You are on page 1of 10

Pasien dengan Skizofrenia dan Perawatan Diri

Abstrak

PENDAHULUAN: Pasien dengan skizofrenia memiliki masalah besar dengan

perawatan diri yang mempengaruhi kualitas hidup mereka.

TUJUAN: Tujuan tulisan ini adalah untuk memonitor perawatan diri pada pasien

dengan skizofrenia dan untuk mencari perbedaan karakteristik sosiodemografis dan

terapi rawat jalan dan rumah sakit harian.

METODE: Penelitian mengikutsertakan 120 subjek dengan diagnosis F20

berdasarkan kriteria ICD 10. Subjek dibagi dalam dua kelompok yang terdiri dari

60 pasien berdasarkan terapi yang didapat (kelompok pertama mendapat rawat jalan

sedangkan kelompok kedua mendapat terapi rumah sakit harian). Pasien memiliki

usia dan jenis kelamin yang berbeda dan mendapat terapi antipsikotik rutin. Mereka

diikutkan dalam prosedur terapi individual dan kelompok psikososial selama terapi

rumah sakit harian. Penelitian menggunakan instrumen diagnostik berikut:

wawancara klinis terstandarisasi dan skala performa personal dan sosial (Personal

and Social Performance scale (PSP scale)), kuesioner data sosiodemografi yang

tak terstandarisasi, dukungan keluarga, dan adanya gangguan mental pada anggota

keluarga yang lain.

HASIL: Hasil telah menunjukkan fungsi personal dan sosial yang lebih baik pada

pasien yang memiliki dukungan keluarga, pada mereka yang berkerja, pada mereka

yang tanpa gangguan mental pada anggota keluarga lain, dan pada pasien terapi

rumah sakit harian dibandingkan pasien yang mendapat rawat jalan.


KESIMPULAN: Terapi rumah sakit harian, dukungan keluarga, dan dukungan

sosial meningkatkan perawatan diri pasien dengan skizofrenia.

Pendahuluan

Dalam dua dekade terakhir, kegiatan psikosial telah ditujukan untuk

meningkatkan fungsi personal dan sosial dari pasien dengan skizofrenia yang

berarti tidak hanya menangani gejala saja.

Skizofrenia adalah suatu gangguan mental kronik yang mempengaruhi

emosi, kognisi, dan tingkah laku. Konsekuensi dari penyakit ini yaitu fungsi

psikososial yang buruk dan kualitas hidup yang rendah.

Kualitas hidup berarti kemampuan untuk berperan sosial seperti ibu rumah

tangga, pekerja, pelajar, pasangan, dan teman, serta memberikan individu rasa puas

dan kemampuan untuk merawat dirinya dan menikmati hidup[1].

Intervensi psikososial dengan terapi rumah sakit harian memungkinkan

kolaborasi terapi yang lebih baik, terapi farmakologis yang efektif, kontrol

gangguan pasien yang lebih baik, dan merawat dirinya sendiri dengan rasa puas

yang lebih besar[2-4].

Tujuan dari studi ini adalah untuk memonitor perawatan diri pada pasien

dengan skizofrenia dan untuk menemukan perbedaan berdasarkan karakteristik

sosiodemografis dan terapi rawat jalan dan rumah sakit harian.


Bahan dan Metode

Penelitian mengikutsertakan 120 subjek dengan diagnosis F20 berdasarkan

kriteria ICD 10. Subjek dibagi menjadi dua kelompok yang terdiri dari 60 pasien

berdasarkan terapi yang didapat. Kelompok pertama mendapat rawat jalan

sedangkan kelompok kedua mendapat terapi rumah sakit harian. Pasien berbeda

secara usia dan jenis kelamin dan mendapat terapi antipsikotik rutin. Mereka

diikutkan dalam prosedur terapeutik individual dan psikososial kelompok selama

terapi rumah sakit harian. Subjek dari kedua kelompok dievaluasi pada awal terapi

dan setelah 6 bulan, setelah rawat jalan atau terapi rumah sakit harian.

Penelitian menggunakan instrumen diagnostik berikut: wawancara klinis

terstandarisasi, skala performa personal dan sosial (PSP scale)[5], kuesioner data

sosiodemografis tak terstandarisasi seperti dukungan keluarga dan adanya

gangguan mental pada anggota keluarga lain.

