You are on page 1of 39

BAB I

SKENARIO

Anto (6 bulan) dibawa ke Puskesmas karena berak encer seperti air,


lebih dari 10 kali dalam sehari. Anto tidak pernah muntah. Pada pemeriksaan
laboratorium dari tinja Anto, tidak ditemukan adanya telur cacing atau parasit
usus lainnya.

Berak-berak seperti ini selalu diderita oleh anggota keluarga pak


Anwar, orang tua Anto. Pak Anwar adalah seorang pelayan di salah satu toko
kelontong di pasar tradisional di kota. Ia bersama istri dan ke lima anaknya, serta
kedua orang tua ibu Anwar tnggal pada satu rumah panggung berukuran 4 kali 7
meter. Dikampung dimana mereka tinggal belum ada fasilitas PAM, karena itu
sumber air sebagian besar penduduk adalah sumur gali, dan sebagian lagi adalah
air sungai yang mengalir tidak jauh dari kampung tersebut. Belum semua rumah
mempunyai fasilitas MCK

Anto adalah anak bungsu dari keluarga pak Anwar yang mempunyai
5 orang anak. Anto mendapat asi dari ibunya dan bubur sebagai makanan
tambahan.

KATA SULIT

KATA/KALIMAT KUNCI

1. Anak diare
2. Tak ada muntah
3. Tak ada telur cacing/parasit
4. Rumah tanpa MCK
5. Belum ada PAM
6. Air dari sumur gali
7. Air dari sungai

1
8. Keluarga juga berak-berak
9. Anto minum ASI
10. Anto makan bubur

MIND MAP

Etiologi Faktor Risiko

Kasus Diare
Peranan Dokter
Hubungan dengan : Keluarga

 Asupan Gizi
 Lingkungan
 Perilaku Penegakan Diagnosis
Sehat

2
PERTANYAAN

1. Jelaskan definisi, klasifikasi, patofisiologi, etiologi dan risiko diare!

2. Kriteria rumah sehat, air bersih, hubungan aspek perumahan dengan diare!

3. Jelaskan hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan penularan dan
perjalan dari penyakit pada skenario !

4. Bagaimana asupan gizi yang tepat untuk keluarga pak Anwar sesuai
dengan penghasilannya?

5. Bagaimana menegakkan diagnosis holistik pada kasus di skenario?

6. Bagaimana pencatatan dan pelaporan pada kasus diare di skenario?

7. Jelaskan mengenai sistem rujukan dan konsultasi pasien pada skenario!

8. Bagaimanakah penatalaksanaan pada kasus di skenario?

3
BAB II

Pembahasan

1. Jelaskan definisi, Patofisiologi, etiologi dan risiko diare!

Definisi
Diare didefinisikan sebagai buang air besar sebanyak tiga atau lebih dengan
konsistensi mencret atau encer (atau frekuensi yang lebih daripada normal).
Ini biasanya merupakan gejala infeksi saluran cerna, yang dapat disebabkan
oleh berbagai organisme bakteri, virus dan parasit. Infeksi menyebar melalui
makanan atau air minum yang terkontaminasi, atau dari orang ke orang
sebagai akibat kebersihan yang buruk.

Klasifikasi
Menurut WHO, diare terbagi menjadi 3 tipe klinis yaitu :
 Diare akut cair- berlangsung beberapa jam atau hari, dan termasuk kolera
 Diare akut berdarah - juga disebut disentri
 Diare persisten - berlangsung 14 hari atau lebih.

Etiologi
 Infeksi : gejala infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit,
yang sebagian besar disebarkan oleh air yang terkontaminasi faeces.
Infeksi lebih sering terjadi bila sanitasi, kebersihan, dan air bersih untuk
minum, memasak dan membersihkan kurang memadai. Rotavirus dan
Escherichia coli adalah dua agen etiologi paling umum diare di negara-
negara berkembang.
 Malnutrisi : Anak-anak yang kekurangan gizi lebih rentan terhadap
diare. Setiap episode diare pada gilirannya membuat malnutrisi mereka
semakin parah.
 Sumber: Air yang terkontaminasi kotoran manusia, misalnya dari septic
tank dan jamban. Kotoran hewan juga mengandung mikroorganisme
yang bisa menyebabkan diare.

4
 Penyebab lainnya: Penyakit diare juga bisa menyebar dari orang ke
orang, diperparah oleh kebersihan diri yang buruk. Makanan merupakan
penyebab utama diare saat dipersiapkan atau disimpan dalam kondisi
tidak higienis. Ikan dan makanan laut dari air yang tercemar juga dapat
menyebabkan penyakit ini.

Patofisiologi
Diare adalah masuknya Virus (Rotavirus, Adenovirus enteritis), bakteri atau
toksin (Salmonella, E. colli), dan parasit (Giardia Lambia). Beberapa
mikroorganisme pathogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel,
memproduksi enterotoksin atau cytotoksin. Penularan dapat melalui fekal oral
dari satu klien ke klien lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran pathogen
dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare).
Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus,
sehingga sekresi
air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus
yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik.

Komplikasi
 Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya
gangguan
keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik, hypokalemia dan
sebagainya)
 Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang,
pengeluaran bertambah)
 Hipoglikemia
 Gangguan sirkulasi darah

5
2. Jelaskan kriteria rumah sehat, air bersih dan hubungan antara aspek
perumahan dengan penularan diare!

KRITERIA RUMAH SEHAT


Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping
kebutuhan sandang dan pangan. Rumah berfungsi sebagai tempat tinggal serta
digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya.
Rumah juga merupakan tempat berkumpulnya anggota keluarga untuk
menghabiskan sebagian besar waktunya. Bahkan bayi, anak-anak, orang tua,
dan orang sakit menghabiskan hampir seluruh waktunya di rumah.

Pengertian
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992, rumah
adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan
sarana pembinaan keluarga. Sedangkan yang dimaksud dengan Sehat menurut
World Health Organization (WHO) “Sehat adalah suatu keadaan yang
sempurna baik fisik, mental, maupun Sosial Budaya, bukan hanya keadaan
yang bebas dari penyakit dan kelemahan (kecacatan)”.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Rumah Sehat


sebagai tempat berlindung atau bernaung dan tempat untuk beristirahat
sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun
sosial budaya.

