status Pekrjaan Lama tggl Penddkn Pendptan Jmlh kel Agama

1 Etha Perem 53 Kawin Swasta >10thn Perg.tggi >2jt 4 Kristen


2 Hasan Laki-laki 39 Duda Nelayan 7thn SD <750.000 4 Islam
3 Ramlan Laki-laki 49 Kawin Nelayan 7thn SD 750.000-1jt 7 Islam
4 La musu Laki-laki 36 Kawin Nelayan 7thn SMP <750.000 4 Islam
5 Mansur Laki-laki 56 Kawin Nelayan 7thn SD <750.000 4 Islam
6 Ali Laki-laki 42 Kawin Nelayan >10thn SD <750.000 4 Islam
7 La Bali Laki-laki 70 Kawin Nelayan 7thn SD <750.000 4 Islam
8 Ade Laki-laki 27 Single Swasta 5thn Perg.tggi 750.000-1jt 5 Islam
9 Rosnia Perem 29 Kawin Petani 3thn SD <750.000 4 Islam
10 Mina Perem 52 Kawin Swasta 7thn SMP 1-2jt 7 Islam
11 Agil Laki-laki 25 Single Swasta 7thn Perg.tggi <750.000 7 Islam
12 Husen Laki-laki 53 Kawin Swasta 5thn SMU 1-2jt 5 Islam
13 Albar Laki-laki 26 Single Swasta 5thn SMU <750.000 2 Islam
14 Asnia Perem 41 Kawin Petani 3thn SD <750.000 6 Islam
15 Yopi Laki-laki 49 Kawin Peg.negri >10thn SMU 1-2jt 5 Kristen
16 Marisa Perem 26 Kawin Swasta >10thn SMU 750.000-1jt 3 Kristen
17 Chris Laki-laki 33 Kawin Peg.negri >10thn SMU 1-2jt 5 Kristen
18 Yensi Perem 39 Kawin Swasta >10thn SMU 750.000-1jt 4 Kristen
19 Leni Perem 37 Kawin Swasta >10thn SMU <750.000 8 Kristen
20 Meri Perem 49 Janda Peg.negri >10thn Perg.tggi 750.000-1jt 2 Kristen
21 Merlin Perem 24 Single Swasta >10thn Perg.tggi <750.000 1 Kristen
22 Soni Laki-laki 31 Kawin Swasta >10thn SMU <750.000 5 Kristen
Lampiran 5 : Desa Poka

No IDENTITAS RESPONDEN
Nama Jns Klmin Umur Status Pekrjaan Lama tggl Penddkn Pendptan Jmlh kel Agama