Hasil

Distribusi dalam Tabel 1 menunjukkan tidak adanya (absent) masalah

perawatan diri pada 4 (3.3%) pengangguran, 2 (2.7%) pada subjek yang memiliki

pekerjaan, dan 2 (1.7%) pensiunan. Masalah yang bermanifestasi (manifested

problem) ditemukan pada 14 (11.7%) pengangguran, 9 (7.5%) subjek yang

memiliki pekerjaan, 1 pelajar, dan 3 pensiunan, sedangkan masalah yang jelas

(marked problem) ditemukan pada 24 (20%) subjek yang memiliki pekerjaan, 6

(5%) pengangguran, dan 4 (3.3%) pensiunan. Masalah sangat berat (very severe
problem) dari perawatan diri dialami oleh 7 (5.8%) pengangguran dan hanya 1

(0.8%) pensiunan.

Tabel 1. Status Perawatan Diri-Pekerjaan Dari Subjek.

Pekerjaan
Perawatan diri Memiliki Total
Pengangguran Pelajar Pensiunan
pekerjaan
Tidak ada 4 (3.3%) 2 (1.67%) 0 2 (1.67%) 8 (6.67%)
Ringan 9 (7.50%) 4 (3.33%) 0 1 (0.83%) 14 (11.67%)
Bermanifestasi 14 (11.67%) 9 (7.50%) 1 (0.83%) 3 (2.50%) 27 (22.50%)
Jelas 24 (20.0%) 6 (5.0%) 0 4 (3.33%) 34 (28.33%)
Berat 23 (19.17%) 3 (2.50%) 1 (0.83%) 2 (1.67%) 29 (24.17%)
Sangat berat 7 (5.83%) 0 0 1 (0.83%) 8 (6.67%)
Total 81 (67.50%) 24 (20.0%) 2 (1.67%) 13 (10.83%) 120 (100%)
Kruskal-Wallis H = 7.13, p = 0.028

Subjek dengan berbagai status pekerjaan (p < 0.05) menunjukkan perbedaan

dalam modalitas skala perawatan diri, (pelajar tidak dimasukkan dalam analisis

statistik). Subjek pengangguran secara signifikan lebih sering mengalami masalah

jelas atau berat dalam merawat dirinya sendiri, sedangkan subjek yang memiliki

pekerjaan secara signifikan lebih jarang mengalami masalah sangat berat.

Distribusi modalitas pada Skala Perawatan Diri pada subjek dengan riwayat

keluarga gangguan psikis positif atau negatif digambarkan dalam Tabel 2. TIdak

ada masalah perawatan diri dari keluarga dengan dan tanpa riwayat gangguan psikis

yaitu 3 (2.5% dan 5 (4.2%) orang. Dari Tabel 2, kelompok subjek dengan riwayat

keluarga gangguan psikis positif, dengan masalah berat mendominasi sebanyak 18

(15%) dan pada kelompok subjek dengan riwayat keluarga gangguan psikis negatif,
23 (19.2%) subjek mengalami masalah berat. Dua subjek (1.7%) dari keluarga

tanpa riwayat gangguan psikis dan 6 (5%) dari keluarga dengan riwayat gangguan

psikis mengalami masalah perawatan diri yang sangat berat.

Uji perbedaan dari modalitas Skala Perawatan Diri dengan dan tanpa

riwayat keluarga gangguan psikis secara statistik signifikan dengan tingkat

signifikansi p < 0.05. Subjek dengan kategori berat dan sangat berat lebih sering

ditemukan pada mereka yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan mental.

Tabel 2. Status Perawatan Diri-Riwayat Keluarga Gangguan Psikis.