Persyaratan
Secara umum rumah dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut : (Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, Depkes RI, 2007)
1. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privacy yang cukup,
komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah,
adanya ruangan khusus untuk istirahat (ruang tidur), bagi masing-maing
penghuni;
2. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni
rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah
tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak
berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan
6
minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan
yang cukup;
3. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang
timbul karena pengaruh luar dan dalam rumah, antara lain persyaratan
garis sempadan jalan, konstruksi bangunan rumah, bahaya kebakaran dan
kecelakaan di dalam rumah;
Rumah yang sehat harus dapat mencegah atau mengurangi resiko
kecelakaanseperti terjatuh, keracunan dan kebakaran (Winslow dan
APHA). Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam kaitan dengan
hal tersebut antara lain :
a. Membuat konstruksi rumah yang kokoh dan kuat;
b. Bahan rumah terbuat dari bahan tahan api;
c. Pertukaran udara dalam rumah baik sehingga terhindar dari
bahaya racun dan gas;
d. Lantai terbuat dari bahan yang tidak licin sehingga bahaya jatuh
dan kecelakaan mekanis dapat dihindari;
4. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan
dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang
mengganggu;

Beberapa aspek yang berkaitan dengan rumah sehat dapat dijelaskan sebagai
berikut :

A. Ventilasi
Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar ke dalam dan
pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah
maupun mekanis. Tersedianya udara segar dalam rumah atau ruangan amat
dibutuhkan manusia, sehingga apabila suatu ruangan
tidakmempunyai sistem ventilasi yang baik dan over crowded maka
akan menimbulkan keadaan yang dapat merugikan kesehatan (Gunawan et
al., 1982)

Rumah yang memenuhi syarat ventilasi baik akan mempertahankan


kelembaban yang sesuai dengan temperatur kelembaban udara (Azwar,

7
1990). Standart luas ventilasi rumah, menurut Kepmenkes RI No. 829
tahun 1999, adalah minimal 10% luas lantai. Menurut Frinck (1993) setiap
ruang yang dipakai sebagai ruang kediaman sekurang-kurangnya terdapat
satu jendela lubang ventilasi yang langsung berhubungan dengan udara
luar bebas rintangan dengan luas 10% luas lantai. Ruangan yang
ventilasinya kurang baik a kan membahayakan kesehatan khususnya
saluran pernapasan.

Terdapatnya bakteri di udara disebabkan adanya debu dan uap air. Jumlah
bakteri udara akan bertambah jika penghuni ada yang menderita penyakit
saluran pernapasan, seperti TBC, Influenza, dan ISPA.

Dalam pengertiaqn ventilasi ini dari aspek fungsi juga tercakup jendela.
Luas ventilasi atau jendela adalah luas lubang untuk proses penyediaan
udara segar dan pengeluaran udara kotor baik secara alami atau mekanis.
Ventilasi atau jendela mempunyai peran dalam rumah untuk mengganti
udara ruangan yang sudah terpakai.

Fungsi utama ventilasi dan jendela antara lain (Subbin P2P&PL


Dinkes Propinsi Jawa Timur).
1. Sebagai lubang masuk dan keluar angin sekaligus sebagai lubang
pertukaran udara atau lubang ventilasi yang tidak tetap (sering berupa
jendela atau pintu).
2. Sebagai lubang masuknya cahaya dari luar (sinar matahari).

Agar udara dalam ruangan segar persyaratan teknis ventilasi dan jendela
ini sebagai berikut :
1. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan dan
luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum
5% luas lantai, dengan tinggi lubang ventilasi minimal 80 cm dari
langit-langit.
2. Tinggi jendela yang dapat dibuka dan ditutup minimal 80 cm dari
lantai dan jarak dari langit-langit sampai jendela minimal 30 cm.

8
3. Udara yang masuk harus udara yang bersih, tidak dicemari oleh asap
pembakaran sampah, knaolpot kendaraan, debu dan lain-lain.
4. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan
lubang hawa berhadapan antara dua dinding ruangan.Aliran udara ini
diusahakan tidak terhalang oleh barang-barang seperti almari,
dinding, sekat-sekat, dan lain-lain.
5. Kelembaban udara dijaga antara 40% s/d 70%.

Untuk memperoleh ventilasi yang baik dapat dilaksanakan dengan cara :


1. Ventilasi alamiah, merupakan ventilasi yang terjadi secara alamiah,
dimana udara masuk kedalam ruangan melalui jendela, pintu, atau
lubang angin yang sengaja dibuat.
2. Ventilasi Mekanik, merupakan ventilasi buatan dengan
menggunakan:
a. AC (Air Conditioner), yang berfungsi untuk menyedot udara
dalam ruang kenudian disaring dan dialirkan kembali dalam
ruangan.
b. Fan (Baling-baling) yang menghasilkan udara yang dialirkan ke
depan.
c. Exhauser, merupakan baling-baling penyedot udara dari dalam dan
luar ruangan untuk proses pergantian udara yang sudah dipakai.

B. Pencahayaan
Penerangan ada dua macam, yaitu penerangan alami dan buatan.
Penerangan alami sangat penting dalam menerangi rumah untuk
mengurangi kelembaban. Penerangan alami diperoleh dengan masuknya
sinar matahari ke dalam ruangan melalui jendela, celah maupun bagian
lain dari rumah yang terbuka, selain berguna untuk penerangan sinar ini
juga mengurangi kelembaban ruangan, mengusir nyamuk atau serangga
lainnya dan membunuh kuman penyebab penyakit tertentu, misalnya
untuk membunuh bakteri adalah cahaya pada panjang gelombang 4000 A
sinar ultra violet (Azwar, 1990).
Penyakit atau gangguan saluran pernapasan dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan yang buruk. Lingkungan yang buruk tersebut dapat berupa
9
kondisi fisik perumahan yang tidak mempunyai syarat seperti ventilasi,
kepadatan penghuni, penerangan dan pencemaran udara dalam rumah.
Lingkungan perumahan sangat berpengaruh terhadap terjadinya ISPA
(Ranuh,1997).

Cahaya matahari disamping berguna untuk menerangi ruangan,


mengusir serangga (nyamuk) dan tikus, juga dapat membunuh
beberapa penyakit menular misalnya TBC, cacar, influenza, penyakit kulit
atau mata, terutama matahari langsung. Selain itu sinar matahari yang
mengandung sinar UV baik untuk pertumbuhan tulang anak-anak.
Rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan dan
kenyamanan dipengaruhi oleh 3 (tiga) aspek, yaitu pencahayaan,
penghawaan, serta suhu udara dan kelembaban dalam ruangan.