1 Thohir Laki-laki 47 Kawin Swasta 3 thn Perg. Tggi <750.000 4 Islam


2 Etus Laki-laki 60 Kawin Peg. Neg >10thn Perg. Tggi >2jt 3 kristen
3 Paulus Laki-laki 41 Kawin Swasta >10thn Perg. Tggi <750.000 5 Katolik
4 Yohanes Laki-laki 23 Kawin petani 5thn SMU <750.000 3 Katolik
5 Noce Laki-laki 52 Kawin Swasta 3thn SMU <750.000 8 kristen
6 Welem Laki-laki 29 Kawin petani 3thn SMU <750.000 4 kristen
7 Dace Laki-laki 25 Kawin petani 3thn SMP <750.000 4 kristen
8 Ongky Laki-laki 47 Kawin Swasta >10thn SMU <750.000 6 kristen
9 Saul Laki-laki 37 Kawin petani 3thn SMP <750.000 7 kristen
10 Beny Laki-laki 40 Kawin petani >10thn SMU <750.000 5 kristen
11 Waisapy Laki-laki 39 Kawin Peg. Neg >10thn SMU 1-2jt 3 kristen
12 Willem Laki-laki 43 Kawin Peg. Neg >10thn Perg. Tggi >2jt 4 kristen
13 Soselisa Laki-laki 52 Kawin Peg. Neg >10thn SMU >2jt 5 kristen
14 Johanis Laki-laki 22 Kawin Swasta >10thn SMU <750.000 3 Katolik
15 Imanuel Laki-laki 67 Kawin petani >10thn SMP <750.000 5 Katolik
16 Hendri Laki-laki 29 Single Swasta 5thn SMU 750.000-1jt 4 kristen
17 Dewi Perem 20 Single Swasta 3thn SMU <750.000 3 Islam
18 K.Latupri Laki-laki 45 Kawin Peg. Neg >10thn Perg. Tggi >2jt 3 kristen
19 Ais tala Laki-laki 42 Kawin nelayan >10thn SMP 750.000-1jt 4 kristen
20 Robi Laki-laki 23 Kawin petani 3thn Perg. Tggi <750.000 3 kristen
21 benny Laki-laki 52 Kawin Peg. Neg >10thn Perg. Tggi >2jt 5 Katolik
22 moses Laki-laki 27 Kawin Swasta 3thn SMU 750.000-1jt 2 kristen
23 Petrus Laki-laki 68 Kawin Swasta >10 SMP 750.000-1jt 2 kristen
24 Abdul Laki-laki 39 Kawin Peg. Neg >10thn SMU 1-2jt 5 Islam
25 isak Laki-laki 36 Kawin nelayan >10thn SMP 750.000-1jt 4 kristen
26 Korneles Laki-laki 48 Kawin Swasta 3thn SMU <750.000 3 kristen
27 Nyoman Laki-laki 25 Kawin nelayan >10thn SMU <750.000 3 Islam
28 Randi Laki-laki 35 Kawin Swasta >10thn SMU 1-2jt 3 Islam
29 Guntur Laki-laki 29 Kawin petani >10thn SMU <750.000 4 Islam
30 Aby Laki-laki 26 Single Swasta 3thn Perg. Tggi <750.000 2 Islam
31 Badar Laki-laki 49 Kawin Swasta 3thn Perg. Tggi <750.000 5 Islam
32 Susilo Laki-laki 35 Single nelayan 3thn SD <750.000 1 Islam
33 Yusli Laki-laki 28 Kawin Peg. Neg 3thn Perg. Tggi 1-2jt 6 Islam
Lampiran 6 Kuisioner pengambilan data Masyarakat

Kondisi Lingkungan Perairan Teluk Ambon Dalam


dan Hubungannya Dengan Perilaku Masyarakat

DAFTAR PERTANYAAN

No Responden :
Desa :
Tanggal wawancara :

OLEH:
Marselitha Trivena Ohello
NRP P052080101

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
I. Identitas Responden
1. Nama : Bapak/Ibu …………………………….
2. Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan
3. Umur : ……… Tahun
4. Status Perkawinan : Kawin/Single/Janda/Duda
5. Pekerjaan : a. Petani b. Nelayan
c. Pegawai Negeri d. Swasta
6. Tempat tinggal :
Galala
Latta
Passo
Waiheru
Poka
7. Lama tinggal : a. 3 Tahun b. 5 tahun
c. 7 Tahun d. > 10 Tahun
8. Pendidikan : a. Tamat SD b. Tamat SMP
c. Tamat SMU d. Perguruan tinggi
9. Pendapatan : a. < Rp. 750.000.-
b. Antara Rp. 750.000 – 1.440.000
c. Antara Rp. 1.440.000 – 2.160.000
d. > Rp. 2.160.000
10. Jumlah anggota kel : ………………… Orang
11. Agama : a. Islam b. Kristen Protestan
c. Hindu d. Budha
II. Persepsi Masyarakat
1. Bagaimana saudara memandang alam sekitar ?
a. Alam adalah ciptaan Tuhan yang harus dipelihara
b. Alam adalah ciptaan Tuhan yang harus dimanfaatkan
c. Alam adalah ciptaan Tuhan dan manusia harus mampu mengelola alam
untuk kehidupan masa kini dan masa yang akan datang.
2. Apakah saudara mengetahui tentang keberadaan ekosistem yang ada disekitar
tempat tinggal ?
a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
3. Ekosistem apa saja yang bapak/ibu ketahui ada di sekitar tempat tinggal
bapak/ibu? (Jawaban bisa lebih dari 1)
a. Ekosistem hutan mangrove (bakau)
b. Ekosistem padang lamun
c. Ekosistem terumbu karang
4. Bagaimana tanggapan saudara terhadap ekosistem yang ada ?
a. Penting b. Tidak penting c. Tidak tahu
5. Jika Ekosistem yang ada itu Penting, apakah ada fungsinya bagi bapak/ibu?
a. Ada b. Tidak ada
Ǝ