Adanya Riwayat Keluarga Gangguan Psikis
Perawatan diri Total
Tidak Ya
Tidak ada 5 (4.17%) 3 (2.50%) 8 (6.67%)
Ringan 11 (9.17%) 3 (2.50%) 14 (11.67%)
Bermanifestasi 17 (14.17%) 10 (8.33%) 27 (22.50%)
Jelas 23 (19.17%) 11 (9.17%) 29 (24.17%)
Berat 11 (9.17%) 18 (15.0%) 29 (24.17%)
Sangat berat 2 (1.67%) 6 (5.0%) 8 (6.67%)
Total 69 (57.50%) 51 (42.50%) 120 (100%)
Dmax = -0.28, p < 0.025

Di antara subjek yang tidak memiliki masalah merawat diri, jumlah paling

banyak ditemukan pada mereka yang mendapat dukungan keluarga – 5 (4.17%) dan

juga dominan pada kelompok subjek dengan masalah ringan – 7 (5.83%). Dua

puluh subjek (16.7%) dengan kesulitan jelas dalam perawatan diri mendapat sedikit

dukungan dari keluarganya. Namun 14 (11.7%) dari subjek berpikir bahwa

keluarganya sangat memberikan dukungan. Di antara subjek yang mengalami


masalah sangat berat, jumlah dan persentase paling banyak ditemukan pada mereka

yang berpikir keluarganya tidak memberi dukungan – 6 (5%).

Uji perbedaan dari distribusi modalitas Skala Perawatan Diri dengan

persepsi subjek mengenai dukungan yang mereka dapat dari keluarganya secara

statistik signifikan (p < 0.01). Pada subjek yang tidak merasa keluarganya

mendukung, masalah berat perawatan diri lebih umum ditemukan. Pada subjek

yang mendapat sedikit dukungan keluarga, secara signifikan terdapat lebih banyak

masalah berat dalam merawat diri, dibandingkan dengan subjek yang mendapat

banyak dukungan keluarga yang seringkali tidak mengalami masalah perawatan diri

(Tabel 3).

Tabel 3. Perawatan Diri-Dukungan Keluarga

Saya Merasa Mendapat Dukungan Keluarga


Perawatan Diri Total
Tidak Sedikit Sangat Mendukung
Tidak ada 1 (0.83%) 2 (1.67%) 5 (4.17%) 8 (6.67%)
Ringan 3 (2.50%) 4 (3.33%) 7 (5.83%) 14 (11.67%)
Bermanifestasi 4 (3.33%) 8 (6.67%) 15 (12.50%) 27 (22.50%)
Jelas 0 20 (16.67%) 14 (11.67%) 34 (28.33%)
Berat 3 (2.50%) 21 (17.50%) 5 (4.17%) 29 (24.17%)
Sangat berat 6 (5.0%) 1 (0.83%) 1 (0.83%) 8 (6.67%)
Total 17 (14.17%) 56 (46.67%) 47 (39.17%) 120 (100%)
Chi-square=45.65, df = 10, p = 0.000000.

Enam (6) bulan setelah pengelompokkan subjek, pada kelompok terapi

rumah sakit harian, yang mengalami kesulitan ringan perawatan diri sebanyak 34

(56.7%), dan yang mengalami manifestasi masalah sebanyak 16 (26.7%). Pada

pasien rawat jalan, 20 (33.3%) subjek menunjukkan manifestasi masalah, 17


(28.3%) subjek mengalami masalah jelas, dan 14 (23.3%) subjek mengalami

masalah berat dalam merawat dirinya sendiri. Terdapat perbedaan yang secara

statistik signifikan antara subjek yang diterapi harian di rumah sakit dan mereka

yang dirawat jalan. Pasien yang diterapi harian di rumah sakit tidak menalami

kesulitan berat dalam merawat diri sendiri (p < 0.0001).

Tabel 4. Perawatan Diri-Rawat Jalan/Rawat Harian


Perawatan diri Rawat Harian (DC) Rawat Jalan
(6 bulan) Jumlah % Jumlah %
Tidak ada 6 10.0 2 3.33
Ringan 34 56.67 5 8.33
Bermanifestasi 16 26.67 20 33.33
Jelas 3 5.0 17 28.33
Berat 1 1.67 14 23.33
Sangat berat 0 0 2 3.33
Total 60 100 60 100
U = 588.5, Z = 6.36, p = 0.000000

Diskusi

Hasil yang didapat dari studi ini menunjukkan fungsi psikososial yang tak

memuaskan pada kedua kelompok pasien. Diamati kualitas hidup yang buruk dari

pasien dengan skizofrenia. Hampir semua dari pasien pengangguran, sekitar 30%

kehilangan pekerjaan setelah ketidakmampuan psikososial dan stigma di

masyarakat.