Aspek-aspek tersebut merupakan dasar atau kaidah perencanaan rumah


sehat dan nyaman.
1. Pencahayaan
2. Matahari sebagai potensi terbesar yang dapat digunakan sebagai
pencahayaan alami pada siang hari. Pencahayaan yang dimaksud
adalah penggunaan terang langit, dengan ketentuan sebagai berikut:
3. Cuaca dalam keadaan cerah dan tidak berawan,
4. Ruangan kegiatan mendapatkan cukup banyak cahaya,
5. Ruang kegiatan mendapatkan distribusi cahaya secara merata

Kualitas pencahayaan alami siang hari yang masuk ke dalam ruangan


ditentukan oleh:
a. Kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan (mata),
b. Lamanya waktu kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan
(mata),
c. Tingkat atau gradasi kekasaran dan kehalusan jenis pekerjaan,
d. Lubang cahaya minimum sepersepuluh dari luas lantai ruangan,
e. Sinar matahari langsung dapat masuk ke ruangan minimum 1 (satu)
jam setiap hari,
f. Cahaya efektif dapat diperoleh dari jam 08.00 sampai dengan jam
10
16.00.

C. Penghawaan
Kualitas udara dipengaruhi oleh adanya bahan polutan di udara. Polutan di
dalam rumah kadarnya berbeda dengan bahan polutan di luar rumah.
Peningkatan bahan polutan di dalam ruangan dapat pula berasal dari
sumber polutan di dalam ruangan seperti asap rokok, asap dapur,
pemakaian obat nyamuk bakar (Mukono, 1997).

Udara merupakan kebutuhan pokok manusia untuk bernafas sepanjang


hidupnya. Udara akan sangat berpengaruh dalam menentukan
kenyamanan pada bangunan rumah. Kenyamanan akan memberikan
kesegaran terhadap penghuni dan terciptanya rumah yang sehat, apabila
terjadi pengaliran atau pergantian udara secara kontinyu melalui ruangan-
ruangan, serta lubang-lubang pada bidang pembatas dinding atau partisi
sebagai ventilasi.

Agar diperoleh kesegaran udara dalam ruangan dengan cara penghawaan


alami, maka dapat dilakukan dengan memberikan atau mengadakan
peranginan silang (ventilasi silang) dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Lubang penghawaan m inimal 5% (lima persen) dari luas lantai
ruangan.
b. Udara yang mengalir masuk sama dengan volume udara yang mengalir
keluar ruangan.
c. Udara yang masuk tidak berasal dari asap dapur atau bau kamar
mandi/WC.
d. Khususnya untuk penghawaan ruangan dapur dan kamar mandi/WC,
yang memerlukan peralatan bantu elektrikal -mekanikal seperti blower
atau exhaust fan, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
e. Lubang penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamanan bangunan
f. Menghindari disekitarnya.
g. Lubang penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamanan ruangan
kegiatan dalam bangunan seperti: ruangan keluarga, tidur, tamu dan
kerja.
11
D. Suhu dan kelembaban udara
Rumah dinyatakan sehat dan nyaman, apabila suhu udara dan kelembaban
udara ruangan sesuai dengan suhu tubuh manusia normal. Suhu udara dan
kelembaban ruangan sangat dipengaruhi oleh penghawaan dan
pencahayaan. Penghawaan yang kurang atau tidak lancar akan menjadikan
ruangan terasa pengap atau sumpek dan akan menimbulkan kelembaban
tinggi dalam ruangan. Untuk mengatur suhu udara dan kelembaban
normal untuk ruangan dan penghuni dalam melakukan kegiatannya, perlu
memperhatikan :
a. Keseimbangan penghawaan antara volume udara yang masuk dan
keluar.
b. Pencahayaan yang cukup pada ruangan dengan perabotan tidak
bergerakperabotan yang menutupi sebagian besar luas lantai ruangan.
(Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat)

Untuk pengukuran suhu udara dengan mempergunakan alat


Phsycrometer, yang terbagi atas :
1. Suhu Kering, merupakan suhu udara yang ditunjukkan oleh
thermometer basah dengan pembacaan suhu setelah diukur selama
15 menit dan umumnya berkisar antara 29°C-34°C
2. Suhu Basah, merupakan suhu yang menunjukkan bahwa udara telah
jenuh yaitu antara 25°C - 28°C.

Rumah yang sehat harus mempunyai suhu yang diatur sedemikian rupa
agar suhu badan dapat dipertahankan sehingga tubuh tidak terlalu banyak
kehilangan panas atau tubuh tidak sampai kepanasan. Agar diperoleh suhu
ruangan yang yang memenuhi syarat kesehatan (18°C – 30°C) dapat
dilakukan dengan melakukan pertukaran udara setempat (kipas angin) atau
dengan udara baru (AC/Exhauser).

Kelembaban merupakan kandungan uap air udara dalam ruang yang


diukur dengan phsycrometer dan dinyatakan dengan satuan persen (%).
Kelembaban ini sangat erat hubungannya dengan ventilasi. Apabila

12
ventilasi kurang baik maka akan meningkatkan kelembaban yang
disebabkan oleh penguapan cairan tubuh dan uap pernafasan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kelembaban dalam rumah


antara lain :

a. Rising Dump (Kelembaban yang naik dari tanah).


Kelembaban yang disebabkan oleh proses kerja osmosis atau tenaga
tarik kapiler dari bahan dinding yang mengadakan kontak dengan
tanah yang lembab yang dapat naik kedalam dinding (mencapai
ketinggian 3 – 4 meter).
b. Percolation Dump (merembes melalui dinding).
Disebabkan oleh infiltrasi hujan yang masuk kedalam dinding.
c. Root Leaks (bocor melalui atap)
Disebabkan karena atap atau genting yang tidak dapat menahan air
(air hujan dapat merembes melalui celah-celahnya)

Udara yang kurang mengandung uap air maka udara terasa kurang
nyaman dan berbau (pengab), sebaliknya jika udara mengandung banyak
uap air maka udara basah yang dihirup akan berlebihan sehingga
mengganggu fungsi paru-paru. Rumah yang lembab akan mudah
ditumbuhi oleh kuman-kuman yang dapat menyebabkan penyakit infeksi,
khususnya penyakit infeksi saluran pernafasan. Sesuai Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999 kelembaban
udara berkisar antara 40% -70%.

Hubungan Aspek Perumahan dengan Penularan Diare


Angka kesakitan penyakit diare di Indonesia masih tinggi. Salah satu
penyebab tingginya angka kejadian diare adalah rendahnya cakupan
penduduk yang memanfaatkan sarana air bersih dan jamban serta PHBS
yang belum memadai. Menurut data dari 200.000 anak balita yang
meninggal karena diare setiap tahun di Asia, separuh di antaranya adalah
di Indonesia.