c. Tidak tahu
6. Jika Ekosistem itu tidak penting, Mengapa?
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
7. Menurut anda apakah telah terjadi pencemaran di perairan Teluk Ambon
Dalam dengan limbah padat (Plastik, kaleng bekas dan sampah padat lainnya),
sampah rumah tangga dan pembuangan limbah minyak oleh kapal dan perahu
motor? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
8. Menurut pengamatan saudara apakah telah terjadi penurunan vegetasi hutan
mangrove, kerusakan terumbu karang dan penurunan luas padang lamun pada
lokasi tertentu di Teluk Ambon Dalam?
a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
9. Menurut saudara perubahan yang terjadi (kerusakan terumbu karang,
penurunan hutan mangrove, sedimentasi, dll) di Teluk Ambon dalam
disebabkan oleh beberapa aktivitas berikut :
• Phenomena alam : a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
• Pemanfaatan yang berlebihan terhadap sumberdaya alam :
a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
• Laut sebagai tempat pembuangan segala jenis limbah (tempat pembuangan
akhir) :
a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
• Terjadi peningkatan populasi penduduk :
a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
• Pengetahuan masyarakat yang rendah tentang lingkungan :
a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
• Kesadaran masyarakat yang rendah dalam menjaga kelestarian lingkungan
Teluk Ambon Dalam (TAD)
a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
10. Menurut saudara apakah Teluk Ambon Dalam dapat digunakan untuk tempat
rekreasi pantai, menyelam, atau berenang?
a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

III. Partisipasi
1. Selama ini apakah bapak/ibu mengetahui tentang program pemerintah untuk
melestarikan sumberdaya pesisir teluk Ambon?
a. Ya, b. Tidak tahu
2. Jika Ya, dari manakah bapak/ibu mendaptkan informasi tersebut?
a. Dari media,
b. Dari Pemerintah desa setempat
c. Dari Program yang telah dilaksanakan
d. Lainnya…………………..
3. Program apa sajakah yang pernah dilaksanakan pemerintah di tempat tinggal
bapak/ibu?
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
4. Apakah bapak/ibu merasakan manfaat dari pelaksanaan program dimaksud?
a. Ya, Manfaatnya:………………………………………………..
b. Tidak, Alasannya:……………………………………………………..
5. Apakah bapak/ibu sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan pelestarian pesisir
teluk Ambon?
a. Ya, kegiatannya antara lain :
 …………………………..
 …………………………..
 …………………………..
b. Tidak
6. Selain program pemerintah, apakah bapak/ibu secara pribadi atau kelompok
kecil pernah melakukan kegiatan lainnya untuk menjaga kelestarian pesisir
teluk Ambon?
a. Ya, kegiatannya :
b. Tidak
7. Adakah upaya dari pribadi atau kelompok kecil untuk melakukan kegiatan
untuk menjaga dan melestarikan sumberdaya pesisir teluk Ambon?
a. Ya, kegiatannya :
b. Tidak
8. Apakah yang mendorong saudara untk memelihara pesisir teluk Ambon ?
a. Pemerintah desa
b. Ikut berpartisipasi bersama masyarakat
c. Kemauan dari diri sendiri
9. Pernakah saudara mengambil atau memanfaatkan sesuatu dari potensi
sumberdaya alam yang ada di sekirat pesisir teluk Ambon?
a. Ya, yang diambil berupa :………………………………………………….
b. Manfaatnya :……………………………………………………………….
c. Tidak pernah
10. Adakah alat yang saudara gunakan untuk mengambil atau memanfaatkan
potensi sumberdaya yang ada :
a. Alat : ………………………………………………………………………
b. Cara menggunakan : ………………………………………………………

IV. Tanggapan dan Harapan


1. Selama bapak/ibu tinggal di sekitar pesisir teluk Ambon, manfaat apa saja
yang bapak/ibu dapati dari pesisir teluk Ambon ini?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
2. Dari hasil sumberdaya alam yang ada, apakah ada perbedaan antara yang
sekarang dengan (10-20) tahun yang lalu?
a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
Jika ya (Perubahan apa saja)...…………………………………………………
…………………………………………………………………………………
3. Bagaimana tanggapan bapak/ibu secara pribadi tentang sumberdaya alam
yang ada di pesisir teluk Ambon ini?
………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………….
4. Apa harapan bapak/ibu bagi pemerintah dalam mengelola sumberdaya pesisir
teluk Ambon ini?
………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………….

You might also like