Hasil kami dan yang dilaporkan dalam literatur menyajikan gejala depresif

pada pasien[6-8]. Namun, 6 bulan terapi lanjutan memberikan perbaikan dalam

fungsi, yang secara statistik bermakna pada mereka yang mendapat terapi rumah
sakit harian. Hasil kami sejalan dengan yang ditemukan peneliti lain, yang

mengesankan bahwa terapi psikofarmakologi dan psikososial terpadu tidak dapat

diabaikan dalam mengembalikan fungsi sosial, merawat diri sendiri serta

keluarganya, dan mengembalikan kontak sosial, pekerjaan, dll. sebagai suatu

kehidupan sosial[1,2,4,9].

NICE rec. untuk terapi dan penyembuhan pasien dengan skizofrenia yang

berdasarkan terapi komunitas berupa terapi individu, terapi komunitas, terapi rawat

jalan, layanan intervensi, dan terapi rumah sakit harian. NICE rec. merupakan terapi

CBT, intervensi keluarga, dan terapi seni dalam periode penyembuhan untuk

mengembalikan integrasi dan sosialiasi secara lebih cepat dan lebih baik[21].

Data dari literatur secara umum menunjukkan fungsi psikososial yang jelek

dan kualitas hidup yang buruk pada pasien dengan gangguan skizofrenik[9].

Koivumaa-Honkanen dkk. dalam penelitiannya menggunakan berbagai skala untuk

menilai kualitas hidup (quality of life (QOL)) pada pasien dengan skizofrenia dan

menemukan fungsi yang lebih jelek pada pasien ini dibandingkan pasien psikiatrik

lainnya[10]. Sullivan dkk. melakukan studi pada populasi pasien skizofrenik yang

dibagi menjadi 3 kelompok (pasien di institusi psikiatrik, pasien yang tinggal

sendiri, dan pasien yang tinggal di pusat dukungan psikososial) dan

membandingkannya dengan populasi sehat. Dengan menggunakan wawancara

untuk menilai kualitas hidup, mereka mendapatkan hasil bahwa kualitas hidup yang

lebih jelek pada ketiga kelompok subjek skizofrenik daripada yang sehat.

Perbedaan paling besar diamati pada kepuasan kehidupan sosial, keuangan, dan

pekerjaan.
Malm dkk. menggunakan kuesioner semistruktural (QOLC) untuk menilai

kualitas hidup 40 subjek skizofrenik 2 tahun setelah rawat inap terakhir dan

menemukan rasa tidak puas pada hampir semua aspek kehidupan dan khususnya

pada hubungan sosial, edukasi, keuangan, dll[11].

Mayoritas dari studi mengidentifikasi hubungan dan perbedaan kualitas

hidup pada pasien skizofrenik dan beberapa karakteristik sosiodemografik[12].

Shtasel dkk. dalam studinya pada pasien skizofrenik menemukan fungsi yang lebih

baik pada subjek perempuan daripada laki-laki[13,14].

Di sisi lain, Lehman dalam studinya menunjukkan bahwa individu yang

menikah memiliki kualitas hidup yang lebih baik daripada yang tidak menikah[15,16].

Pada aspek edukasi, banyak studi menunjukkan kualitas hidup yang lebih jelek pada

pasien skizofrenik yang memiliki tingkat edukasi yang lebih tinggi[17].

Peneliti telah menyajikan korelasi antara adanya gejala neuroleptik, gejala

negatif skizofrenia, dan gejala depresi dengan tingkat kepuasan kualitas hidup yang

rendah[17,18].

Hubungan antara terapi pada pasien ini dan kualitas hidupnya diamati pada

banyak studi. Hasil yang didapatkan membuktikan fungsi psikososial yang lebih

baik dengan penggunaan antipsikotik generasi kedua dan kualitas hidup yang lebih

baik pada subjek yang mendapat terapi integrasi psikofamarkologi dan psikososial

(intervensi keluarga, intervensi suportif, CBT, pelatihan kemampuan sosial, dan

khususnya layanan rumah sakit harian atau fasilitas psikososial lainnya)[1,3,19,20].

Sebagai kesimpulan, terapi psikososial rumah sakit harian ditambah dengan

terapi antipsikotik rutin, dukungan keluarga dan sosial, dapat membantu


pengembalian integrasi dan sosialiasi yang lebih cepat dan kualitas hidup yang lebih

baik pada pasien dengan skizofrenia.

You might also like