13
Aspek perumahan yang tidak sehat tentunya dapat meningkatkan kejadian
penularan diare, biasanya rumah yang tidak sehat itu tidak memakai
sumber air dan jamban yang bersih. Air minum yang bersih merupakan
hal yang paling penting bagi kesehatan keluarga sehingga dapat mencegah
terjadinya penularan diare. Penularan diare juga bergantung pada perilaku
hidup bersih dan sehat seperti kebiasaan mencuci tangan dan membuang
sampah pada tempatnya

3. Jelaskan hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan penularan dan
perjalan dari penyakit pada skenario !

7 indikator PHBS dan 3 indikator Gaya Hidup Sehat sebagai berikut:


A. 7 Indikator PHBS di Rumah Tangga:
1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
Adalah pertolongan persalinan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan (bidan, dokter, dan tenaga para medis lainnya).
2. Bayi diberi ASI eksklusif
Adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja sejak lahir sampai usia 6
bulan.
3. Penimbangan bayi dan balita
Penimbangan balita dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan balita setiap
bulan dan mengetahui apakah balita berada pada kondisi gizi kurang atau gizi
buruk.
4. Mencuci tangan dengan air dan sabun

a. Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab
penyakit. Bila digunakan, kuman berpindah ke tangan. Pada saat makan,
kuman dengan cepat masuk ke dalam tubuh yang bisa menimbulkan
penyakit.

b. Sabun dapat mengikat lemak, kotoran dan membunuh kuman. Tanpa


sabun, kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan.
5. Menggunakan air bersih
Air yang kita pergunakan sehari-hari untuk minum, memasak, mandi,
berkumur,membersihkan lantai, mencuci alat-alat dapur, mencuci pakaian, dan

14
sebagainya haruslah bersih, agar kita tidak terkena penyakit atau terhindar dari
penyakit.
6. Menggunakan jamban sehat
Setiap rumah tangga harus memiliki dan menggunakan jamban leher angsa
dan tangki septic atau lubang penampungan kotoran sebagai penampung akhir.
7. Rumah bebas jentik
Adalah rumah tangga yang setelah dilakukan pemeriksaan jentik berkala tidak
terdapat jentik nyamuk.

B. 3 Indikator Gaya Hidup Sehat:


1. Makan buah dan sayur setiap hari
Adalah anggota keluarga umur 10 tahun ke atas yang mengkomsumsi
minimal 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau sebaliknya setiap hari.
2. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
Adalah anggota rumah tangga umur 10 tahun ke atas melakukan aktivitas
fisik 30 menit setiap hari.
3. Tidak merokok dalam rumah
Anggota rumah tangga umur 10 tahun ke atas tidak boleh merokok di
dalam rumah ketika berada bersama dengan anggota keluarga yang
lainnya.

Dari ketujuh indikator PHBS di atas yang berhubungan dengan kejadian


diare adalah: Menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, dan
Cuci tangan dengan air dan sabun.

Hubungan Pennggunaan Air Bersih dengan Diare


Sumber air minum mempunyai peranan dalam penyebaran beberapa
penyakit menular. Sumber air minum yang tercemar merupakan salah satu
sarana sanitasi atau faktor resiko yang berkaitan dengan kejadian diare.
Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal
oral yaitu dimasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar
dengan tinja. Air yang diperoleh warga dijadikan sebagai air minum, dan
mencuci. Kondisi yang berlangsung secara lama dan berulang-ulang
15
mengakibatkan kejadian diare pada balita. Meskipun air minum tersebut
ditampung di tempat penampungan air dan tertutup, tetapi air tersebut
masih dapat tercemar oleh tangan ibu yang menyentuh air saat mengambil
air.
Penyakit diare dapat ditularkan melalui makanan dan air yang
tercemar oleh bakteri pathogen. Keluarga dapat mengurangi resiko diare
dengan menggunakan air bersih yang tersedia dan melindunginya dari
kontaminasi baik dari sumbernya maupun di rumah. Sumber air bersih
yang memenuhi syarat adalah paling sedikit jaraknya 10 meter dari sumber
pencemar seperti penampungan air kotor, tempat pembuangan sampah,
jamban/kakus.
Pada skenario diketahui bahwa keluarga . Dikampung dimana Anto
dan Kleluarganya tinggal belum ada fasilitas PAM, karena itu sumber air
sebagian besar penduduk adalah sumur gali, dan sebagian lagi adalah air
sungai yang mengalir tidak jauh dari kampung tersebut. Belum semua
rumah mempunyai fasilitas MCK. Sehingga mudah terjadinya penularan
diare akibat air yang tidak bersih.

Hubungan Jamban Dengan Kejadian Diare


Pembuangan tinja secara tidak baik dan sembarangan dapat
mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi sumber infeksi,
dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang
tergolong waterborne disease akan mudah berjangkit. Yang termasuk
waterborne disease adalah tifoid, paratifoid, disentri, diare, kolera,
penyakit cacing, hepatitis viral dan sebagainya (Chandra, 2007).

Menurut Depkes RI (2004), jalur penularan penyakit dari tinja atau kotoran
manusia sebagai sumber penyakit melalui mulut sehingga menjadi sakit
dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Tinja atau kotoran manusia mengandung agent penyakit sebagai
sumber penularan bila pembuangannya tidak aman maka dapat
mencemari tangan, air, tanah, atau dapat menempel pada lalat dan
serangga lainnya yang menghinggapinya.

16
2. Air yang tercemar tinja dapat mencemari makanan yang selanjutnya
makanan tersebut dimakan oleh manusia atau air yang tercemar
diminum oleh manusia.
3. Tinja dapat mencemari tangan atau jari-jari manusia selanjutnya dapat
mencemari makanan pada waktu memasak atau menyiapkan makanan,
demikian juga yang telah tercemar dapat langsung kontak dengan
mulut.
4. Tinja secara langsung dapat mencemari makanan yang kemudian
makanan tersebut dimakan oleh manusia, melalui lalat/serangga
kuman penyakit dapat mencemari makanan yang kemudian dimakan
oleh manusia.
5. Melalui lalat atau serangga lainnya kuman penyakit dapat mencemari
makanan sewaktu hinggap dimakanan yang kemudian dimakan oleh
manusia.
6. Tinja juga dapat mencemari tanah sebagai akibat tidak baiknya sarana
pembuangan tinja atau membuang tinja disembarang tempat di mana
tanah tersebut selanjutnya dapat mencemari makanan atau kontak
langsung dengan mulut manusia.

Hubungan Cuci Tangan Dengan Kejadian Diare

Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan


hewan, ataupun cairan tubuh lain seperti ingus dan air ludah dapat
terkontaminasi oleh kuman-kuman penyakit seperti bakteri, virus dan parasit
yang dapat menempel pada permukaaan kulit. Oleh karena itu tangan sangat
berperan dalam penularan penyakit, khususnya penyakit yang ditularkan
melalui mulut, misalnya diare. Menurut Depkes (2009) tangan akan bebas dari
kuman penyakit apabila cuci tangan dengan baik dan benar. Menurut Depkes
(2009) cuci tangan pakai sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan
membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh
manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Mencuci
tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan
penyakit. Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup.

17
Penyakit diare seringkali diasosiasikan dengan keadaan air, namun
secara akurat sebenarnya harus diperhatikan juga penanganan kotoran manusia
seperti tinja dan air kencing, karena kuman-kuman penyakit penyebab diare
berasal dari kotoran-kotoran ini. Kuman-kuman penyakit ini membuat manusia
sakit ketika mereka masuk mulut melalui tangan yang telah menyentuh tinja,
air minum yang terkontaminasi, makanan mentah, dan peralatan makan yang
tidak dicuci terlebih dahulu atau terkontaminasi akan tempat makannya yang
kotor.

4. Bagaimana pemberian makanan yang tepat untuk keluarga pada scenario?

Menurut WHO/UNICEF, standar emas pemberian makan pada bayi dan anak
adalah;
 Mulai segera menyusui dalam 1 jam setelah lahir
 Menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan, dan
 Mulai umur 6 bulan bayi mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang
bergizi sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya dan
 Meneruskan menyusui anak sampai umur 24 bulan atau lebih.
ASI Eksklusif memiliki kontribusi yang besar terhadap tumbuh kembang dan daya
tahan tubuh anak. Anak yang diberi ASI Eksklusif akan tumbuh dan berkembang
secara optimal dan tidak mudah sakit.
Memberikan makanan kepada balita selama diare (usia 6 bulan ke atas) akan
membantu anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan.
Anak yang terkena diare jika tidak diberikan asupan makanan yang sesuai umur
akan menyebabkan anak kurang gizi. Bila anak kurang gizi akan meningkatkan
risiko terkena diare kembali.
Untuk bayi berusia 0-6 bulan, hanya diberikan ASI saja sesuai keinginan anak,
paling sedikit 8 kali sehari; pagi, siang, malam hari. Jangan berikan makanan atau
minuman lain selain ASI. Jika ibu memberikan susu formula atau makanan lain,
dukung ibu untuk hanya memberikan ASI karena ASI saja mencukupi kebutuhan
bayi meskipun sedang diare. Susui bayi lebih sering, lebih lama, pagi,siang
maupun malam. Secara bertahap kurangi pemberian susu formula atau makanan
lain.

18
Untuk bayi berusia 6-24 bulan, teruskan pemberian ASI. Dan mulailah
memberikan Makanan Pendamping ASI (MP ASI) yang teksturnya lembut seperti
bubur, susu,pisang. Secara bertahap sesuai pertambahan umur berikan bubur tim
lumat ditambah kuning telur/ayam/ikan/tempe. Setiap hari berikan makanan
sebagai berikut;
Usia 6 bulan : 2 x 6 sdm
Usia 7 bulan : 2-3x7 sdm
Usia 8 bulan : 3 x 8 sdm
Selama diare dan selama masa penyembuhan berikan ASI lebih sering dan lebih
lama. Berikan makanan pendamping juga lebih sering, sedikit-sedikit, leboh
bervariasi dan lebih lembut. Pemberian ASI saat anak diare sangat diperlukan
karena ASI memiliki antibodi yang penting untuk meningkatkan kekebalan tubuh
bayi, berikan ASI hingga anak berusia 24 bulan.
Pada penderita diare mungkin dapat disertai dengan keadaan lactosa
intolerance, oleh karena itu sementara hindari pemberian makanan atau minuman
yang mengandung susu sampai diarenya membaik. Makanan yang pedas atau
banyak mengandung lemak dapat memperberat penyakitnya.
Berikut ini sejumlah kandungan makanan yang bisa membantu kesembuhan
penderita diare :

1. Makanan Rendah Serat


Makanan rendah serat dapat menahan keluarnya cairan dari dalam tubuh secara
berlebihan. Pada umumnya makanan kaya serat dianjurkan untuk dikonsumsi
sehari-hari untuk menjaga dan melancarkan buang air besar akan tetapi ketika
terkena diare sangat tidak dianjurkan mengkonsumsi makan berserat tinggi
seperti agar-agar, beberapa kategori sayur mayur dan buah-buahan yang dapat
memperburuk kondisi serta bertambah lamanya gejala diare tersebut.

2. Makanan yang Tinggi Natrium


Makanan yang tinggi natrium disini yakni merupakan segala jenis makanan
bahkan minuman yang mempunyai kadar garam tinggi. Kadar garam elektrolit
tersebut dapat mengganti cairan yang hilang dan menyeimbangkan kadar cairan
elektrolit didalam tubuh.

3. Makanan Rendah Lemak

19
Makanan yang rendah lemak sangat baik dikonsumsi ketika diare karena lemak
jenuh dapat memperburuk kondisi tubuh yang melemah akibat kehilangan
cairan secara berlebihan. Hindari makanan berupa gorengan dan santan kental
ketika diare.

Buah, Sayur

Beberapa jenis buah yang memiliki kandungan zat tertentu sehingga membantu
mempercepat proses penyembuhan diare tersebut. Buah-buahan yang mempunyai
tekstur lembut dapat dijadikan asupan yang mampu meringankan gejala diare. Lalu
apa saja kategori buah-buahan yang dapat mengatasi diare? Berikut penjelasannya :

1. Pisang
Pisang merupakan jenis buah-buahan yang lembut dan lunak ketika dikonsumsi
serta dapat membantu menenangkan sistem saluran pencernaan yang terganggu
ketika proses pembentukan feses. Berikut beberapa kandungan yang terdapat
didalam pisang :

 Potasium : Kadar potasium yang tinggi dapat mengganti cairan elektrolit


yang keluar bersama feses ketika diare.
 Pectin atau Serat Soluble : berfungsi untuk membantu terserapnya cairan
didalam usus dan merangsang gerak isi perut (stool)
 Inulin : yakni merupakan zat prebiotic yang dapat membantu berkembangnya
bakteri baik pada usus.

2. Wortel
Wortel merupakan jenis sayur-sayuran yang kaya akan nutrisi dan sangat baik
untuk sistem pencernaan. Selain itu, kandungan vitamin yang terdapat pada
wortel dapat meredakan kondisi usus yang tidak normal akibat diare. Ada
beragam cara untuk mengkonsumsi wortel yang dapat dijadikan sebagai
asupan kebutuhan nutrisi dari sayur-sayuran selama diare. Sebaiknya mengolah
wortel dengan cara direbus atau dihaluskan menjadi sebuah jus supaya sistem
pencernaan tidak kewalahan saat memprosesnya didalam usus.

20
Jenis Karbohidrat

Selama mengalami diare maka penderita akan kekurangan cairan sehingga


menyebabkan menurunnya energi didalam tubuh. Untuk itu dengan mengkonsumsi
beberapa kategori makanan yang mengandung karbohidrat dan nutrisi lainnya
dapat mengembalikan energi didalam tubuh bahkan membantu proses pulihnya
sistem pencernaan yang tergannggu akibat diare. Berikut kategorinya :

1. Nasi
Nasi merupakan menu utama bagi kebanyakan orang di negara Asia. Namun
terlepas dari fungsinya sebagai asupan karbohidrat sehari-hari ternyata nasi juga
dapat membantu proses terbentuknya feses atau tinjau didalam usus serta
memadatkannya. Akan tetapi nasi merah dan nasi hitam ternyata tidak baik
dikonsumsi ketika diare karena kandungan serat yang tinggi didalamnya.

2. Kentang
Kentang merupakan jenis makanan yang mengandung karbohidrat tinggi dan
sangat baik dikonsumsi ketika diare. Pada umumnya kentang ini dijadikan
pilihan alternatif ketika tidak dapat mengkonsumsi nasi karena sebab tertentu.
Cara pengolahannya tidak boleh menggunakan minyak untuk menggoreng
karena kandungan gizi dan nutrisi didalamnya akan hilang sedangkan minyak
itu sendiri akan memperparah kondisi tubuh ketika diare.

5. Bagaimana menegakkan diagnosis holistik pada kasus di skenario?

Diagnosis holistik adalah Salah satu standar dalam praktik pelayanan kedokteran
keluarga, melihat individu sebagai bagian dari komunitasnya (keluarga, tempat
kerja, budaya, negara) dan memahami bahwa pasien merupakan seorang makhluk
yang utuh yang terdiri dari fisik, psikis dan jiwa (body, mind and spirit).

Terdapat lima aspek dalam diagnosis holistik:

1. Aspek Personal: alasan kedatangan, harapan, kekhawatiran dan persepsi


pasien
2. Aspek Klinis: masalah medis, diagnosis kerja berdasarkan gejala dan tanda
3. Aspek risiko internal: seperti pengaruh genetik, gaya hidup, kepribadian,
usia, gender

21
4. Aspek risiko eksternal dan psikososial: berasal dari lingkungan (keluarga,
tempat kerja, tetangga, budaya)
5. Derajat Fungsional: Kualitas Hidup Pasien. Penilaian dengan skor 1 – 5,
berdasarkan disabiltas dari pasien

A. Aspek Personal

Keluhan utama (reason of encounter) /simptom/ sindrom klinis yang ditampilkan


dan apa yang diharapkan pasien atau keluarganya serta apa yang dikhawatirkan
pasien atau keluarganya.

Pada kasus skenario keluhan utamanya yaitu BAB encer seperti air lebih dari 10
kali sehari dan tidak adanya muntah pada skenario kasus diare ini, keluarga
pasien mengharapkan anaknya sembuh sehingga anaknya diantar ke puskesmas
dengan rasa kekhawatiran. Diare ini dapat disembuhkan apabila dilakukan
penatalaksanaan yang baik dan benar.

B. Aspek Klinis

Anamnesis

a. Keluhan Utama: BAB encer >10 kali sehari dan tidak ada muntah

b. Riwayat Penyakit Sekarang: digali dengan beberapa pertanyaan

 Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna dan konsentrasi tinja,
lendir dan/darah dalam tinja.
 Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air kecil
terakhir, demam, sesak, kejang, kembung.
 Jumlah cairan yang masuk selama diare.
 Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, mengonsumsi
makanan yang tidak biasa.
 Penderita diare di sekitarnya dan sumber air minum.

c. Riwayat Penyakit Dahulu: tidak dijelaskan pada skenario

d. Riwayat Penyakit Keluarga: pada skenario dijelaskan bahwa berak-berak


seperti ini selalu diderita oleh keluarga pa anwar (ayah pasien)

Pemeriksaan Fisik
22
 Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital
 Tanda utama: keadaan umum gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma, rasa
haus, turgor kulit abdomen menurun.
 Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir,
mulut, dan lidah.
 Berat badan.
 Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti nafas cepat
dan dalam (asidosis metabolik), kembung (hypokalemia), kejang (hipo atau
hipernatremia).
 Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria berikut:
o Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan).
 Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan.
 Keadaan umum baik, sadar.
 Ubun ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada ,
mukosa mulut dan bibir basah.
 Turgor abdomen baik, bising usus normal.
 Akral hangat.
o Dehidrasi ringan sedang/tidak berat (kehilanagn cairan 5-10% berat badan).
 Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda
tambahan.
 Keadaan umum gelisah atau cengeng.
 Ubun ubun besar sedikut cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang,
mukosa mulut dan bibir sedikit kering.
 Turgor kurang, akral hangat.
o Dehidrasi berat (kehilangan cairan >10%berat badan).
 Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan 2 atau lebih tanda
tambahan.
 Keadaan umum lemah, letargi atau koma.
 Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada,
mukosa mulut dan bibir sangat kering.
 Turgor sangat kurang dan akral dingin.

23
Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan laboratorium tinja tidak ada telur cacing atau parasite usus
lainnya.

Rencana Terapi

Sesuai pada skenario sendiri bahwa pasien adalah bayi yang menyusui maka
disarankan rencana terapinya adalah:

 Hentikan makanan padat


 Berikan cairan suplemen cairan jernih
 Lanjutkan menyusu ASI

C. Aspek Risiko Internal

Perilaku individu dan gaya hidup (life style) pasien, kebiasaan yang menunjang
terjadinya penyakit, atau beratnya penyakit.

 Umur 6 bulan masih rentan untuk terkena berbagai jenis infeksi, kecuali
apabila dilakukan pengawasan kebersiahan yang baik dari peran orangtuanya
 Saat ini anggota keluarga tidak ada yang mengalami diare, namun hal seperti
ini selalu di derita oleh kelurga pa anwar (ayah pasien)
 Makanan yang didapatkan oleh pasien baik yaitu ASI dari ibunya dan
makanan tambahan

D. Aspek Risiko Eksternal dan Psikososial

Pemicu biopsikososial keluarga dan lingkungan dalam kehidupan pasien hingga


mengalami penyakit seperti yang ditemukan.

 Pada skenario dijelaskan bahwa pak anwar bekerja sebagai pelayan toko
kelontong tradisional, hal ini harus diberitahukan kepada pa anwar sendiri
bahwa jika sehabis pulang bekerja disarannkan untuk membersihkan diri
terlebih dahulu dan jangan langsung bermain bersama anak anaknya.
 Pada skenario di jelaskan bahwa rumah tinggal yang ditinggali oleh kelurga pa
anwar termasuk padat dengan berisi 9 orang dalam satu rumah panggung 4x7
meter.

24
 Pada skenario dijaleskan bahwa kampung yang ditingali oleh keluarga pa
anwar belum ada fasilitas PAM, jadi mereka hanya mengandalkan air dari
sumur gali dan sebagian warga lainnya mengandalkan air sungai yang
mengalir di kampung yang mereka tinggali.
 Belum semua rumah mempunyai MCK
 Dari berbagai aspek risiko eksternal diatas bisa menimbulkan berbagai
penyakit
kesehatan akibat hygene maka peran dokter keluarga disini sangat penting
guna memberikan penyuluhan atas berbagai masalah yang ada di kampung
tersebut dan memberikan berbagai macam solusi yang dapat diatasi seperti
contohnya membuat air besih.

E. Derajat Fungsional

Kemampuan melakukan aktifitas fisik : tidak dijelaskan pada skenario dan juga
dilihat dari usia pasien yang masih 6 bulan

6. Bagaimana pencatatan dan pelaporan pada kasus diare di skenario?


1) Pencatatan Kasus
a. Genogram
b. Family folder :
 Identitas
 Pemeriksaan Fisis
 Diagnosis Masalah
 Tindakan/Pengobatan
 Pelayanan lain yang diberikan
2) Pelaporan Kasus
i. Pengumpulan Data Kasus Diare

Ada tiga cara pengumpulan data diare, yaitu melalui :


a. Laporan Rutin
Dilakukan oleh Puskesmas dan Rumah Sakit melalui SP2TP (LB), SPRS
(RL), STP dan rekapitulasi diare. Karena diare termasuk penyakit yang
dapat menimbulkan wabah maka perlu dibuat laporan mingguan (W2).
Untuk dapat membuat laporan rutin perlu pencatatan setiap hari (register)
penderita diare yang datang ke sarana kesehatan, posyandu atau kader agar
25
dapat dideteksi tanda–tanda akan terjadinya KLB/wabah sehingga dapat
segera dilakukan tindakan penanggulangan secepatnya. Laporan rutin ini
dikompilasi oleh petugas Diare di Puskesmas kemudian dilaporkan ke
Tingkat Kabupaten/Kota melalui laporan bulanan (LB) dan STP setiap
bulan.
Petugas/Pengelola Diare Kabupaten/Kota membuat rekapitulasi dari
masing-masing Puskesmas dan secara rutin (bulanan) dikirim ke tingkat
Propinsi dengan menggunakan formulir rekapitulasi diare. Dari tingkat
Propinsi direkap berdasar-kan kabupaten/kota secara rutin (bulanan) dan
dikirim ke Pusat .

b. Laporan KLB Diare


Setiap terjadi KLB/wabah harus dilaporkan dalam periode 24 jam (W1) dan
dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi :
a. Kronologi terjadinya KLB
b. Cara penyebaran serta faktor-faktor yang mempengaruhinya
c. Keadaan epidemiologis penderita
d. Hasil penyelidikan yang telah dilakukan
e. Hasil penanggulangan KLB dan rencana tindak lanjut

c. Pengumpulan data melalui studi kasus


Pengumpulan data ini dapat dilakukan satu tahun sekali, misalnya pada
pertengahan atau akhir tahun. Tujuannya untuk mengetahui “base line data”
sebelum atau setelah program dilaksanakan dan hasil penilaian tersebut
dapat digunakan untuk perencanaan di tahun yang akan datang.

ii. Pengolahan, Analisis, dan Interpretasi


Data-data yang telah dikumpulkan diolah dan ditampil-kan dalam bentuk
tabel-tabel atau grafik, kemudian dianalisis dan diinterpretasi. Analisis ini
sebaiknya dilakukan berjenjang dari Puskesmas hingga Pusat, sehingga
kalau terdapat permasalahan segera dapat diketahui dan diambil tindakan
pemecahannya.

26
iii. Penyebarluasan Hasil Interpretasi
Hasil analisis dan interpretasi terhadap data yang telah dikumpulkan,
diumpanbalikkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan yaitu kepada
pimpinan di daerah (kecamatan hingga Dinkes Propinsi) untuk
mendapatkan tanggapan dan dukungan penangganannya.

7. Jelaskan mengenai sistem rujukan dan konsultasi pasien pada skenario!

Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan


kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan
kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib
dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan
seluruh fasilitas kesehatan. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal
maupun vertikal. Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar
pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas,
peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap. Rujukan
vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda
tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat
pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:

 Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;


 Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau
ketenagaan.

Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan


pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :

 Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan


kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya;
 Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih
baik dalam menangani pasien tersebut;

27
 Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh
tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan
kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau
 Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau
ketenagaan.

Menurut KEMENKES dalam Pedoman Sistem Rujukan Nasional:


a. Rujukan berdasarkan indikasi;
b. Prosedur rujukan pada kasus kegawatan;
c. Melakukan rujukan balik ke fasilitas perujuk;
d. Keterjangkauan fasilitas rujukan; dan
e. Rujukan pertama dari fasilitas primer;

Prosedur Rujukan

Pada dasarnya, prosedur fasilitas pemberi pelayanan kesehatan pengirim


rujukan adalah sebagai berikut:

a. Menjelaskan kepada para pasien atau keluarganya tentang alasan rujuk;

b. Melakukan komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang dituju sebelum


merujuk;

c. Membuat surat rujukan dan juga melampirkan hasil diagnosis pasien dan
catatan medisnya;

d. Mencatat pada register dan juga membuat laporan rujukan;

e. Stabilisasi keadaan umum pasien, dan dipertahankan selama dalam perjalanan;

f. Pendampingan pasien oleh tenaga kesehatan;

g. Menyerahkan surat rujukan kepada pihak-pihak yang berwenang di fasilitas


pelayanan kesehatan di tempat rujukan;

h. Surat rujukan pertama harus berasal dari fasilitaspelayanan kesehatan primer,


kecuali dalam keadaan darurat; dan

28
i. Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Askes, Jamkesmas, Jamkesda, SKTM
dan badan penjamin kesehatan lainnya tetap berlaku.

Adapun prosedur sarana kesehatan penerima rujukan adalah:

a. Menerima rujukan pasien dan membuat tanda terima pasien;

b. Mencatat kasus-kasus rujukan dan membuat laporan penerimaan rujukan;

c. Mendiagnosis dan melakukan tindakan medis yang diperlukan, serta


melaksanakan perawatan disertai catatan medik sesuai ketentuan;

d. Memberikan informasi medis kepada pihak sarana pelayanan pengirim rujukan;

e. Membuat surat rujukan kepada sarana pelayanan kesehatan lebih tinggi dan
mengirim tembusannya. kepada sarana kesehatan pengirim pertama; dan

f. Membuat rujukan balik kepada fasilitas pelayanan perujuk bila sudah tidak
memerlukan pelayanan medis spesialistik atau subspesialistik dan setelah melihat
kondisi pasien.

29
8. Bagaimanakah penatalaksanaan pada kasus di skenario?

Lintas diare (lima langkah tuntaskan diare)

1. Berikan oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai memberikan
oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan seperti air tajin,
kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit
yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual
dan muntah. Oralit merupakan cairan terbaik bagi penderita diare untuk
mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di
bawa ke sarana kesehatan untuk mendapatkan pertolongan cairan melalui
infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a) Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah atau lebih :
- Keadaan umum : baik
- Mata : normal
- Rasa haus : normal
- Turgor kulit : kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi :
o Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
o Umur > 1 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
o Umur diatas 5 tahun : 1 - 1½ gelas setiap kali anak mencret

b) Diare dehidrasi ringan / sedang


Diare dehidrasi ringan / sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah atau lebih :
- Keadaan umum : gelisah, rewel
- Mata : cekung
- Rasa haus : haus, ingin minum banyak
- Turgor kulit : kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/kgBB dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa
dehidrasi

30
c) Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah atau lebih :
- Keadaan umum : lesu, lunglai, atau tidak sadar
- Mata : cekung
- Rasa haus : tidak bis minum atau malas minum
- Turgor kulit : kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke puskesmas
untuk di infus.

2. Berikan obat zinc


Zinz merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi
enzim yang meningkat selama diare dan mmengakibatkan hipersekresi epitel
usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume
tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.
Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif
terhadap diare sebanyak 11% dan menurut hasil pilot study menunjukkan
bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67%. Berdasarkan bukti ini
semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita :
31
- Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) / hari selama 10 hari
- Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) / hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara
pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau
ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.

3. Pemberian ASI /Makanan


Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering
diberikan ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering
dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah
mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna
dan diberikan sedikit demi sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti,
pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu
pemulihan berat badan.

4. Pemberikan antibiotik hanya atas indikasi


Antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnyaa kejadian diare
pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotik hanya bermanfaat pada
penderita diare darah (sebagian besar karena shigella), suspek kolera.
Obat obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita
diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak dianjurkan
kecualu muntah berat. Obat-obtan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun
meningkatkan status gizi anak bahkan sebagian besar menimbulkan efek
samping yang berbahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa
digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amoeba, giardia).

5. Pemberian nesehat
Ibu dan pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat
tentang :
1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila
- Diare lebih sering

32
- Muntah berulang
- Sangat haus
- Makan/minum sedikit
- Timbul demam
- Tinja berdarah
- Tidak membaik dalam 3 hari.

33
BAB III

Kesimpulan

Berdasarkan penyakit yang diderita oleh pasien, kelompok kami


menyimpulkan bahwa pasien menderita Diare. Karna berdasarkan pada gejala yang
dialami yaitu berak berak lebih dari sepuluh kali kemudian riwayat lingkungan yang
memengaruhi penyakit tersebut sehingga tidak hanya pasien yang mengalami hal itu
namun juga anggota keluarga lainnya.

Maka, penatalaksanaan pada penyakit ini lebih ditekankan pada


pencegahannya dan perubahan perilaku keluarga nya. Dengan menerapkan perilaku
hidup sehat untuk semua anggota keluarga contohnya membangun jamban sehat dan
melaksanakan tindakan hidup sehat yang sebelumnya telah dijelaskan dalam
pembahasan diatas.

34
DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi V. Jakarta:
InternaPublishing

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011.


Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare pada Balita. Jakarta: Kemenkes RI [diakses
dari https://www.slideshare.net/melaniataolin/pedoman-nasional-diare tgl 20 April
2017]

Annisa V. Kajian Dokter Layanan Primer oleh ISMKI. 2013. p. 1–12. Available
from: http://issuu.com/vichaannisa/docs/kajian_dlp_oleh_ismki.doc

Azwar, Azrul ; Gan, Goh Lee ; Wonodirekso, Sugito. 2004. A Primer On Family
Medicine Practice. Singapore International Foundation : Singapore.

Chandra, Budiman, 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC, Jakarta.

Depkes RI , 2004. Buku Panduan Hygiene Sanitasi. Labuhan Batu.

Diarrhoea: Why children are still dying and what can be done, UNICEF/WHO,
Geneva : 2009.

Entjang, I., 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Cetakan ke XIII. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti.
Irianto, J. dkk, 1996. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak
Balita, Buletin Penelitian Kesehatan, Th 1996, No. 24: 494-499.

Presiden RI. Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pendidikan Dokter. 2013;1–


59

Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011, Kemenkes RI 2012.

Soeparman, 2002. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. EGC, Jakarta.

Subdit Pengendalian Diare dan Penyakit Pencernaan Lainnya. 2011. Buletin Situasi
Diare di Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI
Qomariah. 2000. Sekilas Kedokteran Keluarga. FK-Yarsi : Jakarta

35
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga Medical Series.

Walker et al. 2014. Pediatric Gastrointestinal Disease. Ontario: BC Decker.

Depkes RI, 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare.


_________, 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta.
_________, 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta : Ditjen PPM
dan PL.________. 2005. KepMenKes RI No. 1216/MenKes/SK/XI/2001 Tentang
Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare, Ditjen PPM & PL, Jakarta

________. 2009. Panduan Penyelenggaraan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia,
Jakarta.

KEPMENKES RI. no 829/MenKes/SK/VII/198.

36
37
38
39

You might also like